Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

29

Click here to load reader

Transcript of Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

Page 1: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

PAPPER BIOTEKNOLOGI

FERMENTASI KOPI

OLEH

AWARI SUSANTI

BP: 1320422015

PROGRAM PASCASARJANA BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG,2014

1

Page 2: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kopi merupakan tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan. Selain sebagai

sumber penghasilan rakyat, kopi menjadi komoditas andalan ekspor dan sumber

pendapatan devisa negara. Meski demikian, komoditas kopi sering mengalami fluktuasi

harga sebagai akibat dari ketidak seimbangan antara permintaan dan persediaan komoditas

kopi di pasar dunia. Sebagai produsen, Indonesia dikenal sebagai negara penghasil kopi

yang menduduki peringkat 3 (tiga) dunia, setelah Brazil dan Vietnam.

Ada tiga jenis kelompok kopi yang dikenal, yaitu kopi arabika, kopi robusta, dan

kopi liberika. Kelompok kopi yang dikenal memiliki nilai ekonomis dan diperdagangkan

secara komersial adalah kopi arabika dan robusta. Jenis kopi arabika memiliki kualitas

dengan cita rasa tinggi dan kadar kafein lebih rendah dibandingkan jenis kopi yang lain.

Oleh karena itu, jenis kopi arabika merupakan kopi yang paling banyak di konsumsi

(Rahardjo, 2012).

Tanaman kopi dikenal dengan nama Perpugenus coffea termasuk dalam famili

Rubiaceae, berasal dari benua Afrika. Saat ini terdapat sekitar 4.500 varietas kopi yang

dapat dibagi ke dalam kelompok empat besar yaitu Coffea canephora, Coffea Arabica,

Coffea excelsa dan Coffea liberika. Kopi diolah dengan beberapa cara pengolahan dengan

cara spesifik dan menyegarkan karena adanya kandungan zat kafein.

Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu kopi Indonesia adalah dengan

memperhatikan cara pengolahannya. Pengolahan kopi berdasarkan penggunaan air dibagi

dalam tiga cara, yaitu cara basah, semi basah dan kering. Cara kering yang dikenal dengan

pengeringan lambat pada suhu rendah, yaitu sekitar 40-50oC, pengolahan semi basah

dilakukan dengan mengalirkan air ke dalam wadah yang bagian dasarnya memiliki lubang

sebagai tempat pengeluaran air dan pengolahan basah dilakukan dengan cara merendam

kopi di dalam air. Berdasarkan SNI 01-2907-1992 disimpulkan bahwa kopi dengan cara

2

Page 3: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

pengolahan basah dan lama fermentasi 24-36 jam memiliki aroma yang baik dengan nilai

skor 7-8.(Anonim,2013).

B. Tujuan

Adapun tujuan utama dari makalah ini yaitu untuk mengetahui proses fermentasi pada biji kopi.

3

Page 4: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Kopi

Kopi merupakan tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan. Konsumsi kopi

dunia terbanyak merupakan kopi jenis arabika. Tanaman kopi termasuk dalam famili

Rubiaceae dan terdiri dari banyak jenis antara Coffea Arabica, Coffea robusta dan

Coffea liberica. Tanaman kopi arabika tumbuh baik di daerah dataran tinggi diatas 1700

meter diatas permukaan laut dan mempunyai suhu yang berkisar antara 10-16oC.

Tanaman kopi robusta menghendaki daerah dataran cukup rendah dengan ketinggian

sekitar 1000 meter diatas permukaan laut dan mempunyai suhu sekitar 20oC. Tanaman

kopi liberika dapat tumbuh di dataran rendah. Untuk dapat tumbuh subur, kopi diperlukan

curah hujan sekitar 2.000-3.000 mm tiap tahun serta memerlukan waktu musim kerimg

sekurang-kurangnya 1-2 bulan pada waktu berbunga dan waktu pemetikan buah

(Rahardjo, 2012)

Kopi arabika merupakan tipe kopi tradisional dengan cita rasa terbaik (Anonim,

2010). Secara umum, kopi ini tumbuh di negara-negara beriklim tropis atau subtropis.

Tanaman ini dapat tumbuh hingga 3 meter bila kondisi lingkungannya baik. Kopi arabika

menguasai sekitar 70% pasar kopi dunia dan telah dibudidayakan di berbagai negara.

Ciri-ciri dari tanaman kopi arabika ini yaitu panjang cabang primernya rata-rata mencapai

123 cm, sedangkan ruas cabangnya pendek – pendek. Batangnya berkayu, keras, dan

tegak serta berwarna putih keabu-abuan.

Menurut Anggara (2011), keunggulan dari kopi arabika antara lain bijinya

berukuran besar, beraroma harum, dan memiliki cita rasa yang baik. Kopi arabika juga

memiliki kelemahan, yaitu rentan terhadap penyakit karat daun. Oleh karena itu, sejak

muncul kopi robusta yang tahan terhadap penyakit karat daun, dominasi kopi arabika

mulai tergantikan. Beberapa ciri khas dari kopi arabika adalah beraroma wangi yang

menyerupai aroma perpaduan bunga dan buahnya. Kopi arabika juga mempunyai cita

4

Page 5: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

rasa asam yang tidak terdapat pada kopi robusta. Saat diserap di mulut, rasa kopi arabika

jauh lebih halus (mild) dibandingkan dengan kopi robusta.

B. Karakteristik Kopi

Menurut Panggabean (2011), buah kopi terdiri atas empat bagian, yaitu : lapisan kulit luar

buah (eksokarp), lapisan daging buah (mesocarp), lapisan kulit tanduk (endokarp) dan biji

(masih dibungkus lagi dengan kulit ari). Kulit luar terdiri dari satu lapisan yang tipis.

Buah yang masih muda bewarna hijau tua kemudian berangsur-angsur berubah menjadi

hijau kuning dan akhirnya menjadi merah sampai merah jika sudah matang. Dalam

keadaan yang sudah matang, daging buah berlendir yang rasanya agak manis. Keadaan

kulit bagian dalam (endokarp) cukup keras dan biasa disebut kulit tanduk. Kulit ari

merupakan kulit halus yang menyelimuti masih-masing biji kopi. Bagian dalam yang

terakhir dari buah kopi adalah biji kopi (coffee bean) atau kopi beras.

Komposisi kimia biji kopi berbeda-beda, tergantung tipe kopi, tanah tempat

tumbuh dan cara pengolahan kopi. Struktur kimia yang terpenting tedapat didalam kopi

adalah kafein dan caffeol. Kafein yang menstimuli kerja saraf, caffeol memberikan flavor

dan aroma yang baik. Bentuk murni kafein dijumpai sebagai kristal berbentuk tepung

putih atau berbentuk seperti benang sutera yang panjang dan kusut. Bentuk kristal benang

itu berkelompok akan terlihat seperti bulu domba. Kristal kafein mengikat satu molekul

air, dapat larut dalam air mendidih. Pada pelarut organik pengkristalan terjadi tanpa

ikatan molekul air. Kafein mencair pada suhu 235-237°C dan akan menyublim pada suhu

1760oC di ruangan terbuka. Kafein mengeluarkan bau yang wangi, mempunyai rasa yang

sangat pahit dan mengembang di dalam air. Kafein adalah suatu alkaloid turunan dari

methyl xanthyne 1,3,7 trimethyl xanthyne. Kafein adalah basa yang lemah dan dapat

memisah dengan penguapan, serta mudah diuraikan oleh larutan alkali yang panas

(Ridwansyah, 2003).

5

Page 6: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

C. Fermentasi

Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada

substrat yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan bahan

pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan pangan tersebut, misalnya aroma

alkohol dan asam pada tape. Cara pengawetan pangan dengan proses fermentasi adalah

memperbanyak jumlah mikroba dan membiakkan metabolisme dalam makanan. Awalnya,

fermentasi adalah pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2. Namun, banyak proses yang

disebut fermentasi tidak selalu menggunakan substrat gula tapi menghasilkan CO2

(Winarno, 2004).

Klasifikasi karbohidrat terdiri dari monosakarida, disakarida, dan polisakarida.

Bahan-bahan yang mengandung monosakarida langsung dapat difermentasi, akan tetapi

disakarida, pati ataupun karbohidrat kompleks harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi

komponen sederhana, yaitu monosakarida baru setelah itu bisa difermentasi. Sukrosa pada

bahan mula-mula dihidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase,

kemudian oleh aktivitas beberapa enzim, glukosa dan fruktosa ini akan diubah menjadi

alkohol. Reaksi pemecahan gula menjadi alkohol adalah sebagai berikut :

Pada proses fermentasi akan diperoleh hasil ikatan seperti gliserol, asam laktat,

asam asetat asetaldehida, dan 2,3 butilen glikol. Protein pada substrat akan diubah oleh

enzim lipase menjadi asam lemak, dan asam lemak ini akan bereaksi dengan alkohol

menjadi ester, dimana ester inilah yang menjadi aroma dan flavor (Said, 1987).

6

Page 7: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

Asam-asam organik dari produk fermentasi merupakan hasil hidrolisis asam lemak

dan juga sebagai hasil aktivitas pertumbuhan bakteri. Penentuan kuantitatif asam organik

pada produk fermentasi adalah penting untuk mempelajari kontribusi bagi aroma sebagian

besar produk fermentasi, alasan gizi, dan sebagai indikator aktivitas bakteri (Bevilacqua &

Califano, 1989). Asam-asam organik juga sering digunakan sebagai acidulants (bahan

pengasam) yang dapat menurunkan pH sehingga pertumbuhan mikroba berbahaya pada

produk fermentasi akan terhambat (Winarno, 1997).

Berdasarkan perubahan yang terjadi pada karbohidrat sebagai akibat dari aktivitas

mikroorganisme, maka produk fermentasi dapat dikelompokan sebagai proses fermentasi

yang mengubah karbohidrat menjadi asam-asam organik dan alkohol serta karbondioksida

sebagai komponen utama. Proses fermentasi dikatakan bersifat homofermetatif jika hanya

menghasilkan satu jenis komponen saja sebagai hasil utamanya dan heterofermentatif jika

menghasilkan campuran berbagai senyawa atau komponen utama. Lintasan metabolisme

Embedden-Meyerhoff-Parnas merupakan lintasan yang umum terjadi pada proses

fermentasi. Asam laktat merupakan bagian dari produk fermentasi piruvat (Dawes dan

Large, 1982).

Secara umum dengan semakin lamanya fermentasi, keasaman kopi akan semakin

meningkat. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam-asam alifatik selama proses

fermentasi. Apabila lama fermentasi diperpanjang, akan terus terjadi perubahan komposisi

kimia biji kopi, yaitu asam-asam alifatik akan berubah menjadi ester-ester asam karboksilat

yang dapat mengakibatkan cacat fermentasi dengan cita rasa busuk (Sulistyowati dan

Sumartona, 2002). Jumlah inokulum mikroba yang tinggi akan menyebabkan semakin

banyak mikroba yang bekerja dan membentuk komponen-komponen asam organik

misalnya asam asetat selama proses fermentasi sehingga aroma kopi semakin meningkat

(Clarke dan Macrae, 1985).

Proses fermentasi yang terjadi dalam rumen akan mengubah komponen-komponen

pakan yang kompleks menjadi produk-produk yang lebih sederhana dan berguna bagi

ternak. Pakan utama ternak 10 ruminansia, hijauan atau limbah pertanian seperti jerami

7

Page 8: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

padi, memiliki kadar serat kasar yang tinggi. Komponen terbesar dari serat kasar adalah

berupa dinding sel yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Church dan Pond,

1988). Produk akhir dari aktivitas mikroba dalam mendegradasi substrat dinding sel

tanaman adalah berupa asam lemak terbang atau VFA (Volatile Fatty Acid). Komponen

VFA yang utama adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan sejumlah kecil

asam valerat. Beberapa manfaat asam butirat, antara lain: (1) dapat mencegah kanker usus,

(2) dapat menekan stres, dan (3) dapat mencegah radang usus (Putri, 2008).

Asam oksalat (COOH)2 merupakan senyawa asam organik (dikarboksilat) yang

paling sederhana dan ditemukan pada hampir seluruh jenis organisme termasuk tumbuhan

(hijauan tropis), hewan, bakteri dan kapang (Hodgkinson, 1977). Makanan yang umumnya

banyak mengandung asam oksalat adalah kopi, coklat, strawberi, kacang, dan bayam. Sisa

metabolisme tumbuhan yang salah satunya berupa asam oksalat ini tidak bisa dikeluarkan

oleh tumbuhan itu sendiri, sehingga biasanya disimpan di dalam vakuolanya. Selain itu,

asam oksalat dapat dihasilkan dari metabolisme anaerob mikrooorganisme, yaitu pada saat

ketersediaan oksigen tidak ada pada lingkungan. Jenis asam oksalat merupakan senyawa

asam lemah yang dalam keadaan tertentu mampu memicu reaksi reduksi oksidasi (redoks).

Biosintesa asam oksalat telah dipelajari pada berbagai golongan organisme,

terutama sintesa asam oksalat pada tumbuhan dan mikroorganisme termasuk protozoa,

bakteri dan jamur. Asam oksalat dihasilkan dari fermentasi glukosa, dimana

mikroorganisme ini nantinya memanfaatkan asam oksalat sebagai salah satu sumber

karbon untuk kehidupannya (Iriani, 2004).

8

Page 9: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

BAB III

PEMBAHAN

A. Proses Pengolahan Kopi

Tahap proses pengolahan kopi bertujuan memisahkan biji kopi dari kulitnya dan

pengeringan dengan kadar air 10-13%. Biji kopi kering dengan kadar air lebih 13% akan

mudah diserang kapang sehingga dapat menurunkan mutu biji kopi dimana nantinya

produk kopi bubuk rasa asam dan aroma apek (Setyohadi, 2007). Pengolahan buah kopi

dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara basah dan cara kering. Pengolahan secara

basah biasanya memerlukan modal yang lebih besar, tetapi lebih cepat dan menghasilkan

mutu yang lebih baik (Najiyati dan Danarti, 1997).

a. Pengolahan Basah

Pada prinsipnya pengolahan kopi secara basah, karena dalam prosesnya banyak

menggunakan air. Mutu kopi yang dihasilkan cara ini pada umumnya baik dan

prosesnya cepat. Cara pengolahan kopi basah dapat dilakukan dengan cara tradisional

dan modern (Setyohadi, 2007). Pengolahan basah dimulai dengan proses pemanenan

yang baik, dimana pada pengolahan ini dipastikan biji kopi yang digunakan adalah biji

kopi yang telah benar-benar matang, kemudian dibersihkan dan dibuang daging buah

serta kulitnya lalu difermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan cara merendam

biji kopi dengan menggunakan air selama lebih kurang 72 jam (Clarke dan Macrae,

1985).

Biji-biji kopi Arabika dan Robusta dapat diolah secara basah dan menghasilkan

rasa khas kopi. Biji kopi hasil pengolahan basah setelah disangrai nampak lebih

menarik dan dengan warna agak putih pada alur di tengah keping bijinya. Pengolahan

basah dengan proses fermentasi dimaksudkan untuk membentuk unsur-unsur citarasa

khas dari kopi. Selama proses fermentasi juga bertujuan menghilangkan lapisan lendir

yang bisa menjadi tempat berkembangnya jasad-jasad renik yang bisa merusak

citarasa dan kopi (Siswoputranto, 1992).

9

Page 10: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

b. Pengolahan Kering

Pengolahan cara kering tujuannya untuk jenis robusta, karena tanpa fermentasi sudah

dapat diperoleh mutu yang baik. Untuk kopi jenis arabika sebaiknya dilakukan cara

basah. Di perkebunan besar pengolahan secara kering hanya digunakan untuk

mengolah kopi yang berwarna hijau, kopi rambang dan kopi yang diserang bubuk

(Setyohadi, 2007).

Salah satu masalah yang sering dihadapi pada pengolahan kopi secara kering

adalah kadar air dari kopi yang akan dihasilkan. Lamanya proses pengeringan

tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat kematangan dan kadar air dalam

buah kopi, biasanya proses pengeringan memakan waktu sekitar 3-4 minggu. Setelah

proses pengeringan kadar air akan menjadi sekitar 12% (Sivetz dan Foote, 1963).

Secara keseluruhan maka proses pengolahan kopi dapat diterangkan sebagai berikut:

1. Sortasi

Sortasi bertujuan untuk memisahkan kopi merah yang berbiji dengan kopi yang hampa dan

terserang bubuk. Caranya kopi merah yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam sebuah

alat yang disebut sebagai bak penerimaan atau bak sortasi. Bak ini dilengkapi dengan

saringan serta kran pemasukan dan pengeluaran air. Setelah itu bak diisi air dengan cara

membuka kran untuk memasukkan air. Bila bak sudah hampir penuh, kemudian diaduk.

Setelah diaduk gelendong yang terserang bubuk dan hampa akan mengapung, sedang yang

sehat dan berisi akan tenggelam (Najiyati dan Danarti, 1997).

2. Pulping (Pengupasan kulit buah)

Pengupasan adalah proses pelepasan kulit buah dari kulit tanduk, dan sangat menentukan

mutu fisik dan cita rasa seduhan akhir. Kualitas pengupasan (pulping) sangat menentukan

proses pencucian lapisan lendir, proses pengeringan dan hulling. Untuk kapasitas besar

pengupasan dilakukan dengan alat yang digerakkan listrik atau motor sedangkan untuk

kapasitas kecil dapat dilakukan dengan alat yang digerakkan manual atau listrik (Haryanto,

2008).

10

Page 11: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

Pulping bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah (pulp), sehingga diperoleh

biji kopi yang masih terbungkus oleh lapisan tanduk dan lapisan lendir. Mesin yang

digunakan untuk melepaskan kulit buah Vis pulper mesin ini hanya digunakan untuk

melepaskan kulit buah. Pengupasan kulit buah dan pencucian dapat digunakan mesin

Ruang Pulper. Perbedaan kedua alat pulping, mesin Vis pulper biji kopi masih memerlukan

perlakuan fermentasi, sedang mesin ruang pulper tidak dilakukan fermentasi (Setyohadi,

2007).

3. Fermentasi

Fermentasi dapat didefenisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri,

khamir, dan jamur, yeast (ragi), yakni kapang Saccaromyces cerevisiae, Brettanomyces

bruxellensis, Candida stellata, Schizosaccharomyces pombe, Torulaspora delbrueckii, dan

Zygosaccharomyces bailii. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman

susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida, serta oksidasi

senyawa nitrogen organik (Hidayat, et al., 2006).

Fermentasi bertujuan untuk membantu melepaskan lapisan lendir yang masih

menyelimuti kopi. Fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara basah dan cara

kering. Fermentasi basah dilakukan dengan cara merendam kopi di dalam air selama 36-40

jam. Jika lebih dari 40 jam kopi akan berbau busuk, sedangkan fermentasi kering dilakukan

dengan cara menumpuk kopi di tempat yang teduh selama 2-3 hari (Najiyati dan Danarti,

1997).

Secara umum dengan semakin lamanya fermentasi keasaman kopi akan semakin

meningkat. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam-asam alifatik selama proses

fermentasi. Apabila lama fermentasi diperpanjang akan terus terjadi perubahan komposisi

kimia biji kopi, dimana asam-asam alifatik akan berubah menjadi ester-ester asam

karboksilat yang dapat mengakibatkan cacat fermentasi dengan cita rasa busuk

(Sulistyowati dan Sumartona, 2002).

Pengolahan basah dengan proses fermentasi dimaksudkan untuk membentuk unsur-

unsur citarasa khas dari kopi. Selama proses fermentasi juga bertujuan menghilangkan

11

Page 12: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

lapisan lendir yang bisa menjadi tempat berkembangnya jasad-jasad renik yang bisa

merusak citarasa dari kopi (Siswoputranto, 1992).

Bakteri yang aktif dalam proses penguraian lapisan lendir adalah jenis bakteri gram

negatif, Leuconostoc mesentroides, genus Acetobacter dan Jumlah inokulum mikroba yang

tinggi akan menyebabkan semakin banyak mikroba yang bekerja dan membentuk

komponen-komponen asam organik misalnya asam asetat selama proses fermentasi

sehingga aroma kopi semakin meningkat (Clarke, R.J., and R.Macrae. 1985).

Adapun perubahan yang terjadi selama proses Fermentasi yaitu:

1. Pemecahan komponen mucilage

Bagian yang tepenting dari lapisan berlendir (getah) ini adalah komponen protopektin yaitu

suatu insoluble complex tempat terjadinya meta cellular lactice dari daging buah. Material

inilah yang terpecah dalam proses fementasi. Ada yang berpendapat bahwa tejadinya

pemecahan getah itu adalah sebagai akibat bekerjanya suatu enzim yang terdapat dalam

buah kopi. Enzim ini termasuk sejenis katalase yang akan memecah protopektin didalam

buah kopi.

2. Pemecahan gula

Sukrosa merupakan komponen penting dalam daging buah kopi. Kadar gula akan

meningkat dengan cepat selama proses pematangan buah yang dapat dikenal dengan

adanya rasa manis. Gula adalah senyawa yang larut dalam air, oleh karena itu dengan

adanya proses pencucian lebih dari 15 menit akan banyak menyebabkan terjadinya banyak

kehilangan konsentrasinya.

Proses ini terjadi sewaktu perendaman dalam bak pengumpul dan pemisahan buah.

Oleh karena itu kadar gula dalam daging biji akan mempengaruhi konsentrasi gula di

dalam getah beberapa jam setelah fermentasi. Sebagai hasil proses pemecahan gula adalah

asam laktat dan asam asetat dengan kadar asam laktat yang lebih besar. Asam-asam lain

yang dihasilkan dari proses fermentasi ini adalah etanol, asam butirat dan propionat.

12

Page 13: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

3. Perubahan warna kulit

Biji kopi yang telah terpisahkan dari pulp maka kulit ari akan bewarna coklat. Juga

jaringan daging biji akan bewarna sedikit kecoklatan yang tadinya bewarna abu-abu atau

abu-abu kebiruan. Proses browning ini terjadi akibat oksidasi polifenol. Terjadinya warna

kecoklatan yang kurang menarik ini dapat dicegah dalam proses fermentasi melalui

pemakaian air pencucian yang bersifat alkalis (Ahliansyah, 2008).

4. Pencucian

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan seluruh lapisan lendir dan kotoran-kotoran

lainnya yang masih tertinggal setelah difermenatsi atau setelah keluar dari mesin ruang

pulper. Pencucian dengan cara sederhana dilakukan pada bak yang memanjang yang airnya

terus mengalir. Cara yang lebih sederhana lagi bisa dilakukan dalam bak yang di bawahnya

diberi lubang sebagai pengatur keluarnya air. Di dalam bak yang memanjang atau pada bak

yang lebih sederhana ini, kopi diaduk-aduk dengan tangan atau dengan kaki untuk

melepaskan sisa lendir yang masih melekat (Najiyati dan Danarti, 1997).

5. Pengeringan

Biji kopi yang baru dicuci masih mengandung air lebih kurang 55% dengan jalan

pengeringan kandungan air itu dapat diuapkan sehingga kadar air yang terdapat pada kopi

hanya 8-10%. Setelah dilakukan pengeringan dilanjutkan perlakuan pemecahan kulit

tanduk (AAK, 1988).

Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dari dalam biji kopi

HS yang semula 60 - 65 % sampai menjadi 12 %. Pada kadar air ini, biji kopi HS relatif

aman untuk dikemas dalam karung dan disimpan di dalam gudang pada kondisi lingkungan

tropis. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis dan

kombinasi keduanya.

a. Penjemuran

Penjemuran merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk pengeringan biji kopi.

Jika cuaca memungkinkan, proses pengeringan sebaiknya dipilih dengan cara penjemuran

13

Page 14: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

penuh (full sun drying). Secara teknis cara penjemuran akan memberikan hasil yang baik

jika syarat-syarat berikut dapat dipenuhi, yaitu :

1) Sinar matahari mempunyai intensitas yang cukup dan dapat dimanfaatkan secara

maksimal.

2) Lantai jemur dibuat dari bahan yang mempunyai sifat menyerap panas.

3) Tebal tumpukan biji kopi di lantai jemur harus optimal.

4) Pembalikan yang cukup.

5) Biji kopi berasal dari buah kopi yang masak.

6) Penyerapan ulang air dari permukaan lantai jemur harus dicegah. (Pusat Penelitian

Kopi Kakao Indonesia, 2007)

b. Pengeringan mekanis

Jika cuaca memungkinkan dan fasilitas memenuhi syarat, penjemuran merupakan cara

pengeringan kopi yang sangat menguntungkan baik secara teknis, ekonomis maupun mutu

hasil. Namun, di beberapa sentra penghasil kopi kondisi yang demikian sering tidak dapat

dipenuhi. Oleh karena itu, proses pengeringan bisa dilakukan dalam dua tahap, yaitu

penjemuran untuk menurunkan kadar air biji kopi sampai 20 – 25 % dan kemudian

dilanjutkan dengan pengering mekanis. Kontinuitas sumber panas untuk proses

pengeringan dapat lebih dijamin (siang dan malam) sehingga buah atau biji kopi dapat

langsung dikeringkan dari kadar air awal 60 – 65 % sampai kadar air 12 % dalam waktu

yang lebih terkontrol (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).

Pengering mekanis juga dapat digunakan untuk mengeringkan biji atau buah kopi

mulai dari kadar air awal 60 – 65 %, terutama jika memang cuaca tidak memungkinkan

untuk melakukan penjemuran Dengan mengoperasikan pengering mekanis secara terus

menerus (siang dan malam), maka kadar air 12% dapat dicapai selama 48 – 54 jam.

Pengeringan biji kopi Robusta seringkali diawali dengan suhu udara pengering yang relatif

tinggi, yaitu sampai 90-100oC dengan waktu pemanasan yang singkat. Tujuan dari proses

ini adalah untuk melepaskan kulit ari dari permukaan biji. Jika pengeringan suhu tinggi ini

terlalu lama, maka warna permukaan biji kopi cenderung menjadi kecoklatan (Pusat

Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).

14

Page 15: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

6. Roasting (Penyangraian)

Proses penyangraian merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi

dengan perlakuan panas dan kunci dari proses produksi kopi bubuk. Proses sangrai diawali

dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan memanfaatkan panas yang

tersedia dari kompor dan kemudian diikuti dengan reaksi pirolisis. Reaksi ini merupakan

reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon antara lain karbohidrat, hemiselulosa dan

selulosa yang ada di dalam biji kopi. Reaksi ini umumnya terjadi setelah suhu sangrai di

atas 180 oC. Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah

banyak dari ruang sangrai berwarna putih. Sedang secara fisik, pirolisis ditandai dengan

perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Kisaran suhu

sangrai yang umum adalah sebagai berikut:

a. Suhu 190 –195 oC untuk tingkat sangrai ringan (warna coklat muda)

b. Suhu 200 - 205 oC untuk tingkat sangrai medium (warna coklat agak gelap)

c. Suhu di atas 205 oC untuk tingkat sangrai gelap (warna coklat tua cenderung agak

hitam) (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).

Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 20 menit tergantung pada kadar

air biji kopi dan mutu kopi bubuk yang dikehendaki. Salah satu tolok ukur proses

penyangraian adalah derajad sangrai yang dilihat dari perubahan warna biji kopi yang

sedang disangrai. Proses sangrai dihentikan pada saat warna sampel biji kopi sangrai yang

diambil dari dalam silinder sudah mendekati warna sampel standar (Pusat Penelitian Kopi

Kakao Indonesia, 2007).

Sesudah proses penyangraian selesai, biji kopi hasil sangrai dimasukkan ke dalam

bak pendingin. agar proses sangrai tidak berlanjut. Selama pendinginan, biji kopi sangrai

diaduk agar proses sangrai menjadi rata dan tidak berlanjut (over roasted). Untuk bak

pendingin yang dilengkapi dengan kipas mekanis, sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi

saat proses sangrai akan terhisap sehingga biji kopi sangrai lebih bersih (Pusat Penelitian

Kopi Kakao Indonesia, 2007).

15

Page 16: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan

dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana.

Perubahan fisik terjadi termasuk kehilangan densitas ketika pecah. Penyangrai bisa berupa

oven yang beroperasi secara batch atau continous. Pemanasan dilakukan pada tekanan

atmosfir dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan

dengan melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa disain

pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada pemanasan. Disain paling umum yang

dapat disesuikan baik untuk penyangraian secara batch maupun continous merupakan drum

horizontal yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara

panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan terjadi aliran

silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan menggunakan gas

atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara daur ulang yang dapat

menurunkan polusi di atmosfir serta menekan biaya operasional (Belitz dan Grosch, 1987).

7. Penggilingan

Penggilingan adalah proses pemecahan butir-butir biji kopi yang telah mengalami proses

penyangraian untuk mendapatkan kopi bubuk yang berukuran maksimum 75 mesh. Ukuran

butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan berpengaruh terhadap rasa dan aroma kopi.

Secara umum semakin kecil ukurannya akan semakin baik rasa dan aromanya karena

sebagian besar bahan yang terdapat di dalam kopi bisa larut di dalam air ketika disedu

(Najiyati dan Danarti, 1997).

Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus (grinder) sampai diperoleh

butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu agar mudah diseduh dan memberikan sensasi

rasa dan aroma yang lebih optimal. Rendemen hasil pengolahan (penyangraian dan

penghalusan) adalah perbandingan antara berat kopi bubuk yang diperoleh dengan berat

biji kopi beras yang diproses. Rendemen makin turun pada derajad sangrai yang makin

gelap. Rendemen tertinggi, yaitu 81 %, diperoleh pada derajad sangrai ringan, dan terendah

yaitu 76 %, dengan derajad sangrai gelap. Rendemen juga dipengaruhi oleh susut berat biji

kopi selama penyangraian. Makin tinggi kadar air biji dan makin lama waktu penyangraian

menyebabkan rendemen menjadi lebih kecil Sedangkan susut berat selama proses

16

Page 17: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

penghalusan umumnya terjadi karena partikel kopi bubuk yang sangat halus terbang ke

lingkungan akibat gaya sentripetal putaran pemukul mesin penghalusnya (Pusat Penelitian

Kopi Kakao Indonesia, 2007).

Pengemasan Jika tidak dikemas secara baik, kesegaran, aroma dan citarasa kopi

bubuk akan berkurang secara signifikan setelah satu atau dua minggu. Beberapa faktor

yang berpengaruh terhadap keawetan kopi bubuk selama dikemas adalah kondisi

penyimpanan (suhu lingkungan), tingkat sangrai, kadar air kopi bubuk, kehalusan bubuk,

dan kandungan oksigen di dalam kemasan. Air di dalam kemasan akan menghidrolisa

senyawa kimia yang ada di dalam kopi bubuk dan menyebabkan bau apek (stale), sedang

oksigen akan mengurangi aroma dan citarasa kopi melalui proses oksidasi (Pusat Penelitian

Kopi Kakao Indonesia, 2007).

Bahan pengemas yang baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut,

a. Daya transmisi rendah terhadap uap air

b. Daya penetrasi rendah terhadap oksigen

c. Sifat permeable rendah terhadap aroma dan bau

d. Sifat permeable terhadap gas CO2

e. Daya tahan yang tinggi terhadap minyak dan sejenisnya

f. Daya tahan yang tinggi terhadap goresan dan sobekan

g. Mudah diperoleh (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007)

Proses pengemasan secara manual dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu memasukkan

kopi bubuk ke dalam kemasan, menimbang kemasan dan menutup kemasan (Pusat

Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).

17

Page 18: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dengan fermentasi, kualitas biji kopi akan menjadi lebih baik. Selama ini dikenal dua

cara fermentasi: basah dan kering. Fermentasi basah menghasilkan kualitas biji kopi

lebih baik, tetapi biayanya cukup tinggi.

2. Proses fermentasi basah dimulai dengan penggilingan untuk memecah kulit buah

(pulping). Buah kopi yang dipetik, setelah disortasi (dipilih yang hijau, kuning, oranye,

merah, dan merah kehitaman), harus segera dipulping. Hasilnya berupa buah kopi yang

sudah pecah, dan kulit buahnya terkelupas.

3. Hasil fermentasi basah akan semakin sempurna bila dilakukan perendaman 36-40 jam

dan setiap 1,5 jam airnya di ganti. Biji kopi yang sudah terfermentasi dijemur sampai

kering.

4. Fermentasi kering juga dimulai dari pulping. Hasil pulping kemudian ditumpuk

(dionggokkan), hingga membentuk gunungan (kerucut). Gunungan hasil pulping itu

ditutup karung atau plastik, lalu dibiarkan selama semalam. Paginya, biji kopi yang

telah terfermentasi itu dijemur sampai kering. Proses sederhana ini, sudah mampu

meningkatkan kualitas biji kopi, meskipun tidak sebaik biji kopi hasil fermentasi basah

5. Proses fermentasi kering, bisa diperbaiki dengan penggunaan yeast (ragi), yakni

kapang Saccaromyces cerevisiae, Brettanomyces bruxellensis, Candida stellata,

Schizosaccharomyces pombe, Torulaspora delbrueckii, dan Zygosaccharomyces bailii.

18

Page 19: Fermentasi Kopi_S2_Awari Susanti

DAFTAR PUSTAKA

Anggara, Anies, Marini, dan Sri. 2011. Kopi Si Hitam Menguntungkan : Budi Daya dan Pemasaran. Yogyakarta : Penerbit Cahaya Atma Pustaka

AAK. 1978. Bercocok Tanam Kopi, Yogyakarta : Kanisius.

Bevilacqua, AE. dan Califano, AN. 1989. Determination of Organic Acid in Dairy Product by High Performance Liquid Chromatography. J. Food Sci. 56 (4), 1076-1077.

Clarke, RJ. dan Macrae, R. 1987. Coffe chemestry (Volume 1). Elsevier Applied Science, New York.

Hodgkinson A. 1977. Oxalic Acid in Biology and Medicine. Academic Press, London.

Iriani, N. 2004. Perubahan Kandungan Oksalat Selama Proses Silase Rumput Setaria. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian, Bogor.

Putri. 2008. Fakta Tengtang Kopi : Efek Baik dan Buruk untuk Tubuh.. www.ebsfm.com/artikel.php?rubikID=3&artID=248. [17 Juli 2012]

Rahardjo, P. 2012. KOPI ; Panduan Budi Daya dan Pengolahan Kopi Arabika dan

Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Jurnal. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.

Sulisyowati dan Sumartona. 2002. Metode Uji Cita Rasa Kopi. Materi Pelatihan Uji Cita Rasa Kopi 19-21 Februari 2002. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.

Universitas Sumatra Utara. 2012. Capture I ,II di Akses Pada Tanggal 6 Mei.Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

19