reponsi jantung hhd
-
Upload
anisa-febrina -
Category
Documents
-
view
60 -
download
10
Transcript of reponsi jantung hhd
Responsi
SEORANG PRIA 76 TAHUN DENGAN HHD DAN DECOMPENSASIO
CORDIS NYHA III
Disusun oleh :
Albertus Bayu K G99121003
Diena Ashlihati G99122035
Anisa Febrina D G99122015
M. Abdul Basith G99122068
Pembimbing :
dr. Triadhy Nugraha YS, Sp. JP. FIHA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT JANTUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. M
Umur : 76 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama
Status
Pekerjaan
: Islam
: Menikah
: Pensiunan
Alamat : Tuban Lor Gondangrejo, Karanganyar
Tanggal Masuk
Tanggal Pemeriksaan
: 11 November 2013
: 14 November 2013
No. RM : 00834593
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Sesak napas
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 6 jam SMRS pasien mengeluhkan sesak napas. Sesak napas
dirasakan pasien saat beraktivitas ringan seperti berjalan dekat. Sesak tidak
menghilang dengan istirahat. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca, debu,
kotoran, ataupun kondisi emosional pasien. Pasien terbangun tiba-tiba
pada malam hari karena sesak dengan frekuensi 1-2 kali dalam seminggu.
Saat tidur pasien menggunakan 2-3 bantal agar lebih nyaman. Aktivitas
sehari-hari pasien dirasakan terganggu. Pasien tidak mengeluhkan mual,
muntah, batuk, maupun pilek.
Pasien belum minum obat, karena keluhan sesak napasnya tidak
berkurang, pasien dibawa ke ke RSDM Dr. Moewardi.
1
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi
Riwayat DM
Riwayat asma
Riwayat alergi
: (+) selama 10 tahun, tidak rutin kontrol
: (+) selama 20 tahun, tidak rutin kontrol
: disangkal
: disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi
Riwayat DM
Riwayat asma
Riwayat alergi
: (+)
: disangkal
: disangkal
: disangkal
III.PEMERIKSAAN FISIK
A. Status generalis
1. Keadaan umum : compos mentis, GCS E4V5M6
2. Vital Sign : Tekanan Darah
HR
Nadi
RR
Suhu
Pain Score
: 130/80 mmHg
: 84x /menit
: 84x /menit, reguler, isi dan
tekanan cukup
: 20x/menit
: 36,8o C
: 2
3. Mata : conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
4. Leher : JVP tidak meningkat
5. Thorax : retraksi (-)
6. Cor : I : ictus cordis tak tampak
P: ictus cordis teraba di SIC VI 2 cm lateral
linea midclavicula sinistra, tidak kuat angkat.
P: batas jantung melebar ke caudolateral
A: bunyi jantung I-II, intensitas normal,
2
reguler, bising sistolik (+) 3/6 di apex
menjalar ke axilla
6. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi basah
halus (-/-)
7. Abdomen
8. Ekstremitas
: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
: Akral dingin
- -
- -
Oedem
- -
- -
3
IV. EKG
Tanggal 11 November 2013
4
EKG:
Sinus rythm, Heart Rate 64x/menit, Normoaxis, LVH
V. FOTO THORAK
Kesan : cardiomegali dengan mitral heart
5
VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM (11 November 2013)
Hemoglobin : 10,5 gr/dl (12,0-15,6)
Hematokrit : 32 % (33-45)
Eritrosit : 3,48 x 106/uL (4,10-5,10)
Leukosit : 7,2 x 103/uL (4,5-11,0)
Trombosit : 300 x 103/uL (150-450)
Golongan Darah : A
GDS : 131 mg/dL (60-140)
Ureum : 63 mg/dL (<50)
Creatinin : 2,1 mg/dL (0,8-1,3)
Na : 140 mmol/L (136-145)
K : 4,9 mmol/L (3,3-5,1)
Cl : 103 mmol/L (98-106)
HBsAg : Non reaktif
VI. RESUME
Pasien adalah seorang laki-laki 76 tahun yang datang dengan keluhan
utama sesak napas. Sesak napas ini muncul sejak 6 jam SMRS. Sesak napas
dirasakan pasien saat beraktivitas ringan seperti berjalan dekat. Sesak tidak
menghilang dengan istirahat serta tidak dipengaruhi oleh cuaca, debu, kotoran,
maupun kondisi emosional pasien. Pasien terbangun tiba-tiba pada malam hari
karena sesak dengan frekuensi 1-2 kali eminggu. Saat tidur pasien
menggunakan 2-3 bantal agar lebih nyaman. Aktivitas sehari-hari pasien
dirasakan terganggu. Pada pasien ini tidak didapatkan mual, muntah, batuk,
maupun pilek. Pada pasien didapatkan riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang
lalu, tidak rutin kontrol serta riwayat diabetes melitus sejak 20 tahun yang
lalu, tidak rutin kontrol. Dari riwayat penyakit keluarga didapatkan adanya
riwayat hipertensi.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum composmentis
(GCS E4V5M6) dengan tekanan darah 150/90 mmHg. dari hasil pemeriksaan
6
cor didapatkan ictus cordis tak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung
melebar ke caudolateral serta terdapat bising sistolik grade 3/6 di apex. Dari
hasil pemeriksaan pulmo didapatkan ronkhi basah halus (-/-).
Dari hasil pemeriksaan EKG didapatkan Sinus rythm, Heart Rate
64x/menit, Normoaxis dengan LVH. Dari hasil pemeriksaan laboraturium
didapatkan penurunan hemoglobin (10,5 gr/dl), hematocrit (32%) dan eritrosit
(3438 x 106/uL) serta peningkatan creatinin (2,1 mg/dL) dan ureum (63
mg/dL).
VII. DIAGNOSIS KERJA
A(x) : HHD
F(x) : Decompensasio Cordis NYHA III
E(x) : HT
Penyerta : PPOK, DM tipe II dan vertigo
VIII. TERAPI
1. Mondok bangsal
2. Mobilisasi bebas
3. O2 3 lpm nasal kanul
4. Diet jantung III dan diet DM
5. Infus RL 12 tpm
6. Injeksi furosemid 20mg/24 jam
7. Injeksi ranitidine 50 mg/12 jam
8. Difenhidramin 3x1
9. Tenapril 10 mg 1-0-0
10. ISDN 3x5 mg
11. Esvat 20 mg 0-0-1
12. Clopian 75 mg 1-0-0
13. Aspilet 80 mg 1-0-0
14. Nebulizer B:A 16 tts:16tts
7
IX. PLANING
1. Echocardiografi
2. Konsul interna dan neuro
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionam : ad malam
FOLLOW UP (DPH I)
A. PEMERIKSAAN FISIK (12 November 2013)
1. Keadaan umum : compos mentis, GCS E4V5M6
2. Vital Sign : Tekanan Darah
HR
Nadi
RR
Suhu
Pain Score
: 110/70 mmHg
: 68x /menit
: 68x /menit, reguler, isi dan
tekanan cukup
: 20x/menit
: 36,8o C
: 2
3. Mata : conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
4. Leher : JVP tidak meningkat
5. Thorax : retraksi (-)
6. Cor : I : ictus cordis tak tampak
P: ictus cordis tidak kuat angkat teraba di SIC
VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistra
P: batas jantung melebar ke caudolateral
A: bunyi jantung I-II, intensitas normal,
reguler, bising (+) 2/6 di apex
6. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi basah
8
halus (-/-)
7. Abdomen
8. Ekstremitas
: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
: Akral dingin
- -
- -
Oedem
- -
- -
B. DIAGNOSIS KERJA
A(x) : HHD
F(x) : Decompensasio Cordis NYHA III
E(x) : HT
Penyerta : PPOK, DM tipe II dan vertigo
C. TERAPI
1. Mobilisasi bebas
2. O2 3 lpm nasal kanul
3. Diet jantung III dan diet DM
4. Infus RL 12 tpm
5. Injeksi furosemid 20mg/24 jam
6. Injeksi ranitidine 50 mg/12 jam
7. Difenhidramin 3x1
8. Tenapril 10 mg 1-0-0
9. ISDN 3x5 mg
10. Esvat 20 mg 0-0-1
11. Clopian 75 mg 1-0-0
12. Aspilet 80 mg 1-0-0
13. Nebulizer B:A 16 tts:16tts
9
FOLLOW UP (DPH 2)
A. PEMERIKSAAN FISIK (13 November 2013)
1. Keadaan umum : compos mentis, GCS E4V5M6
2. Vital Sign : Tekanan Darah
HR
Nadi
RR
Suhu
Pain Score
: 120/60 mmHg
: 64x /menit
: 64x /menit, reguler, isi dan
tekanan cukup
: 28x/menit
: 36,8o C
: 2
3. Mata : conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
4. Leher : JVP tidak meningkat
5. Thorax : retraksi (-)
6. Cor : I : ictus cordis tak tampak
P: ictus cordis tidak kuat angkat teraba di SIC
VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistra
P: batas jantung melebar ke caudolateral
A: bunyi jantung I-II, intensitas normal,
reguler, bising (+) 2/6 di apex
6. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi basah
halus (-/-)
7. Abdomen
8. Ekstremitas
: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
: Akral dingin
- -
- -
Oedem
10
- -
- -
B. DIAGNOSIS KERJA
A(x) : HHD
F(x) : Decompensasio Cordis NYHA III
E(x) : HT
Penyerta : PPOK, DM tipe II, vertigo, dan dispepsia
C. TERAPI
1. Mobilisasi bebas
2. O2 3 lpm nasal kanul k/p
3. Diet jantung III dan diet DM
4. Infus RL 12 tpm
5. Injeksi furosemid 40 mg 1-0-0-0
6. Injeksi ranitidine 50 mg/12 jam
7. Tenapril 10 mg 1-0-0
8. Esvat 20 mg 0-0-1
9. Antacid syrup 3xC1
FOLLOW UP (DPH 3)
A. PEMERIKSAAN FISIK (14 November 2013)
1. Keadaan umum : compos mentis, GCS E4V5M6
2. Vital Sign : Tekanan Darah
HR
Nadi
RR
Suhu
Pain Score
: 110/60 mmHg
: 76x /menit
: 76x /menit, reguler, isi dan
tekanan cukup
: 21x/menit
: 36,8o C
: 2
3. Mata : conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
11
4. Leher : JVP tidak meningkat
5. Thorax : retraksi (-)
6. Cor : I : ictus cordis tak tampak
P: ictus cordis tidak kuat angkat teraba di SIC
VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistra
P: batas jantung melebar ke caudolateral
A: bunyi jantung I-II, intensitas normal,
reguler, bising (+) 2/6 di apex
6. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi basah
halus (-/-)
7. Abdomen
8. Ekstremitas
: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
: Akral dingin
- -
- -
Oedem
- -
- -
B. DIAGNOSIS KERJA
A(x) : HHD
F(x) : Decompensasio Cordis NYHA III
E(x) : HT
Penyerta : PPOK, DM tipe II dan vertigo (perbaikan)
C. TERAPI
1. Mobilisasi bebas
2. O2 3 lpm nasal kanul
3. Diet jantung 1700kkal
4. Infus RL 12 tpm
5. Furosemid 40mg 1-0-0-0
12
6. Ranitidine 2x150 mg
7. Difenhidramin 3x1
8. Tenapril 10 mg 1-0-0
9. Antacid syrup 3xC1
10. Lipite 40 g 1-0-0-0
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi Heart Disease
Sampai saat ini prevalensi di Indonesia berkisar antara 5-10% sedangkan
tercatat pada tahun 1978 proporsi penyakit jantung hipertensi sekitar 14,3% dan
meningkatkan menjadi sekitar 39% pada tahun 1985 sebagai penyebab penyakit
jantung di Indonesia.
Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut
sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian
kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Tidak
ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi sekunder dan sangat tergantung di
mana angka itu diteliti. Diperkirakan terdapat sekitar 6% pasien hipertensi
sekunder sedangkan di pusat rujukan dapat mencapai sekitar 35%. Hampir semua
hipertensi sekunder didasarkan pada 2 mekanisme yaitu gangguan sekresi hormon
dan gangguan fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal dini karena
komplikasi jantung (yang disebut sebagai penyakit jantung hipertensi). Juga dapat
menyebabkan strok, gagal ginjal, atau gangguan retina mata.
Hipertensi adalah peninggian tekanan darah diatas normal. Ini termasuk
golongan penyakit yang terjadi akibat suatu mekanisme kompensasi
13
kardiovaskuler untuk mempertahankan metabolisme tubuh agar berfungsi normal.
Mekanisme tersebut terjadi melalui sistem neurohumoral dan kardiovaskuler.
Apabila hipertensi tak terkontrol akan menyebabkan kelainan pada organ-organ
lain yang berhubungan dengan sistem-sistem tersebut, misalnya otak, jantung,
ginjal mata, aorta dan pembuluh darah tepi. Semakin tinggi tekanan darah, lebih
besar kemungkinan timbulnya penyakit-penyakit kardiovaskuler secara prematur.
Penyulit pada jantung dan segala manifestasi kliniknya, dinamakan penyakit
jantung hipertensi. Penyulit pada jantung ini bisa terjadi pada otot jantung, karena
otot jantung mengalami penebalan (hipertrofi) dan juga dapat terjadi pada
pembuluh darah koroner yang mengalami proses aterosklerosis yang dipercepat.
Dalam kenyataannya antara kedua mekanisme penyulit jantung tersebut terdapat
kaitan yang erat dan sering terjadi bersamaan.
1. Definisi
Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk
menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle
hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit
jantung kronis, yang disebabkan kerana peningkatan tekanan darah, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Hipertensi heart disease merujuk ke kondisi yang berkembang sebagai
akibat dari hipertensi, dimana sepuluh persen dari individu-individu dengan
hipertensi kronis yang telah mengalami pembesaran ventrikel kiri (left
ventricular hypertrophy) dengan tujuh kali lipat dari sifat mudah kena sakit
dan resiko kematian akibat kegagalan jantung congestive, gangguan hati
rhythms (ventrikel arrhythmias) dan serangan jantung (myocardial/
infarction).
2. Patofisiologi
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung
bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk
meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding
yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung.
14
Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung
dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan
payah jantung. Jantung semakin terancam seiring parahnya aterosklerosis
koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi kerana gabungan penyakit arterial
koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang bertambah akibat
penambahan massa miokard.
Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi
ventrikel kiri yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap
tahanan pembutuh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang
menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan
diastol. Pengaruh beberapa faktor humoral seperti rangsangan simpato-
adrenal yang meningkat dan peningkatan aktivasi sistem renin-angiotensin-
aldosteron (RAA) belum diketahui, mungkin sebagai penunjang saja.
Pengaruh faktor genetik disini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel kiri selama
hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya
aterosklerosis koroner. Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang
terjadi adalah difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik
ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa
efektif ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut
terus, hipertrofi menjadi tak teratur, dan akhirnya eksentrik, akibat
terbatasnya aliran darah koroner. Khas pada jantung dengan hipertrofi
eksentrik menggambarkan berkurangnya rasio antara massa dan volume, oleh
karena meningkatnya volum diastolik akhir. Hal ini diperlihatkan sebagai
penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi),
peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistol dan konsumsi oksigen
otot jantung, serta penurunan efek mekanik pompa jantung, Hal-hal yang
memperburuk fungsi mekanik ventrikel kiri berhubungan erat bila disertai
dengan penyakit jantung koroner.
3. Penyebab dan Faktor Resiko
Tekanan darah tinggi akan meningkatkan kerja jantung, dan seiring
waktu, hal ini dapat menyebabkan otot jantung menjadi lemah. Fungsi
15
jantung sebagai pompa terhadap peninggian tekanan darah di atrium kiri
diperbesar ke bilik jantung dan jumlah darah yang dipompa oleh jantung
setiap menit (output jantung) menjadi turun, dimana tanpa pengobatan,
gejala-gejala kegagalan jantung ingestive dapat berkembang.
Tekanan darah tinggi yang paling umum adalah faktor resiko untuk
penyakit jantung dan stroke. Ischemic dapat menyebabkan penyakit jantung
(penurunan suplai darah ke otot jantung pada kejadian anginapektoris dan
serangan jantung) dari peningkatan pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh
otot jantung yang lemah.
Tekanan darah tinggi juga memberikan kontribusi untuk bahan dari
dinding pembuluh darah yang pada gilirannya dapat memperburuk
atheroscherotis. Hal ini juga akan meningkatkan resiko serangan jantung dan
stroke.
4. Keluhan dan Gejala
Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien
tidak ada keluhan. Bila sistema baik, maka bisingnya disebabkan oleh:
Peninggian tekanan darah itu sendiri. Seperti berdebar-debar, rasa
melayang (dizzy) dan impoten.
Penyakit jantung/hipertensi vaskular seperti cepat capek, sesak
napas, sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak
kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis,
hematuria, pandangan kabur karena perdarahan retina, transient
serebral ischemic.
Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria,
dan kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatfin BB
dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing. Feokromositoma
dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak
keringat dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy).
5. Gambaran Klinik
Pada stadium dini hipertensi, tampak tanda-tanda akibat rangsangan
simpatis yang kronis. Jantung berdenyut cepat dan kuat. Terjadi hipersirkulasi
16
yang mungkin akibat aktifitas sistem neurohumoral yang meningkat disertai
dengan hipervolemia. Pada stadium selanjutnya, timbul mekanisme
kompensasi pada otot jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri yang difus,
tahanan pembuluh darah perifer meningkat.
Gambaran klinik seperti sesak natas, salah satu dari gejala gangguan
fungsi diastolik, tekanan pengisian ventrikel meningkat, walaupun fungsi
sistolik masih normal. Bila berkembang terus, terjadi hipertrofi yang
eksentrik dan akhirnya menjadi dilatasi ventrikel, dan timbul gejala payah
jantung. Stadium ini kadangkala disertai dengan gangguan pada faktor
koroner. Adanya gangguan sirkulasi pada cadangan aiiran darah koroner akan
memperburuk kelainan fungsi mekanik/pompa jantung yang selektif.
6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis dimulai dengan menilai keadaan umum:
memperhatikan keadaan khusus seperti: Cashing, feokromasitoina,
perkembangan tidak proporsionalnya tubuh atas dibanding bawah yang sering
ditemukan pada pada koarktwsio aorta. Pengukuran tekanan darah di tangan
kiri dan kanan saat tidur dan berdiri. Funduskopi dengan klasifikasi Keith-
Wagener-Barker sangat berguna untuk menilai prognosis. Palpasi dan
auskultasi arterikarotis untuk menilai stenosis atau oklusi.
Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung ditujukan untuk
menilai HVK dan tanda-tanda gagal jantung. Impuls apeks yang prominen.
Bunyi jantung S2 yang meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta.
Kadang ditemukan murmur diastolik akibat regurgitasi aorta, Bunyi S4
(gallop atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat dari peninggian tekanan
atrium kiri. Sedangkan bunyi S3 (gallop vetrikel atau protodiastolik)
ditemukan bila tekanan akhir diastolik ventnkel kiri meningkat akibat dari
dilatasi ventnkel kiri. Bila S3 dan S4 ditemukan bersama disebut summation
gallop. Paru perlu diperhatikan apakah ada suara napas tambaban seperti
ronki basah atau ronli kering/mengi. Pemeriksaan perut ditujukan untuk
mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa, ginjal dan usites. Auskultasi
bising sekitar kiri kanan umbilikus (renal artery stenosis). Arteri radialis,
17
Arteri femoralis dan arteri dorsalis pedia harus diraba. Tekanan darah
diabetes harus diukur minimal sekali pada hipertensi umur muda (kurang dari
30 tahun.
7. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium awal meliputi:
Urinalisis.-protein, leukosit, eritrosit, dan silinder
Hemoglobin/hematokrit
Elektrolit darah:Kalium
Ureum/kreatinin
Gula darah puasa
Kolesterol total
Elektrokardjografi menunjukkan HVK pada sekitar 20-5 0% (kurang
sensitif) tetapi masih menjadi metode standard.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin yang diperlukan adalah
hematokrit, ureum dan kreatinin, untuk menilai fungsi ginjal. Selain itu juga
elektrolit untuk melihat kemungkinan adanya kelainan hormonal aldosteron.
Pemeriksaan laboratorium urinalisis juga diperlukan untuk melihat adanya
kelainan pada ginjal.
8. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Tampak tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri dan strain
Gambaran EKG berikut dapat menampilkan berbagai bentuk
abnormal.
Bukti pembesaran atrial kiri – broad P gelombang rujukan menonjol dan
lebar tertunda defleksi negatif dalam V1.
9. Pemeriksaan Ekokardiografi
Ekokardiografi adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang akurat
untuk memantau terjadinya hipertrofi ventrikel, hemodinamik kardiovaskuler,
dan tanda-tanda iskemia miokard yang menyertai penyakit jantung hipertensi
pada stadium lanjut.
18
Dengan ekokardiografi dapat diketahui apa yang terjadi pada jantung
akibat kompensasi terhadap hipertensi dan perangainya dan dapat dipantau
hasil pengobatan serta perjalanan penyakit jantung hipertensi.
Perubahan-perubahan pada jantung akibat hipertensi yang dapat terlihat
pada ekokardiogram adalah sebagai berikut : 1) Tanda-tanda hipersirkulasi
pada stadium dini, sepert: hiperkinssis, hipervolemia; 2) Hipertrofi yang difus
(konsentrik) atau yang iregular eksentrik; 3) Dilatasi ventrikel yang dapat
merupakan tanda-tanda payah janiung, serta tekanan akhir diastolik ventriksl
kiri meningkat, dan; 4) Tanda-tanda iskemia seperti hipokinesis dan pada
stadium lanjut adanya diskinetik juga dapat terlihat pada ekokardiogram.
10. Pemeriksaan Radiologi
Pada gambar rontgen torak posisi postero-anterior terlihat pembesaran
jantung ke kiri, elongasi aorta pada hipertensi yang kronis dan tanda-tanda
bendungan pembuluh paru pada stadium payah jantung hipertensi.
Keadaan awal batas kiri bawah jantung menjadi bulat karena hipertrofi
konsentrik ventrikel kiri. Pada keadaan lanjut, apekss jantung membesar ke
kiri dan bawah. Aortic knob membesar dan menonjol disertai klasifikasi.
Aorta ascenden dan descenden melebar dan berkelok (pemanjangan aorta/
elongasio aorta).
11. Diagnosa
Gejala penyakit jantung hipertensi tergantung durasi, derajat keparahan,
dan jenis penyakit. Selain itu pasien mungkin tidak menyadari diagnosa dari
hipertensi.
Cara mendiagnosa tergantung dari:
Riwayat Penyakit
Seseorang penderita hipertensi dengan penyakit jantung koroner
mungkin memiliki gejala penyakit arteri (angina), kelelahan, dan sesak
nafas saat beraktivitas maupun saat beristirahat. Penyakit jantung
kongestive dapat mencakup episode tidur yang terputus karena masalah
pernafasan (sulit nafas tiba-tiba yang terjadi pada malam hari).
Pemeriksaan Fisik
19
Pada hipertensi dengan berbagai tingkat keparahan terdapat
perubahan pada aliran pembuluh darah yang mana terlihat pada
pemeriksaan mata. Auskultasi yang memperlihatkan ketidakteraturan
denyut nadi, suara murmurs, dan suara gallops. Dalam lanjutan kasus
penyakit jantung hipertensi, dapat terjadi pembesaran hati dan
pembengkakan pada kaki dan tumit.
Pengujian
Dapat dilakukan pemeriksaan penunjang EKG maupun
echocardiogram x-ray untuk menegakkan diagnosa adanya pembesaran
bilik kiri jantung.
12. Pengobatan
Pengobatan ditujukan selain pada tekanan darah juga pada komplikasi-
komplikasi yang terjadi yaitu dengan:
Menurunkan tekanan darah menjadi normal
Mengobati payah jantung karena hipertensi
Mengurangi morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit
kardiovaskuler
Menurunkan faktor resiko terhadap penyakit kardiovaskular
semaksimal mungkin.
Untuk menurunkan tekanan darah dapat ditinjau 3 faktor fisiologis yaitu:
1) Menurukan isi cairan intravaskuler dan Na darah dengan diuretik; 2)
menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan respon kardiovakuler
terhadap rangsangan adrenergik dengan obat dari golongan anti-simpatis dan
3) menurunkan tahanan perifer dengan obat vasodilator.
Diuretik
Cara kerja diuretik adalah dengan menurunkan cairan intravaskuler,
meningkatkan aktifitas renal-pressor (renin-angiotensin-aldosteron).
Meningkatkan aktifitas susunan saraf sim-patis, menyebabkan vasokonstriksi,
meningkatkan irama jantung, meningkatkan tahanan perifer (after-load) dan
rangsangan otot jantung. Merangsang gangguan metabolisme le-mak, dan
20
memiliki efek negatif terhadap risiko penyakit kardiovsskuler. Hipokalemia
dapat menyebabkan timbulnya denyut ektopik meningkat, baik pada waktu
istirahat maupun berolahraga. Maningkatkan resiko kematian mendadak.
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak dan akhirnya
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler.
Golongan anti-simpatis
Obat golongan anti-simpatis bekerja mempengaruhi susunan saraf
simpatis atau respon jantunp terhadap rangsangan simpatis. Golongan yang
bekerja sentral, misalnya reserpin, alfa metildepa, klonidin dan guanabenz.
Golongan yang bekerja perifer yaitu penghambat ganglion (guanetidin,
guanedril), penghambat alfa (prazosin), dan penghambat beta adrenergik.
Pada pokoknya hampir semua obat anti-simpatic mempengaruhi metabolisme
lemak, walaupun cara kerja yang pasti belum diketahui. Pada penelitian
Framingham, kolesterol total 200 mg/dl didapat pada lebih dari 50 persen
pasien hipertensi. Oleh karena itu harus hati-hati memilih obat golongan ini,
jangan sampai meningkatkan faktor risiko lain dari penyakit kardiovaskuler.
Vasodilator
Ada 2 golongan yaitu yang bekerja langsung seperti hidralazin dan
minoksidil dan yang bekerja tidak langsung seperti penghambat ACE
(kaptopril, enalapril), prazosin, antagonis kalsium.
Golongan yang bekerja langsung mempunyai efek samping
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler dengan meningkatkan
pelepasan katekolamin, gangguan metabolisme lemak dan menyebabkan
progresifitas hipertrofi ventrikel. Sedangkan golongan yang tak lanysung
tidak meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Berbagai penelitian
menyatakan bahwa penghambat ACE dapat meregresi hipartrofi ventrikel
kiri.
13. Komplikasi
21
Gagal jantung
Aritmia
Serangan jantung
Angina
Kematian.
14. Penyulit
Arteri koroner dan penyalahgunaan alkohol meningkatkan resiko
individu untuk berkembang menjadi penyakit kardiovaskuler yang lebih
serius.
15. Pencegahan
Diet rendah sodium
Diet buah-buahan dan sayuran segar
Latihan aerobit rutin
Mencegah terjadinya kegemukan.
16. Kesimpulan
Hipertensi heart disease adalah istilah yang diterapkan untuk
menyebutkan peyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left hypertrophy,
aritmia jantung, penyakit janutng koroner, dan penyakit jantung kronis, yang
disebabkan karena peninggian tekanan darah, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensi adalah hipertrofi
ventrikel kiri yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap
tahapan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri.
Gejala penyakit jantung hipertensi adalah tergantung dari durasi, derajat
keparahan, dan jenis penyakit. Selain itu pasien sering tidak menyadari
diagnosa dari hipertensi.
Pengobatan ditujukan selain pada tekanan darah juga pada komplikasi-
komplikasi yang terjadi, antara lain dengan menurunkan tekanan darah
menjadi normal, mengobati payah jantung karena hipertensi, mengurangi
22
morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit kardiovaskuler. Serta
menurunkan faktor resiko terhadap penyakit kardiovaskuler semaksimal
mungkin.
B. DEKOMPENSASI KORDIS
1. Pengertian
Dekompensasi kordis (DK) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu keadaan
dimana jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat yang
ditandai oleh adanya suatu sindroma klinis berupa dispnu ( sesak nafas ), fatik
( saat istirahat atau aktivitas ), dilatasi vena dan edema, yang diakibatkan oleh
adanya kelainan struktur atau fungsi jantung.
Insiden penyakit gagal jantung saat ini semakin meningkat. Dimana jenis
penyakit gagal jantung yang paling tinggi prevalensinya adalah Congestive
Heart Failure (CHF). Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000
penduduk yang berusia 25 tahun.3 Sedang pada anak – anak yang menderita
kelainan jantung bawaan, komplikasi gagal jantung terjadi 90% sebelum
umur 1 tahun, sedangkan sisanya terjadi antara umur 5 – 15 tahun.
Perlu diketahui, bahwa dekompensasi kordis pada bayi dan anak
memiliki segi tersendiri dibandingkan pada orang dewasa, yaitu :
Sebagian besar penyebab gagal jantung pada bayi dan anak dapat
diobati ( potentially curable ).
Dalam mengatasi gagal jantung tidak hanya berhenti sampai
gejalanya hilang, melainkan harus diteruskan sampai ditemukan
penyebab dasarnya.
Setelah ditemukan penyebabnya, bila masih dapat diperbaiki maka
harus segera dilakukan perbaikan.
Lebih mudah diatasi dan mempunyai prognosis yang lebih baik
daripada gagal jantung pada orang dewasa.
23
Sementara itu, menurut Aulia Sani, penyakit gagal jantung meningkat
dari tahun ke tahun. Berdasarkan data di RS Jantung Harapan Kita,
peningkatan kasus dari penyakit gagal jantung ini pada tahun 1997 adalah 248
kasus, kemudian melaju dengan pesat hingga mencapai puncak pada tahun
2000 dengan 532 kasus. Karena itulah, penanganan sedini mungkin sangat
dibutuhkan untuk mencapai angka mortalitas yang minimal terutama pada
bayi dan anak-anak.
2. Etiologi
Penyakit jantung bawaan terutama kelainan dengan pirau kiri ke
kanan (“L-R shunt“) yang besar atau kelainan obstruksi ventrikel kiri
maupun kanan.
Kelainan jantung didapat, miokarditis, penyakit jantung rematik,
endokarditis infektif.
Aritmia.
Iatrogenik : pasca operasi jantung terbuka (VSD),overload cairan.
Non kardiak : tirotoksikosis, fistula arterio-vena sistemik, penyakit
paru-paru akut dan kronis, penyakit kolagen atau neuromuskuler.5
3. Patofisiologi
Belum jelas seluruhnya sehingga masih dilakukan penelitian lebih
lanjut. Beberapa mekanisme adaptasi terjadi pada gagal jantung di
antaranya adalah :
Faktor mekanis berupa hipertrofi dan dilatasi.
Faktor biokimia. Terdapat perubahan biokimia; sampai saat ini
masih terus diselidiki mengenai produksi energi, penyimpanan dan
penggunaanya.
Peranan sistem saraf adrenergik.
Peranan ginjal.
Peranan eritrosit. Terdapat pergeseran pada disosiasi
oksigenhemoglobin, seperti tampak juga pada anemia, hipoksia dan
yang tinggal di tempat yang tinggi.
4. Gejala Klinis
24
Secara hemodinamik, gejala klinis gagal jantung pada bayi dan anak
dapat digolongkan dalam 3 golongan, yaitu :
Gejala perubahan pada jantung/kerja jantung.
a. Takikardia
b. Kardiomegali
c. Failure to thrive
d. Keringat berlebihan
e. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi
akibat menurunnya curah jantung.
Gejala kongesti.
a. Takipnu
b. Kesukaran minum
c. Wheezing
d. Kapasitas vital menurun
Gejala bendungan sistem vena
a. Hepatomegali
b. Peninggian tekanan vena jugularis
c. Edema
5. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, dan foto torak. Pemeriksaan EKG membantu untuk
mendiagnosis etiologi (misalnya disritmia).
Tanda gagal jantung yang paling sering ditemukan adalah : takikardia,
irama gallop, kardiomegali, gagal tumbuh, berkeringat, takipnu,
hepatomegali, dan edema palpebra.
Gagal jantung sendiri merupakan proses progresif, walaupun tidak ada
kerusakan baru terjadi pada jantung.6 Dalam mendiagnosa terjadinya
dekompensasi kordis atau gagal jantung ini, haruslah berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik/jasmani, elektrokardiografi/foto toraks, ekokardiografi-
Doppler dan kateterisasi.
25
Namun walaupun demikian beberapa gejala pokok dapat digunakan
untuk menentukan diagnosis gagal jantung pada bayi yaitu : takikardia,
takipnu, kardiomegali, hepatomegali dan irama derap.
Beberapa penyakit yang gejalanya menyerupai gagal jantung pada bayi
ialah : sindrom gangguan pernapasan, bronkiolitis akut yang berat, fistula
trakeo-esofagus, hernia diafragmatika dan lain – lain.
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik, EKG, foto
thoraks, Ekokardiografi dan kateterisasi. Berikut kriteria diagnosis gagal
jantung menurut Framingham Heart Study :
Mayor :
a. Paroksismal nokturnal dispneu
b. Kardiomegali
c. Distensi vena jugularis
d. Ronki paru
e. Edema akut paru
f. Gallop S3
g. Refluks hepatojugular
h. Peningkatan tekanan vena jugularis
Minor :
a. Edema ekstremitas
b. batuk malam hari
c. Hepatomehali
d. Dispnea D’effort
e. Efusi pleura
f. Takikardi
g. Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Kriteria mayor dan minor :
Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
Diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan dua kriteria mayor atau satu
kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
6. Klasifikasi (NYHA)
26
Kelas I : tidak terbatas, aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan
lelah, sesak nafas atau alpitasi
Kelas II : sedikit terbatas pada altifitas fisik, aktivitas fisik sehari-
hari menyebabkan lelah, palpitasi, sesak nafas atau angina.
Kelas III : aktivitas fisik sangat terbatas, saat isitirahat tanpa
keluhan, namun aktivitas kurang dari sehari-hari menimbulkan
gejala
Kelas IV : tidak mampu melakukan aktivitas fisik apappun tanpa
keluhan, gejala gagal jantung timbul bahkan saat istirahat dan
bertambah berat bila melakukan aktivitas.
7. Pemeriksaan Penunjang
EKG
Pasien gagal jantung jarang dengan EKG normal, dan bila terdapat
EKG normal dianjurkan untuk meneliti diagnosis gagal jantung tersebut.
EKG sangat penting dalam menentukan irama jantung.
Foto thoraks
Terdapat hubungan yang lemah antara ukuran jantung pada foto
thoraks dengan fungsi ventrikel kiri. Pada gagal jantung akut sering tidak
terdapat kardiomegali. Kardiomegali mendukung diagnosis gagal jantung
khususnya bila terdapat dilatasi vena lobus atas.
Hematologi
Peningkatan hematokrit menunjukkan bahwa sesak nafas mungkin
disebabkan oleh penyakit paru, penyakit jantung kongenital, atau
malformasi arteri vena. Kadar urem dan kreatinin penting untuk
diagnosis differential penyakit ginjal. Kadar kalium dan natrium
merupakan prediktor mortalitas
Ekokardiografi
Harus dilakukan secara ruitn untuk diagnosis optimal gagal jantung
dalam menilai fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri, katup, ukuran
ruang jantung, hipertrofi dan abnormalitas gerakan.
Tes fungsi paru
27
Uji latih beban jantung
Kardiologi nuklir
8. Diagnosis Banding
Penyakit paru : pneumonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi
paru berat, misalnya ARDS
Penyakit Ginjal : gagal ginjal akut atau kronik, sindroma nefrotik,
diabetik nefropatik.
Penyakit hati : sirosis hepatik.
Sindrome hiperventilasi : psikogenik/ penyakit ansietas berat.
9. Penatalaksanaan
Dulu gagal jantung dianggap merupakan akibat dari berkurangnya
kontraktilitas dan daya pompa sehingga diperlukan inotropik untuk
meningkatkannya dan diuretik serta vasodilator untuk mengurangi beban
jantung.
Sekarang gagal jantung dianggap sebagai remodelling progresif akibat
beban/penyakit pada miokard sehingga pencegahan progresivitas dengan
penghambat neurohumoral (neurohumoral blocker) seperti ACE-Inhibitor,
Angiotensin Receptor-Blocker atau Penyekat Beta diutamakan di samping
obat konvensional (diuretika dan digilatis) ditambah dengan terapi yang
muncul belakangan ini seperti bedah rekonstruksi ventrikel kiri (LV
reconstruction surgery) dan miplasti.
Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan
hanya untuk menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada
penderita yangpotentially curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis
dapat dibagi menjadi :
Non medikamentosa, medikamentosa dan operatif.
Non medikamentosa.
Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah
istirahat, dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus
28
dikurangi benar – benar dengan tirah baring ( bed rest ) mengingat
konsumsi oksigen yang relatif meningkat.
Sering tampak gejala – gejala jantung jauh berkurang hanya dengan
istirahat saja. Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah
garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi
kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan
sebanyak 80 – 100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.
Medikamentosa
Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik
oral maupun parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan
gagal jantung. Sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik).
ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil
dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta
dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-
inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium
atau SVT lainnya) dimana digitalis memiliki mamfaat utama dalam
menambah kekuatan dan kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas
belum memberikan hasil yang memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai
untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia,
dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan
pemberian jenis obat ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain N
atriuretic Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat
Bantu seperti Cardiac Resychronization Theraphy (CRT) maupun
pembedahan, pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator) sebagai alat
pencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun
non-iskemia dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup,
namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard, masih
terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat
29
ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih
memerlukan penelitian lanjut.
Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
a. Revaskularisasi (perkutan, bedah)
b. Operasi katup mitral
c. Aneurismektomi
d. Kardiomioplasti
e. External cardiac support
f. Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung
biventricular.
g. Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
h. Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart.
i. Ultrafiltrasi, hemodialisis.
9. Mekanisme Kerja dekompesio cordis
Mekanisme kerja dari dekompensasi kordis atau gagal jantung haruslah
dipahami agar pengobatan serta pencegahan dapat dilakukan secara tepat.
Pompa yang tidak adekuat dari jantung merupakan dasar terjadinya
dekompensasi jantung. “Pompa yang lemah” tidak dapat memenuhi keperluan
terus-menerus dari tubuh akan oksigen dan zat nutrisi. Sebagai reaksi dari hal
tersebut :
Awalnya dinding jantung merentang untuk menahan lebih banyak darah
karena hal ini, maka otot jantung menebal untuk memompa lebih kuat.
Sementara itu ginjal menyebabkan tubuh menahan cairan dan sodium. Ini
menambah jumlah darah yang beredar melalui jantung dan pembuluh darah.
Hal ini menyebabkan kenaikkan yang progresif pada tekanan pengisian
sistemik rata-rata dimana tekanan atrium kanan meningkat sampai akhirnya
jantung mengalami peregangan yang berlebihan atau menjadi sangat edema
sehingga tidak mampu memompa darah yamg sedang sekalipun.11 Tubuh
kemudian mencoba untuk berkompensasi dengan melepaskan hormon yang
membuat jantung bekerja lebih keras. Dengan berlalunya waktu, mekanisme
30
pengganti ini gagal dan gejala-gejala gagal jantung mulai timbul. Seperti
gelang karet yang direntang berlebihan, maka kemampuan jantung untuk
merentang dan mengerut kembali akan berkurang. Otot jantung menjadi
terentang secara berlebihan dan tidak dapat memompa darah secara efisien.
10. Prognosis
Pada bayi dan anak lebih baik daripada orang dewasa bila ditolong
dengan segera. Hal ini disebabkan oleh karena belum terjadi perburukan pada
miokardium.
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosa, yaitu :
Waktu timbulnya gagal jantung.
Timbul serangan akut atau menahun.
Derajat beratnya gagal jantung.
Penyebab primer.
Kelainan atau besarnya jantung yang menetap.
Keadaan paru.
Cepatnya pertolongan pertama.
Respons dan lamanya pemberian digitalisasi.
Seringnya gagal jantung kambuh.
11. Upaya Pencegahan
Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi hal yang diutamakan,
terutama pada kelompok dengan risiko tinggi.
Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard.
Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark
ulangan.
Pengobatan hipertensi yang agresif.
Koreksi kelainan kongenital serta penyakit katup jantung.
Memerlukan pembahasan khusus.
31
DAFTAR PUSTAKA
Adnil Basha; Penyakit Jantung Hipertensif; Buku Ajar Kardiologi; Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003; 209-211
Alwi I. 2006.Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. dalam: Sudoyo AW,
Setiohadi B, Setiani S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Pp: 1615-25.
Brown CT. 2005. Penyakit Ateroslerotik Koroner. dalam: Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. pp: 576-611
Chen ZM, Pan HC, Chen YP, et al. 2005. Early intravenous then oral metoprolol
in 45,852 patients with acute myocardial infarction: randomised placebo-
controlled trial. Lancet. Nov 5 2005;366(9497):1622-32.
Ettinger, S. J. dan E. C. Feldman. 2005. Textbook of Veterinary Internal Medicine
Vol. 2. 6th
Ed. St. Louis, Missouri: Elsevier Inc.
Harun S. 2000. Infark Miokard Akut. dalam : Sudoyo AW, Setiohadi B, Setiani S.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Pp: 1090-108.
32
Hampton JR. 2006.Infark miokard akut anterior.dalam : Wahab S, Cendika R,
Ramadhani D. Dasar-dasar EKG. Jakarta : Pusat Penerbitan Buku
Kedokteran EGC. pp: 95-97.
http://www.nmiki.com/h/hypertensive.htm
http://healthguide.howstuffworks.com/hypertension
http://www.medscape.com/files/public/blank.html.hypertensive_heart_disease Differential diagnosa & workup
http://www/medscape.com/files/public/blank.html/hypertensive_heart_disease
Irmalita.2003. Infark Miokard Akut dalam Rilantono, Lily Ismudiati. Baraas,
Faisal. Karo, Santoso Karo. Roebiono, Poppy Surwianti. Buku Ajar
Kardiologi. Jakarta: FKUI.
Marulam M. Panggabean; Penyakit Jantung Hipertensi; Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi Keempat; Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006; 1639-1640
Nawawi R.A. Fitriani. Rusli B. Hardjoeno. 2006. NILAI TROPONIN T (cTnT)
PENDERITA SINDROM KORONER AKUT(SKA dalam Indonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory Vol. 12, No. 3, Juli
2006: 123-26
Samsu N. dan Sargowo D. 2007. Sensitivitas dan Spesifisitas Troponin T dan
Ipada Diagnosis Infark Miokard Akut dalam Maj Kedokt Indon, Volum:
57, Nomor: 10, Oktober 2007. pp:363-72
Sibuea, W. H., M. M. Panggabean, dan S. P. Gultom. 2005. Ilmu Penyakit Dalam.
Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta.
33
34