Responsi Jantung Gagal Jantung - Mr

33
GAGAL JANTUNG Defini Gagal Jantung Gagal jantung (GJ) adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung (Panggabean, 2009). Defini gagal jantung menurut Sir Thomas Lewis adalah jantung tidak mampu mengeluarkan isinya dengan adekuat. Sedangkan Paul Wood mendefinisikan gagal jantung sebagai jantung yang tidak mampu mempertahankan sirkulasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian adekuat. Definisi yang lazim dianut para klinis adalah definisi dari Poole-Wilson, gagal jantung adalah suatu sindrom klinik yang disebabkan oleh suatu kelainan jantung dan dapat dikenali dari respon hemodinamik, renal, neural, dan hormonal yang karakteristik (Prabowo, 2003). Menurut Braunwald gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Suryadipraja, 1996). Defini alternative menurut Packer, gagal jantung kongestif merupakan suatu syndrome klinis yang rumit yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan kelainan regulasi neurohormonal, disertai dengan intoleransi kemampuan kerja fisis (effort intolerance), retensi cairan, dan memendeknya umur hidup (Suryadipraja, 1996).

description

Laporan Kasus Gagal Jantung dan Mitral Regurgitasi

Transcript of Responsi Jantung Gagal Jantung - Mr

GAGAL JANTUNGDefini Gagal JantungGagal jantung (GJ) adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung (Panggabean, 2009).Defini gagal jantung menurut Sir Thomas Lewis adalah jantung tidak mampu mengeluarkan isinya dengan adekuat. Sedangkan Paul Wood mendefinisikan gagal jantung sebagai jantung yang tidak mampu mempertahankan sirkulasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian adekuat. Definisi yang lazim dianut para klinis adalah definisi dari Poole-Wilson, gagal jantung adalah suatu sindrom klinik yang disebabkan oleh suatu kelainan jantung dan dapat dikenali dari respon hemodinamik, renal, neural, dan hormonal yang karakteristik (Prabowo, 2003).Menurut Braunwald gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Suryadipraja, 1996).Defini alternative menurut Packer, gagal jantung kongestif merupakan suatu syndrome klinis yang rumit yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan kelainan regulasi neurohormonal, disertai dengan intoleransi kemampuan kerja fisis (effort intolerance), retensi cairan, dan memendeknya umur hidup (Suryadipraja, 1996).Menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila jantung tidak lagi mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh pada tekanan pengisian yang normal, padahal aliran balik vena ke jantung dalam keadaan normal (Suryadipraja, 1996).Klasifikasi Gagal Jantung1. Gagal Jantung Backward & ForwardHipotesis backward failure pertama kali diajukan oleh James Hope pada tahun 1832: apabila ventrikel gagal untuk memompakan darah, maka darah akan terbendung dan tekanan di atrium serta vena-vena di belakangnya akan naik (Suryadipraja, 1996).Hipotesis forward failure diajukan oleh Mackenzie, 80 tahun setelah hipotesis backward failure. Menurut teori ini manifestasi gagal jantung timbul akibat berkurangnya aliran darah (cardiac output) ke sistem arterial, sehingga terjadi pengurangan perfusi pada organ-organ yang vital dengan segala akibatnya (Suryadipraja, 1996). 2. Gagal Jantung Sistolik dan DiastolikKedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan dari pemeriksaan jasmani, foto toraks atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan eko-Doppler (Prabowo, 2003). Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya (Prabowo, 2003). Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefenisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran vena pulmonalis. Tidak dapat dibedakan dengan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan jasmani saja. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik: Gangguan relaksasi Pseudo-normal Tipe restriktif Penatalaksanaan ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi penyebab gangguan diastolik seperti fibrosis, hipertrofi, atau iskemia. Di samping itu kongesti sistemik/pulmonal akibat dari gangguan diastolik tersebut dapat diperbaiki dengan restriksi garam dan pemberian diuretik. Mengurangi denyut jantung agar waktu untuk diastolik bertambah, dapat dilakukan dengan pemberian penyekat beta atau penyekat kalsium non-dihidropiridin (Prabowo, 2003).3. Low Output dan High Output Heart FailureLow output HF disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output HF ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri dan penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan (Prabowo, 2003).4. Gagal Jantung Akut dan KronisContoh klasik gagal jantung akut (GJA) adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer (Prabowo, 2003). Contoh gagal jantung kronis (GJK) adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multi valvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik (Prabowo, 2003).5. Gagal Jantung Kanan dan Gagal Jantung KiriGagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan ortopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard kedua ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda (Prabowo, 2003).6. Klasifikasi fungsional gagal jantung berdasarkan NYHA (New York Heart Association)KELASDEFINISIISTILAH

IKlien dengan keainan jantung tapi tanpa pembatasan aktifitas fisikDisfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik

IIKlien dengan kelainan jantung yang menyebabkan sedikit pembatasan aktifitas fisikGagal jantung ringan

IIIKlien dengan kelaianan jantung yang menyebabakan banyak pembatasan aktifitas fisikGagal jantung sedang

IVKlien dengan kelaianan jantung yang segla bentuk ktifitas fisiknya akan menyebabkan keluhanGagal jantung berat

7. Klasifikasi berdasarkan American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) Stage A: menandakan ada faktor risiko gagal jantung (diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner), namun belum ada kelainan struktural dari jantung (cardiomegali, LVH, dll) maupun kelainan fungsional (Manurung, 2009). Stage B: terdapat faktor-faktor risiko gagal jantung (diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner), dan sudah terdapat kelainan struktural (LVH, cardiomegali) dengan atau tanpa gangguan fungsional, namun bersifat asimptomatik (Manurung, 2009). Stage C: sedang dalam dekompensasi dan atau pernah gagal jantung, yang didasari oleh kelainan struktural dari jantung (Manurung, 2009). Stage D: adalah stage yang benar-benar masuk ke dalam refractory gagal jantung, dan perlu advanced treatment strategies (Manurung, 2009).EtiologiGagal jantung paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard, seperti yang terjadi pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardiomiopati. Namun pada kondisi tertentu, bahkan miokard dengan kontraktilitas yang baik tidak dapat memenuhi kebutuhan darah sistemik ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Kondisi ini disebabkan misalnya masalah mekanik seperti regurgitasi katup berat dan, lebih jarang, fistula arteriovena, defisiensi tiamin (beri-beri), dan anemia berat. Keadaan curah jantung yang tinggi ini sendiri dapat menyebabkan gagal jantung tetapi bila tidak terlalu berat dapat mempresipitasi gagal jantung pada orang-orang dengan penyakit jantung dasar (Gray, 2002).Prevalensi faktor etiologi tergantung dari populasi yang diteliti, penyakit jantung koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering pada masyarakat Barat (>90% kasus), sementara penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi mungkin lebih penting di negaraberkembang. Faktor risiko independen unutk terjadinya gagal jantung serupa dengan faktor risiko pada penyakit jantung koroner (peningkatan kolesterol, hipertensi, dan diabetes) ditambah dengan adanya hipertrofi ventrikel kiri (LVH) pada elektrokardiogram istirahat. Bila terdapat pada hipertensi, LVH dikaitkan dengan 14 kali risiko gagal jantung pada orang berusia lebih dari 65 tahun. Selain itu prevalensi faktor etiologi telah berubah seiring perjalanan waktu. Data kohort dari studi Framingham, yang dimulai tahun 1940-an, mengidentifikasi riwayat hipertensi pada > 75% pasien dengan gagal jantung, sementara penelitian yang lebih baru menyatakan prevalensi yang lebih rendah (10 15%), mungkin karena terapi hipertensi yang lebih baik. Dari telaah studi klinis pada hipertensi, terapi efektif dapat mengurangi insidensi gagal jantung sebesar 50% (Gray, 2002).Berbagai faktor dapat menyebabkan atau mengeksaserbasi perkembangan gagal jantung pada pasien dengan penyakit jantung primer (Gray, 2002): Obat-obatan seperti penyekat dan antagonis kalsium dapat menekan kontraktilitas miokard dan obat kemoterapeutik seperti doksorubisin dapat menyebabkan kerusakan miokard. Alkohol bersifat kardiotoksik, terutama bila dikonsumsi dalam jumlah besar. Aritmia mengurangi efisiensi jantung, seperti yang terjadi bila kontraksi atrium hilang (fibrilasi atrium/AF) atau disosiasi dari kontraksi ventrikel (blok jantung). Takikardia (ventrikel atau atrium) menurunkan waktu pengisian ventrikel, meningkatkan beban kerja miokard dan kebutuhan oksigen menyebabkan iskemia miokard, dan bila terjadi dalam waktu lama, dapat menyebabkan dilatasi ventrikel serta perburukan fungsi ventrikel. Aritmia sendiri merupakan konsekuensi gagal jantung yang umum terjadi, apapun etiologinya, dengan AF dilaporkan pada 20 30 % kasus gagal jantung. Aritmia ventrikel merupakan penyebab umum kematian mendadak pada keadaan ini. Gagal Jantung berat juga bisa sebagai akibat dari gagal multi organ (multiorgan failure). Berikut ini merupakan tabel dari etiologi dan faktor pencetus timbulnya gagal jantung akut (Manurung, 2009):

PatofisiologiGagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung (Corwin, 2000).Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung.Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik (Corwin, 2000).Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: preload; yang setara dengan isi diastolik akhir, afterload; yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan ejeksi ventrikel, kontraktilitas miokardium; yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk menghasilkan tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload maupun afterload serta frekuensi denyut jantung (Corwin, 2000). Dalam hubungan ini, penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function) dengankontraktilias otot jantung(myocardial function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik.Sebaliknya dapat pula terjadidepresi otot jantung intrinsiktetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan (Corwin, 2000). Pada awal gagal jantung, akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunanvolume darah arteriyang efektif. Hal ini akan merangsangmekanisme kompensasi neurohumoral (Corwin, 2000). Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melaluihukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi/ dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi (Corwin, 2000).Mekanisme yang menasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantng lebih rendah dari curah jantng normal. Konsep curag jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO=HR X SV dimana curah jantung (CO:Cardiac Output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) X volume sekuncup (SF:Stroke Volume) (Corwin, 2000).Frekuensi jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk memperthankan curah jantung bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri ntuk mempertahan curah janung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan (Corwin, 2000).Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor; preload; kontraktilitas dan efterload (Corwin, 2000). Preload adalah sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimblukan oleh panjangnya regangan serabut jantung. Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium. Afterload mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole. Disfungsi SistolikPada disfungsi sistolik, kontraktilitas miokard mengalami gangguan sehingga isi sekuncup ventrikel berkurang dan terjadi penuruanan curah jantung. Pengosongan ventrikel yang tidak sempurna selanjutnya menyebabkan peningkatan volume diastolik akibatnya juga terjadi peningkatan tekanan. Pada gagal jantung kiri, peningkatan tekanan diastolik akan diteruskan secara retrogard ke atrium kiri kemudian ke vena dan kapiler paru. Kenaikan tekanan hidrostatik kapiler paru diatas 20 mmHg bisa menyebabkan transudasi cairan ke interstisiel paru sehingga timbul keluhan kongesti paru. Cairan akan tertahan di interstisiel paru, menyebabkan edema interstisiel maka pergerakan alveoli akan terganggu. Penderita akan merasa sesak nafas dengan nadi yang cepat. Bila cairan telah memasuki alveoli akan terjadi edema paru dengan gejala sesak nafas yang hebat, takikardia, tekanan darah menurun, dan kalau tidak teratasi dapat menyebabkan syok kardiogenik (Corwin, 2000).Bila ventrikel kanan gagal, peningkatan tekanan diastolik akan diteruskan ke atrium kanan selanjutnya timbul bendungan pada vena sistemik dan mucullah tanda-tanda gagal jantung kanan. Peningkatan berlebihan beban akhir (afterload) pada ventrikel kanan paling sering diakibatkan oleh gagal jantung kiri karena adanya peningkatan tekanan vena dan arteri pulmonalis yang menyertai disfungsi ventrikel kiri. Gagal jantung kanan yang murni (isolated) dimana fungsi ventrikel kiri normal jarang ditemukan. Keadaan gagal jantung murni sering mencerminkan peningkatan beban akhir ventrikel kanan akibat penyakit parenkim paru atau pembulu paru sehingga gagal jantung ini disebut kor pulmonal (Corwin, 2000).Disfungsi DiastolikSebagian penderita gagal jantung mempunyai fungsi kontraktilitas (sistolik) yang normal namun menunjukkan kelainan fungsi diastolik berupa gangguan relaksasi, peningkatan kekakuan dinding ventrikel, atau keduanya. Keadaan ini bisa terjadi pada iskemia miokard, hipertrofi ventrikel kiri, atau kardiomiopati restriktif. Dalam fase diastol, pengisian ventrikel menyebabkan tekanan diastolik di atas normal. Penderita disfungsi diastolik memperlihatkan tanda-tanda bendungan akibat peninggian tekanan diastolic yang diteruskan ke vena pulmonalis dan sistemik (Corwin, 2000).

STIMULUS:HIPERTENSI KRONISSTIMULUS:INFARK MIOKARD VENTRIKEL KIRIHipertrofi ventrikel kiri Kebutuhan O2 jantung Kontraktilitas Ventrikel Kiri volume diastolic akhir (preload) ventrikel kiri peregangan serabut otot jantung Curah Jantung Rerata tekanan arteri pengaktifan simpatis ADH pelepasan renin Denyut Jantung Volume sekuncup TPR (afterload) Volume darah Angiotensin II Aliran balik vena (preload) TPR (afterload)PENINGKATAN KERJA JANTUNG

Gambaran KlinisGambaran klinis relative dipengaruhi oleh tiga faktor. 1) kerusakan jantung; 2) kelebihan beban hemodinamik; dan 3) mekanisme kompensasi sekunder yang timbul saat gagal jantung terjadi (Gray, 2002).Pada awalnya mekanisme kompensasi bekerja efektif dalam mempertahankan curah jantung dan gejala gagal jantung hanya timbul saat aktivitas. Kemudian gejala timbul saat istirahat seiring dengan perburukan kondisi (Gray, 2002).Manifestasi klinis juga dipengaruhi oleh tingkat progresivitas penyakit dan apakah terdapat waktu untuk berkembangnya mekanisme kompensasi. Sebagai contoh, perkembangan regurgitasi mitral yang mendadak ditoleransi buruk dan menyebabkan gagal jantung akut, sementara perkembangan regurgitas mitral dengan derajat yang sama secara perlahan-lahan dapat ditoleransi dengan beberapa gejala. Pada tahap awal gagal jantung, gejala mungkin tidak spesifik (malaise, letargie, lelah, dispneu, intoleransi aktivitas) namun begitu keadaan memburuk, gambaran klinis dapat sangat jelas menandakan penyakit jantung. AF terjadi pada 10 50% pasien dengan gagal jantung dan onset AF dapat memperberat perburukan akut. Aritmia ventrikel (ektopik, VT) semakin banyak ditemui seiring dengan perkembangan gagal jantung (Gray, 2002).Gagal jantung dapat mempengaruhi jantung kiri, jantung kanan, atau keduanya (biventrikel), namun dalam praktik jantung kiri sering terkena. Gagal jantung kanan terisolasi dapat terjadi karena embolisme paru mayor, hipertensi paru, atau stenosis pulmonal. Dengan adanya septum interventrikel, disfungsi salah satu ventrikel potensial dapat mempengaruhi fungsi yang lain. Pasien sering datang dengan campuran gejala dan tanda yang berkaitan dengan kedua ventrikel, namun untuk memudahkan dapat dianggap terjadi secara terpisah (Gray, 2002).Gagal Jantung KiriPeningkatan tekanan atrium kiri meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan menyebabkan kongesti paru dan akhirnya edema alveolar, mengakibatkan sesak nafas, batuk, dan kadang hemoptisis. Dispnu awalnya timbul saat aktivitas namun bila gagal ventrikel kiri berlanjut dapat terjadi saat istirahat, menyebabkan dispnu nokturnal paroksismal (paroxysmal nocturnal dyspnoea/PND). Pemeriksaan fisik sering kali normal, namun dengan perkembangan gagal jantung hal-hal berikut dapat ditemukan (Gray, 2002): Kulit lembab dan pucat menandakan vasokonstriksi perifer; Tekanan darah dapat tinggi pada kasus penyakit jantung hipertensi, normal, atau rendah dengan perburukan disfungsi jantung; Denyut nadi mungkin memiliki volume kecil dan irama mungkin normal, atau ireguler karena ektopik atau AF. Pulsus alterans dapat ditemukan.Sinus takikardia saat istirahat dapat menandakan gagal jantung berat atau sebagian merupakan refleks karena vasodilatasi yang diinduksi obat. Tekanan vena normal pada gagal jantung kiri terisolasi. Pada palpitasi, apeks bergeser ke lateral (dilatasi LV), dengan denyut dipertahankan (hipertrofi LV), atau diskinesia (aneurisma LV). Pada auskultasi, mungkin didapatkan bunyi jantung ketiga (S3), gallop dan murmur total dari regurgitasi mitral sekunder karena dilatasi anulus mitral. Murmur lain mungkin menandakan penyakit katup jantung intrinsik. Suara P2 dapat lebih keras karena tekanan arteri pulmonalis meningkat sekunder karena hipertensi paru sekunder. Terjadi krepitasi paru karena edema alveolar dan edema dinding bronkus dapat menyebabkan mengi (Gray, 2002).Gagal Jantung Kanan Gejala mungkin minimal, terutama jika telah diberikan diuretik. Gejala yang timbul antara lain: 1) pembengkakan pergelangan kaki; 2) dispnu (namun bukan ortopnu atau PND); 3) Penurunan kapasitas aktivitas. Bila tekanan ventrikel kanan (RV) meningkat atau RV menjadi lebih dilatasi, sering ditemukan nyeri dada (Gray, 2002).Pada pemeriksaan denyut nadi memiliki kelainan yang sama dengan gagal jantung kiri, tekanan vena jugularis sering meningkat, kecuali diberikan terapi diuretik, dan memperlihatkan gelombang sistolik besar pada regurgitasi trikuspid. Edema perifer, hepatomegali, dan asites dapat ditemukan. Pada palpasi mungkin didapatkan gerakan bergelombang (heave) yang menandakan hipertrofi RV dan/atau dilatasi, serta pada auskultasi didapatkan bunyi jantung S3 atau S4 ventrikel kanan. Efusi pleura dapat terjadi pada gagal jantung kanan atau kiri. Paling sering, gagal jantung kanan terjadi akibat gagal jantung kiri, namun miokarditis dan kardiomiopati dilatasi dapat mempengarhui keduanya. Bila gagal jantung kanan terjadi cukup berat, gejala dan tanda gagal jantung kiri bisa menghilang karena ketidakmampuan jantung kanan untuk mempertahankan curah jantung yang cukup untuk menjaga tekanan pengisian sisi kiri tetap tinggi (Gray, 2002).Penurunan curah jantung dan penurunan perfusi organ seperti otak, ginjal, dan otot skelet, baik disebabkan oleh gagal jantung kiri atau kanan berat, menyebabkan gejala umum seperti kebingungan mental, rasa lelah dan cepat capek, serta penurunan toleransi aktivitas (Gray, 2002). DiagnosisDiagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani, elektrokardiografi/foto toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif (Panggabean, 2009). Kriteria Major Kriteria Minor

Paroksismal nokturnal dispnea Distensi vena leher Ronki paru Kardiomegali Edema paru akut Gallop S3 Peninggian tekanan vena jugularis Refluks hepatojugular Edema ekstremitas Batuk maIarn hari Dispnea d'effort Hepatomegali Efusi pleura Penurunan kapasitas vital 1/3 dari ormal Takikardia(> l20/menit)

Kriteria Major atau minor: Penurunan BB 4.5 kg dalam 5 hari pengobatan.

*Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.PenatalaksanaanPada tahap simtomatik di mana sindrom GJ sudah terlihat jelas seperti cepat capek (fatik), sesak napas (dyspnea in effort, orthopnea), kardiomegali, peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hepatomegalia dan edema sudah jelas, maka diagnosis gagal jantung mudah dibuat. Tetapi bila sindrom tersebut belum terlihat jelas seperti pada tahap disfungsi ventrikel kiri/LV dysfunction (tahap asimtomatik), maka keluhan fatik dan keluhan di atas yang hilang timbul tidak khas, sehingga harus ditopang oleh pemeriksaan foto rontgen, ekokardiografi dan pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide (Panggabean, 2009). Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan (Panggabean, 2009). Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium atau SVT lainnya) atau ketiga obat di atas belum memberikan hasil yang memuaskan. Intoksikasi digitalis sangat mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin meningkat) atau kadar kalium rendah (kurang dari 3.5 meq/L) (Panggabean, 2009). Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalernia, dan ada berapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat ini (Panggabean, 2009). Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain Natriuretic Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat bantu seperti Cardiac Resychronization Theraphy (CRT) maupun Pembedahan, pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non-iskemia dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard, masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lanjut (Panggabean, 2009).

Mitral RegurgitasiDefinisiRegurgitasi mitral atau mitral regurgitation (MR) adalah suatu keadaan dimana terdapat aliran darah balik dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak dapat menutupnya katup mitral secara sempurna. Dengan demikian aliran darah saat sistol akan terbagi dua, disamping ke aorta yang seterusnya ke aliran darah sistemik, sebagai fungsi utama, juga akan masuk ke atrium kiri. Akan tetapi daya pompa jantung tidak efisien dengan berbagai tingkat klinisnya, mulai dari asimtomatis sampai gagal jantung berat (Manurung, 2009).EtiologiEtilogi regurgitasi mitral (MR) sangat banyak, erat hubungannya dengan klinisnya MR akut atau MR kronik. MR akut secara garis besar ada 3 bentuk :1) MR primer akut non iskemia yang terdiri dari : Ruptur korda spontan Endokarditis infektif Degenerasi miksomatous dari valvular Trauma Hipovolemia pada mitral valve prolaps (MVP)2) MR karena iskemia akutAkibat adanya iskemia akut, maka akan terjadi gangguan fungsi ventrikel kiri, annular geometri atau gangguan fungsi muskulus papilaris. Pada infark akut, dapat terjadi ruptur dari muskulus papilaris, satu atau keduanya. MR juga bisa timbul sebagai kelanjutan dari infark akut, dimana terjadi remodeling miokard, gangguan fungsi muskulus papilaris dan dilatasi annulus, selanjutnya timbul MR.3) MR akut sekunder pada kardiomiopatiPada kardiomiopati terdapat penebalan dari miokard yang tidak proporsional dan bisa asimetris, yang berakibat kedua muskulus papilaris berubah posisi, akibatnya tidak berfungsi dengan sempurna, selanjutnya penutupan katup mitral tidak sempurna. (Manurung, 2009).Etiologi MR kronis :1) Pasca inflamasi Rematik SLE Sindrom antikardiopilin Pasca radiasi2) Degeneratif Mitral valve prolaps Ruptur korda idiopatik Sindrom Marfan Traumatik MR3) Penyakit miokardial Iskemik (kronik) kardiomiopati4) Penyakit infiltratif Penyakit amiloid Penyakit Hurler5) Encasing disease Sindrom hipereosinofilik Fibrosis endomiokardial Penyakit karsinoid Diet- drug lesion6) Endokarditis7) Kongenital. (Manurung, 2009).

PatofisiologiRegurgitasi mitral memungkinkan aliran darah berbalik dari ventrikel kiri ke atrium kiri akibat penutupan katup yang tidak sempurna. Selama sistolik ventrikel secara bersamaan mendorong darah ke aorta dan kembali ke dalam atrium kiri. Kerja ventrikel kiri maupun atrium kiri harus ditingkatkan agar dapat mempertahankan curah jantung (Manurung, 2009).Ventrikel kiri harus memompakan darah dalam jumlah cukup guna mempertahankan aliran darah normal ke dalam aorta, dan darah yang kembali melalui katup mitralis. Misalnya, curah ventrikel normal per denyut (volume sekuncup) adalah 70 ml. Bila aliran darah balik adalah 30 ml per denyut, maka ventrikel tersebut harus mampu memompakan 100 ml per denyut agar volume sekuncup dipertahankan tetap normal. Beban volume tambahan yang ditimbulkan oleh katup yang mengalami insufisiensi akan segera mengakibatkan dilatasi ventrikel.menurut hukum Starlinng pada jantung, dilatasi dinding ventrikel akan meniingkatkan kontraksi miokardium. Akhirnya, dinding ventrikel mengalami hipertrofi sehingga meningkatkan kekuatan kontraksi selanjutnya (ODonnell & Carleton, 2005).Pada stadium awal regurgitasi mitral kronis, ventrikel kiri masih mampu mengkompensasi peningkatan beban volume tambahan tersebut. Walaupun curah ventrikel total (aliran ke depan maupun yang kembali) meningkat, tetapi beban akhir atau jumlah tegangan dinding ventrikel yang harus ditimbulkan selama fase sistole untuk memompa darah menurun.penurunan beban akhir ini terjadi karena ventrikel memompa sebagian volume sekuncup ke atrium kiri yang bertekanan rendah. Sebaliknya, pengurangan beban akhir terjadi karena aliran regurgitasi meningkatkan kemampuan kompensasi ventrikel untuk tetap mempertahankan aliran ke depan. Tetapi, akhirnya ventrikel mulai gagal bekerja sehingga terjadi penurunan curah jantung dan peningkatan volume ventrikel residual dan aliran balik (ODonnell & Carleton, 2005).Regurgitasi menimbulkan beban volume tidak hanya bagi ventrikel kiri tetapi juga bagi atrium kiri. Atrium kiri berdilatasi untuk memungkinkan peningkatan volume dan meningkatkan kekuatan kontraksi atrium. Selanjutnya atrium mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan kontraksi dan curah atrium lebih lanjut. Mula-mula peningkatan kelenturan atrium kiri memungkinkan akomodasi peningkatan volume tanpa kenaikan tekanan yang berarti. Sehingga untuk sementara atrium kiri dapat mengimbangi pengaruh volume regurgitasi, melindungi pembuluh paru-paru, dan membatasi gejala-gejala paru-paru yang timbul (ODonnell & Carleton, 2005).Namun, regurgitasi mitral merupakan lesi yang berlangsung secara terus-menerus. Dengan makin meningkatnya volume dan ukuran ukuran ventrikel maka fungsi katup menjadi bertambah buruk. Pembesaran ruang jantung meningkatkan derajat regurgitasi dengan menggeser otot papilaris dan melebarkan lubang katup mitralis sehingga mengurangi kontak daun katup selamapenutupan katup (ODonnell & Carleton, 2005).Bila lesi makin parah, atrium kiri tidak mampu lagi untuk meregang dan melindungi paru-paru. Kegagalan ventrikel kiri biasanya merupakan tahap awal untuk mempercepat dekompensasi jantung. Ventrikel kiri mendapat beban yang terlalu berat, dan aliran darah melalui aorta menjadi berkurang dan secara bersamaan terjadi kongesti ke belakang. Secara bertahap, urutan kejadian yang diperkirakan akan terjadi pada paru-paru dan jantung kanan yang terkena adalah : 1) Kongesti vena pulmonalis,2) Edema interstisial,3) Hipertensi arteria pulmonalis, dan4) Hipertrofi ventrikel kanan.Perubahan ini tidak begitu nyata dibandingkan dengan perubahan pada stenosis mitralis. Insufisiensi katup mitralis juga dapat menyebabkan gagal jantung kanan walaupun lebih jarang dibanding stenosis mitralis (ODonnell & Carleton, 2005).Apabila awitan regurggitasi mitralis timbul akut, maka perjalanan klinisnya akan jauh berbeda dengan yang kronis (misal, pada ruptura otot papilaris setelah infark miokardium). Insufisiensi katup mitralis sangat sulit ditoleransi. Dalam keadaan normal, atrium kiri relatif tidak lentur sehiingga tidak dapat mengembang mendadak untuk mengatasi volume regurgitasi. Jadi, peniingkatan volume dan tekanan yang mendadak akan diteruskan langsung ke pembuluh darah paru-paru. Dalam beberapa jam saja dapat terjadi edema paru yang berat dan syok (ODonnell & Carleton, 2005).GejalaGejala paling awal pada regurgitasi mitralis adalah :1) Rasa lemah dan lelah akibat berkurangnya aliran darah2) Dyspnea saat beraktifitas3) Palpitasi.Pasien MR berat akut hampir semuanya simtomatik. Pada beberapa kasus dapat diperberat dengan adanya ruptur chordae, umumnya ditandai dengan sesak napas dan rasa lemas yang berlebihan, yang timbul secara tiba-tiba. Kadang ruptur korda ditandai oleh adanya nyeri dada, orthopnea, PND, dan rasa capek. Manifestasi klinis MR kronik, termasuk simtom, pemeriksaan fisik, perekaman EKG dan perubahan radiologi sangat tergantung dari derajat dan kausa dari MR, dan bagaimana performa atrium kiri dan ventrkel kiri (Manurung, 2009).Pasien dengan MR ringan biasanya asimtomatik. MR berat dapat asimtomatik atau gejala minimal untuk bertahuun-tahun. Rasa cepat capek karena cardiac output yang rendah dan sesak napas ringan pada saat beraktifitas, biasanya segera hilang apabila aktivitas segera dihentikan (Manurung, 2009).Sesak napas berat saat beraktivitas, PND atau edema paru bahkan hemoptysis dapat juga terjadi. Gejala-gejala berat tersebut dapat dipicu oleh atrial fibrilasi yang baru timbul atau karena peningkatan regurgitasi, atau ruptur korda atau menurunnya performance ventrikel kiri. Gejala berat dicetuskan oleh kegagalan ventrikel kiri sehingga menyebabkan penurunan curah jantung dan kongesti paru (ODonnell & Carleton, 2005).

Pemeriksaan FisikTekanan darah biasanya normal. Pada pemeriksaan palpasi, apeks biasanya terdorong ke kiri/lateral sesuai dengan pembesaran ventrikel kiri. Thrill pada apeks pertanda adanya MR berat. Selain itu, juga dapat terjadi right ventrikular heaving, biasa juga didapatkan pembesaran ventrikel kanan (Manurung, 2009).Bunyi jantung pertama biasanya bergabung dengan murmur. Umumnya normal, namun dapat mengeras pada MR karena penyakit jantung rematik. Bunyi jantung kedua biasanya normal. Bunyi jantung ketiga biasanya terdengar terutama pada MR akibat kelainan organik, dimana terjadi peningkatan volume dan dilatasi ventrikel kiri (Manurung, 2009).Petanda utama dari MR adalah murmur sistolik, minimal derajat sedang, berupa murmur holosistolik yang meliputi bunyi jantung pertama sampai bunyi jantung kedua. Murmur biasanya bersifat blowing, tetapi bisa juga bersifat kasar terutama pada MVP. Pada MR karena penyakit jantung valvular dan MVP dari daun katup anterior, punctum maximum terdengar di apeks, menjalar ke axila (Manurung, 2009).EKGGambaran EKG pada MR tidak ada yang spesifik, namun fibrilasi atrial sering ditemukan pada MR karena kelainan organik. MR karena iskemia, Q patologis dan LBBB dapat terlihat sedangkan pada MVP dapat terlihat perubahan segmen ST-T yang tidak spesifik. Pada keadaan dengan irama sinus, tanda-tanda dilatasi atrium kiri (LAH) dan dilatasi atrium kanan (RAH) bisa ditemukan apabila sudaha da hipertensi pulmonal yangberat. Tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri (LVH) bisa juga ditemukan pada MR kronik (Manurung, 2009).Foto ThoraksFoto thoraks dapat memperlihatkan tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri, tanda-tanda hipertensi pulmonal atau edema paru pda MR kronik. Pada MR akut, biasanya pembesaran jantung biasanya belum jelas, walaupun sudah ada tanda-tanda gagal jantung kiri (Manurung, 2009).EkokardiografiEkokardiografo Doppler saat ini merupakan alat diagnostik yang utamapada pemeriksaan pasien dengan MR. dengan Eko doppler, dapat diketahui morfologi lesi katup mitral, derajat atau besarnya MR. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui fungsi ventrikel kiri dan atrium kiri (Manurung, 2009).Penatalaksanaan Terapi medikamentosaTerapi MR akut adalah segera menurunkan volume regurgitan, yang seterusnya akan mengurangi hipertensi pulmonal dan tekanan atrial dan meningkatnya strok volume. Vasodilator arterial dapat mengurangi resistensi valvuler, meningkatkan aliran pengeluaran dan bersamaan dengan ini akan terjadi juga pengurangan aliran regurgitasi. Pada saat bersamaan, dengan berkurangnya volume ventrikel kiri dapat membantu perbaikan kompetensi katup. Pergantian katup dapat dipertimbangkan setelah hemodinamik stabil. Antikoagulan harus diberikan pada pasien dengan AF (Manurung, 2009). Pembedahan Ada dua pilihan yaitu rekonstruksi dari katup mitral dan penggantian katup mitral (mitral valve replacement). Ada beberapa pendekatan dengan rekonstruksi valvular ini, tergantung dari morfologi lesi dan etiologi MR, dapat berupa valvular repair, misalnya pada MVP, annuloplasty, memperpendek korda dan sebagainya (Manurung, 2009).Penggantian katup mitral, dipastikan apabila dengan rekonstruksi tidak mungkin dilakukan. Apabila diputuskan untuk replacement, maka pilihan adalah apakah menggunakan katup mekanikal dimana ketahanan dari katup ini sudah terjamin, namun terdapat resiko tromboemboli dan harus minum antikoagulan seumur hidup, atau katup bioprotese (biologic valve), dimana umur valve sulit diprediksi, namun tidak perlu antikoagulan lama (Manurung, 2009).Kapan tindakan penggantian katup dilakukan masih banyak para ahli yang belum sepaham, namun ada kecendrungan semakin cepat semakin baik, sebelum terjadi disfungsi ventrikel kiri. Disfungsi ventrikel kiri biasanya irreversible walaupun katupnya sudah diganti (Manurung, 2009).PalpitasiGejala ini sering ditemukan dan didefinisikan sebagai detak jantung yang disadari dan tidak menyenangkan. Pada awalnya penting untuk mengetahui sensasi yang dijelaskan pasien. Mungkin kesadaran akan adanya detak jantung yang lebih kuat dari biasa, lebih cepat, lebih lambat, tidak teratur, atau gabungan semua hal tersebut (Corwin, 2000).Kesadaran jantung berdebar keras dapat menandakan isi sekuncup yang meningkat (misalnya regurgitasi aorta atau mitral) atau hanya menggambarkan peningkatan kesadaran seseorang terhadap jantungnya (Corwin, 2000).Palpitasi cepat menunjukkan takikardia. Palpitasi tak teratur dapat cepat, seperti pada fibrilasi atrium, atau lebih lambat, seperti pada denyut ektopik. Dengan ektopik berarti pasien menyadari denyut ekstra (ektopik) yang premature, jeda kompensasi sesudah ektopik yang memberi sensai denyut hilang, atau denyut pasca ektopik yang keras dan dirasakan lebih keras karena, sebagai susulan, mempunyai isi sekuncup yang lebih besar dari denyut sinus atau ektopik sebelumnya (Corwin, 2000).Palpitasi yang berkaitan dengan nadi pelan dapat disebabkan blok arterioventrikel atau penyakit nodus sinus. Palpitasi cepat biasanya mulai dan berhenti mendadak, dan disebabkan takikardia atrium, nodusa atrioventrikel atau takikardia ventrikel. Penghentian palpitasi bertahap lebih terkait dengan takikardia sinus (Corwin, 2000). Pada pasien ini, dia merasakan sensasi yang sangat jelas bahwa jantungnya berdetak lebih kuat dari biasanya sejak 5 bulan yang lalu. Pada awalnya pasien tidak merasa terganggu dengan sensai detak jantung yang ia rasakan, namun makin lama detak jantungnya makin terasa jelas dan menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien. Selain sensai jantung yang berdetak lebih keras, pasien juga merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Sensasi seperti ini dapat digolongkan sebagai palpitasi takikardi. Palpitasi pada pasien ini bisa menunjukkan adanya peningkatan isi sekuncup. Hal tersebut bisa terjadi pada regurgitasi aorta atau mitral. Palpitasi juga bisa terjadi pada pasien aritmia. Diagnosa ini belum bisa disingkarkan, karena pasien tidak dapat mendefinisikan dengan jelas apakah detak jantung yang dirasakan tersebut teratur atau tidak, karena palpitasi yang tidak teratur dan cepat bisa terjadi pada fibrilasi atrium. Pasien tidak bisa mendefinisikan lebih jelas tentang sensai denyut jantung yang dirasakan, sehingga penulis memperkirakan kemungkinan terbesar timbulnya palpitasi pada pasien ini karena adanya peningkatan isi sekuncup yang timbul pada regurgitasi aorta atau regurgitasi mitral (Corwin, 2000).

Daftar PustakaCorwin, Elizabeth, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC; 2000.Gray, Huon H., et,al. Gagal Jantung. Dalam: Gray, Huon H., et,al. Ed. Lecture Notes: Kardiologi. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga, 2002, h. 80 97 Manurung, Daulat. Gagal Jantung Akut. Dalam: Sudoyo, Aru W., Ed. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam. Edisi Lima. Jakarta: Interna Publishing, 2009, h. 1586 1595.Manurung, Daulat. Regurgitasi Mitral. Dalam: Sudoyo, Aru W., Ed. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam. Edisi Lima. Jakarta: Interna Publishing, 2009, h. 1572 1575. ODonnell, M.M and Carleton, P.F. 2006. Penyakit Katup Jantung, Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta: EGC.Panggabean, Marulam M. Gagal Jantung. Dalam: Sudoyo, Aru W., Ed. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam. Edisi Lima. Jakarta: Interna Publishing, 2009, h. 1583 1585.Prabowo, Pramonohadi. Gagal Jantung. Dalam: Joewono, Boedi S., Ed. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University Press, 2003, h. 135 145.Suryadipraja, R. Miftah. Gagal Jantung dan Penatalaksanaannya. Dalam: Noer, Sjaifoellah, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1996, h. 975 985