Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas...

45
Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin (Seorang Ustadz di Ormas Wahdah Islamiyyah) -Bag I) "(Ingatlah) diwaktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut, dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja . Padahal di sisi Allah adalah (perkara yang sangat) besar.” QS.An-Nur:15 Telah sampai ke tangan saya sebuah majalah yang bernama “Al-Islamy”[2] yang diasuh oleh para ustadz yang aktif di sebuah Ormas Al-Wahdah Al-Islamiyyah (WI).[3] Dari namanya, majalah ini nampaknya majalah yang membawakan suara Islam dan misi perdamaian. Namun disayangkan sekali pada edisi ke-2, tahun I/1426 H terdapat sebuah artikel yang menyayat hati dan berisi tuduhan-tuduhan yang tidak benar. Sekalipun maksud penulis ingin memperbaiki, namun malah sebaliknya.[4] Ketika membaca tulisan itu baris demi baris, saya temukan berisi tuduhan dan kedustaan pada orang lain. Semoga saja tuduhan dan kedustaan itu bukan ditujukan pada Salafiyyin. Jika hal itu ditujukan pada Salafiyyin, maka saya –dengan meminta izin Allah Robbul alamin- merasa terpanggil untuk melayangkan nasihat kepada Al-Akh Muhammad Ihsan Zainuddin, Lc sebagai pengisi rubrik yang berjudul “Fenomena Tashnif Di Tengah Para Pejuang Da’wah (1)”. Sekali lagi, jika tulisan itu ditujukan kepada Salafiyyin, maka jawaban dan sanggahannya berikut ini: Ihsan berkata : “Namun yang sungguh sangat menyedihkan, di tengah beban perjuangan yang sangat berat ini, ada kawan dan sahabat kita yang seolah mengoyak dan membuat luka dalam kebersamaan”. Jawaban dan sanggahan ucapan Ihsan: Jika yang Ihsan maksudkan disini sebagai kawan dan sahabat yang mengoyak dan membuat luka dan kebersamaan adalah salafiyyin, maka

description

Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz di Ormas Wahdah Islamiyyah)-Bag I)"(Ingatlah) diwaktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut, dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja . Padahal di sisi Allah adalah (perkara yang sangat) besar.” QS.An-Nur:15 Telah sampai ke tangan saya sebuah majalah yang bernama “Al-Islamy”[2] yang diasuh oleh para ustadz yang aktif di sebuah Ormas Al-Wahdah Al-Islamiyyah (WI).[3]Dari namanya, majalah ini nampaknya majalah yang membawakan suara Islam dan misi perdamaian. Namun disayangkan sekali pada edisi ke-2, tahun I/1426 H terdapat sebuah artikel yang menyayat hati dan berisi tuduhan-tuduhan yang tidak benar. Sekalipun maksud penulis ingin memperbaiki, namun malah sebaliknya.[4]Ketika membaca tulisan itu baris demi baris, saya temukan berisi tuduhan dan kedustaan pada orang lain. Semoga saja tuduhan dan kedustaan itu bukan ditujukan pada Salafiyyin. Jika hal itu ditujukan pada Salafiyyin, maka saya –dengan meminta izin Allah Robbul alamin- merasa terpanggil untuk melayangkan nasihat kepada Al-Akh Muhammad Ihsan Zainuddin, Lc sebagai pengisi rubrik yang berjudul “Fenomena Tashnif Di Tengah Para Pejuang Da’wah (1)”. Sekali lagi, jika tulisan itu ditujukan kepada Salafiyyin, maka jawaban dan sanggahannya berikut ini:http://jalansunnah.wordpress.com/

Transcript of Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas...

Page 1: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh

Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz di Ormas Wahdah Islamiyyah)

-Bag I)

"(Ingatlah) diwaktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut, dan

kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun, dan

kamu menganggapnya suatu yang ringan saja . Padahal di sisi Allah adalah

(perkara yang sangat) besar.” QS.An-Nur:15

Telah sampai ke tangan saya sebuah majalah yang bernama “Al-Islamy”[2] yang

diasuh oleh para ustadz yang aktif di sebuah Ormas Al-Wahdah Al-Islamiyyah

(WI).[3]

Dari namanya, majalah ini nampaknya majalah yang membawakan suara Islam

dan misi perdamaian. Namun disayangkan sekali pada edisi ke-2, tahun I/1426

H terdapat sebuah artikel yang menyayat hati dan berisi tuduhan-tuduhan yang

tidak benar. Sekalipun maksud penulis ingin memperbaiki, namun malah

sebaliknya.[4]

Ketika membaca tulisan itu baris demi baris, saya temukan berisi tuduhan dan

kedustaan pada orang lain. Semoga saja tuduhan dan kedustaan itu bukan

ditujukan pada Salafiyyin. Jika hal itu ditujukan pada Salafiyyin, maka saya

–dengan meminta izin Allah Robbul alamin- merasa terpanggil untuk

melayangkan nasihat kepada Al-Akh Muhammad Ihsan Zainuddin, Lc sebagai

pengisi rubrik yang berjudul “Fenomena Tashnif Di Tengah Para Pejuang

Da’wah (1)”.

Sekali lagi, jika tulisan itu ditujukan kepada Salafiyyin, maka jawaban dan

sanggahannya berikut ini:

Ihsan berkata: “Namun yang sungguh sangat menyedihkan, di tengah

beban perjuangan yang sangat berat ini, ada kawan dan sahabat kita yang

seolah mengoyak dan membuat luka dalam kebersamaan”.

Jawaban dan sanggahan ucapan Ihsan:

• Jika yang Ihsan maksudkan disini sebagai kawan dan sahabat yang

mengoyak dan membuat luka dan kebersamaan adalah salafiyyin, maka

Page 2: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

ini merupakan kezholiman dan kedustaan tanpa hujjah dan bukti. Mana

bukti bahwa salafiyyin mengoyak dan membuat luka dalam

kebersamaan? Jika yang Ihsan maksudkan dengan mengoyak disini

adalah “mengambil” para mad’unya, maka hal inipun tak boleh diucapkan

oleh seorang yang beradab, apalagi seorang alumni Al-Jami’ah

Al-Islamiyyah yang merupakan pionir da’wah dan adab serta

akhlak.Sekedar main tuduh mudah aja. Sebab boleh saja kita katakan

bahwa kalian pun sebenarnya “mengambil” mad’u orang, baik dari

Muhammadiyah, NU, Jama’ah Tabligh, HT, dll. Apabila yang ihsan

maksudkan dengan mengoyak bahwa salafiyyin sering mengeritik (baca:

menasihati)WI dan jama’ah da’wah lainnya yang menyimpang, maka

inipun tak ada salahnya. Sebab meluruskan penyimpangan suatu

jama’ah merupakan amar ma’ruf nahi munkar yang dianjurkan oleh Allah

dan Rasul-Nya Shallallahu alaih wasallam.

• Kami yakin Ihsan tak mampu mendatangkan bukti bahwa salafiyyin

mengoyak dan membuat luka dalam kebersamaan. Ini merupakan

tuduhan dan persangkaan yang menyakitkan dan mengoyak hati

salafiyyin. Oleh karena itu, kami ingatkan Ihsan dengan firman Allah

Ta’ala:

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa

kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul

kebohongan dan dosa yang nyata”[5]

Ihsan selanjutnya berkata (hal.47): “ Ada kawan dan sahabat yang tidak

lagi mempercayai bahwa kita sesungguhnya memiliki begitu banyak

kesamaan dalam perjuangan”.

Jawaban dan sanggahan ucapan Ihsan:

• Kesamaan kami salafiyyin dengan kalian memang ada, namun jangan

lupa bahwa disana ada perkara yang penting yang membedakan kita?!

Bukankah salafiyyin melarang khuruj (membelot) terhadap pemerintah[6],

menafikan adanya muwazanah[7] ketika membantah seorang yang

menyimpang dan menerangkan kekeliruannya agar kaum muslimin tidak

mengikutinya dalam kekeliruan tsb, dan tidak membela para du’at yang

Page 3: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

memiliki fikrah yang menyimpang. Sementara Ihsan dan yang sehaluan

dengannya malah melakukan hal itu.

• Inilah perbedaan antara kami dengan kalian. Perbedaan ini bukan

saja sebatas furu’, tapi sudah sampai aqidah ?! Bagaimana tidak,

sebab yang namanya khuruj alal hukkam (membelot terhadap

pemerintah) merupakan perkara bid’ah, dan bukan aqidah dan

amaliyyah salaf . Itu hanyalah amaliyyah orang yang buta

bashirahnya (mata hatinya) dari kalangan khawarij dan orang-orang

kuffar.

• Janganlah anda menyatakan bahwa demonstrasi yang tidak disertai

kekacauan (muzhoharoh silmiyyah) merupakan perkara yang sah

–sah saja dan boleh. DengarkanSyaikh Muhammad Ibn Sholeh

Al-‘Utsaimin-rahimahullah- berkata: “Demonstrasi merupakan perkara

baru yang tidak pernah dikenal di zaman Nabi –shollallahu alaih

wasallam- , dan tidak pula di zaman Al-Khulafa’ Ar-Rasyidin dan paara

sahabat-radhiyallah anhum-. Kemudian di dalamnya juga terdapat

kerusuhan, dan huru-hara yang menjadikannya terlarang, dimana juga

terjadi di dalamnya pemecahan kaca-kaca, pintu-pintu dan lainnya. Juga

terjadi ikhtilath (campur baur) antara pria dan wanita, antara anak muda

dengan orang tua[8] , serta perkara-perkaara yang menyerupainya

berupa kerusakan dan kemungkaran.Adapun masalah menekan dan

mendesak pemerintah, maka jika pemerintahnya muslim, cukuplah

Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya –Shollallahu alaih wasallam-

sebagai pengingat baginya. Ini merupakan sebaik-baik perkara

(baca:nasihat) yang disodorkan kepada seorang muslim. Jika

pemerintahnya kafir, maka jelas mereka (orang-orang kafir) itu tidak mau

mempedulikan para demonstran. Boleh jadi Pemerintah kafir itu akan

bersikap ramah dan baik di depan para demonstran, sekalipun di

batinnya tersembunyi kejelekan. Karenanya, kami memandang bahwa

demo merupakan perkaara munkar. Adapun ucapan(baca: alas an)

mereka: ‘Inikan demo yang damai (tak ada kerusuhan,pent.)!!’, maka

boleh jadi demonya damai di awalnya atau awal kalinya, kemudian

berubah jadi demo perusakan. Aku nasihatkan kepaada para pemuda

agar mereka mengikuti jalan hidupnya para Salaf. Karena Allah telah

memuji orang-orang Muhajirin dan Anshor, Allah telah memuji

orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan ”.[9]

Page 4: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

Alangkah benarnya apa yang dikatakan beliau bahwa demo-walaupun tanpa

kerusuhan- merupakan perkara baru dan bid’ah. Bid’ahnya orang-orang

Khawarij.

Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Asqolany – rahimahullah- berkata dalam menjelaskan

hakekat orang-orang Al-Qo’diyyah (salah satu kelompok Khawarij):

“Al-Qo’diyyah: adalah orang-orang Khawarij yang tidak memandang (harusnya)

perangi (pemerintah). Bahkan mereka hanya mengingkari pemerintah yang

zholim sesuai kemampuan, mereka mengajak kepada pendapat mereka, dan

juga mereka menghias-hiasi-disamping hal tsb- untuk memberontak, serta

mengira itu baik”.[10]

Dalam kitabnya yang lain, Al-Hafizh –rahimahullah-berkata:”Al-Qo’diyyah:

adalah orang-orang yang menghias-hiasi pemberontakan atas pemerintah,

sekalipun mereka tidak melakukan (pemberontakan itu) secara langsung”.[11]

• Janganlaah anda tertipu dengan para du’at hizbiyyin yang membolehkan

demo, sebab aqidah kita Ahlus Sunnah tidak mengindahkan demo

sebagai sarana da’wah. Bukan dan jangan seperti Safar Al-Hawali yang

pernah berkata: “Sesungguhnya demonya para wanita merupakan

salah satu di antara uslub (metode) da’wah dan memberi

pengaruh”.[12]

Jangan seperti A’idh Al-Qorni yang berkata ketika bangga menyaksikan para

wanita Al-Jaza’ir berdemo: “Demi Allah, Yang jiwaku ada di tangan-Nya,

sungguh telah keluar di Al-Jaza’ir dalam waktu sehari 700 ribu wanita

muslimah yang berhijab menuntut penerapan syari’at Islam”.[13]

Dan Jangan seperti Salman yang berkata: “Desakan manusia tidak mungkin

dilalaikan dalam segala kondisi di era sekarang ini. Kita sekarang di era

orang-orang mayoritas memiliki pengaruh besar. Mereka mampu

menjatuhkan para pemimpin besar, menggoncang singgasana,

menghancurkan pagar-pagar dan pembatas. Senantiasa (masih

teringat)gambar-gambar/foto orang-orang yang tidak bersenjata

menghadapi tank-tank dengan dada mereka di Uni Soviet”.[14]

Page 5: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

Syaikh Abdul Malik Al-Jaza’iry berkata dalam menanggapi ucapan ketiga da’i di

atas: “Demi Allah, sungguh urusan mereka itu aneh ! Siapa yang bisa

membayangkan kalau Jazirah Arab –setelah adanya da’wah Syaikh Muhammad

Ibn Abdil Wahhab- akan mampu melahirkan orang-orang semisal mereka?!

Setelah kehidupan yang penuh kesucian dijaga oleh kaum muslimin Jazirah

Arab,maka datanglah Safar, Salman, dan A’idh Al-Qorni di hadapan kaum hawa

agar mereka bisa mengeluarkannya dari kehormatannya karena Cuma ingin

memperbanyak jumlah dengannya dan memperkuat diri dengan para wanita?!

Safar Al-Hawali menerangkan pengaruh yang dalam ketika keluarnya para

wanita berdemo, , Al-Qorni menguatkannya dengan sumpah!! , sedang Salman

memompa mereka untuk bersabar menghadapi tank-tank. Alangkah anehnya

agama mereka!”

Syaikh Abdul Aziz Ibn Baz–rahimahullah- berkata: “Aku tidak memandang

bahwa demonya para wanita ataupun demonya para laki-laki termasuk solusi.

Akan tetapi itu merupakan musibah, dan termasuk sebab kejelekan, termasuk

sebab dizhaliminya sebagian orang, dengan cara yang tak benar. Akan tetapi

cara-cara yang syar’i adalah menyurat, menasihati berda’wah kepada

kebaikan dengan cara damai. Demikianlah yang ditempuh para ulama,

demikianlah para sahabat Nabi –Shallallahu alaih wasallam- dan para pengikut

mereka dalam kebaikan: dengan cara menyurat, berbicara langsung dengan

orang yang berbuat salah, dengan pemerintah, dan penguasa dengan

menghubunginya, menasihatinya, dan menyuratinya tanpa membeberkannya di

atas mimbar dan lainnya!! Katanya: Pemerintah melakukan begini, akhirnya

begini, Wallahul Musta’an“.

Beliau juga berkata: “Dikategorikan dalam masalah ini apa yang dilakukan oleh

sebagian orang berupa demo yang menimbulkan keburukan yang besar bagi

para da’i. Maka karnaval dan teriak-teriakan bukanlah merupakan jalan untuk

memperbaiki dan da’wah [15] . Jalan yang benar (dalam menasihati

pemerintah,pent.) adalah dengan cara berziarah dan menyurat dengan cara

yang baik”.[16]

• Memang benar ada kesamaan antara kami dengan anda dalam sebagian

hal. Namun apa maksud anda dengan menyatakan hal seperti ini??

Apakah anda menginginkan kami diam dari penyimpangan kalian

ataukah anda ingin menyamakan diri anda sama dengan diri kami dalam

Page 6: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

segala hal sehingga seakan-akan tak ada masalah diantara kita. Jika ini

yang anda inginkan, maka sulit.

• Tidakkah anda ingat bahwa antara dakwah Salaf dengan Asy’ariyyah

atau Ikhwanul Muslimin, JT, dan HT ada kesamaan dalam sebagian sisi.

Tapi kenapa para ulama’ kita tetap menerangkan penyimpangan mereka

yang merupakan pembeda antara dakwah Salaf dengan dakwah ahli

bid’ah. Cukuplah ini Anda pikirkan.

Ihsan:“Namun tiba-tiba engkau bertemu dengannya di sisi jalan, tapi tak

ada salam. Tak ada senyum. Ada apa sebenarnya?”

Sanggahan dan Jawaban untuk ucapan Ihsan di atas:

• Jika sekedar pengalaman, maka ana sendiri pernah mengalami ada

seorang aktivis Wahdah saya beri salam beberapa kali dan ana tetap

berdiri menunuggu jawaban salam dan uluran tangannya, namun ia tak

membalasnya. Lantas apa yang anda katakan tentang sikapnya. Apakah

ia salah??

• Seorang muslim ketika melihat saudaranya tidak memberikan salam

kepadanya, maka hendaknya ia berbaik sangka. Yah, mungkin ia lagi

tidak enak badan, atau anda adalah orang yang kurang menyenangkan

dalam bergaul. Jadi, hal ini dijadikan koreksi, jangan malah dijadikan

bahan tuduhan dan berburuk sangka kepada yang lain.Ingat, jangan

sampai tuduhan yang kita lontarkan telah beranak pianak dan

berpindah dari mulut ke mulut, tapi ternyata tidak satu pun tuduhan

itu terbukti.[17]

• Kalaupun ada seorang yang tak memberi salam demi memberikan

pelajaran kepada seseorang yang memiliki penyimpangan atau

kesalahan sebagai bahan koreksi bagi dirinya, maka inipun tak ada

salahnya dan memang merupakan perkara yang syar’i.[18]

Ihsan:“Kita sering sekali dibingungkan. Rujukan kita sama. Aqidah kita

sama. Kecintaan kita kepada As-Salaf Ash-Sholeh juga sama”.

Jawaban dan sanggahan ucapan Ihsan di atas:

Page 7: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

• Memang benar sebagian rujukan kita sama. Namun kami tidaklah

memakai kitab-kitab A’idh Al-Qorny, Salman, Safar Al-Hawaly sebagai

rujukan dan kitab kajian.Kami tak tahu apakah anda tahu hal ini ataukah

pura-pura buta dengan kenyataan. Kami tak ingin menyatakan anda

dusta sebab seorang ustadz jauh dari dusta.

• Sebagian aqidah kita memang sama, namun kami tak merusak aqidah

kami dengan mengadakan demo, menceritakan kejelekan pemerintah

muslim, dan juga tidak membenci mereka.

• Benar anda mencintai Salaf. Namun kecintaan kepada suatu kaum

tidaklah cukup dengan sekedar pernyataan, bahkan harus dibarengi

dengan realisasi.

Ihsan: “Baiklah, mungkin kita berbeda pandangan dalam beberapa

masalah, tapi bukankah para sahabat Nabi –shollallahu alaihi wa sallam –

yang muliapun seringkali berbeda pandangan. Lalu mengapa lahir

tuduhan-tuduhan yang membingungkan itu?”

Jawaban dan sanggahan buat ucapan Ihsan di atas:

• Perbedaan yang terjadi di antara para sahabat hanyalah dalam masalah

ijtihadiyah yang tidak mengharuskan adanya perpecahan [19].Mereka

tidak berbeda dalam manhaj dan aqidah. Sebaliknya perbedaan yang

terjadi antara jama’ah-jama’ah Islamiyyah, bukan lagi dalam masalah

ijtihadiyah, bahkan dalam masalah manhaj dan aqidah. Coba tengok ke

depan sedikit, anda akan melihat Ikhwanul Muslimin mengadakan kudeta,

demonstrasi, berdakwah lewat parlemen, pendekatan sunni-syi’ah,

bahkan muslim-kafir. Tengok lagi disana, Hizbut Tahrir menolak ratusan

hadits-hadits ahad dalam masalah aqidah. Sementara disana Jama’ah

Tabligh mengajak ummat kepada tasawwuf. Disana ada lagi Jama’atul

Muslimin yang mengkafirkan kaum muslimin yang tidak larut bersama

mereka. Dan ternyata Wahdah turut ambil andil dalam demo sebagai

benih kebencian kepada pemerintah, dan mengumandangkan

muwazanah dalam mengkritik para ahli bid’ah dan orang-orang yang

menyimpang.Demikian pula seminar yang mereka adakan bersama IM

tentang politik dan pemilu di kampus UNHAS [20],lalu seminar bersama

HT [21] .Adapun kedekatan beberapa tokoh Jamaah Tabligh dengan

para ustadz WI adalah perkara yang tidak samar.

Page 8: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

• “Lalu mengapa lahir tuduhan-tuduhan yang membingungkan itu?”, kata

Ihsan. Tuduhan apa yang membingungkan kalian? Bukankah kalian

berdemo, mempertahankan manhaj muwazah yang mubtada’ah, duduk

bersama ahli bid’ah. Ini bukan tuduhan. Bahkan waqi’unal yaum.

Ihsan:“Fenomena inilah yang disebut oleh Syekh Bakr ibn Abdillah Abu

Zaid-hafizhahullah- dengan fenomena tashnif. Fenomena pemberian label

dan cap kepada orang lain”.

• Jika sekedar ngomong dan nuduh orang, gampang. Bukankah kalian

sering menggunakan kata Ikhwanul Muslimin, Hizbut-Tahrir, Jama’ah

Tabligh, dan lainnya dalam membagi dan menyebut kelompok-kelompok

da’wah di Makassar?Jika anda menyatakan bahwa anda menyebut

mereka demikian tadi, itu bukan mencap dan memberi label untuk

mereka. Maka kami khawatir kalau anda tak ada bedanya dengan

mereka dengan alas an mereka kan saudara-saudara kita sama-sama

“berjuang” dan “berda’wah”.

• Dari dulu sampai sekarang para ulama kita masih terus memberikan label

kelompok-kelompok sesat, bahkan kelompok-kelompok sesat itu sendiri

yang melabeli dirinya. Dan perlu kami jelaskan bahwa tashnif ditinjau

secara bahasa bermakna :”membedakan sesuatu, sebagiannya dari

sebagian yang lain”.[22]

• Jadi, Sejak dulu para ulama kita telah membedakan ini Mu’tazilah, ini

shufiyyah, ini Murji’ah, ini Khawarij, dan ini Syi’ah sehingga istilah-istilah

ini terkenal sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Hazm –misalnya-

dalam Al-Fishol fil Milal wal-Ahwaa’ wa An-Nihal, Abdul Qohir Ibn

Muhammad Al-Baghdady dalam Al-Farq bainal Firoq, Asy-Syahrostany

dalam Al-Milal Wa An-Nihal. Demikian pula ulama’-ulama’ mutakhirin pun

menggunakan istilah-istilah untuk jama’ah dakwah agar bisa dibedakan

dari dakwah Ahlus Sunnah. Misalnya, Syaikh Ibn Baz, Syaikh Al-Albany

dalam berbagai kitab dan kasetnya, Syaikh At-Tuwaijiry dalam At-Tahdzir

Al-Baligh min Jama’ah At-Tabligh, Syaikh Al-Fauzan dalam Al-Ajwibah

Al-Mufidah, Syaikh Ahmad An-Najmy-hafizhohumullah wa rahim- dan

lainnya. Nah, Apakah menggunakan istilah-istilah seperti Ikhwanul

Muslimin,Jama’ah Tabligh, Hizbut Tahrir kita mau larang sementara para

ulama kita memakainya dalam rangka membedakan mereka dari dakwah

salaf?? Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaily –hafizhohullah- berkata setelah

Page 9: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

menerangkan asal kata Salafiyyun: “Dengan ini, nyatalah bahwa

penggunaa nama ini (yaitu, nama Salafiyyun,pent)bagi Ahlus Sunnah

adalah sesuatu yang syar’I dan kembali -pada asal maknanya- kepada

nama-nama mereka (Ahlussunnah) yang Syar’i. Seperti: Ahlus Sunnah

Wal Jama’ah, Ath-Tho’ifah Al-Manshuroh, Al-Firqoh An-Najiyah

untuk membedakan antara mereka (Ahlus Sunnah-Salafiyyun, pen)

dengan orang-orang yang menisbahkan diri kepada Islam dari kalangan

orang-orang yang menyimpang dari aqidah yang benar yang Rasul

–Shollallahu alaihi wasallam- meninggalkan ummatnya da atasnya.” [23].

Sekali lagi, Apakah membedakan kelompok-kelompok yang ada dengan

memberi label kepada mereka dengan menggunakan kata Ikhwani,

Tablighi, Tahriri, WI, NII bagi kelompok-kelompok yang menyimpang

dari rel Salaf merupakan perkara yang salah?? Jawabnya, tentu tidak

berdasarkan amaliyyah ulama’. Bahkan Nabi–Shollallahu alaihi

wasallam- juga membedakan ini muslim, itu kafir dan beliau juga pernah

bersabda dalam memberi label kepada orang-orang yang mengingkari

takdir:“Al-Qodariyyah: majusinya ummat ini…”.[24]

• Jika kita tidak memberi label kepada kelompok da’wah sufiyyah modern

(baca: Jama’ah Tabligh), kepada kelompok da’wah Neo Mu’tazilah(baca:

HT) dan lainnya, maka kapankah umat tahu kawan dan lawan mereka.

Apakah setelah mereka terjerat dalam kesesatan kelompok-kelompok itu,

baru kita berteriak-teriak bak “kebakaran jenggot”.

• Dulu ketika kami masih di Wahdah, kami sering kali mendengar kata

“MANIS”, Jama’ah Tabligh, IM, HT, dan lainnya dari mulut para pengikut

WI dan para ustadznya. Bahkan label “MANIS” mereka sudutkan.

Bukankah ini juga tashnif?? Mengapa justru fenomena tashnif ini malah

diarahkan dan dituduhkan kepada orang lain tanpa hujjah. Ingat, jangan

sampai tuduhan yang kita lontarkan telah beranak pianak dan

berpindah dari mulut ke mulut, tapi ternyata tidak satu pun tuduhan

itu terbukti.

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak

kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan

apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. [QS.Ash-Shoff: 2-3]

Kalian nyuruh orang agar tidak melakukan tashnif, tapi kalian sendiri

mentashnif manusia. Wallahi, hadza lasyai’un ujaab!!

Page 10: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

• Jika seorang mentashnif jama’ah-jama’ah yang menyimpang, apakah ini

keliru, dan dimana letak kekeliruannya. Maka kami akan katakan kepada

anda sebagai mana yang dikatakan Syaikh Bakr Abu

Zaid-hafizhahullah-:”Jika engkau beradu argumen dengan salah seorang

dari mereka, maka engkau tidak akan menemukan apapun darinya

kecuali sepotong semangat yang menggerakkannya tanpa landasan ilmu

yang jelas. Maka ia pun masuk ke dalam akal orang-orang bodoh dengan

semboyan “ghirah terhadap dien”, “menolong sunnah”, dan “persatuan

ummat”.[25] Padahal merekalah yang pertama kali yang mengayunkan

palu godam untuk menghancurkan dan mengoyak-ngoyak

keutuhannya… ” [26]

Footnote

[1] Ustadz ini merupakan pengamat dan pendukung da’wah Salaf sebagaimana

ia namakan dirinya dalam makalahnya “Renungan untuk Tidak Berfikir Picik”

yang dimuat dalam Jurnal Islamy, Al-Bashirah. Namun tidak setiap pengamat

dan pendukung merupakan “pemain” Selanjutnya kami sebut Ihsan.

[2] Mudah-mudahan penamaan majalah ini dengan “Al-Islamy”bukanlah timbal

balik adanya ketidaksetujuan penulis menisbahkan diri kepada As-Salaf. Artinya,

moga dia berbuat demikian bukan karena enggan menamai dirinya atau

majalahnya dengan nama salafy

[3] Majalah ini dibawa oleh seorang ikhwah yang baru keluar dari WI.

[4] Kita berharap hal ini dilakukan bukan karena pembelaan diri atau “jama’ah”

atau sekedar melampiaskan kebencian pada Salafiyyin tanpa hujjah.

[5]QS.Al-Ahzab:58

[6] Baik dengan cara melakukan demonstrasi, membongkar aib pemerintah

lewat Koran, majalah, TV, radio, pertemuan, maupun melakukan

pemberontakan dan kudeta.

[7] Perlu kami jelaskan dengan ringkas bahwasanya muwazanah yang diingkari

oleh para ulama’ adalah muwazanah ketika menjelaskan kekeliruan dan

penyimpangan seseorang. Adapun dalam menjelaskan biografi seseorang,

Page 11: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

maka tak mengapa disebutkan kebaikan dan kejelekannya (baca: kekeliruan

dan penyimpangannya). Namun itupun bukanlah merupakan keharusan.

[8]Seakan syaikh menyatakan bahwa itu merusak muru’ah (citra diri) sebab

orang tua ketika demo berlaga seperti anak muda,berteriak dan emosi.

Demikian pada wanita yang demo, citra dirinya rusak. Dia berjalan bersama

laki-laki, berlaga seperti laki-laki. Mestinya tinggal di rumah. Malah keluar,

na’udzu billah !!

[9]Lihat Buletin Silsilah Ad-Difa’ anis Sunnah (7): “Aqwaal ‘Ulama’

As-Sunnah fil Muzhaharat wa maa Yatarattab Alaih min Mafasid ‘Azhimah”,

hal.2-3, cet. Maktabah Al-Furqon, UEA.

[10]Lihat At-Tahdzib (8/114) sebagaimana dalam Lamm Ad-Durr Al-Mantsur,

hal.60 karya Jamal Ibn Furoihan Al-Haritsy, cet. Dar Al-Minhaj, Mesir.

[11]Lihat Hadyus Sari (459) yang dinukil dari Lamm Ad-Durr Al-Mantsur,

hal.60, cet. Dar Al-Minhaj.

[12]Simak kasetnya: Syarh Ath-Thohawiyyah (185)

[13]Lihat Fikrah Al-Irhab wal ‘Unf fil Mamlakah, hal.217 oleh Syaikh Abdus

Salam As-Suhaimy& Madaarik An-Nazhar, hal.416, cet. Dar Sabil Al-Mu’minin.

[14]Simak Kasetnya: Humum Fatat Multazimah. Ucapannya ini kami nukil dari

Fikrah Al-Irhab, hal.214

[15]Beda dengan yang dinyatakan oleh Safar Al-Hawali, katanya demo adalah

uslub da’wah. Maka perhatikan. Dan jangan dikatakan: “Diakan ulama’ boleh

saja ia berbuat dan berkata semaunya sebab itukan ijtihad dia. Kalau benar

dapat dua pahala, kalau salah, dapat satu”. Ini merupakan tipuan Iblis, sebab

demo merupakan salah satu bentuk khuruj alal hukkam.Sedang permasalahan

khuruj termasuk masalah aqidah yang salaf sudah sepakat haramnya. Lagian

Safar bukan ulama.

[16] Lihat Buletin Silsilah Ad-Difa’ (7),hal.1-2

Page 12: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

[17]Kalimat-kalimat yang tebal dan bergaris bawah di atas adalah merupakan

ucapan Ihsan dalam tulisannya tsb dalam Majalah Al-Islamy, edisi 2/1/1426 H,

hal.50. Dan ucapannya ini akan kami ulang-ulangi agar para pembaca tahu dan

paham firman Allah yang terjemahannya begini:

“(Ingatlah) diwaktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut, dan

kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun, dan

kamu menganggapnya suatu yang ringan saja . Padahal di sisi Allah adalah

(perkara yang sangat) besar.” QS.An-Nur:15

[18]Lihat dalil-dalil masalah ini dalam kitab-kitab aqidah yang mutaqoddimin.

Adapun kitab-kitab ulama-ulama sekarang seperti kitab Hajr Al-Mubtadi’ karya

Syaikh Bakr Abu Zaid, Mauqif Ahlis Sunnah wal Jama’ah min Ahlil Ahwa’

wal Bida’ oleh Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaily, Idho’ah Asy-Syumu’ karya Syaikh

Masyhur Hasan Salman, Ta’zhim As-Sunnah dll.

[19] Jika mau dikatakan itu dalam hal aqidah, maka itupun tidak menghalangi

adanya pengingkaran. Mereka berselisih, berarti belum ada ijma’. Namun

perkara yang diingkari para ulama atas jama’ah dakwah hizbiyyah adalah

merupakan perkara-perkara yang sudah mereka sepakati keharamannya,

semisal khuruj ala al-hukkam.

[20]Yang diisi oleh Pimpinan WI, Al-Ustadz H.Muhammad Ikhwan Abdul Jalil, Lc

[21]Seminar seperti ini pernah diadakan dua kali menurut yang kami

ketahui.Sekali dengan pembicara Al-Ustadz H.Muhammad Zaitun Rasmin,Lc

(saat itu juga pimpinan WI), yang kedua dengan pembicara Al-Ustadz H.Ilham

Jaya,Lc.

[22]Lihat Mu’jam Maqooyiis Al-Lughoh, hal.554 karya Abul Husain Ibn Faris

cet. Dar Ihya’ At-Turoots Al-Aroby, dan Lisan Al-Arab (7/423) cet. Dar Ihya’

At-Turots Al-Araby dan Mu’assasah At-Tarikh Al-Araby.

[23]Lihat Mauqif Ahlis Sunnah Wal-Jama’ah (1/64)

[24]HR.Abu Dawud dan Al-Hakim. Lihat Shohih Al-Jami’ Ash-Shoghir (4442)

karya Syaikh Al-Albany -rahimahullah-

Page 13: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

[25] Sampai masjidnya pun disebut dengan “ Wihdatul Ummah” (Persatuan

Ummat). Sekalipun demikian, merekalah yang pertama kali mengayunkan palu

godam atas ummat ini. Sebagai bukti, mereka mengajak ummat untuk berdemo

sebagai bukti pembangkangan kepada pemerintah muslim, mereka melarang

anak-anak untuk kajian ke tempat lain sekalipun ngaji pada salafiyyin. Bukankah

ini merupakan pemecahbelahan ummat? Jelas ini pemecahbelahan ummat,

bahkan juga tashnif. Yang satunya bilang: “kami Wahdah Islamiyyah”, yang lain

bilang: “Kami Hizbut Tahrir”, yang lain lagi bilang: “Kami Tabligh”, dan satu lagi

bilang: “Ikhwanul Muslim (Baca: PKS)”. Satu sama lainnya saling melarang anak

kajiannya untuk bergabung dengan yang lainnya karena takut -alasannya- anak

kajiannya “direbut” (baca: dirampas) orang

[26]Lihat Majalah Al-Islamy 2/I/1426 H, hal.54

Page 14: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh

Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz di Ormas Wahdah Islamiyyah)

-Bag II)

Ihsan : “Disebabkan fenomena ini terus saja ‘menghantui’ jalan da’wah

Ahlu sunnah, maka kami insya Allah akan membahas persoalan ini dalam

tulisan ini.”

Jawaban dan sanggahan ucapan Ihsan:

• Siapakah yang anda maksudkan dengan Ahlus Sunnah. Apakah

orang-orang yang senang membangkang kepada pemerintah dan

mempermalukan pemerintah dalam demo, ceramah, dan majelis mereka,

ataukah para pengikut neo shufiyyah, semacam Tabligh. Wallahi, mereka

itu bukan Ahlus Sunnah sekalipun mereka berkoar-koar !!

Ihsan:“Insya Allah akan ditampilkan secara berseri. Rujukannya

sepenuhnya diambil dari karya Syekh Bakr Ibn Abdillah Abu Zaid

–hafizhahullah- yang berjudul Tashnif An-Naas Baina az Zhann wal Yaqiin.

Semoga bermanfaat!”

Jawaban ucapan Ihsan di atas:

• Namun komentarnya Ihsan, apakah Syaikh setujui dan sesuai dengan

realita, ataukah hanya sekedar pengakuan dan tuduhan? Kita akan

buktikan, Insya Allah.

• Alhamdulillah kitab yang ditulis oleh Syaikh Bakr ini ternyata telah

disanggah oleh Syaikh Rabi’ Ibn Hadi Al-Madkhaly dalam Al-Hadd

Al-Fashil, hal.140-143 dengan sanggahan yang cukup ilmiyyah dan

memuaskan.Jazaahullahu khaeran.[1]

Ihsan: “Menyingkap kesesatan ahlul ahwa’ wal bid’ah, melakukan kritik

terhadap pandangan dan pemikiran yang menyelisihi Al-Qur’an dan

As-Sunnah, serta membongkar kejahatan para penyerunya, melakukan

hajr (pengisoliran), dan tahdzir (pemberian peringatan) terhadap mereka

yang diikuti dengan sikap bara’ (berlepas diri) dari segala kesesatan

mereka, dalam pandangan Ahlu sunnah adalah merupakan sebuah sunnah

yang terus berlaku dalam sepanjang sejarah kaum muslimin”.

Page 15: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

Jawaban terhadap ucapan Ihsan di atas:

• Kapankah anda menyingkap kesesatan ahlul ahwa’ wal bida’? Kapankah

anda melakukan kritik terhadap pandangan dan pemikiran yang

menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kapankah anda membongkar

kejahatan para penyerunya, melakukan hajr (boikot), tahdzir (nasehat

dan peringatan) terhadap mereka yang diikuti dengan sikap bara’

(berlepas diri) dari segala kesesatan mereka???Bukankah kalian setelah

dialog dengan Hizbut Tahrir (HT) kemudian berikutnya berselang setelah

beberapa waktu, kalian kembali duduk bersama dengan mereka dalam

sebuah acara seminar? Mana bara’ kalian dari orang-orang HT yang

telah menolak ratusan hadits-hadits ahad. Padahal para Salaf ketika ada

yang menolak sebuah hadits saja, maka mereka marah sekali, dan bara’

terhadap orang tsb, bahkan tak mau serumah.[2] Manakah kecintaan kita

kepada Salaf ?

• Mudah-mudahan apa yang diucapkan oleh Ihsan ini disadari dan bukan

sekedar pengakuan tanpa bukti nyata.

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak

kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan

apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. [QS.Ash-Shoff: 2-3]

Ihsan: “1. Ilmu yang jelas bahwa “kesesatan” dan “kesalahan” yang

disingkap itu benar-benar termasuk perkara yang sesat dan salah

berdasarkan dalil-dalil yang shahih dan ijma’ para ulama’ ”.

Jawaban terhadap ucapan Ihsan:

• Bukankah merupakan suatu kesesatan jika seorang berdemo, membela

para hizbiyyin, dan mempertahankan manhaj muwazanah? Kapankah

para ustadz Salafiyyin mengkritik kalian tanpa ilmu?

• Memang menyingkap kesesatan dan kesalahan harus berdasarkan dalil

yang shohih, bukan dalil-dalil yang dhoif. Namun apakah seorang yang

mau mengingkari dan menyingkap suatu kesesatan harus berdasarkan

ijma’ bahwa itu merupakan kesesatan dan kesalahan?Kalau begitu kalian

tak usah mengingkari para pemain musik sebab ada ulama’ yang

membolehkannya seperti Ibnu Hazm.Kalian tak usah ingkari orang-orang

Page 16: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

musbil sebab ada yang menyatakannya makruh seperti Imam

An-Nawawy. Kalian tak usah mengingkari wanita-wanita yang tak

bercadar sebab ada yang tak mewajibkannya.Dan banyak lagi masalah

khilafiyyah.

Ihsan : “Mengapa? Karena jika persoalan ijtihadiyah dimana para ulama

berbeda pendapat dengan pegangannya masing-masing, maka kita terikat

dengan begitu banyak kaidah seputar ijtihad. Seperti kaidah La yunqodhul

ijtihadu bil ijtihad (bahwa ijtihad seorang alim tidak dapat dibatalkan oleh

ijtihad alim lainnya).”

• Sekali lagi kami katakan, kalau begitu tak usah mengingkari orang yang

meminum khamr yang tidak terbuat dari korma sebab sebagian ulama

dari kalangan Hanafiyah membolehkannya. Kalau begitu tak usah ingkari

orang yang menurunkan tangannya ketika ia berdiri dalam sholat sebab

orang-orang Malikiyah menyunnahkan hal itu. Kalau begitu tak usah

mengingkari pemerintah Saudi memasukkan pasukan Amerika ke Jazirah

Arab (Jeddah) ketika perang Teluk sebab para ulama kita di Saudi

membolehkannya sekalipun Yusuf Al-Qordhowy berang dan menyelisihi

pendapat mereka. Kalau begitu andapun tidak boleh mengingkari orang

yang melarang Muwazanah jika menurut Anda disana ada ulama yang

membolehkannya dan melarangnya.

• Kami ingin bertanya kepada anda, apakah perbedaan di antara kita

dalam masalah aqodiyah ataukah masalah ijtihadiyah? Jika aqodiyah,

maka tak ada salahnya ada yang mengingkari. Jika masalah ijtihadiyah,

maka juga tak ada salahnya ada yang mengingkari kalian sebagaimana

para ulama kita dulu menulis kitab-kitab fiqh dalam membela

pendapatnya yang benar dan membantah pendapat ulama lainnya yang

salah. Namun tak ada yang menyatakan wahai ulama kalian jangan

mengingkari ulama lain yang tidak sependapat dengan kalian dalam

masalah ijtihadiyah. Bahkan para ulama kita terus dalam hal ini. Yang

satu mengingkari yang lainnya-dalam masalah qunut shubuh misalnya-

tanpa ada yang menyatakan: Eh, kalian jangan mengingkari ulama

lainnya!!

• Wahdah sendiri mengingkari salafiyyin. Kenapa kok kalian ingkari mereka

jika mereka memiliki sikap yang berbeda dengan kalian. Apakah kalian

Page 17: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

berbeda dengan mereka dalam hal aqodiyah ataukah ijtihadiyah? Jika

aqodiyah, apa buktinya. Jika ijtihadiyah, katanya tidak boleh diingkari.

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak

kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan

apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. [QS.Ash-Shoff: 2-3]

• Jadi kaedah ini, ana khawatirkan diplintir menjadi kaedah

Ikhwaniyah: “Kita bersepakat dalam perkara yang kita sepakati dan

saling memaafkan dalam perkara yang kita perselisihkan”.

Mudah-mudahan anda bisa pikirkan.

Ihsan : “Sudah barang tentu kita tidak mengatakan semuanya benar, tetapi

bukankah jika seorang mujtahid melakukan ijtihad, lalu ijtihadnya salah ia

tetap akan mendapatkan satu pahala, seperti pernah dikatakan oleh

Rasulullah –Shollallahu alaihi wa sallam-??”

• Benar, tapi apa maksud anda dengan mengucapkan seperti ini. Apakah

kalian menginginkan kami mendiamkan suatu perbuatan yang kami

anggap keliru berdasarkan dalil-dalil yang shohih dan kuat??Tak ada

salahnya kita mengingkari suatu perbuatan yang kita anggap

keliru-sekalipun dalam lingkup masalah ijtihadiyah.Kalau memang

seseorang tidak boleh mengingkari kekeliruan pendapat orang lain yang

berkaitan dengan masalah ijtihadiyah, maka tak usah ingkari orang

musbil dan biarkan murid kalian berisbal atau tidak berisbal.

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak

kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan

apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. [QS.Ash-Shoff: 2-3]

• Kami khawatir Ihsan menginginkan agar kita membiarkan dia bebas

menda’wahkan muwazanah, bolehnya demo, dan masuk dalam

parlemen dengan alasan berdakwah. Ini dikuatkan dengan ucapannya

yang berikut:

Ihsan : “Masalah keikutsertaan memilih dalam pemilu atau masuk dalam

parlemen-misalnya-, suatu ketika saya pernah mendengarkan seorang

ustadz yang dikenal banyak menda’wahkan As-Sunnah dengan mantapnya

Page 18: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

mengatakan: “ Para ulama’ Ahlussunnah diabad ini telah berijma’ bahwa

mengikuti pemilu dan masuk parlemen adalah perkara yang haram!” …”

• Kalau menurut kami sebaiknya saudara Ihsan tanya dulu kepada da’i

As-Sunnah tsb, siapa tahu ia punya pendahulu dari kalangan ulama yang

menegaskan adanya ijma’ dalam hal itu sebab kami sendiri belum pernah

mendengarkan ada seorang ulama’ yang membolehkan masuk dalam

parlemen karena merupakan salah satu sebab perpecahan. Kalau mau

dikatakan boleh karena darurat[3] seperti halnya makan babi, namun

hukum asalnya adalah haram.

• Masuk parlemen berdakwah dan memilih dalam kancah perpolitikan ala

demokrasi, apakah termasuk dalam masalah ijtihadiyah yang dibolehkan

adanya khilaf di dalamnya ataukah ia masuk dalam perkara bid’ah atau

perkara kekufuran?? Kami inginkan jawaban dari seorang yang mengaku

dirinya sebagai Pengamat dan Pendukung Dakwah Salafiyyah agar hal

ini menjadi bahan “Renungan untuk Tidak Berfikir Picik”.[4]

• Sekarang jika anda menyatakan mungkin disana ada ulama yang

berselisih dalam hal ini, maka anda seharusnya menyebutkan siapa

mereka.

Ihsan: “Baiklah, saya dan anda bisa saja sepakat bahwa masuk parlemen

mungkin seharusnya tidak ditempuh oleh para da’i, tapi bahwa para ulama

Ahlussunnah telah berijma’ akan hal itu, darimana Anda

mendapatkannya??”

Jawaban dan sanggahan terhadap ucapan Ihsan di atas:

• Sebelum mengingkari harus ada ilmu yang jelas-seperti yang anda

katakan sendiri-tentang sesuatu yang anda ingkari.

• Anda katakan: ”…Saya dan anda bisa saja sepakat bahwa masuk

parlemen mungkin seharusnya tidak ditempuh oleh para da’i…” Siapa

saya dan anda sehingga perkara seperti ini dipulangkan kepada kita.

Bukankah perkara seperti ini adalah perkara nawazil yang seharusnya

dikembalikan kepada ahlul ilmi.

• Ucapan anda ini basa-basi. Terus terang katakan saja apakah masuk

parlemen dan memilih itu boleh? Apa dasar anda dan ulama’ siapa yang

Page 19: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

membolehkannya. Kami khawatir kalau A’idh dan semisalnya saja yang

bolehkan.

• Kalau ada, apakah pendapat mereka rojih (kuat) atau malah lemah.

Ihsan : “Kasus muwazanah (menimbang antara kebaikan dan keburukan)

juga sama halnya. Bagi sebagian orang kata ini berubah dan menjelma

menjadi sebuah kata yang ‘menakutkan’. Salahkah ia?”

Jawaban dan sanggahan terhadap ucapan Ihsan di atas:

• Muwazanah dan masuk parlemen memang sama-sama termasuk

wasilah da’wah yang bid’ah dan memecah belah kaum muslimin.

Syaikh Al-Albany –rahimahullah- berkata: “Sesungguhnya orang-orang yang

mengada-adakan bid’ah muwazanah, mereka itu-tanpa diragukan lagi- telah

menyelisihi Al-Kitab, dan As-Sunnah, Sunnah ucapan maupun amaliyah, dan

telah menyelisihi manhaj As-Salaf Ash-Sholeh…Apabila orang yang terzhalimi

berkata: “Fulan telah menzhalimiku”, Lantas aapakah dikatakan kepadanya:

Ya akhi sebutkan juga kebaikannya. Demi Allah ini merupakan kesesatan

yang baru, termasuk hal yang paling aneh yang dimunculkan di medan

dakwah pada zaman ini .”[5]

• Betul kata “muwazanah” merupakan kata yang menakutkan sebab

merupakan tameng bagi para hizbiyyin dalam membela dan melindungi

idola mereka dari kalangan ahlul ahwa’.

• Salahkah ia? Jawabnya: jelas salah! Sebagaimana kata Syaikh Al-Albany

–hafizhohullah-[6]

Ihsan: “Jangan sampai kita seperti sebagian ulama –semoga Allah

merahmati mereka, amin- yang mati-matian menolak penggunaan qiyas

dalam berdalil, namun dalam prakteknya mereka juga menggunakan

qiyas.”

Jawaban dan sanggahan terhadap ucapan Ihsan di atas:

• Saya balik: Jangan sampai kita seperti sebagian orang yang mati-matian

mempertahankan muwazanah, namun dalam prakteknya mereka juga

tidak menggunakan muwazanah kepada sebagian orang atau kelompok

Page 20: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

lain,apalagi yang mengingatkan kesalahan dan penyimpangan mereka

(baca:WI) atau yang tak sepaham dengan mereka.

• Jangan sampai kita ini melarang ”ghibah”, namun pada prakteknya kita

juga berghibah[7], seperti mengghibah sebagian orang yang tidak

sepaham dengan kita atau mengghibah pemerintah.

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak

kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan

apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. [QS.Ash-Shoff: 2-3]

• Jangan sampai kita mirip orang yang melarang orang lain menuding dan

menuduh, tanpa ilmu. Namun paada prakteknya kita yang menuduh

orang tanpa ilmu.Jangan sampai tuduhan yang kita lontarkan telah

beranak-pianak dan berpindah dari mulut ke mulut, tapi ternyata tak

satupun tuduhan itu terbukti.

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak

kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan

apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. [QS.Ash-Shoff: 2-3]

Ihsan:“Bahkan ketika membantah keabsahan qiyas, mereka justru

menggunakan qiyas.”

Jawaban dan sanggahan terhadap ucapan Ihsan di atas:

• Saya balik: Bahkan ketika kalian memperjuangkan muwazanah

mati-matian, malah justru kalian membuang muwazanah ketika

menghadapi orang yang tidak sepaham dengan kalian.

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak

kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan

apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. [QS.Ash-Shoff: 2-3]

“Maaf, saya tidak mewajibkan anda bermuwazanah di setiap waktu. Tapi

pahamilah pertanyaan ini: apakah muwazanah itu salah dan batil secara

mutlak? Jangan lagi ada yang mengatakan bahwa para ulama’

Ahlussunnah telah berijma’ bahwa muwazanah itu adalah bid’ah…”

Page 21: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

Jawaban dan sanggahan terhadap ucapan Ihsan di atas:

• Bertanya itu mudah. Sekarang kami balik bertanya: Maaf, jika anda tidak

mewajibkan bermuwazanah di setiap waktu, tolong jelaskan kapan saja

muwazanah dibolehkan, dan apa hukumnya ketika itu.

• Muwazanah dalam mengingatkan bahayanya ahli bid’ah dan orang yang

keliru, batil secara mutlak.[8]. Adapun dalam menerangkan biografinya

seseorang yang menyimpang boleh-tapi itupun tidak lazim- menyebutkan

kebaikan dan kejelakannya sebagaimana hal ini disebutkan Syaikh

Albany –rahimahullah-. Boleh hanya menyebutkan kejelekannya saja

berdasarkan amaliyah para ahlul ilmi.

• Kalau menyatakan adanya ijma’, wallahu a’lam. Namun apakah berarti

kita tidak boleh menyatakan itu bid’ah kecuali setelah adanya ijma’.[9].

Saya kira tak ada yang menyatakan hal ini diantara kita. Apalagi Syaikh

Al-albany bilang muwazanah itu bid’ah !!

Ihsan: “Jika kita sudah memastikan bahwa “kesalahan” itu benar-benar

adalah sebuah “kesalahan” dan “kesesatan”, maka yang tak kalah

pentingnya selanjutnya adalah kita harus mempunyai ilmu yang jelas

bahwa perkara itu benar-benar terbukti keberadaannya pada orang yang

menjadi “sasaran tuduhan” itu. Jangan sampai tuduhan yang kita

lontarkan telah beranak-pianak dan berpindah dari mulut ke mulut, tapi

ternyata tak satupun tuduhan itu terbukti”.

Jawaban dan sanggahan terhadap ucapan Ihsan di atas:

• Bukankah telah nyata bahwa WI berdemo, membela muwazanah, dan

du’at hizbiyyah, semacam A’idh Al-Qorny, Salman dan Safar, serta duduk

bersama Hizbut-Tahrir dalam sebuah acara seminar di kampus Unhas??

Ihsan : “Landasan yang kedua adalah niat yang benar. Dalam menjalankan

kewajiban ini, sudah pasti niat sangat menentukan . Apa yang menjadi

motivasi Anda dalam menyingkap kesalahan tersebut ? Karena memang

ingin membela agama Allah dan sunnah Nabi ? [10] atau hanya karena

dengki melihat penyeru As-Sunnah lainnya mempunyai murid lebih

banyak, sarana duniawi yang lebih lengkap dan pendapatan yang lebih

dibanding Anda? Ah, hanya Allahlah kemudian Anda sajalah yang

Page 22: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

mengetahui niat itu…Tapi Anda tahu ‘ kan bahwa Anda akan dihisab di

akhirat ”.

Jawaban dan sanggahan terhadap ucapan Ihsan di atas:

• Dalam ucapan ini ada “tashnif ” bagi niat para du’at. Apa hukum tashnif

seperti ini??Tolong anda jawab.

• Jika yang diajak bicara disini Salafiyyin[11]. Maka kami tegaskan: bahwa

kami dalam menyingkap penyimpangan ahli bid’ah dan orang-orang yang

menyimpang, Insya Allah karena ingin membela agama Allah dan sunnah

Nabi-Nya –shollallahu alai wasallam-, hakadza nahsibuhu walaa

nuzakki alallahi ahada.

• Kalau dengki hanya karena melihat lebih banyaknya murid Wahdah,

maka sebenarnya kalau mau dengki, kami tak perlu dengki kepada

Wahdah, sebab masih banyak jama’ah dakwah yang memiliki murid lebih

banyak dibandingkan Wahdah.

• Jika dikatakan iri pada WI karena sarana duniawinya lebih lengkap dan

pendapatannya lebih dibandingkan kami salafiyyin, maka juga tak perlu iri

kepada WI, tapi mestinya iri melihat orang yang lebih mapan

dibandingkan WI, seperti Muhammadiyah, dan NU. Tapi bukanlah

demikian masalahnya. Siapa sih konglomeratnya WI sehingga harus

berbangga-bangga dan sombong di depan para hamba Allah Yang Maha

Kaya sehingga hamba Allah iri kepada Allah.

• Mudah-mudahan ini bukan tuduhan.Karena Jangan sampai tuduhan

yang kita lontarkan telah beranak-pianak dan berpindah dari mulut ke

mulut, tapi ternyata tak satupun tuduhan itu terbukti.

Allah Ta’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak

kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan

apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. [QS.Ash-Shoff: 2-3]

Allah Ta’ala berfirman:

“(Ingatlah) diwaktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut, dan

kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun, dan

Page 23: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

kamu menganggapnya suatu yang ringan saja . Padahal di sisi Allah adalah

(perkara yang sangat) besar.” QS.An-Nur:15

Ihsan: “Maka jelaslah bahwa menyingkap dan meluruskan kesesatan dan

kesalahan ahlul ahwa’ wal bida’ adalah sebuah kewajiban syar’i yang terus

berlaku hingga akhir zaman. Akan tetapi, jangan sampai anda tertipu

dengan sebagian orang yang menjadikan hal ini sebagai landasan

terhadap upaya mereka untuk menjatuhkan para ulama dan du’at. Setiap

hari mereka disibukkan mencari-cari kesalahan para du’at dengan alasan

membela As-Sunnah”.

Jawaban dan sanggahan terhadap ucapan Ihsan di atas:

• Menyingkap dan meluruskan kesesatan dan kesalahan ahlul ahwa’ wal

bida’ adalah sebuah kewajiban syar’i yang terus berlaku hingga akhir

zaman. Namun Kapankah menurut WI kewajiban syar’i ini diterapkan

sehubungan adanya kaedah muwazanah yang mereka perjuangkan?

• Siapa ulama dan du’at yang berupaya kami jatuhkan?? Apakah semisal

Salman, A’idh, dan Safar?? Siapa yang mengatakan mereka itu

ulama??Kalau ulama’, apa kita harus terima yang mereka katakan

sekalipun menyalahi nas dan aqidah salaf.

• Upaya apa yang kami lakukan untuk menjatuhkan para ulama?? Jangan

sampai ini merupakan sekedar tuduhan tanpa bukti. Ingat Jangan

sampai tuduhan yang kita lontarkan telah beranak-pianak dan

berpindah dari mulut ke mulut, tapi ternyata tak satupun tuduhan itu

terbukti.

Allah Ta’ala

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak

kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan

apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. [QS.Ash-Shoff: 2-3]

Allah Ta’ala berfirman:

“(Ingatlah) diwaktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut, dan

kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun, dan

Page 24: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

kamu menganggapnya suatu yang ringan saja . Padahal di sisi Allah adalah

(perkara yang sangat) besar.” QS.An-Nur:15

o Ketika Yayasan hizbiyyah Haramain ada di Makassar, Yayasan ini

sempat membagikan kitab yang ditulis oleh Muhammad Salim

Ad-Dausary dengan judul:[“Rof’ul La’imah” ]. Kitab ini berisikan

tuduhan keji (baca: murji’ah) kepada seorang murid Syaikh

Al-Albany, Syaikh Ali Ibn Hasan Al-Halaby Al-Atsary. Padahal

beliau adalah seorang ulama’ dan du’at Ahlus Sunnah. Lalu

kenapa tuduhan keji ini kepada Syaikh Ali Al-Atsary tidak dianggap

ghibah,dan menjatuhkan para ulama dan du’at??dan tidak

dianggap mencari-cari kesalahan para du’at??.Tuduhan keji tsb

yang ditorehkan oleh Muhammad Salim Ad-Dausary dalam Rof’ul

La’imah, telah dibantah oleh Syaikh Ali Ibn Hasan Al-Atsary dalam

At-Tanbihat Al-Mutawa’imah. Tentang nasib naas terakhir

Ad-Dausary ini, coba baca Kalimah Tadzkir karya Syaikh Ali

Hasan.

Ihsan : “Syekh Bakr Abu Zaid –hafizhahullah- mengatakan: “Di zaman ini,

fitnah (tashnif) ini menjalankan perannya dalam jubah orang-orang yang

menisbatkan dirinya pada sunnah, seraya mengenakan selendang yang

mereka nisbatkan kepada salafiyyah-namun sebenarnya mereka telah

menzhalimi (salafiyyah itu sendiri). Maka merekapun meletakkan diri

mereka untuk melontarkan (tuduhan) kepada para du’at dengan tuduhan

yang keji, yang dibangun di atas hujjah yang lemah. Merekapun sibuk

dengan tashnif yang sesat ” [12]…”

Jawaban dan sanggahan terhadap ucapan Ihsan di atas:

• Di zaman ini Wahdah menjalankan fitnah tashnifnya dengan

membagi-bagi, membeda-bedakan manusia dengan memberi label

kepada mereka: “Ini Salafiyyin”, “Ini Ikhwan”, “Ini HT”, “Ini JT”, dan lainnya.

Bukankah ini tashnif??

• Jadi mungkin ucapan Syaikh Bakr-Hafizhohullah- bagus kita ubah seperti

ini: “Fithnah tashnif yang dimotori oleh Wahdah ini menjalankan perannya

dalam jubah orang-orang yang menisbahkan dirinya pada sunnah[13],

seraya mengenakan selendang yang mereka nisbahkan kepada

Page 25: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

salafiyyah[14] -namun sebenarnya mereka telah menzhalimi (salafiyyah

itu sendiri). Maka merekapun meletakkan diri mereka untuk melontarkan

tuduhan kepada para du’at salafiyyin dengan tuduhan yang keji, yang

dibangun di atas hujjah yang lemah. Merekapun sibuk dengan tashnif

yang sesat.”

Ihsan: “Jika mereka tidak menemukan satu kesalahan atau ketergelinciran,

maka mereka berusaha mencari-cari kesalahan apapun atau bahkan

membuat-buatkan kesalahan lain yang sepenuhnya hanya dibangun di

atas syubuhat yang meragukan atau kata-kata yang mempunyai banyak

kemungkinan”.

Jawaban dan sanggahan terhadap ucapan Ihsan di atas:

• Jika sekedar mengucapkan kata-kata, tanpa dipikirkan akibatnya, maka

kami bisa berkata kepada anda : “Jika kalian tidak menemukan satu

kesalahan atau ketergelinciran du’at Salafiyyin, maka kalian berusaha

mencari-cari kesalahan salafiyyin atau bahkan membuat-buatkan

kesalahan lain yang sepenuhnya hanya dibangun di atas syubuhat yang

meragukan atau kata-kata yang mempunyai banyak kemungkinan”.[15]

Ihsan: “Namun bila usaha inipun gagal, dengan putus asa mereka

mengatakan: “Kami tak dapat menemukan kesalahannya karena ia

menyembunyikan bid’ahnya”! ”

Jawaban dan sanggahan terhadap ucapan Ihsan di atas:

• Untuk menyatakan kekeliruan kalian tak perlu kita katakan ucapan seperti

ini. Bukankah kalian demo, membela muwazanah, A’idh Al-Qorny, dan

Salman??Inikan jelas, tidak tersembunyi.

Ihsan: “Penyakit ini pada akhirnya melahirkan penyakit lain. Yaitu

munculnya pertanyaan-pertanyaan keji yang disertai senyum sinis tentang

fulan dan fulan, bahkan tentang niatnya-yang hanya diketahui olehAllah

kemudian si empunya niat-.”

Jawaban dan sanggahan terhadap ucapan Ihsan di atas:

Page 26: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

• Bukankah tadi anda berkata : “Apa yang menjadi motivasi Anda dalam

menyingkap kesalahan tersebut ? Karena memang ingin membela

agama Allah dan sunnah Nabi ? [16] atau hanya karena dengki melihat

penyeru As-Sunnah lainnya mempunyai murid lebih banyak, sarana

duniawi yang lebih lengkap dan pendapatan yang lebih dibanding Anda?

Ah, hanya Allahlah kemudian Anda sajalah yang mengetahui niat

itu…Tapi Anda tahu ‘ kan bahwa Anda akan dihisab di akhirat ”.

Ucapan anda yang bergaris bawah ini bukanlah pertanyaan, akan tetapi pada

hakekatnya merupakan pernyataan. Jika orang yang anda maksudkan dalam

ucapan ini adalah orang yang keliru –menurut versi anda- dalam menyingkap

kesalahan, maka jelas ia menyingkap kesalahan bukan karena ingin membela

agama Allah dan sunnah Nabi-Nya –shollallahu alaih wasallam-. Akan tetapi

orang itu hanya dengki dan iri kepada “penyeru As-Sunnah” lainnya.[17]

Ini buktinya kalau ucapan anda yang bergaris bawah merupakan pernyataan,

bukan pertanyaan. Jika ia merupakan pernyataan, maka ia adalah tuduhan yang

diawali dengan mentashnif niat dan mengorek-ngorek hati. Anda pun memasuki

“wilayah” niatnya. Dengan kejinya anda membedah isi hati para du’at salafiyyin.

Hanya dengan landasan zhan belaka. Entah dari mana nada memperoleh ilmu

“penyingkapan niat” seseorang.

• Bukankah dalam ucapan anda yang bergaris bawah juga ada

pertanyaan-pertanyaan (bahkan pernyataan) keji. Ingat Jangan sampai

tuduhan yang kita lontarkan telah beranak-pianak dan berpindah dari

mulut ke mulut, tapi ternyata tak satupun tuduhan itu terbukti.

Allah Ta’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak

kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan

apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. [QS.Ash-Shoff: 2-3]

Allah Ta’ala berfirman:

“(Ingatlah) diwaktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut, dan

kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun, dan

Page 27: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

kamu menganggapnya suatu yang ringan saja . Padahal di sisi Allah adalah

(perkara yang sangat) besar.” QS.An-Nur:15

• Saya katakan lagi:Darimana kalian mengetahui bahwa penyeru

As-Sunnah lainnya dengki kepada penyeru As-Sunnah lainnya hanya

karena persoalan dunia. Kalianpun memasuki “wilayah” niat orang.

Dengan kejinya, kalian membedah isi hati du’at salafiyyin. Hanya dengan

landasan zhan belaka. Entah darimana kalian memperoleh ilmu

“penyingkapan hati” seseorang.

Ihsan : “Bila mereka melihat seorang syekh atau ustadz yang duduk

menyampaikan kajian nya, lalu mereka tidak menemukan cacat apapun

padanya, merekapun memasuki “wilayah” niatnya. Dengan kejinya,

mereka membedah isi hati para ulama dan du’at. Hanya dengan landasan

zhan (persangkaan) belaka. Entah darimana mereka memperoleh ilmu

“penyingkapan hati” seseorang…”

Jawaban dan sanggahan ucapan Ihsan di atas:

• Adapun jawaban kami -dan kami belum tahu jawaban kalian yang jika

ternyata jawaban kalian tidak jauh dari jawaban kami, maka tidak layak

anda mengajukan pernyataan dan tuduhan seperti itu- : Jika seseorang

dinilai berdasarkan qorinah, itu bukanlah membedah isi hati

seseorang.Misalnya ada seorang yang biasa belajar dan bergaul dengan

Jama’ah Tabligh, maka kita sebagai orang yang paham akan

menyatakan bahwa orang ini pasti memiliki paham sufiyyah karena

pergaulannya sehari-hari –sebagai qorinah- yang menunjukkan orang itu

demikian. Ini sekedar contoh, bukan pembatasan. Ini bukan membedah

hati namanya, dan bukan “ilmu penyingkapan hati”.[18]

• Seorang yang biasa bergaul dengan hizbiyyin dan takfiriyyin-semacam

Usamah Ibn Ladin-, Salman, A’idh atau Safar, maka tak ada salahnya

kita katakan: Hati-hati dengan orang itu.”Seorang itu di atas agama

saudaranya”.

• Adapun tidak ditemukannya bukti, namun ada qorinah yang kuat, maka

seseorang menjauhi suatu jama’ah atau orang lain, itu tak ada salahnya

demi menyelamatkan agamanya[19]. Apalagi ada seorang Salaf,

Muhammad Ibn Ubaidillah Al-Gholaby –rahimahullah- berkata:

Page 28: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

“ Para ahlul ahwa’, itu saling menyembunyikan segala sesuatu, kecuali

persatuan dan persahabaatan mereka”.[20]

Apakah nanti setelah kita mendengar syubhat dari seseorang yang terkadang itu

dianggap dalil, bahkan kita sudah jadi korban fikrah dan pemahaman mereka

yang keliru, baru kita mau meninggalkan orang itu dengan alasan saya tak

menjauhi orang itu karena saya belum melihat penyimpangannya , sekalipun

sudah ada qorinah!! Bagaimana anda akan melihat dan mengetahui

penyimpangannya jika anda sudah terkena syubhat, yang terkadang syubhat itu

dianggap dalil dan al-haq. Na’udzu billah minal khudzlan fidiin wad dunya, amin.

Footnote :

[1]Hati-hati, jangan sampai anda katakan lagi bahwa Syaikh Robi’ kan bukan

Kibar Ulama’. Jawabnya, A’idh Al-Qorny kan bukan ulama, apalagi Kibar Ulama,

tapi kenapa bukunya “Laa Tahzan” amat dipuji dan sampai dijadikan sosok

ulama padahal masih banyak kitab-kitab ulama terpercaya yang jauh lebih

bagus darinya perlu dikaji dan umur tak cukup untuk mengkajinya,apalagi mau

mengkaji kitab semacam Laa Tahzan, belum jelas penulisnya. Dari sisi lain,

Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad –hafizhohullah- (penulis kitab Rifqon

Ahlassunnah bi Ahlis Sunnah)kan juga bukan Kibar Ulama, tapi ia juga ulama

yang dipertimbangkan pendapatnya sebagaimana Syaikh Robi’. Apakah istilah

Ulama Kibar (besar) dan Ulama Shighor (kecil) kalian gunakan hanya untuk

menolak suatu kebenaran?? Wallahi, hadza lasyai’un ujaab!! .

[2]Lihat Ta’zhim As-Sunnah, hal.23-30 karya Syaikh Abdul Qoyyum

As-Suhaibany

[3]Namun darurat disini masih perlu ditinjau lagi sebatas mana. Kapan disebut

darurat.

[4]Dalam tanda petik merupakan judul tulisan Ihsan dalam Jurnal Islami,

Al-Bashirah., edisi IV, Jumadil Tsani-Rajab 1424 H. Namun sayangnya tulisan

ini tak jauh beda nasibnya dengan tulisannya yang sedang kami bantah ini.

Tulisannya dalam Al-Bashirah tsb kami juga sertakan sebagian bantahannya,

bukan keseluruhannya karena sempitnya waktu dan pendeknya umur. Wabil

isyaroh yafhamullabiib.

Page 29: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

[5]Lihat Buletin Silsilah Ad-Difa’(1):Aqwal Ulama’ As-Sunnah fi Manhaj

Al-Muwazanat, hal.3-4, cet. Maktabah Al-Furqon, UEA.

[6]Jika anda ingin lebih jelas maka silakan baca bulletin di atas Silsilah

Ad-Difa’(1). Disitu disebutkan ucapan Syaikh Ibn Baz, Albany, Al-Utsaimin,

Al-Fauzan, Al-Luhaidan, dan Al-Abbad –rahimallahul jami’- tentang larangan

bermuwazanah. Hukumnya jelas kecuali bagi orang yang dibutakan mata

hatinya oleh Allah.

[7]Ini saya katakan sebab ada diantara WI yang melarang kita mengingatkan

bahayanya sebagian du’at hizbiyyah dengan alasan katanya itu

ghibah-sebenarnya itu bukan ghibah-. Namun ketika tiba giliran mereka

mengkritik (baca: menggibah) orang lain dan mendemo pemerintah, itu

dianggap bukan ghibah.

[8]Inilah yang diingkari salafiyyin atas hizbiyyin ketika mereka (para hizbiyyin)

melakukan dan mengangkat muwazanah ketika melihat para ahlul ahwa’ dari

kalangan da’i-da’i mereka dikritik sebagai sarana untuk membungkam salafiyyin.

[9]Seperti maulid itu dikatakan bid’ah, sekalipun ulama tidak ijma’. Boleh kita

ingkari orang yang bermaulid dengan menerangkan kebatilannya, seperti Alwi

Al-Maliky, ia telah dibantah oleh ulama dalam buku tersendiri.

[10]Disini penulis, Ihsan lupa adab mengucapkan shalawat.

[11]Dan memang Salafiyyin yang diajak bicara dan dituduh disini. Buktinya, ada

beberapa ikhwah yang menyampaikan kepada kami bahwa mereka

mendengarkan sebagian ustadz WI dan para anak kajiannya menuduh kami

salafiyyin. Katanya: Salafiyyun itu iri dengan dakwah kita karena dakwah kita

sudah tersebar dan banyak jumlahnya. Padahal kalau banyak-banyakan, orang

kafir lebih banyak dibandingkan kita. Tapi apa mereka di atas al-haq?? Coba

pikirkan wahai sang pengamat.

[12]Tashnif An-Naas,hal.28-29

[13]Wahdah kan ngaku juga sebagai pejuang As-Sunnah dan du’atnya.

Page 30: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

[14]Bukankah WI juga sekarang sudah ngaku berdakwah di atas aqidah dan

manhaj salaf?!

[15]Hal ini kami alami sendiri ketika Al-Ustadz Haji Zaitun Rasmin Lc

menyampaikan materi daurah katanya: “Kita jangan seperti sebuah kelompok

yang ada di Baji Rupa mereka ini kerjanya Cuma mencari-mencari kesalahan

orang, kesalahan saudara-saudara kita yang ada di Jama’ah Tabligh. Padahal

Jama’ah Tabligh merupakan saudara-saudara kita yang sama-sama berjuang di

jalan Allah. Jadi tak usah sibukkan diri kita dengan mereka”.Justru malah ustadz

ini cari-cari kesalahan. Sebab ia berusaha menyalahkan salafiyyin hanya karena

salafiyyin selalu ingatkan bahayanya JT. Ini dianggap kesalahan, padahal bukan.

Bukankah ini merupakan usaha mencari-cari kesalahan??? Ingat Jangan

sampai tuduhan yang kita lontarkan telah beranak-pianak dan berpindah

dari mulut ke mulut, tapi ternyata tak satupun tuduhan itu terbukti

[16]Disini penulis lupa adab mengucapkan shalawat.

[17]Kami berharap mudah-mudahan tuduhan dan pernyataan iri ini bukanlah

ditujukan kepada salafiyyin. Tapi besar kemungkinannya salafiyyin yang dituduh

iri dan dengki. Kenapa? Sebab ada beberapa orang ustadz WI berkata ketika

mendengar WI dikritik: “Salafiyyin itu sakit hati”, yang lain bilang: “Mereka iri”

[18]Contoh lain: Jika ada seorang anak muda memakai kaos oblong bertuliskan

“Nirvana” dengan semiran kepala yang merah. Bukankah anda akan katakan

anak ini berandal berdasarkan qorinah? Apakah mau dikatakan ini “ilmu

penyingkapan hati”?

[19]Apalagi kalau sudah ada bukti, seperti demo, membela du’at hizbiyyin, dan

lainnya.

[20]Lihat Al-Ibanah (510)

Page 31: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh

Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz di Ormas Wahdah Islamiyyah)

-Bag III)

Ihsan: “Tentang “tukang jarh” itu, Syeikhul Islam mengatakan: “Diantara

manusia, ada yang mengghibah orang lain demi (menyenangkan) orang

yang hadir di majelisnya, teman-temannya, dan kerabat-kerabatnya.

Padahal ia mengetahui bahwa orang yang ia gunjingkan sama sekali

bersih dari apa yang mereka katakan. Atau mungkin saja orang itu

memang memiliki beberapa hal yang digunjingkan itu, tapi ia takut jika ia

mengingkari (apa yang dilakukan teman-temannya itu), maka majelis itu

ditutup, mereka merasa marah dan meninggalkannya. Maka ia memandang

bahwa menyetujui apa yang mereka kerjakan adalah salah satu wujud

mempergauli teman dengan baik. (Orang-orang di majlis) mungkin marah

(pada orang yang digunjing), maka iapun ikut marah karenanya…Diantara

mereka adapula yang melakukan ghibah dengan berbagai cara. Kadang

ada yang melakukannya dengan berlindung dibalik keshalehan dan

keta’atannya beribadah. Ia mengatakan: ‘Bukan kebiasaan saya untuk

menceritakan seseorang kecuali dengan kebaikan dan saya sebenarnya

tidak menyukai ghibah apalagi dusta.Tapi saya hanya menyampaikan apa

yang sebenarnya tentang dia…’ Atau mengatakan: ‘Demi Allah, sungguh ia

orang yang patut dikasihani…’ Atau : ‘Ia sebenarnya orang baik, tapi

sayangnya ia begini dan begitu’… ”. Dan pada lain kali ia akan

mengatakan:’Jangan lagi singgung tentang dia! Semoga Allah

mengampuni kita dan dia…’, padahal maksudnya hanyalah meremehkan

dan merendahkan orang itu. Mereka melakukan ghibah dengan berlindung

di balik alasan agama dan keshalehan. Mereka telah menipu Allah

sebagaimana mereka telah menipu makhluq-Nya. Dan kami telah melihat

banyak orang seperti ini dan yang semacamnya.”

Ibnul Qoyyim: “…Betapa banyaknya engkau melihat orang yang bersikap

wara’ dari perbuatan keji dan kezhaliman, namun lidahnya melemparkan

kedustaan kepada kehormatan orang yang masih hidup maupun telah

meninggal. Dan ia tidak peduli dengan apa yang ia ucapkan…”.

Jawaban dan sanggahannya:

Page 32: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

• Ucapan Syaikhul Islam dan Ibnul Qoyyim di atas, ini cocok kita

kembalikan kepada orang-orang yang berpenampilan shaleh dan wara’

namun mereka masih saja senang mengghibah pemerintahnya yang

muslim dan para du’at salafiyyin. Silakan anda pikirkan sendiri.

• Amatlah mengherankan ada suatu kaum yang melarang ghibah, namun

dirinya sendiri senang mengghibah pemerintah dalam demo-demo,

majelis, dan obrolan mereka. Tiba giliran orang mengingatkan bahayanya

para ahlul ahwa’, eh malah mencak-mencak melarang orang berghibah.

Padahal kalau ditinjau itu bukan ghibah, tapi nasehat bagi orang yang tak

tahu tentang kesesatan suatu kaum dari kalangan ahlul ahwa’.

Allah Ta’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak

kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan

apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. [QS.Ash-Shoff: 2-3]

Allah Ta’ala berfirman:

“(Ingatlah) diwaktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut, dan

kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun, dan

kamu menganggapnya suatu yang ringan saja . Padahal di sisi Allah adalah

(perkara yang sangat) besar.” QS.An-Nur:15

• Sekali lagi mudah-mudahan ini bukan tuduhan bagi salafiyyin. Ingat

Jangan sampai tuduhan yang kita lontarkan telah beranak-pianak dan

berpindah dari mulut ke mulut, tapi ternyata tak satupun tuduhan itu

terbukti.

Ihsan: “Itulah sebabnya, nasehat para salaf untuk tidak mendengarkan

celaan dan tuduhan alim yang satu terhadap alim yang lainnya demikian

banyaknya”.

Jawaban dan sanggahan terhadap ucapan Ihsan di atas:

• Seakan Ihsan disini mengisyaratkan kepada suatu kaedah dalam ilmu

hadits yang berbunyi: “Jarhul aqron laa yu’tabar”

Page 33: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

• Saya katakan: Ini merupakan syubhat yang diambil dari kaedah yang

telah dibuat oleh para ahlul hadits, yang kemudian hari dijadikan hujjah

oleh sebagian orang yang ada penyakit di hatinya tentang tidak bolehnya

seseorang membicarakan penyimpangan para du’at hizbiyyin dan ahlul

ahwa’. Kaedah ini bukanlah hujjah bagi mereka dalam hal tsb. Kaedah ini

tidaklah diamalkan begitu saja, bahkan disana harus terpenuhi

syarat-syaratnya sebagaimana hal ini nyata melalui ucapan para ahlul

ilmi berikut :

• Syaikh Muhammad Dhiya’ Ar-Rahman Al-A’zhomy –hafizhahullah-

berkata dalam mengomentari kaedah tsb: “Sebaliknya disana ada poin

yang lain, yaitu bahwa jarh apabila munculnya dari seorang yang

memahami sebab-sebab jarh, dan ia termasuk orang yang dipercaya

agama dan ketaqwaannya. Maka komentarnya -tentang orang yang

semasa dengannya, dia melihatnya, bergaul dengannya, dan

menemaninya-lebih jelas dibandingkan orang lainnya. Jadi, menghukumi

seseorang dengan berdasarkan pengalaman, uji-coba, dan penyaksian

adalah lebih utama diterima dibandingkan komentar orang yang tidak

semasa dengannya dan tidak menyaksikannya. Karenanya, orang yang

melazimi seorang syaikh itu akan lebih tahu tentang syaikhnya

dibandingkan orang lain. Ini banyak dalam kitab-kitab jarh dan ta’dil. Jadi,

pendapat yang menyatakan bahwa jarhnya seorang terhadap

qorin/temannya tidaklah berpengaruh bukan (diamalkan) begitu saja

secara muthlaq” [1]

• Ini menunjukkan bahwa kaedah ini bukan digunakan begitu saja secara

serampangan.Apabila disana jarh yang jelas (mufassar) yang di

dalamnya orang yang menjarh menyebutkan sebab ia menjarh, maka

wajib menerima jarh tsb. Al-Hafizh berkata: “Komentar seorang tentang

sebagian qorinnya tidak diperhitungkan apabila tidak jelas (ghairu

mufassar)” [2] Perkataan beliau ini menunjukkan bahwa yang tidak

mu’tabar adalah jarh qorin yang tidak jelas.

• Namun siapakah ulama yang kalian maksudkan disini? Apakah jika

Syaikh Ibn Baz –misalnya-menjelaskan penyimpangan Salman dan Safar,

bahkan memenjara keduanya. Lalu apakah kita pantas berkata dalam

kasus Syaikh Ibn Baz ini demikian: “Itulah sebabnya, nasehat para salaf

untuk tidak mendengarkan celaan dan tuduhan alim yang satu terhadap

alim yang lainnya demikian banyaknya”.

Page 34: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

Ini kalau kita anggap Salman dan Safar Al-Hawaly sebagai ulama. Tapi apa

mereka ulama, tentu bukan.

Ihsan:”Abu Hazim-rahimahullah-berkata: “Hingga tiba zaman ini, dimana

seorang mencela orang yang di atasnya dalam hal ilmu agar orang tidak

lagi berguru padanya dan memandang bahwa mereka tidak lagi

membutuhkannya. Ia tidak pula mau bermudzakarah dengan yang sama

dengannya dalam hal ilmu. Lalu meremehkan orang yang ilmunya lebih

rendah darinya. Akibatnya binasalah manusia”.

Jawaban dan sanggahan terhadap ucapan Ihsan:

• Alhamdulillah, kami salafiyyin adalah orang-orang yang paling

menghormati orang-orang yang ada di atas kami dari kalangan ulama.

Sebab kami tahu benar ucapan dan nasihat para salaf agar menghormati

para ulama:

Melecehkan Ahli hadits dan ulama merupakan di antara tanda dan ciri khas ahli

bid’ah yang menyimpang. Imam Abu Utsman Isma’il bin

AbdurrahmanAsh-Shobuni -Rahimahullah- berkata: "Tanda-tanda bid’ah pada

pelakunya sangat jelas. Tanda mereka yang paling jelas: adalah sengitnya

permusuhan mereka terhadap pembawa hadits-hadits Nabi Shallallaahu ‘alaihi

wasallam [3], merendahkan mereka…" [4]

Muhammad bin Isma’il At-Tirmidzy Rahimahullah berkata: "Dulu saya pernah

bersama Ahmad bin Al-Hasan di sisi Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal. Lalu

Ahmad bin Al-Hasan berkata kepada beliau:[Wahai Abu Abdillah, Orang-orang

di Mekkah menyebutkan aibnya para ahli hadits kepada Ibnu Abi Qutailah. Lalu

Ibnu Abi Qutailah pun berkata:"Ahli hadits itu adalah kaum yang jelek"]. Maka

Imam Ahmad pun bangkit berdiri dan mengirapkan pakaiannya seraya

berkata:[Zindiq…zindiq…zindiq !!!]sampai beliau masuk rumah".

Ahmad bin Sinan Al-Qoththon –Rahimahullah – berkata: "Tak ada seorang

ahli bid’ahpun di dunia ini, kecuali ia akan membenci Ahli Hadits. Jika seseorang

melakukan suatu bid’ah, niscaya akan dicabut manisnya hadits dari hatinya".

Page 35: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

Abu Nashr Ibnu Sallam Al-Faqih-rahimahullah- berkata: "Tak ada sesuatu

yang paling berat dan dibenci oleh orang-orang mulhid daripada mendengarkan

hadits dan meriwayatkannyanya bersama sanad".

Abu Hatim Muhammad bin Idris Ar-Rozi–rahimahullah-, seorang Imam Ahlis

Sunnah di zamannya pernah berkata: "Ciri khas ahli bid’ah adalah (suka )

mencela ahli hadits".[5]

Inilah adab yang senantiasa dijaga oleh Ahlis Sunnah, yaitu senantiasa menjaga

dan menghormati mereka para ulama, serta tidak merendahkan mereka.

Di dalam Islam kita diajarkan agar senantiasa menjaga adab sopan-santun

terhadap sesama muslim. As-Sulamy –rahimahullah-berkata:"Persahabatan itu

bermacam-macam. Semuanya mempunyai adab, kewajiban, dan

konsekuensi.Maka persahabatan dengan ulama dengan cara:menjaga

kehormatan mereka, menerima ucapannya, rujuk kepada mereka dalam segala

urusan, mengenal martabat mereka yang Allah telah berikan kepadanya

sebagai pengganti dan pewaris Nabi-Nya Shallallaahu ‘alaihi wasallam ,

berdasarkan sabdanya:["Ulama adalah pewaris para Nabi" ][6]" .[7]

Tidak merendahkan dan mencela seorang muslim merupakan adab yang harus

dijaga oleh seorang yang multazim dan komitmen dengan dinul Islam. Ini

hubungannya dengan muslim secara umum, bagaimana lagi jika ia seorang

ulama dan ahli hadits, maka tentunya kita harus lebih menjaga lisan dan hati

kita dari sikap yang menunjukkan perendahan dan penghinaan kepada ahli

hadits. Mereka itu adalah pewaris dan penukil hadits –hadits Nabi Shallallaahu

‘alaihi wasallam . Mereka telah banyak mengorbankan waktu, tenaga dan harta

demi mengumpulkan hadits-hadits agar ajaran agama Islam ini tetap

abadi.Mereka berjalan mencari hadits-hadits Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi

wasallam di bawah terik matahari dan tidak mengenal siang-malam, terkena

hujan demi menjaga syari’at ini sehingga kita bisa menikmati dan

mempelajarinya pada hari ini seakan kita belajar di depan Nabi Shallallaahu

‘alaihi wasallam dan mendengarkannya secara langsung, tanpa bersusah

payah.

Apakah dengan segala pengorbanan tersebut dalam mencari hadits, lalu kita

generasi berikutnya berani dan lancang mencela dan merendahkan mereka

Page 36: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

seraya berkata:"Saya tak butuh ahli hadits dan ulama. Mereka itu

mengambil hadits dari makhluk dan orang-orang mati, serta kitab-kitab

kuno, sedangkan saya mengambil hadits langsung dari Allah. Ilmu kami

lebih luas dibandingkan para ulama itu. Karena para ulama tak mengenal

waqi’"? Sungguh ini merupakan kesombongan dan kurangnya kesyukuran !!

Mungkin ada baiknya kami nukilkan sebagian ucapan para hizbiyyin yang

merendahkan ahlul ilmi.

Safar Al-Hawaly berkata dalam kasetnya “Fafirru ilallah” :”Ulama kita, ya

ikhwan, cukuplah bagi mereka, cukuplah bagi mereka. Kita tidak membenarkan

segala seseuatu bagi mereka…kita tidak mengatakan: mereka itu ma’shum. Kita

katakan: ”Mereka memiliki kekurangan dalam mengenal waqi’ (kenyataan).

Mereka memiliki beberapa perkara kitalah yang akan menyempurnakannya”.[8]

• Tentang Mudzakarah : alhamdulillah, kami biasa bermudzakarah

dengan orang yang selevel dengan kami, lebih dari itu bahkan kami biasa

bermudzakarah dengan ikhwah-ikhwah yang lebih rendah ilmunya

dibandingkan kami. Apalagi kalau ilmu sama atau lebih banyak. Sifat

yang disebutkan oleh Abu Hazim ini adalah sifat sombong yang tidak

boleh dimiliki oleh seorang penuntut ilmu, apalagi seorang ustadz seperti

anda.

• Memang benar kami mengingatkan bahaya penyimpangan Salman, A’idh,

dan Safar Al-Hawaly sekalipun mereka lebih tinggi ilmunya dibandingkan

kami-menurut anda- karena ulama kita yang kibar pun mengingatkan

penyimpangan mereka. Ya, kita ini sekedar penyampai misi para ulama.

Maka tak ada salahnya jika kami menyampaikan tahdzir mereka kepada

3 du’at tsb.[9]

• Jadi, ucapan Abu Hazim anda jangan ditempatkan bukan pada

tempatnya. Sepantasnya ditujukan kepada para hizbiyyin yang melarang

murid-muridnya untuk belajar kepada masyayikh salafiyyin.[10]

Ihsan: “Yah, bagaimana manusia tidak akan binasa, jika tidak ada lagi

seorang ulama atau da’i yang dapat mereka percaya. Si fulan begini dan si

fulan begini. Siapa lagi yang tersisa.”

Jawaban terhadap ucapan Ihsan:

Page 37: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

• Siapa sih ulama yang tidak lagi kami-salafiyyin- percayai. Alangkah

banyaknya ulama yang kami percayai. Kalau mau dihitung, umur tak

cukup untuk menyebutkannya. Kami percaya kepada para Ulama’ yang

terpercaya di Saudi dan lainnya, semisal Syaikh Ibn Baz, Al-‘Utsaimin,

Albany, Al-Fauzan, Ali bin Hasan Al-Halaby Al-Atsary, Syaikh Bakr Abu

Zaid, Syaikh Rabi’ bin Hadi, Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, Sholeh

As-Suhaimy, Abdur-Razzaq Al-Abbad, dll masih banyak.

• Siapa sih da’i yang tidak kami percaya??Alangkah banyaknya kalau mau

dihitung, semisal Ibnu Yunus, Dzulqornain, Khidhir, Mustamin, Askari, dll

masih banyak perlu dibuatkan kolom.

• Mana kebenaran ucapan anda?? Kami khawatir jika ini hanya sekedar

tuduhan keji kepada salafiyyin. Ingat Jangan sampai tuduhan yang kita

lontarkan telah beranak-pianak dan berpindah dari mulut ke mulut, tapi

ternyata tak satupun tuduhan itu terbukti. Karena ini, jelas menyakitkan

hati salafiyyin. Maka bertaqwalah kepada Allah. Allah Azza wa Jalla

berfirman:

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa

kesalahan yang mereka perbuat , maka sesungguhnya mereka telah memikul

kebohongan dan dosa yang nyata ”

[11]

• Tidak mempercayai seseorang, itu merupakan pekerjaan hati tidak

diketahui siapapun kecuali Allah. Entah darimana anda mengetahui isi

hati orang bahwa salafiyyin tidak lagi percaya sama ulama. Entah dari

mana anda memperoleh ilmu “penyingkapan niat” seseorang.

Ihsan:“Orang-orang yang melakukan tashnif ini mungkin telah buta atau

pura-pura buta untuk melihat betapa setiap hari, bahkan setiap detik

ummat ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan”.

Jawaban ucapan Ihsan:

• Apa maksud anda mengucapkan seperti ini. Apakah kalian

mengharapkan kami diam terhadap penyimpangan para hizbiyyin dan

membiarkan mereka menyebarkan fikrah sesatnya??Kapan ummat akan

tahu bahwa jama’ah fulan keliru dalam aqidahnya, jika tidak dijelaskan.

Page 38: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

• Salafiyyun paham dan prihatin benar dengan kondisi ummat, lebih dari

perhatian anda. Tapi apakah kita mau mengatasi problema ummat

dengan dakwah salafiyyah ataukah kita mau mengambil jalan pintas

orang-orang harakiyyin dalam berdakwah dengan cara kudeta, demo,

masuk parlemen dengan dalih “prihatin terhadap ummat”, “Ghirah

terhadap dien”, “menyatukan ummat”. Sehingga orang yang tidak

melakukan cara-cara itu dikatakan dia tidak ada perhatiannya dengan

umat??!

Ihsan: “Apakah mereka merasa dapat menjalankan amanah ilmu dan

da’wah ini tanpa bantuan yang lain”.

Jawaban dan sanggahannya:

• Semua orang tahu bahwa manusia hidup di dunia ini saling

membutuhkan antara satu dengan lainnya. Orang-orang kafir paham hal

ini, apalagi kita sebagai seorang muslim yang berakhlak dan memiliki

aturan.

• Apa maksud anda dengan “bantuan yang lain”? Jika dia Ahlus Sunnah,

maka itu merupakan kewajiban syar’i. Adapun jika selain Ahlus Sunnah,

maka ingatlah ucapan seorang yang berkata:

“Kapankah bangunan akan sempurna pada waktunya, jika engkau

membangun sedang yang lain merusaknya”.

Kapankah akan usai problema ummat, jika kelompok fulan melakukan

penyimpangan, sementara kita mendiamkannya merusak dengan alasan kita

sibuk adakan pembangunan ummat. Bangunan itu tak usai jika yang rusakpun

tidak dipugar. Moga paham.

Ihsan: “Syekh Bakr mengatakan:”Jika engkau beradu argument dengan

salah seorang dari mereka, maka engaku tidak akan menemukan apapun

darinya kecuali sepotong semangat yang menggerakkannya tanpa

landasan ilmu yang jelas. Maka iapun masuk ke dalam akal orang-orang

yang bodoh dengan semboyan “ghirah terhadap dien”,”menolong

sunnah”, dan “persatuan ummat”. Padahal merekalah yang pertama kali

Page 39: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

mengayunkan palu godam untuk menghancurkan dan mengoyak-ngoyak

keutuhannya…”

• Bagaimana kira-kira pandangan Ihsan kalau ucapan Syaikh ini kami

balikkan kepada anda??

• Jika kita beradu argument dengan WI: apa alasan anda melakukan

demo,membela muwazanah, membela Salman, A’idh, dan Safar??,

maka kita tidak akan menemukan dari mereka kecuali hanya sepotong

semangat yang menggerakkannya tanpa landasan ilmu yang jelas. Maka

iapun masuk ke dalam akal orang-orang yang bodoh dengan semboyan

“ghirah terhadap dien”,”menolong sunnah”, dan “persatuan ummat”.[12]

Padahal merekalah yang pertama kali mengayunkan palu godam untuk

menghancurkan dan mengoyak-ngoyak keutuhannya. Satunya membela

Salman, yang lain tidak. Satunya membela muwazanah, yang lainnya

tidak.Satunya berdemo dan mengoreksi pemerintah terang-terangan,

yang lain tidak mau dan enggan. Inikan memecah-belah ummat dan

mengoyak-ngoyak persatuan mereka.

• Dalam tulisan antum ini banyak sekali tuduhan palsu dan buruk sangka.

Dan ini kelak akan antum pertanggungjawabkan di Hadapan Allah

Robbul alamin. Semua itu yang menyakitkan hati para salafiyyin..

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa

kesalahan yang mereka perbuat , maka sesungguhnya mereka telah memikul

kebohongan dan dosa yang nyata ”

[13]

Ihsan: “Namun beliau juga memberikan kabar gembira bahwa pengikut

fenomena ini tidak akan lama bertahan. Kekejiannya akan

padam.Pembawa pemikiran ini hanya hidup dalam angan-angan. Kelak

tidak ada yang akan mendukung mereka. “Dan tidak ada bagi orang-orang

yang zhalim itu penolong-penolong” (Al-Baqoroh: 270). Mereka hanyalah

orang-orang yang berjalan tanpa tujuan.Semoga. Insya Allah”.

Jawaban dan sanggahan untuk ucapan Ihsan:

• Banyaknya pengikut bukanlah merupakan tanda seseorang itu berada di

atas Al-haq. Jika kita sudah berdakwah sesuai dengan tuntunan para

Page 40: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

anbiya’-alaihimush sholatu wassalam-, maka Allah tak akan mencela kita

karena kurangnya pengikut sebab dulu juga para nabi ketika berdakwah

banyak mengalami tantangan dari masyarakatnya sekalipun mereka

sudah berusaha berdakwah secara hikmah. Namun pada akhirnya

pengikutnya tetap saja sedikit.Kata Nabi –shollallahu alaih wasallam-:

“Ummat-ummat telah diperlihatkan kepadaku. Saya melihat ada seorang

nabi bersamanya sekelompok kecil pengikut, seorang nabi lagi bersama

satu-dua orang, dan seorang nabi lagi tak ada seorangpun

bersamanya”.[14]

• Syaikh Salim Ibn Ied Al-Hilaly Al-Atsary –hafizhahullah- berkata dalam

mengomentari hadits di atas: “ Kebenaran itu tidaklah dikenal karena

banyaknya pengikut dan bilangan tangan yang teracung sebab seorang

nabi nanti akan datang pada hari kiamat bersama dua orang, seorang

nabi lagi datang bersama seorang saja, dan seorang nabi lagi hanya

datang sendirian. Dari sini, nyatalah bahwa kebenaran seorang da’i

tidaklah dikenal karena banyak pengikut dan pendukungnya ”.[15]

• Jika ucapan ini ditujukan kepada salafiyyin,maka bagaimana mungkin

salafiyyin hanya gara-gara mereka mentashnif, lalu lenyap dari muka

bumi. Demi Allah, dakwah salaf dan salafiyyin akan ada terus sampai

akhir zaman.

• Anda katakan: “Kekejiannya akan padam.Pembawa pemikiran ini hanya

hidup dalam angan-angan”.Saya tak tahu kekejian apa yang dilakukan

salafiyyin. Saya khawatir jika ini hanyalah tuduhan tanpa bukti. Ingat

Jangan sampai tuduhan yang kita lontarkan telah beranak-pianak dan

berpindah dari mulut ke mulut, tapi ternyata tak satupun tuduhan itu

terbukti.

• Salafiyyin bukanlah jama’ah yang hidup dalam angan-angan. Salafiyyin

punya cita-cita yang mulia dalam menyebarkan dakwah tauhid. Malah

sebenarnya para hizbiyyin yang ingin membangun negara Islam dalam

angan-angan.Kenapa? Karena mereka ingin membangun negara Islam

yang belum tiba saatnya,akhirnya mereka memaksakan diri untuk hal tsb

lewat cara-cara yang haram, seperti: lewat kudeta, masuk parlemen. Ini

adalah cara yang salah dan tergesa-gesa. Maka mereka terus dalam

angan-angan yang hampa . [16]

• Apakah salafiyyin yang melakukan tashnif adalah orang-orang yang

zhalim??Jawabnya: Tidak, bahkan terzhalimi sebab dituduh men tashnif ,

Page 41: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

padahal orang yang menuduh juga mentashnif. Inikan kezhaliman. Ya,

lempar batu sembunyi tangan . Ingat Jangan sampai tuduhan yang kita

lontarkan telah beranak-pianak dan berpindah dari mulut ke mulut, tapi

ternyata tak satupun tuduhan itu terbukti.

• Apa sih ukurannya sehingga orang dikatakan berjalan tanpa tujuan. Saya

kira orang yang demikian adalah orang gila saja. Adapun salafiyyun,

mereka berjalan menurut tuntunan Al-Kitab dan As-Sunnah ala nahjis

Salaf. Dakwah salafiyyah memiliki tujuan yang tinggi: meninggikan La

ilaha illallah.

• Tulisan Ihsan ini ditutup dengan doa yang kurang bagus sebab

mendoakan orang agar tetap berjalan tanpa tujuan. Padahal mestinya

seorang da’i harus bersabar, jangan langsung doakan kejelekan bagi

orang, bahkan didoakan kebaikan sebagaimana dulu Nabi –shollallahu

alaih wasallam mendoakan suatu kaum:”Ya Allah, tunjukilah suku

Daus”.[17]

Footnote :

[1] Lihat Dirasat fi Al-Jarh wa At-Ta’dil, hal.106

[2] Lihat referensi di atas.

[3] Pembawa hadits-hadits Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam :maksudnya

adalah para ahli hadits.

[4] Lihat Aqidah As-Salaf Ashhabil Hadits (hal.109), tahqiq Abul Yamin

Al-Manshury Hafizhohullah, cet.Dar Al-Minhaj

[5] Lihat Ar-Risalah fi I’tiqod Ahlis Sunnah wa Ashhabil Hadits wa

Al-A’immah (hal.109-110), dengan tahqiq Abul Yamin Al-Manshury

Hafizhohullah. Ucapan keempat ulama di atas kami nukilkan dari kitab ini.Bagi

pembaca yang ingin mengenal aqidah Ahlis Sunnah, bacalah kitab ini.

[6] HR.Abu Dawud dalam As-Sunan (3641-3642), dan At-Tirmidzi dalam

As-Sunan (2683-2684). Syaikh Ali bin Hasan Al-Atsari Hafizhohullah

berkata:"Dari Abu Darda’ dengan sanad yang hasan". Lihat Tahqiq Adab

Al-Isyrah (hal.56)

Page 42: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

[7] Lihat Tahqiq Adab Al-Isyrah (hal.56)

[8] Lihat Madarik An-Nazhar (hal.391)

[9] Perlu anda ketahui bahwa Syaikh Ibn Baz pernah mengeluarkan fatwa untuk

dua orang diantara mereka: Salman dan Safar agar dipenjara. Surat resmi

beliau kepada pemerintah agar keduanya dipenjara karena pelanggaran mereka

dalam hal aqidah bisa dilihat dalam kitab Madarik An-Nazhar.

[10] Saya teringat sekali dengan kisah dialami oleh Syaikh Albany ketika ada

seorang hizby belajar kepada beliau, lalu pimpinannya tahu. Maka pimpinannya

pun melarang hizby tsb belajar kepada Syaikh Albany. Hal itu bukan hanya

dialami oleh seorang yang belajar kepada Syaikh Albany, tapi juga ada

sekelompok ikhwah yang pernah mendapatkan ultimatum dari pihak Wahdah di

Makassar karena mereka belajar kepada seorang da’i yang bukan termasuk WI.

Nas’alullahal ‘afiyah.

[11] QS.Al-Ahzab:58

[12] Sampai-sampai masjidnya diberi nama: “Wihdatul Ummah”(persatuan

ummat) dan yayasan/ormasnya dengan nama” Al-Wahdah

Al-Islamiyyah”(Persatuan Islamiyyah)

[13] QS.Al-Ahzab:58

[14] HR.Al-Bukhory (5704), Muslim (374), dan At-Tirmidzy (2446)

[15] LihatBahjah An-Nazhirin (1/153) karya Sali m Al-Hilaly.

[16] Kami katakan seperti ini, bukanlah berarti salafiyyin tidak ada keinginan

untuk membangun negara Islam. Dengan pelan, tapi nyata dan sesuai dengan

syari’at.

[17] Do’a jeleknya ini juga menunjukkan bahwa tulisannya bukanlah sebuah

nasihat yang bersifat umum tanpa ada yang dituju, tapi merupakan kecaman

dan tuduhan yang arahnya kepada salafiyyin. Demikiankah orang yang

menasihati orang..

Page 43: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh

Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz di Ormas Wahdah Islamiyyah)

-Bag IV)

Ketika kami hampir menyelesaikan nasihat ini, tiba-tiba ada seorang ikhwah

yang datang membawa majalah Al-Bashirah edisi IV/Jumadil Tsani 1424 H,

yang diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Ormas Wahdah Islamiyyah.

Ternyata tulisan yang dibuat oleh Muhammad Ihsan dalam majalah Al-Islami

merupakan tulisan yang sudah diterbitkan dalam Al-Bashirah tersebut sekalipun

susunan kalimat dan gaya bahasanya berbeda, namun tema dan topiknya sama,

yaitu koreksi dan kritik kepada para du’at salafiyyin.

Tulisan yang ada di Al-Bashirah dengan judul “Renungan untuk Tidak Berfikir

Picik”, juga ditulis oleh Muhammad Ihsan Zainuddin, Lc. Yang paling parah

dalam tulisan itu dia membela Salman Ibn Fahd Al-Audah dengan membawakan

fatwa Syaikh Albany yang memuji Salman. [1] Tapi itukan dulu karena Syaikh

Albani belum dapat info tentang Salman. Setelah beliau tahu, maka sikap beliau

berubah sebagaimana ini bisa dilihat dalam muqoddimah beliau terhadap kitab

Madarik An-Nazhar. Apalagi setelah mutawatirnya berita Salman dipenjara atas

titah dari Syaikh Ibn Baz-raahimahullah-

Lebih nyata lagi bagaimana Ihsan membela Salman ketika Ihsan

berkata:”Lihatlah perbedaan sikap seorang alim yang faqih dengan yang tidak.

Syaikh Salman bukanlah seorang yang ma’shum. Beliau juga punya kesalahan

(bahkan mungkin lebih banyak). Namun hal itu tidaklah mengeluarkan Beliau

dari lingkaran Ahlussunnah”.

Jawaban dan sanggahan terhadap ucapan Ihsan di atas:

• Saya tak tahu sikap Ihsan terhadap Syaikh Albany setelah beliau berubah

sikap dan penilaian tentang Salman? Apakah masih ingin

berkata: ”Lihatlah perbedaan sikap seorang alim yang faqih dengan yang

tidak.” Atau malah mengatakan Syaikh Albany itu tidak faqih, Cuma

seorang muhaddits sebagaimana hal ini biasa dilontarkan oleh sebagian

hizbiyyun.

Page 44: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

• Salman memang bukanlah seorang nabi yang ma’shum. Oleh karenanya

ketika ia salah, yah ditinggalkan ucapannya dan dijelaskan segi

penyimpangannya agar hati-hati dengannya jangan sampai terpengaruh.

• Kesalahan Salman cukup fatal dalam masalah aqidah. Silakan

dengarkan mengulangi “Tambo lama” orang-orang khawarij ketika ia

berkata mengomentari seorang biduan yang senang menampakkan

kefasikannya: “Orang ini tidak akan diampuni oleh Allah, kecuali apabila

ia mau bertaubat karena Nabi –shollallahu alaih wasallam telah

menghukumi bahwa dia tak akan dimaafkan”Setiap ummatku dimaafkan

kecuali…!” Karena mereka itu adalah orang-orang murtad gara-gara

perbuatannya ini. Ini adalah kemurtadan dari agama Islam-wal

‘iyaadzu billah- di neraka Jahannam, kecuali jika ia mau bertaubat.

Kenapa demikian?karena ia tidak beriman dengan firman Allah Ta’ala:

”Janganlah kalian mendekati zina karena zina merupakan perbuatan keji dan

seburuk-buruk jalan”. Demi Allah, orang yang mengetahui zina itu haaram,

perbuatan keji, dan membuat Allah murka, apakah ia mau berbangga di depan

manusia?! Di depan ribuan orang, bahkan ratusan ribu orang?! Ini tidaklah akan

dilakukan orang beriman selamanya ” [2]

Ucapan ini merupakan ucapan orang-orang Khawarij yang mengkafirkan pelaku

dosa besar.

Seorang Imam Salafy, Abu Utsman Ash-Shobuny-rahimahullah- berkata

dalam membantah orang-orang khawarij yang senang mengkafirkan para

pelaku dosa besar:”Ahlus Sunnah meyakini bahwa seorang mu’min sekalipun

melakukan dosa yang banyak , baik itu dosa kecil maupun besar, maka ia

tidaklah kafir karenanya. Sekalipun ia meninggal dunia tanpa bertaubat darinya,

sedang ia mati di atas tauhid dan ikhlash”.[3]

Hal serupa juga ditegaskan oleh Imam Ath-Thohawy –rahimahullah- ketika

mengungkapkan aqidah ahlussunnah tentang pelaku dosa, kecil maupun besar:

“Kita tidak mengkafirkan seorangpun dari kalangan ahli kiblat (kaum muslimin)

karena suatu dosa sepanjang ia tidak menghalalkannya”.[4]

Demikianlah yang bisa kami nasihatkan pada risalah ini, semoga kita

mendapatkan hidayah, amin.

Page 45: Renungan Agar Tidak Berpikir Picik (Jawaban Untuk Al Akh Ihsan Zainuddin(Seorang Ustadz Di Ormas Wahdah Islamiyyah

Footnote :

[1] Kesalahan yang ada dalam tulisan di Al-Bashirah tsb, bukan Cuma

permasalahan yang berkaitan dengan pujian penulis dengan Salman, namun

disana masih ada kesalahan yang sebagiannya sudah disanggah di dalam

sanggahan kami ini. Walillahilhamd.

[2] Simak kasetnya yang berjudul: Jalsah ala Ar-Roshif .

[3] Lihat Aqidah As-Salaf , hal.82,cet. Dar Al-Minhaj.

[4] Syarah Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah Ash-Shogier, hal.60, karya Syaikh

Albany cet. Al-Maktab Al-Islamy.

Diambil dari: http://almakassari.com