REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN...

25
REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN NOMOR 11 TAHUN 2002 DI ACEH DITINJAU DARI PERSPEKTIF DAKWAH TESIS Disusun Oleh: SUSANTI HASIBUAN NIM: 12.2.00.1.07.01.0016 KONSENTRASI DAKWAH DAN KOMUNIKASI SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Transcript of REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN...

Page 1: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI:

STUDI QANUN NOMOR 11 TAHUN 2002 DI ACEH

DITINJAU DARI PERSPEKTIF DAKWAH

TESIS

Disusun Oleh:

SUSANTI HASIBUAN

NIM:

12.2.00.1.07.01.0016

KONSENTRASI DAKWAH DAN KOMUNIKASI

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

(UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2015

Page 2: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis yang berjudul “ Regulasi Penerapan Busana Islami: Studi QanunNomor 11 Tahun 2002 di Aceh Ditinjau Dari Perspektif Dakwah”,yang ditulis oleh:

Nama : Susanti HasibuanTempat Tanggal Lahir : Bagan Batu, 14 November 1989Nim : 12.2.00.1.07.01.0016Jenjang Pendidikan : Magister (S2)Konsentrasi : Dakwah dan Komunikasi

Bahwa Tesis ini telah melewati Work in progress I, II, serta telahdiperiksa dan diperbaiki sebagaimana mestinya. Dengan ini sayamenyetujui untuk diajukan pada ujian pendahuluan.

Jakarta, 5 Juni 2015Pembimbing

Dr. Arief Subhan

Page 3: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis yang berjudul “ Regulasi Penerapan Busana Islami: Studi QanunNomor 11 Tahun 2002 di Aceh Ditinjau Dari Perspektif Dakwah”,yang ditulis oleh:

Nama : Susanti HasibuanTempat Tanggal Lahir : Bagan Batu, 14 November 1989Nim : 12.2.00.1.07.01.0016Jenjang Pendidikan : Magister (S2)Konsentrasi : Dakwah dan Komunikasi

Bahwa Tesis ini telah melewati Work in progress I, II, serta telahdiperiksa dan diperbaiki sebagaimana mestinya. Dengan ini sayamenyetujui untuk diajukan pada ujian pendahuluan.

Jakarta, 5 Juni 2015Pembimbing

Dr. Arief Subhan

Page 4: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

ABSTRAK

Penelitian ini membuktikan bahwa regulasi agama dalam SyaraitIslam merupakan wujud dari dakwah kontemporer, yang tidak hanyamenstimulus religuisitas masyarakat, namun juga membuka pintu spritualpada masyarakat itu sendiri.

Tesis sependapat dengan A. Hajsmy (1994)yang menyatakan bahwadakwah Islamiyah yang bertitik tolak dari konsepsi iman dan amal solehyang berlandaskan ilmu pengetahuan, bemetamorfosa melahirkan satupilihan untuk mengaplikasikan khalifah menjadi penguasa bumi. Untukmengaplikasikannya maka tindakan tersebut membutuhkan kekuatan dankekuatan itu adalah dakwah. Selain itu, Masykuri Abdillah (2005)menyatakan negara ideal merupakan negara yang menjadikan Syariah Islamsebagai hukum yang berlaku dalam suatu negara dan kalaupun tidakmemungkinkan, maka mengupayakan agar aturan negara tidak bertentangandengan Islam.

Tesis ini tidak sependapat dengan Azyumardi Azra (2005),Mohammed Arkoun, C.Alino, Zainun Kamal (2005), Eikelmandan JamesPiscatori (1996), dan Jose Casanova yang menyatakan bahwa Islamisasi atauformulasi agama menyebabkan terjadinya krisis identitas, serta bukti dariketerkungkungan citra etnografis yang Islam sendiri pun tidak memiliki polabaku tentang negara, sistemp politik masuk kedalam wilayah ijtihad yangmasih terus dapat dikaji, dapat diubah, dan memungkinkan terjadinyaperbedaan tafsir.

Selain itu, Muhammad Ansor (2012), menyatakan bahwa bentukpendisiplinan tubuh perempuan merupakan ungkapan kekhawatiran elitedominan dari kelas superior dan sub-ordinat, akan efek sosial dari tubuhperempuan yang tidak didisiplinkan yang memunculkan Resistensi terhadappolitik pengaturan tubuh perempuan diekspresikan secara tersembunyi, tidakterstruktur, maupun bersifat sporadic (hidden transcripts).

Rasyidah (2012) juga menyatakan bahwa upaya berupa razia,peneguran langsung, pemberian sanksi penurunan jabatan atau hukumanadministratif lainnya tidak memberikan dampak yang signifikan dalamdakwah (tidak efektif). Ini juga dapat dimaknai dengan kesia-siaan waktudan anggaran yang tidak berbanding lurus dengan tercapainya tujuan dakwahdalam kaitannya dengan pakaian Islami.

Tesis ini membuktikan bahwa Syariat Islam yang tertuang dalamQanun adalah bentuk dakwah kontemporer. Posisi Qanun di Aceh dalamhirarki perundang-undangan negara terbukti sah, serta Qanun nomor 11Tahun 2002 merupakan konfigurasi politik melalui jalur otonom dan perdadi Indonesia, meskipun penerapan Qanun busana Islami terbukti belummampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual yang dialamioleh perempuan.

Page 5: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

Tesis ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Dengan dataprimer, yaitu berupa dokumen, wawancara, dan observasi. Salah satunyaadalah undang-undang atau Qanun Nomor 11 Tahun 2002. Sedangkan datasekunder adalah dari buku, jurnal, atau literatur yang menunjang penelitianini.

Page 6: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah……………………… 1B. Permasalahan................................... 10

1. Identifikasi Masalah……………………… 102. Pembatasan Masalah……………………… 113. Perumusan Masalah………………………. 12

C. Penelitian Terdahulu………………………….. 12D. Tujuan Penelitian……………………………… 16E. Manfaat Penelitian……………………………. 16F. Metodologi Penelitian………………………… 16

1. Sumber Data……………………………… 172. Tekhnik Pengumpulan Data …………….. 183. Analisa Data……………………………… 18

G. Sistematika Penelitian………………………… 19

BAB II : DISKURSUS RELASI ANTARA DAKWAH DENGANPOLITIK DALAM BINGKAI SYARIAT DI ACEH

A. Pergeseran Makna Dakwah di Era Kontemporer……. 21B. Penerapan Syariat Islam Sebagai Gerakan Dakwah… 28

C. Busana Islami Dan Perdebatan Hukumnya…………. 36

BAB III :QANUN NOMOR 11 TAHUN 2002 DANPENERAPANNYA DI ACEH

A. Otoritas pemerintah dan wadah kebijakan dalam QanunAceh …………………………………………….. 47

B. Posisi Syariah Islam Dalam Proses Pengawasan dan UjiMateri……………… 70

C. Perempuan dan Ham dalam Qanun Syariat………… 80

BAB IV :QANUN SYARIAT DAN IMPLIKASINYA TERHADAPDAKWAH

A. Qanun Busana Islami dan Porsi Penerapannya dalamLegislasi……………………………………………… 93

B. Analisis Respon Masyarakat Terhadap Penerapan QanunBusana Islami 110

C. Busana Islami dan Implikasinya Terhadap Qanun Syariatdi Aceh……………………………………………… 123

Page 7: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

BAB V : PENUTUPA. KESIMPULAN……………………………………. 131B. SARAN…………………………………………….. 133

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………. 135

Page 8: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah salah satu negara yang menjadikan agama sebagaielemen terpenting, hal tersebut dapat dilihat dari isi pancasila yang dalamsila pertama yang menyebutkan “Ketuhanan yang maha Esa”. Meskipunbukan negara agama, namun posisi antara agama dan negara berada diwilayah yang sejajar, tidak ada yang mendominasi antara keduanya. Haltersebut dapat terlihat dalam pencantuman nilai religuisitas Islam dalam silapertama Pancasila, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Selain itu, Indonesiajuga dikenal sebagai negara pluralis yang terdiri dari beberapa Agama, sukudan budaya dan berada dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika yang dijadikansebagai sebuah prinsip dasar negara. Sehingga semua warga negaramempunyai hak kebebasan yang sama dan negara sebagai wadah yangmenampung berbagai keberagamaan,wajib menjaga kebebasan bagi seluruhwarganya. Namun di beberapa saat terjadi ambigusitas serta terjadiproblematika terkait dengan praktek regulasi agama1.

Seringkali kepentingan mayoritas menjadi proses tawar menawardalam sebuah peraturan dan kebijakan negara. Ada dua hal yang menjadialasan tersebut, yang Pertama kelompok rezim penguasa menganut agamamayoritas dan memiliki peran penting dalam mengambil keputusan dalamsebuah kebijakan.Yang Kedua agama menjadi elemen penting dalam negaraatau wilayah tersebut. Sehingga kebijakan yang terbentuk masih saratdengan kepentingan agama mayoritas. Sejatinya, peraturan-peraturan yangdibentuk negara seharusnya melindungi hak-hak minoritas agar tidaktergerus dan terkontaminasi oleh agama mayoritas. Hal itu bertujuan agarminoritas yang berdomisili di wilayah mayoritas, tidak takut atau canggunguntuk bergerak dan melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinannya. Politikyang dasarnya Islam dianggap sebagai salah satu penyebab gagalnyareformasi karena dianggap menjadi wadah dari kepentingan kekuasaan.2

Problematika kebijakan agama pada masa Orde Baru dan Orde Lamamemiliki kaitan dengan tiga hal yang sampai sekarang belum definit danterus menyusuri prosesnya. Pertama, berkaitan dengan relasi agama,terutama Islam dan negara. Dalam hal ini selalu terjadi tarik menarik antara

1Ismatu Ropi, The Politics Of Regulating Religion State, Civil Society and theQuest for Religious Freedom in Modern Indonesia (Australia: Australian National University,2013), 98.

2Mohammad Nafissy “ Reformation, Islam and Democracy: Evolutionary Reform InAbrahamic Religions”, dalam Comparative Studies of South Asia, Africa and the MiddleEast (Volume. 25, No. 2, 2005), http://www.abad-demokrasi.com/file/1266#page/1/mode/1up,diakses pada tanggal 5 oktobor 2014

Page 9: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

2

kelompok yang menginginkan negara menjadi “negara agama” dan sebagianlain yang menghendaki sebagai “negara nasional sekuler”. Kontestasi dantarik menarik ini bersifat konstitusional, bahkan kerapkali melahirkankekerasan politik. Dalam atmosfer ini, negara akhirnya memunculkan wajahyang kompromis, namun sekaligus mendua. Di satu sisi, terlihat sekulernamun di sisi lain, ia ingin menunjukkan dirinya sebagai teokratis.3

Puncak perdebatan mengenai posisi agama dengan negara sebelumkemerdekaan sudah diproklamasikan, sedangkan nuansanya masihdipersoalkan sampai hari ini. Sumber ketegangan itu tidak sekedar berkaitandengan otoritas dalam mengkonstruksikan realitas, tetapi juga lebihdisebabkan oleh ekologi politik yang melatarbelakanginya. Ada ceritapanjang di sana, dimana dalam tingkat realitas historisnya, proses negosiasiyang terus menerus antara penyelenggara negara (state holder), dan sebagaisociety (pemeluk Islam) yang memahami bahwa Islam memang inherndengan politik.4

Aspek dari proses Islamisasi hukum saat ini dikenal dengan pembakuanSyariah Islam dalam legislasi. Isi dari aturan-aturannya diilhami oleh ajaran-ajaran Islam. Rancangan Syariah Islam secara umum diatur dalam tiga aspekkehidupan masyarakat, yaitu: pertama menghapuskan kejahatan sosialterutama prostitusi, kedua menegakkan ketaatan dalam beribadah, ketigamengatur tata cara berpakaian di ruang publik. Kebijakan-kebijakan inidianggap kontroversial oleh beberapa kalangan. Kalangan yang mendukungberalasan hukum-hukum tersebut sah secara prosedural dan akan memberikandampak keamanan sosial. Selain itu Islam adalah agama mayoritas diIndonesia jadi memungkinkan untuk dijadikan sebagai payung moralbersama. Sementara yang menentangnya beranggapan bahwa Syariah Islammenghianati mufakat kebangsaan yang sudah disepati oleh pendiri RepublikIndonesia.Selain itu, aturan kebijakan yang berlandaskan atas ajaran Islamdianggap hanya menyajikan penafsiran tunggal dan dalam penerapannyamenyebabkan multitafsir.5

Bila ditelisik lebih jauh ke belakang, pro dan kontra terhadappemberlakuan Syari’at Islam di Aceh dapat diidentifikasi dari sejumlahrealitas sosial dan politik. Isu krusial yang sering diperdebatkan olehbeberapa kalangan masyarakat baik dari akademisi, praktisi maupunmasyarakat sipil, adalah apakah semua hukum masyarakat Syari’at harus

3Rumadi dan Wiwit Rizka Faturrahman, Perempuan dalam Relasi Agama danNegara (Jakarta: Komnas Perempuan 2010), 72.

4Rumadi dan Wiwit Rizka Faturrahman, Perempuan dalam Relasi Agama danNegara (Jakarta: Komnas Perempuan 2010), 73.

5Lokakarya Tentang Harmonisasi Hak Asasi Manusia pada Peraturan danPerundang-undangan di Indonesia (Jakarta: Derektorat Jendral HAM Departemen Hukum,2009),67.

Page 10: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

3

diatur oleh negara, ataukah hanya dimensi-dimensi tertentu dari Syari’atIslam yang memerlukan pengaturan negara. Pertanyaan senada juga muncul,apakah pelaksanaan Syariat Islam di Aceh merupakan kesadaran hukummasyarakat, ataukah hanyalah keinginan segelintir orang atau sebagaikompensasi politik terhadap penyelesaian konflik Aceh yangberkepanjangan. Ketika pertanyaan fundamental ini tidak berhasil dijawabsecara ilmiah oleh pemegang otoritas di Aceh, maka muncul sejumlahanggapan dari masyarakat mengenai pemberlakuan syariat di Aceh.6

Sebaliknya, sebagian masyarakat menyatakan bahwa apa yangdilakukan pemerintah Aceh selama ini, merupakan kagiatan penting yangperlu diberikan dukungan dan sekaligus dorongan agar pelaksanaan Syari’atIslam secara kaffah dapat terwujud di Aceh. Upaya perwujudan Syari’atIslam tentunya bukan semata-mata menjadi tanggungjawab pemerintah, akantetapi menjadi kewajiban dan tanggung jawab setiap kaum muslimin. Orangyang mengakui Islam sebagai pandangan hidup (way of life) dan Syari’atsebagai hukum yang hidup (living law) secara otoritatif akan mengamalkansyari’at Islam sebagai satu-satunya sistem hukum yang mengatur seluruhaspek kehidupan baik bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. 7

Menurut Husni Mubarak A. Latief sejauh ini, beberapa faktamembuktikan bahwa, pembentukan Qanun adalah sebuah sikap “kompromipolitik” yang masih belum mapan dari beberapa aspek. Terbukti daripengaturan pembentukannya dilakukan secara bertahap.8 Keberadaan Qanunnenurut Ahmad Suaedy dianggap masih sangat bertentangan dengan hukumyuridis. Sebab, keadilan bagi minoritas juga merupakan bagian yang selaludipertanyakan dalam Syariat Qanun. Esensi hukum yang diatur dan diembanoleh negara berisi tentang adanya pembenaran bahwa, di mata hukumsiapapun orangnya berhak mendapatkan perlakuan yang sama. Ditinjau darisisi Qanun, akan sangat sulit bagi masyarakat yang bukan beragama Islamuntuk bisa menerima dan menyesuaikan dengan peraturan yang sudahditetapkan oleh Qanun.9

Selain itu, menurut Khaled Abou El Fadl sebagaimana dikutip olehSirajuddin, pilihan aspek legal-spesifik ini seringkali mengurangi aspek

6Syahrizal Abbas, Syari’at Islam di Aceh (Banda Aceh: Dinas Syari’at IslamProvonsi Aceh, 2009), 4.

7Syahrizal Abbas, Syari’at Islam di Aceh (Banda Aceh: Dinas Syari’at IslamProvonsi Aceh, 2009), 3.

8Husni Mubarak A. Latief, “Disonansi Qanun Syariat Islam Dalam BingkaiKonstitusi Hukum Indonesia: Aceh Sebagai Studi Kasus” http://eprints.uinsby.ac.id/358/diakses pada tanggal 21 mei 2014, 11:30.

9Ahmad Suaedy, Perspektif Pesantren: Islam Indonesia Gerakan Sosial BaruDemokratisasi (Jakarta: Wahid Institute 2009), 144.

Page 11: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

4

keuniversalan hukum Islam, sehingga hukum Islam itu kemudian hanyamemelihara aspek-aspek yang sempit dan dangkal.10 Dalam konteks ini,Sehat Ihsan Shadiqin berpendapat bahwa sebagai salah satu daerah yangmenetapkan Perda Syariat, Aceh menjadi wilayah yang sangat rentandengan indikasi penyelewangan. Karena Qanun yang ditetapkanmenimbulkan kesan hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas, dari keenam Qanun yang sudah ditetapkan, kesemuanya terkait dengan pengaturanyang berisi tentang peraturan yang lebih fokus untuk mengatur wilayahprivat, bukan wilayah publik sehingga kesan yang ditimbulkan adalah, yangmenjadi fokus pemerintah adalah kasus yang tidak terlalu signifikan.11

Ahmad Suaedy juga berpendapat bahwa penetapan Qanun dianggapbagian dari upaya pengalihan isu terhadap kasus korupsi yang sedangmenimpa para dewan eksekutif maupun legislatif. Selain itu, peraturanSyariat dalam Qanun yang terkait dengan simbol-simbol keagaamaanmenjadi bagian dari diskriminasi yang sangat kental kepada masyarakat.Bukan hanya diskriminasi terhadap masyarakat diluar agama Islam, namunjuga diskriminasi terhadap masyarakat Islam itu sendiri.12

Melalui UU nomor 44 Tahun 1999 Aceh menjadi Provinsi pertamayang menerapkan Syariah Islam di Indonesia. Di dalamnya menyebutkanempat keistimewaan Aceh yaitu: penegakan Syariat Islam di seluruh aspekkehidupan bergama, penggunaan kurikulum pendidikan berdasarkan SyariatIslam tanpa mengabaikan kurikulum umum, pemasukan unsur adat dalamstruktur pemerintahan desa dan terakhir pengakuan ulama dalam penetapankebijakan daerah. Selain itu berdasarkan UU no. 44 Tahun 1999, makaprovinsi NAD meliputi empat bidang yaitu, pertama, penyelenggaraankehidupan beragama, kedua penyelenggaraan kehidupan adat, ketigapenyelenggaraan pendidikan, keempat peran ulama dalam penetapankebijakan daerah. Namun langkah perundingan dalam UU no. 44 Tahun1999 belum mampu meredam gejolak di Aceh. Dua tahun kemudianPemerintah Pusat megeluarkan UU no. 18 Tahun 2001 tentang Provinsi

10Sirajuddin M, “Tipologi Pemberlakuan Hukum Perdata Islam di NanggroeAceh”http://almanahij.net/downloads/62-5.%20sirajudin%20-%20NAD.pdf diakses tanggal08 Mei 20014

11Sehat Ihsan Shadiqin, “Islam Dalam Masyarakat Kosmopolit: Relevankah SyariatIslam Aceh untuk Masyarakat Modern”, dalam (Vol. 25, No. 1, 2010), 24http://dualmode.kemenag.go.id/acis10/file/dokumen/d3.SehatIhsanShadiqin.pdfdiakses pada29 April 2014.

12Ahmad Suaedy, Pesantren: Islam Indonesia Gerakan Sosial Baru Demokratisasi(Jakarta: Wahid Institute 2009), 147.

Page 12: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

5

Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang di dalamnya mengatur otonomikhusus untuk Aceh.13

Salah satu kebijakan yang lahir dari UU nomor 44 Tahun 1999 adalahQanun nomor 11 tahun 2002 mengenai pelaksanaan Syariat Islam. DalamQanun Nomor 11 Tahun 2002 tentang pelaksanaan hukum Islam di bidangAqidah, Ibadah, dan Syiar Islam adalah peraturan pertama yang melarangtingkah laku tertentu di bawah hukum Islam. Antara lain, melarangpenyebaran ajaran sesat, mengharuskan seluruh pemeluk Islam untukberbusana muslim yaitu pakaian yang menutup aurat (untuk laki-laki aurattermasuk lutut hingga pusar. Untuk perempuan seluruh tubuh kecuali telapaktangan, kaki dan wajah) tidak transparan, dan tidak memperlihatkan bentuktubuh dan menggunakan jilbab.14 Selain itu, mewajibkan seluruh kantorpemerintah dan institusi-institusi pendidikan untuk mengharuskan busanamuslim di tempatnya masing-masing. Terakhir, menugaskan WH (wilayatulhisbah) untuk memberi himbauan bagi para pelanggar dan memberlakukanhukuman ta’zir bagi yang mengulangi perbuatannya. Qanun inilah yangdigunakan untuk menghukum perempuan yang tidak memakai jilbab.15

Kewajiban tersebut dibebankan kepada seluruh wanita muslimah. Olehkarena itu, setiap perempuan muslim akan mengenakan pakaian Islami dalamsegala aktivitasnya di luar rumah. Akhirnya, pakaian Islami sudah tidak lagihanya mengindikasikan kesalehan seseorang, dan sebagai bentuk apresiasikeimananya terhadap Allah, namun kini menjadi konteks yang diwajibkanpemberlakuannya. Maka, inilah yang dikatakan sebagai diskriminasi agama,bagi pemeluk agamanya sendiri. Pada akhirnya Peraturan yang berdiri ataspijakan Syariat hanya dianggap sebagai pasal-pasal yang berisikan titah danhukum Tuhan, melainkan kajian yang lebih dianggap sebagai subsistem yang

13Syarifuddin “Penegakkan Syariat lslam di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam(NAD) Kritik terhadap Qanun-Qanun”, dalam Jumal Kajian lslam I (Volume. 3, Nomor. I,April 2011). https://fauziannor.files.wordpress.com/2013/03/penegakkan-syariat-islam-di-propinsi-nangroe-aceh-darussalam-nad-kritik-terhadap-qanun-qanun.pdf diakses pada tanggal24 Maret 2015

Yang artinya :HaiNabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu danisteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuhmereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu merekatidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

15 Arshad Salim, “Syariat Islam dan Peradilan Pidana di Aceh”, dalam Asia ReportNo 117 International Crisis Group Working to Prevent Conflic,http://www.crisisgroup.org/~/media/Files/asia/south-east-asia/indonesia/Indonesian%20translations/17_indonesian_s_islamic_law___criminal_justice__indonesian_version.pdfdiakses pada 15 Mei 2014,17:45

Page 13: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

6

dalam realitas pengaplikasiannya hanya dipengaruhi unsur politik, baikdalam perumusan Qanun, sampai pada pelaksananya.16 Qanun busana Islamijuga menjadi sebuah perdebatan yang panjang, mengingat jika Qanun yangditetapkan berdasarkan Syariat, di dalam al-Qur’an tidak ada ayat khususyang mengkaji sanksi bagi perempuan yang tidak menggunakan busanaIslami. Kalaupun ada, seperti yang dilansir dalam surat al-Ahza>b ayat 59 danan-Nu>r ayat 31 hanyalah menjelaskan bagaimana penggunaan busana Islamisemestinya.

Namun fakta yang ditemukan dilapangan, adanya pemberlakuan sanksidan pidana hukum bagi perempuan yang tidak menggunakan pakaian yangtertutup dan jilbab yang menutup kepala. Sanksi yang ditimpakan punberagam, mulai dari penjaringan razia yang jika didapati perempuan yangberada di luar rumah tidak menggunakan pakaian Islami, maka para PolisiSyariat akan memberikan nasehat tentang keharusan menggunakan pakaianyang tertutup dan juga jilbab. Polisi Syariat juga memberikan jilbab kepadaperempuan tersebut. Selain razia, Polisi Syariat akan megadakan penjaringandi tempat-tempat umum. Ada juga pemberlakuan sanksi dengan memotongrambut para perempuan yang tidak menggunakan jilbab.17 Maka yang jadikajian lanjutan adalah seberapa penting perempuan menutup auratnya, danapa pengaruh terhadap keberlangsungan publik, jika di dapati banyaknyaperempuan tidak menutup aurat dan tidak menggunakan jilbab.18

Simbol-simbol agama yang berada para ranah kebijakan negaramemasuki wilayah yang menjadi privasi dan hak individu terutama bagiperempuan. Fokus perbaikan moralitas tidak lagi menjadi sarana tapi sudahmenjadi tujuan. Praktik-praktik yang diskriminasi masih hidup di tengah-tengah masyarakat mendapatkan penguatan pelanggengan justru melaluiproduk-produk kebijakan. Perempuan dianggap sebagai pembawa panji-panjiidentitas dan kehormatan kolektif dan sebagai lambang dari Syariat Islam diAceh. Perempuan Aceh telah berubah menjadi simbol pasif kolektivitasIslam di Aceh.19

16Moh. Mahfud MD, “Politik Hukum di Indonesia” dalam Jurnal Husni Mubarak A.Latief, “Disonansi Qanun Syariat Islam dalam Bingkai Konstitusi Hukum Indonesia: Acehsebagai Studi Kasus”AICIS VOL. 12. (2012), 5-8. http://eprints.uinsby.ac.id/358 diaksestanggal 1o Mei 2014, 12 : 45

17Muamar Yasir Arafat, “Kewajiban Berbusana Muslimah”, http://muammar-arafat.blogspot.com/2009/04/kewajiban-menggunakan-busana-muslimah.html diakses padatanggal 18 Mei 20014.

18Sukron kamil & Chaider S. Bamualim, “Syariah Islam dan Ham, Dampak PerdaSyariah Terhadap Kebebasan Sipil, Hak-Hak Perempuan dan Hak non –Muslim” (Jakarta :CSRC Uin syarifhidayatullah, 2007).

19Edriana Noerdin, Politik Identitas Perempuan Aceh (Jakarta: Women ResearchInstitute, 2005), 3.

Page 14: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

7

Qanun nomor 11 tahun 2002 yang mengatur tentang kewajibanpenggunaan pakaian Islami memang tidak secara spesifik menjadikanperempuan sebagai objek dari kebijakan ini diterapkan, namun isu yangpaling santer terdengar adalah perempuan selalu menjadi korban dalamproses penerapannya. Meskipun laki-laki juga diberikan kewajiban yangsama, namun korban penjaringan dari razia Qanun busana Islami lebihcenderung mengarah pada perempuan.

Kajian tentang pakaian Islami memang selalu berada pada wilayahyang kontroversi. Di negara-negara barat mengartikan pakaian Islami sebagaisebuah bentuk penindasan perempuan yang menyerobot hak-hak perempuanserta menjadikan perempuan sebagai budak. Di negara lainnya seperti Turki,perempuan mengalami pembatasan dan keterbatasan yang disebabkan olehpelarangan jilbab baik oleh negara atau lembaga. Sedangkan di Acehmeskipun dalam konteks situasi dan kondisi yang berbeda dengan Turki dannegara- negara Barat, Aceh malah menjadikan pakaian Islami sebagai sebuahkewajiban dan diatur oleh negara.20

Terlepas dari kontroversi yang membalut Qanun yang berkaitandengan jilbab, bagaimanapun, berlaku baik sesuai dengan landasan yangsudah di syariatkan dalam Al-Quran dan Hadist adalah sebuah sikappengimpelemtasian keimanan yang sangat referesentatif yang mengacu padakematangan keimanan. Dalam sanksi yang berlaku bagi perempuan yangtidak menutup aurat dan tidak memakai jilbab, maka berlakulah amar ma’rufnahi mungkar dari kontrol sosial masyarakat dalam lingkup negara. Adanyaefek jera yang diberikan melalui sanksi, maka perempuan akan berhati-hatidalam membatasi kebebasannya menggunakan pakaian. Karena apapun yangberkaitan dengan publik, maka pastilah ada batasan dan koridar yang harusdiikuti aturannya. Melalui Qanun inilah dapat diinterpretasikan bahwadengan menjadikannya Syariat Islam sebagai landasan pembentukan Qanun,yang di dalamnya mengandung unsur kekuasaan, kekuatan untuk mengaturdan menentukan kebijakan, maka Qanun dianggap bagian dari Dakwah.

Ditinjau dari makna bahasa dakwah merupakan upaya dan tindakanuntuk mengarahkan seseorang untuk mengacu pada kebaikan dan mencegahkemunkaran yang akan menjadi kunci untuk meraih kebahagian. Fase yangdilalui dalam proses dakwah adalah penyampaian, penataan dan pelaksaan.21

Dakwah adalah kewajiban yang diemban oleh setiap muslim. Kewajiban

20Bahar Davary, “Miss Elsa and The Veil, Honor, Shame and Identity Negotiations”,dalam Journal of Feminist Studies in Religion (Vol. 25, No.2, 2009),http:/www.jstor.org/stable/10.2979./FSR.200925.2.47 diakses pada tanggal 23 Juni 20014

21 Syekh Muhammad Abu Al-Fatah Al- Bayannuny, Ilmu Dakwah Prinsip dan KodeEtik Berdakwah Menurut Al-Qur’an dan As- Sunnah (Jakarta: Akapress 2010), 3-4.

Page 15: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

8

dakwah mendekati wajibnya kifayah. Jika disuatu wilayah tidak ada dakwah,padahal diantaranya ada yang memiliki kemampuan namun tidak berdakwah,maka seluruh muslim yang ada di wilayah tersebut berdosa di hadapan Allah.

Dakwah disampaikan kepada masyarakat dengan tujuan agarmasyarakat melakukan yang makruf dan mencegah yang mungkar. Dalamproses penyampainnya haruslah menggunakan cara dan metode agar apa yangdisampaian dapat menyentuh, menggerakkan perbuatan sesorang untukmengarah kepada yang lebih baik, selain itu, agar tidak terjadi penolakan,maka yang pertama kali harus difahami adalah metode penyampainnya. Yangdimaksud dengan metode dakwah adalah cara yang digunakan untukmencapai tujuan sehingga dakwahnya sukses dan diterima. Gambaran dariprinsip- prinsip metode dakwah kitab suci (Q.S. An-Nahl 16: 125) yangartinya “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah danpelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.22

Dari redaksi ayat di atas dapat difahami bahwa metode dakwahIslam memiliki tiga prinsip umum metode yaitu: Metode hikmah, metodemau’izah khasanah, metode mujadalah billati hia ahsan.23 Berdasarkanayat diatas, banyak para ulama yang memberikan penafsiran terhadapkandungan makna di dalamnya, yaitu: Selain metode tersebut NabiMuhammad Saw bersabda : “Siapa di antara kamu melihat kemunkaran,ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jikatidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].

Dari hadis tersebut terdapat tiga tahapan metode yaitu; PertamaMetode dengan tangan atau bilyadi dalam hal ini tangan difahami secaratekstual adalah bentuk kemunkaran yang dihadapi, namun juga bisadifahami dengan makna kekuasaan, bahwa dengan kekuasaan atau poweryang dilakukan oleh pemimpin yang memiilki kekuasaan dalam menetapkansebuah peraturan yang di dalamnya terdapat unsur yang harus dipatuhi danjika dilanggar maka terdapat sanksi dan hukuman bagi pelakunya. KeduaMetode dakwah dengan lisan adalah dakwah dengan kata-kata yangyang sopan, lemah lembut yang dapat menyentuh hati para Mad’u. KetigaMetode dakwah dengan hati atau bilqolbu yang dimaksud dengan

22Syekh Muhammad Abu Al-Fatah Al- Bayannuny, Ilmu Dakwah Prinsip dan KodeEtik Berdakwah Menurut Al-Qur’an dan As- Sunnah, (Jakarta: Akapress 2010), 309- 354.

23Syekh Muhammad Abu Al-Fatah Al- Bayannuny, Ilmu Dakwah Prinsip dan KodeEtik Berdakwah Menurut Al-Qur’an dan As- Sunnah, (Jakarta: Akapress 2010), 309- 353.

Page 16: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

9

metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap ikhlaskepada Allah SWT.24

Ditinjau dari pemahaman diatas sesuai dengan penafsiran hadist yangmengandung pengertian bagaimana metode dakwah yang paling baik, yangdapat diterima oleh Mad’u, yang paling dominan sejauh ini jika ditinjau darisisi praktis maka dakwah bilyadi yang diartikan sebagai dakwah denganmenggunakan kekuatan, jika dikaitakan dengan fenomena yang terjadi diIndonesia, maka dakwah dengan konsep tersebut kini sedang diberlakukan diberbagai wilayah dengan berlandaskan atas Peraturan Daerah yangmenjadikan syariat sebagai landasan aturannya, termaksud salah satunyaadalahAceh.

Selain dari itu, dalam draf Qanun nomor 11 Tahun 2002, poinmenimbang terdapat penyebutan tentang aqidah dan ibadah merupakanbagian pokok pengamalan Syariat Islam yang perlu mendapat perlindungandan pembinaan sehingga terbina dan terpelihara. Dalam hal ini, Qanun nomor11 tahun 2002 juga menjadikan Al-Quran dan Hadis sebagai poin mengigatyang bermakna sebagai poin konsenderan yang berarti memiliki kekuatanhukum. Begitu juga dalam dakwah seperti yang disebutkan dalam surah aL-jasiyah ayat 20 yang artinya “ Al-Quran sebagai petunjuk dan rahmat bagiyang meyakini”. Antara dakwah dan Qanun memiliki kesamaan yaitumenjadikan Al-Quran dan Hadis sebagai pedoman dan petunjuk dalammelaksakannya.25

Implikasi penerapan Qanun melalui Perda Aceh yang salah satuUndang- Undangnya adalah mengatur bagaimana tata cara berpakaian yangsesuai dengan kaedah Syariat, bertujuan untuk meminimalisir tindakkejahatan, khususnya terhadap perempuan. Penulis berusaha untukmengelaborasi bagaimana proses regulasi Qanun busana Islami, prosespelaksanaan dan sosialisasi serta efektifitas diterapkannya Qanun tersebutterhadap masyarakat umum di Aceh yang akan ditinjau dari persepektifdakwah. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

24Sudirman, “Metode Dakwah; Solusi Untuk Menghadapi Problematika DakwahMasa Kini” http://www.scribd.com/doc/66261052/093-08, diunggah pada tanggal 21 Mei2014, 12:07.

25Qanun Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Syariatt Islam ProvinsiNaggroe Aceh Darussalam (Banda Aceh: Dinas Syariat Islam, 2002).

Artinya: Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang

meyakini. (al-Jazi>ya>h, 20)

Page 17: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

10

penelitian lebih mendalam terkait dengan regulasi penerapan busana Islamistudi Qanun Nomor 11 Tahun 2002 di Aceh.

B. Permasalahan

1. Identifikasi MasalahBerangkat dari latar belakang masalah yang telah diuraikan dalampendahuluan tesis ini, maka masakah yang akan diidentifikasi adalah:Apakah regulasi penerapan busana Islami di Aceh dapat dianggapsebagai bagian dari dakwah?

2. Pembatasan MasalahBerdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas

sebelumnya, maka dapat dilihat bahwa cakupan kajiannya sangat luas. Olehkarena itu, peneliti membatasinya pada 4 aspek dan sudut pandang, agarpenelitian lebih fokus dan mendalam yaitu proses penerapan Qanun Nomor11 Tahun 2002, sehingga dapat dinyatakan sebagai dakwah kontemporer,posisi Qanun Syariat di Aceh dalam hirarki perundang-undangan negara, danhubungan dengan Ham di Indonesia, serta pengaruh penerapan Qanun busanaIslami terhadap pelanggaran dan kejahatan seksual bagi perempuan.

Selain itu fokus dari penelitian ini secara keseluruhan dicurahkan padawilayah Provinsi Aceh. Dikarenan objek dari penelitian dalam tesis ini adalahInstansi dan lembaga pemerintahan yang berpusat di Provinsi Aceh.Mengingat Aceh sangat besar dan memiliki 23 Kabupaten yang secarakeseluruhan juga menerapkan Qanun Nomor 11 Tahun 2002, dan yang palingpenting dalam penelitian ini adalah Qanun Nomor 11 Tahun 2002 memilikipasal-pasal yang cakupannya sangat luas, yang berisi tentang ibadah, aqidahdan syiar Islam. Dalam sub bagian Syiar Islam memiliki 2 pasal sekaligusyaitu pasal 12 dan pasal 13. Dalam pasal 12, Qanun nomor 11 Tahun 2002berisi tentang:

1.Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota dan institusi masyarakatdianjurkan menyelenggarakan peringatan hari-hari besar Islam.

2. Setiap Instansi Pemerintah/ lembaga swasta, institusi masyarakatdan perorangan dianjurkan untuk mempergunakan tulisan ArabMelayu disamping tulisan Latin.

3. Setiap Instansi Pemerintah / Lembaga Swasta dianjurkan untukmempergunakan penanggalan Hijiah dan penanggalan Masihiahdalam surat-surat resmi.

4. Setiap dokumen resmi yang dibuat di Provinsi Nanggroe AcehDarussalam wajib mencantumkan penanggalan Hijriah di sampingpenanggalan Masihiah.

Page 18: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

11

Sedangkan pasal 13 Qanun Nomor 11 Tahun 2002 bersi tentang:1. Setiap orang Islam wajib berbusana Islami.2. Pimpinan instansi pemerintah, lembaga pendidikan, badan usaha

dan atau institusi masyarakat wajib membudayakan busana Islamidi lingkungannya.

Fokus penelitian ini terletak pada sub bagian yang berisi tentang syiarIslam pada pasal 13 yang secara khusus berisi tentang peraturan busanaIslami dan penelitian ini hanya di khususkan untuk meneliti busana Islamiyang digunakan oleh perempuan.

Selain itu, untuk menyesuaikan bahasa yang dipakai dalam QanunNomor 11 Tahun 2002, maka peneliti menggunakan kata “Busana Islami”sebagi pengganti penyebutan “jilbab” yang lebih umum digunakan terkaitdengan bentuk pakaian.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi serta pembatasan masalah diatas, makapermasalahn yang akan dirumuskan dalam tesis ini adalah, Bagaiaman prosespenerapan Qanun Nomor 11 Tahun 2002 di Aceh, sehingga dapat dinyatakansebagai dakwah kontemporer. Adapun pertanyaan penelitian yang harusdijawab dalam tesis ini adalah:

1. Bagaimana proses legislasi Qanun busana Islami di Aceh dalam hirarkiperundangan-undangan negara?

2. Apakah negara dalam hal ini pemerintah Aceh, memiliki hak untukmenjadikan kewajiban penggunaan busana Islami menjadi regulasi?

3. Apakah Qanun busana Islami mampu menurunkan angka kejahatanseksual bagi perempuan, dan bagaimana posisi non-muslim dalampenerapan Qanun tersebut?

4. Apakah penerapan Syariat Islam dalam Qanun busana Islamu Nomor 11Tahun 2002 di Aceh memiliki korelasi dengan hukum serta politik Islamdi Indonesia?

C. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang terkait dengan masalah dakwah dan busana Islami, padadasarnya sudah banyak dilakukan ditinjau dari berbagai perspektif,diantaranya:

Dalam kaitan penerapan Qanun dengan keutuhan NKRI, Sirajuddindalam tulisannya “Resolusi Konflik Ideologi (Menimbang Politik HukumHizbut Tahrir Indonesia dalam Paradigma Ijtihad Kontemporer” berpendapatbahwa perkembangan penegakan Peraturan Daerah yang berlandaskan syariat

Page 19: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

12

di Aceh, tidak akan mengancam keberlangsungan persatuan NKRI. Karenapembentukkannya sudah melewati proses legal Formal yang keberadaannyapun kurang populis.26

Sependapat dengan Sirajuddin, Jum Anggraini dalam jurnalnya yangberjudul “Kedudukan Qanun dalam Sistem Pemerintahan Daerah danMekanisme Pengawasannya”, juga berpendapat kedudukan Qanun dalamNKRI diakui hierarkinya, namun memiliki syarat bahwa Qanun yangdibentuk tidak melenceng dan bertentangan dengan aqidah, Syar’iyah danakhlak dari konsep Qanun itu sendiri.27

Muhammad Ansor dalam tulisannya yang berjudul Salib dibalik jilbab:Negoisasi identitas perempuan Kristen di Langsa yang menyatakan bahwa,fenomena perempuan Kristen di Langsa merupakan persoalan umum yangdihadapi perempuan sebagai bagian dari kelompok minoritas di lingkunganyang sensibilitas keragaman masyarakatnya masih rendah. Terlihat dalamPasal-pasal yang mengindikasikan keyakinan elite Aceh, dengan caramenegakkan hukum Tuhan melalui pendekatan kekuasaan. Secara teoritisQanun Nomor 11 Tahun 2002 tidak ditujukan kepada non Muslimnamun jilbab menjadi identitas tunggal perempuan di Langsa dan penerapanjenis pakaian tertentu dianggap sebagai sebuah bentuk operasionalisasihegemoni pemerintah.

Sedangkan Menurut Jose Casanova dalam bukunya Public Religion inthe Modern world menyebutkan bahwa agama memiliki ruang kedaulatannyasendiri, agama harus dibatasi oleh struktur sosial dan negara, agama tidakboleh berperan secara berlebihan sehingga dijadikan sebagai alat untukmerampas otonomi struktrul sosial lain. 28

Muhammad Ansor dalam laporan penelitian sosial keagamaanberperspektif gender yang berjudul Pakaian Ketat di Negeri Syariat: PolitikTubuh, Kesalehan dan Resistensi Perempuan di Langsa Propinsi Aceh yangmenyatakan bahwa bentuk-bentuk pendisiplinan tubuh perempuan diLangsa, dilakukan melalui razia pakaian dan khalwat; merupakan

26Sirajuddin M, “Resolusi Konflik Ideologi (Menimbang Politik Hukum HizbutTahrir Indonesia dalam Paradigma Ijtihad Kontemporer”, dalam Jurnal Analisis (Volume. XII,Nomor. 2, Desember 2012) 365.http://almanahij.net/downloads/62-5.%20sirajudin%20-%20NAD.pdfdiakses pada Tanggal 07 April 20014.

27Jum Anggriani, “Kedudukan Qanun dalam Sistem Pemerintahan Daerah danMekanisme Pengawasannya”, dalam Jurnal Hukum (Vol. 18, JULI 2011), 320 –335,http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/11%20Jum%20Anggriani.pdf,Diakses pada tanggal 07 juli 2014

28Jose Casanova “Public Religion in the Modern World”, dalam Sociology ofRelegion (Vol. 55,No.4)http://www.jstor.org/stable/pdfplus/10.2307/3711986.pdf diakses padatanggal 12 agustus 2014

Page 20: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

13

ungkapan kekawatiran elite dominan akan efek sosial dari tubuhperempuan yang tidak didisiplinkan yang merupakan kuasa dari kelassuperior dan sub-ordinat, yang tidak saling berhadapan face to face.Sebagian besar resistensi terhadap politik pengaturan tubuh perempuandi Langsa yang diekspresikan secara tersembunyi, tidak terstruktur,maupun bersifat sporadic (hidden transcripts).29

Jilbab menurut Anne Sofie Roald sebagai seorang sejarawan agamadan peneliti gender dalam tulisannya “Notions of ‘male’ and ‘female’ amongcontemporary muslims: with special Reference to Islamist” menyatakanbahwa penggunaan jilbab dalam perspektif adalah bagian dari hak dankebebasan memilih bagi perempuan yang juga dikaitkan dengan hakkebebasan beragama dan berkeyakinan.30 Para feminis berkeyakinan bahwapemerintah tidak memiliki andil dalam menjadikan jilbab sebagai hukumyang mengatur individu. Pemerintah juga tidak berhak memaksamasyarakatnya untuk membuka, menutup atau menanggalkan suatu bentukpakaian.31

Sedangkan menurut Eve Warburton yang mengkaji jilbab dalampersepektif struktural dalam tulisannya “Privat Choice or PublicObligation?Institutional and Sosial Regimes of Veiling in Contemporary”bahwa ketika perempuan memutuskan untuk menggunakan jilbab, makaperempuan tersebut sudah melewati fase dari sebuah keputusan yangkompleks yang sudah mempertimbangkan seluruh aspek yang terkait didalamnya. Bukan hanya kesadaran yang terkait dengan kepatuhan beragama,tetapi juga jilbab dianggap menjadi kontrol pribadi yang mampu menjadimotivasi yang kuat untuk menjadikan hidupnya mengarah pada kebaikan.32

Rasyidah dalam kajian pendekatan Participatory Impact Assesment(PAI) menyimpulkan bahwa berbagai upaya berupa razia, peneguranlangsung, pemberian sanksi penurunan jabatan atau hukuman administratif

29Muhamad Ansor “Pakaian Ketat di Negeri Syariat: Politik Tubuh, Kesalehan danResistensi Perempuan di Langsa Propinsi Aceh” laporan penelitian, Short course metodologipenelitian keagamaan berperspektif gender DITPERTAIS - CRCS – UGM (Yogjakarta,20012).

30Anne Sofie Roald, “Notions of ‘male’ and ‘female’ among contemporary muslims:with special Reference to Islamist” http:/www.jstor.org/stable/20837049?diakses pada tanggal19 Mei 2014, 14:32

31Usep Hasan S. “Perempuan dalam Perda Syariat”, dalam jurnalperempuanhttp://jurnalperempuan.com/2011/05/perempuan-dalam-perda-syariat/ diakses padatanggal 05 mei 2012 15 :32

32Eve Warburton, “Privat Choice or Public Obligation? Institutional and SosialRegimes of Veiling in Contemporary Indonesia”,http://sydney.edu.au/arts/indonesian/docs/Eve_Warburton_Hons%202006.pdfpada tanggal 19Mei 2014, 12 :45.

Page 21: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

14

lainnya tidak memberikan dampak yang signifikan dalam dakwah (tidakefektif). Ini juga dapat dimaknai dengan kesia-siaan waktu dan anggaranyang tidak berbanding lurus dengan tercapainya tujuan dakwah dalamkaitannya dengan pakaian islami ini.33

Dari tinjauan pendekatan etnografi, Suzanne Brenner dalam tulisannya“Recontruction Self and Society; Javenese Muslim Women and the Veil”memberikan kesimpulan terhadap alasan perempuan muda yang terpelajar diJawa mulai memilih untuk menggunakan jilbab. Jika dikaji secara strukturaladalah adanya tekanan eksternal dari dominasi pihak laki-laki, namun lebihjauh, Brunner menemukan fakta bahwa para perempuan tersebut merubahpenampilan dan memilih untuk menggunakan jilbab atas dasar kesadaran daridiri sendiri yang juga akan berpengaruh pada rekonstruksi diri yang akanmenyebabkan adanya perubahan perilaku yang mengacu pada hal yang lebihbaik.34

Deny Hamdani yang membahas fenomena jilbabisasi di beberapadaerah khususnya di Minangkabau menyatakan bahwa tujuan darimenjadikan jilbab sebagai sebuah kewajiban untuk mendorong kesadaranberagama hanya menghasilkan kepatuhan formal dan menghilangkan maknadari jilbab tersebut. Bahkan jilbab dijadikan alat penindasan bagi merekayang beragama non muslim karena mengharuskan non muslim untukmenyesuaikan dengan aturan tersebut.35

A. Hasjmy (1994) dalam bukunya yang berjudul “Dakwah menurut Al-Quran” yang menyatakan bahwa dakwah Islam bertitik tolak dari konsepsiiman dan amal soleh yang berlandaskan ilmu pengetahuan yangbermetamorfasa melahirkan satu pilihan untuk mengaplikasikannya denganmenjadikan Islam sebagai pemilik kekuasaan mutlak, untukmengaflikasikannya membutuhkan kekuatan yang berasal dari dakwah.36

33Rasyidah, Perempuan dan Penerapan Syariat Islam: Penerapan ParticipatoryImpact Assesment (PAI) Dalam menilai Penerapan Tata Aturan pakaian Perempuan di AcehBarat, dalam Takammul, Volume 1, Nomor 1, Januari-Juni 2012 (Jurnal Studi Gender danIslam serta Perlindungan Anak), Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Ar-Raniry, Banda Aceh,Hlm.18 dalam Naskah Akademik Raqan Busana Islami (Banda Aceh: Dinas Syariat Islam,2014)

34Suzanne Brenner, “Recontruction Self and Society ; Javenese Muslim Women andthe Veil”, Dalam American Ethologist (Vol. 23, No. 4,1996),http://www.jstor.org/stable/646178 diunduh pada tanggal 19 Mei 2014.

35Deny Hamdani, “Anatomy of the Veils: Practice, Discourse and ChangingAppearance of Indonesian Women”,http://www.rahima.or.id/index.php?view=article&catid=45%3Akhazanah&id=876%3Amembincang-evolusi-jilbab-di-indonesia-khasanah-edisi-37&format=pdf&option=com_content&Itemid=324 diakses pada tanggal 14 Maret 2015.

36A. Hajsmy, Dakwah menurut Al-Quran (Jakarta: 1994), 3.

Page 22: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

15

Abdul Aziz menyatakan bahwa antara hukum agama dan hukumpositif memiliki wilayah yang berbeda. Hukum agama tidak bisamengintevensi wilayah hukum positif. Para ulama’ tidak bisa memaksakanfatwanya untuk menggantikan peraturan perundang-undangan, namundemikian, fatwa ceramah, atau khotbah pemuka agama berimplikasi padaketaatan umat. Hukum agama dapat mempengarui proses pengadilanmengenai delik agama, demikian pula hokum positif tidak diperkenankanmemasuki wilayah agama, terutama pada aspek ritual.37

D. Tujuan PenelitianAdapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana proses legislasi Qanun busana Islamidi Aceh dalam hirarki perundangan-undangan negara.

2. Untuk mengetahui apakah negara dalam hal ini pemerintah Aceh,memiliki hak untuk menjadikan kewajiban penggunaan busana Islamimenjadi regulasi.

3. Untuk mengetahui apakah Qanun busana Islami mampu menurunkanangka kejahatan seksual bagi perempuan, dan bagaimana posisi non-muslim dalam penerapan Qanun tersebut.

4. Untuk mengetahui apakah penerapan Syariat Islam dalam Qanunbusana Islamu Nomor 11 Tahun 2002 di Aceh memiliki korelasidengan hukum serta politik Islam di Indonesia.

5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah menjadi salah satureferensi khazanah keilmuan agama di khususkan untuk mendalami teori-teori ilmu dakwah serta menjadi acuan dalam tulisan yang terkait denganjilbab atau regulasi Qanun Nomor 11 Tahun 2002. Sedangkan dalam praktikdi lapangan, penelitian ini dijadikan sebagai bahan acuan dalam prosespembentukan Qanun-Qanun selanjutnya dalam bidang yang terkait denganjilbab serta menjadi referensi untuk instansi pemerintah yang berwewenang,dan diharapkan mampu menjadi salah satu acuan dalam mengevaluasi ataumengamandemen regulasi Qanun yang sudah ada.

6. Metodologi Penelitian

Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitianlapangan (field research). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

37Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah. Cet ke 2 (Jakarta: Kencana, 2009), 476

Page 23: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

16

pengumpulan data yang diperoleh dengan melakukan penelitian secaralangsung di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari secaraintensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi lingkungansuatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat.38

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahpendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang mengkaji hukumtertulis dari berbagai aspek. Penelitian normatif juga dapat difahami sebagaipenelitian hukum dogmatik yang objek penelitiannya adalah dokumenperundang-undangan, dokumentasi konvensi internasional, putusanpengadilan serta laporan hukum.39

Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode kualitatifdengan menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis yang dianalisissecara rasional, ditafsirkan dalam bentuk kalimat-kalimat. Metode kualitatifdipandang sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptifberupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku ini dapatdiamati.40 Metode kualitatif ini berkaitan erat dengan sifat unik dari realitassosial dan dunia tingkah laku manusia itu sendiri, terlebih objekpenelitiannya adalah suatu komunitas masyarakat yang mempunyai keunikantersendiri.

1. Sumber DataSumber data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua macam

yaitu:41 Sumber data utama dalam penelitian ini adalah, naskah dan dokumenQanun Nomor 11 Tahun 2002, Qanun Nomor 8 tahun 2014, NaskahAkademik Qanun Nomor 8 Tahun 20014, Naskah Akademik Raqan BusanaIslami. Akademisi, tokoh agama, dan kelompok masyarakat sipil, lembagayang terkait dengan kebijakan urusan agama, petugas birokrasi agama,departemen agama, dan catatan-catatan lapangan dari hasil pengamatanlapangan, wawancara serta literatur-literatur terdahulu. Sumber datatambahan merupakan sumber data kedua yang berasal dari sumber-sumbertertulis seperti, jurnal, buku, makalah, dan dokumen yang terkait dan dapatmendukung pemahaman atas objek penelitian.

38Suparjana & Hempri Suyatno, Pengembangan Masyarakat Dari PembangunanSampai Pemberdayaan (Yogyakarta: Aditya Media, 2003), 3.

39Muhammad Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung PT. CitraAditya Bakti, 2014),101

40Cik Hasan Bisri&Eva Rufaidah, Model Penelitian Agama dan Dinamika Sosial;Himpunan Rencana Penelitian (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 128.

41Lexy J, Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda Karya,2009),157-162.

Page 24: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

17

2. Teknik Pengumpulan Data

Observasi Partisipan-terbuka (Participant as observer)42 Observasipartisipan terbuka ini sengaja dipilih untuk membedakannya denganobservasi partisipan tertutup (Covert-Partisipant Observasion).Dengan jenisobservasi semacam ini, subjek penelitian mengetahui posisi penulis sebagaipeneliti. Observasi lapangan akan dilakukan dengan cara tinggal di Aceh.Penulis akan bergaul dengan masyarakat, membangun komunikasi, mengikutiaktifitas-aktifitas yang mungkin penulis lakukan dan melakukan pencatatanhasil pengamatan.

Wawancara Menurut Guba dan Lincoln43 metode wawancaradimaksudkan untuk mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi,perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain. Penulis akanmempersiapkan daftar pertanyaan dan memanfaatkannya sebagai pemanduagar wawancara dapat lebih terarah. Wawancara ini akan dilakukan dalambeberapa sessi dalam waktu yang berbeda.

Dalam menentukan responden yang akan diwawancarai, penulismenggunakan pendekatan purpossive sampling. Pengambilan samplebertujuan ini diarahkan pada tokoh masyarakat setempat, tokoh agama darikomunitas Muslim dan non muslim yang bertempat tinggal di Aceh. Penulisjuga akan mengkombinasikannya dengan metode snow-ball44dimanaresponden yang akan diwawancarai bisa saja merupakan rekomendasi dariresponden sebelumnya.

3. Analisis DataData yang sudah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Dalam prosesnya, data yang sudah terkumpul kemudian direduksi menjadipokok-pokok temuan yang relevan dengan fokus penelitian, selanjutnyadisajikan secara naratif.

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakanmodel interaktif. Dalam jenis ini terdapat 3 komponen analisis, yaitu:Reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan. Selanjutnya analisisdilakukan dengan memadukan (secara interaktif) ketiga komponen utamatersebut.

42Patrick Mcneill dan Steve Chapman, Research Methods Third Edition (New York:Routledge, 2005), 96.

43Lexy J, Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda Karya,2009),186

44How to Research; “Seluk beluk melakukan Riset (terj). Edisi Kedua”(Jakarta: PT.Indeks kelompok Gramedia, 2006), 247.

Page 25: REGULASI PENERAPAN BUSANA ISLAMI: STUDI QANUN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39537/1/Susanti... · mampu menurunkan jumlah pelanggaran dan kejahatan seksual

18

Dalam penelitian ini, analisa data dimengerti sebagai prosesberkelanjutan yang akan dilakukan disepanjang riset.45 Data-data temuanyang masih berantakan akan diatur secara berkala hingga menjadi data yangteratur dan menemukan strukturnya dalam menggambarkan jawaban ataspertanyaan penelitian yang penulis hadirkan.

7. Sistematika Penulisan

Pembahasan dalam penelitian ini dibagi menjadi lima Bab. Babpertama menyajikan kerangka tinjaun penelitian yang terdiri dari latarbelakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, penelitianterdahulu, tujuan penelitian, metode penelitian, sistematika penelitian.

Bab kedua berisi tentang pergeseran makna dakwah di era kontemporerlalu Penerapan Syariat Islam Sebagai Gerakan Politisasi Dakwah danBusana Islami Dalam Syariat Islam Serta Perdebatan Hukumnya.A. Selanjutnya Bab ketiga berisi mengenai Otoritas pemerintah dan wadah

kebijakan dalam Qanun Aceh,selanjutnya Posisi Syariah Islam dalam konstitusi dan Perempuan dan

Ham dalam Qanun Syariat.

Berikutnya Bab keempat berisi tentang Qanun Syariat danImplikasinya terhadap dakwah, Qanun Busana Islami Sebagai RefleksiDakwah Kontemporer, lalu Refleksi kritis terhadap Qanun busana Islamiperspektif dakwah serta Otoritas pemerintah dan wadah kebijakan dalamQanun Aceh

Bab kelima berisi tentang kesimpulan dan hasil penelitian dan saran-saran.

45 How to Research; “seluk beluk melakukan Riset, Tej. Edisi Kedua” (Jakarta: PT.Indeks kelompok Gramedia, 2006), 291.