Relasi Sosial Antar Agama Di Indonesia Ssi

download Relasi Sosial Antar Agama Di Indonesia Ssi

of 5

description

sistem sosial indonesia, sosiologi

Transcript of Relasi Sosial Antar Agama Di Indonesia Ssi

Relasi Sosial Antar Agama di Indonesia : Integrasi atau DisisntegrasiIndonesia merupakan salah satu gambaran yang menawan tentang masyarakat Indonesia adalah pluralitas agama yang dimilikinya. Sejahrawan Perancis, Denys Lombard pernah menyebut pulau Jawa sebagai Le Carrefour Javanis atau Perempatan Jawa, tempat berbagai kebudayaan bertemu dalam sebuah persilangan geografis . Dalam persilangan ini tak kurang dari lima agama besar dunia, yakni Budha, Hindu, Islam, Kristen dan Katolik menanamkan tradisisnya dan berinteraksi, baik dengan agama-agama asli maupun dengan agama-agama lainya, sehingga menghasilkan silang budaya.Pluralitas yang merupakan kekayaan bangsa ini juga membawa dampak yang berbahaya yang besar bagi terjadinya disintegrasi sosial dan nasional. Sejak zaman kolonial, hubungan antar kelompok beragama di Indonesia lebih ke arah konfliktual daripada harmonis, baik di level lokal maupun di level nasional. Yang juga terlibat pada masalah ini adalah pihak yang berkuasa misalnya raja-raja, pemerintah kolonial dan pemerintah republik. Oleh karenanya, analisis terhadap hubungan antar kelompok agama di Indonesia harus mengikutsertakan pula kajian tentang peran penguasa dan negara dari masa ke masa. Ketidakharmonisan ini juga didukung oleh adanya tindakan praktek-praktek ekslusi sosial yang menimpa kelompok minoritas, yakni berupa pengabaian, pengasingan dan atau pencabutan hak atas orang atau sekelompok orang karena agamanya. Kelompok penguasa merupakan agen utama dari praktek ekslusi tersebut.Namun dalam masyarakat Indonesia masih terdapat gamabaran integratif yang menyatukan masyarakat yang berbeda agama tersebut. Di berbagai wilayah di Indonesia kerjasama antar keloompok agama justru terbangun dengan baik, yang dijembatani oleh solidaritas yang baik, persaudaraan, kemanusiaan, kekeluargaan dan kebangsaan. Para pemimpin agama serta jaringan kelompok-kelompok kemasyarakatan bahakan telah membentuk gerkan-gerakan progresif lintas agama untuk mempromosikan pluralisme, toleransi, dan kerjasama antar kelompok agama. AgamaPenjelasan :Pertama, agama dalam masyarakat dianggap sesuatau yang sakral , suci dan murni. Karena kesucianya kita diajarakan untuk menerima agama apa adanya ( taken for granted) tanpa mempertanyakannya lagi.Kedua, masalah kesucian agama ini dijaga secara ketat oleh orang-orang yang disebut sebagai pemegang otoritas keagamaan seperti, tokoh/guru/pemuka/pemimpin agama. Sering masyarakat tidak percaya diri untuk berdiskusi tentang agama karena menganggap sosok yang pantas dijadikan referensi dan paling valid adalah tokoh agama.Ketiga, adanya Perkawinan antara agama dengan negara, yang menjadikan agama memiliki kekuasaan yang besar. Hagemoni agama ditanamkan dan dipelihara secara sistematis melalui sarana yang paling krusial membentuk sistem pengetahuan masyarakat, sistem pendidikan nasional. Dapat dikatakan dari masa ke masa sistem pendidikan memberikan ruang untuk mengkritisi agama dan justru menjadi media penenenman nilai-nilai keagamaan yang taken for granted itu.Karena sikap tidak mau bertanya oleh masyarakat soal agama, maka perumusan agama hanya ditentukan oleh perumus kebijakan yang terkadang yang untuk kepentingan kelompok tertentu. Akhirnya dalam kebijakan pemerintah, agama adalah yang memenuhi : percaya pada Tuhan yang satu, memiliki sistem hukum yang jelas, memiliki kitab suci dan memilki seorang nabi. Dari defenisi agama yang dibuat oleh perumus kebijakan, berimplikasi pada beberapa hal. Sebuah kepercayaan dapat dikatakan sebagai agama bila percaya pada Tuhan yang satu , monotheisme dan bukan yang lain. Kepercayaan lain selain monotheisme tidak diakui sebagai agama seperti polytheisme, animisme, pantheisma dll. Kepercayaan yang tidak memiliki hukum, nabi dan kitab suci yang jelas tidak dapat disebut sebagai agama. Padahal apa yang dikatakan sebagai hukum, nabi, dan kitab suci adlah sangat debatable, yaitu tentang hukum yang seperti apa yang dianggap sebagai hukum agama, siapa saja yang disebut sebagai agama dan manuskrip mana saja yang dpata dikatakan sebagai kitab suci. Dalam banyak kasus, hukum, nabi dan kitab suci yang diakui oleh sebuah kelompok agama, tidak diakui bahkan dianggap sebagai penyimpangan oleh kelompok agama lain. Agama dalam Kerangka Sosiologi Emile Durkheim : Agama sebagai sebuah sistem yang terpadu dari kepercayaan dan praktik-praktik ynag berhubungan dengan hal-hal yang sakral. Sakral, hal-hal yang berhubungan dengan supranatural. Ronald Johnstone : agama sebagai sistem kepercayaan dan praktek ketika sekelompok orang merumuskan dan merespon apa yang mereka rasakan sebgai sesuatu yang suci dan biasanya bersifat supranatural. Terdapat lima karakteristik yang disebut sebgai agama: Pertama, agama merupakan fenomena kelompok. Kedua, agama berkaitan dengan supranatural dan sakral. Ketga, agama berhubungan dengan body of beliefs atau semesta keyakinan. Keempat, agama merupakan seperangkat praktek. Kelima, agama berhubungan dengan kewajiban-kewajiban moral taua moral prescription.Dalam perspektif teologis- politis, adanaya klaim-klaim tentang kebenaran tidak dapat dihindari. Hal ini, karena setiap agama memilki tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam kehidupan di dunia ini, termasuk menciptakan sebuah masyarakat ideal menurut kaca mata masing-masing. Untuk menjadikan cita-cita itu rill, kelompok-kelompo agama melakukan berbagai tindakan politis. Dalam hal ini sosiolog adalah mengamati apa yang terjadi di masyarakat, misalnya tentang kelompok apa saja yang ada, klaim-klaim kebenaran kelompok, tindakan-tindakan politis yang dijalankan kelompok untuk mencapai tujuannya serta pola relasi antar kelompok- kelompok itu.Dengan dua teori sosiologi dapat mengamati itu semua. Pertama adalah dengan menggunakan teori struktural fungsional dengan menitikberatkan pada funsi agama dalam struktur yang kait mengait dalam masyaraka. Durkheim berpendapat , paling tidak terdapat tiga fungsi agama yaitu perekat sosial (social cohesion) sebagai kontrol sosial (control social) dan sebagai pemberi makna dan tujuan. Kedua, dengan menggunakan teori konflik yang justru berbeda yakni agama berperan menciptakan ketidaksetaraan dalam masyarakat.Marx berpendapat bahwa agama menciptakan kesadaran palsu (false consciousness) supaya orang- orang mau menerima permasalahan di dunia ini dan berharap terus pada datangnya dunia yang lebih baik. Agama di IndonesiaHinduisme dan budhisme merupakan dua agama pertama menanankan ajarannya di Indonesia. Yakni pada abad ke 7 melalui kerjaan besar Sriwijaya, yakni merupakan kerajaan Budha yang terbesar di Asia dan pada abad ke 8 Hindu masuk terlihat pada bangunan candi-candi yang banyak terdapat di Indonesia. Pada abad ke 12, Islam mulai masuk ke wilayah nusantara dan diikuti oleh agama Protestan dan Katolik yang hampir bersamaan masuk melalui pedagang-pedagang Portugis dan Belanda pada abad ke 16 dan 17. Hampir setiap budaya berinteraksi dengan budaya yang telah terlebih dahulu ada, dan setiap budaya diterima baik di nusantara. Dengan kata lain terlihat seperti nusantara merupakan lahan yang subur bagi berkembangnya sinkretisme, dimana adanya percampuran dua atau lebih sistem kepercayaan keagamaan dalam sebuah sistem baru.Neils Murder seorang peneliti buadaya Asia Tenggara, menggambarkan bahwa agama di Asia Tenggara memiliki kekhusussan tertentu. Agama di Asia tenggara lebih meilih menenggelamkan perbedaan dan menghasilkan kesatuamn diantara berbagai sekte atau aliran serta mengutamakan pada tujuan tertinggi, yaitu kesatuan, sehinggan demi tujuan tersebut pantas untuk mengorbanan prinsip dan dogma, ia lebih memilih konsep lokalisasi untuk menjelaskan agama Asia Tenggara. Lokalisasi merupakan inisiatif dan sumbangan masyarakat lokal sebagai jawaban dan pertanggungjawaban atas hasil- hasil pertemuan budaya-budaya tersebut. Lokasi terjadi dimana budaya lokal menerima pengaruh luar, menyerap dan menyatakan kembali unsur-unsur asing itu dengan cara menempanya hingga sesuai dengan pandangan hidup masyarakat lokal dan mengambilnya sebagai bagian dari budayanya. Agama yang bertumbuh di Indonesia akan meiliki warna yang berbeda dengan daerah asalnya, misalnya seperti Clifford Geertz yang menggambarkan adaya perbedaan antara agama Islam Indonesia dan Islam di Maroko. Di Indonesia, Islam lebih menunujukkan sifat-sifat estetisme, asimilatif, luwes, pragmatis, gradualis dan kompromis. Sedangkan di Maroko lebih mengedepankan sifat individualis, menggebu-gebu akan aktivisme dan moralisme.Meskipun terlihat bahwa Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia, namun Indonesia memiliki heterogenitas di bidang religius. Islam sebesar 88,22 persen, Protestan dan Katolik yang digolongkan sebagai kelompok kristen sebesar 8,92 persen sementara Hindu 1,81 persen dan Budha 0,84 persendan 0,20 termasuk kategori lainnya. Heterogenitas agama yang tinggi di Indonesia tidak hanya menyangkut keagamaan aliran/sekte/denominasi dalam sebuah agama. Misalnya di agama Islam terdapat dua aliran besar yakni Muhamaddiyah danNahdatul Ulama. Demikian juga dengan agama minoritas yang ada di Indonesia. Pada era reformasi konflik agama sering kali terjadi dimana adanya agama-agama yang bergejolak dan ingin menyebarkan agama atau menekankan agamanya sebagai agama yang paling kuat sehingga menempuh berbagai kegiatan yang bersifat anarkis. Tindakan anarkis agama juga berlanjut hingga pada orde baru dimana pada oktober 2004 , sekelompok aktivis melakukakn aksi penutupan bangunan sekolah Katolik Sang Timur di Ciledug, Tangerang. Namun dibalik itu lahir pula gerakan-gerakan yang dipelopori oleh kaum intelektual dan juga kaum agamawan progresif. Seperti gerakan Jaringan Islam Liberal, dimana pada gerakan ini lebih terbuka, fundamentalisma dan radikalisme. Mereka bergiat dalam kelompok ini antara lain adalah anak-anak muda progresif. Pandangan yang mereka lebih menumbuhkan demokratisasi dan berjalan dengan pluralisme kebudayaan modern. Demikian juga masyarakat Jawa Tengah , juga dikenal memiliki tingkat kerukunan antar kelompok agama yang tinggi.

KasusPada tanggal 10 oktober 1996, terjadi kerusuhan anti Kristen dan anti keturunan orang Tionghoa di kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Dimana peristiw itu muncul dari rasa ketidakpuasan massa dengan hukum penjara lima tahun untuk terdakwa saleh yang beragama Islam, yaitu tuntutan maksimal yang dapat dijatuhkan atas kasus penghinaan terhadap agama Islam. Oleh karena ketidakpuasan dan kesalahpahaman bahwa Saleh disembunyikandi dalam gereja, massa mulai merusak dan membakar gereja-gereja di Kabupaten Situbondo. Pada akhirnya, gereja lima di kecamatan dibakar atau dirusak serta beberapa sekolah kristen Katolik , satu panti asuhan kristen dan toko-toko milik orang Tionghoa ikut dirusak. Dalam kerusuhan itu 5 orang terpanggang api keluarga pendeta IschakCristian dalam komplek gereja pantekosta pusat Surabaya. Ambon dan maluku yang terkenal dengan konflik horisontalnya kini telah menciptakan kerukunan beragama. Dimana pembangunan yang terjadi di Ambon juga telah menunjukkan perkembangan. Salah satu bentuk toleransi umat beragama di Ambon adalah pada pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran tingkat nasional ke 24 di Ambon berjalan dengan lancar. Acara ini juga mengundang pemuka agama yang lainya untuk ikut dalam acara ini. Hal ini menunjukkan perkembangan yang positif antara umat beragama di Ambon.