THYROID dan KELAINANNYA

115
Laboratorium / SMF Kedokteran Radiologi Referat Program Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman RSUD A.W.Sjahranie Samarinda FUNGSI DAN KELAINAN KELENJAR TIROID OLEH Amaliaturrahmah 06.55372.00315.09 PEMBIMBING Dr. Dompak S Hutapea, Sp.Rad Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Laboratorium/SMF Kedokteran Radiologi FK UNMUL 0

Transcript of THYROID dan KELAINANNYA

Page 1: THYROID dan KELAINANNYA

Laboratorium / SMF Kedokteran Radiologi ReferatProgram Pendidikan Dokter Universitas MulawarmanRSUD A.W.Sjahranie Samarinda

FUNGSI DAN KELAINAN KELENJAR TIROID

OLEHAmaliaturrahmah06.55372.00315.09

PEMBIMBINGDr. Dompak S Hutapea, Sp.Rad

Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Laboratorium/SMF Kedokteran Radiologi

FK UNMUL

2011

0

Page 2: THYROID dan KELAINANNYA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit kelenjar tiroid termasuk penyakit yang sering ditemukan di

masyarakat. Di poliklinik tiroid RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusuma) Jakarta,

penyakit kelenjar tiroid merupakan penyakit kedua terbanyak setelah diabetes

mellitus. Secara keseluruhan pasien tiroid yang datang berobat ke poliklinik tiroid

RSCM berkisar: 270 orang/bulan.

Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4cm, yaitu pada

akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiriod terletak di bagian bawah leher, terdiri

dari atas dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus yang menutup cincin trakea 2 dan

3, kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia paratrakea sehingga pada

setiap gerakan menelan selalu dikuit oleh gerakan terangkat kelenjar kerah

cranial,yang merupakan cirri khas kelenjar tiroid. Sistem endokrin merupakan sistem

dan organ yang memproduksi hormon, suatu mediator kimia yang bekerja jauh dari

sistem atau organ asalnya. Sistem endokirn adalah sistem kelenjar yang menghasilkan

suatu mediator kimia yang disebut hormon. Berbeda dengan sistem eksokrin, sekret

dari sistem ini dicurahkan langsung ke perdaran darah tanpa melalui saluran atau

duktus.

Yang termasuk kelenjar endokrin adalah hipotalamus, kelenjar hipofisis

anterior dan posterior, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, pulau Langerhans pankreas,

korteks dan medula kelenjar suprarenal, ovarium, testis, dan sel endokrin di saluran

cerna yang disebut sel amine precursor upiake and decarboxilation (APUD).

Kelenjar endokrin dapat menghasilkan hormon secara berlebihan seperti pada

penyakit Graves, yaitu hiperfungsi kelenjar tiroid, atau menghasilkan terlalu sedikit

hormon, seperti miksidema sebagai akibat hipofungsi kelenjar tersebut. Kelenjar

endokrin juga dapat menjadi lebih besar atau kecil atau berubah menjadi neoplasma.

1

Page 3: THYROID dan KELAINANNYA

Keadaan tersebut dapat terjadi bersama-sama atau berdirio sendiri, kelaianan

endokrin mempunyai ciri khusus, yaitu berupa gangguan fungsi.

Dalam setiap diagnosis penyakit tiroid dibutuhkan deskripsi mengenai

(sehingga diagnosis henndaknya mampu menerangkan) kelainan faalnya (status

tiroid), gambaran anatominya (difus, uni/multinodul dan sebagainya) dan etiologinya

(autoimun,tumor,radang).

1.2 Tujuan

Mengetahui secara anatomi, fisiologi kelenjar thyroid serta beberapa penyakit

kelenjar thyroid baik dari segi definisi, epidemiologi, etiologi, gejala dan tanda klinis

yang terkait, pemeriksaaan yang dilakukan, diagnosa, tatalaksana, serta prognosisnya.

BAB II

2

Page 4: THYROID dan KELAINANNYA

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KELENJAR TIROID

2.1.1 Embriologi

Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan ,.

(De Jong & Syamsuhidayat, 1998). Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin

berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid

berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian

tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah

mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas,

berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis

lidah.

Gambar 1.

Perkembangan Kelenjar Tiroid

Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu

masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang letaknya

abnormal, seperti persisten duktus tyroglossus, tyroid servikal, tyroid lingual,

sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tyroid substernal. Branchial

pouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid, merupakan asal sel-sel parafolikular

3

Page 5: THYROID dan KELAINANNYA

atau sel C, yang memproduksi kalsitonin. Kelenjar tyroid janin secara fungsional

mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin. (De Jong &

Syamsuhidayat, 1998).

2.1.2 Anatomi

Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan

fascia prevertebralis. Didalamruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh

darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya

dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya

terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).

4

Page 6: THYROID dan KELAINANNYA

Gambar 2. anatomi kelenjar tiroid

Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup

cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia

pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya

kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah

suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak

(Djokomoeljanto, 2001).

Gambar 3. anatomi kelenjar tiroid

Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a.

Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel

lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem

venanya berasal dari pleksus perifolikular (Djokomoeljanto, 2001).

Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis

yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl.

Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika

dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga

penyebaran keganasan (Djokomoeljanto, 2001).

5

Page 7: THYROID dan KELAINANNYA

2.1.3 Histologi

Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis

terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 µm.

Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke

dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini

berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk lobulus yang mendapat

vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan pekat, koloid sebagian besar

terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin (BM 650.000) (Djokomoeljanto,

2001)

Gambar

4. Histologi Kelenjar tiroid

2.1.4 Fisiologi Hormon Tyroid

Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4).

Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari

konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar

tyroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku

hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan

selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tyroglobulin sebagai

6

Page 8: THYROID dan KELAINANNYA

monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari

MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid.

Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam

kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur

ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid

(thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-

binding pre-albumine, TPBA) (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).

Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid

1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.

2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid

merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai

status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.

3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu

tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan

enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).

7

Page 9: THYROID dan KELAINANNYA

Gambar 5.

4. Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin)

menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT

(monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan

juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.

5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi

dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada

dalam sel folikel.

6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah.

Proses ini dibantu oleh TSH.

7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi,

dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan

dalam proses ini.

8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan

kompleks golgi.

Metabolisme T3 dan T4

8

Page 10: THYROID dan KELAINANNYA

Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4

endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3.

Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati,

ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed

T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme

pada tingkat seluler (Djokomoeljanto, 2001).

Pengaturan faal tiroid :

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar

tiroid : (Djokomoeljanto, 2001)

1. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)

Hormon ini merupakan tripeptida, yang

telah dapat disintesis, dan dibuat di

hipotalamus. TRH menstimulasi

keluarnya prolaktin, kadang-kadang juga

Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan

Luteinizing Hormone (LH).

2. TSH ( Thyroid Stimulating Hormone)

TSH yang masuk dalam sirkulasi akan

mengikat reseptor di permukaan sel tiroid

(TSH-Reseptor-TSH-R) dan terjadilah

efek hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan iodinasi, coupling,

proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon meningkat.

3. Umpan balik sekresi hormone (Negative Feed Back)

Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik di tingkat hipofisis. T3 selain

berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan

mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

9

Page 11: THYROID dan KELAINANNYA

2.1.5 Efek metabolisme Hormon Tyroid

1. Kalorigenik

2. Termoregulasi

3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi

dalam dosis besar bersifat katabolik

4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal

meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot

menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.

5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses

degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat,

sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada

hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan

hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.

7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus

traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare,

gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme. :

(Djokomoeljanto, 2001)

2.2 PENYAKIT KELENJAR TIROID

Struma adalah kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi seperti

tirotosikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit

tyroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut

struma.

Menurut American society for Study of Goiter membagi struma menjadi 4 kelas

yakni: Struma Difusa Non Toksik, Struma Nodusa, Non Toksik, Struma Difusa

Toksik, Struma Nodusa Toksik. Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya

10

Page 12: THYROID dan KELAINANNYA

perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid,

sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.

Diagnosis struma disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan

keterangan lainnya, yaitu morfologi dan faal struma. Dikenal beberapa morfologi

(konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui dengan palpasi atau

auskultasi :

1. Bentuk kista : Struma kistik

Mengenai 1 lobus

Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan

Kadang Multilobaris

Fluktuasi (+)

2. Bentuk Noduler : Struma nodusa

Batas Jelas

Konsistensi kenyal sampai keras

Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa

adenocarcinoma tiroidea

3. Bentuk diffusa : Struma diffusa

batas tidak jelas

Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek

4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa

Tampak pembuluh darah

Berdenyut

Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa

Kelejar getah bening : Para trakheal dan jugular vein

Dari faalnya struma dibedakan menjadi :

1. Eutiroid

2. Hipotiroid

3. Hipertiroid

Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :

11

Page 13: THYROID dan KELAINANNYA

1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid

2. Toksik : Hipertiroid

2.2.1 HIPOTIROIDISME

2.2.1.1 Definisi

Hipotiroidisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi hormon

tiroid, yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses metabolik. Hipotiroidisme

pada bayi dan anak-anak berakibat pertambahan pertumbuhan dan perkembangan

jelas dengan akibat yang menetap yang parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme

dengan awitan pada usia dewasa menyebabkan perlambatan umum organisme dengan

deposisi glikoaminoglikan pada rongga intraselular, terutama pada otot dan kulit,

yang menimbulkan gambaran klinis miksedema. Gejala hipotiroidisme pada orang

dewasa kebanyakan reversibel dengan terapi. (Anwar, r. 2005)

2.2.1.2 Epidemiologi

Sejak pembentukan program berskala nasional skrining neonatus untuk

hipotiroidisme kongenital, berjuta-juta neonatus telah di skrining. Prevalensi

hipotiroidisme Kongenital telah ditemukan adalah 1 dalam 4.000 bayi diseluruh

dunia, lebih rendah dari Negro Amerika ( 1 dalam 20.000 ) dan lebih tinggi pada

keturunan Spanyol (hispanik) dan Amerika asli (1 dalam 2.000). Defek

perkembangan (disgenesis tiroid) merupakan 90% dari bayi yang terdeteksi

hipotiroidisme. Pada sekitar sepertiga bahkan sken radionulkid sensitif tidak dapat

menemukan sisa jaringan tiroid (aplasia). Pada duapertiga bayi yang lain, jaringan

tiroid tidak sempurna ditemukan pada lokasi ektopik, dari dasar lidah (tiroid lidah)

sampai posisi normal dileher. Kadar T4 serum yang ini dan secara bersamaan kadar

hormon perangsang tiroid (TSH) meningkat, memungkinkan skrining dan mendeteksi

kebanyakan neonatus hipotiroid. (Behrman, 2000)

12

Page 14: THYROID dan KELAINANNYA

Sedikit yang diketahui mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi

normal dan perkembangan kelenjar tiroid. Disgenesis tiroid terjadi secara sporadis,

tetapi kasus keluarga kadang-kadang di laporkan. Wanita yang terkena dua kali lebih

sering dari pada laki-laki. penemuan disgenesis tiroid yang sering terbatas hanya pada

salah satu pasang kembar monozigot menyarankan bekerjanya faktor yang merugikan

selama kehidupan intrauterin.

2.2.1.3 Etiologi

Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan sebagai (1) primer (kegagalan tiroid),

(2) sekunder (terhadap kekurangan TSH hipofisis), atau (3) tersier (berhubungan

dengan defisiensi TRH hipotalamus)-atau mungkin karena (4) resistensi perifer

terhadap kerja hormon tiroid.

Primer :

1. Tiroiditis Hasimoto :

a. Dengan goiter

b. Atropi tiroid idiopatik, diduga sebagai stadium akhir penyakit tiroid autoimun,

setelah tiroiditis Hashimoto atau penyakit Graves.

2. Terapi iodin radioaktif untuk penyakit Graves.

3. Tiroidektami subtotal untuk penyakit Graves atau goiter nodular.

4. Asupan iodide berlebihan (kelp, zat warna kontras)

5. Tiroiditis subakut.

6. Penyebab yang jarang di Amerika Serikat.

a. Defisiensi iodide.

b. Bahan goitrogenik lain seperti litium; terapi dengan obat antitiroid.

c. Kelainan bawaan sintesis hormon tiroid.

Sekunder : Hipopituitarisme karena adenoma hipofisis, terapi ablasi hipofisis,

atau destruksi hipofisis.

Tersier : Disfungsi hipotalamus (jarang).

Resistensi perifer terhadap kerja hormon tiroid.( Faizi, M, 2008)

13

Page 15: THYROID dan KELAINANNYA

2.2.1.4 Patogenesis

Defisiensi hormon tiroid mempengaruhi semua jaringan tubuh, sehingga

gejalanya bermacam-bermacam. Kelainan patologis yang paling khas adalah

penumpukan glikoaminoglikan kebanyakan asam hialuronat pada jaringan interstisial.

Penumpukan zat hidrofilik dan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap albumin

ini bertanggung jawab terhadap terjadinya edema interstisial yang paling jelas pada

kulit, otot jantung dan otot bergaris. Penumpukkan ini tidak berhubungan dengan

sintesis berlebih tapi berhubungan dengan penurunan destruksi glikoaminoglikan

(Barret, 2003).

2.2.1.5 Gejala Klinis

A. Bayi baru lahir (Kretinisme) : Istilah kretinisme mula-mula digunakan untuk

bayi-bayi pada daerah-daerah asupan iodin rendah dan goiter endemic dengan

retardasi mental, postur pendek, muka dan tangan tampak sembab dan (seringkali)

tuli mutisma dan tanda-tanda neurologis yaitu kelainan traktus piramidalis dan

ekstrapiramidalis. Di Amerika Serikat, program skrining neonatus telah

memperlihatkan bahwa pada populasi kulit puthi insidens hipotiroidisme neonatus

adalah 1 : 5000, sementara pada populasi kulit hitam insidensnya hanya 1 : 32.000.

Hipotiroidisme neonatus dapat diakibatkan dari kegagalan tiroid untuk desensus

selama periode perkembangan embrionik dari asalnya pada dasar lidah ke tempat

seharusnya pada leher bawah anterior, yang berakibat timbulnya kelenjar "tiroid

ektopik" yang fungsinya buruk. Transfer plasenta TSH-R Ab [blok] dari ibu pasien

tiroiditis Hashimoto ke embrio, dapat menimbulkan agenesis kelenjar tiroid dan

"kretinisme atireotik". Defek bawaan pada biosintesis hormon tiroid menimbulkan

hipotiroidisme neonatus termasuk pemberian iodida, obat antitiroid, atau radioaktif

iodin untuk tirotoksikosis saat kehamilan.

Gejala-gejala hipotiroidisme pada bayi baru lahir adalah kesukaran bernapas,

sianosis, ikterus, kesulitan makan, tangisan kasar, hernia umbilikalis dan retardasi

14

Page 16: THYROID dan KELAINANNYA

berat dan retardasi pematangan tulang yang nyata. Epifisis tibia proksimal dan

epifisis femur distal terdapat pada semua bayi cukup bulan dengan berat badan lebih

dari 2500 g. Tidak adanya epifisis ini merupakan bukti kuat adanya hipotiroidisme.

Pengenalan skrining rutin terhadap bayi baru lahir untuk TSH dan Tq telah menjadi

keberhasilan besar dalam diagnosis dini hipotiroidisme neonatus. T4 serum di bawah

6 g/dL atau TSH serum di atas 30 U/mL indikatif adanya hipotiroidisme neonatal.

Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan bukti radiologis adanya retardasi umur tulang.

B. Anak : Hipotiroidisme pada anak-anak ditandai adanya retardasi pertumbuhan dan

tanda-tanda retardasi mental. Pada remaja, pubertas prekok dapat terjadi, dan

mungkin ada pembesaran sella tursika di samping postur tubuh pendek. Hal ini tidak

berhubungan dengan tumor hipofisis tapi mungkin berhubungan dengan hipertrofi

hipofisis yang berhubungan dengan produksi TSH berlebihan.

C. Dewasa : Pada orang dewasa, gambaran umum hipotiroidisme termasuk mudah

lelah, kedinginan, penambahan berat badan, konstipasi, menstruasi tidak teratur, dan

kram otot. Pemeriksaan fisik termasuk kulit yang dingin, kasar, kulit kering, wajah

dan tangan sembab, suara parau dan kasar, refleks lambat . Menurunkan konversi

karoten menjadi vitamin A dan peningkatan karoten dalam darah sehingga

memberikan warna kuning pada kulit.

1. Tanda kardiovaskular Hipotiroidisme ditandai oleh adanya gangguan kontraksi

otot, bradikardi, dan penurunan curah jantung. EKG memperlihatkan kompleks QRS

tegangan rendah dan gelombang P dan T, dengan perbaikan pada respons terhadap

terapi. Pembesaran jantung dapat terjadi; pembesaran ini bisa disebabkan oleh edema

interstisial, pembengkakan miofibril non-spesifik, dan dilatasi ventrikel kiri tapi

sering karena efusi perikardial . Derajat efusi pericardial dengan mudah dapat

ditentukan dengan ekokardiografi. Walau curah jantung berkurang, jarang dijumpai

gagal jantung kongestif dan edema pulmonum. Ada pertentangan apakah miksedema

mendorong terjadinya penyakit arteri koronaria, tetapi penyakit arteri koronaria lebih

umum terjad i pada pasien dengan hipotiroidisme, khususnya pasien lebih tua. Pada

15

Page 17: THYROID dan KELAINANNYA

pasien dengan angina pektoris, hipotiroidisme dapat melindungi jantung dari stres

iskemik, dan terapi penggantian dapat mencetuskan angina.

2. Fungsi paru Pada orang dewasa, hipotiroid ditandai dengan pernapasan dangkal

dan lambat dan gangguan respons ventilasi terhadap hiperkapnia atau hipoksia.

Kegagalan pernapasan adalah masalah utama pada pasien dengan koma miksedema.

3. Peristaltik usus jelas menurun, berakibat konstipasi kronis dan kadangkadang ada

sumbatan feses berat atau ileus.

4. Fungsi ginjal terganggu, dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan

kegagalan kemampuan untuk mengekskresikan beban cairan. Hal ini disebabkan

pasien miksedema mempunyai predisposisi terhadap intoksikasi cairan jika cairan

dalam jumlah berlebihan diberikan.

5. Anemia Setidaknya ada empat mekanisme yang turut berperan dalam terjadinya

anemia pada pasien hipotiroidisme: (1) gangguan sintesis hemoglobin sebagai akibat

defisiensi hormon tiroksin; (2) defisiensi zat besi dari peningkatan kehilangan zat besi

akibat menoragia, demikian juga karena kegagalan usus untuk mengabsorbsi besi; (3)

defisiensi asam folat akibat gangguan absorbsi asam folat pada usus; dan (4) anemia

pernisiosa, dengan anemia megaloblastik defisiensi vitamin B12. Anemia pernisiosa

seringkali merupakan bagian spektrum penyakit autoimun, termasuk miksedema

akibat tiroiditis kronika berhubungan dengan autoantibodi tiroid, anemia pernisiosa

berhubungan dengan autoantibodi sel parietalis, diabetes melitus berhubungan dengan

autoantibodi sel-sel pulau Langerhans, dan insufisiensi adrenal berhubungan dengan

autoantibodi adrenal .

6. Sistem neuromuskular Banyak pasien mengeluh gejala-gejala yang menyangkut

sistem neuromuskular, seperti, kram otot parah, parestesia, dankelemahan otot.

7. Gejala-gejala sistem saraf pusat dapat termasuk kelemahan kronis, letargi, dan

tidak mampu berkonsentrasi. Hipotiroidisme mengakibatkan gangguan konversi

metabolisme perifer dari prekursor estrogen menjadi estrogen, berakibat perubahan

sekresi FSH dan LH dan siklus anovulatoar dan infertilitas. Hal ini dihubungkan

dengan menoragia berat. Pasien-pasien miksedema biasanya cukup tenang tapi dapat

16

Page 18: THYROID dan KELAINANNYA

sangat depresi atau bahkan sangat agitatif ("kegilaan miksedema" = "myxedema

madness"). ((Behrman, 2000)

2.2.1.6 Diagnosis

Anamnesis :

Apakah berasal dari daerah gondok endemik?

Struma pada ibu. Apakah ibu diberi KI, PTU waktu hamil?

Adakah keluarga yang struma?

Perkembangan anak.

Gejala klinis :

Dicurigai adanya hipotiroid bila skor Apgar hipotiroid kongenital > 5; tetapi

tidak adanya gejala atau tanda yang tampak, tidak menyingkirkan kemungkinan

hipotiroid kongenital.

Tabel : Skor Apgar pada hipotiroid kongenital

Gejala klinis Skor

Hernia umbilicalis 2

Kromosom Y tidak ada (wanita) 1

Pucat, dingin, hipotermi 1

Tipe wajah khas edematus 2

Makroglosi 1

Hipotoni 1

Ikterus lebih dari 3 hari 1

Kulit kasar, kering 1

Fontanella posterior terbuka (>3cm) 1

Konstipasi 1

Berat badan lahir > 3,5 kg 1

Kehamilan > 40 minggu 1

Total 15

17

Page 19: THYROID dan KELAINANNYA

Laboratorium :

Darah, air kemih, tinja, kolesterol serum.

T3, T4, TSH.

Nilai normal hormon tiroid T4 sebesar 18,0 ug/dl. Nilai FTI sebesar 21,4 ug/dl; kadar

normal, 3,9-14,0 ug/dl. Sedangkan T3 sebesar 567 ng/dl; normal 80-220 ng/dl nilai

TSH hanya 0,03 uIU/ml; kadar normal, 0,50-4,00 uIU/ml.

Radiologis :

USG atau CT scan tiroid.

Tiroid scintigrafi.

Umur tulang (bone age).

X-foto tengkorak .

Diagnosis hipotiroid dapat dilakukan :

- In utero :

Pemeriksaan USG (ada tidaknya goiter).

- Post natal :

Uji tapis tiroid pada bayi baru lahir (setelah hari ketiga) :

Pelaksanaan bisa dilakukan dengan 3 cara:

Pemeriksaan primer TSH.

Pemeriksaan T4 ditambah dengan pemeriksaan TSH dari sampel darah yang

sama, bila hasil T4 rendah.

Pemeriksaan TSH dan T4 sekaligus pada satu sampel darah.

Nilai cut-off adalah 25U/ml. Bila nilai TSH <25U/ml dianggap normal; kadar

TSH >50 U/ml dianggap abnormal dan perlu pemeriksaan klinis dan pemeriksaan

TSH dan T4 plasma. Bila kadar TSH tinggi > 40 U/ml dan T4 rendah, < 6 g/ml,

bayi diberi terapi tiroksin dan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Bayi dengan

kadar TSH diantara 25-50 U/ml, dilakukan pemeriksaan ulang 2-3 minggu

kemudian.

18

Page 20: THYROID dan KELAINANNYA

Skor Apgar Hipotiroid Kongenital.( Cahyono, H, A, 2007)

Data laboratorium. Kebanyakan program skrining bayi lahir di Amerika utara

mengukur kadar T4 ditambah dengan pengukuran TSH, bila T4 rendah. Pendekatan ini

mengenali bayi dengan hipotiroidisme primer, penderita dengan globulin pengikat

tiroksin (thyroxine- binding globulin [TBG]) yang rendah dan beberapa dengan

hipotiroidisme hipotalamus atau pituitaria, dan bayi yang hipertiroksinemia. Program

skrining neonatus di jepang dan eropa didasarkan pada pengukuran TSH primer;

pendekatan ini gagal mengenai bayi dengan hipertiroksinemia, TBG rendah, dan

hipotiroidisme hipotalamus atau pituitaria tetapi dapat mendeteksi bayi-bayi dengan

hipotiroidisme terkompensasi (T4 normal, TSH meningkat). Dengan salah satu dari

pemeriksaan ini, perawatan khusus perlu diberikan dengan kisaran nilai normal

menurut usia penderita, terutama pada umur minggu-minggu pertama. Tanpa melihat

pendekatan yang digunakan pada skrining, beberapa bayi lolos dari deteksi karena

kesalahan teknis; klinis harus tetap waspada pada manifestasi klinis hipotiroidisme.

Kadar T4 serum rendah; kadar T3 serum dapat normal dan tidak bermanfaat

pada diagnosis. Jika defeknya terutama pada tiroid , kadar TSH meningkat, sering

diatas 100µU/ml. Kadar prolaktin serum meningkat berkolerasi dengan kadar TSH

serum. Kadar Tg serum biasanya rendah pada bayi dengan disgenesis tiroid atau

defek sintesis atau sekresi Tg. Kadar Tg yang tidak dapat di deteksi biasanya

menunjukkan aplasia tiroid. Perhatian yang khusus harus diberikan pada kembar

monoamnion, karena setidaknya pada 4 kasus skrining neonatus gagal mendeteksi

kembar yang tidak serasi (discordant) dengan hipotiroidisme, dan diagnosisnya

tideutiak dilakukan sampai bayi berusia 4-5 bulan. Nampaknya, transfuse darah

eutiroid dari bayi kembar yang tidak terkena, kadar T4 dan TSH serum bayi kembar

yang terkena dinormalisasi pada skrining awal.

Retardasi perkembangan tulang dapat ditunjukkan dengan rontgenografi pada

saat lahir pada sekitar 60% hipotiroid dengan congenital dan menunjukkan beberapa

kehilangan hormone tiroid selama kehidupan intrauterine. Misalnya, epifisis femoris

distal, yang normalnya ada pada saat lahir, seringkali tidak ada. Pada penderita yang

19

Page 21: THYROID dan KELAINANNYA

tidak diobati, ketidaksesuaian antara usia kronologis dan perkembangan tulang

bertambah. Epifisis sering memiliki banyak fokus penulangan (disgenesis epifisis);

deformitas (retak) vertebrae torakalis 12 atau lumbalis 1 atau 2 adalah biasa.

Rontgenogram tengkorak menunjukkan fontanella besar dan sutura lebar; tulang

antara sutura biasanya ada. Sella tursika sering membesar dan bulat ; pada keadaan

yang jarang mungkin ada erosi dan penipisan. Keterlambatan pada pembentukan dan

erupsi gigi dapat terjadi. Pembesaran jantung atau efusi perikardium dapat ada.

Skintigrafi dapat membantu memperjelas penyebab yang mendasari pada bayi

dengan hipotiroidisme congenital, tetapi pengobatan tidak boleh terlalu lambat karena

penelitian ini. 125 I- natrium yodida lebih unggul daripada 99mTc-natrium pertekhnetat

untuk tujuan ini. Pemeriksaan ultrasuara tiroid atau kadar Tg serum bukan alternative

yang dapat dipercaya untuk skenning radionuklida. Peragaan jaringan tiroid ektopik

dignostik disgenesis tiroid dan membutuhkan pengobatan seumur hidup dengan T4.

Kegagalan memperagakan suatu jaringan tiroid menunjukkan adanya aplasia tiroid

tetapi juga terjadi pada neonatus dengan TRBAb dan pada bayi dengan defek

penangkapan yodium.Kelenjar tiroid yang terletak normal dengan ambilan

radionuklid kuat atau normal menunjukkan defek pada biosintesis hormone tiroid.

Penderita hipotiroidisme gondok mungkin memerlukan evaluasi yang luas.

Termaksud pemeriksaan radioyodium, uji cairan perklorat, penelitian kinetic,

khromatografi, dan pemeriksaan jaringan tiroid, bila harus ditentukan sifat biokimia

defek.

Elektrokardiogram dapat menunjukkan gelombang P dan T voltase rendah

dengan amplitudo kompleks QRS yang menurun dan menunjukkan fungsi ventrikel

kiri jelek dan adanya efusi pericardium. Elektroensefalogram sering menunjukkan

voltase yang rendah. Pada anak diatas usia umur 2 tahun , kadar kolesterol serum

biasanya meningkat.( Behrman, A ,K, 2000)

2.2.1.7 Diagnosis Banding

Mongolisme

20

Page 22: THYROID dan KELAINANNYA

Sering disertai hipotiroid kongenital, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan faal

tiroid secara rutin.

-         epikantus (+)

-         makroglosi (+)

-         miksedema (-)

-         retardasi motorik dan mental

-     trisomi 21

Hipopituitarisme

Akondroplasia

2.2.1.8 Komplikasi-komplikasi

A. Koma miksedema : Koma miksedema adalah stadium akhir dari hipotiroidisme

yang tidak diobati. Ditandai oleh kelemahan progresif, stupor, hipotermia,

hipoventilasi, hipoglisemia, hiponatremia, intoksikasi air, syok dan meninggal.

Walaupun jarang, ini dapat terjadi lebih sering dalam masa mendatang, dihubungkan

dengan peningkatan penggunaan radioiodin untuk terapi penyakit Graves, dengan

akibat hipotiroidisme permanen. Karena ini paling sering pada pasien-pasien tua

dengan adanya dasar penyakit paru dan pembuluh darah, mortalitasnya sangat tinggi.

Pasien (atau seorang anggota keluarga bila pasien koma) mungkin ingat akan

penyakit tiroid terdahulu, terapi radioiodin, atau tiroidektomi: Anamnesis

menunjukkan awitan bertahap dari letargi terus berlanjut menjadi stupor atau koma.

Pemeriksaan menunjukkan bradikardi dari hipotermia berat dengan suhu tubuh

mencapai 24° C (75° F). Pasien biasanya wanita tua gemuk dengan kulit kekuning-

kuningan, suara parau, lidah besar, rambut tipis, mata membengkak, ileus dan refleks-

refleks melambat. Mungkin ada tanda-tanda penyakit-penyakit lain seperti pneumonia

infark miokard, trombosis serebral atau perdarahan gastrointestinal. Petunjuk

laboratorium dari diagnosis koma miksedema, termasuk serum "lactescent", karotin

serum yang tinggi, kolesterol serum yang meningkat, dan protein cairan

serebrospinalis yang meningkat. Efusi pleural, perikardial atau abdominal dengan

21

Page 23: THYROID dan KELAINANNYA

kandungan protein tinggi bisa juga didapatkan. Tes serum akan menunjukkan FT4

yang rendah dan biasanya TSH yang sangat meningkat. Asupan iodin radioaktif tiroid

adalah rendah dan antibodi antitiroid biasanya positif kuat, menunjukkan dasar

tiroiditis EKG menunjukkan sinus bradikardi dan tegangan rendah. Seringkali bila

pemeriksaan laboratorium tidak tersedia, diagnosis harus dibuat secara klinis.

Patofisiologi koma miksedema menyangkut 3 aspek utama : (1) retensi CO2

dan hipoksia; (2) ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; dan (3) hipotermia. Retensi

CO2 telah lama dikenal sebagai bagian internal dari koma miksedema dan dianggap

diakibatkan oleh faktor-faktor seperti : obesitas, kegagalan jantung, ileus, imobilisasi,

pneumonia, efusi pleural atau peritoneal, depresi sistem saraf pusat dan otot-otot dada

yang lemah cukup turut berperan. Kegagalan pasien miksedema berespons terhadap

hipoksia atau hiperkapnia mungkin akibat hipotermia. Kegagalan dorongan

ventilatori sering berat, dan bantuan pernapasan hampir selalu dibutuhkan pada

pasien dengan koma miksedema. Terapi hormone tiroid pada pasien-pasien

miksedema memperbaiki hipotermia dan sangat meningkatkan respons ventilasi

terhadap hipoksia. Karena dorongan ventilasi yang terganggu, respirasi yang dibantu

hampir selalu perlu pada pasien dengan koma miksedema. Gangguan cairan dan

elektrolit yang utama adalah intoksikasi cairan akibat syndrome of inappropriate

secretion of vasopressin (SIADH). Kelainan ini terlihat sebagai hiponatremia dan

ditangani dengan restriksi air.

Hipotermia sering tidak dikenali karena termometer klinis biasanya hanya

sampai kira-kira 34°C (93°F); suatu jenis termometer laboratorium yang mencatat

skala yang lebih besar harus digunakan untuk mendapatkan pembacaan suhu tubuh

yang tepat. Suhu tubuh yang rendah bisa disebabkan karena hilangnya stimulasi

tiroksin pada mekanisme transpor natrium kalium dan aktivitas ATPase yang

menurun. Penghangatan kembali tubuh secara aktif adalah kontra indikasi, karena

dapat menginduksi vasodilatasi dan kolaps vaskular. Peningkatan suhu tubuh adalah

indikasi yang berguna untuk melihat efektivitas tiroksin.

22

Page 24: THYROID dan KELAINANNYA

Kelainan-kelainan lain yang dapat mendorong terjadinya koma miksedema

termasuk gagal jantung, edema paru, efusi pleural atau peritoneal, ileus, kelebihan

pemberian cairan, atau pemberian pemberian obat-obat sedatif atau narkotik pada

pasien dengan hipotiroidisme berat. Insufisiensi adrenal kadang-kadang terjadi

berkaitan dengan koma miksedema, tetapi ini relatif jarang dan biasanya berhubungan

dengan miksedema hipofisis atau insufisiensi adrenal autoimun yang terjadi

bersamaan (Sindroma Schmidt). Kejang, episode perdarahan, hipokalsemia atau

hiperkalsemia bisa dijumpai. Adalah penting untuk membedakan miksedema

hipofisis dari miksedema primer. Pada miksedema hipofisis, bisa didapatkan

insufisiensi adrenal dan pengganti adrenal perlu dilakukan. Petunjuk klinis tentang

adanya miksedema hipofisis termasuk riwayat adanya amenore atau impotensi dan

rambut pubis atau aksilar yang jarang; kolesterol serum normal dan kadar TSH

hipofisis yang normal atau rendah. Pada CT scan atau MRI dapat memperlihatkan

pelebaran sella tursika. Terapi koma miksedema, dibicarakan di bawah.

B. Miksedema dan Penyakit Jantung : Dahulu, terapi pasien dengan miksedema

dan penyakit jantung, khususnya penyakit arteri koronaria, sangat sukar karena

penggantian levotiroksin seringkali dihubungkan dengan eksaserbasi angina, gagal

jantung, infark miokard. Namun karena sudah ada angioplasty koronaria dan bypass

arteri koronaria, pasien dengan miksedema dan penyakit arteri koronaria dapat

diterapi secara operatif dan terapi penggantian tiroksin yang lebih cepat dapat

ditolerir.

C. Hipotiroidisme dan Penyakit Neuropsikiatrik : Hipotiroidisme sering disertai

depresi, yang mungkin cukup parah. Lebih jarang lagi, pasien dapat mengalami

kebingungan, paranoid, atau bahkan maniak ("myxedema madness"). Skrining

perawatan psikiatrik dengan FT4 dan TSH adalah cara efisien untuk menemukan

pasien-pasien ini, yang mana seringkali memberikan respons terhadap terapi tunggal

levotrioksin atau dikombinasi dengan obat-obat psikofarmakologik. Efektivitas terapi

pada pasien hipotiroid yang terganggu meningkatkan hipotesis bahwa penambahan T3

23

Page 25: THYROID dan KELAINANNYA

atau T4 pada regimen psikoterapeutik untuk pasien depresi, mungkin membantu

pasien tanpa memperlihatkan penyakit tiroid. Penelitian lebih jauh harus dilakukan

untuk menegakkan konsep ini sebagai terapi standar.( Anwar, R. 2005)

Komplikasi yang lain mungkin terjadi bila hipotiroid ini tak ditangani segera,

anak pasti mengalami gangguan pendengaran, karena saraf pendengarannya

terganggu. Demikian pula pertumbuhannya terganggu alias bertubuh pendek. Selain

itu, anak menderita anemia karena hormon tiroid juga digunakan untuk proses

pembentukan darah. Untuk mencegah semua itu, lakukan skrining. Terlebih untuk

bayi lahir prematur yang berisiko, juga bila ibunya mengalami gangguan tiroid.

2.2.1.9 Terapi

Hormon tiroid

Obat pilihan adalah Sodium L-Thyroxine, diberikan sedini mungkin.

Mekanisme kerja obat:

Percepatan proses metabolisme oksidatif → peningkatan perputaran energi

pada seluruh organism (efek kalorigenik) → peningkatan metabolisme karbohidrat,

protein, lemak; pemakaian oksigen (misalnya peningkatan tekanan darah, penurunan

kadar kolesterol darah, perpendekan masa reflex, sinergisme dengan katekolamin,

kenaikan frekuensi jantung, pengurangan resistensi pembuluh darah perifer),

peningkatan pertumbuhan, kematangan jasmani dan rohani (fungsi kelenjar tiroid

yang kurang pada wanita hamil mengakibatkan kretinismus pada anaknya).

Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid ada, diberikan dosis seperti tabel

berikut :

Umur Dosis µg/kg BB/hari

0-3 bulan

3-6 bulan

6-12 bulan

1-5 tahun

10-15

8-10

6-8

5-6

24

Page 26: THYROID dan KELAINANNYA

2-12 tahun

> 12 tahun

4-5

2-3

 

Kemudian, konfirmasi diagnosis mungkin diperlukan untuk beberapa bayi

untuk mengesampingkan kemungkinan hipotiroidisme sementara. Ini tidak

diperlukan pada bayi dengan ektopia tiroid yang terbukti atau pada mereka yang

menampakkan peningkatan kadar TSH setelah 6-12 bulan terapi karena buruknya

ketaatan atau dosis T4 yang tidak cukup. Penghentian terapi pada usia sekitar 3 tahun

selama 3-4 minggu menyebabkan kenaikan tajam kadar TSH pada anak dengan

hipotiroidisme permanen.

Satu-satunya pengaruh natrium - L-tiroksin yang berbahaya adalah terkait

dengan dosisnya. Kadang-kadang anak yang lebih tua (8-13 tahun) dengan

hipotiroidisme didapat dapat menjadi pseudotumor otak dalam 4 bulan pertama

pengobatan. Pada anak yang lebih tua, setelah kejar pertumbuhan berakhir, angka

pertumbuhan menunjukkan indeks kecukupan terapi yang sangat baik. Orang tua

harus di ingatkan lebih dahulu mengenai perubahan pada perilaku dan aktivitas yang

diharapkan selama terapi, dan perhatian khusus harus diberikan pada tiap defisit

perkembangan atau neurologis.( Cahyono, H, A. 2007)

2.2.1.10 Pemantauan

Kemungkinan terjadinya hipertiroidisme perlu diwaspadai. Dosis yang

berlebihan dapat mengakibatkan takikardia, kecemasan berlebihan, gangguan tidur,

dan gejala tirotoksikosis yang lain. Pemberian tiroksin berlebihan jangka lama

mengakibatkan terjadinya kraniosinostosis. Pemeriksaan fungsi tiroid.

o     2-4 minggu setelah terapi dimulai dan 2 minggu setelah setiap perubahan

dosis.

o     Secara berkala dianjurkan tiap 1-2 bulan dalam 1 tahun pertama kehidupan,

selanjutnya tiap 3 bulan pada tahun kedua sampai ketiga.

25

Page 27: THYROID dan KELAINANNYA

Apabila fase perkembangan otak sudah dilalui, pemantauan dapat dilakukan 3

bulan sampai 6 bulan sekali dengan mengevaluasi pertumbuhan linear, berat badan,

perkembangan motorik dan bahasa serta kemampuan akademis untuk yang sudah

bersekolah. Umur tulang dipantau tiap tahun. ( Cahyono, H, A. 2007)

2.2.1.11 Prognosis

Makin muda dimulai pemberian hormon tiroid, makin baik prognosisnya.

Prognosis jelek pada kasus yang terlambat diobati, terutama defisit IQ. Sebaliknya

penderita yang diobati dengan hormon tiroid sebelum umur 3 bulan, dapat mencapai

pertumbuhan dan IQ yang mendekati normal. Oleh karena itu diagnosa dini sangat

penting, namun sangat sulit ditegakkan secara klinis karena seringkali pada waktu

lahir bayi tampak normal, kalaupun memperlihatkan gejala sangat samar dan tidak

spesifik. Gejala khas hipotiroid biasanya tampak jelas pada saat bayi berumur

beberapa bulan.( Cahyono, H, A. 2007)

Perjalanan miksedema yang tidak diobati adalah penurunan keadaan secara

lambat yang akhirnya menjadi koma miksedema dan kematian. Namun, dengan terapi

sesuai, prognosis jangka panjang sangat menggembirakan.

Pada suatu waktu angka mortalitas koma miksedema mencapai kira-kira 80%.

Prognosis telah sangat membaik dengan diketahuinya pentingnya respirasi yang

dibantu secara mekanis dan penggunaan levotiroksin intravena. Pada saat ini,

hasilnya mungkin tergantung pada seberapa baiknya masalah penyakit dasar dapat

dikelola.

Penyakit inflamasi Tiroid (Tiroiditis)

Ditandai dengan pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid. Klasifikasi

(Noer, 1996)

1. Acute (Suppurative) thyroiditis

Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk khas

infeksi bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab antara lain

26

Page 28: THYROID dan KELAINANNYA

Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi

terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran

getah bening, trauma langsung dan duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang

tejadi dapat disertai abses atau tanpa abses. Gejala klinis berupa nyeri di leher

mendadak, malaise, demam, menggigil, dan takikardi. Nyeri bertambah pada

pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak dengan tanda-

tanda radang lain dan sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan

leukositosis, LED meninggi, sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin. Pengobatan

utama adalah antibiotik. Kokus gram positif biasanya diatasi dengan penisilin atau

derivatnya, tetrasiklin atan kloramfenikol. Apabila terjadi abses melibatkan satu lobus

diperlukan lobektomi (dengan lindungan antibiotik). Jika infeksi sudah menyebar

melalui kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya, diperlukan insisi dan drainage.

2. Subacute Thyroiditis.

Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibodi

autoimun. Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke telinga, demam,

malaise, disertai hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada pameriksaan fisik

ditemukan tiroid membesar, nyeri tekan, biasanya disertai takikardi berkeringat,

demam, tremor dan tanda-tanda lain hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium

sering di jumpai leukositosis, laju endap darah meningkat. Pada 2/3 kasus kadar

hormon tiroid meninggi karena penglepasan yang berlebihan akibat destruksi kelenjar

tiroid oleh proses inflamasi. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri sehingga

pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis. Dapat diberikan asetosal untuk

mengurangi nyeri. Pada keadaan berat dapat diberikan glukokortokoid misalnya

prednison dengan dosis awal 50 mg/hari.

3. Chronic Thyroiditis

3.1 Hashimoto’s thyroiditis.

27

Page 29: THYROID dan KELAINANNYA

Merupakan jenis tiroiditis yang paling sering terjadi, biasanya ditandai dengan

pembesaran tiroid tidak atau dengan nyeri dan nyeri lepas. Pada umunya lebih sering

terjadi pada wanita dan terkadang menyebabkan disfagia.

Tiroiditis hashimoto dipercaya sebagai penyakit autoimun, pada beberapa

pasien sensitive terhadap jaringan tiroidnya sendiri dan antibody antitiroidnya, titer

serum antimikrosomal, antitiroglobulin antibody yang tinggi sangat membantu dalam

menentukan diagnosa. Diberikan hormon tiroid dengan dosis yang rendah sebagai

terapi, operasi diindikasikan pada keadaan dimana terjadi penekanan organ Karena

pembesaran yang terjadi, curiga malignancy, dan untuk alasan kosmetik. Untuk

pasien dengan choking symptoms pembedahan pada ismus dapat memberikan rasa

lega.

Jika tiroid membesar tidak simetris dan gagal untuk mengecil pada pemberian

hormon tiroid eksogen, atau mengandung nodul discrete , maka tiroidektomi dapat di

rekomendasika, needle biopsy dapat juga membantu dalam menegakan diagnosa.

3.2 Riedel’s thyroiditis

Kondisi yang jarang sekali terjadi, tiroid mengeras seprti kayu dengan

fibrosis, dan inflamasi yang kronik di dalam dan disekitar kelenjar. Proses inflamasi

menginfiltrasi otot dan menyebabkan gejala kompresi pada trachea, hipotiroidism

biasanya timbul dan tindakan bedah diperlukan untuk mengurangi obstruksi pada

trachea atau esophagus.

2.2.2 HIPERTIROIDISME DAN TIROTOKSIKOSIS

Tirotoksikosis adalah sindroma klinis yang terjadi bila jaringan terpajan

hormone tiroid beredar dalam kadar tinggi. Pada kebanyakan kasus, tiroksikosis

disebabkan hiperaktivitas kelenjar tiroid atau hipertiroidisme. Kadang-kadang,

tirotoksikosis bisa disebabkan sebab-sebab lain seperti menelan hormon tiroid

berlebihan atau sekresi hormon tiroid berlebihan dari tempat-tempat ektopik.

Nodul hipertiroid dibedakan atas struma multinoduler toksik dan struma

uninoduler toksik atau nodul toksik, insiden struma multinoduler toksik di Inggris

28

Page 30: THYROID dan KELAINANNYA

dilaporkan sebanyak 5-8 % dari kasus hipertiroid, sedangkan di Jerman dilaporkan

oleh Fischer sebanyak 34 %. Di Selandia baru, Brownlie melaporkan sesuai dengan

pemeriksaan sidik tiroid dengan menggunakan Tc99m pertechnetate didapatkan kasus

hipertiroid sebanyak 75 % Graves, 15 % struma multinodular toksik, dan 10 %

struma uninodular toksik. (Sumual, 1992). Struma multinodular toksik disebut juga

sebagai sindroma Marine-Lenhart dan struma uninodular toksik disebut juga adenoma

toksik atau penyakit plummer. Kemungkinan keganasan pada nodul yang hipertiroid

sekitar 2 % (Sylvia, 2003).

2.2.2.1 Struma Difusa Toksika (Penyakit Graves)

2.2.2.1.1 Definisi

Penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang mempunyai manifestasi yang

ditandai dengan gejala hipertiroidisme karena adanya produksi hormon trioid yang

tinggi dengan mekanisme adanya autoantibody TSH-R Ab (Thyroid Stimulating

Hormone Receptor Antibody) yang menginduksi folikel sel tiroid untuk

memproduksi sejumlah hormon T4 dan T4. (Woeber, Kenneth A, 1986)

2.2.2.1.2 Etiologi

Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit otoimun, dimana penyebabnya

sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai predisposisi

genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat

dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit

Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini ditemukan 5

kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur.

Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.

( Shahab,2002)

2.2.2.1.3 Patofisiologi

29

Page 31: THYROID dan KELAINANNYA

Penyakit Graves ditandai dengan adanya limfosit baik sel B maupun sel T yang

mudah tersentisisasi oleh paling sedikit 4 autoantigen tiroid yaitu reseptor TSH,

tiroglobulin, tiroid peroksidase (TPO) dan sodium/iodide kontrasporter. Reseptor

TSH merupakan autoantigen primer pada penyakit Graves dan yang lain merupakan

autoantigen sekunder. Pada penyakit Graves limfosit T menjadi tersentisisasi oleh

antigen dan menstimulasi limfosit B untuk mensintesis antinodi terhadap antigen

tersebut. (Bauer, 2006)

Sel-sel limfosit B yang terkumpul dalam kelenjar tiroid penderita Graves

menurunkan respon proliferative terhadap sel B dan sekresi immunoglobulin basal

meningkat disbanding dengan sel B di perifer, ini menunjukkan status yang aktif. Sel

B tiroid ini secara in vitro juga mensekresi autoantibodi tiroid secara spontan untuk

melawan preaktivasi. Kelenjar tiroid merupakan tempat primer produksi autoantibody

tiroid pada penderita ini. (Bauer, 2006)

Pada penderita penyakit Graves kelenjar tiroid tidak lagi di bawah kontrol TSH

hipotalamus tapi secara terus menerus distimulasi oleh antibodi TSH-like activity,

yang kebanyakan ditemukan dalam subklas IgG1. Antibodi yang terikat pada reseptor

TSH dibagi menjadi 2, antibodi yang mengawali proses tranduksi sinyal intraseluler

disebut sebagai TSH-receptor-stimulating Antibodies (TSH-rs-Ab),sedangkan yang

satunya disebut sebagai TSH-receptor-blocking Antibodies (TSH-rb-Ab). TSH-rs-Ab

hanya terdeteksi pada penderita Graves. Di antara penderita penyakit Graves yang

baru didiagnosis sekitar 80-85% terdeteksi adanya TSH-rs-Ab dalam serumnya.

Konsentrasi TSH-rs-Ab dalam serum tampaknya menurun selama pengobatan

antitiroid dan konsentrasi yang tetap tinggi mendukung terjadinya tirotoksikosis bila

obat dihentikan. Ikatan antara TSH-rs-Ab dengan reseptor TSH tergantung pada

struktur tiga dimensi dari reseptor itu sendiri yang berarti adanya multipel epitop pada

permukaan reseptor TSH yang merupakan region imunogenik. Kebalikannya TSH-

rb-Ab kebanyakan terikat pada bagian kecil dari domain ekstraseluler yang berada di

dekat membrane. (Minanti, B.R, 2006)

30

Page 32: THYROID dan KELAINANNYA

Sebagaimana TSH, TSH-rs-Ab mengaktivasi adenyl cyclase-cAMP dan protein

kinase C-phosphoinositide signal transduction systems, yang mengakibatkan

pengeluaran hormone tiroid dan tiroglobulin dan menstimulasi ambilan dan

organifikasi iodine, sintesa protein dan pertumbuhan sel folikular tiroid. (Minanti,

B.R, 2006)

\\

2.2.2.1.4 Diagnosis

Manifestasi Klinis

Manifestasi dari penyakit Graves: Struma difusa toksika, Ophtalmopathy, dan

Dermopathy (pretibial miksedema). Pasien penyakit Graves menunjukkan gejala

hipertiroid yakni: disfagia, iritabilitas dan emosi yang labil, tidak dapat tidur dan

gelisah, tidak mampu berkonsentrasi, perburukan tulisan tangan dan kemampuan

sekolah yang menurun, frekuensi BAB yang meningkat atau diare, palpitasi, pruritus,

kehilangan BB, selera

makan bertambah,

jarang haid, badan lemas dan

mudah lelah dan intoleransi

panas. ( Woeber,1986)

31

Gambar 4.1. Patofisiologi Penyakit Graves(sumber Kapita Selekta Endokrin Metabolik hal 7)

Page 33: THYROID dan KELAINANNYA

Penyakit hipertiroid mempengaruhi multiorgan yang dapat dilihat sebagai

tanda klinis sebagai berikut:

Umum

Penderita biasanya tinggi kurus, dengan tatapan melotot dan perilaku gelisah

Penderita mungkin duduk dengan berpegangan untuk mengontrol kegelisahan

mereka

Denyut nadi yang melebar cepat bisanya khas ditemukan.( Woeber,1986)

Mata

Eksoftalmus mungkin ada, biasanya masih derajat ringan. Kelemahan otot

ekstraokuler langka terjadi, tetapi mungkin didapatkan dengan mencari

kemampuan persamaan buka tutup mata untuk mengetahui ketinggalan

penutupan mata (lid lag). Sebenarnya beberapa remaja mungkin mempunyai

ketidakmampuan untuk menutup kelopak mata karena lebih hebat

eksoftalmus. Eksoftalmus hebat bisa dihubungkan dengan perasaan berpasir di

mata pada waktu bangun tidur (buka mata) bisa dengan adanya iritasi atau

ulserasi kornea (amat langka sekali). Eksoftalmus bisa unilateral.

(Djokomoeldjanto, 2006)

Tanda non spesifik termasuk tutup reaksi, celah aperture palpebra (tanda

dairymple), lid lag (tanda Von Graeve), membelalak atau penampilan

ketakutan, jarang berkedip (tanda stellwag), dan tidak bisa mengkerutkan kulit

32

Page 34: THYROID dan KELAINANNYA

dahi bila memandang ke atas (tanda joffroy). Tanda unik ke orbitopathy di

penyakit Graves adalah ketidakmampuan untuk menjaga bola mata agar tetap

dikumpulsatukan/konvergensi (tanda mobius), pandangan ekstraokuler yang

terbatas (terutama ke atas), diplopia, kabur pandangan katena konvergensi dan

akomodasi tidak cukup, isi orbital yang edema dan mata menutup dengan

kesannya bengkak, kemosis. Ketajaman visual dapat berkurang akibat

papiledema, edema retina, perdarahan retina atau kerusakan saraf optic.

(Djokomoeldjanto, 2006)

Oftalmopati Graves terjadi akibat infiltrasi limfosit pada otot-otot ekstraokuler

disertai dengan reaksi inflamasi akut. Rongga mata dibatasi oleh tulang-tulang

orbita sehingga pembengkakan otot-otot ekstraokuler akan menyebabkan

proptosis (penonjolan) dari bola mata dan gangguan pergerakan otot-otot bola

mata, sehingga dapat terjadi diplopia. Pembesaran otot-otot bola mata dapat

diketahui dengan pemeriksaan CT scanning atau MRI. Bila pembengkakan

otot terjadi dibagian posterior, akan terjadi penekanan nervus opticus yang

akan menimbulkan kebutaan.Perubahan pada mata (oftalmopati Graves) ,

menurut the American Thyroid Association diklasifikasikan sebagai berikut

(dikenal dengan singkatan NOSPECS) :

33

Page 35: THYROID dan KELAINANNYA

Kardiopulmoner

Pemeriksaan jantung bisa didapatkan murmur dari prolaps katup mitral

Denyut jantung cepat dan penonjolan precordium bisa diamati

Pada tirotoksikosis berat berhubungan dengan penyakit Graves, krisis tiroid,

sehingga gagal jantung yang berat dapat diamati

34

Klas Penjelasan

0 Tidak ada gejala dan tanda

1 Hanya ada tanda tanpa gejala (berupa upper lid

retraction,stare,lid lag)

Kelas 1, terjadinya spasme otot palpebra superior dapat

menyertai keadaan awal tirotoksikosis Graves yang dapat

sembuh spontan bila keadaan tirotoksikosisnya diobati

secara adekuat.

2 Perubahan jaringan lunak orbita

Kelas 2 ditandai dengan keradangan jaringan lunak orbita

disertai edema periorbita, kongesti dan pembengkakan

dari konjungtiva (khemosis).

3 Proptosis (dapat dideteksi dengan Hertel

exphthalmometer)

4 Keterlibatan otot-otot ekstra ocular

Pada kelas 4, terjadi perubahan otot-otot bola mata berupa

proses infiltratif terutama pada musculus rectus inferior

yang akan menyebabkan kesukaran menggerakkan bola

mata keatas. Bila mengenai musculus rectus medialis,

maka akan terjadi kesukaran dalam menggerakkan bola

mata kesamping.

5 Perubahan pada kornea (keratitis

6 Kebutaan (kerusakan nervus opticus)

Page 36: THYROID dan KELAINANNYA

Atrial fibrilasi mungkin jarang tetapi dapat terjadi pada anak dengan

trrotoksikosis (Skelton, C.L.,1986)

Neuromuskuler

Refleks tendon (fisiologis meningkat)

Tenar dan hipotenar yang berlebihan mungkin ada

Kelemahan otot yang berat

Pada individu dengan genetic tertentu dapat terjadi kelumpuhan berkala yang

berhubungan dengan hipokalemia ayng diinduksi oleh tirotoksikosis.

Walaupun kelumpulan berkala tirotoksik tergambar sebagai gangguan pada

orang dewasa, namun sudah bisa diamati sejak remaja. (Adams, R.D, 1986)

Kulit

Kulit biasanya baik dan lembab

Ekskoriasi dapat terjadi karena pruritus

Kulit menjadi gelap dan lebih diobservasi pada beberapa individu yang

berkulit lebih gelap

Tirotoksikosis bisa memperhebat luka oleh Akantosis nigricans

Gambaran tidak teratur dari belang kafe au lait dapat menandakan adanya

diagnosis dari tirotoksikosis berhubungan dengan sindroma McCune-Albright

daripada penyakit Grave

Indeks Wayne dan Indeks New Castle

Gejala dan tanda apakah seseorang menderita hipertiroid atau tidak juga dapat

dilihat atau ditentukan dengan indeks wayne atau indeks newcastle yaitu:

35

Page 37: THYROID dan KELAINANNYA

(Andreoli, B., 2007)

Pemeriksaan Laboratorium

Kelainan laboratorium pada kelainan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema di

bawah ini:

36

Tabel 4.1. Indeks Wayne Tabel 4.2. Indeks New castle

Page 38: THYROID dan KELAINANNYA

Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit

Graves maupun tiroiditis Hashimoto , namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada

penyakit Graves. Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic

hyperthyroid atau pada eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan

laboratorium yang jelas.( Subekti, 2001)

Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan

hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan

(axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar

hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam

keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan

T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon

tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun.( Subekti, 2001)

Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel

folikel tiroid, menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus

menerus, sehingga kadar hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang

tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi

rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua

merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh

karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai

angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4

bebas (free T-4/FT-4).

37

Gambar 4.2. Pemeriksaan Laboratorium

Page 39: THYROID dan KELAINANNYA

Pemeriksaan Penunjang Lain

Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG tiroid) untuk

menegakkan diagnosis penyakit Graves jarang diperlukan, kecuali scan tiroid pada tes

supresi tiroksin. ( Subekti, 2001)

2.2.2.1.5 Diagnosis Banding

Anxiety disorder

Premenepausal state

Thyroiditis

Penyebab lain hipertiroid seperti toxic multinoduler goiter, toxic adenoma

Lain-lain: metastatic neoplasm. (Ferri,2006)

2.2.2.1.6 Penatalaksanaan

Walaupun mekanisme otoimun merupakan faktor utama yang berperan dalam

patogenesis terjadinya penyakit Graves, namun penatalaksanaannya terutama

ditujukan untuk mengontrol keadaan hipertiroidisme. (Subekti, I, 2001)

Sampai saat ini dikenal ada tiga jenis pengobatan terhadap hipertiroidisme

akibat penyakit Graves, yaitu : Obat anti tiroid, Pembedahan dan Terapi Yodium

Radioaktif. Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat

ringannya tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid

dan respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya.

1. Obat – obatan

a. Obat Antitiroid : Golongan Tionamid

Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil

dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama

metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah

tiamazol yang isinya sama dengan metimazol.

Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme

aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3

38

Page 40: THYROID dan KELAINANNYA

dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat

coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat

sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah

menghambat konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada

metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat konversi T-4 ke T-3 ini, PTU lebih

dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan segera hormon

tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek penghambatan

biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan sebagai

dosis tunggal.

Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka

waktu pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan menyebutkan

bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi

spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah

pengobatan.Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat

antitiroid biasanya diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid

secara klinis, diberikan dosis pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi

hari).

Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg

setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali

sehari. Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena

dapat menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar

hormon secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves. Methimazole mempunyai

masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis tunggal sekali sehari. Terapi

dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan

dengan dosis pemeliharaan 5 – 20 mg perhari. Ada juga pendapat ahli yang

menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada beratnya tampilan klinis, tetapi

umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol

dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah

periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia.

39

Page 41: THYROID dan KELAINANNYA

Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU

50mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan

keadaan klinis eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis

awal belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan

bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor

penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis.

Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek

samping, yaitu agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping agranulositosis

yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang dapat terjadi

dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis merupakan efek samping

yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid dan

dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium radioaktif.. Agranulositosis

biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk mencegah infeksi perlu

diberikan antibiotika.

Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan

Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema,

Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek

samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar

termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan

pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian penggunaan obat

tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya dipilih

modalitas pengobatan yang lain seperti 131I atau operasi. Bila timbul efek samping

yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba ganti dengan obat jenis yang lain,

misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.

Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves

adalah penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi.

Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai

perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis

dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat mencapai

40

Page 42: THYROID dan KELAINANNYA

keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis terkecil yang

masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan

tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang menetap dapat diprediksi pada

hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat Anti Tiroid bila ditemukan keadaan-

keadaan sebagai berikut :

Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.

Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti

Tiroid dosis rendah.

Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.

Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-3

toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis,

sementara kadar TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai

beberapa bulan setelah keadaan eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis

yang dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan

mata.

b. Obat Golongan Penyekat Beta

Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat

bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic

state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada

reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga

dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3 melalui penghambatannya terhadap

konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol umumnya berkisar 80 mg/hari.3,4

Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan

durasi kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal

atenolol dan metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa

dengan propranolol.

Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek

samping yang dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan

depresi, dan yang lebih jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis, dan

41

Page 43: THYROID dan KELAINANNYA

trombositopenia. Obat golongan penyekat beta ini dikontraindikasikan pada pasien

asma dan gagal jantung, kecuali gagal jantung yang jelas disebabkan oleh fibrilasi

atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan pada keadaan bradiaritmia, fenomena

Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi penghambat monoamin oksidase.

c. Obat-obatan Lain

Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic contrast,

potassium perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek menurunkan

kadar hormon tiroid, tetapi jarang digunakan sebagai regimen standar pengelolaan

penyakit Graves. Obat-obat tersebut sebagian digunakan pada keadaan krisis tiroid,

untuk persiapan operasi tiroidektomi atau setelah terapi iodium radioaktif.

Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda dengan

ukuran kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan dengan Obat

Anti Tiroid (OAT) mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun jangka waktu

pengobatan lama yaitu 6 bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih lama lagi.

Kelemahan utama pengobatan dengan OAT adalah angka kekambuhan yang tinggi

setelah pengobatan dihentikan, yaitu berkisar antara 25% sampai 90%. Kekambuhan

dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain dosis, lama pengobatan, kepatuhan

pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadar yodium yang tinggi didalam

makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT.

Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk memantau

respons terapi, dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan kadar FT4 dan

TSH.

2. Pengobatan dengan yodium radioaktif

Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari 50

tahun yang lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek

ionisasi partikel beta dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi local

pada sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada jaringan lain disekitarnya.

Respons inflamasi akan diikuti dengan nekrosis seluler, dan dalam perjalanan waktu

42

Page 44: THYROID dan KELAINANNYA

terjadi atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik. Respons yang terjadi

sangat tergantung pada jumlah I131 yang ditangkap dan tingkat radiosensitivitas

kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi hipofungsi tiroid dini (dalam

waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun. Iodine131 dengan cepat dan

sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna untuk kemudian dengan cepat pula

terakumulasi didalam kelenjar tiroid. Berdasarkan pengalaman para ahli ternyata cara

pengobatan ini aman , tidak mengganggu fertilitas, serta tidak bersifat karsinogenik

ataupun teratogenik.

Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif: pasien umur 35 tahun atau

lebih, hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi, gagal mencapai

remisi sesudah pemberian obat antitiroid, adenoma toksik, goiter multinodular toksik.

3.

Pembedahan

Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan struma

yang besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan

pemberian OAT (biasanya selama 6 minggu). Disamping itu , selama 2 minggu pre

43

Gambar 4.3. Cara Kerja Obat Pada Tirotoksikosis(dikutip dari Djokromoedijanto R., 2004)

Page 45: THYROID dan KELAINANNYA

operatif, diberikan larutan Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2 kali sehari, yang

dimaksudkan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi.

Indikasi dilakukannya pembedahan: pasien umur muda dengan struma besar

serta tidak berespons terhadap obat antitiroid., pada wanita hamil (trimester kedua)

yang memerlukan obat antitiroid dosis besar, alergi terhadap obat antitiroid, pasien

tidak dapat menerima yodium radioaktif, adenoma toksik atau struma multinodular

toksik, pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.

2.2.2.1.7 komplikasi

Krisis tiroid (Thyroid Storm) adalah komplikasi serius dari tirotoksikosis

dengan angka kematian 20-60%. Merupakan kejadian yang jarang, tidak biasa dan

berat dari hipertiroidisme. Krisis tiroid mengacu pada kejadian mendadak yang

mengancam jiwa akibat peningkatan dari hormon tiroid sehingga terjadi kemunduran

fungsi organ. (Djokomoeldjanto, 2006)

Pada keadaan yang sudah dinamakan krisis tiroid ini maka fungsi organ vital

untuk kehidupan menurun dalam waktu singkat hingga mengancam nyawa. Hal yang

memicu terjadinya krisis tiroid ini adalah :

operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada

bagian tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol

hormon tiroidnya

stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid

pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen

infeksi

stroke

trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat

memicu terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme

sebelumnya. (Djokomoeldjanto, 2006)

Manifestasi Klinisnya antara lain, kecurigaan akan terjadi krisis apabila

terdapat trias: menghebatnya tanda tirotoksikosis, kesadaran menurun, dan

44

Page 46: THYROID dan KELAINANNYA

hipertermia. Selain itu terdapat skor indeks klinis untuk menentukan indeks klinis

krisis tiroid dari Burch-Wartofsky.

 Diagnostic parameters  Scoring points

 Thermoregulatory dysfunction

Temperature °F (°C)99–99.9 (37.2-37.7)100–100.9 (37.8-38.2)101–101.9 (38.3-38.8)102–102.9 (38.9-39.2)103–103.9 (39.3-39.9)>/= 104.0 (>/= 40.0)

51015202530

 Central nervous system effects

Absent Mild (agitation) Moderate (delirium, psychosis, extreme lethargy Severe (seizures, coma) 

0102030

 Gastrointestinal-hepatic dysfunction

Absent Moderate (diarrhea, nausea/vomiting, abdominal pain) Severe (unexplained jaundice)

01020

 Cardiovascular dysfunction

 Tachycardia (beats/minute)90–109 110–119 120–129 >/= 140

 5101525

 Congestive heart failureAbsent Mild (pedal edema) Moderate (bibasilar rales) Severe (pulmonary edema)

  051015

 Atrial fibrillationAbsent Present Precipitating eventAbsent Present 

 010 010

45

Page 47: THYROID dan KELAINANNYA

4.3.4. Penatalaksanaan Krisis Tiroid10

Pengobatan krisis tiroid harus segerea diberikan, kalau mungkin dirawat di bangsal

dengan kontrol baik

Umum. Diberikan cairan untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit (NaCl dan

cairan lain) dan kalori (glukosa), vitamin, oksigen, kalau perlu obat sedasi,

kompres es.

Mengoreksi hipertiroidisme dengan cepat: (a) Memblok sintesis hormone

baru: PTU dosis besar (loading dose 600-1000 mg), diikuti dosis 200 mg PTU

tiap 4 jam dengan dosis sehari total 1000-1500 mg; (b) Memblok keluarnya

cikal bakal hormon dengan solusio lugol (10 tetes setiap 6-8 jam) atau SSKI

(larutan kalium yodida jenuh, 5 tetes setiap 6 jam). Apabila ada, berikan

endoyodin (NAI) IV, kalau tidak solusio lugol/SSKI tidak memadai; (c)

Menghambat konversi perifer dari T4T3 dengan propanolol, ipodat,

penghambat beta, dan/atau kortikosteroid.

Pemberian hidrokortison dosis stres (100 mg tiap 8 jam atau deksametason 2

mg tiap 6 jam). Rasional pemberiannya ialah karena defisiensi steroid realtif

akibat hipermetabolisme dan menghambat konversi perifer T4.

Untuk antipiretik digunakan asetaminofen jangan aspirin (aspirin akan

melepas ikatan protein-hormon tiroid, hingga free-hormon meningkat).

Apabila dibutuhkan, propanolol dapat digunakan , sebab disamping

mengurangi takikardi juga menghaambat konversi T4T3 di perifer. Dosis

20-40 mg tiap 6 jam.

Mengobati faktor pencetus (misalnya infeksi). Respon pasien (klinis dan

membaiknya kesadaran) umumnya terlihat dalam 24 jam, meskipun ada yang

berlanjut hingga seminggu.

2.2.2.2 Struma multinoduler toksik (Sindroma Marine-Lenhart)

46

Tabel 4.1. Scoring system: A score of 45 or greater is highly suggestive of thyroid storm; a score of 25–44 is suggestive of impending storm, and a score below 25

is unlikely to represent thyroid storm

Page 48: THYROID dan KELAINANNYA

Hipertiroid pada struma multinoduler terjadi apabila jumlah folikel baru sudah

cukup banyak yang mengeluarkan hormon tiroid baru melebihi kebutuhan tubuh.

(Asdie, 1990). Terbentuknya folikel baru memakan waktu yang cukup lama, sehingga

hipertiropid terjadi pada usia lanjut, terutama pada mereka dengan struma yang sudah

lama. Folikel baru yang tumbuh adalah yang panas (hot folicles) yang dapat

meningkatkan produksi hormon, sehingga sekresi Thyroid Stimulating Hormon

(TSH) menurun, yang mengakibatkan produksi hormon dari folikel panas dan

jaringan normal, mulai melebihi kebutuhan tubuh. Hipertiroid pada struma

multinoduler biasanya ringan (subclinical hypertyroidism) dan akan hialng setelah

operasi dengan dikeluarkan bagain yang sakit dari kelenjer tiroid. Perubahan dari

kelenjer tiroid normal menjadi struma noduler yang berisi sejumlah folikel panas

yang terus bertambah. (Sumual,1992)

Pemberian yodium pada penderita multinoduler dapat mencetuskan timbulnya

hipertiroid karena terjadi produksi yang berlebihan dari hormon. Pada daerah dengan

goiter endemik berat, presentasi hipertiroid sesudah pemberian iodium cukup tinggi

pada penderita dengan struma multinodular. (Sumual,1992) Terbentuknya nodul

berbeda dengan terbentuknya folikel yang otonomik. Sebab itu kerap kali nodul berisi

lebih dari satu macam folikel, dan yang disebut nodul panas dapat nampak pada sidik

tiroid sebagai kumpulan folikel panas yang besar bukan sebagai nodul yang

sebenarnya. (Kahaly G & Wolfgang, 2005)

Gambaran klinis

Penderita kebanyakan wanita dengan struma yang sudah bertahun-tahun.

Kerapkali gejala-gejala hipertiroid dikelabui dengan kelainan organ lain seperti

jantung sehingga sukar ditemukan. Takikardi, AF, penurunan BB dan kelainan mental

seperti depresi, kecemasan, insomnia dan dapat dipakai sebagai petunjuk adanya

hipertiroid, sangat jarang ditemukan adanya oftalmopati (5). Pemberian yodium dapat

sebagai pencetus terjadinya hipertiroid. Sering ditemukan hipertiroid subklinik

dimana kadar hormon tiroid normal tapi tes TRH negatif. Struma multinoduler

toksika dapat dibedakan dengan struma pada penyakit Grave.

47

Page 49: THYROID dan KELAINANNYA

Difus pada permulaan, kemudian menjadi multinoduler

Dapat bertumbuh besar sekali

Bertumbuh pelan, kadang-kadang sesudah bertahun-tahun

Ditemukan > 50 tahun

Sering eutiroid, hipertiroid timbul sesudah bertahun-tahun

Histologis dan autoradiografis ; Folikel sangat heterogen dalam besar, bentuk

sel folikuler dan intensitas pengembalian yodium.

2.2.2.3 Struma Uninodular Toksik ( Adenoma toksik, Plummer disease)

Struma uninoduler ini adalah suatu adenoma tunggal, biasanya adenoma

folikel yang secara otonom memproduksi hormon yang berlebihan. Mengapa dan

bagaimana timbulnya nodul tiroid yang otonom ini belum diketahui (1). Beberapa

teori dikemukakan timbulnya struma ini mungkin oleh karena reaksi berlebihan dari

TSH, kehilangan sebagain pengawas balik (trophic control) pada nodul; yang otonom

ini, penekanan sel tirotropin pituitaria. Pembesaran nodul perlahan dimana mula-mula

terjadi penekanan pada TSH agar mikronodul yang lain tidak membesar. Selanjutnya

dengan makin membesarnya nodul akan terjadi penekanan bukan saja TSH tapi juga

fungsi dari jaringan sekitar nodul. Pada stadium ini penderita masih eutiroid dan

kadar T3 dan T4 masih normal, namun pada sidik tiroid nampak banyak isotop

terkumpul dalam nodul.(Sumual, 1992) Akhirnya nodul melakukan semua fungsinya

dengan menekan fungsi jaringan sekitar nodul. Pada sidik tiroid nampak ambilan

isotop hanya oleh nodul, sehingga keadaan ini sudah terjadi hipertiroid. Kapan

terjadinya hipertiroid ini tergantung terutama pada besarnya nodul. Jumlah hormon

tiroid yang dikeluarkan oleh nodul tergantung dari besarnya nodul. Hipertiroid terjadi

bila nodul > 3 cm, sedang nodul yang < 2,5 cm biasanya tidak menyebabkan

hipertiroid. (Kahaly G & Wolfgang, 2005). Ditemukan biasanya pada umur lebih dari

40 tahun dimana penderita merasa nodul yang memang sudah ada cepat membesar.

Di Inggris adenoma toksika hanya kira-kira 5 % dari hipertiroid dan lebih banyak

pada wanita

48

Page 50: THYROID dan KELAINANNYA

2.2.2.3.1 Manifestasi klinis

Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten

terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan

berat badan, lemah, dan pengecilan otot. Penderita goiter nodular toksik mungkin

memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata

berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada

manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves.

Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di

retrosternal (Sadler et al, 1999)

2.2.2.3.2 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung

oleh tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat.

Antibodi antitiroid biasanya tidak ditemukan (Sadler et al, 1999)

2.2.2.3.3 Penatalaksanaan

Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala

tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak

efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita

ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi

atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma

multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang

lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999)

2.2.3 TUMOR JINAK TIROID

Tumor jinak tiroid adalah adenomas, involutionary nodules, cysts atau

localized tiroiditis. Hampir semua adenomas adalah type follicular. Adenomas

biasanya solitary dan encapsulated. Alasan utama dilakukannya pengangkatan jika

49

Page 51: THYROID dan KELAINANNYA

dicurigai malignancy, over aktifitas fungsional dari produksi hipertiroid dan alasan

kosmetik.

2.2.4 KARSINOMA THYROID

2.2.4.1 Definisi

Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak terkontrol dari

sel) yang terjadi pada kelenjar tiroid.

2.2.4.2 Epidemiologi

Karsinoma tiroid menempati urutan ke-9 dari sepuluh keganasan tersering.

Lebih banyak pada wanita dengan distribusi berkisar antara 2 : 1 sampai 3 : 1.

Insidensnya berkisar antara 5,4-30%. Berdasarkan jenis histopatologi, sebarannya

adalah kanker tiroid jenis papilar (71,4%); kanker tiroid jenis folikular (16,7%);

kanker tiroid jenis anaplastik (8,4%); dan kanker tiroid jenis medular (1,4%).

Berdasarkan usia kanker tiroid jenis papilar biasanya pada pasien yang berusia kurang

dari 40 tahun, berbeda dengan kanker tiroid folikular yang banyak pada usia di atas

itu. Sedangkan kanker jenis medular sering ditemukan pada usia tua (50-60 tahun).

Angka insidensi tahunan kanker tiroid bervariasi di seluruh dunia, yaitu dari

0,5-10 per 100.000 populasi. Karsinoma tiroid ini merupakan jenis keganasan

jaringan endokrin yang terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker endokrin.

American Cancer Society memperkirakan bahwa sekitar 17.000 kasus baru muncul

setiap tahunnya di Amerika Serikat dan sekitar 1.300 diantaranya mengakibatkan

kematian. Tetapi dengan pengobatan yang adekuat, sekitar 190.000 penderita tetap

dapat hidup normal dan beberapa dapat bertahan lebih dari 40 tahun. Karsinoma

tiroid dapat menyebabkan kematian 10% pada yang berdiferensiasi baik, 50% pada

yang berdiferensiasi buruk dan 100% pada anaplastik.

2.2.4.3 Etiologi

50

Page 52: THYROID dan KELAINANNYA

Etiologi yang pasti dari tumor ini belum diketahui; yang berperan khususnya

untuk karsinoma dengan diferensiasi baik (papiler dan folikular) adalah radiasi dan

goiter endemis sedangkan untuk jenis medular adalah faktor genetik. Belum diketahui

suatu karsinogen yang berperan untuk kanker anaplastik dan medular. Diperkirakan

kanker tiroid anaplastik berasal dari perubahan kanker tiroid berdiferensiasi baik

(papiler dan folikular) dengan kemungkinan jenis folikular dua kali lebih besar.

2.2.4.4 Klasifikasi

Klasifikasi WHO 1988 membedakan neoplasma tiroid menjadi :

1. Tumor-tumor epitelial

Adenoma folikuler

Karsinoma papilari

Karsinoma folikuler

Karsinoma medulari

Karsinona undiferensiasi

2. Tumor-tumor non-epitelial

Limfoma malignan

Tumor-tumor miselaneous

1. Adenoma Folikular

Merupakan neoplasma jinak yang berasal dari epitel folikel. Lesi biasanya

soliter. Tumor ini sulit dibedakan dengan karsinoma folikular pada pemeriksaan

sitologi biopsi jarum halus, maka pendiagnosaannya disebut dengan neoplasma

folikular. Merupakan tumor yang berbatas tegas dan berkapsul jaringan ikat fibrous

dengan diferensiasi sel folikel yang menunjukkan gambaran yang seragam. Pada

pemotongan tampak massa yang homogen tapi kadang-kadang disertai perdarahan

dan berkistik. Secara mikroskopis, sel-sel tersusun dalam folikel-folikel yang

mengandung massa koloid dengan dinding kapsulnya yang tebal.

2. Karsinoma Papilari

51

Page 53: THYROID dan KELAINANNYA

Karsinoma papilari adalah jenis keganasan tiroid yang paling sering

ditemukan (75-85%) yang timbul pada akhir masa kanak- kanak atau awal kehidupan

dewasa. Merupakan karsinoma tiroid yang terutama berkaitan dengan riwayat

terpapar radiasi pengion. Tumor ini tumbuh lambat, penyebaran melalui kelenjar

limfe dan mempunyai prognosis yang lebih baik diantara jenis karsinoma tiroid

lainnya. Faktor yang mempengaruhi prognosis baik adalah usia dibawah 40 tahun,

wanita dan jenis histologik dominan papilari. Sifat biologik daripada tumor jenis

papilari ini yakni tumor atau lesi primer yang kecil bahkan mungkin tidak teraba

tetapi metastasis ke kelenjar getah bening dengan massa atau tumor yang besar atau

nyata. Lesi ini sering tampil sebagai nodul tiroid soliter dan biasanya diagnosis dapat

ditegakkan dengan pemeriksaan sitologi biopsi jarum halus, dengan angka ketahanan

hidup 10 tahun mencapai 95%.

Mikroskopis, karsinoma papilari berupa tumor yang tidak berkapsul dengan

struktur berpapil dan bercabang. Sel karakteristik dengan inti sel yang berlapis-lapis

dan sitoplasma yang jernih. Ada beberapa varian dari karsinoma papilari yaitu

microcarcinoma, encapsulated, follicular, tall-cell, columnar-cell, clear-cell dan

diffuse sclerosing carcinoma. Dua puluh sampai delapan puluh persen berupa tumor

yang multisentrik dan bilateral pada 1/3 kasus.

3. Karsinoma Folikular

Karsinoma folikular meliputi sekitar 10-20% keganasan tiroid dan biasa

ditemukan pada usia dewasa pertengahan atau diatas 40 tahun. Pada kasus yang

jarang, tumor ini mungkin hiperfungsional (tirotoksikosis). Insiden karsinoma

folikular meningkat di daerah dengan defisiensi yodium. Diagnosa tumor ini secara

sitologi sulit dibedakan dengan adenoma folikular, diagnosa pasti dengan

pemeriksaan frozen section pada durante operasi atau dengan pemeriksaan

histopatologi untuk melihat adanya invasi ke kapsul atau pembuluh darah. Karsinoma

folikular bermetastasis terutama melalui pembuluh darah ke paru, tulang, hati dan

jaringan lunak. Karsinoma folikular diterapi dengan tiroidektomi total diikuti

52

Page 54: THYROID dan KELAINANNYA

pemberian iodine radioaktif. Juga karena sel karsinoma ini menangkap yodium, maka

radioterapi dengan Y 131 dapat digunakan dengan pengukuran kadar TSH sebagai

follow up bahwa dosis yang digunakan bersifat supresif dan untuk memantau

kekambuhan tumor. Angka ketahanan hidup 10 tahun mencapai 85%.

4. Karsinoma Medular

Karsinoma medular meliputi sekitar 5 % keganasan tiroid dan berasal dari sel

parafolikuler, atau sel C yang memproduksi kalsitonin. Karsinoma ini timbul secara

sporadik (80%) dan familial (20%), dimana tumor ini diturunkan sebagai sifat

dominan autosom; apakah berhubungan dengan MEN-2a atau MEN-2b atau

endokrinopati lainnnya. Karsinoma medular terutama ditemukan pada usia 50-60

tahun tetapi pernah juga ditemukan pada usia yang lebih muda bahkan anak.

Penyebarannya terutama melalui kelenjar limfe. Bila dicurigai adanya karsinoma

medular maka perlu diperiksa kadar kalsitonin darah. Angka ketahanan hidup 10

tahun mencapai 40%.

Massa tumor berbatas tegas dan keras pada perabaan, pada lesi yang lebih luas

tampak daerah nekrosis dan perdarahan dan dapat meluas sampai ke kapsul.

Mikroskopis, tampak kelompokan sel-sel bentuk poligonal sampai lonjong dan

membentuk folikel atau trabekula. Tampak adanya deposit amiloid pada stromanya

yang merupakan gambaran khas pada karsinoma tipe medular ini.

5. Karsinoma Anaplastik

Karsinoma anaplastik tiroid merupaka salah satu keganasan pada manusia

yang paling agresif dan jarang dijumpai yaitu kurang dari 5%. Karsinoma anaplastik

ini berkembang dengan menginfiltrasi ke jaringan sekitarnya. Tumor ini terutama

timbul pada usia lanjut, terutama di daerah endemik gondok dan lebih banyak pada

wanita. Sebagian besar kasus muncul dengan riwayat pembengkakan yang cepat

membesar pada leher, disertai dengan adanya kesulitan bernafas dan menelan, serta

suara serak karena infiltrasi ke nervus rekurens. Pertumbuhannya sangat cepat

53

Page 55: THYROID dan KELAINANNYA

walaupun diterapi. Metastasis ke tempat jauh sering terjadi, tetapi umumnya kematian

terjadi dalam waktu kurang dari setahun. Angka ketahanan hidup 5 tahun <5%.

Tampak massa tumor yang tumbuh meluas ke daerah sekitarnya. Mikroskopis,

tampak sel-sel anaplastik (undifferentiated) dengan gambaran morfologi yang sangat

pleomorfik, serta tidak terbentuknya gambaran folikel, papil maupun trabekula.

2.2.4.5 Patogenesis

Tumor dapat berupa nodul lunak, tetapi sering berupa tumor keras.

Adenokarsinoma papiler (60%) biasanya bersifat multisentrik dan 50% penderita

dengan ada sarang ganas di lobus homolateral. Metastasis mula-mula kelenjar limfe

regional dan akhirnya terjadi metastasis hematogen. Umumnya adenokarsinoma

folekular bersifat unifokal, dengan metastasis juga ke kelenjar limfe leher tetapi

kurang sering dan kurang banyak. Karsinoma ini lebih sering menyebar secara

hematogen, antara lain ke tulang dan paru.

Adenokarsinoma anaplastik, yang jarang ditemukan (10%), merupakan tumor

yang agresif, pertumbuhan cepat, dan menyebabkan penyusupan ke jaringan sekitar.

Pada tahap dini terjadi penyebaran hematogen, Penyembuhan jarang dicapai.

Karsinoma anaplastik sering menyebabkan kesulitan bernafas karena penyusupan ke

trakea sehingga terjadi stenosis yang mengakibatkan dispnoe dengan stridor inspirasi.

Penyusupan karsinoma tiroid dapat ditemukan di trakea, laring, faring,

esophagus, n.rekurens, pembuluh darah karotis, struktur lain dalam leher dan kulit.

Metastasis limfogen dapat meliputi semua region leher, sedangkan metastasis

hematogen ditemukan terutama di paru, tulang, otak dan hati.

2.2.4.6 Manifestasi Klinis

Gejala karsinoma tiroid adalah sebagai berikut :

1. Nodul jinak perlahan, sedang nodul ganas lebih cepat dan nodul anaplastik cepat

sekali (dihitung dalam minggu) tanpa nyeri.

2. Terdapat faktor risiko :

54

Page 56: THYROID dan KELAINANNYA

a. Masa anak-anak pernah mendapat terapi sinar didaerah leher atau sekitarnya.

b. Anggota keluarga lain menderita kelainan kelenjar gondok

c. Tetangga atau penduduk sekampung ada yang menderita kelainan kelenjar

gondok (endemis)

3. Merasakan adanya gangguan mekanik di daerah leher, seperti gangguan menelan

yang menunjukkan adanya desakan esophagus atau perasaan sesak yang

menunjukkan adanya desakan/ infiltrasi ke trakea.

4. Pembesaran kelenjar getah bening di daerah leher (mungkin metastasis)

5. Penonjolan kelainan pada tulang cranium

6. Perasaan sesak dan batuk-batuk yang disertai dahak berdarah (metastasis di paru-

paru bagi jenis folikuler)

2.2.4.7 Diagnosis

Pada anamnesis awal, kita berusaha mengumpulkan data untuk menentukan

apakah nodul tiroid tersebut toksik atau non toksik. Biasanya nodul tiroid tidak

disertai rasa nyeri kecuali pada kelainan tiroiditis akut/subakut. Sebagian besar

keganasan pada tiroid tidak memberikan gejala yang berat, kecuali jenis anaplastik

yang sangat cepat membesar bahkan dalam hitungan minggu. Pada pasien dengan

nodul tiroid yang besar, kadang disertai dengan adanya gejala penekanan pada

esofagus dan trakea.

Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau lunak, ukurannya,

terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul rata atau berbenjol-benjol, berjumlah

tunggal atau ganda, memiliki batas yang tegas atau tidak, dan keadaan mobilitas

nodul.

Prosedur diagnostik dari karsinoma tiroid adalah:

Anamnesis

a. Pengaruh usia dan jenis kelamin

Apabila nodul tiroid terjadi pada usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun dan

jenis kelamin laki-laki mempunyai resiko malignansi lebih tinggi

55

Page 57: THYROID dan KELAINANNYA

b. Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala

Radiasi pada masa anak-anak dapat menyebabkan malignansi pada tiroid ± 33-

37 %.

c. Kecepatan tumbuh tumor

• Nodul jinak membesar dalam waktu yang tidak terlalu cepat

• Nodul ganas membesar dalam waktu yang cepat

• Nodul anaplastik membesar dengan sangat cepat

• Kista dapat membesar dengan cepat

d. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher

Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak, perubahan suara dan nyeri dapat

terjadi akibat desakan dan/atau infiltrasi tumor.

e. Riwayat penyakit serupa pada keluarga

Pemeriksaan Fisik

a. Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multipel dengan

konsistensi yang bervariasi dari kistik sampai dengan keras bergantung

kepada jenis patologi anatominya.

b. Perlu diketahui ada atau tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional.

c. Perlu dicari ada tidaknya benjolan pada kalvaria, tulang belakang, klavikula,

sternum, dll, serta tempat metastasis jauh lainnya yaitu paru-paru, hati dan

otak.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

• Human Thyroglobulin ; suatu tumor marker untuk keganasan tiroid ; jenis

yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow up.

• Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid

b. Pemeriksaan radiologis

• Dilakukan pemeriksaan foto paru posterior anterior, untuk menilai ada

tidaknya metastasis, foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan

56

Page 58: THYROID dan KELAINANNYA

posisi leher hiper ekstensi, bila tumor besar. Untuk melihat ada atau

tidaknya mikrokalsifikasi.

• Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya

infiltrasi ke esophagus

• Pembuatan foro tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang

yang bersangkutan.

c. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul posterior

yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk

membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk

penuntun dalam tidakan biopsi.

d. Pemeriksaan sitologi BAJAH.

Keberhasilan dan ketepatan hasil BAJAH tergantung atas 2 hal yaitu faktor

kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh

57

Page 59: THYROID dan KELAINANNYA

seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi. Ketepatan

pemeriksaan ini pada karsinoma tiroid anaplastik, medulare dan papilare

hampir mendekati 100%, tetapi jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai

karena gambaran sitologi untuk adenomatosus goiter, adenoma folikulare dan

adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasinya ke

kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi.

e. Pemeriksaan histopatologi

• Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa, setelah

dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi

• Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan

biosi insisi.

Staging Karsinoma Tiroid

Stadium Klinik Berdasarkan Sistem TNM :

T- (Tumor primer) • Tx Tumor primer tidak dapat dinilai • T0 Tidak didapat

tumor primer • T1 Tumor dengan ukuran 1 cm atau kurang masih terbatas pada tiroid

58

Page 60: THYROID dan KELAINANNYA

• T2 Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm namun tidak lebih dari 4cm masih terbatas

pada tiroid • T3 Tumor dengan ukuran lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid • T4

Tumor dengan ukuran berapa saja yang telah berekstensi keluar kapsul tiroid, T4a

tumor telah berekstensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke tempat berikut :

jaringan lunak subkutan, laring, trakea, esophagus, n.Laringeus recurren atau

karsinoma anaplastik terbatas pada tiroid (intra tiroid) ; T4b tumor telah menginvasi

fasia prevertebra, pembuluh mediastinal atau arteri carotis atau karsinoma anaplastik

berekstensi keluar kapsul (ekstra tiroid)

N- (Kelenjar getah bening regional) • Nx Kelenjar getah bening tidak dapat

dinilai • N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening • N1 Terdapat

metastasis ke kelenjar getah bening • N1a Metastasis ke kelenjar getah bening

cervical ipsilateral • N1b Metastasis pada kelenjar getah bening cervical bilateral,

midline, contralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal

M- (Metastasis jauh) • Mx Metastasis jauh belum dapat dinilai • M0 Tidak

terdapat metastasis jauh • M1 Terdapat metastasis jauh. Berdasarkan atas temuan

klinis dan klasifikasi TNM, karsinoma tiroid dapat dibedakan atas beberapa stadium :

59

Page 61: THYROID dan KELAINANNYA

2.2.4.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan karsinoma thyroid tergantung pada jenis, penyebaran sel

kanker, ketersedian alat, dan ketersedian sumber daya manusia yang mengerjakanya.

Pada penderita karsinoma thyroid dilakukan tindakan pembedahan yang bisa dikuti

dengan radioterapi tergantung jenis histopatologis dan stadiumnya. Pemeriksaan

klinis penting untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau

suspek benigna.

Bila nodul tersebut suspect maligna maka akan dibedakan berdasarkan apakah

kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka

dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok

parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau

kemoradioterapi. Radiasi dapat berupa :

a. Radiasi dengan I131

Hanya tumor-tumor berdiferensiasi baik yang mempunyai afinitas terhadap

I131 terutama yang folikular. Radiasi interna dilakukan dengan syarat jaringan tiroid

normal yang afinitasnya lebih besar harus dihilangkan dulu dengan operasi atau

ablasio dengan pemberian I131 dosis yang lebih tinggi sehingga jaringan tiroid normal

rusak semua, baru sisa I131 bisa merusak jaringan tumor. Radiasi interna juga

diberikan pada tumor-tumor yang telah bermetastasis atau terdapat sisa tumor.

b. Radiasi eksterna

Memberikan hasil yang cukup baik untuk tumor-tumor inoperable atau

anaplastik yang tidak berafinitas I131. Sebaiknya dengan sinar electron 15-20 MW

dengan dosis 4000 rad. Sumsum tulang harus dilindungi. Radiasi eksterna diberikan

juga untuk terapi paliatif bagi tumor yang telah bermetastasis.

Indikasi pembedahan yg berbeda-beda, antara lain:

Thyroidektomi: mengangkat kelenjar thyroid (salah satunya atau bilateral),

pada: graves disease

Thyroidektomi sub total: mengangkat sebagian besar lobus kanan/kiri dari

jaringan thyroid dengan sisa msg2 3 gr, pada:struma nodusa benigna

60

Page 62: THYROID dan KELAINANNYA

Thyroidektomi total: mengangkat semua kelenjar thyroid, pada keganasan yg

terbatas tanpa kelainanan kelenjar limfe ( ca thyroid yg well-diff,ca medularis,

Lobektomi: mengangkat satu lobus saja (totalis dextra/sinistra atau sub total)

Ismolobektomi: mengangkat 1 lobus + ismus (pada pasien adeno Ca well diff

usia muda, unilateral,diameter klecil,tanpa penyebaran ke kelenjar leher)

Near Total tiroidectomi: Isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal

sinistra dan sebaliknya, sisa jaringan tiroid 1-2 gram. Mengangkat semua nodi

yang terlibat

RND(Diseksi Neck Radikal): Mengangkat seluruh jaringan limfoid pada leher

sisi yang bersangkutan dengan menyertakan n. assesorius , v.jugularis

eksterna dan interna, m. sternocleidomastoideus dan m.omohyoideus dan

kelenjar ludah submandibularis dan tail parotis.

Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan

isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC). Ada 5 kemungkinan hasil yang

didapat:

1. Lesi jinak maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi

2. Karsinoma papilare.

Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.

Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi. Bila risiko

tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.

3. Karsinoma Folikulare dilakukan tindakan tiroidektomi total

4. Karsinoma Medulare dilakukan tindakan tiroidektomi total

5. Karsinoma Anaplastik

Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total. Bila tidak

memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan dengan radiasi

eksterna atau khemoradioterapi.

61

Page 63: THYROID dan KELAINANNYA

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan

FNAB/BAJAH (Biospi Aspirasi Jarum Halus). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin

didapat yaitu :

1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”.

Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti

diatas.

2. Hasil FNAB benigna, Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama

6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan

tindakan observasi dan apabila nodul tersebuttidak ada perubahan atau bertambah

besar.sebaiknya.dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong

beku seperti diatas.

Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas tiroid

belum ada yang khusus. Kecuali karsinoma meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonin

(tumor marker) dalam serum. Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan

karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi tirotoksikosis walaupun jarang. Human

Thyroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai tumor marker terutama pada

karsinoma berdiferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk

karsinoma tiroid, namun peninggian HTG setelah tiroidektomi total merupakan

indikator tumor residif.

62

Page 64: THYROID dan KELAINANNYA

2.2.4.9 Prognosis

Prognosis pasien dengan karsinoma tiroid berdiferensiasi baik tergantung

pada umur (semakin buruk dengan bertambahnya umur), adanya ekstensi

(menurunkan survival rate 20 yahun dari 91% menjadi 46%); adanya lesi metastasis

(menurunkan survival rate 20 tahun dari 90% menjadi 46%); diameter tumor dan

jenis histopatologi (pada papilar survival rate 20 tahunnya 93% dan folikular survival

rate 20 tahunnya 83%).

63

Page 65: THYROID dan KELAINANNYA

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, R. 2005. Fungsi dan Kelainan Kelenjar Tiroid. Subbagian Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi Bagian ObsGin FK UNPAD Bandung

Asdie Husain A. 1990. “Hipertiroidisme” dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi II, balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal 442-448

Barrett, E.J. 2003. The thyroid gland. In Boron WF, Boulpaep EL. Medical physiology.A cellular and molecular approach. Ist Edition. Saunders. Philadelphia: 1035- 1048

Behrman, A ,K. 2000. Hipotiroid dalam Nelson Textbook of Pediatrics edisi bahasa Indonesia vol 3. Alih bahasa: A. Samik Wahab. EGC, Jakarta. p.1937-1944.

Cahyono, H, A. 2007. Hipotiroid. Available from: http://www.slideshare.net/haryudi/hipotiroid-presentation. (online) diakses 15 Mei 2011

Dedivitis, RA. 2007. Tyroid, Paratyroid, And Adrenal : Schwartz’s Principles Of Surgery. Editor Brunicardi, C. ,Eight Edition. The McGraw-Hill Companies,

64

Page 66: THYROID dan KELAINANNYA

De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998. Sistem Endokrin: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC., Jakarta

De Loris, L. 2002. Kelenjar Tyroid :,Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Editor Ganong, W. Edisi 20, EGC, jakarta, : 305-319.

Djokomoeldjanto, R. 2006. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. In: Sudowo AW., Setyohadi B., Alwi I., Marselus S., Setiati S (Eds.): Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (4ed.). Jakarta: FKUI, hal 1955-1965.

Faizi, M. 2008. Hipotiroid. Available from: http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-buoi228.html. (online) diakses 15 Mei 2011

Farrndon, C. 1995. Glandula Thyroidea : Buku Ajar Bedah, Bagian I, Editor Sabiston, D., EGC, Jakarta, : 415 – 430.

Kahaly G and Wolfgang H. Dilmann. 2005. “Tyroid hormone Action in the heart” endojournals, reviews, , No. 26, page 704-728.

Kariadi, KS., Sumual, A. 1996. Struma Nodosa Non Toksik & Hipertiroidisme: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Penerbit FKUI, Jakarta,: 757 – 778.

Lee, Stephanie L., Goiter Non Toxic. 2004 (http://www.emedicine.com/med/topic919.htm , (online) diakses 15 Mei 2011

Masjhur, J. 2006. Nodul Tiroid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III.. Editor Sudoyo ,A. dkk. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. : 1975-1980.

Mansjoer A et al (editor). 2001. Struma Nodusa Non Toksik. Kapita Selekta Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta

Mulinda, James, R. 2005. Goiter. eMedicine., http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm (online) diakses 15 Mei 2011

Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR. 1999. Thyroid and Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed., McGraw-Hill., Newyork.

65

Page 67: THYROID dan KELAINANNYA

Scteingart, D., Penyakit Kelenjar Tiroid : Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Editor Price, S. Wilson , Edisi 4, Buku 2, EGC, Jakarta, 1995 : 1070 – 1081.

Shahab, A. 2002. Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik), Diagnosis dan Penatalaksanaannya. Jakarta: Buletin PIKKI, hal. 9-18.

Sumual A.R. 1992. “Tiroidologi” FK Universitas Sam Ratulangi Manado, Pt Les laboratories Servier.

Sylvia Vella B. 2003. “Endocrinology and the heart”: in Current Diagnosis and Treatment in Cardiology, Second Edition, lange Medical Books/McGraw-Hillpage ; 536-558.

Woeber, Kenneth A. 1986. Graves Disease: General Considerations. In: Sidney HI., Lewis EB. (Eds): Werner’s The Thyorid, A Fundamental and Clinical Text (5ed.). USA: Lippincott, p.479-501.

USGGrave Disease

Woman, 44 y.o.Nornal size of the gland; the borders are shaded; very echopoor structure due to the presence of oedema.

de quervain's thyroiditis

66

Man, 57 y.o.Enlarged thyroid in the right lobe; very increased firmness; painful palpation with irregular surface.The borders of the gland are indistinct; very irregular echo pattern, with echopoor shaded areas due to the presence of oedema and pseudonodular appearance.Laboratory tests: poor hyperthyroidism, very high flogistic indexes.FNA: giant Langhans cells, acute and chronic flogistic cells, many fibroblasts.

Page 68: THYROID dan KELAINANNYA

Hashimoto Tyroiditis

Right lobe, transverse section Left lobe, longitudinal sectionWoman, 51 y. o.Enlarged gland; very echopoor structure due to the presence of oedema, with echogenic bands due to fibrosis.Increased TSH with normal thyroxine (subclinical hypothyroidism); strongly positive thyroid peroxidase antibodies.

Plummer' disease

67

Page 69: THYROID dan KELAINANNYA

Woman, 37 y. o.Nodule in the left lobe of the thyroid (mm 17.1x18.7x30.8); presence of peripheric halo.The nodule is relatively hyperechoic with reference to the surrounding parenchyma, owing to autoimmune chronic thyroiditis.

papillary carcinoma

Female, 73 y.o.Transverse (lower) and longitudinal (upper) section of the left lobe of the thyroid.Large nodule in the lower pole (mm 22.2 x 32.4 x 31.6): hypoechoic and dishomogeneous structure,  irregular borders with no halo sign.Fine needle aspiration: papillary carcinoma.Histological examination: papillary carcinoma.

Medullary carcinoma

Woman, 38 anni.Familial Multiple Endocrine Neoplasia, type 2A. Large nodule in the right lobe (mm 22 x 23 x 30; 8 cc), hypoechoic, with irregular borders, also if with peripheric

halo. Small similar nodule in the left lobe (mm 11 x 10 x 17; 1 cc).

68

Page 70: THYROID dan KELAINANNYA

Serum calcitonin: 478 pg/ml (n. v. <10).Serum CEA: 373 ng (n. v. <8).

FNAB of both nodules: medullary carcinoma.Histological examination: bilateral medullary carcinoma.

Anaplastic carcinoma

Woman, 56 y.o.Large anaplastic carcinoma (34x56 mm) in the right lobe.

USG Doppler Grave disease

Left lobe; longitudinal section.  Right lobe; longitudinal section.   Woman, 44 y.o.Nornal size of the gland.Rich diffuse vascularization  of the lobes.follicular Carcinoma

69

Page 71: THYROID dan KELAINANNYA

Medullary Carcinoma

PAPILLARY CARCINOMA

Female, 73 y.o.Large nodule in the base of the left lobe of the thyroid (mm 22.2 x 32.4 x 31.6) with dishomogeneous structure and  irregular borders.Anarchic peripheric and intranodular vascularization.FNA: papillary carcinoma

De Quervain's thyroiditis

Hashimoto

70

Woman, 34 y.o.Normal sized gland; very increased firmness; irregular and pseudonodular surface; painful palpation.The borders of the thyroid are indistinct; very irregular echo pattern with echopoor shaded areas due to the presence of oedema and pseudonodular appearance.Very poor parenchymal vascularization, also at low flow.

Woman, 52 y.o.Solitary nodule at the base of the right lobe (mm 21x16x28; 5 cc).Peripheric and internal vascularization. FNAB: follicular neoplasm.Histological examination: follicular carcinoma (capsular infiltration)

Woman, 32 y.o.Solitary small nodule (mm 10 x 13 x 14) in the apex of the right lobe.The structure is very hypoechoic, with poor echoes inside; the borders are irregular.Rich internal vascularization.Calcitonin = 202 pg/ml  (n.v. <10 pg)FNA: medullary carcinoma.

Page 72: THYROID dan KELAINANNYA

Plummer Disease

Scintigraphy

71

Woman, 37 y. o.Nodule in the left lobe of the thyroid (mm 17.1 x 18.7 x 30.8).Rich periferic and also intranodular vascularization, more evident in the powerdoppler scan (lower image).Histologic exam: Hashimoto's thyroiditis.

Laboratory tests: very high flogistic indexes; slight hyperthyroidism.

Woman, 76  y. o.

Very enlarged gland, with irregular surface. Very firm consistence.Strong echopoor structure, pseudonodular, with echogenic bands due to fibrosis.Rich vascularization (type IV).

Serious hypothyroidism with strongly positive thyroid peroxidase antibodies.

FNA: lymphoid inflammatory infiltration; oncocytes without atypias. Thyrocytes in active proliferation with chromatin clarification and overlapping nuclei.

Page 73: THYROID dan KELAINANNYA

Normal scintiscanning

Hot Nodul

Cold Nodul

Grave disease

Multinodular goiter

72

Man, 21 y.o.Large cold nodule on the base of the left lobe.FNA: hyperplastic nodule.Postoperation histological exam: hyperplastic nodule.

Woman, 61 y.o.Large hot nodule on the left lobe.

Woman, 45 y.o.Diffuse and intense captation, more in the right lobe.nodule.

Woman, 31 y.o.

Page 74: THYROID dan KELAINANNYA

papillary carcinoma

Medullary carcinoma

Whole body scan with I-131

73

Woman, 70 y.o.Large multinodular toxic goiter.Hot nodules on the apex of the left lobe and on the middle of the right lobe and cold nodules on the right lobe and on the isthmus.

Woman, 69 y.o.Very firm solitary "cold" nodule in the base of the left lobe of the thyroid.FNAB: papillary carcinoma.Histological examination: papillary carcinoma.

Woman, 70 y.o.Progressive dysphonia owing to right recurrent laryngeal nerve palsy.Large nodule in the right lobe (19 ml), visible like a reduced signal area in the top and middle of the lobe.The left lobe is not visible.Calcitonin = 820 pg/ml  (n.v. < 10 pg).CEA=638 ng/ml (n.v. < 8 ng).FNA: medullary carcinoma (spindle cells).Histological examination: medullary carcinoma

Page 75: THYROID dan KELAINANNYA

RadiologiCalcific goiter

femur fracture (Metastasis of follicular thyroid carcinoma)

 Large plunged goiter

Osteolytic bone metastasis

74

Woman, 30 y.o.Papillary thyroid carcinoma, with laterocervical lymph nodes metastasis (T4 N1 M0).Iodine captation on the neck, right paramedian.No pathological captation in the otrher parts of the body.Therapy with I-131 (3.700 MBq).Surgical therapy.

Woman, 84 y. o.Large calcific goiter in the left lobe of the thyroid; wide right displacement of the trachea.

Woman, 75 y.o.Pathologic diaphysial femur fracture by follicular thyroid carcinoma.Postsurgical histological confirmation.

Woman, 58 y.o.Large enlargement of the upper mediastinum owing to nodular goiter.Sandglass like narrowing of the trachea.

Woman, 58 y.o.Thyroid follicular carcinoma, with bone and lung metastasis.Upper: pelvis.Lower: large occipital osteolysis, in part also postsurgical, with brain infiltration.Whole body I-131 scintiscanning of the lungs.

Page 76: THYROID dan KELAINANNYA

MRIExophthalmus in Graves' disease MRI of the orbits

Lymph nodes metastasis of thyroid carcinoma

Transverse section Frontal sectionvertebral metastasis

75

Woman, 58 y.o.Thyroid follicular carcinoma, with bone and lung metastasis.Upper: pelvis.Lower: large occipital osteolysis, in part also postsurgical, with brain infiltration.Whole body I-131 scintiscanning of the lungs.

Woman, 53 y.o.Graves' disease.MRI of the orbits: thickeness of the muscles and of the retro-ocular tissues

Man, 75 y.o.11 years before total thyroidectomy (papillary cystocarcinoma) in the right lobe (4 cm).Large right cervical lymph node, with polycyclic borders.

Woman, 75 y.o.Two years before paraplegia.Large metastasis in the body of D2 and D3, with medullary compression; biopsy revealed thyroid starting point.Next thyroidectomy confirmed follicular cancer.Whole body scan showed diffuse bone metastatic lesions.Subsequently a pathologic diaphysial femur fracture occurred.FNA: Metastatic papillary thyroid carcinoma (High concentration of thyroglobulin in the needle washing).

Page 77: THYROID dan KELAINANNYA

CT scanGrave Disease

Woman, 56 y.o.Left exophthalmus in Graves disease.

LARGE PLUNGED TOXIC GOITER

76

Woman, 78 y.o.Large toxic plunged nodular goiter.Colliquation areas, calcifications and right deviation of the trachea are visible. 

Page 78: THYROID dan KELAINANNYA

MEDIASTINAL SYNDROME OWING TO LARGE plunged GOITER

MEDULLARY CARCINOMA Left lobe agenesis

Anaplastic carcinoma

77

Man, 54 y.o.Large nodular goiter, plunged in the mediastinum.Computer tomography of the thorax.Large (A-B distance = 60.7 mm) nodule in the mediastinum, reaching aortic arch, with displacement of the trachea and of the vessels.

Man, 54 y.o.Large nodular goiter, plunged in the mediastinum.Computer tomography of the thorax.Large (A-B distance = 60.7 mm) nodule in the mediastinum, reaching aortic arch, with displacement of the trachea and of the vessels.

Man, 63 y.o.

Large left laterocervical mass: fistulated recurrence of anaplastic cancer of the thyroid