REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI...

58
REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI DALAM NOVEL KEI KARYA ERNI ALADJAI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN DI SEKOLAH Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh Hidayatunnisa NIM. 1113013000066 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020

Transcript of REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI...

Page 1: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

REPRESENTASI NILAI BUDAYA

PADA MASYARAKAT SUKU KEI DALAM NOVEL KEI

KARYA ERNI ALADJAI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

Hidayatunnisa

NIM. 1113013000066

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020

Page 2: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika
Page 3: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika
Page 4: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika
Page 5: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

i

ABSTRAK

Hidayatunnisa, NIM: 1113013000066. “Representasi Nilai Budaya Pada

Masyarakat Suku Kei dalam Novel Kei Karya Erni Aladjai dan Implikasinya

Terhadap Pembelajaran di Sekolah”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk memaparkan representasi nilai

budaya pada masyarakat suku Kei dalam novel Kei karya Erni Aladjai, dan 2)

mendeskripsikan implikasi nilai budaya masyarakat suku Kei dalam novel Kei

karya Erni Aladjai pada pembelajaran di Sekolah. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif untuk mendeskripsikan data

berupa representasi nilai budaya masyarakat suku Kei dalam novel Kei karya Erni

Aladjai. Teknik analisis data menggunakan teknik membaca, analisis data, dan

riset pustaka. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan enam nilai budaya yang

direpresentasikan oleh masyarakat suku Kei dalam novel Kei karya Erni Aladjai,

yaitu: 1) menjunjung tinggi hukum adat, 2) menjaga kelestarian alam, 3)

menjunjung harkat dan martabat perempuan, 4) milai-nilai kekeluargaan dan

persaudaraan adat, 5) menjunjung nama baik keluarga, dan 6) musyawarah dan

mufakat. Hasil penelitian ini juga dapat diimplikasikan dalam pembelajaran di

sekolah dalam materi ajar sastra yakni mengembangkan karakteristik peserta didik

agar memiliki sikap yang sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa seperti

toleransi, tolong-menolong, dan saling menghargai.

Kata kunci: Nilai budaya, Representasi, Kei, Erni Aladjai

Page 6: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

ii

ABSTRACT

Hidayatunnisa, NIM: 1113013000066. “The representation of cultural values in

the Kei Tribe community by Erni Aladjai and their implications for learning in

schools”, Indonesian Language and Literature Education Major, Faculty of

Tarbiyah and Teacher Training, State Islamic University of Syarif Hidayatullah

Jakarta.

The purpose of this reasearch are: 1) to describe the representation of

cultural values on Kei tribal communities in novel Kei Aladjai Erni's work, and 2)

to describe the implications of cultural values of tribal society in the novel Kei

Aladjai Erni's work on learning in school. The method used in this research is

descriptive qualitative method for describing data in the form of representation of

the cultural value of the tribal people in the novel Kei by Erni Aladjai. Data were

analyzed using the techniques, data analysis, and library research. Based on the

results of the research there are six cultural value represented by the tribal people

of Kei in the novel Kei works of Erni Aladjai, namely: 1) uphold customary law,

2) the preservation of nature, 3) uphold the dignity of women, 4) family values

and custom fraternity, 5) upholding the family name, and 6) deliberation and

consensus. The results of this research can also be implied in learning in schools

in literary teaching material that is developing the characteristics of students so

that they have attitudes that are in accordance with national cultural values such as

tolerance, helping each other, and mutual respect.

Keywords: cultural value, Representation, Kei, Erni Aladjai

Page 7: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Segala puji serta syukur hanya bagi Allah yang tiada henti

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skprisi yang berjudul “Representasi Nilai Budaya pada Masyarakat Suku Kei

dalam Novel Kei Karya Erni Aladjai dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran di

Sekolah”. Sholawat serta salam tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad

SAW, para keluarga, dan pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis menyadari

dalam penulisan skripsi ini penulis membutuhkan bimbingan, dukungan, serta doa

dari berbagai pihak. Sebagai ungkapan rasa hormat, penulis sampaikan upacan

terima kasih kepada:

1. Dr. Sururin, M.Ag., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Ahmad Bahtiar, M.Hum., dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, serta saran

dalam penyusunan skripsi ini.

4. Novi Diah Haryanti, M.Hum., Seketaris Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

5. Seluruh dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, atas ilmu, motivasi, dan

inspirasi yang berguna bagi kehidupan penulis.

6. Teristimewa untuk keluarga penulis, orangtua, yaitu Alm. Ahmad

Hudori yang selalu memberikan petuah, inspirasi serta semangat yang

tak pernah putus, bahkan saat raganya sudah tidak ada lagi. Tak lupa

untuk Ibu tercinta, Sa’diyah, S.Pd. yang selalu memberikan kekuatan

untuk berjuang lebih keras dan doa yang tak pernah putus. Adik-adik

penulis, Muhammad Alwi Ikromullah dan Ahmad Ghifari Zahar yang

tak pernah lelah memberikan dukungan serta doanya.

7. Sahabat-sahabat ‘Ma-Love’, Afni Nurul Ikhsan, Lulu Farhatul

Ummah, Syafa’atul Auroh, dan Restu Pamuji yang selalu menjadi

pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika penulis kesulitan.

8. Teruntuk Rohmat Saputra, yang membangkitkan kembali semangat

juang penulis serta selalu memberikan dukungan, motivasi, serta doa

yang tak pernah putus.

9. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi

ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Page 8: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

iv

Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh

dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf dan mengharapkan

kritik serta saran yang dapat bermanfaat bagi penulis ke depannya. Semoga

kehadiran skripsi ini dapat memberikan sepercik manfaat bagi penulis maupun

bagi pembaca.

Jakarta, Januari 2020

Hidayatunnisa

Page 9: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK ........................................................................................................... i

ABSTRACT ........................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ...............................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 5

C. Batasan Masalah ........................................................................................ 5

D. Perumusan Masalah ................................................................................... 5

E. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6

F. Kegunaan Penelitian .................................................................................. 6

G. Metode Penelitian ...................................................................................... 6

BAB II KAJIAN TEORI

A. Hakikat Novel

1. Hakikat Novel ..................................................................................... 10

2. Unsur Intrinsik Novel

a. Tema ................................................................................................

11

b. Tokoh dan Penokohan ..................................................................... 12

c. Alur ................................................................................................. 13

d. Latar ................................................................................................ 15

e. Sudut Pandang ................................................................................ 15

f. Gaya Bahasa .................................................................................... 17

g. Amanat ............................................................................................ 17

B. Hakikat Nilai Budaya

1. Definisi Nilai ....................................................................................... 18

2. Definisi Budaya ................................................................................... 19

3. Hakikat Nilai Budaya .......................................................................... 21

C. Representasi dalam Sastra ........................................................................ 22

Page 10: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

vi

D. Masyarakat Suku Kei

1. Letak Geografi ..................................................................................... 23

2. Asal Usul Suku Kei ............................................................................. 24

3. Sosial Budaya ...................................................................................... 26

E. Pembelajaran Sastra ................................................................................ 31

F. Penelitian Relevan .................................................................................... 33

BAB III BIOGRAFI PENGARANG DAN PEMIKIRANNYA

A. Biografi Pengarang ................................................................................... 36

B. Pemikiran Pengarang ............................................................................... 37

BAB IV HASIL ANALISIS

A. Unsur Intrinsik Novel Kei

1. Tema .................................................................................................... 41

2. Tokoh dan Penokohan ......................................................................... 44

3. Alur atau Plot ....................................................................................... 60

4. Latar ..................................................................................................... 66

5. Sudut Pandang ..................................................................................... 71

6. Gaya Bahasa ........................................................................................ 71

7. Amanat ................................................................................................. 80

B. Analisis Representasi Nilai Budaya Masyarakat Kei

1. Menjunjung Tinggi Hukum Adat ........................................................ 81

2. Menjaga Kelestarian Alam .................................................................. 83

3. Menjunjung Harkat dan Martabat Perempuan ..................................... 85

4. Nilai-nilai Kekeluargaan dan Persaudaraan Adat ................................ 87

5. Menjunjung Nama Baik Keluarga ....................................................... 89

6. Musyawarah dan Mufakat ................................................................... 91

C. Implikasi terhadap Pembelajaran di Sekolah ........................................... 92

BAB V PENUTUP

A. Simpulan .................................................................................................. 95

B. Saran ......................................................................................................... 96

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 97

LAMPIRAN-LAMPIRAN

LEMBAR UJI REFERENSI

Page 11: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Analisis Tema Mayor dan Tema Minor ................................................. 43

Tabel 2. Analisis Tokoh Berdasarkan Peran, Fungsi, dan Watak ........................ 59

Tabel 3. Tahapan Alur .......................................................................................... 62

Tabel 4. Hasil Analisis Tahapan Alur .................................................................. 63

Tabel 5. Analisis Latar Tempat, Waktu, dan Sosial ............................................. 69

Tabel 6. Analisis Gaya Bahasa ............................................................................. 73

Tabel 7. Ragam Bahasa Daerah Kei .................................................................... 78

Page 12: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Tahapan Alur Novel Kei ......................................................... 63

Page 13: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini gejala yang ditimbulkan dari berkembangnya era globalisasi

semakin meresahkan masyarakat. Derasnya arus modernisasi menyebabkan

nilai sosial-budaya yang melekat pada masyarakat sejak dahulu kian terkikis.

Perubahan pada unsur sosial-budaya masyarakat dipengaruhi oleh adanya

kontak atau interaksi dengan budaya bangsa lain. Interaksi budaya ini dimaknai

sebagai pertemuan antara nilai-nilai baru dengan nilai-nilai lama yang saling

mendominasi dan saling berpengaruh dalam tatanan surface structure, yaitu

pada sikap dan pola-pola perilaku, serta dalam tatanan deep structure yaitu

perubahan sistem nilai, pandangan hidup, filsafat, dan keyakinan.1

Perubahan sisoal-budaya yang terjadi menimbulkan banyak

permasalahan, seperti menghilangnya nilai-nilai karakter bangsa yang

dibuktikan dengan semakin kuatnya sikap-sikap arogan, anarkis, vulgar, serta

tidak toleran akan sesama. Timbulnya berbagai konflik di masyarakat terutama

yang menyangkut-pautkan isu SARA pun kian menjadi bumerang bagi bangsa.

Nilai-nilai budaya masyarakat yang sejatinya dapat mengeratkan rasa persatuan

dan kesatuan tidak jua menemui jalan pulangnya.

Nilai budaya diibaratkan sebagai penyangga dalam kehidupan manusia

agar tetap berada pada garis yang semestinya. Koentjaraningrat mengatakan

bahwa nilai-nilai dalam budaya merupakan sebuah konsep mengenai segala

sesuatu yang dinilai berharga dan penting bagi suatu warga masyarakat,

sehingga berfungsi sebagai pedoman kehidupan masyarakat yang

1 Ni Putus Suwardani, Pewarisan Nilai-nilai Kearifan Lokal untuk Memproteksi Masyarakat

Bali dari Dampak Negatif Globalisasi, Jurnal Kajian Bali Volume 05, Nomor 02, Oktober 2015, h.

247.

Page 14: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

2

bersangkutan.2 Nilai-nilai budaya memiliki perananan penting dalam

merekatkan antaranggota masyarakat karena merupakan kasta tertinggi sebagai

pedoman hidup dalam berperilaku dan beriteraksi sehingga lahirlah keserasian

dalam hidup.

Dalam upaya mengembalikan nilai-nilai budaya bangsa, sastra memiliki

peranan penting di dalamnya. Seperti yang telah diketahui, karya sastra

mengandung nilai-nilai budaya bangsa yang dapat membentuk masyarakat

melalui pengetahuan yang berakar pada kebudayaan lokal. Hal ini dibuktikan

dengan banyaknya karya-karya sastra yang mengangkat isu-isu kedaerahan.

Seperti pada novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono, di

dalamnya digambarkan nilai-nilai karakteristik Jawa melalui sikap tokoh

Sarwono. Karya lain yakni melalui novel Okky Madasari yang berjudul Anak

Mata di Tanah Melus. Secara implisit Okky mengambarkan nilai budaya dalam

bentuk perilaku, kepercayaan, serta adat istiadat masyarakat di Nusa Tenggara

Timur yang dibangun dalam kisah petualangan seorang anak. Karya-karya

tersebut hanya sebagian kecil contoh dari karya-karya sastra yang

menggambarkan nilai-nilai budaya bangsa yang dapat menjadi sebuah alat atau

wadah peserta didik dalam mengembangkan karakteristik diri sesuai dengan

nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.

Pembelajaran apresiasi sastra menjadi upaya dalam menanamkan rasa

peka kepada peserta didik akan cita rasa sastra, sehingga menumbuhkan

pemahaman bahwa sastra bukan hanya sekedar menyalurkan hasrat membaca

namun juga dapat memercikan ide-ide dan pemikiran baru. Maka dalam

pengajarannya pun harus mampu mengubah sikap peserta didik dari tak acuh

menjadi lebih bersimpati.3 Upaya perubahan sikap peserta didik bukan menjadi

hal mudah dan dapat dilakukan dalam waktu singkat. Menumbuhkan daya

2 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2016), h. 153 3 Meina Febriani, Kesesuaian Materi Apresiasi Sastra pada Buku Teks Bahasa Indonesia SMP

Kurikulum 2013, Jurnal PBSI Vol. 6 No. 2, Juli-Desember 2018, Universitas Negeri Semarang.

Page 15: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

3

simpati akan teks sastra menjadi langkah kecil dimulainya pembaharuan

revolusi karakter bangsa sebagai wujud mengembalikan nilai-nilai budaya yang

terkikis. Sastra ingin membentuk sikap yang ideal, yang sejalan dengan fungsi

dari sastra; pendidikan nilai. Seperti yang dikatakan Abiding dalam tulisan

Ainun dkk. bahwa tujuan dari pembelajaran sastra adalah untuk

mengembangkan kepekaan peserta didik terhadap nilai-nilai indrawi, nilai akal,

nilai afektif, nilai keagamaan, dan nilai sosial secara sendiri-sendiri atau

gabungan dari keseluruhannya.4

Namun yang menjadi tantangan adalah semakin modernnya zaman yang

mengikiskan kepopuleran tradisi membaca. Hal ini juga mendukung krisis nilai

budaya bangsa pada diri peserta didik. Zaman sekarang, peserta didik

dimanjakan dengan kecanggihan teknologi sehingga lebih mengandalkan

internet dibandingkan buku-buku. Guru yang dalam hal ini menjadi kunci

ketercapaian belajar mengajar memiliki banyak tugas yang harus dibenahi.

Sebelum peserta didik diberikan pengalaman membaca sastra yang baik, sang

guru harus terlebih dahulu memiliki pengalaman tersebut. Jangan sampai guru

hanya memerintah kepada peserta didik untuk mendalami karya sastra, namun

guru tidak dengan benar memahami karya sastra tersebut. Tentunya menjadi

harapan besar, ketika sastra telah mampu membenahi pengalaman sikap peserta

didik, maka nilai-nilai budaya bangsa yang sesungguhnya akan kembali

menjadi pegangan erat dalam diri peserta didik.

Karya sastra yang didalamnya terdapat nilai-nilai budaya masyarakat

yang luhur salah satunya yakni pemenang unggulan dalam Sayembara Novel

Dewan Kesenian Jakarta tahun 2012, yakni novel berjudul Kei Karya Erni

Aladjai. Novel Kei karya Erni Aladjai merupakan sebuah novel yang bercerita

tentang seluk-beluk budaya, adat istiadat, dan cara pandang masyarakat suku

4 Arifa Ainun R, Nugrahaeni Eko W, Kundharu S, Pembelajaran Sastra Melalui Bahasa dan

Budaya Untuk Meningkatkan Pendidikan Karakter Kebangsaan di Era MEA, (Program Pasca Sarjana

PBI, Universitas Sebelas Maret, May, 2017), h. 142

Page 16: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

4

Kei di tanah Maluku. Melalui novel ini, Erni menggambarkan keteguhan

masyarakat Kei dalam menjunjung tinggi hukum adat dan ajaran leluhur

mereka di tengah kondisi kerusuhan yang mencekam di Ambon, Maluku.

Kerusuhan di Ambon terjadi pada tahun 1999 dan melebar hingga ke seluruh

pelosok Ambon termasuk Kepulauan Kei yang berada jauh dari Kota Ambon.

Kerusuhan Ambon memakan waktu kurang lebih 3 tahun sedangkan kerusuhan

di wilayah Kei hanya berlangsung dari Maret hingga Juni 1999. Konflik ini

menjadi fakta mulai terkikisnya rasa kebersamaan yang tertanam dalam diri

masyarakat. Jatuhnya banyak korban membuat kerusuhan Ambon dikenang

sebagai tragedi berdarah Ambon yang akan terus direkam oleh sejarah di

Indonesia.

Aspek kebudayaan dalam novel Kei yang menarik adalah kearifan budaya

dan wujud nilai-nilai dalam diri masyarakatnya. Masyarakat Kei dikenal kuat

memegang prinsip dan sikap hidup berlandaskan pada ajaran leluhur mereka.

Budaya dan nilai norma menjadi tonggak pertama yang mengatur segala

dimensi kehidupan masyarakat Suku Kei. Hukum adat dan nilai ajaran leluhur

diposisikan pada tempat paling tinggi sebab sebelum masuknya agama dan

terbentuknya pemerintahan, hukum adat sudah lebih dulu berperan di

masyarakat. Hukum Larvul Ngabal menjadi alasan terkuat Kei dapat

menghentikan konflik perang saudara yang terjadi. Selain itu, adanya kerjasama

antara adat, agama, dan pemerintah juga menjadi peran penting Kei dapat

dengan baik mengatasi kerusuhan yang memporak-porandakan wilayah

mereka.5 Tidak banyak yang mengangkat kisah masyarakat Kei, terutama

kuatnya peran adat dalam menyelesaikan konflik saat itu. Erni dengan berani

meriset dari berbagai sumber dan menciptakan ruang cerita untuk

menyampaikan kisah ini.

5 Elly Kudubun, Agama dan Budaya Lokal Masyarakat Kei, Artikel ini diakses dari

http://ellykudubun.wordpress.com/2011/03/18/agama-dan-budaya-lokal-masyarakat-kei/, diunduh

pada tanggal 18 Agustus 2018 pukul 21.05 WIB

Page 17: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

5

Sehubungan dengan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji nilai-

nilai budaya yang terdapat dalam novel Kei Karya Erni Aladjai yang tentunya

dapat diimplikasikan dalam pembelajaran sastra di sekolah. Maka judul

penelitian yang ditulis ialah “Representasi Nilai Budaya Masyarakat Suku Kei

dalam Novel Kei Karya Erni Aladjai dan Implikasinya dalam pembejaran di

Sekolah”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, disimpulkan beberapa masalah yang

teridentifikasi sebagai berikut:

1. Terkikisnya nilai karakter bangsa dalam diri peserta didik zaman

sekarang

2. Perlu adanya bahan ajar yang tepat dalam mendukung ketercapaian tujuan

pembelajaran yang sarat akan muatan edukatif dan nilai budaya lokal

3. Kurangnya apresiasi terhadap sastra dalam pembelajaran bahasa dan

sastra Indonesia

4. Belum adanya penelitian mengenai representasi nilai budaya pada

masyarakat suku Kei dalam novel Kei karya Erni Aladjai

C. Batasan Masalah

Fokus penelitian adalah pada nilai-nilai budaya yang melekat di

masyarakat suku Kei. Penulis akan menjabarkan nilai-nilai budaya yang

direpresentasikan oleh masyarakat suku Kei dalam novel Kei karya Erni Aladjai

serta implikasinya terhadap pembelajaran di sekolah.

D. Perumusan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan fokus, maka peneliti merumuskan

point-point masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana representasi nilai budaya masyarakat suku Kei dalam novel

Kei karya Erni Aladjai?

Page 18: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

6

2. Bagaimana implikasi hasil penelitian representasi nilai budaya

masyarakat suku Kei dalam novel Kei karya Erni Aladjai terhadap

pembelajaran di sekolah?

E. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk:

1. Memaparkan representasi nilai budaya masyarakat suku Kei dalam novel

Kei karya Erni Aladjai.

2. Mendeskripsikan implikasi nilai budaya masyarakat suku Kei dalam

novel Kei karya Erni Aladjai pada pembelajaran sastra di Sekolah.

F. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna secara teoritis maupun praktis.

1. Kegunaan Teoretis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu

pengetahuan, terutama dalam bidang Bahasa dan Sastra Indonesia,

khususnya bagi pembaca dan pecinta sastra.

b. Sebagai bahan acuan dalam pembelajaran, khususnya Bahasa dan

Sastra Indonesia yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai

budaya Indonesia.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

tambahan referensi dalam memilih bahan ajar.

b. Bagi peserta didik, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan dalam mengapresiasi novel, khususnya memahami dan

mengamalkan nilai-nilai luhur karakter bangsa yang terkandung

dalam novel dengan tema kearifan lokal.

G. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif, yaitu metode yang menyajikan data secara deskripsi. Metode

Page 19: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

7

ini berusaha memahami dan menafsirkan suatu makna dari peristiwa,

interaksi, dan tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut diri

peneliti sendiri.6

Penggunaan metode ini bertujuan untuk mendapatkan hasil data

berupa makna yang tekandung di dalam kata per kata, sehingga

representasi nilai budaya masyarakat suku Kei dalam novel Kei karya

Erni Aladjai dapat terpenuhi.

2. Objek Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan, objek yang dikaji

dalam penelitian ini adalah novel berjudul Kei. Novel tersebut merupakan

karya Erni Aladjai yang diterbitkan oleh penerbit Gagas Media, Jakarta

pada tahun 2013. Novel dengan jumlah halaman 264 ini menjadi

pemenang unggulan dalam Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta

tahun 2012.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terbagi atas data primer dan data

sekunder. Data primer adalah ada yang diperoleh langsung dari sumber

asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini

subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap

suatu benda, kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Sumber data

primer yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu menggunakan sumber

data primer dari novel Kei karya Erni Aladjai yang diterbitkan oleh Gagas

Media pada tahun 2013 dengan jumlah halaman 264 lembar.

Data sekunder merupakan sumber data penulisan yang diperoleh

secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh secara tidak

langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).

Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang

6 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif diunduh dari fip.um.ac.id/wp-

content/uploads/2015/12/3_Metpen-Kualitatif.pdf pada tanggal 21 Januari 2020 pukul 21.44 WIB

Page 20: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

8

telah tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan yang tidak

dipublikasikan. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian

ini, yaitu data-data yang diambil dari buku, jurnal, kamus, ensiklopedia,

dan karya ilmiah yang sesuai dengan objek penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan pada penelitian ini dengan menggunakan

teknik pustaka, yaitu menganalisis isi. Peneliti membaca, memahami,

kemudian mencatat pokok-pokok yang terdapat dalam novel Kei karya

Erni Aladjai secara cermat, teliti, dan terarah yang berkaitan dengan

masalah dan tujuan penelitian.

Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan datanya sebagai

berikut:

a. Membaca secara cermat dan memahami pesan yang terkandung

dalam novel Kei karya Erni Aladjai.

b. Menentukan unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Kei karya

Erni Aladjai.

c. Mencatat kalimat-kalimat yang merepresentasikan nilai budaya

masyarakat suku Kei dalam novel Kei karya Erni Aladjai.

d. Menganalisis implikasi dari nilai budaya masyarakat suku Kei dalam

novel Kei karya Erni Aladjai terhadap pembelajaran di sekolah.

5. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah yang digunakan dalam menganalisis data yaitu:

a. Data dibaca

Peneliti melakukan pembacaan secara berulang-ulang hingga

memahami pesan yang terdapat dalam novel Kei karya Erni Aladjai.

b. Data ditandai

Setelah melakukan pembacaan, peneliti menandai hal-hal penting

yang berhubungan langsung dengan rumusan masalah yang telah

Page 21: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

9

dipilih yakni mengenai unsur-unsur intrinsik novel dan nilai budaya

masyarakat suku Kei dalam novel Kei karya Erni Aladjai.

c. Data dikelompokkan

Setelah melakukan penandaan, peneliti melakukan pengelompokkan

data berdasarkan unsur-unsur intrinsiknya dan nilai budaya

masyarakat suku Kei dalam novel Kei karya Erni Aladjai.

d. Data dianalisis

Setelah melakukan pengelompokan, peneliti menganalisis data terkait

nilai budaya masyarakat suku Kei dalam novel Kei karya Erni

Aladjai.

e. Data disimpulkan

Setelah melakukan analisis, peneliti menarik kesimpulan dari hasil

pembahasan sehingga akan didapatkan implikasi dari nilai budaya

masyarakat suku Kei dalam novel Kei karya Erni Aladjai terhadap

pembelajaran di Sekolah.

Page 22: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakikat Novel

1. Hakikat Novel

Novel dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai

karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan

seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan

watak dan sifat setiap pelaku.1 Menurut Burhan novel menyajikan sebuah

cerita dengan lebih bebas, lebih banyak, dan lebih detail dengan

melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks.2 Sebuah novel

memuat tentang kehidupan manusia dalam menghadapi suatu persoalan

hidup. Fungsi suatu novel ialah untuk mempelajari kehidupan manusia di

suatu zaman sehingga novel dapat juga difungsikan sebagai bahan

pembelajaran masyarakat.3 Kerumitan cerita dalam novel, seringkali

berasal dari pengembangan dokumen-dokumen berbentuk nonfiksi

seperti surat, jurnal, memoar atau biografi, serta sejarah yang kemudian

membuat isi sebuah novel semakin bersifat realistis dan mengacu pada

penggambaran psikologi yang mendalam.4

Maka dapat disimpulkan bahwa novel merupakan bentuk prosa fiksi

yang memiliki panjang cerita jauh melebihi cerpen dengan detail

permasalahan yang lebih rinci. Kehadiran novel bukan hanya sebagai

bentuk karya bacaan biasa namun terdapat tujuan tertentu dari

penciptaannya, yaitu mengarahkan dan memberikan pembelajaran

mengenai realitas kehidupan sehingga dapat memperbaharui dan

menambah keluhuran dalam bersikap.

1 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Malang: Aditya Media Publishing, 2013), h.

128 2 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2012), h. 11 3 Andri Wicaksono, Pengkajian Prosa Fiksi, (Yogyakarta: Garudhawaca, 2017), h. 73 4 Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2016), h. 261

Page 23: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

11

2. Unsur Intrinsik Novel

Unsur intrinsik adalah bagian-bagian yang turut membangun

terciptanya sebuah novel. Kepaduan antarunsur intrinsik ini yang

membuat sebuah novel hadir sebagai karya sastra. Unsur intrinsik

tersebut yakni tema, tokoh dan penokohan, alur/plot, latar, sudut

pandang, gaya bahasa, dan amanat.

a. Tema

Tema adalah ide yang mendasari sebuah cerita. Tema menjadi

sebuah pangkal bagi pengarang dalam memaparkan cerita imajinasi

yang dibuatnya.5 Dengan kata lain, jalan sebuah cerita tentunya akan

“setia” mengikuti gagasan dasar yang telah pengarang tentukan

sebelumnya sehingga berbagai peristiwa-konflik dan pemilihan

unsur-unsur intrinsik lainnya diusahakan mencerminkan dasar cerita

tersebut.6 Dukungan informasi dari unsur-unsur intrinsik cerita akan

melengkapi kejelasan dari tema tersebut sehingga apa yang ingin

disampaikan oleh pengarang dapat sampai kepada pembaca.

Dalam novel, makna yang dikandung dan ditawarkan pengarang

dapat berjumlah banyak. Hal tersebut karena novel memiliki cerita

yang kompleks sehingga makna cerita dapat terdiri dari tema mayor

dan tema minor. Tema mayor atau tema pokok adalah makna cerita

yang tersirat dalam sebagian besar cerita. Menentukan tema mayor

hakikatnya merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan

menilai, di antara sejumlah makna yang ditafsirkan terkandung

dalam sebuah karya. Sedangkan tema minor atau tema tambahan

adalah makna cerita yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu

cerita saja. Makna-makna tambahan ini bersifat mendukung

sehingga semakin memperjelas makna pokok.7

Adanya tema mayor dan minor memang menyulitkan dalam

menentukan makna cerita. Namun dalam menafsirkan makna dapat

5 Siswanto, Op.Cit., h. 146. 6 Nurgiyantoro, Op.Cit., h. 70 7 Ibid., h. 83

Page 24: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

12

dilakukan dengan mengamati secara keseluruhan cerita sehingga

makna cerita dapat ditemukan dengan baik.

b. Tokoh dan Penokohan

Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro tokoh adalah orang

(orang) yang ditampilkan dalam cerita, atau drama, yang oleh

pembaca ditafsirkan memiliki suatu moral yang diekspresikan

melalui ucapan dan tindakan yang dilakukan.8 Aminudin dalam

Siswanto menambahkan bahwa tokoh merupakan pelaku yang

diberikan tugas pembawa peristiwa dalam cerita rekaan sehingga

peristiwa tersebut dapat berjalan menjadi sebuah cerita.9 Tokoh pada

umumnya berwujud manusia, tetapi juga dapat berwujud binatang

atau benda yang seolah dihidupkan.

Dalam sebuah narasi, terdapat hal yang melekat erat pada tokoh

yaitu aksi/perilaku. Hal tersebut sering diistilahkan karakter atau

perwatakan. Antara seorang tokoh dan perwatakan memang suatu

kepaduan yang utuh. Sebab perwatakan mencakup masalah siapa

tokoh, bagaimana wataknya, dan bagaimana penempatan atau

penggambarannya dalam sebuah cerita sehingga mampu

memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.10

Tokoh dalam cerita dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis,

yaitu sebagai berikut :

1) Jika dilihat dari peran tokoh dalam perkembangan plot, maka

dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan.

Tokoh utama adalah tokoh yang paling banyak diceritakan, baik

sebagai pelaku kejadian atau yang dikenai keadian. Sedangkan

tokoh tambahan kehadirannya hanya jika ada kaitannya dengan

tokoh utama.11

8 Ibid, h. 165 9 Siswanto, Op.Cit., h. 129 10 Ni Nyoman Karmini, Teori Pengkajian Prosa Fiksi dan Drama, (Bali: Pustaka Larasan,

2011), h. 17-18 11 Nurgiyantoro, Op.Cit., 177

Page 25: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

13

2) Jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh, maka dapat dibedakan

menjadi tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh

protagonis adalah tokoh yang menjadi pengejewantahan nilai-

nilai yang ideal. Sedangkan tokoh antagonis merupakan tokoh

penyebab terjadinya konflik yang beroposisi dengan tokoh

protagonis.12

3) Jika dilihat dari perwatakan tokoh, maka dapat dibedakan

menjadi tokoh sederhana dan tokoh bulat. Tokoh sederhana

adalah tokoh yang memiliki kualitas pribadi tertentu saja.

Sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang dapat menampilkan

watak dan tingkah laku yang beragam, bahkan tampak

bertentangan dan sulit diduga.13

Tokoh dan penokohan dalam cerita menjadi unsur penting.

Keberadaan tokoh dan penggambaran penokohan membawa amanat,

pesan, dan nilai dari pengarang kepada pembaca. Tokoh juga dapat

difungsikan sebagai pelaku kritik yang seolah menjadi jembatan

pengarang dalam penyampaikan tanggapan atau pendapat.

c. Alur

Abrams mengatakan plot atau alur adalah jalan cerita yang

tersusun dari tahapan-tahapan peristiwa yang saling terjalin menjadi

sebuah cerita.14 Aminuddin sebagaimana dikutip oleh Wahyudi

Siswanto membedakan beberapa tahapan peristiwa dalam alur/plot,

yaitu (1) pengenalan, tahap memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar

cerita. (2) konflik atau ketegangan, tahap pertentangan antara dua

kepentingan atau kekuatan dalam cerita. (3) komplikasi atau rumitan,

bagian tengah alur cerita yang mengembangkan tikaian. (4) klimaks,

bagian alur cerita yang menggambarkan ketegangan, dan

membangkitkan segi emosional pembaca. (5) krisis, tahapan yang

12 Ibid, h. 178-179 13 Ibid, h. 182-183 14 Siswanto, Op.Cit., h. 144

Page 26: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

14

mengawali proses penyelesaian. (6) leraian, bagian alur sesudah

tercapainya klimaks. (7) selesaian, tahapan akhir cerita.15

Nurgiyantoro mengatakan bahwa dalam alur hubungan

antarbagian yang dikisahkan haruslah bersebab akibat, tidak hanya

sekedar berurutan secara kronologis saja.16 Oleh karena itu, ia

membagi alur ke dalam kronologis dan tak kronologi. Dalam

kategori kronologis plot disebut sebagai plot lurus, maju, atau juga

dapat dinamakan progresif. Sedangkan kategori yang kedua disebut

sorot-balik, mundur, flash-back atau juga disebut regresif. 17

Plot lurus atau plot maju atau progresif adalah peristiwa-

peristiwa dalam cerita yang dikisahkan secara kronologis, yakni

peristiwa pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang kemudian.

Atau beruntun dari penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik,

klimaks hingga penyelesaian. Plot mundur, flash-back atau regresif

adalah urutan kejadian peristiwa yang tidak dimulai dari tahap awal

pengenalan, melainkan dari tahap konflik atau bahkan dari

penyelesaian. Pada kategori ini cerita yang disuguhkan langsung

pada adegan-adegan yang telah meninggi dan tegang kemudian

dikembalikan atau disorotbalikan ke tahap peristiwa sebelumnya.

Plot campuran merupakan urutan kejadian dalam sebuah cerita

progresif yang didalamnya mengandung kejadian flash-back.

Menurut Burhan, dapat dikatakan kemungkinan tidak ada sebuah

cerita yang mutlak flash-back atau progresif sebab pembaca akan

kesulitan untuk mengikuti cerita yang terus-menerus dilakukan

secara mundur. Oleh karena itu, menurutnya sebuah novel pada

umumnya akan mengandung keduanya, atau berplot campuran.18

Kelengkapan tahapan pada alur menentukan seberapa kompleks

jalan cerita yang pengarang sajikan. Semakin tahapan alur terasa

15 Ibid, h. 145 16 Nurgiyantoro, Op.Cit., h. 112 17 Ibid, h. 153 18 Ibid, h. 154-156

Page 27: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

15

rumit maka pembaca juga semakin kesulitan dalam menerka jalan

cerita tersebut. Tetapi kerumitan tersebut menjadi daya tarik

sehingga pembaca memiliki rasa “penasaran” terhadap jalan

ceritanya.

d. Latar

Abrams sebagaimana dikutip dalam Burhan Nurgiyantoro

mengatakan latar atau setting disebut juga landasan tumpu,

mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan

sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.19 Latar

dalam cerita tidak sepenuhnya rekaan, namun juga tidak selalu

realita. Terkadang pengarang memadukan keaslian latar dengan daya

imajinya sehingga pembaca memiliki kesan menerka-nerka.

Keberadaan latar secara fisik didukung pula dengan latar secara

spiritual, maksudnya latar digambarkan melalui wujud adat istiadat,

kepercayaan dan nilai-nilai kehidupan di tempat yang diceritakan.

Hal ini menjadi penguat dalam penggambaran latar sekaligus

perwatakan dalam cerita.

Unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu (1)

latar tempat, merujuk pada lokasi terjadiya peristiwa secara

geografis. (2) latar waktu, berhubungan dengan masalah “kapan”

terjadinya peristiwa dalam cerita. (3) latar sosial, menyaran pada hal-

hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat

di tempat yang diceritakan. Unsur latar ini dapat berupa kebiasaan

hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara

berpikir dan bersikap, dan lain-lain.20

e. Sudut Pandang

Menurut Wahyudi Siswanto sudut pandang adalah tempat

sastrawan memandang cerita, dari tempat itulah sastrawan bercerita

19 Ibid., h. 216 20 Nurgiyantoro, Op.Cit., h. 227-233

Page 28: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

16

tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri.21

Sudut pandang pada hakikatnya merupakan teknik, strategi, siasat

yang dengan sengaja pengarang pilih untuk digunakan dalam

mengemukakan gagasan dan ceritanya. Ketika sudah berupa cerita

gagasan pengarang disalurkan melalui sudut pandang tokoh, lewat

kacamata tokoh dalam cerita.22

Burhan Nurgiyantoro membedakan sudut pandang berdasarkan

bentuk persona tokoh, yaitu:

1) Sudut pandang persona ketiga

Gaya “dia” menjadi ciri paling nyata dalam penggunaan

sudut pandang persona ketiga ini. Narator berada di luar cerita

dengan menampilkan tokoh-tokoh dalam sebutan nama, atau

kata gantinya; ia, dia, mereka.23 Pengarang dapat

menyembunyikan diri dengan menarasikan cerita tanpa

menunjukkan keterlibatannya dalam cerita. Dalam hal ini,

pengarang menulis dengan sudut pandnag “mahatahu”

(Omniscient author). 24

2) Sudut pandang persona pertama

Dalam sudut pandang persona pertama digunakan gaya

“aku” dalam pengisahannya. Narator merupakan seseorang yang

terlibat langsung di dalam cerita. Si “aku” merupakan narator

yang juga tokoh dalam berkisah dengan kesadaran dirinya

sendiri. Ia (narator) mengisahkan peristiwa dan tindakan yang

diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan, serta

menunjukkan sikapnya terdapat orang (tokoh) lain kepada

pembaca. Penyebutan nama si “aku” jarang dilakukan, hanya

orang (tokoh) lain yang menyebutkan namanya.25

21 Siswanto, Op.Cit., h. 137 22 Nurgiyantoro, Op.Cit., h. 248 23 Ibid, h. 256 24 Wellek dan Warren, Op.Cit., h. 270 25 Nurgiyantoro, Op.Cit., h. 262

Page 29: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

17

f. Gaya Bahasa

Style atau stile atau gaya bahasa merupakan cara pengucapan

dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan

sesuatu yang akan dikemukakan.26 Menurut Siswanto gaya bahasa

adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan

menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu

menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya

intelektual dan emosi pembaca.27 Lebih singkat Slamet Muljana

memaknai gaya bahasa sebagai susunan kata yang terjadi karena

perasaan yang timbul dalam hati penulis dan memberikan akibat

munculnya perasaan tertentu pada si pembaca.28 Pengertian tersebut

memberikan suatu konsep bahwa setiap orang, setiap penulis

mempunyai gaya yang berbeda dalam mengungkapkan

perasaaannya.

Pengarang memiliki kebebasan dalam memilih bentuk bahasa

untuk mengekspresikan makna cerita. Pemilihan bentuk ungkapan

bahasa ini tidak selamanya dilakukan secara sadar oleh pengarang,

sebab hal memilih ungkapan seolah-olah terjadi secara otomatis

dalam proses penulisan, seolah-olah sudah menjadi bagian dalam diri

pengarang. Seperti pendapat Enkvist dalam jurnal Arsanti, dikatakan

bahwa pikiran atau sebauh ide akan muncul lebih dulu, baru

kemudian diutarakan dengan cara-cara tertentu.29 Dengan demikian

bentuk ungkapan dalam gaya bahasa yang dipilih pengarang dapat

dikatakan mencerminkan pola berpikir pengarang tanpa dimauinya.

g. Amanat

Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan

yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau

26 Ibid., h. 276 27 Siswanto, Op.Cit., h. 144 28 Arsanti Wulandari, Gaya Bahasa Perbandingan dalam ‘Serat Nitipraja’, Jurnal

Humaniora Volume XV, No. 3/2003, h. 304 29 Ibid, h. 302

Page 30: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

18

pendengar.30 Pesan moral merupakan petunjuk yang diberikan

pengarang mengenai hubungan dengan masalah kehidupan, seperti

sikap, tingkah laku, dan sopan santun dalam pergaulan di

masyarakat.31 Umumnya, pesan moral dalam cerita fiksi mengarah

pada kebaikan. Meskipun tokoh dalam cerita ditampilkan dengan

sikap dan tingkah laku yang tidak baik, tidak mengartikan bahwa

pengarang menyarankan pembaca untuk bersikap demikian. Sikap

dan tingkah laku tokoh tersebut hanyalah model atau contoh agar

pembaca tidak meniru sikap dan tingkah laku tidak terpuji tersebut.32

Pesan moral pada hakikatnya menyampaikan perbuatan, sikap,

kewajiban, hak, hingga akhlak dan budi pekerti. Dalam sebuah karya

sastra, pengarang senantiasa menyampaikan pesan moral dengan

berbagai cara dan teknik, tujuannya agar karya yang ditulis tidak

hanya dapat menjadi bacaan bagi pembaca, tetapi juga sebagai

pembelajaran melalui pesan yang sampai kepada pembaca.

B. Hakikat Nilai Budaya

1. Definisi Nilai

Secara etimologi nilai atau value didefinisikan sebagai pandangan.

Dalam kehidupan sehari-hari nilai merupakan sesuatu yang berharga,

bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia.33 Nilai

berarti sesuatu yang penting dan berharga, memberikan sebuah arti

tujuan dan arah hidup. Disamping itu, nilai juga menyediakan motivasi,

arahan, serta petunjuk dalam sebuah perjalanan hidup.34

Nilai yang dimiliki seseorang dapat mengekspresikan apa yang lebih

disukai atau yang tidak disukainya. Artinya, nilai menimbulkan sebuah

sikap dan perbuatan. Dalam hal pendidikan, sasaran pendidikan nilai

30 Siswanto, Op.Cit., h. 147 31 Nurgiyantoro, Op.Cit., h. 321 32 Ibid, h. 322 33 Qiqi Yuliati dan A. Rusdiana, Pendidikan Nilai: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah,

(Bandung: CV. Pustaka Setia, 2014), h. 14 34 J. Darminta, SJ, Praksis Pendidikan Nilai, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 24

Page 31: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

19

adalah menanamkan nilai-nilai luhur kepada diri peserta didik.35 Salah

satu caranya dengan membangun character building yang didasari oleh

nilai-nilai moral kemanusiaan di kalangan masyarakat, baik sebagai

individu maupun kelompok. Nilai-nilai moral yang kokoh dan etika

standar yang kuat sangat diperlukan bagi individu melalui pendidikan

nilai dalam proses pendidikan tersebut.36 Tujuan dalam pendidikan nilai

tidak lain untuk memberikan pijakan dasar sebaik-baiknya bagi peserta

didik dalam suatu proses mencapai manusia beradab.

Berdasarkan hal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai

merupakan dasar lahirnya sebuah sikap dan perilaku seseorang. Ketika

dasar nilainya buruk maka menimbulkan sikap yang buruk. Begitupun

sebaliknya. Oleh karena itu, upaya menanamkan dasar nilai-nilai yang

baik dilaksanakan melalui proses pendidikan, baik di keluarga, sekolah

ataupun lingkungan masyarakat.

2. Definisi Budaya

Budaya dan kebudayaan memiliki makna yang searah. Jika kata

budaya berarti cipta, karsa dan rasa, maka kebudayaan memiliki arti hasil

dari cipta, karsa, dan rasa tersebut. Dalam bahasa Sanskerta, budaya

berasal dari kata budhayah yang berarti budi dan akal. Kata budhayah

merupakan kata jamak dari kata budhi. Maka arti dari kebudayaan sering

kali dikaitkan dengan pemikiran manusia yang sudah pasti merupakan

satu-satunya makhluk yang memiliki akal dan dapat menciptakan

kebudayaan.37

Seluruh aspek kehidupan manusia menurut Marvin Harris, yang

diperoleh dengan cara belajar, termasuk pikiran dan tingkah laku disebut

sebagai kebudayaan.38 Koentjaraningrat pun menjelaskan bahwa

35 Yuliati dan Rusdiana, Op.Cit., h. 63-64 36 Sri Wening, Pembentukan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Nilai dalam Jurnal

Pendidikan Karakter, tahun II, Nomor 1, Februari 2012, h. 58 37 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antroologi, (Jakarta: Rineka Cipta, Edisi Revisi 2016),

h. 146 38 Nyoman Kutha Ratna, Sastra dan Cultural Studie: Representasi Fiksi dan Fakta

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 5

Page 32: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

20

kebudayaan ialah sistem gagasan, tindakan, rasa, serta karya manusia

yang dihasilkan dan dijadikan milik dirinya melalui proses belajar di

kehidupan masyarakat.39 Dengan demikian, kehadiran budaya bukan

berasal dari bawaan lahir manusia, tetapi didapat melalui proses ‘belajar’

sehingga budaya dapat dimaknai sebagai kebudayaan. Sudah menjadi

hukum alam jika sejak lahir manusia memiliki kemampuan belajar akan

lingkungan sekitar. Seperti seorang bayi yang secara bertahap akan

belajar dari hal kecil sehingga ketika dewasa hasil dari belajar tersebut

dinamakan kebudayaan.

Secara umum budaya berkembang dan dimiliki bersama oleh

sekelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya

bersifat holistik, artinya terbentuk dari banyak unsur seperti sistem

agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan,

dan karya seni.40 Dengan kata lain budaya memiliki jangkauan ruang

yang luas, tidak terbatas hanya pada seni dan bangunan bersejarah, tetapi

juga menjangkau keseluruhan aspek kehidupan manusia. Sebagaimana

pendapat Edward Burnett Tylor bahwa kebudayaan merupakan

keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,

kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-

kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.41

Maka dapat disimpulkan bahwa budaya atau kebudayaan

merupakan hasil dari proses manusia dalam belajar semenjak ia

dilahirkan megenai segala sesuatu yang ada di lingkungan hidupnya dan

berkaitan dengan seluruh aspek kehidupannya. Dalam ruang waktu

belajar inilah manusia menata kehidupannya menuju satu titik tertentu

yakni manusia yang berbudaya, artinya memiliki tata kehidupan yang

baik dalam berkehidupan baik pada dirinya sendiri maupun pada

lingkungannya.

39 Koentjaraningrat, Op.Cit., h. 144 40 Anton Ohoiran SS, KEI: Alam, Manusia, Budaya, dan Beberapa Perubahan,

(Yogyakarta: Sibuku Media, 2016), h. 76 41 Ibid, h. 77

Page 33: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

21

3. Hakikat Nilai Budaya

Menurut Koentjaraningrat nilai budaya terdiri atas konsepsi-

konsepsi yang hidup dalam alam pikiran manusia mengenai hal-hal yang

mereka anggap berharga sehingga dapat berfungsi sebagai pedoman

dalam memberikan arah hidup pada masyarakat tersebut. Dalam suatu

kebudayaan, nilai-nilai budaya berada pada daerah emosional dari alam

jiwa individu yang merupakan warga masyarakat dan kebudayaan

tersebut.42 Sementara itu, Edwar Djamaris menyatakan nilai-nilai budaya

adalah tingkatan pertama kebudayaan atau adat. Nilai budaya ini menjadi

lapisan paling abstrak dan memiliki ruang lingkup yang luas.

Sebagaimana yang dikatakan Koentjaraningrat bahwa nilai budaya

adalah sebuah konsepsi, maka konsepsi tersebut biasanya berfungsi

sebagai ‘pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia”.43

Dalam menghadapi era globalisasi sekarang ini, nilai budaya

berfungsi sebagai filter dalam menyikapi pengaruh nilai-nilai asing yang

masuk. Masyarakat Indonesia yang memiliki lebih dari 3000 suku bangsa

dan jutaan nilai budaya di dalamnya, tak mudah pastinya untuk tetap

mengikatkan diri pada nilai-nilai budaya bangsa. Kuatnya pengaruh

globalisasi serta nilai-nilai asing dari bangsa lain menyebabkan secara

perlahan-lahan mulai mengikiskan budaya asli dan menghilangnya

sebagian nilai-nilai luhur sebagai pedoman dasar dalam tatanan

kehidupan bermasyarakat di Indonesia.44 Hal tersebut yang menjadi

alasan terdesaknya kita untuk bagaimana mencari cara mempertahankan

serta mengikatkan kembali dalam nilai-nilai budaya luhur bangsa yang

sejak dahulu telah ada.

Pemahaman mengenai sistem nilai tidak dapat dilepaskan dari sifat

manusia yang dibawa sejak lahir. Karena itu, nilai menjadi suatu yang

42 Koentjaraningrat, Op.Cit., h. 153 43 Suhardi dan Riauwati, Analisis Nilai-nilai Budaya (Melayu) dalam Sastra Lisan

Masyarakat Kota Tanjung Pinang, Jurnal Lingua Volume XIII Nomor 1 Januari 2017, h. 27 44 Nanik Hindaryatiningsih, Model Proses Pewarisan Nilai-Nilai Budaya Lokal dalam

Tradisi Masyarakat Buton. Jurnal Sosiohumaniora, Volume 18 No. 2 Juli 2016, h. 109.

Page 34: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

22

penting bagi manusia dalam mencapai suatu tujuan hidup. Penanaman

nilai yang baik akan melahirkan kebudayaan yang baik pula dalam

tercapainya tujuan hidup. Maka, setiap tujuan hidup manusia harus

melibatkan nilai-nilai budaya yang luhur untuk dilestarikan dan dijaga.

Karena jika manusia menopangkan hidupnya pada nilai budaya dan

menjadikannya prinsip dalam mengelola kehidupan, maka keluhuran dari

nilai budaya akan mempengaruhi kehidupan manusia.

C. Representasi dalam Sastra

Definisi representasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah perbuatan mewakili; keadaan diwakili; apa yang diwakili; atau

perwakilan.45 Menurut Ratna representasi merupakan suatu kegiatan

merekonstruksi dan menampilkan berbagai fakta dari suatu objek sehingga

eksplorasi atau pencarian terhadap makna dapat dilakukan secara

maksimal.46 Representasi menurut Hall dalam Febrianto dan Anggraini

yaitu menghubungkan konsep yang ada dalam pikiran dengan menggunakan

bahasa untuk mengartikannya yang berupa benda, orang, maupun kejadian

nyata, dan imajinasi dari objek tersebut.47 Singkatnya representasi dapat

diartikan sebagai penggambaran fakta dari suatu objek dengan tujuan untuk

mengulik makna secara keseluruhan melalui bahasa sebagai media. Jika

representasi dikaitkan dengan karya sastra, maka penggambaran fakta yang

dilakukan berupa peristiwa atau fenomena yang terjadi di masyarakat.

Dalam hal ini peristiwa atau fenomena masyarakat tersebut diasumsikan

sebagai kejadian nyata.

Kenyataan dalam sebuah karya sastra merupakan sebuah hal yang

penting. Meskipun karya sastra identik dengan imajinasi yang dilukiskan

oleh pengarang lewat bahasa, namun apabila tidak didasarkan pada

45 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat

(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1167 46 Ratna, Op.Cit., h. 601 47 Diki Febrianto dan Purwati Anggraini, Representasi Pewayangan Modern: Kajian

Antropologi Sastra dalam Novel “Rahvayana Aku Lala Padamu” karya Sujiwo Tejo, Jurnal

Jentera: Jurnal Kajian Sastra, Nomor 8(1), 2019, h. 13 diunduh dari

http://ojs.badanbahasa.kemendikbud.go.id/jurnal/index.php/jentera/index pada tanggal 12

Desember 2019 pukul 20.20 WIB

Page 35: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

23

kenyataan di masyarakat, maka karya sastra tersebut tidak dapat dipahami

secara benar dan hanya akan menjadi sebuah dongeng, cerita khayal, atau

ilmu pengetahuan. Masyarakat yang dilukiskan dalam sebuah karya sastra

adalah masyarakat dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang dialami

oleh pengarang. Perbedaannya, masyarakat tersebut sudah bercampur

dengan emosi, obsesi, cita-cita, dan citra pengarang.48 Dengan demikian

setiap karya sastra pasti didasarkan dari pengalaman nyata pengarang

tentang apa yang terjadi di masyarakat dan ditampilkannya melalui bahasa

sebagai media.

Menurut Barker dalam Mulyo Hadi Purnomo, teks menjadi bentuk

dari sebuah representasi. Sifatnya yakni polisemis atau memiliki banyak

kemungkinan arti. Dalam teks mengandung adanya banyak aneka makna

yang harus direalisasikan oleh pembaca di dunia nyata dengan mengisahkan

dan membayangkan kehidupan yang ada di dalam teks ke dalam dunianya.

Makna diproduksi dalam sebuah interaksi antara teks dengan pembaca

sehingga momen konsumsi tersebut juga dinamakan produksi makna. Denga

kata lain teks merupakan representasi yang dibangun, bukan dicerminkan

dari realitas. 49

D. Masyarakat Suku Kei

1. Letak Geografi

Suku Kei merupakan penduduk asli yang menempati wilayah

Kepulauan Kei. Kepulauan Kei merupakan gugusan pulau-pulau di

Maluku Tenggara, wilayah timur Indonesia. Kepulauan ini terdiri dari

ratusan pulau baik yang berpenghuni maupun yang tidak berpenghuni.

Kini, secara administrasi pemerintahan Kepulauan Kei telah

dimekarkan menjadi dua Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Maluku

Tenggara dan Kota Tual.

48 Ratna, Op.Cit., h. 305-306 49 Mulyo Hadi Purnomo, Menguak Budaya dalam Karya Sastra: Antara Kajian Sastra dan

Budaya, Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi, E-ISSN : 2599-1078

Page 36: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

24

Kepulauan Kei berada di Laut Banda, di barat Kepulauan Aru

dan di tenggara Pulau Seram. Oleh masyarakat setempat Kepulauan

Kei disebut Nuhu Evav (pulau Evav) atau Tanat Evav (tanah Evav).

Kepulauan ini terdiri atas dua kelompok pulau: pulau Kei Kecil

(dalam bahasa Kei Nuhu Roa, artinya pulau atau desa dari laut) dan

pulau Kei Besar (dalam bahasa Kei Nuhu Yut, artinya pulau tabu atau

terlarang). Luas kepulauan ini mencapai 7.856,70 km2 dengan

pembagian luas laut 3.180,70 km2 dan luas daratan 4.676 km2.

Bentangan alam di Pulau Kei Besar didominasi oleh gunung-

gunung, namun tidak termasuk dalam kategori gunung-gunung tinggi

seperti di Jawa. Gunung paling tinggi di Pulau Kei Besar yakni

Gunung Dab dengan ketinggian mencapai 820 m di atas permukaan

laut. Wilayah ini tidak memiliki banyak sungai dan danau. Tanahnya

luas dan sangat keras ketika musim panas. Sedangkan di Pulau Kei

Kecil tanahnya terdiri atas karang yang kering dengan ketebalan

mencapai 15 cm.50

Kepulauan Kei dikenal dengan kekayaan alam dengan sumber

daya laut dan darat yang beraneka ragam jenisnya. Salah satunya

yakni potensi alam untuk jenis-jenis tanaman obat-obatan. Ada

berbagai jenis tumbuhan dan hasil alam lainnya yang dapat dijadikan

obat untuk menyembuhkan berbagai gangguan fisik dan penyakit.

Berdasarkan tradisi lisan, dijumpai praktik pengobatan tradisional

yang menciptakan kesan ‘mistik’ dari pandangan orang.51

2. Asal-muasal Suku Kei

Istilah Kei sebetulnya tercetus secara tidak sengaja, yakni akibat

tidak searahnya komunikasi antara penduduk lokal dengan orang asing

yang tiba di daratan Kei. Ketika orang asing menanyakan nama pulau

yang ia jejaki, penduduk lokal dengan ketidakpahaman akan bahasa

asing menjawab “beikei” yang berarti tidak tahu. Istilah tersebut yang

50 Ignasius S.S. Refo, Manusia Kei Dari Perkawinan Sampai Kematian, (Yogyakarta:

Yayasan Pustaka Nusantara, 2015), h.8 51 Ohoira, Op.Cit., h. 3

Page 37: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

25

kemudian diserap oleh orang asing dan menyebut pulau itu dengan

nama pulau Kei. 52

Namun sebelum masa Belanda (VOC), dalam buku

Negarakertagama dikatakan bahwa ketika kerajaan Majapahit telah

menguasai Nusantara dan Kepulauan Kei masuk ke dalam wilayah

kekuasaannya, Kepulauan Kei dikenal dengan nama Muar, yang

dalam bahasa Kei merupakan nama sejenis pohon yang disebut ai

muar. Makna yang dimaksud ialah menggambarkan wilayah yang

berasal dari tumpukan batu atau muar vat.53

Menurut Sejarah, orang-orang Kei diyakini berasal dari Bali.

Hal ini terjadi saat pengaruh kerajan Islam di Jawa mulai menguat.

Para bangsawan Hindu di kerajaan Majapahit menolak pengaruh

tersebut dan memilih pindah ke Bali. Kedatangan mereka pun

mendesak penduduk asli. Sebagian penduduk asli yang terdesak lalu

berlayar ke arah timur untuk menetap di Maluku Tenggara yang lebih

subur dibanding pulau-pulau di Nusa Tenggara.54

Berdasarkan sejarah lisan atau Tom Tad-dalam bahasa Kei,

masyarakat Kei mula-mula adalah ren-ren mereka adalah penduduk

asli Kei atau pemilik Nuhu Evav, yang kemudian ‘berjumpa’ dengan

para pendatang yang dikategorikan sebagai mel-mel. Kesepakatan

antara dua kelompok inilah yang kemudian membentuk kebudayaan

masyarakat Kei, yakni kekerabatan Utan Lor sebagai kehidupan sosial

budaya yang khas di Kei, tatanan pemerintahan tradisional, serta

hukum adat Larvul Ngabal yang mencapai bentuk akhir kurang lebih

pada abad ke-16.

Secara umum suku Kei terklasifikasi dalam tiga kelompok adat,

yakni Lor Siw / Ur Siw (Sir Ifaak); Lor Lim (Lim Itel); dan Lor Labay.

Namun setelah masuknya Belanda di Kepulauan Kei, kelompok adat

52 Usman Ks, dkk, Merajut Damai di Maluku: Telaah Konflik Antarumat 1999-2000,

(Jakarta: Majlis Ulama Indonesia, 2000), h. 53 53 Ignasius, Op.Cit., h. 10 54 Usman, Op.Cit., h. 53

Page 38: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

26

menjadi turun kepamorannya, hingga saat ini hanya ada dua kelompok

adat yang diketahui oleh masyarakat, yaitu Lor Siw dan Lor Lim.

Secara etimologi Lor berarti kumpulan orang yang mendiami

wilayah/Ratschap atau kesatuan masyarakat hukum adat berdasarkan

faktor geneologis dan faktor teritorial, sedangkan Siw dan Lim

menunjuk pada angka 5 dan 9 yang dipahami sebagai lambang

institusi kelompok adat tersebut, yang diikat dalam hukum adat Larvul

Ngabal.

Larvu Ngabal merupakan hukum adat yang berasal dari

gabungan dua hukum adat, yaitu hukum Larvul yang ditetapkan di

desa Elaar, Kei Kecil oleh sembilan orang Rat (Raja) yang kemudian

bernama dikenal dengan Ur Siw / Lor Siw, dan hukum adat Ngabal

ditetapkan di desa Lerohoilim, Kei Besar oleh lima orang Rat (Raja)

yang kemudian bernama Lor Lim. Bergabungnya dua hukum adat ini

dilatarbelakangi oleh perang saudara dalam penaklukan dan perluasan

wilayah kekuasaan, kemudian kedua persekutuan ini bersepakat untuk

berdamai dengan menggabungkan kedua hukum adat yang berlaku di

wilayah mereka menjadi hukum adat Larvul Ngabal. 55

3. Sosial-Budaya

Penduduk Kei dalam percakapan sehari-hari selain

menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa

Melayu Ambon, terdapat beberapa bahasa tradisional dari rumpun

bahasa Austronesia yang dipakai sebagai bahasa percakapan di

Kepulauan Kei. Bahasa Kei (Veveu Evav) merupakan bahasa paling

umum yang digunakan di Kepulauan Kei, terutama di 207 desa di Kei

Kecil, Kei Besar, dan beberapa pulau lain. Bahasa Kur (Veveu Kur)

digunakan oleh penduduk pulau Kur dan Kamear, tetapi dalam

pergaulan sehari-hari dengan penduduk Kei lainnya mereka

menggunakan bahasa Kei.

55 Elly Esra Kudubun, Ain Ni Ain: Kajian Sosio-kultural Masyarakat Kei Tentang Konsep

Hidup Bersama Dalam Perbedaan, Jurnal Cakrawala ISSN 1693 6248

Page 39: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

27

Bahasa Kei tidak memiliki sistem penulisan tersendiri layaknya

bahasa Jawa Kuno atau bahasa tradisional lainnya. Namun, oleh para

misionaris atau penyebar agama Kristen, bahasa Kei ini ditulis dengan

media alfabet latin dalam penulisannya. Bahasa Kei umumnya

digunakan dalam keluarga atau lingkungan kemasyarakatan. Bahasa

Kei juga digunakan dalam upacara-upacara adat, seperti pernikahan,

kematian, membuka lahan dan lain-lain. Dalam praktikya, bahasa Kei

yang digunakan ketika ritual sering tampak berbeda dari bahasa

sehari-hari, sebab berisi formula-formula tertentu yang berisi

ungkapan atau peribahasa yang hanya ditangkap dengan baik bagi

yang menggunakan bahasa tersebut.56

Seiring dengan masuknya perkembangan zaman dan peradaban

dalam kehidupan di Kei, kini mayoritas penduduk Kei menggunakan

bahasa Indonesia sebagai media komunikasi mereka. Hal ini

dikarenakan untuk mendukung pekerjaan dan interaksi di sekolah,

kantor, pasar, dan sektor publik.

Sebagai suku bangsa, orang Kei memiliki nilai-nilai yang

menjadi dasar dan pegangan hidup mereka. Nilai-nilai tersebut

melekat di dalam berbagai sistem kehidupan dan menjadi suatu bentuk

formal hukum adat Kei. Puncaknya, hukum adat Kei mencapai

kesempurnaan pada lahirnya Hukum Larvul Ngabal. Sebelum Hukum

Larvul Ngabal lahir, masyarakat Kei terdiri atas kesatuan-kesatuan

adat yang disebut Utan/Lor. Setiap kesatuan ini memiliki sistem nilai

masing-masing dibawah pimpinan seorang yang bergelar Hila’ai

(orang besar, tuan besar, yang dipertuan).

Larvul Ngabal secara etimologis berasal dari empat suku kata,

yaitu: Lar – Vul – Nga – Bal.

a. Lar artinya darah,

b. Vul artinya merah,

56 Ignosius, Op.Cit., h. 16-17

Page 40: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

28

c. Nga mengandung dua arti: tombak (nganga) dan ikan paus

(ngarwan),

d. Bal mengandung dua arti juga, yaitu besar, dan Bali.

Maka Larvul Ngabal secara etimologis berarti;

1) Darah merah – Tombak dari Bali

2) Darah merah – Ikan Paus Besar

Secara filosofis, Hukum Larvul Ngabal adalah norma,

pandangan hidup dan nilai-nilai dasar yang luhur, yang dijiwai seluruh

masyarakat Kei yang diwariskan hingga saat ini. Masyarakat Kei

menyebut hukum ini “damar tail” atau “pelita” dalam kehidupan.

Hukum adat ini mengatur kehidupan orang Kei secara utuh (holistik);

meliputi dimensi manusia sebagai makhluk spiritual/religius, individu,

sosial, biologi.

Secara hukum, Larvul Ngabal merupakan seperangkat prinsip-

prinsip, kaidah-kaidah, serta sangsi-sangsi yang berlaku di wilayah

adat Kei dengan tujuan untuk menjamin dan menciptakan suatu

kondisi hidup yang lebih baik yang dikehendaki. Hukum ini tidak

tertulis, namun diwariskan secara turun temurun.

Hukum Larvul Ngabal terdiri atas 3 bagian utama, dan 7 butir

(fatsal). Setiap bagian utama terdiri dari point larangan atau jenis-jenis

kesalahan/pelanggaran yang disebut Sasa Sor Fit. Struktur dalam

Hukum Larvul Ngabal yakni sebagai berikut:

a. Hukum Nevnev

Tentang kehidupan; mengatur, menjaga, melindungi, dan

menghormati kehidupan. Terdiri atas:

1) Uud intauk tavunad;

Kepala bertumpuh pada pundak. Mengandung arti, segala

unsur kehidupan memiliki Tuhan dan Leluhur sebagai

pedoman yang paling tinggi

2) Lelad ain fo mahiling;

Page 41: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

29

Leher kita tunggal, luhur, dan dihormati. Mengandung arti,

kehidupan harus dijunjung tinggi, dihormati, dan dilindungi.

3) Ul nit envil atumud;

Kulit fana membungkus badan/tubuh. Menjaga nama baik

keluarga, tidak memfitnah, mencemooh, dan menjelek-

jelekan orang lain.

4) Laar nakmud ivud;

Darah tinggal tenang di perut. Mengandung makna, tidak

melakukan tindakan kasar terhadap seseorang, apalagi

melukai.

b. Hukum Hanilit

Tentang keluhuran rumah tangga, perkawinan, perempuan,

pergaulan, keberadaan orang, dan sumpah atau perjanjuan.

5) Rek fo mahiling;

Wilayah-wilayah privasi, batas-batas yang

dihormati.mengandung makna, menjaga batas-batas

pergaulan dengan orang lain, menghormati keberadaan

seseorang.

6) Moryain fo kelmutun;

Rumah tangga. Perkawinan adalah hal yang luhur.

Mengandung arti, orang yang sudah menikah dihormati dan

dijaga batas-batas dalam pergaulan.

c. Hukum Huwear Balwirin

Tentang kehidupan sosial, kepemilikan, status dan posisi.

7) Hira ni fo i ni, it did fo it did

Milik orang lain adalah miliknya, milik kita adalah milik kita.

Mengandung arti, menghormati hak, milik orang lain, tidak

merampas milik orang lain. Bersikap tegas terhadap apa yang

baik/benar dan yang jahat/salah.

Page 42: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

30

Tujuh fasal tentang jenis pelanggaran dan kesalahan (Sasa Sor

Fit) Hukum Larvul Ngabal sebagai berikut:

Hukum Nev-nev

1) Mu’ur nai, suban fakla: mengatai, menyumpahi.

2) Haung hebang: berencana, berniat jahat

3) Rasung smu-rudang dad: meracuni atau mencelakakan

dengan ilmu hitam.

4) Kev bangil: memukul, meninju

5) Teev ahai-sung tavat: melempar, menikam, menusuk.

6) Taha tal-fedan na-tetat: membunuh, memncung, memotong.

7) Tivak/luduk fo vavain: menguburkan / menenggelamkan

hidup-hidup

Hukum Hanilit

1) Sis af: memanggil dengan melambai tangan atau mendesis.

2) Kis kafir/ temar u mur: mencubit, menyenggol-kena dengan

busur di bagian muka atau belakang.

3) Kifuk matko/ matko kubin: main mata, mengerling sambil

memejamkan sebelah mata.

4) A lebak: meraih dan memeluk

5) Siran baraang me val ngutun tenan: membalik penutup dan

pengalas bawah (pakaian dalam).

6) Manu’u marai:membawa lari istri/anak gadis orang.

7) Marvuan fa ivun: menghamili di luar nikah.

Hukum Huwaer Balwirin

1) Veryatad: menginginkan barang orang lain secara tidak sah

2) Boor karu : mencuri

3) It kulik afa bor-bor: menyimpan barang curian

4) Ta’an rereang, it ot afa weed: makan upah tanpa kerja

5) Itlavur hira ni afa: merusakan, membinasakan barang milik

orang lain

Page 43: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

31

6) Taha bil-tafakleak mang rir afa-taf en tana il: membelokan,

memungut barang milik orang lain tetapi tidak

mengembalikan.

7) Taha kuuk mang rir rereung nablo: menahan/tidak

membayar upah orang yang benar.57

Kepulauan Kei kini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata

kebanggaan Kabupaten Maluku Tenggara. Bentangan alam yang tak kalah

cantik dengan objek wisata Raja Ampat di Papua menawarkan sejumlah

panorama indah menyejukan mata. Namun, disamping wisata alam yang

semakin terkenal, Kei juga semakin merekatkan adat istiadatnya. Hal

tersebut tak lain sebagai upaya untuk tetap menjaga batasan-batasan leluhur

agar kehidupan selalu dalam kedamaian dan keharmonisan.

E. Pembelajaran Sastra

Secara etimologis, sastra berarti alat utuk mendidik.58 Poe mengatakan

fungsi sastra tak lain untuk menghibur sekaligus mengajarkan tentang

sesuatu.59 Asumsi inilah yang melatarbelakangi alasan karya sastra

dikatakan mampu menjadi alat dalam penanaman nilai-nilai kemanusiaan

pada peserta didik, pastinya melalui pendidikan baik formal maupun

nonformal.

Hakikatnya, pendidikan adalah sebuah proses untuk mendapatkan

sesuatu. Lebih luas Muhibbin Syah mendefinisikan pendidikan sebagai

sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga seseorang

memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang

sesuai dengan kebutuhan.60 Maka ketika pendidikan dan sastra menjadi

sebuah metode dalam pengajaran, akan terbentuk sebuah usaha yang tidak

hanya memberikan sebuah pengalaman dan pengetahuan kepada siswa,

57 Anton, Op.Cit., h. 80-90 58 Nyoman Kutha Ratna, Antropologi Sastra; Peranann Unsur-unsur Kebudayaan dalam

Proses Kreatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), h. 6 59 Welek dan Warren, Op.Cit., h. 23 60 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2006). H. 10

Page 44: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

32

tetapi juga memberikan sebuah didikan dalam membentuk watak dan

katakteristik peserta didik.

Pembelajaran sastra setidaknya harus mencakup empat manfaat untuk

mendorong pendidikan secara penuh. Empat manfaat tersebut yakni,

membantu keterampilan bahasa, meningkatkan pengetahuan budaya,

mengembangkan cipta dan rasa, serta membentuk watak.61 Penjelasan

keempat manfaat pembelajaran sastra dijelaskan sebagai berikut:

1) Membantu Keterampilan Bahasa

Dalam keterampilan bahasa, siswa dapat melatih keterampilan

membaca dengan membaca karya-karya sastra, melatih menyimak

dengan mendengarkan karya sastra yang dibacakan oleh guru, melatih

keterampilan berbicara dalam berdiskusi tentang karya sastra, serta

melatih keterampilan menulis hasil analisis karya sastra atau menulis

karya sastra sendiri.

2) Meningkatkan Pengetahuan Budaya

Dengan kemajuan zaman yang kini berjalan, pembelajaran sastra

bertugas membantu peserta didik untuk tidak melepas kebudayaan

lokal dalam perkembangan kebudayaan asing yang pesat.

3) Mengembangkan Cipta dan Rasa

Karya sastra berisi kecakapan yang bersifat indra, penalaran, afektif,

sosial, serta religius. Oleh karena itu dalam pembelajaran sastra lebih

mengembangkan kecakapan tersebut dalam upaya mewujudkan tujuan

pembelajaran sastra.

4) Membentuk Watak

Dengan isi karya sastra yang penuh dengan nilai-nilai pembelajaran,

maka pembelajaran sastra mampu mengarahkan peserta didik untuk

membentuk watak-watak yang baik seperti tolong menolong,

toleransi, dan persatuan.

Tujuan pembelajaran sastra adalah untuk memperkaya pengalaman

siswa dan menjadikan peserta didik lebih tanggap terhadap alam sekitar dan

61 B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), h. 16

Page 45: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

33

lingkungan. Untuk itu, metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran

sastra yakni dengan apresiasi sastra. Dalam melakukan apresiasi sastra,

seseorang tidak hanya menikmati karya, tetapi juga mendapatkan nilai yang

terkandung di dalam karya tersebut. 62 Hal inilah yang sedang ditekankan

dalam metode pembelajaran sastra di sekolah. Dengan suksesnya peserta

didik dalam mengapresiasi sastra dapat pula menyukseskan tujuan dari

pendidikan dan sastra yang sesungguhnya.

F. Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan peneliti pada berbagai

sumber menunjukkan bahwa penelitian Representasi Nilai Budaya pada

Masyarakat Suku Kei dalam Novel “Kei” karya Erni Aladjai dan

Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah belum pernah

dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa penelitian yang berhubungan

dengan karya Erni Aladjai baik dalam novel Kei sendiri maupun pada karya

Erni lainnya.

Penelitian terkait novel Kei karya Erni Aladjai pernah dilakukan oleh

beberapa orang. Pertama dilakukan oleh Eli Fernando Nababan, mahasiswa

Universitas Sumatera Utara, Medan pada tahun 2014 dengan judul “Bentuk-

bentuk Kerukunan Sosial dalam Novel Kei Karya Erni Aladjai”. Penelitian

ini menggunaan teori sosiologi sastra untuk mengungkapkan bentuk-bentuk

kerukunan yang terdapat di masyarakat. Hasil analisis yang dilakukan

mendapatkan bentuk-bemtuk kerukunan sebagai berikut: (1) kerukunan

dalam bentuk kerjasama, (2) hubungan antar umat beragama, (3) hubungan

antar suku, (4) hubungan pertemanan, dan (5) hubungan cinta.

Kedua dilakukan oleh Dia Kanti Rahayu, mahasiswi Universitas

Airlangga, Surabaya pada tahun 2018 dengan judul penelitian “Pandangan

Tokoh terhadap Perbedaan Agama dalam Novel Kei karya Erni Aladjai:

Analisis Struktural”. Penelitan ini bertujuan untuk mengungkap sisi lain dari

konflik yang terjadi di Pulau Kei, melalui identifikasi para tokohnya.

62 Ahmad Bahtiar, Apresiasi dan Kreasi Sastra, h. 1 diunduh dari

http://googleschollar.com pada tanggall 4 Maret 2019 pukul 21.45 WIB

Page 46: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

34

Penelitian ini menggunakan metode deksriptif kualitatif dengan

menyertakan teori struktural Robert Stanton. Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa realitas perbedaan agama pada masyarakat Kei

memberikan suatu gambaran serta fenomena sosial sebagai contoh positif

bagi terciptanya masyarakat yang rukun dan saling menghormati.

Selain penelitian pada novel Kei, peneliti juga menemukan beberapa

penelitian terkain karya Erni Aladjai yang lain. penelitian ini dilakukan oleh

Muhammad Rifa’i dalam jurnal Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan

dan Budaya Volume 7 Nomor 2 dengan judul “Budaya Patriarkhi dan

Perjuangan Perempuan dalam Novel Pesan Cinta Dari Hujan karya Erni

Aladjai”. Dalam penelitian ini budaya patriarkhi tertuang dalam sikap,

prilaku, dan tindakan tokoh-tokoh laki-laki terhadap tokoh-tokoh

perempuan. Pendekatan yang dilakukan untuk menelusuri penelitian ini

adalah feminis. Temuan-temuan menunjukkan bahwa budaya patriarkhi

terwujud dalam bentk kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dalam

pendidikan dan pembentukan karakter anak, kekerasan untuk memberikan

ruang dan gerak mengaktualisasikan diri. Perjuangan tokoh-tokoh

perempuan terhadap budaya patriarkhi yaitu dengan ketabahan, air mata,

dan lari.

Penelitian berikutnya terkait Masyarakat Suku Kei pernah dilakukan

oleh Fitrotussalamah Z Matdoan, dalam skripsi berjudul “Pengaruh Adat

Terhadap Kerukunan Antar Umat Beragama di Kepulauan Kei” pada

Program Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2018. Dalam penelitian ini ditemukan

hasil bahwa masyarakat Kei adalah masyarakat yang menjunjung tinggi

nilai-nilai Ketuhanan dan nilai-nilai adat istiadat yang menjadi pilar dan

pedoman dalam menjaga kerukunan antar dan inter umat. Kerukunan dalam

masyarakat Kei tidak hanya merupakan cita-cita dari pengalaman nilai-nilai

keagamaan, tetapi lebih dari itu merupakan tolak ukur kelestarian nilai-nilai

adat yang telah ditanamkan oleh leluhur. Dalam praktiknya pun agama dan

Page 47: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

35

adat dalam kehidupan mereka memiliki posisi yang sama pentingnya,

keduanya saling terikat, saling beriringan menjaga dan melindungi tiap

masyarakat.

Page 48: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

36

BAB III

BIOGRAFI PENGARANG DAN PEMIKIRANNYA

A. Biografi Pengarang

Erni Aladjai lahir di Lipulalongo, Kabupaten Banggai Laut, Sulawesi

Selatan, 7 Juni 1985. Erni merupakan anak dari petani cengkeh, Hasarudin

Aladjai dan Mardia Abd Karim. Sejak kecil, Erni sudah suka membaca.

Nenek Erni selalu berpantun dan mendongeng Babad Banggai kepadanya

setiap hari. Ibu Erni juga seorang pemain drama dan ayah Erni selalu

menyediakan bahan bacaan yang dipinjamnya di perpustakaan sekolah

tempatnya bekerja selepas menjadi petani. Sejak usia 15 tahun, Erni telah

berani merantau ke Kota Kabupaten. Di masa SMA itu, Erni mendapatkan

sebuah wadah untuk menulis melalui harian lokal. Keseriusan Erni dalam

menulis semakin kuat ketika pembelajaran bahasa Prancis di SMA

membuatnya mengambil kuliah di Sastra Prancis, Universitas Hasanudin,

Makassar dan mulai mempelajari budaya dan karya-karya sastra penulis

dunia. Erni pernah bekerja sebagai wartawan di Makassar sebagai

penyunting berita. Kemudian mengisi waktu luangnya dengan menulis dan

menjadi editor lepas.

Salah satu strategi Erni memperkenalkan karyanya dengan luas dan

menembus penerbitan yakni dengan mengikuti sayembara. Tahun 2012

menjadi tahun kegemilangan Erni, novel berjudul Kei menjadi Pemenang

Unggulan dalam Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta, novelet

berjudul Sebelum Hujan di Sea-Sea dan Rumah Perahu menyabet dua

kemenangan sekaligus di Sayembara Fiksi Femina 2012,1 serta Cerpen

“Sampo Soie Soe, Si Juru Masak” sukses menjadi pemenang ketiga dalam

Jakarta Internasional Literary Festival (JILFest) di tahun yang sama.

1 Rahma Wulandari, Erni Aladjai; Fiksi untuk Desa, 2016,

(http://www.femina.co.id/profile/erni-aladjai-fiksi-untuk-desa).

Page 49: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

37

Buku-buku Erni yang telah terbit yaitu Pesan Cinta dari Hujan (Insist

Press, 2010), Ning di Bawah Gerhana Bumen Pustaka Emas, 2013), dan Kei

(Gagas Media, 2013). Dari Kirara untuk seekor Gagak (2013). Karya

cerpen Erni yang dimuat di media nasional diantaranya, Cerpen ‘Sampo

Soie Soe, Si Juru Masak”, Mariantje dan Pasangan Tua (Media Indonesia,

April 2013), dan Cerpen Mariana (The Jakarta Post, Januari 2019).

B. Pemikiran Pengarang

Erni Aladjai terpilih sebagai Emerging Writers di Makassar

Internasional Writers Festival pada periode pertama yakni tahun 2011 atas

perannya dalam menginspirasi banyak orang dalam bidang literasi dan

sastra. Aktivitasnya dalam bidang menulis telah dilakukannya sejak kecil,

dan semakin tumbuh menjadi seorang penulis dengan ciri khas tersendiri.

Erni sangat produktif dalam menulis dan mengikuti berbagai lomba cerpen,

novel, dan lain sebagainya. Hal yang membuat Erni terus bersemangat

untuk menulis adalah kenyataan bahwa sedikitnya populasi karya sastra

yang mengangkat kisah Indonesia bagian timur. Seperti yang

diungkapkannya dalam suatu sesi wawancara,

“Saya akan tetap menulis tentang Indonesia Timur dan

Laut. Indonesia ini negeri maritim, tetapi sedikit sekali

karya sastra tentang laut”.2

Pernyataannya tersebut menegaskan bahwa karya sastra yang kini

beredar jarang sekali yang menayangkan Indonesia bagian Timur. Dan Erni

memanfaatkan peluang ini untuk mengisi kekosongan tersebut. Tujuan Erni

lainnya adalah untuk memperluas minat baca anak-anak timur sehingga

mereka tidak terlampau jauh kesenjangannya dari anak-anak di Indonesia

bagian barat.

Erni Aladjai dikenal juga sebagai penggiat literasi. Erni bergabung

sebagai relawan dalam proyek Perahu Pustaka yang menyalurkan buku-

buku untuk anak-anak di pulau-pulau kecil di timur Indonesia.

Bergabungnya Erni dalam kegiatan tersebut tak lain ingin berperan aktif

2 Ibid

Page 50: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

38

dalam memajukan pendidikan di timur Indonesia. Bagi Erni yang juga

merupakan putri Timur Indonesia, anak-anak di Timur lebih rawan

termakan informasi yang tidak matang sehingga banyak informasi yang

belum tentu baik diserap ke dalam kehidupan mereka. Menurut Erni,

hadirnya televisi juga menjadi pendorong konsumerisme utama di desa-desa

kecil. Sehingga anak-anak lebih cenderung mengikuti gaya dan apa yang

ditampilkan dalam sinetron maupun iklan.3

Potret keaktifan Erni sebagai pegiat literasi dan sastra Indonesia

Timur terlihat pada kegiatan Makassar Internasional Writers Festival tahun

2017 ketika Erni menjadi pembicara dalam acara yang bertajuk Ruang

Bersama: Narrations about Conflict and Resolution. Dalam kesempatan ini

Erni membicarakan mengenai keberagaman wilayah konflik-di Indonesia.

Diskusi ini mengangkat sisi konflik bukan dari penyebab kerusuhanya,

namun dari peran persaudaraan yang tetap hidup meskipun di tengah situasi

konflik. Hal yang jarang diberitakan baik oleh media, maupun para

sejarawan. Topik ini sesuai dengan novel yang Erni tulis yang berjudul Kei

pada tahun 2012. Selain itu, Erni bersama dengan penulis Faisal Oddang

juga membagikan kisahnya dalam meriset ketradisionalan Indonesia sebagai

salah satu awal memulai proyek penulisan. Dalam ruang diskusi bertema

Writing the Tradition di pagelaran MIWF tersebut Erni dan Faisal Oddang

menjadi pembicara yang menginspirasi. 4

Keseriusan Erni dalam dunia literasi didasari oleh kesadaran akan

terbatasnya hidup di wilayah pelosok yang membuat Erni termotivasi untuk

belajar dan mengubah nasib. Tulisan yang dibuatnya banyak menuangkan

keresahan akan rumitnya masalah-masalah yang ada di kampung halaman.

Erni mencoba konsisten dalam mengangkat kisah keprihatinan masyarakat

di desanya baik mengenai sosial, ekonomi, ataupun pendidikan melalui esai

atau fiksi. Seperti yang Erni kisahkan pada laman Femina mengenai dirinya

3 Ibid 4 Redaksi Gagas Media, Diskusi Asyik tentang Konflik & Tradisi bersama Erni Aladjai di

MIWF 2017, 2017 (http://gagasmedia.net/diskusi-asyik-tentang-konflik-tradisi-bersama-erni-

aladjai-di-miwf2017/)

Page 51: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

39

yang harus berurusan dengan polisi karena hasil karyanya yang dimuat

dalam kumpulan cerpen Ning di Bawah Gerhana ia sumbangkan ke

perpustakaan sekolah di desanya. Cerpen yang bercerita tentang kepala desa

yang korupsi saat pilkada itu membuat tersinggung seorang pejabat desa

yang kebetulan membaca buku tersebut. Alhasil, Erni dilaporkan ke polisi,

bahkan Erni dituduh sebagai antek PKI, padahal tak ada satupun dari

tulisannya yang bertemakan tragedi 1965. Pengalaman ini membuat Erni

semakin sadar betapa suramnya potret pendidikan di desa kelahirannya itu

dan Erni bertekat untuk terus mengupayakan kemajuan pendidikan di

desanya melalui tulisannya.5

Berangkat dari alasan tersebut juga Erni mengangkat kisah yang

pernah ia dapat dari seorang pengungsi konflik Ambon tahun 1999 tentang

kondisi Maluku yang sangat mengenaskan ketika kerusuhan terjadi. Tahun

2011 Erni memulai risetnya mengenai Kei dari berbagai buku hasil

penelitian aktivis kemanusiaan. Salah satunya buku berjudul Bening-benih

Perdamaian di Pulau Kei. Dari risetnya yang panjang, Erni menemukan

sebuah fakta bahwa dari daerah-daerah yang mengalami kerusuhan seperti

Aceh, Ambon, dan Sampang, pulau kecil bernama Kei merupakan daerah

yang lebih cepat pulih dari kerusuhan dibanding daerah lainnya. Hal ini

dikarenakan kuatnya hukum adat yang dipegang masyaraat Kei sebagai

hukum paling utama yang dipatuhi sebelum hukum agama. Keistimewaan

hukum adat dan nilai budaya masyarakat Kei menjadi fokus riset Erni dan

penceritaan Erni dalam novel yang diberi judul sama ini.

Baru-baru ini Erni menjadi delegasi Indonesia dalam program

residensi (pertukaran) penulis perempuan yang diadakan atas kerja sama

Makassar Internasional Writers Festival (MIWF) dengan Centre for Stories,

Australia Barat tahun 2019. Erni terpilih setelah menjalani penyeleksian

oleh Lily Yulianti Farid, M. Aan Mansyur, dan Shinta Febriany. Menurut

Lily, Erni pantas untuk menjadi delegasi MIWF sebab Erni memiliki

keproduktifan yang baik dalam dunia literasi dan penulisan. Di sisi lain,

5 Rahma, Op.Cit.,

Page 52: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

40

Erni berhasil menjadi pemenang di beberapa sayembara penulisan. Alasan

lain terpilihnya Erni karena ia adalah aktivis yang mampu menyuarakan

suara perempuan yang tak mampu bersuara atas persoalan yang dihadapi,

yang didominasi budaya partriarkhi.6

Dari hasil catatan yang dibagi oleh Erni, diceritakan bagaimana

kegiatan lima hari pertama di Perth dalam sebuah “Catatan Perjalanan

Lintas Laut di Perth”. Erni bercerita apa saja kegiatan-kegiatan yang

dilakukannya, seperti berkenalan dengan Caroline-Direktur Centre for

Stories dan diajaknya berkeliling, mendatangi acara pembacaan puisi di

taman terbuka ‘Tropical Groove’ di lingkungan Universitas, mendatangi

obrolan buku Emili Paull-penulis lokal Australia Barat yang mengobrolkan

buku kumpulan cerita pendeknya “Well-Behaved Woman” serta obrolan

buku Intan Paramadhita yang membicarakan bukunya ‘The Wandering’

yang baru-baru ini diterjemahkan oleh Vintage Books.7

Keaktifan Erni dalam berbagai proyek dan kegiatan di dunia literasi

dan penulisan tak lain untuk mengembangkan dan menduniakan wilayah

Indonesia timur. Seperti mimpinya Erni ingin anak-anak dan perempuan

timur untuk berani bicara dan mengungkapkan keresahan yang terjadi. Tak

ubahnya sebagai seorang motivator, Erni telah mampu membangkitkan

semangat para penulis timur, khususnya perempuan untuk lebih banyak

bergerak dan lebih menebarkan banyak karya positif dalam rangka

membangun Indonesia timur.

6 Islamuddin Dini, MIWF-Centre For Stories Australia Barat Kerja Sama Program

Pertukaran Penulis, 2019, (http://sulsel.pojoksatu.id/baca/miwf-cetre-for-stories-australia-barat-

kerja-sama-program-pertukaran-penulis) 7 Erni Aladjai, Catatan Perjalanan ‘Lintas Laut’ di Perth, 2020,

(http://makassarwriters.com/article/catatan-perjalanan-lintas-laut-di-perth)

Page 53: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

95

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Penelitian ini mengambil objek novel berjudul Kei karya Erni Aladai.

Fokus penelitian ini pada representasi nilai budaya pada masyarakat suku

Kei. berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari analisis yang telah dilakukan kita dapat mengetahui bagaimana

representasi nilai budaya pada masyarakat suku Kei dalam novel Kei

karya Erni Aladjai. Terdapat enam tokoh yang menjadi fokus

penelitian dalam novel ini, dan keseluruhan tokoh tersebut adalah

masyarakat asli Kei. Berdasarkan tokoh-tokoh tersebut, bentuk

representasi nilai budaya yang ditemukan dalam novel ini, yaitu: 1)

Menjunjung tinggi Hukum Adat, 2) Menjaga kelestarian alam, 3)

Menjunjung harkat dan martabat perempuan, 4) Nila-nilai

kekeluargaan dan persaudaraan adat, 5) Menjunjung nama baik

keluarga, dan 6) Musyawarah dan mufakat.

2. Implikasi terhadap pembelajaran di sekolah berdasarkan representasi

nilai budaya dalam novel Kei karya Erni Aladjai terdapat di materi

sastra di SMA kelas XII semester genap. Standar kompetensi yang

harus dikuasai oleh peserta didik yaitu dapat memahami isi novel

dengan kriteria mampu menjelaskan unsur-unsur intrinsik novel baik

melalui lisan maupun tulisan. Melalui novel Kei karya Erni Aladjai

peserta didik mampu mengambil nilai-nilai budaya dengan memahami

tokoh dan penokohan yang terdapat dalam novel, memahami setiap

tindakan yang dilakukan agar selalu berada pada jalur yang benar

sehingga dapat membentuk kepribadian yang sesuai dengan karakter

bangsa Indonesia yaitu berbudi pekerti baik, tolong-menolong, serta

menjaga keharmonisan dalam bingkai perbedaan.

Page 54: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

96

B. Saran

Berdasarkan simpualan yang telah diuraikan, penulis memberikan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Melalui representasi nilai budaya dalam novel Kei karya Erni Aladjai,

peserta didik dapat memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai budaya

yang baik untuk pengebangan karakter dalam dirinya sehingga

memiliki sikap yang berbudi pekerti luhur, tolong-menolong, serta

menjaga keharmonisan dalam hidup meskipun berada dalam

lingkungan yang memiliki perbedaan, baik suku, ras, maupun agama.

2. Adanya penelitian ini, baik untuk tenaga pendidik ataupun peneliti

yang lain dapat menggunakannya sebagai referensi dalam kegiatan

pembelajaran di sekolah atau sebagai objek penelitian lebih lanjut.

Unsur instrinsik maupun nilai budaya yang terdapat dalam penelitian

ini dapat dipelajari dan berguna bagi dunia pembelajaran sastra

maupun orang lain.

Page 55: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

97

DAFTAR PUSTAKA

Aladjai, Erni. “Catatan Perjalanan ‘Lintas Laut’ di Perth, 2020”.

http://makassarwriters.com/article/catatan-perjalanan-lintas-laut-di-perth

______________. Kei. Jakarta: Gagas Media, 2013.

Bahtiar, Ahmad. “Apresiasi dan Kreasi Sastra”. http://googleschollar.com

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Dini, Islamuddin. “MIWF-Cetre For Stories Australia Barat Kerja Sama Program Pertukaran

Penulis” http://sulsel.pojoksatu.id/baca/miwf-cetre-for-stories-australia-barat-kerja-

sama-program-pertukaran-penulis

Febriani, Meina. Kesesuaian Materi Apresiasi Sastra pada Buku Teks Bahasa Indonesia SMP

Kurikulum 2013. Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia UNES Vol 6 No. 2, Juli-

Desember 2018.

Febrianto, Diki dan Purwati Anggraini. Reoresentasi Pewayangan Modern: Kajian Antropologi

Sastra dalam Novel “Rahvayana Aku Lala Padamu” karya Sutiwo Tejo. Jurnal Jentera:

Jurnal Kajian Sastra, Nomor 8(1), 2019.

Gagas Media, Redaksi. “Diskusi Asyik tentang Konflik & Tradisi bersama Erni Aladjai di

MIWF 2017”. http://gagasmedia.net/diskusi-asyik-tentang-konflik-tradisi-bersama-erni-

aladjai-di-miwf2017/

Hindaryatiningsih, Nanik. Model Proses Pewarisan Nilai-Nilai Budaya Lokal dalam Tradisi

Masyarakat Buton. Jurnal Sosiohumaniora, Volume 18 No. 2 Juli 2016.

Imam Gunawan. “Metode penelitian Kualitatif”. fip.um.ac.id/wp-

content/uploads/2015/12/3_Metpen-Kualitati.pdf

J. Darminta, SJ. Praksis Pendidikan Nilai. Yogyakarta: Kanisius. 2006.

Karmini, Ni Nyoman. Teori Pengkajian Prosa Fiksi dan Drama. Bali: Pustaka Larasan, 2011.

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2016.

Ks, Usman, dkk. Merajut Damai di Maluku. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 2000.

Kudubun, Elly. “Agama dan Budaya Lokal Masyarakat Kei

http://ellykudubun.wordpress.com/2011/03/18/amana-dan-budaya-lokal-masyarakat-

kei/.

Page 56: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

98

________________. Ain Ni Ain: Kajian Sosio-kultural Masyarakat Kei Tentang Konsep Hidup

Bersama Dalam Perbedaan. Jurnal Cakrawala ISSN 1693 6248.

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,

2012.

Ohoira, Anton. Kei: Alam, Manusia, Budaya, dan Beberapa Perubahan. Yogyakarta: Sibuku

Media, 2016.

Purnomo, Mulyo Hadi. Menguak Budaya dalam Karya Sastra: Antara Kajian Sastra dan

Budaya. Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi, E-ISSN : 2599-1078.

R, Arifa Ainun, dkk. Pembelajaran Sastra Melalui Bahasa dan Budaya Untuk Meningkatkan

Pendidikan Karakter Kebangsaan di Era MEA. Pasca sarjana PBI Universitas Sebelas

Maret, Mei 2017.

R.L, Stenly. Sejarah Kota Tual. Jurnal Penelitian Vol 6, No. 5 Edisi April 2013.

Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius, 1998.

Ratna, Nyoman Kutha. Antropologi Sastra; Peranann Unsur-unsur Kebudayaan dalam Proses

Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.

___________________. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2007.

Refo, Ignasius S.S. Manusia Kei Dari Perkawinan Sampai Kematian. Yogyakarta: Yayasan

Pustaka Nusantara, 2015.

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Malang: Aditya Media Publising. 2013.

Suhardi dan Riauwati. Analisis Nilai-nilai Budaya (Melayu) dalam Sastra Lisan Masyarakat

Kota Tanjung Pinang. Jurnal Lingua Volume XIII Nomor 1 Januari 2017.

Suwardani, Ni Putus Suwardani. Pewarisan Nilai-nilai Kearifan Lokal untuk Memproteksi

Masyarakat Bali dari Dampak Negatif Globalisasi. Jurnal Kajian Bali Volume 05,

Nomor 02, Oktober 2015.

Syah, Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2006.

Wellek, Rene dan Austin Warren. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

2016.

Wening, Sri. Pembentukan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Nilai. Jurnal Pendidikan

Karakter, tahun II, Nomor 1, Februari 2012.

Page 57: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

99

Wicaksono, Andri. Pengkajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Garudhawaca, 2017.

Wulandari, Arsanti. Gaya Bahasa Perbandingan dalam ‘Serat Nitipraja’. Jurnal Humaniora

Volume XV, No. 3 2003.

Wulandari, Rahma. “Erni Aladjai; Fiksi untuk Desa” http://www.femina.co.id/profile/erni-

aladjai-fiksi-untuk-desa

Yuliati, Qiqi dan A. Rusdiana. Pendidikan Nilai: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung:

CV. Pustaka Setia, 2014.

Page 58: REPRESENTASI NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT SUKU KEI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51714... · 2020. 8. 7. · pengingat, pemberi semangat, serta bantuan ketika

BIODATA PENULIS

Hidayatunnisa, lahir di Tangerang pada 04 Oktober 1994.

Anak pertama dari tiga bersaudara ini lahir dari pasangan

(Alm) Ahmad Hudori dan Sa’diyah, S.Pd.I. Sejak kecil sudah

memiliki kegemaran terhadap membaca, hingga pada saat

remaja mulai mencoba mengasah kemampuan menulis sastra.

Kegemaran pada membaca cerita, terutama novel

menuntunnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi di jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Riwayat pendidikan yang ditempuh mulai dari SDN

Karangsari 1, MTsN 1 Kota Tangerang, MAN 2 Kota Serang hingga Perguruan tinggi

di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditempuh dengan penuh semangat dan iringan

motivasi dari keluarga dan sahabatnya yang selalu setia memberikan dukungan dan

do’a. Bahkan, atas dukungan dan do’a tersebut mengantarkannya menjadi seorang

Sarjana Pendidikan.

Penulis juga pernah aktif di beberapa organisasi, di antaranya anggota OSIS MTsN 1

Kota Tangerang tahun 2008, anggota GASENDA MAN 2 Kota Serang tahun 2009,

Wakil Bendahara Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia tahun 2015, dan Bendahara Umum Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA)

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di tahun 2016.