Artikel-Artikel Mengenai Ormas Wahdah Islamiyyah Dalam Pandangan Ahlussunnah Wal Jama’ah

27
Artikel-Artikel Mengenai Ormas Wahdah Islamiyyah Dalam Pandangan Ahlussunnah Wal Jama’ah Daftar Isi Wahdah Islamiyah Makassar Terlibat Jaringan Teroris Resensi Buku Memang Harus Beda antara SALAFIYYAH dengan HIZBIYYAH (Sebuah Bantahan Buku Beda Salaf dengan “Salafi”) Kenapa Ustadz Salafy Tidak Mau Dialog dengan Wahdah Islamiyah?? Katanya Salafy Melarang Demonstrasi, lalu Kenapa Wahdah-Salafy Melakukannya?

description

Artikel-Artikel Mengenai Ormas Wahdah Islamiyyah Dalam Pandangan Ahlussunnah Wal Jama’ahDaftar IsiWahdah Islamiyah Makassar Terlibat Jaringan TerorisResensi Buku Memang Harus Beda antara SALAFIYYAH dengan HIZBIYYAH (Sebuah Bantahan Buku Beda Salaf dengan “Salafi”)Kenapa Ustadz Salafy Tidak Mau Dialog dengan Wahdah Islamiyah??Katanya Salafy Melarang Demonstrasi, lalu Kenapa Wahdah-Salafy Melakukannya?http://jalansunnah.wordpress.com/

Transcript of Artikel-Artikel Mengenai Ormas Wahdah Islamiyyah Dalam Pandangan Ahlussunnah Wal Jama’ah

Artikel-Artikel Mengenai Ormas Wahdah Islamiyyah Dalam

Pandangan Ahlussunnah Wal Jama’ah

Daftar Isi

Wahdah Islamiyah Makassar Terlibat Jaringan Teroris

Resensi Buku Memang Harus Beda antara SALAFIYYAH dengan HIZBIYYAH

(Sebuah Bantahan Buku Beda Salaf dengan “Salafi”)

Kenapa Ustadz Salafy Tidak Mau Dialog dengan Wahdah Islamiyah??

Katanya Salafy Melarang Demonstrasi, lalu Kenapa Wahdah-Salafy

Melakukannya?

Wahdah Islamiyah Makassar Terlibat Jaringan Teroris

1. Polri Deteksi Kelompok Teroris di Sulawesi (Termasuk Wahdah

Islamiyah Makassar)

Makassar – Rapat koordinasi (Rakor) Kapolda se Sulawesi yang dilaksanakan

selama dua hari di Mapolda Sul-Sel memfokuskan persoalan terorisme sebagai

pokok bahasan. Hasil pembahasan tersebut menyimpulkan adanya enam

kelompok yang diduga terlibat dalam aksi-aksi teroris di Sulawesi.

Keenam kelompok yang dimaksud itu antara lain; Al Jama’ah Islamiyah,

Kompak, Wardah Islamiyah (kayaknya Fajar salah ketik karena di Makassar

tidak ada kelompok yang bernama Wardah Islamiyah, tetapi Wahdah

Islamiyah-ed), DI/TII dan Jama’ah Islamiyah (JI).

Dalam menjalankan aksi teror, keenam kelompok itu diduga menggunakan pola

propaganda dengan simbol agama. Selain itu, tindakan terornya kerap

dilancarkan dengan senjata api atau bahan peledak.

Khusus jaringan Jama’ah Islamiyah wilayah Mantiqi III, pihak kepolisian telah

mengidentifikasi sejumlah nama yang terlibat dalam aksi tersebut. Di antaranya,

Mustofa alias Abbu dan Tolut alias Herman sebagai anggota badan pekerja.

Nama dan jaringannya dituliskan dalam naskah makalah Rakor, kemarin.

Dalam naskah rakor itu juga disebut nama Mohammad Nasir Abbas alias

Sulaiman alias Hairuddin sebagai anggota JI yang berhubungan langsung

dengan anggota badan perkerja.

Jaringan JI lainnya, yakni sebagai Wakalah Uhud wilayah Palu, dan Hasanuddin

sebagai Wakalah Haibar. Selaku bendahara JI yakni Yusuf alias Fajri,

sedangkan sekertarisnya Abu Jundi.

Jaringan JI juga memiliki bidang-bidang tertentu, yaitu Bidang Dakwah yang

diketuai Fauzan dan Bidang Kemiliteran dengan koordinator Rudi alias Zaid.

Kapolda SulSel Irjen Pol Aryanto Boediharjo yang ditemui usai rakor kemarin,

mengatakan, pihaknya bersama sejumlah Polda lain di Sulawesi telah

membentuk suatu prosedural tetap dalam penanggulangan aksi terorisme.

“Termasuk di dalamnya memfokuskan pengamanan di daerah perbatasan

antarprovinsi� , ujar Aryanto. Pasalnya, kata dia, daerah perbatasan sangat

rawan dilalui pelaku-pelaku kejahatan (her)

Sumber : FAJAR Sabtu, 3 Maret 2007 hal 11.

Resensi Buku Memang Harus Beda antara SALAFIYYAH dengan

HIZBIYYAH (Sebuah Bantahan Buku Beda Salaf dengan “Salafi”)

(Harusnya Beda, Kenapa Sama ?)

ا������������� ا�������������� آ������ ����� ا����د ������ ا���������� ا���ا��������

Sebuah Bedah Ilmiah Membongkar Penyimpangan Buku "Beda Salaf

dengan "Salafi"

(Ditulis oleh : Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah Al-Atsariy)

======

PENTING !!!

Dibolehkan untuk mengcopy artikel ini dengan tidak menambah atau

mengurangi isi artikel ini. Artikel ini ditampilkan atas rekomendasi langsung

oleh Al-Ustadz Abu Fa’izah Al-Altsariy sebagai ringkasan dari buku bantahan

beliau (insyaAllah akan segera terbit) terhadap buku Beda Salaf dengan

"Salafi". Kami tidak bertanggung jawab terhadap segala perubahan kecil atau

banyak yang dilakukan oknum-oknum yang membenci dakwah salafiyah

terhadap ringkasan buku bantahan ini. Untuk detail bantahan ini bisa langsung

dilihat di buku Memang Harus Beda antara Salafiyyah dan Hizbiyyah yang

insyaAllah akan segera dicetak dan InsyaAllah akan tampil secara berseri di

Almakassari.Com dan web-web salafy lainnya. Jazakumullah khoir.

============

Pergolakan antara tentara kebenaran, dan tentara kebatilan akan senantiasa

berjalan sampai akhir zaman. Para pejuang kebenaran harus memiliki

kesabaran yang tinggi dan ilmu yang kuat, sebab ia akan diserang oleh

musuh-musuh kebatilan dengan berbagai macam senjata syubuhatnya.

Diantara syubuhat yang mereka arahkan kepada dakwah salafiyyah, dan

pengikutnya (salafiyyun), adanya sebagian kitab-kitab yang menyudutkan

dakwah salaf, dan salafiyyun, seperti: "Aku Melawan Teroris",(1) "Dakwah

Salaf Dakwah Bijak" , "Siapa Teroris Siapa Khawarij" (2) .

Masih segar dalam ingatan terbitnya tiga kitab itu, tiba-tiba muncul lagi kitab

baru yang diterjemahkan dari kitab yang berbahasa Arab. Kitab ini juga

menyudutkan para salafiyyun, dan memberikan angin segar, dan nafas lega

bagi para hizbiyyun di Indonesia, dan Makassar -khususnya-.

Pasalnya, ada sebagian ikhwah Al-Jami’ah Alauddin datang membawa kitab

terjemahan itu kepada kami saat ada kajian di Masjid Kampus UIN Alauddin,

Makassar. Dia mengisahkan bahwa kitab terjemahan itu ia dapatkan dari

kiriman seorang akhwat OrmasWahdah Islamiyyah (WI) kepada ikhwah

tersebut. Dia juga mengisahkan bahwa ada seorang ikhwah yang tak mau ikut

kajian salaf lagi –wal’iyadzu billah- seusai membaca kitab itu.(3)

Ikhwah ini datang meminta nasihat kepada kami secara pribadi tentang isi kitab

itu, walaupun berupa catatan ringkas tentang isi kitab tersebut.

• Kitab Apa itu?

Kitab itu aslinya berjudul "Kasyful Haqo’iq Al-Khofiyyah ‘Inda Mudda’i

As-Salafiyyah". Lalu diberi judul secara serampangan oleh penerjemah dengan

"Beda Salaf dengan "Salafi"" (Harusnya Sama Kenapa Beda?)(4). Kitab ini

diterjemahkan oleh Wahyuddin, Abu Ja’far Al-Indunisiy; diterbitkan oleh Media

Islamika, Solo pada bulan November 2007 M.

Penulis kitab ini bernama Mut’ab bin Suryan Al-’Ashimiy.(5) Konon kabarnya,

ia adalah penduduk Makkah sebagaimana yang dijelaskan oleh Peneberbit

dalam kata pengantarnya (hal.9). Tidak lebih dari itu !! Siapakah dia? Wallahu

a’lam tentang jati dirinya.

Kemudian kitab BSDS ini terdiri dari dua bagian. Bagian Pertama berupa

tulisan asli Muth’ab bin Suryan dari hal. 10-88. Jadi isi kitab aslinya Cuma berisi

78 hal. Bagian Kedua , lalu digembungkan oleh Penerbit dengan tambahan

146 hal yang terdiri dari : cover dalam dari hal. 1-4, pengantar Penerbit dari hal.

5-9, dan tambahan fatwa-fatwa (?) dari hal.89-223. Satu halaman yang tersisa

berisi ucapan syukur: tamma bihamdillah. Jadi, tambahannnya hampir 3 kali

lipat !! Sebagai amanah ilmiah, semoga saja Penerbit mendapat izin dan ridho

dari Penulis sehingga ia boleh menambahkan halaman yang begitu banyak

jumlahnya di belakang tulisan Muth’ab, sedang tambahan itu melebihi aslinya!!

• Judul Kitab dalam Terjemahan

Penerjemah memberi judul bagi kitab itu dengan Beda Salaf dengan "Salafi".

Sedang "Salafi" maksudnya disini adalah orang yang mengaku salafi.

Jika kita menelaah isi kitab, maka kita akan mendapatkan bahwa yang

dimaksud dengan orang yang mengaku salafi adalah orang yang suka

mencela ulama, dan orang suka men-tashnif (menggolongkan) manusia.(6)

Sebenarnya Penulis dalam hal ini salah kaprah(7) tentang mencela, sampai

orang yang mengingkari penyimpangan aqidah sebagian orang juga dianggap

mencela. Demikian pula, Penulis dan Penerbit salah kaprah dalam

mendudukkan semacam Salman, Safar Al-Hawaliy, A’idh Al-Qorniy, Sayyid

Quthb, Hasan Al-Banna sebagai ulama’, padahal bukan ulama’. Kalau pun ia

ulama’, apa salahnya mengingkari mereka dengan cara yang hikmah. Para

ulama’ dari dulu mengingkari ulama’ yang lainnya, baik dalam perkara fiqih,

maupun perkara aqidah. Tak ada yang menganggap hal itu sebagai celaan.

Namun herannya di zaman ini ada sebagian pemuda yang dangkal

pemahamannya –termasuk Penulis- menganggap hal itu sebagai celaan dan

ghibah. (8)

Ini yang dikatakan oleh Penulis dengan pengaku salafi. Selain itu ia

menganggap pengaku salafi itu adalah orang yang suka men-tashnif

(menggolong-golongkan)manusia.

Sebenarnya jika kita mau memperhatikan judul Arab maupun judul terjemahan,

maka sebenarnya Penulis dan Penerjemah sendiri telah melakukan tashnif.(9)

Coba perhatikan judul aslinya yang berbunyi "Kasyful Haqo’iq Al-Khofiyyah

‘Inda Mudda’i As-Salafiyyah" (Menyingkap Hakekat yang Samar di Sisi

Pengaku Salafi). Lalu perhatikan juga judul yang disematkan oleh Penerjemah

yang berbunyi Beda Salaf dengan "Salafi".

Perhatikan bagaimana Penulis menggunakan istilah mudda’is salafiyyah, dan

Penerjemah menggunakan istilah Salafi –dengan tanda petik- yang artinya

sama dengan mudda’is salafiyyah (Pengaku Salafi).

Jadi, Penulis, dan Penerjemah sama-sama men-tashnif

(menggolong-golongkan) manusia, sebab jika disana ada orang yang

mengaku salafi, berarti disana ada yang Salafi Sejati. Ini adalah tashnif yang

dicela oleh Penulis, dan Penerjemah, namun keduanya melakukan hal itu

sendiri(10).

Wahai Penulis dan Penerjemah, dengarkan Allah -Ta’ala- berfirman,

"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu

melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab? Maka

tidaklah kamu berpikir?". (QS. Al-Baqoroh:44 ).

Ini dari segi judul. Belum lagi isinya !! Insya’ Allah -Ta’ala- Pembaca yang

budiman akan melihat lebih dari ini berupa penyimpangan Penulis, dan

kecohannya kepada para pembaca dengan memakai "sistem standar ganda"

yang tumpul.

• Inti Pembahasan Kitab BSDS

Jika kita membaca buku terjemahan yang berjudul Beda Salaf dengan "Salafi"

(BSDS) dari awal sampai akhir, maka kita akan dapatkan kesimpulan bahwa

Penulis BSDS hanya berkisar dalam beberapa perkara (baca:syubhat),

diantaranya: Masalah Menggunakan Nama Salafiy atau Atsariy, Larangan

Men-tashnif, Tuduhan bahwa Salafiyyun Suka Mencela.

Untuk membantah syubhat-syubhat ini, maka kami akan membawakan

beberapa tanya jawab yang akan menghilangkan segala kerancuan tentang

manhaj dan dakwah salaf. Berikut tanya jawab tersebut:

• Terlarangkah Memakai Nisbah As - Salafiy atau Al – Atsariy ???

Penulis BSDS dalam soal 03 (hal. 40), ia menyebutkan ciri khas dan simbol para

pengaku salafi, yaitu menggunakan simbol As-Salafiy atau Al-Atsariy diakhir

nama mereka atau mengaku dengan lisannya, "Aku adalah salafi", "Kami adalah

salafiyyun". Jika seorang melakukan hal seperti itu, maka ia dianggap jauh dari

intisari yang terkandung.

Dengarkan Penulis berkata dengan ceroboh di bawah judul Slogan Para

Pengaku Salafi, "Apa simbol mereka, yaitu orang-orang yang selalu

mengaku-aku salafi?".

Lalu ia jawab sendiri, "Simbol mereka yang dapat dikenali adalah pengakuan

"as-salafiyah" atau perkataan mereka, "Kami adalah salafiyyun", atau "Saya

adalah salafi". Atau mereka sertakan diakhir nama-nama mereka dengan

sebutan salafi. Seperti, fulan bin fulan as-salafi atau al-atsari dan demikian

seterusnya. Ini merupakan pengakuan yang mengindikasikan jauh dari intisari

yang terkandung".[Lihat BSDS (hal.40)]

Kemudian Penulis membawakan fatwa Syaikh Al-Fauzan yang menyatakan

bahwa tidak perlu memakai nama As-Salafiy atau Al-Atsariy, karena beliau

khawatir pengakuan itu tidak sesuai dengan perbuatan dan aqidah seorang

muslim. Tapi apakah Syaikh melarang secara mutlak? Tentunya tidak !! Bagi

orang yang memiliki aqidah dan manhaj sesuai dengan salaf, maka tak apa

baginya untuk menamakan diri dengan As-Salafiy atau Al-Atsariy.

Karenanya, Syaikh Al-Fauzan sendiri pernah berfatwa saat ditanya, "Apakah

menggunakan nama As-Salafiy dianggap membuat kelompok (hizbiyyah)?".

Syaikh Al-Fauzan -hafizhahullah- menjawab, " Menggunakan nama As-Salafiy

–jika sesuai hakekatnya-, tak mengapa. Adapun jika hanya sekedar

pengakuan, maka tidak boleh baginya menggunakan nama As-Salafiy, sedang

ia bukan di atas manhaj Salaf. Maka orang-orang Al-Asy’ariyyah -contohnya-

berkata, "Kami adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah". Ini tak benar, karena

pemahaman yang mereka pijaki bukanlah manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Demikian pula orang-orang Mu’tazilah menamai diri mereka dengan

Al-Muwahhidin (orang-orang bertauhid).

��� آ�������� ����������� و������ ���������! و� '�����&اآ� �%$ "��������

Setiap orang mengaku punya hubungan dengan Laila

Sedang Laila tidak mengakui hal itu bagi mereka

Jadi, orang yang mengaku bahwa ia berada di atas madzhab Ahlus Sunnah wal

Jama’ah akan mengikuti jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan meninggalkan

orang-orang yang menyelisihi (madzhab Ahlus Sunnah.-pent). Adapun jika ia

mau mengumpulkan antara "biawak dan ikan pau" –menurut istilah orang-,

yakni: mau mengumpulkan hewan daratan dengan hewan laut, maka ini tak

mungkin; atau ia mau mengumpulkan antara api dengan air dalam suatu daun

timbangan. Maka tak akan bersatu ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan

madzhabnya orang-orang yang menyelisihi mereka, seperti Khawarij, Mu’tazilah,

dan Hizbiyyun(11) yang disebut orang dengan "Muslim Masa Kini", yaitu orang

yang mau mengumpulkan kesesatan-kesesatan orang-orang di zaman ini

bersama manhaj salaf. Maka "Tak akan baik akhir ummat ini kecuali dengan

sesuatu yang memperbaiki awalnya". Walhasil, harus ada pembedaan dan

penyaringan". [Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah 'an As'ilah Al-Manahij

Al-Jadidah (hal.36-40) karya Jamal bin Furoihan Al-Haritsiy -hafizhahullah-, cet.

Darul Minhaj, 1426 H]

Jadi, menamakan diri dengan As-Salafiy, ini tak apa, jika seorang berada di atas

manhaj dan aqidah salaf. Karenanya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah

-rahimahullah- berkata, "tak ada aibnya orang yang menampakkan madzhab

Salaf dan menisbahkan diri kepadanya, dan mengasalkan diri kepadanya.

Bahkan wajib menerima hal itu darinya menurut kesepakatan (ulama’), karena

madzhab salaf, tidak ada, kecuali benar". [Lihat Majmu' Al-Fatawa (4/149)]

• Salahkah Ahlus Sunnah (Salafiyyun) ketika Mereka Men-tashnif

(mengelompokkan) Manusia ?

Penulis Beda Salaf dengan "Salafi" (BSDS) telah menuduh Salafiyyun secara

keji ketika ia menjelaskan tugas Iblis(12) yang diemban oleh para salafiyyun

–menurut sangkaan buruk dan kejinya-. Apa tugas Iblis tersebut? Tugas Iblis

adalah men-tashnif: mengklasifikasi manusia.(13) Jadi, menurutnya tak boleh

seorang menyatakan fulan Tabligh, Ikhwanul Muslimin (IM), Salafiyyun, Shufiy,

Syi’ah, Wahdah Islamiyyah (WI), dan lainnya

Silakan dengarkan Penulis BSDS menjelaskannnya tugas Iblis yang dimaksud

dalam BSDS (hal.45) di bawah sub judul "Tugas Iblis" , "Apa pekerjaan pokok

yang menyatukan mereka dan dengannya mereka dikenali?".

Kemudian si Penulis sendiri yang menjawab, "Jawab: Tugas utama mereka

adalah (mengklasifikasikan manusia)berdasarkan hawa nafsu dan was-was.

Itulah yang menjadi kesibukan di setiap majelis dan tempat-tempat berkumpul

mereka(14) serta menjadi pekerjaan rutin mereka dengan segala kesungguhan

dan potensi diri yang dimiliki tanpa memandang orang selainnya itu baik". [Lihat

BSDS (45)]

Sejak dahulu sampai sekarang para ulama kita masih terus memberikan label

bagi kelompok-kelompok sesat, bahkan kelompok-kelompok sesat itu sendiri

yang melabeli dirinya.

Perlu kami jelaskan bahwa kata tashnif ditinjau secara bahasa, maka ia

bermakna :”Membedakan sesuatu, sebagiannya dari sebagian yang lain”.(15)

Tashnif (membedakan dan mengelompokkan manusia), ini bisa kita dapatkan

dalam Kitabullah, As-Sunnah, atsar para salaf.

Bukankah kita kita dapati dalam Kitabullah bahwa Allah -Ta’ala- membagi

manusia: mukmin dan kafir, taat & suka maksiat, muslim & munafiq. Bahkan

orang mukmin dan kafir dibagi lagi.

Dalam Sunnah kita dapati Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- membagi

manusia : mukmin dan kafir, taat & suka maksiat, muslim & munafiq. Bahkan

orang mukmin dan kafir dibagi lagi. Yang mukmin ada yang ahlus sunnah & ahli

bid’ah. Ahli bid’ah terbagi lagi. Karenanya kita akan dapati Nabi -Shallallahu

‘alaihi wa sallam- menyebutkan golongan Al-Qodariyyah,

��������� ا-*� ه&+ *��س ا���ر

"Al-Qodariyyah majusinya ummat ini". [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (4691).

Di-hasan-kan oleh Muhaddits Negeri Syam Syaikh Muhammad Nashiruddin

Al-Albaniy Al-Atsariy-rahimahullah- dalam Zhilal Al-Jannah (338)]

Demikian pula dalam sunnah disebutkan ciri dan anjuran memerangi

orang-orang Khawarij(16)

Sejak dulu para ulama kita telah membedakan ini Mu’tazilah, ini shufiyyah, ini

Murji’ah, ini Khawarij, dan ini Syi’ah sehingga istilah-istilah ini terkenal

sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Hazm –misalnya- dalam Al-Fishol fil

Milal wal-Ahwaa’ wa An-Nihal, Abdul Qohir Ibn Muhammad Al-Baghdady

dalam Al-Farq bainal Firoq, Asy-Syahrostany dalam Al-Milal Wa An-Nihal.

Demikian pula ulama’-ulama’ mutakhirin pun menggunakan istilah-istilah untuk

jama’ah dakwah agar bisa dibedakan dari dakwah Ahlus Sunnah. Misalnya,

Syaikh Ibn Baz, Syaikh Al-Albany dalam berbagai kitab dan kasetnya, Syaikh

At-Tuwaijiry dalam At-Tahdzir Al-Baligh min Jama’ah At-Tabligh, Syaikh

Al-Fauzan dalam Al-Ajwibah Al-Mufidah, Syaikh Ahmad

An-Najmy-hafizhohumullah- dan lainnya.

Nah, Apakah menggunakan istilah-istilah (seperti Ikhwanul Muslimin, Jama’ah

Tabligh, Hizbut Tahrir dan lainnya) terlarang sementara para ulama kita

memakainya dalam rangka membedakan mereka dari pengikut dakwah salaf??

Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaily –hafizhohullah- berkata setelah menerangkan asal

kata Salafiyyun, “Dengan ini, nyatalah bahwa penggunaa nama ini (yaitu, nama

Salafiyyun,pent)bagi Ahlus Sunnah adalah sesuatu yang syar’i dan kembali

-pada asal maknanya- kepada nama-nama mereka (Ahlussunnah) yang Syar’i.

Seperti: Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Ath-Tho’ifah Al-Manshuroh, Al-Firqoh

An-Najiyah untuk membedakan antara mereka (Ahlus Sunnah-Salafiyyun,

pen) dengan orang-orang yang menisbahkan diri kepada Islam dari kalangan

orang-orang yang menyimpang dari aqidah yang benar yang Rasul –Shollallahu

alaihi wasallam- meninggalkan ummatnya da atasnya.Karenan ini, para ulama’

muhaqqiqin telah menyebutkan bahwa istilah Salafhanyalah muncul ketika

terjadi perselisihan seputar prinsip-prinsip agama diantara kelompok-kelompok

ahli kalam, dan semuanya berusaha menisbahkan diri kepada As-salaf

Ash-sholih(17). Maka hal ini mengharuskan munculnya kaedah-kaedah yang

jelas bagi manhaj salaf yang akan membedakannya dari orang yang mengaku

menisbahkan diri kepada Salafiyyah (manhaj salaf)” (18).

Sekali lagi, Apakah membedakan kelompok-kelompok yang ada dengan

memberi label kepada mereka dengan menggunakan kata Ikhwani, Tablighi,

Tahriri, WI, NII bagi kelompok-kelompok yang menyimpang dari rel Salaf

merupakan perkara yang salah??

Jawabnya, tentu tidak berdasarkan amaliyyah ulama’. Bahkan Nabi–Shollallahu

alaihi wasallam- juga membedakan ini muslim, itu kafir dan beliau juga pernah

bersabda dalam memberi label kepada orang-orang yang mengingkari

takdir:“Al-Qodariyyah: majusinya ummat ini…”.(19)

Jika kita tidak memberi label kepada kelompok da’wah sufiyyah modern (baca:

Jama’ah Tabligh), kepada kelompok da’wah Neo Mu’tazilah(baca: HT) dan

lainnya, maka kapankah umat tahu kawan dan lawan mereka. Apakah setelah

mereka terjerat dalam kesesatan kelompok-kelompok itu, baru kita

berteriak-teriak kepanikan !!

Dulu ketika kami masih di Wahdah Islamiyyah, kami sering kali mendengar kata

“ MANIS ”(20), Jama’ah Tabligh, IM, HT, dan lainnya dari mulut para pengikut

WI dan para ustadznya. Bahkan label “MANIS” mereka jadikan bahan untuk

menyudutkan Salafiyyun. Bukankah ini juga tashnif?? Mengapa justru fenomena

tashnif ini malah diarahkan dan dituduhkan kepada orang lain tanpa hujjah.

Ingat, jangan sampai tuduhan yang kita lontarkan telah beranak pianak dan

berpindah dari mulut ke mulut, tapi ternyata tidak satu pun tuduhan itu

terbukti.

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak

kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan

apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. [QS.Ash-Shoff: 2-3]

Kalian nyuruh orang agar tidak melakukan tashnif, tapi kalian sendiri

men-tashnif manusia. Wallahi, hadza lasyai’un ujaab!!

Jika seorang men-tashnif jama’ah-jama’ah yang menyimpang, apakah ini keliru,

dan dimana letak kekeliruannya. Maka kami akan katakan kepada anda

sebagaimana yang dikatakan Syaikh Bakr Abu Zaid -hafizhahullah-, ”Jika

engkau beradu argumen dengan salah seorang dari mereka, maka engkau tidak

akan menemukan apapun darinya kecuali sepotong semangat yang

menggerakkannya tanpa landasan ilmu yang jelas. Maka ia pun masuk ke

dalam akal orang-orang bodoh dengan semboyan “ghirah terhadap dien”,

“menolong sunnah”, dan “persatuan ummat”.(21) Padahal merekalah yang

pertama kali yang mengayunkan palu godam untuk menghancurkan dan

mengoyak-ngoyak keutuhannya…” (22)

Adapun nukilan Penulis berupa larangan men-tashnif manusia dari Syaikh Bakr

Abu Zaid dalam kitabnya Tashnif An-Naas baina Azh-Zhonni wal Yaqin,

maka ada baiknya kita dengarkan komentar dua orang ulama’ kita tentang kitab

Syaikh Bakr ini sehingga kita bisa mengetahui bobot pandangan Syaikh Bakr:

Al-Allamah Muhaddits Ad-Diyar Al-Yamaniyyah, Syaikh Muqbil bin Hadi

Al-Wadi’iy As-Salafiy -rahimahullah- berkata, "Risalah Saudara kami Bakr bin

Abdillah Abu Zaid "Tashnif An-Naas baina Azh-Zhonni wal Yaqin " teranggap

sebagai sesuatu yang paling jelek beliau tulis. Kebanyakan diantara tulisannya

–Alhamdulillah- teranggap sebagai tulisan yang paling baik. Semoga Allah

membalasinya dengan kebaikan".[Lihat Nasho'ih wa Fadho'ih (hal.112) karya

Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'iy Al-Atsariy, cet. Maktabah Shon'a'

Al-Atsariyyah, 1425 H]

Kenapa kitab tersebut dinilai demikian oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy

Al-Atsariy ??! Jawabnya: kita dengarkan Syaikh Robi’ bin Hadi Al-Madkholiy

-hafizhahullah- memberikan perincian yang lebih panjang saat beliau berkata

mengingkari Syaikh Bakr dalam bentuk dialog, "Sesungguhnya aku melihat

asap kebakaran yang mengepul bagaikan awan hitam yang tebal dari kitabmu

Tashnif An-Naas, dan surat selebaranmu yang melanggar ini. Maka kitabmu

Tashnif An-Naas, di dalamnya terdapat penyelisihan terhadap sabda Rasul

yang Mulia -Shollallahu ‘alaihi wasallam,

.����������/�0 ���� ا�6;��������رى ا �0/����������. و �/������� و:����������895 067������������5 أو إ2�ى ����� ا�%�����د ا�

�/������� و:����������895 ����7�ث ����� أ*����0� و"������������0ق �/������� و:����������895 067������������5 , ����% ������ آ إ! ا������6ر اA؟ ر:����ل ����� ه� *5 :/��������ا وا2�ة ���� آ���ن *5 /����ل � �* ���Cأ D����� وأ����������'� �

"Orang-orang Yahudi telah berpecah menjadi 72 golongan. Orang-orang

Nashroni berpecah menjadi 72 golongan. Ummatku akan berpecah menjadi 73

golongan. Semuanya di neraka, kecuali satu". Mereka (para sahabat) berkata,

"Siapakah golongan itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Orang yang

berada di atas sesuatu yang aku dan para sahabatku berada di atasnya" ".(23)

Para salaf telah menggolong-golongkan manusia ke dalam (beberapa golongan,

seperti):Khawarij, Rofidhoh, Mu’tazilah, Murji’ah, Jahmiyyah. Mereka membagi

setiap firqoh (golongan) menjadi beberapa golongan. Telah ditulis beberapa

kitab dalam hal itu berdasarkan realita golongan-golongan itu". [Lihat Al-Hadd

Al-Fashil (hal.140-141), karya Syaikh Robi' Al-Madkholiy, cet. Maktabah

Al-Furqon, 1421 H]

Selain itu, kitab Tashnif An-Naas sebenarnya bisa dipukulbalikkan kepada para

hizbiyyun yang suka mencela ulama’ Ahlus Sunnah –semisal Syaikh bin Baaz,

Syaikh Al-Albaniy Syaikh Robi’, Syaikh Muqbi – dan suka mencela

pemerintahnya, bahkan ingin memberontak.

• Memangkah Salafiyyun Mencela?

Penulis BSDS dalam beberapa tempat telah menuduh Salafiyyun mencela,

benarkah demikian?

Penulis BSDS berkata, "Bendera tersebut dibawa oleh sekelompok orang yang

menipu dari orang-orang yang mengaku salafi. Mereka menampakkan diri di

hadapan manusia dengan penampilan seolah-olah mencuplik ilmu para ulama

dan mutiara hikmah orang-orang bijak. Tampak dengan pakaian kebesaran

dalam peribadatan yang menipu, mereka beralasan ini adalah sebuah nasihat

dan kritik yang membangun serta untuk meluruskan kesalahan. Akan tetapi,

sebenarnya adalah celaan dan hinaan sehingga mereka pun tersesat".[Lihat

BSDS (hal.23)](24)

Jika yang dimaksudkan mencela adalah meng-ghibah, dan mencaci-maki, maka

ini tak benar. Namun jika yang dimaksud mencela adalah mengingkari

kemungkaran para hizbiyyun, dan ahli bid’ah secara umum, maka ini memang

benar, karena ini termasuk amar ma’ruf nahi mungkar.

Sebagian orang-orang yang lemah hatinya dan sedikit ilmunya akan sempit

dadanya ketika menelaah kitab-kitab yang berisi bantahan. Ini didasari bahwa

menjauhi bantah-membantah merupakan jalan yang paling dekat kepada waro’,

dan lebih menjaga kehormatan kaum muslimin.

Namun jika seseorang mau sedikit meneliti sejarah perjalanan para ulama’ kita,

maka hal itu akan mengabarkan anda bahwa tak ada suatu zaman pun yang

kosong dari bantahan atas mukholif (orang menyelisihi kebenaran), walaupun ia

(orang yang dibantah) adalah orang pilihan.(25)

Tatkala hampir semua kelompok-kelompok hizbiyyah berusaha menguburkan

perkara an-naqd adz-dzati (bantahan atas person tertentu), menggugurkan

amar ma’ruf nahi munkar , dan mengosongkan pertahanan kaum muslimin.

Terkadang dengan dalih "menutupi aib kaum muslimin", mengumpulkan makar

bagi orang-orang kafir, dan lainnya diantar hujjah-hujjah yang didasari oleh

perasaan yang menjadikan akal-akal mereka tercekoki di saat lemahnya ilmu.

Semua ini mengharuskan kita untuk mengembalikan kebenaran pada

tempatnya.

"agar dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan, yaitu agar orang

yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang

hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula)". (QS. Al-Anfaal: 42).

Syaikh Bakr Ibn Abdillah Abu Zaid -hafizhahullah- berkata, "Orang-orang

yang bersilat lidah demi mengingkari naqd (bantahan) terhadap kebatilan

–walaupun sebagian diantara mereka nampak kesholehan-, tapi semua ini

adalah bentuk lemahnya semangat, kurang memahami kebenaran. Bahkan

pada hakikatnya, itu adalah bentuk larinya seseorang dari medan laga di hari

peperangan; lari dari daerah pertahanan agama Allah. Ketika itu orang yang

terdiam dari ucapan kebenaran laksana orang yang berbicara dengan kebatilan

dalam dosa.

Abu Ali Ad-Daqqoq berkata, "Orang yang terdiam dari kebenaran adalah setan

bisu; orang yang berbicara dengan kebatilan adalah setan yang berbicara".

Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- telah mengabarkan tentang berpecahnya

ummat ini menjadi 73 golongan. Keselamatan darinya bagi satu golongan yang

berada di atas manhaj kenabian.

Apakah orang-orang yang mengingkari boleh memberikan pengingkaran dan

bantahan kepada orang-orang yang menyimpang; apakah mereka ini

menjadikan ummat ini menjadi satu golongan saja. Padahal terjadi perbedaan

aqidah yang saling kontradiksi; ataukah itu adalah propaganda untuk

mencerai-beraikan kalimat tauhid. Waspadailah !!

Mereka tak punya hujjah, selain lontaran ucapan-ucapan batil, "Jangan kalian

memecah barisan dari dalam"(26) , "Jangan kalian menghamburkan debu di

luar"(27) , "Jangan kalian mengobarkan khilaf di natara kaum muslimin!", "Kita

bersatu dalam perkara yang kita sepakati, dan saling memaafkan dalam perkara

yang kita perselisihkan". Demikianlah halnya.

Iman yang paling rendah, kita katakan kepada mereka, "Apakah para pelaku

kebatilan itu mau diam afar kita juga bisa diam; ataukah mereka menyerang

aqidah di depan mata dan pendengaran kita, lalu kita diminta diam? Ya Allah, ini

tak mungkin !!"

Kami memohon perlindungan kepada Allah bagi setiap muslim dari serangan

hujjah orang-orang Yahudi. Mereka (orang-orang Yahudi) berselisih

(berpecah-belah) tentang Al-Kitab, dan menyelisihi Al-Kitab. Sekalipun demikian

mereka berusaha menampakkan persatuan dan kebersamaan. Namun Allah

-Ta’ala- telah mendustakan mereka seraya berfirman,

"Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. yang

demikian itu Karena Sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti".

(QS. Al-Hasyr:14).

Diantara sebab mereka dilaknat, apa yang disebutkan oleh Allah dalam

firman-Nya,

"Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka

perbuat". (QS. Al-Maa’idah:79)" . Selesai ucapan Syaikh Bakr Abu Zaid

-hafizhahullah-.(28)

Syaikh Bakr Abu Zaid -hafizhahullah- berkata lagi,"Oleh karena ini, Jika Anda

melihat ada orang yang membantah orang menyelisihi (kebenaran, -pent)

dalam hal keganjilan fiqih, atau ucapan bid’ah, maka bersyukurlah kepadanya

atas pembelaannya, sesuai kemampuannya. Janganlah engkau

menggembosinya dengan ucapan yang hina ini, ("Kenapa orang-orang

sekuler tak dibantah?!"). Manusia masing-masing memiliki kemampuan dan

bakat(29) , sedang membantah kebatilan adalah wajib (bagi setiap orang,-pent),

walaupun bagaimana tingkatannya. Setiap muslim berada dalam batas

pertahanan agamanya". [Lihat Ar-Rodd ala Al-Mukholif (hal.57), dan Sittu

Duror (hal.111)]

Memberikan peringatan sesatnya suatu kelompok , baik dalam bentuk ceramah,

maupun tulisan, itu bukanlah ghibah yang diharamkan. Boleh menyebutkan

kesesatan seseorang, dan penyimpangannya di depan orang banyak, jika

kemaslahatan menuntut hal itu.

Ibrahim An-Nakho’iy-rahimahullah- berkata, "Tak ada ghibah bagi pelaku

bid’ah (ajaran baru)". [Lihat Sunan Ad-Darimiy (394)]

Muhammad bin Bundar As-Sabbak Al-Jurjaniy-rahimahullah- berkata, "Aku

berkata kepada Imam Ahmad bin Hambal, "Sungguh amat berat aku bilang, "si

Fulan orangnya lemah, si fulan pendusta".Imam Ahmad berkata, "Jika kau diam,

dan aku juga diam, maka siapakah yang akan memberitahukan seorang yang

jahil bahwa ini yang benar, dan ini yang sakit (salah)". [Lihat Thobaqot

Al-Hanabilah (1/287)]

Sekali lagi kami nyatakan bahwa mengingkari penyimpangan, dan kekeliruan

sebuah kelompok atau person bukanlah celaan atau ghibah. Tapi ia merupakan

nasihat yang akan menjaga kemurnian Islam dari tangan-tangan jahil. Andaikan

pengingkaran seperti ini tak ada, maka hancurlah agama yang suci ini, dan

dunia ikut menjadi binasa.

Allah -Ta’ala- berfirman,

"Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia

dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. tetapi Allah mempunyai

karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam". (QS. Al-Baqoroh: 251 )..

Allah -Ta’ala- berfirman,

"Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan

sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja,

rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya

banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang

menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi

Maha Perkasa". (QS. Al-Hajj: 40).

=====================

Footnote :

(1) Adapun kitab ini, maka ia telah dibantah tuntas oleh Ustadz Dzul Qornain

dalam kitabnya "Meraih Kemulian Melalui Jihad, bukan Kenistaan", dan

Ustadz Luqman Ba’abduh dalam "Mereka itu adalah Teroris". Jazahumallah

khoiron.

(2) Dua kitab ini telah dibantah oleh Ustadz Luqman Ba’abduh -hafizhahullah-

dalam kitabnya "Menebar Dusta, Membela Teroris-Khawarij".

(3) Selain itu, seorang yang tak mau menyebutkan identitasnya telah mengirim

SMS kepada sebagian salafiyyun dengan membanggakan kitab itu. Di lain

tempat tempat lagi, seorang anggota Wahdah Islamiyah (WI) juga "perang"

dengan seorang ikhwah salafiy lewat SMS dengan bersenjatakan buku ini.

Dengan bangganya, mereka menebar syubuhat di kalangan salafiyyun. Sedang

Cordova Agency (milik anggaota WI) menyebarkan buku ini dalam rangka

menyebar syubhat. Mereka telah ta”awun di atas dosa dan permusuhan.

Nas’alullahal afiyah was salamah.

(4) Selanjutnya kami sebut dengan "BSDS"

(5) Selanjutnya kami sebut dengan Penulis.

(6) Dari sini kita tahu bahwa yang dimaksudkan oleh Penulis dengan pengaku

salafi adalah ulama salafiyyah, seperti Syaikh Al-Albaniy, Muqbil Al-Wadi’iy,

Robi’, serta murid-murid mereka atau ulama’ salafiyyun secara global dan

orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebeneran. Mereka inilah yang gigih

menjelaskan aqidah, dan mengingatkan ummat tentang penyimpangan

hizbiyyah dan ahli bid’ah sampai Penulis berang dan emosi melihat usaha baik

mereka ini. Akhirnya, ia ingin menutupi kebaikan para ulama itu dengan menulis

buku BSDS-nya yang penuh dengan tuduhan keji seperti yang Anda akan lihat,

Insya’ Allah !! Kenapa ia menulisnya? Yah, untuk membela Sayyid Quthb,

Hasan Al-Banna, Salman, Safar Al-Hawaliy, A’idh Al-Qorniy, dan hizbiyyun

secara umum.

(7) Kami tak mau mengatakan bahwa Penulis menipu, sebab nanti dianggap lagi

suka mencela. Sekalipun tak ada salahnya jika kita mau katakan demikian

sebagaimana yang dilakukan oleh Penulis dalam beberapa tempat dalam

kitabnya itu.

(8) Tapi di lain sisi, usai melarang orang "mencela", eh malah ia balik "mencela"

sebagaimana Anda akan melihat hal itu dalam tulisan ini..

(9) Insya’ Allah -Ta’ala- kami akan membantah pernyataan Penulis yang

melarang manusia men-tashnif dalam pembahasan-pembahasan berikut.

(10) Tashnif semacam ini juga dilakukan oleh sebagian da’I hizbiyyah yang

membagi salafiyyun menjadi dua: salafi haraki, dan salafi Yamani. Yah,

sekalipun pembagian ini batil menurut kaedah as-sabr wat taqsim!! Namun

demikianlah realita mereka; melarang orang lain melakukan tasbnif, tapi malah

mereka adalah gembong dan dedengkotnya pelaku tashnif.

Allah -Ta’ala- berfirman,

"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu

melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab? Maka

tidaklah kamu berpikir?". (QS. Al-Baqoroh:44 ).

(11) Benar sekali apa yang dinyatakan oleh beliau !! Tak mungkin Ahlus Sunnah

(baca: Salafiyyun) akan bergabung dengan Khawarij, yaitu orang-orang senang

memberontak kepada pemerintahnya, baik berupa demo, celaan terhadap

pemerintah, perlawanan bersenjata di hadapan penguasa. Tak mungkin

Salafiyyun akan bersatu dengan Tabligh yang gandrung sufiyyah, atau HTI,

At-Turots, IM dan lainnya yang senang mencela pemerintah, dan mendemo

mereka.

(12) Menuduh Salafiyyun mengemban tugas Iblis, ini adalah salah satu tanda

bahwa Penulis Memiliki Lisan yang Tajam dalam Mencela Orang. Masak

para salafiyyun dianggap membawa tugas Iblis. Nanti kita lihat –insya’

Allah- siapakah yang mengemban misi Iblis ??

(13) Adapun seorang da’i Wahdah Islamiyyah (Muhammad Ihsan Zainuddin)

yang getol menyudutkan salafiyyun secara zholim, maka ia berkata dalam

mendefinisikan kata tashnif dalam sebuah artikel yang berjudul Fenomena

Tashnif di Tengah Para Pejuang Da’wah (1), "Fenomena pemberian label dan

cap kepada orang lain”.[Lihat Majalah Islamy (2/1/1426 H) (hal.48)]

(14) Saya khawatir jika ini adalah pekerjaan si Penulis BSDS dalam segala

majelis dan keadaannya sehingga ia bisa mengeluarkan kitab BSDS !! Lempar

batu sembunyi tangan. Penulis BSDS dalam kitabnya ini telah men-tashnif

salafiyyun ke dalam 6 kelompok sebagaimana Anda bisa lihat dalam BSDS (hal.

71-72) ketika ia membagi salafiyyun menjadi: Al-Hasadah, Al-’Uqdah,

Al-Murtaziqoh, Al-Muqollidun, Al-Makhdu’un, dan An-Naqimun. Ini adalah

bukti autentik bahwa Penulis BSDS sendiri ikut men-tashnif manusia. Ingat,

jangan sampai tuduhan yang kita lontarkan telah beranak pianak dan

berpindah dari mulut ke mulut, tapi ternyata tidak satu pun tuduhan itu

terbukti.

Fa’tabiruu ya ulil abshor !!

(15) Lihat Mu’jam Maqooyiis Al-Lughoh, hal.554 karya Abul Husain Ibn Faris

cet. Dar Ihya’ At-Turoots Al-Aroby, dan Lisan Al-Arab (7/423) cet. Dar Ihya’

At-Turots Al-Araby dan Mu’assasah At-Tarikh Al-Araby. Adapun seorang da’i

Wahdah Islamiyyah (Muhammad Ihsan Zainuddin) yang getol menyudutkan

salafiyyun secara zholim, maka ia berkata dalam mendefinisikan kata tashnif

dalam sebuah artikel yang berjudul Fenomena Tashnif di Tengah Para

Pejuang Da’wah (1), "Fenomena pemberian label dan cap kepada orang

lain”.[Lihat Majalah Islamy (2/1/1426 H) (hal.48)]

(16) Misalnya lihat Shohih Al-Bukhoriy (Kitab Istitab Al-Murtaddin: bab Qotlil

Khawarij wal Mulhidin ba’da Iqomah Al-Hujjah alaihim),Shohih Muslim

(Kitab Az-Zakah: bab Dzikr Al-Khawarij wa Shifatuhum), Sunan Abi Dawud

(Kitab As-Sunnah; bab Al-Khawarij), Sunan At-Tirmidziy (Kitab Al-Fitan:

bab Fi Shifah Al-Khawarij), Sunan An-Nasa’iy (Kitab Tahrim Ad-Dam; bab

Man Syahhar Saifah Tsumma Wadho’ah fin Naas), Sunan Ibni Majah (Fadhl

Ibni Abbas: bab Dzikr Al-Khawarij)

(17) Para sahabat, Tabi’in, dan tabi’ut tabi’in.

(18) Lihat Mauqif Ahlis Sunnah Wal-Jama’ah (1/64)

(19) HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (4691). Di-hasan-kan oleh Muhaddits

Negeri Syam Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy

Al-Atsariy-rahimahullah- dalam Zhilal Al-Jannah (338)

(20) Singkatan dari Markaz An-Nasyath Al-Islamiy. Orang yang

menyingkatnya bukan Salafiyyun. Yang sering menyingkat demikian adalah

orang-orang WI,!! Markaz An-Nasyath Al-Islamiy dahulu adalah yayasan yang

didirikan oleh Salafiyyun di Makassar sebagai wadah dalam mempermudah

urusan dakwah. Salafiyyun tak pernah menisbahkan diri kepada MANIS. Ketika

salafiyyun ditanya, antum ikut kajian apa atau dari mana? Jawabnya tidak

menyatakan kami dari MANIS. Yang menisbahkan Salafiyyun kepada MANIS

(Markaz An-Nasyath Al-Islamiy) adalah orang-orang YWI dalam menyudutkan

Salafiyyun di Makassar. Kebanyakan Salafiyyun tak kenal apa itu MANIS,

kecuali setelah dimasyhurkan oleh YWI. Para da’I salafiyyun tidak mengenal

selain istilah Salafiy atau Atsariy. Mereka hanya menisbahkan diri kepadanya.

Ketika ditanya, apa madzhab dan manhaj antum. Mereka jawab, kami adalah

salafiy atau atsariy.

(21) Sampai ada diantara mereka, masjidnya pun disebut dengan “ Wihdatul

Ummah” (Persatuan Ummat). Sekalipun demikian, merekalah yang pertama

kali mengayunkan palu godam atas ummat ini. Buktinya, mereka mengajak

ummat untuk berdemo sebagai tanda pembangkangan mereka kepada

pemerintah muslim. Mereka melarang anak-anak untuk kajian ke tempat lain

sekalipun kajian pada salafiyyin. Bukankah ini merupakan pemecahbelahan

ummat? Jelas ini pemecahbelahan ummat, bahkan juga tashnif. Yang satunya

bilang: “kami Wahdah Islamiyyah”, yang lain bilang, “Kami Hizbut Tahrir”; yang

lain lagi bilang, “Kami Tabligh”, dan satu lagi bilang, “Ikhwanul Muslimin”. Satu

sama lainnya saling melarang anak kajiannya untuk bergabung dengan yang

lainnya karena takut -alasannya- kalau anak kajiannya “direbut” (baca:

dirampas) orang. Bukankah semua ini tashnif !!?fa’tabiruu ya ulil abshor

(22) Lihat Majalah Al-Islamy (2/I/1426 H, hal.54)

(23) HR. At-Tirmidziy dalam As-Sunan (2641), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok

(444), Ibnu Wadhdhoh dalam Al-Bida’ wa An-Nahyu anha (hal.15-16),

Al-Ajurriy (16), Al-Uqoiliy dalam Adh-Dhu’afaa’ (2/262/no.815), Ibnu Nashr

Al-Marwaziy dalam As-Sunnah (hal.18), Al-Lalika’iy dalam Syarh Al-I’tiqod

(147), dan Al-Ashbahaniy dalam Al-Hujjah fi Bayan Al-Mahajjah (1/107).

Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaliy Al-Atsariy dalam

Basho’ir Dzawisy Syarof (hal.75), cet. Maktabah Al-Furqon, UEA.

(24) Perhatikan Penulis telah mencap salafiyyun dengan kesesatan !!

Bukankah ini adalah celaan ?! Fa’tabiru ya ulil abshor.

(25) Tapi tentunya dengan cara hikmah (bijak), sebab salafiyyun tahu berbuat

bijak, bukan seperti yang dituduhkan oleh kaum hizbiyyun bahwa mereka

(Salafiyyun) adalah kaum yang jahil, tidak memiliki fikih dalam mengingkari.

Malah kaum hizbiyyun sebenarnya yang jahil, tak berhikmah. Lihat saja ketika

mereka menasihati penguasa, mereka menyelisihi manhaj salaf !!

(26) Istilah kita, "Jangan mengguting dalam lipatan"

(27) Istilah kita, "Jangan mengacaukan suasana", "Jangan memancing di air

keruh"

(28) Lihat Ar-Rodd ala Al-Mukholif min Ushul Al-Islam (hal.75-76) karya

Syaikh Abu Zaid, dan Sittu Duror min Ushul Ahlil Atsar (hal. 109-110) karya

Syaikh Abdul Malik Romadhoniy Al-Jaza’iriy.

(29) Maksud beliau bahwa jika ada orang yang membantah pelaku kebatilan,

yah itulah kemampuan dan kesempatannya. Lalu kenapa tidak membantah

orang-orang sekuler, yah serahkan kepada yang lain lagi, yang memiliki

kemampuan membantah orang-orang sekuler !! Wallahu A’lam .

Kenapa Ustadz Salafy Tidak Mau Dialog dengan Wahdah

Islamiyah??

Al-Ustadz Dzulqarnain

Tanya : Kenapa tidak ada ustadz salafiyyin yang mau dialog terbuka tentang

penyimpangan Wahdah Islamiyah dengan ustadz di Wahdah padahal mereka

mengeluarkan pernyataaan kalau memang mereka bersalah atau menyimpang

maka mereka akan rujuk.

Jawaban : Siapa yang tidak mau dialog ? Siapa yang tidak mau debat? Jelas?

Debat itu boleh saja, dialog itu boleh saja. Tapi kami memandang tidak ada

manfaatnya debat dengan mereka. Tidak ada manfaatnya debat dengan

mereka.

1. Saya sudah pernah lakukan dengan sebagian dari mereka . Saya pernah

ketemu dengan Muhammad Ikhwan Abdul Jalil. Sekarang wakil Wahdah

Islamiyah (Wakil Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah). Dia tanya kepada saya;

“Apa kesesatan kami?� Saya sebutkan 9 point, semuanya dia akui,

tidak ada yang dia tolak. Apakah dia rujuk setelah itu? Wallahi, tidak ada

pernyataan rujuk ! Itu yang pertama.

2. Waktu ada Yayasan Haramain disini. Mudirnya (pimpinannya-ed) yang

bernama Muhammad atau Husain bin Muhammad al-Khalidi itu telah

mendebat mereka semuanya . Kemudian membuatkan untuk mereka manhaj

aturan-aturan aqidah yang harus mereka pegang. Dan saya baca dari

aturan-aturan tersebut, lumayan bagus secara umum, walaupun ada hal-hal

yang saya kritisi, tapi setelah itu mereka janji untuk dikeluarkan

aturan-aturannya. Tidak dikeluarkan juga. Mereka janji akan disebarkan. Tidak

dikeluarkan dan tidak disebarkan. Jelas? Apakah ini pernyataan yang rujuk??

Bahkan waktu itu, Husein ini bilang ke saya, dia sangat kecewa sekali dengan

pernyataan Zaitun (Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah-ed) ketika sudah

selesai mereka sudah sepakat, Zaitun berkata “Ini mungkin untuk berubah”. Dia

sangat marah dan berkata “Apakah manhaj dan aqidah bisa berubah?” Itu sisi

yang kedua.

3. Mereka sering menyebutkan bahwa kita tidak mau debat. Kalau masalah

debat, bicara, saya yakin bahwa mereka tidak bisa tentang masalah mengadu

hujjah dan argumen, mereka juga tahu akan kemampuan kita, dan mereka

sudah mencoba itu. Dan mereka punya pelajaran di Panciro sana (salah satu

desa di Kab Gowa tempat berdirinya Ma’had Tarbiyatun Nisaa’-ed), kita

debat dengan orang-orang LDII. Mula-mula mereka (Wahdah Islamiyah) yang

hadapi, tidak ada selesainya, cerita-cerita sana-sini. Dan alhamdulillah kita

masuk…, setelah itu selesai. Orang LDII sampai sekarang Alhamdulillah selesai

urusannya. Dan mereka (Wahdah Islamiyah) tahu kemampuan kami untuk itu.

Tapi yang menjadi masalah orang yang membangkang tidak menerima

kebenaran, tidak ada faedahnya duduk dengan mereka, tidak ada faedahnya

duduk dengan mereka. Maka insyaAllahu Ta’ala, terbuka pintu (dialog-ed) jika

ada manfaatnya dan ada maslahatnya.

4. Saya sudah mengeluarkan dari 5 tahun yang lalu. Kurang lebih 6 kaset

penjelasan tentang kesesatan Wahdah Islamiyah, mana bantahannya? Dan

saya tantang sampai sekarang mana bantahannya. Dan InsyaAllah sebentar

lagi saya keluarkan buku tentang mereka. Kalau memang mereka bisa untuk

berbicara ilmiyah, maka keluarkan bantahan, selesai. Biarkan orang

mendengarkannya. Jangan hanya sekedar berbicara.., tidak mau debat, tidak

mau ini… (seperti syubhat yang sering dilontarkan Wahdah Islamiyah terhadap

para asatidzah salafy-ed)

5. Kemudian lebih daripada itu saya pernah nyatakan, saya telah tegakkan

hujjah kepada mereka . Dan mereka kalau tetap seperti itu membuat

kedustaan terhadap kami, maka saya tantang mereka untuk

mubahalah (1) dimanapun mereka suka. Dan ini sampai sekarang

masih tetap saya berlakukan dan sampaikan kepada mereka.

Ditranskrip dari salah satu pertanyaan yang disampaikan kepada Ustadz

Dzulqarnain di Daurah Masjid UIN Alauddin Makassar, 09 November 2008.

Catatan : Artikel ini boleh dicopy dengan mencantumkan sumber

www.groups.yahoo.com/groups/nashihah/48 .

——————–

(1) Mubahalah adalah doa yang bersungguh-sungguh diantara dua pihak yang

berbeda pendapat. Tujuannya agar Allah Subhaanahu wa Ta’ala menjatuhkan

kutukan berupa laknat kepada pihak yang berdusta.

Allah Subhaanahu wa Ta’alaa berfirman :

Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang

meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita

memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan

isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita

bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan

kepada orang-orang yang dusta (QS. Al-Imran : 61)

Katanya Salafy Melarang Demonstrasi, lalu Kenapa Wahdah-Salafy

Melakukannya?

Pertanyaan:

Katanya Salafy melarang demonstrasi, lalu kenapa wahdah-salafy

melakukannya?

Jawab: Siapa yang mengatakan Wahdah itu salafy? Sekarang yang mengaku

salafy itu banyak, boleh saja semua orang mengaku salafy, tapi belum tentu dia

salafy.

Salafy itu bukanlah jubah yang dipakai siapapun yang ingin memakainya

kemudian dia katakan bahwa dirinya adalah salafy.

Tidak, tapi salafy adalah sebuah keyakinan yang tergambar, tertanam dalam diri

seseorang dan dari amalannya menunjukkan hal tersebut, inilah yang disebut

salafy.

Adapun wahdah-islamiyah mereka jauh dari penamaan salafiyah. Tidak ada

orang-orang salafy yang melakukan demonstrasi. Kemudian tidak ada dari

kalangan salafiyun yang membolehkan bai’at, mereka (wahdah) mempunyai

bai’at. Tidak ada dari kalangan salafiyun yang membagi tauhid menjadi 4,

salah satunya tauhid Hakimiyah. Dan tidak ada dari kalangan salafiyun yang

memperbolehkan berbilangnya jama’ah islamiyah seperti yang dilakukan

oleh orang-orang wahdah. Dan tidak ada dari salafiyun yang membela Ahlul

Bid’ah. Dan tidak ada dari salafiyun yang memunculkan manhaj muwazanah.

Ini sebagian kerusakan orang-orang wahdah islamiyah.

Kalau mengaku boleh saja mereka mengaku, dan perlu saya beritahu,

pegakuannya kalau mereka mengatakan salafy itu ujung-ujungnya adalah duit.

Dan saya sangat kenal akan perbuatan mereka. Mereka punya camp

pelatihan di Philiphina, kemudian yang melakukan pengeboman di

Makassar adalah kebanyakan orang-orang yang ikut pengajian mereka, maka

ini jauh dari penamaan salafiyah.

Tapi kalau untuk mendatangkan orang-orang dari luar, misalnya Saudi, (mereka

mengatakan) “Kami Salafy, ayo ajarkan Tauhid kepada kami”

Begitulah seruannya "ajarkan tauhid kepada kami", tapi ustadz2nya sendiri….,

coba antum cari ceramah-ceramahnya yang mengajarkan tauhid, mungkin kalau

mengajarkan, mengajarkan tapi tidak tergambar bahwa mereka punya perhatian

khusus terhadap tauhid.

Na’am, kemudian mendatangkan ulama-ulama dari Saudi, tapi kalau berbicara

di kaset membicarakan pemerintahan Saudi dengan pembicaraan yang sangat

keji dan tidak pantas. Kalau ada duit bicaranya bagus, tapi kalau tidak ada duit

bicaranya mencela dan menjelekkan.

Sumber : Transkrip tanya-jawab Daurah Masjid Jajar Solo (15-17 Mei 2009)