Bahasa Kei

27
“Pengembangan Bahasa Daerah Kei” Makalah Ini dibuat sebagai tugas Mata Kuliah Lingustik Banding oleh Petronela Letsoin. Mahasiswa Universitas Pattimura Ambon. Program Studi Bahasa Indonesia 2013. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagaimana telah dinyatakan dalam undang-undang Dasar 1945 pasal 32 bahwa bahasa daerah yang masih digunakan oleh masyarakat penuturnya dipelihara oleh Negara. di samping itu, dalam Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 22 huruf n dinyatakn bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah mempunyai kewajiban melestarikan nilai social budaya. Berdasarkan penyataan dalam undang-nudang dasar dan undang-undang itu, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mempunyai kewajiban bersama untuk memelihara dan menjaga kelestarian kekayaan budaya bangsa, yaitu bahasa daerah karena di dalam bahasa itu terekam nilai-nilai budaya masyarakat daerah yang dapat menjadi sumber pengembangan budaya nasional (Dharma, 2011). Negara kesatuan republik Indonesia yang bercirikan “Bhineka Tungga Ika” yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu, secara tersurat mengamanatkan kapada bangsa Indonesia untuk menghargai perbedaan, baik adat –istiadat, agama, dan bahasa. Dengan demikian penghargaan terhadap bahasa daerah yang beragam merupakan suatu keharusan karena penghaergaan terhadap bahasa daerah berarti penghargaan terhadap masyarakat pendukung bahasa daerah itu, sebaliknya sikap abai terhadap bahasa daerah sama artinya dengan mengabaikan keberadaan masyarakat pendukung bahasa itu. Di Indonesia Timur, terdapat kurang lebih 746 bahasa daerah, enam pulluh persen dari itu berada di wilayah Indoneia Timur, yaitu di provinsi papua dan papua Barat kurang lebih 400 bahasa, Maluku dan Maluku Utara 132 bahasa, dan kurang lebih 40 bahasa ada di Nusa Tenggara Timur, tiga puluh lima persen dari bahasa daerah itu dikhawatirkan mengalami kepunahan pada 2010 (pernyataan wakil

Transcript of Bahasa Kei

Page 1: Bahasa Kei

“Pengembangan Bahasa Daerah Kei” Makalah Ini dibuat sebagai tugas Mata Kuliah Lingustik Banding oleh Petronela Letsoin. Mahasiswa Universitas Pattimura Ambon. Program Studi Bahasa Indonesia 2013.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagaimana telah dinyatakan dalam undang-undang Dasar 1945 pasal 32

bahwa bahasa daerah yang masih digunakan oleh masyarakat penuturnya dipelihara

oleh Negara. di samping itu, dalam Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang

pemerintahan daerah pasal 22 huruf n dinyatakn bahwa dalam penyelenggaraan

otonomi daerah mempunyai kewajiban melestarikan nilai social budaya. Berdasarkan

penyataan dalam undang-nudang dasar dan undang-undang itu, baik pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah mempunyai kewajiban bersama untuk memelihara dan

menjaga kelestarian kekayaan budaya bangsa, yaitu bahasa daerah karena di dalam

bahasa itu terekam nilai-nilai budaya masyarakat daerah yang dapat menjadi sumber

pengembangan budaya nasional (Dharma, 2011).

Negara kesatuan republik Indonesia yang bercirikan “Bhineka Tungga Ika”

yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu, secara tersurat mengamanatkan kapada bangsa

Indonesia untuk menghargai perbedaan, baik adat –istiadat, agama, dan bahasa.

Dengan demikian penghargaan terhadap bahasa daerah yang beragam merupakan

suatu keharusan karena penghaergaan terhadap bahasa daerah berarti penghargaan

terhadap masyarakat pendukung bahasa daerah itu, sebaliknya sikap abai terhadap

bahasa daerah sama artinya dengan mengabaikan keberadaan masyarakat pendukung

bahasa itu.

Di Indonesia Timur, terdapat kurang lebih 746 bahasa daerah, enam pulluh

persen dari itu berada di wilayah Indoneia Timur, yaitu di provinsi papua dan papua

Barat kurang lebih 400 bahasa, Maluku dan Maluku Utara 132 bahasa, dan kurang

lebih 40 bahasa ada di Nusa Tenggara Timur, tiga puluh lima persen dari bahasa

daerah itu dikhawatirkan mengalami kepunahan pada 2010 (pernyataan wakil

Page 2: Bahasa Kei

2

presiden dalam running tex metro TV, Juli 2007). Kondisi ini tentu di tenggarai oleh

kurangnya minat generasi muda untuk bertutur dengan bahasa daerahnya karena

adanya kecenderungan meninggalkan tempat kelahiran untuk mencari penghidupan

yang lebih baik. Jikam kita abai terhadap kondisi kebahasan yang sangat

memprihatikan ini berarti kita akan kehilangan sebagian kekayaan budaya bangsa

yang tak ternilai itu karena punahnya bahasa berarti punah pula kekayaan nilai

budaya bangsa dan akhirnya hilang keberadaan (eksistensi) bangsa penutur bahasa

daerah itu. Oleh karena itu, peril dilakukan tindakan segera unruk menyelamatkan

dan mengembangkan bahasa-bahasa daerah itu (Dharma, 2011).

Bahasa Kei (Veveu Evav) adalah Bahasa yang digunakan oleh Etnik

Kei/Evav. Yang Letaknya di Pulau Maluku, Khususnya Kota Tual dan Kabupaten

Maluku Tenggara. Yakni desa di Pulai Kei Kecil, Kei Besar, Dullah, maupun Pulau-

pulau lainnya. Masyarakat Pulau Kur dan Kamear memiliki bahasa tersendiri yaitu

bahasa Kur, Sedangkan Penduduk Banda Eli yang bertempat di Kei Besar sebagai

penutur Bahasa Banda. tapi agak sedikit mirip dengan Bahasa Kei. Tiap Pulau bahkan

tiap desa memiliki dialek/logat yang berbeda, sehingga kita bisa dengan mudah

mengetahui dari mana si penutur itu berasal (Fhionna, 2013)

Ada tiga bahasa rumpun austronesia yang dipertuturkan di Kepulauan Kai;

Bahasa Kei (Veveu Evav) adalah yang paling luas pemakaiannya, yakni di 207 desa

di Kei Kecil, Kei Besar, dan pulau-pulau sekitarnya. Penduduk Pulau Kur dan

Kamear menggunakan Bahasa Kur (Veveu Kuur) dalam percakapan sehari-hari,

Bahasa Kei mereka gunakan sebagai lingua franca. Bahasa Banda (Veveu Wadan)

digunakan di desa Banda Eli (Wadan El)dan Banda-Elat (Wadan Elat) di bagian barat

dan Timur Laut Pulau Kei Besar. Para Pengguna Bahasa Banda berasal dari

Kepulauan Banda, tempat di mana bahasa itu tidak lagi digunakan. Bahasa Kei tidak

memiliki sistem tulisan sendiri. Para misionaris Katolik dari Belanda menuliskan

kata-kata Bahasa Kai dengan suatu bentuk variasi penggunaan abjad Romawi

(@Wiroi, 2010).

Page 3: Bahasa Kei

3

1.2. Perumusan Masalah

Ketika dua atau lebih bahasa bersanding dalam pemakaiannya di masyarakat,

ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama, kedua bahasa itu hidup

berdampingan secara berkeseimbangan dan memiliki kesetaraan. Kedua, salah satu

bahasa menjadi lebih dominan, menjadi bahasa mayoritas, dan menjadi lebih

berprestise, sementara yang lain berkondisi serba sebaliknya, bahkan terancam

menuju kepunahannya. “Rapid change often occurs when there is extensive

bilingualism, which can lead to one language being lost altogether” (Anonby, 1999).

Kemungkinan kedua menjadi kenyataan di Indonesia dalam kaitan dengan

bersandingnya bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah.

Kemungkinan akan punahnya suatu bahasa dicemaskan oleh banyak pihak.

Berangkat dari keprihatinan akan matinya banyak bahasa, UNESCO (dalam Purwo,

2000) mencanangkan 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional pada suatu

konferensi bulan November 1999 dan mulai merayakannya sejak tahun 2000. Ada

alasan mendasar mengapa kepunahan suatu bahasa sangat dikhawatirkan. Bahasa

memiliki jalinan yang sangat erat dengan budaya sehingga keduanya tidak dapat

dipisahkan (Reyhner, 1999 dalam ). Karena begitu eratnya jalinan antara bahasa dan

budaya, Dawson (dalam Anonby, 1999) mengatakan, tanpa bahasa, budaya kita pun

akan MATI. Hal ini bisa terjadi karena, sebagaimana dikatakan oleh Fishman (1996),

bahasa adalah penyangga budaya; sebagian besar budaya terkandung di dalam bahasa

dan diekspresikan melalui bahasa, bukan melalui cara lain. Ketika kita berbicara

tentang bahasa, sebagian besar yang kita bicarakan adalah budaya.

Bahasa yang dipakai oleh penduduk kei adalah Bahasa Kei, Bahasa Kur,

Bahasa Banda. Kosakata dalam bahasa kei memiliki fonem V (seperti V pada Via

dalam Bahasa Latin) yang berbeda dengan fonem F dan P. Penduduk wilayah Utara

Pulau Kei Besar membedakan fonem R seperti pada kata Rata dalam Bahasa

Indonesia, dengan fonem R seperti pada français /fʁɑ̃ sɛ/ dalam bahasa Perancis.

Meskipun demikian, dalam bentuk tertulis, kedua fonem ini tidak dibedakan.

Page 4: Bahasa Kei

4

Kosa kata Bahasa Kei modern mencakup banyak kata serapan dari banyak

bahasa lain terutama Bahasa Melayu. Sebagian besar adalah nomina, yakni nama

beberapa benda yang baru dikenal masyarakat Kepulauan Kei pada akhir abad ke-19.

Kata-kata yang memiliki huruf P dan G dapat dipastikan merupakan kata serapan,

karena kedua fonem tersebut tidak dikenal dalam kosa kata Bahasa Kei asli.

Bertolak dari hal diatas maka adapun masalah yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Bagaimana Sruktur dan kosa kata dalam Bahasa Kei.

2. Bagaimana Peran bahasa Kei dalam lingkungan dan pengaruhnya

terhadap penguasaan bahasa ?

3. Bagaimana Pengembangan bahasa kei dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara ?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini dalah sebagi berikut:

1. Mengetahui Sruktur dan kosa kata dalam Bahasa Kei.

2. Mengetahui Peran bahasa Kei dalam lingkungan dan pengaruhnya

terhadap penguasaan bahasa ?

3. Mengetahui Pengembangan bahasa kei dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara.

1.4. Manfaat penulisan

Manfaat penulisan ini adalah Bahan Informasi dalam pengembangan ilmu

di bidang Lingustik Bandingan.

Page 5: Bahasa Kei

5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Struktur Bahasa Kei (Evav)

Pada umumnya, orang mempelajari bahasa Evav secara lisan saja yaitu

mendengar percakapan-percakapan dalam bahasa Evav lalu menghafal kata-kata itu.

Belum ada Tata Bahasa yang baku sehingga masyarakat Evav sendiri mengalami

kesulitan untuk menulis dan mengucap (membaca) ejaan bahasa Evav. Maka bahan

pelajaran penting dalam bahasa Evav adalah cara menulis dan mengucap ejaan bahasa

Evav. Bahasa Evav juga belum memiliki sistem tulisan yang baku, padahal ada

banyak kata-kata Evav yang sama atau mirip susunan hurufnya, tetapi mempunyai

arti yang berbeda jika diucapkan dengan intonasi (tekanan suara) atau bunyi ejaan

yang berbeda. Maka sebelum mempelajari bahasa Evav lebih lanjut, perhatikanlah

beberapa pedoman menulis dan mengucap ejaan bahasa Evav seperti berikut ini.

2.1.1. Bunyi Huruf Vokal a,i,u,e,o

1. Jika huruf vokal tunggal ditulis dengan tanda garis pendek ( _ ) dibawahnya, maka

diucap pendek dengan sedikit tekanan suara (bunyi vokal pendek).

Contoh:

lek (kera) diucap pendek dengan sedikit tekanan suara, sedangkan lek (jatuh) diucap

pendek tanpa tekanan suara.

tev (tebu) diucap pendek dengan sedikit tekanan suara, sedangkan tev (lempar) diucap

pendek tanpa tekanan suara.

2. Jika huruf vokal kembar ditulis dengan tanda garis panjang ( __ ) dibawahnya,

maka diucap agak panjang dengan sedikit tekanan suara (bunyi vokal panjang).

Contoh:

Page 6: Bahasa Kei

6

laar (layar) diucap agak panjang dengan sedikit tekanan suara, sedangkan lar (darah)

diucap pendek tanpa tekanan suara.

tuun (tanjung) diucap agak panjang dengan sedikit tekanan suara, sedangkan tun

(bakar, panggang) diucap pendek tanpa tekanan suara.

3. Jika huruf vokal kembar ditulis tanpa tanda garis dibawahnya, maka diucap

berulang dengan sedikit tekanan suara pada huruf kedua (bunyi vokal berulang).

Contoh:

laar (layar) diucap agak panjang dengan sedikit tekanan suara, sedangkan lar (darah)

diucap pendek tanpa tekanan suara.

tuun (tanjung) diucap agak panjang dengan sedikit tekanan suara, sedangkan tun

(bakar, panggang) diucap pendek tanpa tekanan suara.

Jika huruf vokal kembar ditulis tanpa tanda garis dibawahnya, maka diucap berulang

dengan sedikit tekanan suara pada huruf kedua (bunyi vokal berulang).

Contoh:

laai (besar) diucap berulang dengan sedikit tekanan suara pada huruf kedua,

sedangkan lai (merambat, merayap) diucap pendek tanpa tekanan suara.

faar (menyalakan api) diucap berulang dengan sedikit tekanan suara pada huruf

kedua, sedangkan far (membanting) diucap pendek tanpa tekanan suara.

vuut (ikan) diucap berulang dengan sedikit tekanan suara pada huruf kedua,

sedangkan vut (sepuluh) diucap pendek tanpa tekanan suara.

2.1.2. Kata Ganti Orang

Kata Ganti Orang adalah kata yang dipakai untuk menggantikan kata benda, dan

berfungsi untuk menerangkan diri atau orang yang dimaksud.

Kata Ganti Orang Pokok: Kata Ganti Orang Pengganti:

Yaau (saya) U (saya)

O (engkau) Um atau Mu (engkau)

Page 7: Bahasa Kei

7

I (dia) En atau Na (dia)

Am (kami) Ma (kami)

Im (kalian) Bi (kalian)

It (kita) Ta (kita)

Hir (mereka) Er atau Ra (mereka)

Kata Ganti Orang Pokok sebagai subyek kalimat digunakan untuk membuat

kalimat yang lengkap. Sedangkan Kata Ganti Orang Pengganti sebagai subyek

kalimat digunakan untuk membuat kalimat yang singkat.

Contoh 1: Kalimat Lengkap Kalimat Singkat

(1) Saya makan nasi Yaau u an kokat U an kokat

(2) Engkau makan nasi O um an kokat Um an kokat atau Mu an kokat

(3) Dia makan nasi I en an kokat En an kokat a tau N a an kokat

(4) Kami makan nasi Am ma an kokat Ma an kokat

(5) Kalian makan nasi Im bi an kokat Bi an kokat

(6) Kita makan nasi It ta an kokat Ta an kokat

(7) Mereka makan nasi Hir er an kokat Er an kokat atau Ra an kokat

Penjelasan (lihat Contoh 1 diatas):

a. Kalimat Lengkap (Kata Ganti Orang Pokok sebagai subyek kalimat)

Yaau (saya) + u (pasangan kata ganti Yaau) + kata kerja an (makan) + kata

keterangan kokat (nasi).

O (engkau) + um (pasangan kata ganti O) + kata kerja an (makan) + kata

keterangan kokat (nasi).

I (dia) + en (pasangan kata ganti I) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat

(nasi).

Am (kami) + ma (pasangan kata ganti Am) + kata kerja an (makan) + kata

keterangan kokat (nasi).

Im (kalian) + bi (pasangan kata ganti Im) + kata kerja an (makan) + kata

keterangan kokat (nasi).

Page 8: Bahasa Kei

8

It (kita) + ta (pasangan kata ganti It) + kata kerja an (makan) + kata keterangan

kokat (nasi).

Hir (mereka) + er (pasangan kata ganti Hir) + kata kerja an (makan) + kata

keterangan kokat (nasi).

b. Kalimat Singkat (Kata Ganti Orang Pengganti sebagai subyek kalimat)

U (pasangan kata ganti Yaau) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat

(nasi).

Um atau Mu (pasangan kata ganti O) + kata kerja an (makan) + kata keterangan

kokat (nasi).

En atau Na (pasangan kata ganti I) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat

(nasi).

Ma (pasangan kata ganti Am) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat

(nasi).

Bi (pasangan kata ganti Im) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi).

Ta (pasangan kata ganti It) + kata kerja an (makan) + kata keterangan kokat (nasi)

.Er atau Ra (pasangan kata ganti Hir) + kata kerja an (makan) + kata keterangan

kokat (nasi).

c. Kalimat dengan Kata Ganti Orang Pokok sebagai subyek kalimat merupakan

bentuk Kalimat Lengkap. Sedangkan kalimat dengan Kata Ganti Orang Pengganti

sebagai subyek kalimat merupakan bentuk Kalimat Singkat yang sering digunakan

dalam percakapan sehari-hari (bahasa lisan). Kedua bentuk kalimat diatas, walaupun

berbeda susunannya tetapi mempunyai arti yang sama.

d. Setiap huruf awal dari Kata Ganti Orang, disarankan supaya ditulis dengan huruf

besar supaya membedakan dari kata-kata lain yang sama bentuknya tetapi berbeda

artinya, seperti: I (dia) sedangkan i (ini,itu), It (kita) sedangkan it (melihat), dan lain-

lain.

Page 9: Bahasa Kei

9

2.2. Kosa kata bahasa Kei (Evav)

Kata-kata dalam bahasa Kei masih memiliki kemiripan dengan bahasa-bahasa

rumpun austronesia lainnya, misalnya:

Tahit (Bahasa Melayu: Tasik, Laut, Danau)

Nur (Bahasa Melayu: Nyiur, Kelapa)

Roan (Bahasa Kawi: Ron, Daun)

Lajaran (Bahasa Jawa: Jaran, Kuda)

Manut (Bahasa Jawa: Manuk, unggas)

Tom (Bahasa Minangkabau: Tambo, Hikayat)

2.2.1 Nomina

Nomina dalam bahasa Kei secara umum terbagi atas nomina independen dan nomina

dependen.

Nomina independen adalah golongan kata benda yang dapat diucapkan sendiri, tanpa

harus diberi sufiks pronomina, misalnya:

Rahan = Rumah

Ler = Matahari

Nuhu = Pulau

Nomina dependen adalah golongan kata benda yang lazimnya tidak diucapkan tanpa

diberi sufiks pronomina, misalnya:

Lim-ang = Tangan-ku

Ren-am = Ibu-mu

Yan-an = Anak-nya

2.2.2. Pronomina

Pronomina personal:

Page 10: Bahasa Kei

10

o Ya'au,= saya

o O = kau

o I = dia

o It = kita

o Am = kami

o Im = kalian

o Hir = mereka

Pronomina demonstratif:

o En'i, ain'i = yang ini

o En'he, ain'he = yang itu

Pronomina interogatif:

o Hira'= siapa

o Aka = apa

Tal aka, niraan aka = mengapa

o Be = mana, di mana, ke mana

Ainbe, enbe = yang mana

Fel be = bagaimana

Nanan be = bilamana

2.2.3. Adjektiva posesif

Adjektiva posesif dalam bahasa Kei digunakan untuk menunjukkan kepemilikan atas

nomina independen yang mengikutinya, misalnya:

Ning kubang = uangku

Mu kubang = uangmu

Ni kubang = uangnya

Did kubang = uang kita

Mam kubang = uang kami

Page 11: Bahasa Kei

11

Bir kubang = uang kalian

Rir kubang = uang mereka

Pronomina yang diikuti adjektiva posesif berfungsi sebagai pronomina posesif yang

menunjukkan kepemilikan atas nomina independen yang mendahuluinya, misalnya:

Nuhu i ya'au ning = pulau ini milikku

Nuhu i am mam = pulau ini milik kami

Bergantung pada konteks kalimatnya, jika pronomina yang diikuti adjektiva posesif

tersebut mendahului nomina, maka dapat bermakna pronomina posesif, misalnya:

O mu nuhu i = milikmulah pulau ini

It did nuhu i = milik kitalah pulau ini

Dan dapat pula sekedar mempertegas adjektiva posesif yang mengikutinya, misalnya:

Ya'au ning ravit namsait rak = ning ravit namsait rak = bajuku sudah koyak.

2.2.4. Adjektiva

Adjektiva bahasa Kei senantiasa mengikuti nomina yang diterangkannya, misalnya:

Vat la'ai = Batu besar (la'ai = besar)

Ravit kamumum = Baju ungu (kamumum = ungu), atau baju kebesaran

(karena baju berwarna ungu atau lembayung lazimnya dikenakan dalam

upacara tradisional Kei)

Ai baloat = Kayu panjang (baloat/bloat = panjang)

2.2.5. Verba

Dalam percakapan, verba bahasa Kei biasanya dirangkai dengan awalan yang

menunjukkan pelaku, misalnya:

Page 12: Bahasa Kei

12

kata dasar: tod = hela

o utod = saya menghela

o umtod = engkau menghela

o entod = dia menghela

o ittod = kita menghela

o amtod = kami menghela

o imtod = kalian menghela

o ertod = mereka menghela

Pengimbuhan awalan yang menunjukkan pelaku tersebut tidak merubah pengucapan

kata dasarnya (kecuali pada beberapa verba tertentu), sehingga perlu dipisahkan

dengan verba yang diawali huruf vokal, agar tidak dibaca bersambung, misalnya:

kata dasar: eak = ikat

o u'eak = saya mengikat

o um'eak = engkau mengikat

Pada Verba tertentu, terjadi variasi awalan yang menunjukkan pelaku, misalnya:

kata dasar: fla = lari

o ufla = saya lari

o mufla = engkau lari

o nefla = dia lari

o tefla = kita lari

o mefla = kami lari

o befla = kalian lari

o refla = mereka lari

kata dasar: an = makan

o uan= saya makan

o muan = engkau makan

o na'an = dia makan

Page 13: Bahasa Kei

13

o ta'an = kita makan

o maan = kami makan

o mian = kalian makan

o ra'an = mereka makan

2.2.6. konjungsi

Ma = maka, lalu, kemudian

Ne = dan, tetapi, sedangkan

Ibo = tetapi

hov, enhov = dan, dengan

2.2.7. Fonologi

Fonem konsonan asli: b, d, f, h, j, k, l, m, n, r, s, t, v, w, y, ng, ny.

Fonem konsonan serapan: c, g, p, q, x, z.

Fonem vokal: a, i, u, e, o (pendek); aa, ii, uu, ee, oo (panjang); ai, au, oi, eu

(diftong).

Bahasa mempunyai tujuh vokal.

Depan Belakang

Lidah i u

Tinggi I U

Lidah e o

Rendah a

Bahasa Kei mempunyai enam belas (16) konsonan.

Page 14: Bahasa Kei

14

Sebagaimana telah disinggung diatas, tekanan kata jatuh pada suku kata terakhir.

Dengan demikian jelaslah bahwa bahasa Kei mempunya semivokal dan vokal

rangkap.

/siw/ 'sembilan'

/ohoy/ 'kampung'

fan 'memanah'

fa'an 'memberi makan'

faan 'umpan'

Bentuk suku kata adalah (K)nVK)n

V ; o 'engkau'

VK ; ut 'kita'

KVK ; hir 'mereka'

KKV ; sbo 'sarung'

KKVK ; skuk 'burung hitam'

KVKK ; var-benaun /var.be.nawn/ 'rakus'

Bentuk kata adalah (S)n 'S

S ; u 'rotan', ru 'dua', suk 'cumi-cumi', slar 'jagung'

S'S ; nean 'enam', yahau 'anjing', branran 'laki-laki'

Page 15: Bahasa Kei

15

SS'S ; metmetan 'hitam sekali', ngaritin 'dangkal'

SSS'S ; enmalmalit 'dia ketawa', enfabahel 'dia melukai'

2.2.8. Morfologi

Kata ganti persona dan akhiran adalah sebagai berikut :

Tanda milik :

lima-ng 'tanganku'

yamar 'ayah mereka'

i ni rahan 'rumahnya'

it did skol 'sekolah kita'

Pada umumnya bagian awal kata sajalah yang diulangi untuk membentuk kata ulang.

sian 'buruk' --> sisian 'rusak sama sekali'

smer 'pagi' --> smermer 'pagi-pagi'

Kata majemuk dibentuk dari awal akar kata.

yana-d + ura -d ---> yan-ur 'pihak penerima mempelai wanita'

anak 1ji saudara 1ji

yea -n + lima -n ---> ye-lim 'sumbangan'

Page 16: Bahasa Kei

16

kaki 3t tangan 3t

Ada beberapa jenis adjektiva :

-----------Contoh---------

Biasa benau avled 'banyak makanan'

ma- benau mafun 'makanan lembek'

nga- benau ngahong 'makanan pedas'

ka- benau kahir 'makanan asin'

Verba bahasa Kei dapat diawali dengan satu sampai dengan tiga jenis awalan.

Awalan pertama disesuaikan dengan persona subjek. Awalan ketiga sering

menunjukan peranan subjek. Akhiran lokatif -ik berfungsi seperti akhiran lokatif -i

bahasa Indonesia (seperti : men-dekat-i).

3t - TS - balik lebleb na-m- divu 'perahu tenggelam'

i wari-n en-fa-t mur -ik ya'au 'adiknya membelakangi saya' (tidak mau

melihat saya)

dia adik-3t 3t-JK-PS-belakang-LOK saya

Page 17: Bahasa Kei

17

2.2.9. Bilangan dalam bahasa Kei

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

sa ru tel vaak lim nean fit wau siuw Vut

Angka Kata

11 vut ensa

12 vut enru

13 vut entel

14 vut enfaak

15 vut enlim

16 vut ennean

17 vut enfit

18 vut enwau

19 vut ensiu

20 Vutru

21 vutru ensa

22 vutru enru

23 vutru entel

30 Vuttel

40 Vutfaak

50 Vutlim

60 Vutnean

100 Ratut

101 ratut ensa

Page 18: Bahasa Kei

18

102 ratut enru

120 ratut vutru

121 ratut vutru ensa

200 Ratru

500 Ratlim

1.000 Rivun

1.001 rivun ensa

1.002 rivun enru

1.010 rivun envut

1.011 rivun vut ensa

1.020 rivun vutru

1.021 rivun vutru ensa

1.500 rivun ratlim

1.520 rivun ratlim vutru

1.522 rivun ratlim vutru enru

2.000 Rivunru

5.000 Rivunlim

10.000 Rivunvut

99.999 rivunvutsiu ratsiu vutsiu ensiu

Page 19: Bahasa Kei

19

2.3. Peran bahasa Kei dalam lingkungan dan pengaruhnya terhadap

penguasaan bahasa.

Lingkungan bahasa adalah bahasa yang ada di sekitar anak, baik yang

keberadaannya bersifat alamiah maupun yang keberadaannya karena disengaja.

Berdasarkan hal itu, lingkungan bahasa dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

lingkungan bahasa alamiah (informal) dan lingkungan bahasa tidak alamiah (formal)

(Huda, 1999). Jika fokus pembicara adalah isi komunikasi, lingkungan bahasa itu

disebut alamiah; jika fokus pembicara adalah bentuk bahasa, lingkungan bahasa itu

disebut tidak alamiah (Dulay dan Burt, 1982). Lingkungan bahasa informal pada

umumnya ada di luar kelas. Akan tetapi, lingkungan semacam ini juga ada di dalam

kelas. Dikatakan demikian karena, seperti dikemukakan di atas, lingkungan bahasa

informal adalah lingkungan penggunaan bahasa untuk tujuan-tujuan komunikasi.

Sebagaimana kita ketahui, di dalam kelas, bahasa pada umumnya digunakan untuk

tujuan komunikasi, yakni menyajikan atau mendiskusikan materi pelajaran.

Sebaliknya, lingkungan bahasa formal adanya terutama di dalam kelas, khususnya di

kelas bahasa, dalam bentuk pengajaran formal kaidah-kaidah bahasa.

Kedua lingkungan bahasa itu berpengaruh terhadap percepatan penguasaan

bahasa oleh anak. Namun demikian, pengaruh yang diberikan oleh kedua jenis

lingkungan bahasa itu berbeda-beda (Huda, 1999). Untuk menjelaskan hal itu, dua

hipotesis dari Ellis (dalam Huda, 1999) perlu dikemukakan di sini, yaitu: hipotesis

non-interface dan hipotesis interface. Kedua hipotesis itu berbeda dalam hal tipe

pengetahuan linguistik, yakni: pengetahuan eksplisit dan pengetahuan implisit, dan

interaksi antara keduanya. Pengetahuan linguistik eksplisit ditunjukkan oleh adanya

kesadaran akan kaidah-kaidah bahasa Kei. Pengetahuan linguistik implisit

ditunjukkan oleh kemampuan menghasilkan wacana yang sesuai dengan kaidah-

kaidah bahasa tanpa adanya kesadaran akan kaidah-kaidah itu.

Page 20: Bahasa Kei

20

Menurut para pendukung hipotesis non-interface, bahasa di kuasai oleh anak

karena adanya lingkungan bahasa formal dan lingkungan bahasa informal. Dari yang

pertama, anak mempelajari bahasa; sementara dari yang kedua, anak memperoleh

bahasa. Pemerolehan memiliki peranan sentral dalam kaitannya dengan kemampuan

anak memproduksi wacana, sementara pembelajaran hanya membantu sebagai

monitor. Fungsi utama monitor adalah meningkatkan keakuratan bahasa yang

diproduksi. Tidak ada cara mengubah pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan

implisit. Ini berarti bahwa belajar gramatika tidak secara langsung meningkatkan

penguasaan bahasa, sehingga dengan demikian, yang lebih memberi kontribusi

kepada perkembangan penguasaan bahasa anak adalah lingkungan bahasa informal.

Sebagaimana dikatakan oleh Dulay dan Burt (1982), lingkungan bahasa alamiah

tampak meningkatkan perkembangan keterampilan komunikasi. Secara jelas,

pemajanan yang alamiah kepada suatu bahasa memicu terjadinya pemerolehan

keterampilan berkomunikasi dalam bahasa itu secara bawah sadar.

Tentang bagaimana bahasa dikuasai secara informal, melalui pemerolehan,

dijelaskan oleh sebuah hipotesis yang disebut Hipotesis Input. Hipotesis ini

dikemukakan oleh Karshen dan Terrel (1984). Menurut hipotesis ini, anak tidak

mempelajari bahasa, tetapi memperoleh bahasa. Bahasa itu diperoleh melalui

pemahaman atas masukan bahasa yang sedikit lebih sulit dripada bahasa yang telah

dikuasai oleh anak, yang diterima dari penggunaan bahasa di sekitarnya, apakah itu

bahasa lisan atau bahasa tulis. Dengan demikiam, menyimak dan membaca

merupakan dua hal penting dalam rangka memperoleh bahasa. Sementara, berbicara

dan menulis, menurut hipotesis ini, akan tumbuh dengan sendirinya pada diri anak,

begitu mereka memiliki kompetensi yang didapat melalui masukan yang dipahami.

Tumbuhnya keterampilan menulis telah terbukti lebih dipicu oleh banyaknya

aktivitas membaca yang dilakukan atas inisiatif sendiri daripada oleh pengajaran

keterampilan menulis yang disengaja (Krashen, dalam Ellis, 1990).

Pendukung hipotesis interface berpendapat bahwa pengetahuan linguistik

eksplisit dan pengetahuan linguistik implisit bukanlah merupakan dua hal yang

sepenuhnya terpisah. Pengetahuan linguistik eksplisit dapat berubah menjadi

Page 21: Bahasa Kei

21

pengetahuan linguistik implisit; demikian juga sebaliknya. Menurut Bialystock

(dalam Huda, 1999), praktik, misalnya, merupakan mekanisme untuk mengubah

pengetahuan linguistik yang eksplisit menjadi pengetahuan linguistik implisit. Karena

adanya mekanisme pengubahan semacam ini, baik pengetahuan linguistik eksplisit

maupun pengetahuan linguistik implisit dapat diperoleh dari dua sumber, yaitu:

lingkungan bahasa informal dan lingkungan bahasa formal. Dengan demikian, kedua

lingkungan bahasa itu memiliki peranan yang sama dalam meningkatkan penguasaan

bahasa oleh anak. Jika kedua hipotesis di atas dicermati, tampak ada kesamaan

(Huda, 1999). Kesamaan itu terletak pada dukungan akan kuatnya peranan

pengetahuan linguistik implisit. Hipotesis non-interface secara jelas menunjukkan

dukungan ini. Hipotesis interface secara tidak langsung menyatakan bahwa

pengetahuan linguistik eksplisit memberikan kontribusi secara tidak langsung kepada

kemampuan komunikasi.

2.4. Pengembangan Bahasa Kei Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Ada beberapa alasan mengapa penggunaan bahasa daerah Kei sebagai bahasa

pengantar dalam pengajaran ditawarkan. Alasan pertama berkaitan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pendidikan dan kebudayaan termasuk bidang

pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Dalam bab IV, pasal 7 UU Nomor

22, Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah disebutkan, “kewenangan daerah

mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan

dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, militer dan fiskal,

agama, serta kewenangan bidang lain”. Bahkan, bidang pendidikan dan kebudayaan

merupakan salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah

Kabupaten dan Daerah Kota, sebagaimana disebutkan dalam pasal 11, ayat 2, bab IV

UU itu. Dengan demikian, menjadikan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar di

lembaga pendidikan tidak begitu menjadi masalah bagi pemerintah daerah karena

merupakan bagian dari kewenangannya. Dalam bab VII, UU Nomor 20, Tahun 2003,

tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 33, tentang bahasa pengantar disebutkan

bahwa bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia (ayat 1);

Page 22: Bahasa Kei

22

namun, bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal

pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau

keterampilan tertentu (ayat 2).

Alasan kedua berkaitan dengan upaya “memaksa” orang tua untuk menggunakan

bahasa daerah Kei ketika berkomunikasi dengan anaknya di dalam keluarga/di rumah.

Sementara ini, salah satu alasan para orang tua suku Bali menggunakan bahasa Bali

yang diselipi unsur-unsur bahasa Indonesia, atau, bahkan bahasa Indonesia secara

murni di rumah adalah agar anak-anak mereka bisa berbahasa Indonesia untuk

kepentingan komunikasi dalam situasi tertentu (Sutama dan Suandi, 2000). Bisa jadi

situasi tertentu yang dimaksud adalah pembelajaran di lembaga pendidikan yang

memiliki kecenderungan kuat untuk menggunakan bahasa Indonesia sejak di taman

kanak-kanak sebagai bahasa pengantarnya. Dugaan ini masuk akal karena siapa pun

akan khawatir kalau anak-anaknya tidak bisa mengikuti kegiatan belajar di kelas

karena tidak bisa menguasai bahasa pengantar yang digunakan. Oleh karena itu,

penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran di kelas

akan mendorong para orang tua untuk membiasakan anak-anak mereka berbahasa

daerah di rumah sebelum memasuki dunia sekolah.

Pada tanggal 25 s.d. 27 Oktober 1990 seminar bahasa Kei yang pertama

diselenggarakan di Tual, Maluku Tenggara melalui kerjasama Universitas Pattimura

dan Pemerintah Tingkat II Maluku Tenggara. Peserta seminar menyepakati tiga hal,

masih sedang dikembangkan.

Ejaan praktis yang baku bagi Bahasa Kei (Ejaan ini sangat mirip dengan

Bahasa Indonesia).

Penggunaan Bahasa Kei sebagai dan bahasa pengantar di samping Bahasa

Indonesia di kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar dikawasan Bahasa Kei.

Perlu dibentuk suatu wadah Bahasa Kei guna mendokumentasikan, membina,

dan mengembangkan Bahasa Kei.

Page 23: Bahasa Kei

23

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada umumnya, orang mempelajari bahasa Evav secara lisan saja yaitu mendengar percakapan-percakapan dalam bahasa Evav lalu menghafal kata-kata itu. Belum ada Tata Bahasa yang baku sehingga masyarakat Evav sendiri mengalami kesulitan untuk menulis dan mengucap (membaca) ejaan bahasa Evav. Maka bahan pelajaran penting dalam bahasa Evav adalah cara menulis dan mengucap ejaan bahasa Evav. Bahasa Evav juga belum memiliki sistem tulisan yang baku, padahal ada banyak kata-kata Evav yang sama atau mirip susunan hurufnya, tetapi mempunyai arti yang berbeda jika diucapkan dengan intonasi (tekanan suara) atau bunyi ejaan yang berbeda.

2. Menurut para pendukung hipotesis non-interface, bahasa di kuasai oleh anak karena adanya lingkungan bahasa formal dan lingkungan bahasa informal. Dari yang pertama, anak mempelajari bahasa; sementara dari yang kedua, anak memperoleh bahasa. Pemerolehan memiliki peranan sentral dalam kaitannya dengan kemampuan anak memproduksi wacana, sementara pembelajaran hanya membantu sebagai monitor. Fungsi utama monitor adalah meningkatkan keakuratan bahasa yang diproduksi. yang lebih memberi kontribusi kepada perkembangan penguasaan bahasa anak adalah lingkungan bahasa informal.

3. masih sedang dikembangkan. a. Ejaan praktis yang baku bagi Bahasa Kei (Ejaan ini sangat mirip dengan Bahasa Indonesia). b. Penggunaan Bahasa Kei sebagai dan bahasa pengantar di samping Bahasa Indonesia di kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar dikawasan Bahasa Kei. c. Perlu dibentuk suatu wadah Bahasa Kei guna mendokumentasikan, membina, dan mengembangkan Bahasa Kei.

3.2. Saran

Kepada pemerintah daerah Maluku Tenggara dan Kota Tual agar lebih lagi memperhatikan penggunaan bahasa daerah Kei dalam kehidupan sehari-hari dan kehidupan di sekolah dengan cara memberikan satu hari khusus untuk berbicara bahasa daerah Kei di kantor dan di sekolah-sekolah.

Page 24: Bahasa Kei

24

DAFTAR PUSTAKA

Anonby, Stan J. 1999. “ Reversing Language Shift: Can Kwak’wala Be Revived” dalam Reyhner, Jon dkk. (Ed.). Revitalizing Indigenous Languages. Flagstaff, AZ: Northern Arizona University.

Dharma. A. 2011. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Daerah. International

seminar” Language Maintenance and Shift”. Diponegoro University. Semarang.

Fhionna. 2013. BAHASA KEI (Veveu Evav).http//www.marri-belajar-dan-

mengenal-bahasa-kei.html. diakses tanggal 18 Juni 2013. Fishman, Joshua. 1996. “What Do You Lose When You Lose Your Language?”

dalam Cantoni, G. Stab di akses tanggal 15 Juni 2013. Tamher. H. 2012. Laporan Hasil Penelitian Satu Abad : Ed, Travis, Universitas

Pattimura dan Summer Institute of Linguistics" diakses tanggal 15 Juni 2013. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah. Surabaya: Diperbanyak oleh Karya Anda. @Wiroi, 2010. Kepulauan Kei – Negeri Mutiara di wallacea. http//www. kepulauan-

kei-negeri-seribu-pulau-.html. Diakses Tanggal 15 Juni 2013.

Page 25: Bahasa Kei

25

Lampiran 1. Kamus Bahasa Kei

✽ Personal: - Saya= Ya'au - Kamu= o - Dia= i - Kalian= Im - Kita= It - kami= am - Mereka= Hir ✽Kata Interogatif, misalnya: - Hira= siapa - Aka= apa - Tal aka niraan aka= mengapa - Be= mana, dimana - Ainbe, enbe= yg mana - Felbe= bagaimana - Nanan be= bilamana ✽ Kata Sambung, misalnya: - Ma= maka, lalu, kemudian - Ne= dan, tetapi, sedangkan - Ibo= tetapi - Hov,Inhov= dan, dengan ✽Anggota Tubuh: Iyan= Kaki Liman= Tangan kukun= kuku Ivun= perut Un= kepala (Un Vat= kepala batu/keras kepala) Nirun= Hidung (Nirun Tabongan= Hidung pesek) Matan= mata Arun= telinga Murun= Rambut (murun kuk= Keriting :p) Lar= Darah

Page 26: Bahasa Kei

26

Nivan= Gigi ✽ Kata yang menunjukan kepunyaan: Misalnya: - Ning Kubang= Uangku - Mu Kubang= Uangmu - Ni Kubang= Uangnya - Did Kubang= Uang kita - Mam Kubang= Uang kami - Bir Kubang= Uang kalian - Rir Kubang= Uang mereka ✽KOSA KATA Mama= Renan Bapa= Yaman anak= yanan Kakek= Toran Nenek= Tebtuan Ipar= Ivar Guru= Gur Umat= Orang koko; ko beran= Laki-Laki vat-vat; Ko vat=Perempuan Ler= Matahari Murin= Luar Ran= Dalam Kidin= Sebelah Semermer= Pagi (Smermer yat= Pagi Buta) Hamar= siang Dedan= Malam Nuhu= Pulau Tahit= Laut Ohoi= Kampung Vat= batu Ngur= pasir= ngur Tanat= tanah Fid= pintu Snivut= jendela

Page 27: Bahasa Kei

27

Rumah= rahan Seng kubang= Uang Ndok= duduk Ndir= berdiri Hanarun= Cantik, Ganteng Fikir= Pikir Wahid= Tidak Suhut= Sakit Malit= tertawa naron= menangis Vaw= Kawin bayal= Banyak jalan Besa= semua Siksa= Susah Nalek= Jatuh = nalek Roan= Daun Ava= Barang Bok-bok= baik Sesian= tidak baik Fla= Lari Fangnan= Sayang Insian= Malas sian= Rusak baloat/bloat= Panjang Ai= Kayu ( Ai Bloat= Kayu Panjang) Vat= Batu (Vat la'ai= Batu Besar)

✽Penggabungan Kata / Jadi Sebuah Kalimat: - Ya'au ning ravit namsait rak= Bajuku sudah robek/rusak. - Hir ba' Ngur Bloat= Mereka pergi ke Pasir Panjang (Ngur Bloat=pasir panjang) - Limang kidin Suhut= Tangan sebelah sakit - Tanat i ya'au ning= Tanah ini milikku - Tanat i am mam= Tanah ini milik kami