Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif...

22
Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif dalam Pemilihan Umum Legislatif DPRD Kota Surabaya Periode 2014-2019 Oleh : Anin Khoirunnisa (Departemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ABSTRAK Studi ini mengkaji relasi kekuasaan pada saat pemilu legislatif dari sudut pandang relasi gender yang mempengaruhi dan mengatur relasi politik caleg perempuan dan laki-laki, dengan menggunakan teori relasi kekuasaan Michel Foucault. Relasi kekuasaan berada di manamana dan tidak terlokalisir dalam sebuah struktur, menjadikan segala hal sebagai sumber kuasa untuk menundukkan relasi dalam wacana yang kemudian mewujud dalam praktikpraktik politik yang ada. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan wawancara mendalam. Subyek penelitian didapatkan dari metode snowball, dimana caleg perempuan sebagai informan subyek, dan informan non subyeknya adalah keluarga, pemilih perempuan dan tim sukses caleg perempuan. Pemilu legislatif DPRD Surabaya dari tahun 2009 hingga 2014 telah menunjukkan bahwa partai politik memenuhi kuota caleg perempuan sekurang- kurangnya 30%. Namun, tidak semua partai politik mencerminkan keterwakilan perempuan sebesar 30%. Walaupun kemudian dalam persebaran struktur / jabatan DPRD Kota Surabaya, para anggota DPRD perempuan masih ditempatkan dalam posisi subordinat. Relasi kekuasaan caleg perempuan dalam upaya pemenangan pemilu legislatif beragam. Relasi kekuasaan caleg perempuan dengan parpol, pengurus parpol, caleg laki-laki saat pendaftaran dan pennetuan nomor urut tidak menguntungkan, tetapi dengan tim sukses saling menguntungkan. Relasi kekuasaan saat penentuan dapil dan kampanye politik dengan parpol dan lembaga penyelenggara pemilu tidak menguntungkan. sedangkan saling menguntungkan dengan partai politik, antar caleg perempuan, tim sukses, konstituen. Saat pemungutan suara, relasi kekuasaan dengan saksi tidak menguntungkan dan saling menguntungkan. Sedangkan dengan caleg laki- laki, parpol, dan lembaga penyelenggara pemilu tidak menguntungkan, serta dengan antar caleg perempuan dan tim sukses saling menguntungkan. Kata kunci : Relasi Kekuasaan, Caleg Perempuan, pemilu legislatif.

Transcript of Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif...

Page 1: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif dalam Pemilihan

Umum Legislatif DPRD Kota Surabaya Periode 2014-2019

Oleh : Anin Khoirunnisa

(Departemen Sosiologi, Universitas Airlangga)

ABSTRAK

Studi ini mengkaji relasi kekuasaan pada saat pemilu legislatif dari sudutpandang relasi gender yang mempengaruhi dan mengatur relasi politik calegperempuan dan laki-laki, dengan menggunakan teori relasi kekuasaan MichelFoucault. Relasi kekuasaan berada di mana–mana dan tidak terlokalisir dalam sebuahstruktur, menjadikan segala hal sebagai sumber kuasa untuk menundukkan relasidalam wacana yang kemudian mewujud dalam praktik–praktik politik yang ada.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan wawancara mendalam. Subyekpenelitian didapatkan dari metode snowball, dimana caleg perempuan sebagaiinforman subyek, dan informan non subyeknya adalah keluarga, pemilih perempuandan tim sukses caleg perempuan.

Pemilu legislatif DPRD Surabaya dari tahun 2009 hingga 2014 telahmenunjukkan bahwa partai politik memenuhi kuota caleg perempuan sekurang-kurangnya 30%. Namun, tidak semua partai politik mencerminkan keterwakilanperempuan sebesar 30%. Walaupun kemudian dalam persebaran struktur / jabatanDPRD Kota Surabaya, para anggota DPRD perempuan masih ditempatkan dalamposisi subordinat.

Relasi kekuasaan caleg perempuan dalam upaya pemenangan pemilu legislatifberagam. Relasi kekuasaan caleg perempuan dengan parpol, pengurus parpol, caleglaki-laki saat pendaftaran dan pennetuan nomor urut tidak menguntungkan, tetapidengan tim sukses saling menguntungkan. Relasi kekuasaan saat penentuan dapil dankampanye politik dengan parpol dan lembaga penyelenggara pemilu tidakmenguntungkan. sedangkan saling menguntungkan dengan partai politik, antar calegperempuan, tim sukses, konstituen. Saat pemungutan suara, relasi kekuasaan dengansaksi tidak menguntungkan dan saling menguntungkan. Sedangkan dengan caleg laki-laki, parpol, dan lembaga penyelenggara pemilu tidak menguntungkan, serta denganantar caleg perempuan dan tim sukses saling menguntungkan.

Kata kunci : Relasi Kekuasaan, Caleg Perempuan, pemilu legislatif.

Page 2: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

ABSTRACT

This study investigates the power relations at the time of legislative electionsfrom the point of view of gender relations that influence and regulate the politicalrelations of women candidates and men, using Michel Foucault's theory of powerrelations. Power relations are everywhere and not localized in a structure, making allthings as a source of power to subdue the relations in the discourse which thenmanifests in practice - political practices. This study used a qualitative approach andin-depth interviews. The subjects of the study was obtained from the snowballmethod, whereby women candidates as an informant subject, and the subject is a noninformant families, women voters and women candidates successful team.

Surabaya Parliament legislative elections from 2009 to 2014 have shown thatthe political parties meet quotas of women candidates at least 30%. However, not allpolitical parties reflect the representation of women by 30%. Although later in thedistribution structure/position Surabaya City Council, council members still placedwomen in a subordinate position.

Power relations women candidates in legislative elections diverse winningeffort. Power relations women candidates to political parties, political party officials,candidates males during registration and serial numbers are not profitable, but with amutual successful team. Power relations when determining electoral district andpolitical campaigns by political parties and election management bodies are notprofitable. whereas mutual benefit with political parties, among female candidates,successful team, constituents. When voting, power relations with the witness is notprofitable and mutually beneficial. While the male candidates, political parties andelection management bodies are not profitable, as well as with women candidatesamong mutually beneficial and successful team.

Keywords: Power Relations, Women candidates, legislative elections.

Page 3: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

Ringkasan

Studi ini mengkaji relasi kekuasaan di kalangan caleg perempuan dalam

upaya pemenangan pemilu legislatif DPRD Surabaya 2014-2019, dengan

menggunakan teori relasi kekuasaan Michel Foucault. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif dan wawancara mendalam. Subyek penelitian didapatkan dari

metode snowball, dimana caleg perempuan sebagai informan subyek, dan informan

non subyeknya adalah keluarga, pemilih perempuan dan tim sukses caleg perempuan.

Pemilu legislatif DPRD Surabaya dari tahun 2009 hingga 2014 telah menunjukkan

bahwa partai politik memenuhi kuota caleg perempuan sekurang-kurangnya 30%,

walaupun persebaran tiap parpol belum merata. Relasi kekuasaan caleg perempuan

dalam upaya pemenangan pemilu legislatif beragam. Relasi kekuasaan caleg

perempuan dengan parpol, pengurus parpol, caleg laki-laki saat pendaftaran dan

penentuan nomor urut tidak menguntungkan, tetapi dengan tim sukses saling

menguntungkan. Relasi kekuasaan saat penentuan dapil dan kampanye politik dengan

parpol dan lembaga penyelenggara pemilu tidak menguntungkan. saling

menguntungkan dengan partai politik, antar caleg perempuan, tim sukses, konstituen.

Saat pemungutan suara, relasi kekuasaan dengan saksi tidak menguntungkan dan

saling menguntungkan. Sedangkan dengan caleg laki-laki, parpol, dan lembaga

penyelenggara pemilu tidak menguntungkan, serta antar caleg perempuan dan tim

sukses saling menguntungkan.

Kata kunci : Relasi Kekuasaan, Caleg Perempuan, pemilu legislatif.

Page 4: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

SUMMARY

This study investigates the power relations among women candidates in

legislative elections winning effort DPRD Surabaya 2014-2019, using Michel

Foucault's theory of power relations. This study used a qualitative approach and in-

depth interviews. The subjects of the study was obtained from the snowball method,

whereby women candidates as an informant subject, and the subject is a non

informant families, women voters and women candidates successful team. Surabaya

Parliament legislative elections from 2009 to 2014 have shown that the political

parties meet quotas of women candidates at least 30%, even though each of the

parties has not been evenly spread. Power relations women candidates in legislative

elections diverse winning effort. Power relations women candidates to political

parties, political party officials, candidates males during registration and

determination of the serial number is not profitable, but with a mutual successful

team. Power relations when determining electoral district and political campaigns by

political parties and election management bodies are not profitable. mutually

beneficial relationship with political parties, among female candidates, successful

team, constituents. When voting, power relations with the witness is not profitable

and mutually beneficial. While the male candidates, political parties and election

management bodies are not profitable, as well as between women candidates

mutually beneficial and successful team.

Keywords: Power Relations, Women candidates, legislative elections.

Pendahuluan

Page 5: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

Perempuan dianggap sebagai individu kedua dan tersubordinasi dalam dunia

politik. Ideologi patriarki yang mewujud dalam konstruksi masyarakat, menjadikan

budaya politik yang tidak menguntungkan bagi perempuan. Affirmative action

menjadi sebuah langkah stimulus yang bersifat sementara dalam menyeimbangkan

partisipasi perempuan di bidang politik, melalui diterapkannya kebijakan kuota

keterwakilan perempuan sekurang–kurangnya 30% pada pencalonan anggota

legislatif (caleg).

Relasi gender merupakan hubungan sosial antara perempuan dan laki–laki

yang dihasilkan dari bentukan konstruksi masyarakat. Relasi gender yang mewujud

bukanlah relasi yang dihasilkan dari bentukan sederhana dan beberapa waktu saja.

Namun, relasi gender mewujud dan terlanggengkan secara sistematis selama kurun

waktu yang lama. Patriarki juga menjadi ideologi yang mengakar dan sistematis.

Patriarki sebagai sebuah ideologi, senantiasa akan melakukan sebuah upaya untuk

melanggengkan ideologinya dalam masyarakat. Jumlah keterwakilan perempuan

anggota DPRD Kota Surabaya tahun 2009 secara normatifnya sesuai dengan amanat

UU No.10 Tahun 2008 telah menunjukkan keterwakilan partisipasi politik perempuan

sebesar 30%. Namun, angka yang ditampilkan, tidak serta merta mampu

merepresentasikan secara substantif relasi kuasa antara perempuan dan laki–laki yang

adil. Misalnya dalam angka keterwakilan perempuan DPRD Surabaya, pada beberapa

partai politik masih belum mampu merepresentasikan keterwakilan perempuan 30

persen. Jumlah keterwakilan perempuan yang menggambarkan secara normatif relasi

kuasa yang nampak seimbang, namun di tengah wacana dan budaya politik yang

Page 6: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

berkembang secara patriarki menjadi sebuah keunikan bagi penulis untuk melakukan

penelitian terhadap hal ini.

Penelitian ini mengungkap realitas yang nampak di balik angka keterwakilan

partisipasi perempuan DPRD Surabaya. Realitas yang nampak dengan angka tersebut,

apakah juga menampakkan realitas di luar yang juga sama menggambarkan secara

substantif relasi kekuasaan di kalangan caleg perempuan yang adil. Oleh karena itu

dalam penelitian ini membahas mengenai relasi kekuasaan diantara caleg perempuan

dalam pemilu legislatif DPRD Surabaya 2014. Di mana dalam setiap periodenya

memiliki perkembangan wacana di masyarakat dan dalam setiap periodenya memiliki

pembaharuan aturan dan nilai yang mengatur mengenai pemilu legislatif. Sehingga

apa yang terjadi pada periode yang lalu menjadi cerminan kondisi pada periode

selanjutnya namun tetap dalam suatu kondisi yang mengalami pembaharuan. Maka,

tujuan dalam penelitian ini dapat mengetahui relasi kekuasaan di kalangan caleg

perempuan dalam upaya pemenangan pemilu legislatif DPRD Kota Surabaya 2014.

Kajian Teoritik

Buku pertama Foucault yang berjudul The History of Sexuality, memusatkan

perhatian pada relasi kekuasaan yang dilakukan oleh laki–laki terhadap seksualitas

perempuan. Seksualitas menjadi titik perpindahan secara khusus yang padat bagi

relasi kekuasaan. Kekuasaan seksualitas tidak bertempat dalam satu lingkup sumber

utama, namun berada di berbagai pengaturan. Kekuasaan seksualitas atas kehidupan

memiliki dua bentuk (Ritzer, 2012:1055). Pertama, kekuasaan politik-anatomis tubuh

manusia. Kekuasaan mendisiplinkan tubuh manusia dan seksualitasnya. Kedua,

Page 7: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

kekuasaan terhadap bio-politik populasi, dimana kekuasaan mengendalikan dan

mengatur pertumbuhan populasi, kesehatan, harap hidup, dan sebagainya. Adanya

kedua kekuasaan tersebut, muncul kesadaran yang dilihat oleh masyarakat bahwa

kehidupan sebagai obyek politik.

Foucault mengatakan bahwa penguasaan terhadap perempuan pada awalnya

berasal dari penguasaan laki–laki atas tubuh perempuan. Pengetahuan yang cukup

tentang seksualitas, menjadikan masyarakat menggunakan kekuasaan yang lebih

besar dalam kehidupan mereka sendiri. Konsep diskursus seksualitas dalam dunia

sosial yang dipahami dari Foucault berarti bahwa segala sesuatu yang dapat

menjadikan seorang dalam konstruksi yang melekat pada perempuan menjadi

berkuasa, berdaya, atau sebaliknya. Seperti misalnya seorang istri yang merayu

suaminya dengan suara yang lembut untuk diberikan uang belanja tambahan.

Lembutnya suara, gerak-gerik tubuh perempuan dapat mempengaruhi kehendak dari

laki-laki. Dengan demikian, tidak hanya dipahami penguasaan seksualitas adalah

yang berkenaan dengan fisik tubuh perempuan saja, tapi hal – hal yang melekat pada

diri perempuan.

Foucault sama sekali tidak mendefenisikan secara konseptual apa itu

kekuasaan tetapi lebih menekankan bagaimana kekuasaan itu dipraktikan, diterima

dan dilihat sebagai kebenaran dan berfungsi dalam berbagai bidang kehidupan

(Kebung, 2008 : 212). Foucault melihat kekuasaan bukanlah sebagai sesuatu yang

dimiliki. Kekuasaan adalah sebuah strategi, sebuah kata kerja, bukan kata benda.

Konsep kekuasaan tersebut mengandung pengertian bahwa kekuasaan berfungsi

dalam sebuah jalinan atau relasi, bukan hanya sebagai hubungan antara menindas dan

Page 8: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

ditindas. Jalinan tersebut mewujud dalam suatu relasi yang berlangsung terus–

menerus. Relasi kuasa bisa berupa hubungan keluarga, hubungan yang terjadi dalam

suatu institusi, dan lain sebagainya. Individu bukan dilihat sebagai objek yang

menerima praktek kekuasaan, tetapi harus dilihat sebagai aktor yang ikut ‘bertarung’

atau dilihat sebagai ‘tempat’ dimana kekuasaan itu ditetapkan dan ditentang (Mills

dalam Yunitamurti, 2015:25). Dalam arti inilah, kekuasaan tidak hanya disempitkan

dalam ruang lingkup tertentu atau menjadi milik orang atau institusi tertentu seperti

pandangan umum bahwa kekuasan itu selalu dikaitkan dengan negara atau institusi

pemerintah tertentu. Namun kekuasaan sebagai suatu yang niscaya selalu hadir dalam

setiap interaksi manusia. Relasi kekuasaan tidak dilihat sebagai suatu yang linier atau

vertical, yang diopresi dari atas ke bawah yang digunakan untuk menindas.

Kekuasaan dilihat sebagai suatu potensi yang bersikulasi terus–menerus membentuk

kreatifitas dan produktifitas budaya.

Foucault mengatakan “kuasa tidak selalu bekerja melalui represif dan

intimidasi melainkan pertama-tama bekerja melalui aturan-aturan dan normalisasi”

(Kebung, 2008:121). Kekuasaan selalu hadir dalam aturan–aturan, sistem–sistem

regulasi. Di mana saja manusia juga memiliki hubungan tertentu. Dalam hal ini

kemudian kuasa bekerja. Kekuasaan tidak datang dari luar tetapi menentukan

susunan, aturan–aturan, dan hubungan dari dalam (Foucault dalam Yunitamurti,

2015:25). Dengan adanya normalisasi/pendisiplinan diri kemudian, Foucault

menyebut menghasilkan bentuk subjection (penyerahan diri kepada seseorang) seperti

seorang pasien kepada psikiater. Tujuan dari adanya mekanisme kekuasaan ialah

membentuk setiap individu untuk memiliki dedikasi dan disiplin diri agar menjadi

Page 9: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

pribadi yang produktif (Haryatmoko, 2003 : 22). Segala hukum dan aturan diarahkan

untuk mencapai tujuan tersebut. Namun bagi Foucault, kekuasaan bukan suatu yang

absolut, melainkan diperebutkan terus menerus dalam sebuah relasi kuasa. ‘where

there is power, there is resistence’ (dalam Yunitamurti, 2015:26).

Pembahasan

Proses pengambilan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik

snowball, dimana peneliti mendapatkan data informan dari informan pertama ke

informan selanjutnya. Peneliti mendapatkan data informan pertama dari DA (selaku

tim sukses EC), lalu mendapatkan data informan EC, RA, CH, dan seterusnya.

Berdasarkan dinamika dan pengalaman yang terjadi di lapangan dengan asumsi

waktu, tenaga, dan kesediaan subyek untuk memberikan data, dan hasil yang

diharapkan bisa mewakili dan mampu menjelaskan permasalahan penelitian.

Informan subyek pada penelitian ini, yaitu caleg perempuan dari latar belakang partai

politik yang berbeda, caleg perempuan yang berlatar belakang profesi berbeda, caleg

perempuan yang baru berkecimpung di dunia politik atau incumbent, dan caleg

perempuan yang berasal dari nomor dan daerah pemilihan (dapil) yang berbeda-beda.

Sedangkan informan non subyeknya yaitu pemilih perempuan, keluarga caleg

perempuan, dan tim sukses caleg perempuan.

Relasi wacana pengetahuan politik caleg perempuan beragam. Caleg

perempuan incumbent yang berasal dari partai politik agamis memiliki wacana politik

sebagai alat untuk berdakwah dan menyerukan ideologi di masyarakat dan alat untuk

melakukan perubahan di masyarakat yang lebih baik. Berbeda wacana pengetahuan

Page 10: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

politik yang dimiliki caleg baru dari interaksinya dengan pengurus partai agamis

berjenis kelamin laki – laki. Wacana pengetahuan politik yang dipahami yaitu alat

untuk mendapatkan jabatan tertinggi dan strategis yang diinginkan. Bagi subyek

caleg perempuan yang mendapatkan pengetahuan tentang politik dari LSM bidang

keperempuanan, menganggap bahwa politik bukanlah partai dan permainan kotor

seperti pandangan yang dimiliki oleh masyarakat pada umumnya. Bagi caleg

perempuan yang mendapatkan wacana pengetahuan politik dari suaminya yang

notabene merupakan pengurus partai dan caleg laki–laki memiliki pengetahuan

politik adalah kekuasaan yang dapat melakukan apapun dengan kekuasaan yang

dimilikinya.

Relasi kekuasaan yang terjadi antara caleg perempuan dengan partai politik

beserta pengurusnya. Dari hasil temuan data mengenai pola rekrutmen, prosedur

menjadi caleg, peran pengkaderan dan pendidikan politik, sensitifitas gender, dan

kendala yang dihadapi caleg ditemukan bahwa terdapat relasi kekuasaan yang

seimbang dan tidak seimbang. Pada caleg perempuan yang merupakan kader partai,

memiliki wacana pengetahuan politik dan berada pada relasi yang saling

menguntungkan dengan partai politik. Partai politik tidak membuat relasi yang

menyulitkan langkah bagi caleg perempuan tersebut untuk lolos menjadi caleg dalam

partainya. Sedangkan relasi kekuasaan diantara caleg perempuan dengan partai

politik ada yang menguntungkan dan tidak menguntungkan terjadi pada saat caleg

perempuan tidak memiliki wacana pengetahuan politik sebelumnya sehingga direkrut

hanya karena kekerabatan dan untuk kewajiban pemenuhan kuota 30% saja. Serta

dari temuan data diatas mengenai bagaimana relasi kekuasaan yang terjadi antara

Page 11: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

caleg perempuan baru dengan pengurus partai politik menunjuk pada sebuah relasi

kekuasaan yang tidak menguntungkan pihak caleg perempuan baru daripada partai

politik.

Caleg perempuan baru dengan caleg yang merupakan kader partai terdapat

pembedaan dalam hal kemudahan prosedur pendaftaran menjadi caleg yang

merupakan kebijakan partai politik masing–masing. Secara spesifik relasi gender

dalam kekuasaan tahapan pendaftaran menjadi caleg, caleg laki–laki lebih mudah

untuk menguasai, mengatur tata aturan yang ada di partai politik untuk membuat

kebijakan prosedur, penetapan siapa–siapa saja yang lolos bagi partai yang mayoritas

laki–laki. Bagi caleg laki–laki juga lebih mudah untuk mendapatkan kekuasaan dalam

penetapan menjadi caleg, karena modal dana yang tidak diragukan lagi. Sedangkan

bagi mereka caleg perempuan yang termarjinalkan posisinya sebagai pengurus partai

dan memiliki modal dana yang minim menunjukkan relasi kekuasaan yang lebih

lemah dibandingkan caleg laki–laki. Walaupun kemudian relasi caleg perempuan

terbantukan oleh relasi kekuasaan yang dimilikinya dari adanya peraturan pemenuhan

kuota 30% pada caleg perempuan. Dalam tahap pendaftaran menjadi caleg, caleg

perempuan bersama dengan tim sukses menjalin kerjasama yang baik untuk

mempersiapkan caleg perempuan menjadi caleg yang handal, tidak saja hanya lolos

menjadi caleg namun juga sekaligus menjadi caleg yang dapat memenangkan pemilu

legislatif.

Selain partai politik dan pengurusnya, serta tim sukses caleg, keluarga

memiliki peranan dalam tahapan seorang perempuan menjadi caleg atau tidak. Caleg

perempuan merupakan salah satu anggota dari bagian keluarga, yaitu istri, anak

Page 12: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

perempuan dari sebuah keluarga, saudara perempuan, dan sebagainya. Sebagai

seorang anggota keluarga, caleg perempuan juga dilekatkan dengan fungsi dan

peranannya dalam keluarga. Fungsi dari adanya keluarga adalah fungsi pendidikan,

perlindungan, sosialisasi, perasaan, agama, ekonomi, biologis, dan rekreatif. Salah

satu fungsi dari adanya peran keluarga adalah fungsi perlindungan dan perasaan,

dapat diartikan sebagai konsep keluarga yang mampu memberikan dukungan dan rasa

aman diantara anggota keluarganya.

Pengalaman perjuangan para caleg perempuan dalam upaya pemenangannya

pada pemilu legislatif DPRD Surabaya tidak pernah lepas dari perannya sebagai

seorang istri dan ibu bagi anak–anaknya di rumah. Artinya bahwa caleg perempuan

tidak pernah meninggalkan pekerjaan domestiknya. Mereka caleg perempuan

memang mendapatkan dukungan dan bantuan dari para keluarganya. Namun, secara

kesadaran mereka wacana seksualitas yang menempatkan perempuan berada pada

ranah domestik dan berada dalam kekuasaan suami tidak berubah walaupun mereka

telah memutuskan untuk terjun dalam ranah publik pula. Sedangkan relasi kekuasaan

caleg perempuan dengan keluarga besarnya menghasilkan relasi kekuasaan yang

saling seimbang dan bekerja sama

Matriks Relasi Kekuasaan Dalam Upaya Pendaftaran Caleg Perempuan denganKeluarga

Subyek yang berinteraksi Pola relasiCaleg perempuan dengansuami

Caleg perempuan tidak meninggalkan kewajibannyadalam ranah domestik sebagai seorang istri dan telahberhasil menyelesaikan segala urusan danpermasalahannya di dunia domestik. (peran ganda)Suami berkuasa dalam ranah domestik danmendukung peran istrinya sebagai caleg perempuan

Page 13: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

dan membantu dalam aktivitas pemenangan.(membantu dalam peran publik)

Caleg perempuan dengankeluarga

Caleg perempuan dengan keluarga memiliki relasikekuasaan yang saling mendukung dan bekerja sama.

Pada tahapan penentuan nomor urut terdapat interaksi caleg perempuan

dengan partai politik, caleg laki–laki, dan pengurus partai politik. Relasi kekuasaan

caleg perempuan dengan partai politik menunjukkan relasi kekuasaan yang timpang,

dimana caleg perempuan berada pada relasi yang lebih lemah daripada partai politik.

Karena partai politik yang menjadi subyek utama dalam penentuan caleg mana yang

berhak menempatkan nomor urut atas dan bawah. Aturan perundangan juga

melegalkan hal tersebut. Dengan mekanisme kompetisi uang, menempatkan relasi

kekuasaan caleg perempuan berada pada posisi yang lebih lemah juga daripada caleg

laki–laki. Caleg laki–laki memiliki modal dana yang lebih besar daripada caleg

perempuan, sehingga lebih mudah untuk caleg laki–laki berada pada posisi nomor

atas di tiap tiga nomor, seperti 1,2,4,5,7,8. Sedangkan caleg perempuan menempati

nomor urut bawah di tiap 3 nomor, seperti 3,6,9. Selain mekanisme kompetisi uang,

kader/pengurus partai politik ditempatkan dalam nomor urut atas daripada caleg yang

bukan berasal dari kader partai. Caleg perempuan notabene merupakan mayoritas

merupakan caleg baru, baik caleg yang baru terjun di dunia politik atau menjadi caleg

akibat dari perundangan kuota keterwakilan caleg perempuan sebesar 30%. Dengan

adanya kebijakan partai demikian menempatkan caleg perempuan baru berada pada

relasi kekuasaan yang lebih lemah daripada caleg yang merupakan pengurus partai

politik, baik caleg laki–laki maupun perempuan.

Page 14: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

Caleg perempuan yang merupakan kader partai atau tidak, caleg perempuan

yang berasal dari partai agamis atau tidak, sama–sama melakukan praktik politik

membeli nomor urut. Bahkan harga yang tinggi untuk dibayar caleg dalam

mendapatkan nomor urut yang diinginkan, mencerminkan harga yang cukup mahal.

Apabila untuk mendapatkan nomor 3 harus mengeluarkan 10 juta rupiah dalam partai

agamis, maka nomor urut 1 pasti membayar dengan uang yang lebih besar daripada

10 juta. Secara rasionalisasi, penentuan nomor urut tidak membutuhkan sarana,

fasilitas apapun. Sehingga uang yang besar itu sebenarnya difungsikan untuk apa

tidak dikonsumsi secara terbuka transparansinya oleh partai. Memang ada partai yang

sudah transparan, dengan kompetisi uang yang terbuka, masing–masing calon

mengetahui berapa banyak uang yang dikeluarkan untuk membeli nomor urut, dan

jelas juga penggunaan uangnya untuk aktivitas kampanye. Namun juga ada partai

politik yang melakukan kompetisi uang secara illegal dan tertutup. Sehingga

penggunaan dana tersebut untuk apa menjadi tidak jelas dan patut dicurigai.

Matriks Relasi Kekuasaan Di Kalangan Caleg Perempuan Pada Tahap PenentuanDapil

Subyek yang berinteraksi Pola relasi

Caleg perempuan denganpartai politik

Caleg perempuan dan partai politik memiliki relasikekuasaan yang sama.Caleg perempuan berada pada relasi kekuasaan yanglemahPartai politik berada pada relasi kekuasaan yang kuat

Caleg perempuan dengancaleg laki–laki

Melalui mekanisme kompetisi uang, menempatkanrelasi kekuasaan caleg perempuan lebih lemahdibandingkan dengan relasi kekuasaan caleg laki-laki

Page 15: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

Semua caleg perempuan menggunakan jasa saksi untuk mengawal suara

mereka, baik saksi partai, saksi non partai, dan saksi yang merupakan komunitas

perempuan. Saksi partai yang dimaksud adalah saksi yang diberikan mandat oleh

partai untuk mengawal jalannya suara partai politik secara keseluruhan. Saksi non

partai adalah saksi yang diberikan mandat secara langsung oleh caleg untuk

mengawal suaranya secara individu. Sedangkan saksi yang merupakan komunitas

perempuan, adalah saksi diluar partai maupun individu yang dibentuk oleh beberapa

perempuan untuk mengawal suara caleg perempuan secara umum. Saksi dari

komunitas perempuan ini lahir untuk membendung perilaku kecurangan dan

pencurian suara yang selama ini sering dialami oleh perempuan. Komunitas

perempuan ini merupakan bentuk relasi kuasa yang dimiliki oleg caleg perempuan

untuk menandingi relasi kuasa saksi yang ada selama ini merugikan perempuan.

Karena peran saksi ini juga digunakan dalam strategi pemenangan seorang caleg

untuk melakukan pencurian suara dari partai lain atau caleg lain, melakukan lobi–lobi

politik dengan penyelenggara pemilu setempat.

Caleg perempuan gagal maupun lolos, sama–sama mengalami relasi

kekuasaan transaksional (relasi berdasarkan pertukaran hak pilih dengan materi) yang

dilakukan oleh mereka para pemilih. Pemilih dengan kekuatan yang dimiliki yaitu

hak pilihnya, menawarkan hak pilih mereka ditukar dengan materi/uang. Padahal

relasi sebelumnya yang hendak diciptakan oleh caleg perempuan kepada pemilih

adalah relasi kekuasaan yang menawarkan program, mengajak pemilih untuk

melakukan pilihan politik dengan benar, cerdas, tanpa menciderai peraturan yang

berlaku untuk melakukan money politic. Kenyataannya dalam hal ini relasi yang

Page 16: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

terjadi diantara caleg perempuan dan pemilih tidak terjadi konsensus bersama dan

tidak terjadi relasi kekuasaan yang bersifat produktif, namun tidak menguntungkan

salah satu pihak.

Diskursus uang sebagai representasi politik sangat jelas. Sekalipun caleg

perempuan melakukan tindakan kampanye dengan menekankan pada intensitas dan

kedekatan emosional dengan pemilih/konstituen, kenyataannya tetap memainkan

peran uang sebagai sumber kuasa meskipun bukan suatu hal yang utama. Bahkan dari

data diatas, menunjukkan bahwa caleg yang menggunakan nominal uang besar,

mereka adalah caleg perempuan yang menang. Dan mereka caleg perempuan yang

gagal adalah mereka yang mengeluarkan dana untuk kampanye yang sedikit.

Diskursus uang sebagai sumber kuasa pemenangan pemilu, pada akhirnya

berhasil menundukkan perempuan yang memiliki keterbatasan dana. Selain itu juga

berhasil menundukkan para caleg perempuan yang masih memiliki kesadaran untuk

tidak terjebak dalam diskursus pikiran laki–laki, menggunakan uang untuk sumber

kuasa untuk menang. Karena wacana pemikiran berkampanye dan menang dengan

jalan kejujuran, tidak menciderai hukum dan politik, masih terdiskursus pada caleg

perempuan. Adanya komitmen bersama diantara caleg perempuan untuk tidak terlibat

dalam politik uang, sebagai sebuah upaya membangun kekuatan diskursus tandingan

sesama caleg perempuan, bahwa memperjuangkan perempuan tidak harus melalui

politik, tidak harus dengan jalan menduduki kursi legislatif. Tetapi masih banyak

jalan lain untuk merubah kondisi perempuan menjadi lebih baik.

Kampaye politik yang dilakukan oleh para caleg perempuan dalam

membangun kekuatan dan diskursus wacana sesama perempuan. Perempuan lebih

Page 17: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

mudah memahami sesama perempuan. Para caleg perempuan lebih mudah

memahami kebutuhan pemilih perempuan. Pemilih perempuan lebih mudah untuk

terikat secara emosional kepada caleg perempuan. Selain sasaran kampanye caleg

perempuan kepada para pemilih yang berjenis kelamin perempuan, para caleg

perempuan mendekati pemilih perempuan dengan membangun ikatan emosional.

Dalam hal ini membangun kekuatan emosional yang dilakukan oleh caleg

perempuan, menunjukkan bahwa caleg perempuan menggunakan diskursus yang

lekat pada perempuan untuk mendekati para perempuan. Perempuan selama ini

dilekatkan pada stereotype emosional, irasional, mudah terbawa perasaan. Diskursus

seksualitas yang demikian dimanfaatkan oleh para caleg perempuan sendiri untuk

membangun kekuatannya. Maka dapat dikatakan muncul relasi kuasa dengan model

pemanfaatan diskursus seksualitas.

Masyarakat atau pemilih tidak hanya dapat diartikan sebagai obyek politik

yang bersifat pasif. Sasaran pendidikan dan sosialisasi politik caleg dan partai.

Namun, masyarakat dan pemilih juga dapat berperan menjadi subyek yang aktif

mensosialisasikan pemahaman politik mereka kepada masyarakat lainnya.

Masyarakat tersebut salah satunya adalah konstituen. Konstituen merupakan

seseorang yang secara aktif mengambil bagian dalam proses menjalankan organisasi

dan yang memberikan otoritas kepada orang lain untuk bertindak mewakili dirinya.

Sehingga konstituen yang memiliki sifat sebagai individu aktif dapat melakukan

peranannya dalam membantu pemenangan caleg perempuan.

Wacana pemenangan pemilu terletak pada kekuasaan politik uang menjadikan

kendala yang berarti bagi caleg perempuan. Bagi caleg perempuan yang mengakui

Page 18: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

kekuatan dan kepercayaan sehingga membutuhkan budaya demikian untuk

pemenangannya, budaya ini akan dimanfaatkan dengan baik. Caleg perempuan

melakukan pertukaran dengan budaya demikian, bermain kotor dan menyiapkan dana

yang banyak. Bagi caleg perempuan yang tidak mengakui kekuatan tersebut untuk

pemenangan, mengganggap bahwa budaya yang berkembang ini tidak dapat

memberikan relasi kekuasaan yang menguntungkan para caleg perempuan, bahkan

perempuan menjadi korban. Budaya politik Money politic, ketidakjujuran dalam

suara, mempersulit langkah pemenangan caleg perempuan. Hal itu terjadi karena

kekuasaan mengasalkan dirinya pada kekuatan yang tidak banyak dikuasai/dimiliki

oleh para caleg perempuan, berlatarbelakang ibu rumah tangga atau mereka yang

bekerja namun tidak menempati posisi strategis bergaji besar yang seringkali di

masyarakat kita diduduki oleh laki–laki.

Pada saat pemungutan dan perhitungan suara, terjadi relasi yang tidak

menguntungkan caleg perempuan. Caleg perempuan mengalami pencurian suara,

utamanya lembaga penyelenggara pemilu dan saksi atau orang yang berhubungan

dengan lembaga penyelenggara turut dalam bermain peran disana. Namun, selain

peran dari aktor tersebut, partai politik dan caleg sesama partai pada kenyataannya

juga melakukan hal yang sama, yaitu pencurian suara. Caleg perempuan tidak pernah

terlibat dan bergabung dalam wacana diskursus upaya pemenangan pada tahapan

perhitungan suara adalah dengan melakukan pencurian suara. Karena perempuan

sendiri dengan kesadarannya yang memutuskan untuk tidak masuk dalam diskursus

pencurian suara, membuat pada akhirnya perempuan yang kemudian dimanfaatkan

suaranya untuk kemenangan mereka, para caleg laki–laki.

Page 19: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

Wacana diskursus politik yang langgeng di masyarakat, dengan membuat

uang sebagai relasi kuasa tertinggi dan dengan permainan kotornya, tidak hanya

terjadi pada partai yang memiliki ideologi nasionalisme saja. Sekalipun partai agamis,

yang memiliki dan menciptakan nilai keluhuran budi pekerti yang baik juga turut

larut bergabung, mengikuti arus diskursus tersebut untuk memenangkannya secara

pribadi caleg, maupun partai untuk mendapatkan kursi dalam praktik politik

pencurian suara.

Dalam tahapan ini, caleg perempuan menyerahkan seluruh tanggung jawab

pengawalan dan pengamanan suara kepada tim sukses. Sedangkan tim sukses

menjalankan kewajiban dan tanggung jawab sepenuhnya peranan dan fungsi

pengawalan dan pengamanan suara. Sehingga dalam hal ini caleg perempuan

memberikan kepercayaan, kuasanya kepada tim sukses untuk melakukan peranannya,

dan tim sukses dengan konsensus bersama yang sudah disepakati menghargai kuasa

caleg perempuan yang telah diberikan untuk dilaksanakan dengan sebaik–baiknya.

Dengan adanya relasi demikian diantara kedua belah pihak, tujuan bersama tercapai

dan produktif. Namun caleg perempuan dengan tim sukses tidak hanya menghasilkan

relasi kekuasaan yang bekerja sama dan menguntungkan caleg perempuan.

Kenyataannya caleg perempuan yang notabene merupakan individu baru yang diakui

partisipasi politiknya dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mendapatkan

keuntungan pribadi dengan kewenangan yang dimiliki. Begitupun juga dengan

peranan tim sukses. Tim sukses juga tidak selamanya menghasilkan relasi kekuasaan

yang menguntungkan caleg perempuan, namun juga ada yang merugikan caleg

perempuan.

Page 20: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

Kesimpulan

Relasi kekuasaan di kalangan caleg perempuan dalam upaya pemenangan

pemilu legislatif DPRD Surabaya 2014 menggambarkan keberagaman relasi

kekuasaan antar subyek yang berinteraksi. Proses interaksi terjadi dengan dinamis

pada setiap tahapan pemilu, mulai dari tahapan pendaftaran caleg, penentuan nomor

urut dan dapil, kampanye politik dan perhitungan suara.

Pada saat pendaftaran calon anggota legislatif, relasi kekuasaan caleg

perempuan dengan partai politik, pengurus partai politik, caleg laki-laki

menghasilkan relasi kekuasaan yang tidak menguntungkan. Karena relasi kekuasaan

caleg perempuan lebih lemah daripada partai politik, pengurus partai politik, dan

caleg laki-laki. Sedangkan relasi kekuasaan caleg perempuan dengan tim sukses

menghasilkan relasi kekuasaan yang seimbang dan saling menguntungkan.

Pada saat penentuan nomor urut caleg perempuan, relasi kekuasaan caleg

perempuan dengan partai politik, caleg laki-laki, dan pengurus partai menghasilkan

relasi kekuasaan yang tidak menguntungkan, relasi kekuasaan caleg perempuan lebih

lemah daripada ketiga aktor politik tersebut. Karena penentuan nomor urut tidak

pernah sekalipun melibatkan aspirasi dari caleg perempuan. namun, dengan

mekanisme tertutup dari dalam partai yang mengusungnya.

Pada saat penentuan daerah pemilihan, relasi kekuasaan antara caleg

perempuan dengan partai politik menghasilkan relasi kekuasaan yang seimbang

kekuatannya dan tidak seimbang, di mana relasi kekuasaan caleg perempuan lebih

lemah daripada partai politik. Sedangkan relasi kekuasaan caleg perempuan dengan

Page 21: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

caleg laki-laki menghasilkan relasi yang tidak seimbang, karena relasi kekuasaan

caleg perempuan yang lebih lemah daripada caleg laki-laki.

Pada saat kampanye politik, relasi kekuasaan caleg perempuan lebih lemah

terjadi ketika berhubungan/berinteraksi dengan partai politik dan lembaga

penyelenggara pemilu. sedangkan relasi kekuasaan yang saling menguntungkan

terjadi ketika caleg perempuan berinteraksi/berhubungan dengan partai politik, antar

caleg perempuan, tim sukses, dan konstituen.

Pada saat pemungutan dan perhitungan suara, relasi kekuasaan caleg

perempuan dengan saksi menghasilkan relasi kekuasaan yang tidak menguntungkan

caleg perempuan dan saling menguntungkan. Relasi kekuasaan caleg perempuan dan

saksi tidak hanya juga saling menguntungkan tetapi juga saling menguatkan. Relasi

kekuasaan caleg perempuan dengan caleg laki-laki, partai politik, dan lembaga

penyelenggara pemilu tidak menguntungkan. Hal itu terjadi karena relasi kekuasaan

caleg perempuan lebih lemah daripada ketiga aktor politik tersebut. Relasi kekuasaan

antar caleg perempuan menghasilkan relasi kekuasaan yang saling menguntungkan

dan menguatkan. Sedangkan relasi kekuasaan caleg perempuan dengan tim sukses,

menghasilkan relasi kekuasaan yang saling menguntungkan karena kerjasama yang

terjadi dengan baik ataupun justru tidak menguntungkan caleg perempuan.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Pratitis. Perempuan Dalam Pusaran Politik : Konstruksi KekuasaanPerempuan Dalam Arena Demokrasi. (SKRIPSI. Surabaya : UNAIR, 2010)

Page 22: Relasi Kekuasaan di Kalangan Calon Anggota Legislatif ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts13b36b39b2full.pdf · (De partemen Sosiologi, Universitas Airlangga) ... from

Apriani, Fajar. Berbagai Pandangan Mengenai Gender Dan Feminisme, (Bandung :Universitas Mulawarman, 2010)

Basrowi, dkk. Sosiologi Politik. (Bogor:Ghalia Indonesia, 2012)

Data KPU. Data Hasil Pemilihan Umum Legislatif DPRD Kota Surabaya Periode2009 – 2014. (Surabaya : KPU Kota Surabaya, 2009)

Data KPU. Data Tentang Pemilihan Umum Legislatif DPRD Kota Surabaya Periode2014 – 2019. (Surabaya : KPU Kota Surabaya, 2014)

Haryatmoko. Etika Politik dan Kekuasaan. (Jakarta: Penerbit Kompas, 2003)

Kebung, Konrad. Michel Foucault Parrhesia dan Persoalan Mengenai Etika.(Jakarta: Obor, 1997)

Michel Foucault. Seks dan Kekuasaan, Rahayu S.H (Penterj.) (Jakarta: Gramedia,2000)

Ritzer, George. Teori Sosiologi Dari Sosiologi Klasik sampai PerkembanganTerakhir Postmodern, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2012)

Windyastuti, Dwi. Akomodasi Partai Politik Terhadap Kuota Perempuan DalamPemilu 2004. (LPPM. Surabaya : UNAIR, 2004)

Yunitamurti, Nurisma. Wacana TKW Dalam Novel “Aku Bukan Budak” Dan ‘DariTanah Haram Ke Ranah Minang’. (SKRIPSI. Surabaya : UNAIR, 2004)