Refrat Timus Dan Kelainannya

download Refrat Timus Dan Kelainannya

of 25

description

Refrat Timus Dan Kelainannya

Transcript of Refrat Timus Dan Kelainannya

BAB I

PENDAHULUANI.1. Latar BelakangKelenjar timus adalah organ limfoepitelial yang terletak di mediastinum, organ ini mencapai perkembangan puncaknya semasa usia muda. Timus berfungsi sebagai limfopoiesis yang terutama terjadi selama masa fetal dan awal masa pasca lahir. Timus juga menghasilkan hubungan dengan sel retikuler epitelial untuk mengetahui antigen asing dan bila antigen ini berhubungan dengan membran glikoprotein pada permukaan sel yang ditandai dalam Major Histocakompatibility Complex (M.H.C). Glikoprotein MHC bekerja sebagai reseptor pengikat antigen yang mengaktifkan respon sel T yang tepat tehadap antigen asing yang khusus dan sel T tersebut menghasilkan sel yang mempunyai kemampuan imunologi atau kekebalan tubuh. Timus berbentuk seperti kupu-kupu berwarna abu-abu yang didalamnya berwarna merah muda. Kelenjar terletak di bawah tulang dada dan fungsi regulernya mulai aktif setelah pasca neonatal. 1Timoma merupakan neoplasma epitel dari kelenjar timus. Timoma dapat bersifat jinak atau non invasif, dan ganas atau invasif. Sifat ganas atau invasif sulit ditentukan secara sitologi, namun ditentukan oleh perangai tumor dalam menginvasi atau menginfiltrasi organ sekitarnya atau metastasis jauh. Pencitraan radiologi memiliki peranan yang besar dalam membantu menegakkan diagnosis dan stadium menentukan stage timoma. Modalitas radiologi untuk pencitraan antara lain foto toraks konvensional, tomografi computer (computed tomography/ CT scan), MRI dan ultrasonografi (USG). CT scan adalah modalitas terpilih.2Berdasarkan pentingnya peranan kelenjar timus dalam pertahanan tubuh, maka penulis ingin menjelaskan tentang kelenjar timus dan kelainannya.1.2 BatasanReferat ini membahas tentang kelenjar timus yang normal dan kelainannya serta gambaran radiologis.1.3 TujuanRefrat ini bertujuan menambah wawasan penulis mengenai kelenjar timus yang normal dan kelinannya serta gambaran radiologisnya untuk menegakkan diagnosis.1.4 MetodeMetode penulisan refrat ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai literatur.BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Kelenjar Timus2.1.1 Definisi Kelenjar TimusKelenjar Timus adalah suatu organ limfoid simetris bilateral yang terdiri atas dua lobus berbentuk piramid, yang terletak di bagian anterior mediastinum superior. Perkembangan timus yang maksimal dicapai kira-kira pada saat pubertas, dan timus kemudian mengalami suatu proses involusi pelahan digantikannya parenkim oleh jaringan lemak dan fibrosa yang lambat laun akan menurun fungsi imun pada masa dewasa.32.1.2. Fungsi Kelenjar Timus

1. Kelenjar timus dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh terutama pada masa kanak-kanak.2. Kelenjar timus menghasilkan limfosit atau dikenal sebagai sel T (timus), limfosid pada dasarnya adalah sel darah putih.3. Kelenjar timus berfungsi untuk mengendalikan pertumbuhan abnormal sel.42.1.3 Mekanisme Kerja Kelenjar Timus5Satu kegiatan timus yang diketahui adalah limfopoiesis (pertumbuhan dan pematangan limfosit) yang terutama terjadi selama masa fetal dan awal masa pasca lahir, sel-sel plasma dan mielosit juga dibentuk dalam jumlah kecil. Timus juga menghasilkan hubungan dengan sel retikuler epitelial untuk mengetahui antigen asing dan bila antigen ini berhubungan dengan membran glikoprotein pada permukaan sel yang ditandai dalam Major Histocakompatibility Complex (M.H.C). Glikoprotein MHC bekerja sebagai reseptor pengikat antigen yang mengaktifkan respon sel T yang tepat tehadap antigen asing yang khusus dan sel T tersebut menghasilkan sel yang mempunyai kemampuan imunologi atau kekebalan tubuh. Dalam organ limfoid sel T menempati zona thymus dependent termasuk zona parakortikal limfonodus. Pada orang dewasa timus tetap merupakan sumber limfosit kecil yang penting, terutama bila seseorang telah mengalami brkurangnya organ limfoid karena radiasi. Substansi yang berefek humoral tampaknya menembus melalui saringan kedap-sel dan bekerja sebagai pengganti timus yang paling dikenal dengan timosin. Timosin dihasilkan oleh sel retikuler epitelial dan dapat diraikan menjdi 2 fraksi glikoprotein dengan B.M. rendah. Substansi yang mematangkan sel T adalah timoprotein.

Timus dipengaruhi oleh kelenjar kelamin, kelenjar adrenal, dan kelennjar tiroid. Hormon kelamin menyebabkan involusi dan tiroidektomi mempercepat involusi.

Miastenia gravis adalah salah satu penyakit gangguan autoimun yang mengganggu sistem sambungan saraf (synaps). Pada penderita miastenia gravis, sel antibodi tubuh atau kekebalan akan menyerang sambungan saraf yang mengandung acetylcholine (ACh), yaitu neurotransmiter yang mengantarkan rangsangan dari saraf satu ke saraf lainnya. Jika reseptor mengalami gangguan maka akan menyebabkan defisiensi, sehingga komunikasi antara sel saraf dan otot terganggu dan menyebabkan kelemahan otot.

Penyebab pasti reaksi autoimun atau sel antibodi yang menyerang reseptor acetylcholine belum diketahui. Tapi pada sebagian besar pasien, kerusakan kelenjar thymus menjadi penyebabnya. Maka itu kebanyakan si penderita akan menjalani operasi thymus. Tapi setelah thymus diangkat juga belum ada jaminan penyakit autoimun ini akan sembuh.

Thymus adalah organ khusus dalam sistem kekebalan yang memproduksi antibodi. Organ ini terus tumbuh pada saat kelahiran hingga pubertas, dan akan menghilang seiring bertambahnya usia. Tapi pada orang-orang tertentu, kelenjar thymus terus tumbuh dan membesar, bahkan bisa menjadi ganas dan menyebabkan tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Pada kelenjar thymus, sel tertentu pada sistem kekebalan belajar membedakan antara tubuh dan zat asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot (myocytes) dengan reseptor acetylcholine.2.1.4 Makroskopis Kelenjar Timus6

Gambar .2.1 Makrosokopis Kelenjar Timus Thymus yang terletak di atas jantung di belakang tulang dada

Berbentuk seperti kupu-kupu berwarna abu-abu yang didalamnya berwarna merah muda

Terletak di bagian anterior mediastinum superior Arteri pada kelenjar timus adalah arteri medula. Arteri tersebut memasuki timus melalui simpai kemudian bercabang memasuki organ bagian dalam, yang mengikuti serta jaringan ikat. Anteriol keluar untuk memasuki parenkim disepanjang perbatasan antara kortex dan medula . aretriol ini bercabang menjadi kapiler yang memasuki kortex dengan jalan melengkung dan akhirnya sampai di medula kemudian mencurahkan isinya kedalam venula. Medula disuplai oleh kapiler, yaitu cabang-cabang arteriol pada perbatasan kortex medula. Kapiler medula mencurahkan isinya kedalan venula, yang juga menerima kapiler yang kembali ke daerah kortex. Vena medula memasuki septa jaringan ikat dan meninggalkan timus melalui simpainya.

Timus tidak memiliki pembuluh limfe aferen dan tidak membentuk saringan bagi cairan limfe seperti kelenjar getah bening. Pembulu limfe terdapat pada dinding pembuluh darah dan jaringan ikat septa

2.1.5. Mikroskopis Kelenjar Timus6Kelenjar timus memiliki lobus yang dibungkus oleh suatu kapsul jaringan ikat yaitu tempat trabekula berasal. Trabekula masuk kedalam organ dan membagi kelenjar timus menjadi banyak lobulus yang tidak utuh. Setiap lobulus terdiri dari korteks yang terpulas gelap dan medula terpulas terang. Karena lobulus tidak utuh, medula memperlihatkan kontinuitas diantara lobulus yang berdekatan. Pembuluh darah masuk kedalam kelenjar timus melalui kapsul jaringan ikat dan trabekula.

Korteks setiap lobulus mengandung limfosit yang tersusun padat yang tidak membentuk modulus limpoid. Sebaliknya, medula mengandung limfosit lebih sedikit tetapi mempunyai epitteiocytus reticularis yang lebih banyak. Medula juga mengandung banyak corpusculum thymicum merupakan ciri khas kelnjar timus. Histologi kelnjar timus bervariasi bergantung pada usia individu. Kelenjar timus berkembang mencapai puncaknya segera setelah lahir. Pada saat pubertas, kelenjar timus mengalami involusi atau menunjukan tanda-tanda regresi dan degenerasi secara bertahap. Akibatnya produksi limfosit menurun dan corpus culum thymicum menjadi lebih menonjol selain itu parenkim atai bagian seluler kelenjar secara bertahap digantikan oleh jaringan ikat longgar dan sel adiposa. Akumulasi jaringan adiposa dan tanda infolusi dini pada kelnjar timus bergantung pada usia individu.1. Organ-organ limfoid yang lain :

Thymus

Nodus lympaticus

Lien Tonsilla

2. Hubungan antara kelenjar timus dengan limfosit

Untuk memproduksi sel limfosit misalkan ada antigen yang masuk kelenjar timus akan mensekresi sel limfosit untuk melawan antigen-antigen tersebut.3. Perbedaan dan persamaan kelenjar timus dengan limfosit Limfoit ada 2 yaitu limfoit B dan limfoit T yang berperan dalam pertahanan tubuh atau antibodi.

Kelenjar timus sebagai tempat produksinya limfosit tetapi masih banyak fungsi lainnya sedangkan limfosit hanya berperan dalam antibodi.

Gambar. 2.2 Mikroskopis Kelenjar Timus

Gambar. 2.3 Mikroskopis Kelenjar Timus

2.1.6 Perkembangan Kelenjar Timus6Kelenjar timus tumbuh sebagai pertumbuhan ke ventral dari kantung bronkial ketiga. Mulanya mempunyai lumen sempit, akan tetapi segera menutup karena proliferasi sel epitelial yang membatasinya. Sel-sel epitelia berdiferensiasi dan sebagaian berubah menjadi sel retikuler epitelial pada akhir bulan kedua kehamilan. Timosit diduga berasal dari sel mesenkim yang menyebuk ke timus yang sedang berkembang. Limfosit berproliferasi cepat dan epitel berubah menjadi massa sel retikuler. Badan hassall mulai tampak selama kehidupan fatal dan terus dibentuk sampai involusi dimulai. Di duga badan hassall berasal dari sel epitelial yang mengalami hipertrofi dan yang berdegenerasi.Dengan bertambahnya usia, maka timus mengalami proses involusi fisiologik apabila produksi limfosit berkurang, korteks menipis dan perenkim sebagian besar diganti dengan jaringan lemak. Proses involusi menua normal ini dulu diduga berawal pada manusia sejak pubertas, namun kini diketahui bahwa pengurangan volume relatif perenkimnya sebenarnya dimulai sejak kanak-kanak. Pada orang dewasa timus telah berubah menjadi massa jaringan lemak dengan sebaran pulau-pulau perenkim yang mengandung sedikit limfosit namun terdiri atas sel-sel epitelial. Pada percobaan dengan rodentia mengenai penghancuran sebagian besar limfositnya ternyata bahwa timus mempertahankan kemampuan fungsuional seumur hidup dan sanggup mendapat kembali kapasitas limifositopietik selaruhnya. Hal yang sama mungkin juga benar untuk manusia namun belum diprelihatkan.

Proses involusi menua yang berangsur itu dapat dengan segera dipercepat pleh yang disebut involusi kebetulan yang dapat terjadi sebagai respons terhadap penyakit. Stres berat, radiasi ionisasi, endotoksin bakteri dan pemberian hormon adrenokortikotrofik atau steroid adrena;l dan gonad. Pada salah satu kondisi ini timus dengan cepat mengecil akibat kematian masal limfosit kecil korteks dan pembuangannyaoleh makrofag. Limfosit medula lebih tahan. Karenanya pola lobul yang biasa dengan korteks gelap dan medula pucat dapat terbaek. Involusi akut, diinduksi pada hewan percobaan diikuti regenerasi hebat dan timus dengan epat kembali ke ukurannya yang normal. 2.1.7 Pemeriksaan Radiologi pada Kelenjar Timus Normal7Temuan radiologis

Gambar 2.4 Rontgen toraks AP menunjukkan massa jaringan lunak pada mediastinum kanan

Gambar 2.5 Rontgen toraks lateral menunjukkan massa jaringan lunak terletak di mediastinum anterior tepat di belakang sternum dengan batas inferior tajam (panah).

Gambar 2.6. Pada pandangan melintang dari USG toraks melalui ruang interkostalmenggunakan transduser frekuensi tinggi. Thymus (T) yang normal adalah yangdipandang sebagai massa jaringan lunak homogen denganmid level echoes yang terletak secara ventral pada jantung (H) danmemperluas ke kedua sisi garis tengah.

2.2. Kelainan Kelenjar Timus22.2.1 Timoma

Timoma merupakan neoplasma epitel dari kelenjar timus. Timoma dapat bersifat jinak atau non invasif, dan ganas atau invasif. Sifat ganas ataun invasif sulit ditentukan secara sitologi, namun ditentukan oleh perangai tumor dalam menginvasi atau menginfiltrasi organ sekitarnya atau metastasis jauh.1Pencitraan radiologi memiliki peranan yang besar dalam membantu menegakkan diagnosis dan stadium menentukan stage timoma. Modalitas radiologi untuk pencitraan antara lain foto toraks konvensional, tomografi computer (computed tomography/ CT scan), MRI dan ultrasonografi (USG). CT scan adalah modalitas terpilih. Pada temuan radiologis, timoma invasif dapat menunjukkan gambaran yang menyerupai karsiona timik dan limfoma. Hal tersebut harus dikonfirmasikan dengan atau pemeriksaan sitologi/histopatologi untuk menentukan diagnosis.

2.2.2 Epidemiologi dan Etiologi2,8Timoma dapat muncul di semua usia, tetapi biasanya pada usia pertengahan. Timoma paling sering ditemukan di mediastinum anterior (20-25% dari tumor mediastinum dan 50% dari mediastinum anterior). Angka kejadian kasus timoma di RS Persahabatan di Jakarta Timur pada tahun 2000-2007 adalah 21 dari 89 kasus tumor mediastinum. Angka kejadian tumor invasif sekitar 15-37% dari seluruh timoma. Frekuensinya pada laki-laki dan perempuan hampir sama (1,2 : 1) dan umumnya terjadi pada usia dekade 5-6 (70%).

Etiologi timoma masih belum jelas tetapi dapat berhubungan dengan sindrom sistemik seperti Miastenia Gravis, sindrom Cushing, dan lupus eritematosus.

2.2.3 Klasifikasi

Klasikasi histopatologi timoma berdasarkan WHO:

Tipe A

: Medular, spindle atau oval shape cell thymoma

Tipe B: menunjukkan tampilan dendritik atau epiteloid. Berdaasarkan peningkatan rasio epithelial lymphocyte dan emergence of atypa dari sel neoplastikanya maka tipe B dipisah menjadi:

Tipe B1: menunjukkan predominant kortikal, kaya limfosit, limfositik, timoma organoid.

Tipe B2 : bersifat kortikal sedang

Tipe B3 : bersifat epithelial skuamosa sehingga disebut juga timoma atipik atau karsionama timik berdiferensiasi baik

Tipe AB: tipe campuran, jika bentuknya kombinasi sel pada tipe A dan B

Tipe C

: karsinoma timik

Diagnosis timoma ditegakkan atas dasar gejala dan tanda klinis, serta temuan radiologis yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan histopatologi sebagai baku emas. Pemeriksaan laboratorium secara umum tidak memiliki peranan penting, tapi umunya yang diperiksa adalah kadar LDH, CEA, dan HCG.

2.2.4 Gejala dan Tanda Klinis

Sekitar 55% pasien timoma adalah asimptomatik, ditemukan secara tidak sengaja melalui pemeriksaan rutin foto toraks. Bila ada gejala dan tanda klinis yang dapat ditemukan, tergantung dari infiltrasi ke organ sekitarnya.

Tabel 2.1. Hubungan antara invasi timoma ke organ dengan gejala klinis

Invasi / Infiltrasi ke organGejala klinis

N. frenikusKelumpuhan diafragma

N. vagusBatuk

N. laringeusSuara sesak

Vena cava superiorSindroma vena cava superior

TrakeaSesak

EsofagusDisfagia

Saraf dinding dadaNyeri dinding dada

Selain itu dapat juga ditemukan gejala atau tanda klinis akibat parathmic syndrome, seperti: Miastenia Gravis (30%), aplasia sel darah merah (5%) dan hipogamaglobulinemia (5-10%).

2.2.5 Pencitraan Radiologi

Modalitas radiologi yang rutin dilakukan adalah foto toraks dan CT scan. Menurut brown dkk pada tahun 1980, foto toraks konvensional posisi PA memiliki sensitivitas yang tinggi (77%) dalam mendiagnosis timoma, dan akan meningkat menjadi 94% bila disertai posisi lateral.

Gambar 2.4. Temuan foto toraks tampak pelebaran mediastinum superior

Pada foto toraks PA, tampak pelebaran mediastinum terutama di kiri, berbatas tegas, tak tampak kalsifikasi, disertai pendorongan trakea ke kanan.

Menurut Chen dkk, CT scan memiliki sensitivitas 97% dalam mendiagnosis timoma karena memiliki kelebihan dalam menggambarkan lokasi tumor, karakteristik tumor, keterlibatan dengan organ sekitar dan metastasis. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan media kontras intravena untuk menilai penyangatan dan perbedaan dengan struktur sekitarnya. Tebal irisan 8-10 mm dengan batas mulai setiggi kelenjar tiroid sampai setinggi kelenjar adrenal.

Gambar 2.5 CT scan toraks dengan kontras setinggi trakea

Pada CT scan toraks tamak massa padat di mediastinum anterior, berdensitas homogen tanpa kalsifikasi, batas tegas, yang telah menginvasi a. sub klavia kiri, a. karotis kiri, arkus aorta, a. pulmonal kiri. Sebagian trakea menyempit dan terdorong ke kanan, disertai efusi pleura dan efusi perikard.

Temuan radiologi pada timoma non invasif adalah massa yang bulat / oval berlobulasi, berbatas tegas, umumnya asimetrik, dan setelah pemberian kontras akan menghasilkan penyangatan yang homogen, sedangkan timoma invasif umumnya bertepi irregular dan mengisi kedua hemitoraks, serta menunjukka penyangatan yang heterogen pasca kontras. Nilai atenuasi tumor sebelum pemberian kontras adalah sekitar 47-75 HU dan akan meningkat sekitar 20 HU setelah pemberian kontras.

Kalsifikasi lebih sering ditemukan pada timoma tipe B1, B2, dan B3, yang umumnya berbentuk linier, tipis dan seperti cincin di perifer. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) serig ditemukan pada timoma tipe C (47%) dan tipe AB (&%). Penyebaran tumor ke pleura (berupa penebalan pleura) dank e perikard (berupa efusi perikardium) lebih sering ditemukan pada timoma tipe B2.

2.2.6 Pemeriksaan Patologi Anatomi

Pemeriksaan sitologi / histopatologi dilakukan untuk menentukan jenis sel tumor. Pengambilan bahan untuk pemerimsaan sitologi dilakukan melalui Trans Thoracic Needle Aspiration (TTNA) dengan tuntunan CT scan. Timoma dibagi menjadi 2 jenis atas dasar perangainya dalam menginvasi / menginfiltrasi organ sekitarnya, yaitu jinak/ non invasif dan ganas / invasif. Timoma tipe A, AB, dan B1 memiliki perangai yang kurang invasif dibandingkan dengan tipe B2, B3, dan C.

2.2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding timoma antara lain:

1. Karsinoma timik

Umumnya ditemukan pada anak-anak atau usia pertengahan. Gejala klinis tergantung organ yang terkena. Temuan CT berupa massa berdensitas heterogen akibat nekrosis atau perdarahan berbatas irregular. Sering invasi lokal dan metastasis jauh (55-65%). Pemeriksaan USG menunjukkan massa heterogen dengan struktur hipo / isoekoik.

2. Limfoma Hodgkin

Umumnya ditemukan pada usia dewasa muda. Gejala klinis didapatkan keluhan di paru, disertai pembesaran KGB. Temuan CT berupa massa padat berlobulasi, berdensitas homogen atau heterogen, berbatas tidak tegas, bisa unilateral maupun bilateral. Paling sering ditemukan pembesaran KGB mediastinum khususnya paratrakea. Dapat disertai efusi pleura atau erosi tulang sternum. Pasca pemberian krontas masa menyangat tidak terlalu kuat. Pada pemeriksaan USG didaparan pembesaran timus, lesi hipo / iso / hiperekhoik disertai pembesaran KGB mediastinum.

3. Thymic Carcinoid

Paling sering ditemukan pada usia pertengahan. Gejala klinis didapatkan keluhan paru disertai kelainan endokrin. Temuan CT berupa massa berdensitas heterogen, batas irregular dan dapat disertai invasi lokal maupun metastasis jauh. Pemeriksaan USG didapat massa hiperkhoik.

4. Thymolipoma

Paling sering ditemukan pada usia anak-anak atau dewasa muda. Gejala klinis seringkali asimptomatik. Temuan CT berupa massa berdensitas lemak, berlobulasi.

5. Teratoma

Paling sering ditemukan pada usia anak-anak atau dewasa muda. Gejala klinis seringkali asimptomatik. Temuan CT verupa massa berdensitas heterogen, karena komposisinya beragam seperti jaringan lunak, cairan, dan kalsifikasi. Pada pemeriksaan USG didapatkan massa berbatas tegas dengan internal echo.2.2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan timoma dilakukan berdasarkan histopatologi dan staging menurut Masaoka.

Tabel 2.2 Stage Timoma berdasarkan sistem Masaoka

Stadium IMakroskopis berkapsul (tumor masih dalam kapsul intak). Mikroskopis tidak tampak invasi ke kapsul

Stadium IIMakroskopis tumor telah invasi ke jaringan lemak atau pleura mediastinum, mikroskopis invasi hanya sampai ke kapsul

Stadium IIIMakroskopis tumor telah invasi ke organ sekitar, pericardium, pembuluh darah besar, dan paru

Stadium IV APenyebaran ke pleura atau pericardium

Stadium IV BMetastasis limfogen dan hematogen

Tabel 2.3 Penatalaksanaan timoma sesuai dengan stage Masaoka

Stadium IOperasi (Extended Thymoma Thymectomy = ETT)

Stadium IIOperasi (ETT) dilanjutkan dengan radioterapi

Stadium IIIOperasi dan Extended Resection dilanjutkan dengan radioterapi dan kemoterapi

Stadium IV ADe bulking dilanjutkan dengan kemoterapi dan radiasi

Stadium IV BKemoterapi dan radioterapi dilanjutkan dengan de bulking

Apabila ditemukan miastenia gravis pada penderita, maka dilakukan plasmafaresis sekitar seminggu sebelum tindakan operasi, untuk mencuci antibodi pada pada plasma penderita.

2.2.8 Prognosis

Prognosis timoma ditentukan atas dasar tipe dan derajat histologi serta stage berdasarkan sistem Masaoka.

Tabel 2.4 Prognosis Timoma berdasarkan WHO, Pathologic Classification and Associated Prognostic CategoriesTypeHistologic DescriptionDisease-Free Survival at 10 years (%)

AMedullary thymoma100

ABMixed thymoma100

B1Pedominantly cortical thymoma83

B2Cortical thymoma83

B3Well-differentiated thymic carcinoma36

CThymic Carcinoma26

Tabel 2.5 Angka harapan hidup 5 tahun berdasarkan staging Masaoka

5 yrs survival rateQuintanilla et alScheider et al

Stage I100%100%

Stage II70%75%

Stage III100%95%

Stage IV56%11%

Tabel 2.6 Angka harapan hidup 10 tahun berdasarkan staging Masaoka

10 yrs survival rateQuintanilla et alScheider et al

Stage I100%100%

Stage II60%91%

Stage III88%47%

Stage IV11%

BAB IIIKESIMPULAN

3.1 KesimpulanKelenjar timus merupakan organ limfoid simetris bilateral yang terletak di bagian anterior mediastinum superior, yang mempunyai fungsi sebagai penghasil sel limfosit (antibodi), kelenjar timus terletak di dada, yakni dalam lingkup cakra jantung. Dalam mikroskopisnya kelenjar timus berbentuk seperti kupu-kupu berwarna abu-abu yang didalamnya berwarna merah muda. Kelenjar timus mengalami perkembangan dari awal masa kelahiran dan mengalami penurunan fungsi pada saat masa pubertas.Timoma merupakan neoplasma epitel dari kelenjar timus. Timoma dapat bersifat jinak atau non invasif, dan ganas atau invasif. Timoma dapat muncul di semua usia, tetapi biasanya pada usia pertengahan. Timoma paling sering ditemukan di mediastinum anterior (20-25% dari tumor mediastinum dan 50% dari mediastinum anterior). Frekuensinya pada laki-laki dan perempuan hampir sama. CT scan merupakan modalitas radiologi yang terpilih dan memiliki sensitivitas 97% dalam mendiagnosis timoma karena memiliki kelebihan dalam menggambarkan lokasi tumor, karakteristik tumor, keterlibatan dengan organ sekitar dan metastasis.

DAFTAR PUSTAKA1. Eroschenko Victor P. 2010. Atlas Histologi difiore Edisi 1, EGC, Jakarta. Hal 210-2112. Aziza Icksan, Maryastuti, Elisna Syahruddiin, Heriawati Hidayat, Agung Wibawanto. Peran CT scan dalam Penilaian Timoma. Rumah Sakit Persahabatan. Jakarta; 20083. Dorland, W.A Newman. 2010. Kamus Kedokteran Edisi 31. EGC, Jakarta. Hal 22444. Fawcett & Bloom. 1994. Buku Ajar Histologi Edisi 12, EGC, Jakarta5. Junqueira Luiz Carloz, Carneiro Jose. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas Edisi 10. EGC, Jakarta. Hal 261-264

6. Leeson C. Roland, Leeson S. Thomas dan Paparo A. Anthony. 1996. Buku Ajar Histologi Edisi 5. EGC, Jakarta hal 288-2917. Normal Thymus Mimicking Mediastinal Mass. India Journal of Pediatrics Volume 76. 20098. Jon Aster. Buku Ajar Patologi Robin Edisi 7 Volume 2, Bab 12 Sistem Hematopoietik dan Limfoid. EGC, Jakarta; Hal 506-713