Refrat Lupus ED

26
BAB I PENDAHULUAN Lupus Eritematosus Diskoid (LED) adalah bentuk lupus eritematosus non-sistemik yang paling sering ditemui. Lesi awal tampak sebagai makula atau papul berukuran 1-2 cm dengan warna merah keunguan atau plakat kecil yang permukaannya menjadi hiperkeratotik dalam waktu singkat. Lesi umumnya berubah menjadi plakat eritem berbentuk koin (diskoid) berbatas tegas yang ditutupi sisik yang meluas hingga ke bukaan dari folikel rambut yang telah melebar. Jika sisik tersebut dikupas, lapisan bawah akan tampak seperti karpet yang ditusuk dengan beberapa paku sehingga disebut sebagai penampakan paku karpet. 1,2 Prognosis penderita LED umumnya baik. Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED yang akan berkembang menjadi LES.Kasus kambuh jarang, sekitar <10%.Tingkat mortalitas pada penyakit ini rendah, tetapi nyeri pada lesi dapat berkelanjutan. Jaringan parut dan atrofi kulit yang terbentuk biasanya permanen. 2 i

description

aaa

Transcript of Refrat Lupus ED

Page 1: Refrat Lupus ED

1

BAB I

PENDAHULUAN

Lupus Eritematosus Diskoid (LED) adalah bentuk lupus eritematosus non-

sistemik yang paling sering ditemui. Lesi awal tampak sebagai makula atau papul

berukuran 1-2 cm dengan warna merah keunguan atau plakat kecil yang

permukaannya menjadi hiperkeratotik dalam waktu singkat. Lesi umumnya

berubah menjadi plakat eritem berbentuk koin (diskoid) berbatas tegas yang

ditutupi sisik yang meluas hingga ke bukaan dari folikel rambut yang telah

melebar. Jika sisik tersebut dikupas, lapisan bawah akan tampak seperti karpet

yang ditusuk dengan beberapa paku sehingga disebut sebagai penampakan paku

karpet.1,2

Prognosis penderita LED umumnya baik. Hanya sekitar 1-5% saja kasus

LED yang akan berkembang menjadi LES.Kasus kambuh jarang, sekitar

<10%.Tingkat mortalitas pada penyakit ini rendah, tetapi nyeri pada lesi dapat

berkelanjutan. Jaringan parut dan atrofi kulit yang terbentuk biasanya permanen.2

i

Page 2: Refrat Lupus ED

Pewarisan Gen/ Mutasi SomatikHLA dan Lainnya

Sinar UV dan Lainnya Pembentukan AutoantibodiHilangnya toleransi terhadap komponen tubuh

Perluasan Proses AutoimunEkspansi Sel T

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi

Kasus LED adalah 50-85% dari keseluruhan kasus lupus eritematosus

kutaneus. LED dapat timbul di berbagai umur tetapi terutama pada umur 20-45

tahun, dengan rata-rata umur 38 tahun. LED tidak biasa ditemukan pada anak,

sehingga tidak ada data khusus mengenai prevalensi kejadian LED. Namun, jika

dianamnesis dengan baik, LED pada anak merupakan manifestasi klinis dari

penyakit sistemik .Perbandingan LE kutaneus pada anak perempuan dan laki-laki

adalah 3:1. Pada masa pra-pubertas, dilaporkan bahwa perbandingan penderita LE

kutaneus adalah antara 1:1 dan 3:1, sedangkan rasio untuk setelah pubertas

(dewasa) adalah sekitar 8:1 dan 10:1. LED juga berkisar antara 15-30% dari

populasi kasus LES. 5 % dari kasus LED dapat mengarah ke LES.1,3

2.2 Etiologi

Penyebab pasti dari LED tidak diketahui secara pasti.Adapun faktor resiko

dari kejadian LED adalah faktor genetik dan faktor lingkungan (paparan sinar

matahari dan obat-obatan) yang memicu suatu respon autoimunitas. Lupus

mengakibatkan perubahan pada regulasi sistem kekebalan sehingga tubuh menjadi

sensitif terhadap jaringan selnya sendiri.4

2.3 Patogenesis

Penyebab dan mekanisme patogenesis yang mengakibatkan LE masih

belum diketahui sepenuhnya.Patogenesis LED tidak dapat dipisahkan dari

patogenesis LES.Patogenesis tersebut dapat dijelaskan dengan sebuah bagan yang

menjelaskan empat tahapan teoritis yang berurutan yang terjadi sebelum adanya

penampakan klinis dari penyakit ini. Tahapan-tahapan tersebut adalah pewarisan

gen yang menyebabkan penderita lebih mudah terkena penyakit, induksi

autoimunitas, perluasan proses autoimun dan jejas imunologis:1

2

Page 3: Refrat Lupus ED

Gambar 1. Patomekanisme Lupus Eritematosus1

Tahap pertama adalah pewarisan gen yang dianggap sebagai predisposisi

LE. Setidaknya ada empat gen dalam hal ini. Hubungan penyakit kulit spesifik LE

dengan MHC kelas II DR sudah banyak diketahui. Selain itu, gen lain juga

dianggap berperan dalam patogenesis LES, seperti gen yang mengkodekan

komplemen dan tumor necroting factor (TNF), gen yang memediasi apoptosis

serta gen yang melibatkan proses komunikasi antar-sel serta gen yang berperan

dalam pembersihan kompleks imun. 1

Tahap kedua dari patogenesis LES adalah fase induksi yaitu permulaan

proses autoimunitas yang ditandai dengan kemunculan sel T autoreaktif yang

telah kehilangan toleransi terhadap komponen tubuh. Mekanisme yang melandasi

autoreaktifitas tersebut antatara lain: 1,3

1. Regenerasi klonal. karena sel limfosit terus menerus diproduksi dari sel stem,

jika dosis tolerogenik antigen tidak dipertahankan, sistem imun akan

menggantikan sel-sel tua yang toleran tetapi mulai menua dengan sel-sel muda

yang tidak toleran

2. Imunisasi-silang. Pajanan antigen yang bereaksi silang dengan tolerogen dapat

memicu aktivasi sel limfosit T helper (Th) spesifik untuk antigen yang bereaki

silang dan juga menyediakan sinyal yang dibutuhkan limfosit autoreaktif untuk

menimbulkan efek pada tolerogen.

3. Stimulasi klon anergi Anergi adalah suatu proses yang menghilangkan

kemampuan imunologis klon autoreaktif yang berhasil lolos dari delesi klonal

sehingga klon-klon tersebut tidak dapat merespon rangsangan oleh antigen.

3

Page 4: Refrat Lupus ED

Diperkirakan bahwa suatu stimulasi sel limfosit T tertentu dapat

menghilangkan anergi dan mengawali proses autoreaktifas

Selain pembentukan klon autoimun, pada tahap kedua dari patomekanisme

LE juga dijelaskan antigen yang berperan dalam autoimunitas.Seperti dibahas

sebelumnya, antigen LE kebanyakan adalah antigen yang terdapat di dalam inti

dan sitoplasma dari sel keratinosit yang terbebaskan ke membran sel akibat

mekanisme tertentu.Uji laboratorium telah membuktikan bahwa antigen tersebut

dapat keluar akibat pajanan sinar ultraviolet. Selain itu, faktor lain yang dapat

memicu lesi LED dan kemungkinan berhubungan dengan pembebasan antigen

dari inti dan sitoplasma keratinosit adalah trauma, infeksi, pajanan dingin, sinar-X

hingga bahan kimia.5

Tahap ketiga atau tahap ekspansi nampaknya melibatkan peningkatan

respon autoimun yang dipicu antigen secara progresif.Pada tahap ini,

autoantibody dihasilkan oleh sel-sel B yang berlipat ganda.Walaupun sangat

banyak, autoantibody LE hanya ditujukan pada beberapa antigen inti dan

sitoplasma. Ada tiga target utama: nukleosom (anti-DNA dan antibodi antihiston),

spliceosome (anti-Sm dan anti-RNP) molekul Ro dan La (anti-Ro dan anti-La).1

Tahapan terakhir yang adalah tahapan yang mungkin paling penting secara

klinis dan menandai awal dari penyakit klinis adalah jejas imunologis. Tahapan

ini sebagian besar diakibatkan oleh kerja dari autoantibodi dan kompleks imun

yang terbentuk yang menyebabkan jejas jaringan baik itu dengan kematian sel

secara langsung, aktivasi seluler, opsonisasi maupun karena terhambatnya fungsi

molekul target. 1

2.4 Manifestasi Klinis

Kelainan biasanya berlokalisasi simetrik di muka (terutama hidung, pipi),

telinga atau leher. Lesi terdiri atas bercak-bercak (makula merah atau bercak

meninggi), berbatas jelas dengan sumbatan keratin pada folikel-folikel rambut

(follicular plug). Bila lesi-lesi di atas hidung dan pipi berkonfluensi, dapat

berbentuk seperti kupu-kupu (butterfly erythema).2

4

Page 5: Refrat Lupus ED

Penyakit ini dapat meninggalkan sikastrik atrofik, kadang-kadang

hipertrofik, bahkan distorsi telinga dan hidung. Hidung dapat berbentuk seperti

paru kakatua. Bagian badan yang tidak tertutup pakaian, yang terkena sinar

matahari lebih cepat beresidif daripada bagian-bagian yang lain. Lesi-lesi dapat

terjadi di mukosa yaitu mukosa oral dan vulva atau di konjungtiva. Klinis nampak

deskuamasi, kadang-kadang ulserasi dan sikatrisasi.2

Varian klinis Lupus Eritematosus Diskoid adalah :2

1. Lupus Eritematosus Tumidus

Bercak eritematos acoklat yang meninggi terlihat dimuka, lutut, dan tumit.

Gambaran klinis dapat menyerupai erisipelas atau selulitis.

2. Lupus Eritematosus Profunda

Nodus-nodus terletak dalam, tampak pada dahi, leher, bokong, dan lengan

atas.Kulit di atas nodus eritematosus, atrofikatauberulserasi.

3. Lupus Hipotrofikus

Penyakit ini sering tampak pada bagian bibir bawah dar imulut, terdiri atas

plak yang berindurasi dengan sentrum yang atrofik.

4. Lupus Pemio (chilblain lupus, Hutchinson)

Penyakit yang terdiri atas bercak-bercak eritematosa yang berinfiltrasi di

daerah-daerah yang tidak tertutup pakaian, memburuk pada hawa dingin.2

2.5 Pemeriksaaan Penunjang

1. PEMERIKSAN HISTOPATOLOGIS 3

Secara histologis, epidermis dan dermis penderita LEDlah yang

mengalami perubahan sedangkan jaringan subkutannya tidak. Penampakan

mikroskopis yang khas untuk LED adalah hiperkeratosis dengan sumbatan folikel,

penipisan dan pendataran epitel serta degenerasi hidrofik lamina basalis.Selain itu,

terdapat keratinosit apoptotik yang tersebar (badan Civatte) pada lamina basalis.

Pada lesi yang sudah lama, penebalan membrana basalis terlihat jelas pada

pewarnaan acid-Schiff. Pada jaringan dermis terdapat infiltrat limfositik

berbentuk perca atau likenoid disertai pengangkatan folikel pilosebaseus. Juga

5

Page 6: Refrat Lupus ED

terdapat penimbunan musin pada ruang interstisial dan udem, dan biasanya tidak

dijumpai eosinofil maupun neutrofil.

2. LUPUS BAND TEST (LBT) 1

Imunoglobulin (IgA,IgG, IgM) dan komponen komplemen

(C3,C4,Clz,properdin, faktor B dan membrane attack complex C5b-C9) akan

tertimbun menjadi susunan menyerupai pita linear atau granuler pada taut dermo-

epidermal dari kulit pasien LE sehingga dapat diamati dengan uji direct

immunofluorescence yang disebut Lupus Band Test (LBT).

Penelitian awal menyebutkan bahwa 90% lesi LED imunoreaktan

sehingga positif LBT tetapi penelitian terbaru menunjukkan angka yang lebih

rendah. Lesi di kepala, leher dan lengan lebih sering positif (80%) dari lesi di

badan (20%). LBT nampaknya lebih sering positif pada lesi yang lebih tua (>3

bulan).

3. Tes lainnya

Berikut adalah tabel yang menampilkan ringkasan hasil laboratorium untuk LED dengan perbandingan dengan LEKA dan LEKS :

Tabel 1. Ringkasan hasil laboratorium LED dengan perbandingan LEKA dan LEKS.(dari Cutaneus Lupus Erythematosus).3

Ciri penyakit LED LEKA LEKSANA + +++ ++Antibodi RO/SSA -dg imunodifusi - dg ELISA

0+

+++

++++++

Antibodi DNA antinatif +++ + 0Hipokomplementemia +++ + +

LEKA, lupus eritematosus kutaneus akut; LEKS, lupus eritematosus kutaneus subakut; ANA,antibodi antinuclear; ELISA, enzyme linked immunosorbent assay+++,sangat berhubungan; ++, agak berhubungan; +,berhubungan lemah; 0,negatif, tidak berhubungan.

2.6 Diagnosis

Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gabungan antara anamnesis,

pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang.

6

Page 7: Refrat Lupus ED

Anamnesis:

Pasien mungkin mengeluh gatal ringan atau nyeri sesekali dalam lesi,

tetapi kebanyakan pasien tanpa gejala. Sekitar 5% atau kurang pasien LED telah

terlibat dalam kelainan sistemik. Arthralgia atau arthritis mungkin terjadi. Jadi,

anamnesis harus difokus pada riwayat penyakit dan gejala LE yang berkaitan

seperti fotosensitivitas, arthralgia atau arthritis, alopesia areata serta fenomena

Raynaud, aborsi spontan pneumonia, karditis serta gangguan neurologis. Untuk

mendukung diagnosis klinis, pemeriksaan histology serta imunohistokimia lesi

kulit akan dilakukan.7

Pemeriksaan fisis (gejala klinis):

Lesi primer LED adalah papul eritematosa atau plak dengan gambaran

sisik. Semakin lama lesi semakin aktif, sisik semakin menebal dan terjadi

perubahan pigmentasi dengan hipopigmentasi didaerah pusat lesi dan pada daerah

perbatasan tidak aktif dan hiperpigmentasi.7

Lesi menyebar sentrifugal dan dapat bergabung. Dengan bertambahnya

usialesi, pelebaran bukan folikular terjadi dengan plug keratinous, disebut folikel

patulous. Resolusi lesi aktif mengakibatkan atrofi dan terjadinya jaringan parut.7

Lesi awal mungkin sulit untuk dibedakan dengan lesi LEKS. Lesi LED

seringkali tersebar menurut pajanan sinar matahari tetapi daerah yang tidak

terkena sinar matahari dapat pula terkena. Kulit kepala seringkali terkena sehingga

menghasilkan alopesia.7

Pasien dengan LED sering dibagi menjadi 2 kelompok: local dan

generalisata. LED local terjadi ketika hanya pada kepala dan leher, sedangkan

LED generalisata terjadi ketika daerah lain.7

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis Banding dari LED antara lain: 7

7

Page 8: Refrat Lupus ED

1. Keratosis Aktinik

Gambaran klinis berupa bercak-bercak merah dan berskuama, yang secara

khas bertambah besar dan menyusut bersama dengan waktu, dapat timbul ratusan

lesi pada orang-orang yang sering terpapar sinar matahari. 7

2. Psoriasis

Gambaran utama psoriasis adalah, epidermis menajdi sangat menebal

(akantosis). Tidak terdapat stratum granulosum.Retensi nukleus pada stratum

korneum (parakeratosis). Akumulasi polimorf pada stratum korneum

(mikroabses). Pelebaran pembuluh darah kapiler pada dermis bahagian atas.7

3. Liken Planus

Liken planus merupakan kelainan yang agak bervariasi bentuknya. Bentuk

yang paling sering adalah adanya erupsi akut pada papula yang gatal. Gambaran

klinis: lesi-lesi kulitnya berpermukaan rata, mengkilat, dan poliglonal. Gambaran

permukaannya tampak seperti anyaman halus dari bintik-bintik dan garis-garis,

disebut sebagai “Wickham’s striae” 7

4. Lupus Ertitematosus Kutaneus Subakut

Terdapat lesi-lesi papuloskuamosa atau anular tanpa pembentukan jaringan

parut, terutama pada tempat-tempat yang terpapar sinar matahari.Mugkin juga

didapatkan gejala sistemik, walaupun biasanya ringan.7

2.9 Penatalaksanaan

8

Page 9: Refrat Lupus ED

Gambar 2. Alur tatalaksana lupus eritematous diskoid6

2.9.1 Pencegahan

Adapun tujuan dari terapi LED adalah untuk meningkatkan kualitas

hidup pasien, mengontrol lesi yang telah ada, mengurangi bekas lesi, dan untuk

mencegah perkembangan lesi lebih lanjut.1

Karena lesi kulit lupus diketahui disebabkan atau diperburuk oleh

paparan sinar ultraviolet cahaya, pendekatan logis dalam pengelolaan diskoid

lupus harus mencakup menghindari matahari dan liberal aplikasi tabir

surya.Pengobatan dimulai dengan menghindari faktor pencetus misalnya panas,

obat-obatan dan tentunya sinar matahari dan semua sumber yang menyebabkan

9

Page 10: Refrat Lupus ED

paparan radiasi sinar UV. Adapun cara yang digunakan untuk melindungi kulit

adalah memakai pakaian yang tertutup, topi yang lebar. Selain itu pasien

disarankan untuk menghindari penggunaan obat obatan fotosensitif seperti

hiroklorotiazid, tetrasiklin, griseofulvin, dan piroksikam. Pasien juga disarankan

untuk melakukan follow-up setelah perawatan untuk memastikan ada atau tidak

komplikasi.1

2.9.2 Pengobatan Topikal

1. Proteksi sinar matahari dengan menggunakan tabir surya spektrum luas-kedap

air [SPF ≥ 15 dengan agen penghambat UVA seperti parasol dan mikronized

titanium dioxyda.1

2. Glukokortikoid lokal. Walaupun penggunaan potensi medium dari preparat ini

seperti triamsinolon asetonid 0,1% pada area sensitif wajah, obat topikal

superpoten kelas satu seperti klobetasol propinoat atau betametason

diproprionat memberikan hasil yang memuaskan pada kulit. Penggunan 2 kali

sehari selama 2 minggu diikuti dengan 2 minggu periode istirahat dapat

meminimalkan komplikasi seperti atropi dan telengiektasis. Salep lebih efektif

daripada krim pada lesi hiperkeratosis.1

3. Glukokortikoid intralesi. Penggunaan glukokortikoid intralesi seperti suspensi

triamsinolon asetonid 2,5 sampai 5 mg/ml pada wajah dengan konsentrasi

tinggi dibolehkan pada kulit yang kurang sensitif. Hal ini diindikasikan pada

lesi hiperkeratosis atau pada lesi yang tidak merespon pada penggunaan

kortikosteroid lokal, namun perlu berhati-hati menggunakan pengobatan ini

pada pasien dengan jumlah lesi cukup banyak.1

2.9.3 Pengobatan Sistemik

1. Anti Malaria

Terapi dengan antimalaria adalah terapi yang baik digunakan secara tunggal

atau dalam kombinasi. Tiga preparat umum yang biasa digunakan termasuk

klorokuin, hidroklorokuin, dan kuinikrin. Sebaiknya hidroklorokuin dimulai

dengan dosis 200mgper hariuntukdewasadan, jika tidak ada efek samping

gastrointestinal latau lainnya, dosis ditingkatkan dua kali sehari tetapi tidak

diberikan lebih dari 6,5mg/kg/hari. Penting ditekankan kepada pasien bahwa

10

Page 11: Refrat Lupus ED

dibutuhkan waktu 4-8 minggu untuk memperoleh perbaikan klinis. Pada

beberapa pasien yang tidak mempan dengan hidroklorokuin, klorokuin

mungkin lebih efektif. Beberapa pasien tidak merespon baik monoterapi

hidroksiklorokuin atau klorokuin sehingga dianjurkan penampahan kuinikrin

ke dalam regimen pengobatan.1

Penggunaan tunggal atau kombinasi dari antimalaria sangat efektif pada

75% pasien dengan lupus eritematous diskoid yang tidak memberikan respon

yang baik dengan terapi topikal.Resiko toksisitas retina, harus diberitahukan

kepada pasien dan pemeriksaan oftalmologi sebelum dimulainya terapi harus

dilakukan.Namun, kejadian retinopati akibat antimalaria sangatlah jarang jika

penggunaan dosis sesuai dengan rekomendasi yaitu tidak lebih dari (untuk

hidrokloroquin 6.5 mg/kgbb dan kloroquin 4 mg/kgbb). Pasien harus dievaluasi

oleh dokter ahli mata setiap 6-12 bulan selama pengobatan.1

Antimalaria memiliki beberapa mekanisme aksi dalam kaitannya dengan

pengobatan lupus eritematous. Pertama, menaikkan pH intraseluler vacuolar.

PH asam diperlukan untuk pengolahan antigen dan presentasi oleh sel dendritik

.Oleh karena itu dengan perubahan pH, penghambatan pengolahan antigen dan

presentasi menyebabkan penurunan potensi respon imun terhadap autoantigens.

Selain itu, antimalaria menghambat pelepasan oleh monosit sitokin pro-

inflamasi seperti IL - 1 , IL - 6 dan TNF – alpha serta Mengurangi formasi dari

peptida – Major Histocompatibility Complex (MHC) kompleks protein

sehingga menurunkan stimulasi dari autoreaktif CD4+ sel T dan menurunkan

pelepasan sitokin. Penghambatan granulasi granulosit dan aktivitas

Phospholipase A2 juga telah dilaporkan.Oleh karena itu, antimalaria dapat

bertindak dalam berbagai mekanisme dan namun belum jelas yang mana

mekanisme yang paling penting. Efek yang diinginkan lainnya dari

hydroxychloroquine mencakup kemampuan untuk menghambat agregasi

platelet dan adhesi, yang akan mengurangi ukuran trombus tanpa

memperpanjang waktu perdarahan . Michelle Petrie telah menemukan bahwa

hydroxychloroquine menurunkan kadar kolesterol, dimana hal ini berguna pada

11

Page 12: Refrat Lupus ED

pasien SLE yang mengkonsumsi steroid, dimana steroid dapat meningkatkan

level kolesterol serum. Di Inggris, hydroxychloroquine digunakan dari

profilaksis trombosis. Efek antitrombotik ini mungkin sangat bermanfaat pada

pasien LE dengan antibodi antifosfolipid dan masalah trombosis.7

Hidroklorokuin sulfat 400 mg/hari, harus diberikan pada 6-8 minggu awal

pengobatan untuk mencapai target kadar obat dalam serum. Jika respon klinis

adekuat telah tercapai, dosis harian diturunkan menjadi 200mg/hari untuk

sekurang-kurangnya 1 tahun untuk meminimalisasi rekurensi.Jika tidak ada

respon dakam 8-12 minggu, kuinakrin hidroklorida, 100 mg/hari, dapat

ditambahkan tanpa meningkatkan resiko retinopati.Jika dalam waktu 4-6

minggu, respon klinis adekuat belum tercapai, harus dipertimbangkan

mengganti hidroklorokuin dengan klorokuin difosfat (aralen), 250mg/hari. Di

Eropa, klorokuin secara umum di anggap memiliki efikasi yang lebih

dibanding hidroklorokuin dalam pengobatan lupus, namun hidroklorokuin

dilaporkan memiliki respon perbaikan klinis yang lebih cepat. Hidroklorokuin

dan klorokuin tidak boleh digunakan bersamaan sebagai terapi kombinasi

karena akan meningkatkan resiko toksis pada retina. Di Indonesia, karena

preparat hidroklorokuin hingga sekarang belum tersedia, maka sebagai

penggantinya diberikan klorokuin. Dosis inisialnya ialah 1-2 tablet (@100 mg)

sehari selama 3-6 minggu, kemudian 0,5-1 tablet selama waktu yang sama.obat

hanya dapat diberi maksimal selama 3 bulan agar tidak timbul kerusakan

mata.1,7

Banyak efek samping selain retinotoksis yang dikaitkan dengan

penggunaan anti malaria. Kuinakrin dihubungkan dengan peningkatan

insidensi beberapa efek samping seperti sefalgia, intoleransi gastrointestinal,

toksisitas hematologik, pruritus, erupsi obat dan gangguan pigmentasi pada

kulit dan mukosa.Kuinakrin dapat mengakibatkan pigmentasi kekuningan pada

kulit dan sklera, dapat dapat pulih dengan spontan setelah pengobatan

dihentikan.Kuinakrin dapat mengakibatkan hemolisis yang signifikan pada

pasien dengan G6PD. Beberapa preparat antimalaria dapat mengakibatkan

12

Page 13: Refrat Lupus ED

supresi produksi sumsum tulang, termasuk anemia aplastik, walaupun hal ini

sangat jarang jika diberikan dengan dosis yang tepat.Sebelum memulai terapi

dengan hidroklorokuin dan klorokuin, harus dilakukan pemeriksaan darah

lengkap, pemeriksaan fungsi hari dan ginjal.Pemeriksaan ini harus diulan

dalam 4-6 minggu setelah terapi inisiasi, dan selanjutnya setiap 4-6 bulan.Jika

tampakan toksisitas hematologik akibat kuinakrin muncul, maka

direkomendasikan untuk lebih sering dilakukan.1

2. Metotreksat

Pada 1995, bottomley dan goodfield menemukan bahwa metotreksat dapat

membantu pada pasien LED yang resisten terhadap pengobatan

konvensional.Metotreksat adalah antagonis asam folat, yang memiliki efek anti

inflamasi dengan penghambatan terhadap proliferasi limfosit, menghambat

sekresi monosit dan makrofag dan berbagai sitokin sperti TNF-alfa, interferon

gamma dan IL-6.Methotrexate diklasifikasikansebagai agen sitotoksik

antimetabolit, tetapi memiliki banyak efek pada sel-sel sistem kekebalan tubuh

termasuk modulasi produksi sitokin. Digunakanseminggu sekali dan jika

diperlukan diberikan pula asam folat sekaliseminggu (tidak pada hari yang

sama dengan methotrexate) secara rutinuntuk mengurangi risiko efek

samping. Mual dan sariawan cukup seringterjadi, leukopenia,

trombositopenia dan tes fungsi hati yang abnormalkadang-kadang dapat

terjadi. Obat ini tidak boleh digunakan selamakehamilan dan harus

dihentikan penggunaannya tiga bulan sebelum konsepsi.7

3. Thalidomide

Thalomide [50 – 300mg/hari] sangat efektif pada LED yang refrakter terhadap

pengobatan lainnya. Beberapa studi melaporkan keberhasilan antara 85-100%,

dengan banyak laporan pasien yang dinyatakan sembuh sempurna. Adapun

efek sampingnya ialah efek teratogenik, sehingga sebaiknya tidak digunakan

pada wanita hamil. Selain itu neuropati sensorik dapat terjadi pada sekitar 25%

dari padien yang mengkonsumsi obat ini.7

4. MMF

13

Page 14: Refrat Lupus ED

Mycophenolate mofetil (MMF) berfungsi menghambat sintesis

purinproliferasi limfosit dan respon sel T antibodi. Dibandingkan

siklofosfamid,MMF tidak menyebabkan kegagalan fungsi ovarium (indung

telur) danlebih sedikit menyebabkan infeksi serius, leukopenia atau

alopecia(kebotakan). Obat ini juga diduga lebih efektif dan lebihbaik

ditoleransi daripada azathioprine namun kontra indikasi dalamkehamilan,

sehingga hanya boleh digunakan pada wanita usia subur disertai

penggunaan kontrasepsi yang dapat diandalkan. Karena panjangnywaktu

paruh, pengobatan harus dihentikan sedikitnya enam minggu sebelum

konsepsi yang direncanakan.7

Obat lain yang dapat digunakan yaitu preparat emas [auranofin, mycochrysine]

danklofazimin (lampren) walaupun hasilnya bervariasi pada tiap kasus.7

Glukokortikoid sistemik sebaiknya tidak digunakan pada kasus dengan lesi

yang sedikit, namun pada beberapa kasus khususnya pada kasus berat dan

simtomatik metilprednisolon intravena dapat digunakan. Imunosupresif lain

seperti azatioprin [imuran] 1,5 -2 mg/kg/hari oral dapat bertindak sebagai

glukokortikoid-sparing pada kasus lupus eritematosus kutaneus berat. Mikofenolat

mofetil [25-45 mg/kg/hari oral] maerupakan analog purin yang serupa dengan

azatioprin. 7

2.9.4 Terapi Bedah dan Kosmetik

Lupus eritematous diskoid dapat menimbulkan alopesia permanen, atropi

kulit, dan perubahan pigmen. Intervensi bedah seperti transplantasi rambut dan

dermabrasi beresiko karena LED dapat dipicu oleh trauma. Pemulihan dari skar

atropi dengan Erbium : YAG atau laser karbon dioksida dilaporkan bermanfaat.

Injeksi lesi atropi menggunakan kolagen atau sejenisnya sebaiknya dihindari.7

2.7 Komplikasi

Resiko perkembangan penyakit menjadi LES meningkat jika lesi

menyebar dan terdapat abnormalitas hasil pemeriksaan darah dan parameter

serologis. Pengobatan dini dapat mencegah terjadinya jaringan parut atau atrofi.

14

Page 15: Refrat Lupus ED

Degenerasi malignan jarang terjadi. Pencegahan tumbuhnya lesi baru dianjurkan

pada daerah yang sering terekspos.1

2.8 Prognosis

Prognosis LED umumnya baik. Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED yang

akan berkembang menjadi LES. Kemungkinan eksaserbasi dapat muncul terutama

pada musim semi dan musim panas. Kasus kambuh jarang, sekitar <10%.Tingkat

mortalitas pada penyakit ini rendah, tetapi nyeri pada lesi dapat berkelanjutan.

Jaringan parut dan atrofi kulit yang terbentuk biasanya permanen.1

BAB III

15

Page 16: Refrat Lupus ED

KESIMPULAN

Lupus eritematosus merupakan penyakit yang menyerang sistem konektif

dan vaskular. Lupus eritematous diskoid bersifat kronik dan tidak

berbahaya.Penyebab pasti dari LED tidak diketahui secara pasti. Adapun faktor

resiko dari kejadian LED adalah faktor genetik dan faktor lingkungan (paparan

sinar matahari dan obat-obatan) yang memicu suatu respon autoimunitas.

Pengobatan pada LED terdiri dari pencegahan, terapi topikal, terapi

sistemik dan terapi bedah. terapi sistemik pilihan utama adalah obat-obatan anti

malaria. terdapat tiga preparat anti malaria yang dapat digunakan dalam

pengobatan LED, yaitu hidroklorokuin, klorokuin, dan kuinakrin, dimana preparat

yang sering digunakan di Indonesia adalah preparat klorokuin. Prognosis LED

umumnya baik.Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED yang akan berkembang

menjadi LES.

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: Refrat Lupus ED

1. Cotsner MI, Sontheimer RD. Lupus erythematosus. In: Freedberg IM,

Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, et al, editors.Fitzpatrick’s

dermatology in general medicine.7th ed. New York: Mc Graw-Hill;

2008.p.1515-30.

2. Djuanda S. Penyakit jaringan konektif. Dalam: Djuanda A, Hamzah M,

Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. 6. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI; 2013.h.264-72.

3. Lee LA, Werth VP. Lupus erythematosus. In: Bolognia JL, Joseph LJ,

Rapini RP. Bolognia, editors. Dermatology, 2nded. New York: Mosby

Elsevier; 2008.p.105-13.

4. Thomas B. Cutaneous lupus erythematosus. In: Wolff K, Johnson RA,

editors. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.6th

ed. New York: Mc Graw-Hill; 2007.p.376-87.

5. Kuhn A, Ruland V, cutaneous lupus erythematous: Update of therapeutic

options. Germany. Department of dermatology, university of munster.

2010.

6. Panjwani S. Early diagnosis and treatment for discoid lupus erythematous.

J Am Board Fam Med 2009;22:206–13.

7. Usmani N, Goodfield M. Efalizumab in The Treatment of Discoid Lupus

Erythematosus. Arch Dermatol.2007;143:873–7.

17