refrat infeksi

25
Tugas Subbagian Infeksi VARICELLA Oleh: 1. Irfan Prasetya Yoga G0006012 (G 4 12) 2. Haris Agung Nugroho G0006088 (G 8 12) 3. Darween Rozehan Shah G0006501 (G 16 12) 4. Tito Pradipta G0007231 (G 18 12) 5. 6. 7. 8. Pembimbing: H. Rustam Siregar, dr., Sp.A

description

varicella referat

Transcript of refrat infeksi

Page 1: refrat infeksi

Tugas Subbagian Infeksi

VARICELLA

Oleh:

1. Irfan Prasetya Yoga G0006012 (G 4 12)

2. Haris Agung Nugroho G0006088 (G 8 12)

3. Darween Rozehan Shah G0006501 (G 16 12)

4. Tito Pradipta G0007231 (G 18 12)

5.

6.

7.

8.

Pembimbing:

H. Rustam Siregar, dr., Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: refrat infeksi

A. Pendahuluan

Varicella merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

Varicella zoster (VZV) yang dapat bermanifestasi menjadi varicella

(chickenpox) dan reaktivasi latennya menimbulkan herpes zoster

(shingles).1,2,3 Gejala klinis varicela dapat ditemukan pada kulit kepala, muka,

badan, biasanya sangat gatal, berupa makula kemerahan, yang kemudian

dapat berubah menjadi lesi-lesi vesikel. Sedangkan, herpes zoster umumnya

menimbulkan lesi vesikular yang terdistribusi unilateral sesuai dengan

perjalanan saraf sensori terinfeksi. Diagnosis varicella dapat ditegakkan

secara klinis maupun laboratorium dengan teknik virologi dan serologi.

Pencegahan yang dapat digunakan terhadap penyakit varicella adalah

vaksinasi dan immunoglobulin. Obat pilihan utama terhadap penyakit

varicella dan herpes zoster adalah antivirus. Komplikasi yang mungkin terjadi

adalah infeksi bakteri, perdarahan, dan gangguan saraf.2

B. Manifestasi Klinis

Virus Varicella zoster (VZV) menyebabkan dua manifestasi penyakit

yang berbeda, yaitu varicella dan herpes zoster. 1,2,3 Infeksi primer dari VZV

akan bermanifestasi menjadi penyakit varicella atau chickenpox, yang secara

umum dapat terlihat pada anak usia 1 sampai 9 tahun. Infeksi primer VZV

pada dewasa biasanya akan lebih berat dan dapat disertai pneumonia

interstisial. Begitu pula infeksi Varicella zoster pada penderita

immunocompromised, manifestasinya akan lebih berat dan dapat terjadi

diseminasi.3

Page 3: refrat infeksi

Penyakit varicella ditandai dengan demam yang disertai ruam pada kulit

atau terkadang mukosa. Nyeri kepala, malaise, dan nafsu makan menurun

seringkali dikeluhkan pasien. Ruam diawali dengan makula, kemudian secara

cepat berubah menjadi papul-papul, yang kemudian diikuti munculnya

vesikel dan krusta pada lesi. Krusta akan terkelupas setelah 1 sampai 2

minggu. Virus Varicella zoster merupakan virus yang sangat infeksius dan

transmisinya bisa melalui kontak langsung dengan lesi atau dari aerosol

pernafasan pasien terinfeksi. Komplikasi pada sistem saraf pusat termasuk

ataksia serebellar, meningitis, meningoensefalitis, dan vaskulopati.3

Breakthrough varicella merupakan infeksi yang terjadi 2 minggu pasca

infeksi primer ataupun pasca immunisasi dengan ditandai munculnya kembali

ruam-ruam kulit (bentuk makulopapular) tanpa disertai demam, diperkirakan

disebabkan oleh VZV tipe virulen. Progresif Varicella adalah suatu keadaan

yang ditandai dengan koagulopati, perdarahan hebat, dan terus munculnya

lesi-lesi baru. Timbul rasa sakit yang hebat di daerah abdominal disertai

dengan perdarahan pada vesikel. Faktor resiko keadaan ini adalah penderita

kongenital dengan imunodefisiensi, keganasan, kemoterapi, dan jumlah

limfosit <500 sel/mm. Sindroma Varicella Kongenital diketahui hanya 2%

fetus dengan ibu terinfeksi varicella yang menampilkan VZV embriopati pada

usia 20 minggu kehamilan. Fetus yang terinfeksi pada usia 6-12 minggu dapat

menyebabkan gangguan pada pertumbuhan ekstremitas. Infeksi pada fetus

16-20 minggu dapat menyebabkan gangguan pada mata dan otak. Infeksi

pada fetus juga dapat menyebabkan gangguan pada saraf simpatis pada

Page 4: refrat infeksi

servikal dan lumbosacral sehingga menyebabkan sindrom horner dan

disfungsi dari uretra dan sfingter anal. Gejala yang khas biasanya terlihat

pada kulit, ekstremitas, mata, dan otak. Gejala pada kulit sikatriks,

malformasi ekstremitas. Kelainan pada mata berupa katarak; serta afasia bila

mengenai otak secara keseluruhan Pada pemeriksaan histologi ditemukan

adanya proses nekrosis pada otak. Diagnosis dapat menggunakan

pemeriksaan DNA virus dengan metode PCR.2

Reaktivasi VZV menyebabkan penyakit herpes zoster. Herpes zoster

biasanya diawali dengan fase prodromal ditandai dengan nyeri, gatal,

parestesi, disestesi, dan sensitif terhadap sentuhan pada satu sampai tiga

dermatom. Beberapa hari kemudian akan tampak ruam makulopapular

unilateral pada area yang terkena, yang kemudian berkembang menjadi

vesikel. Zoster dapat menyerang semua level neuroaksis. Kebanyakan akan

muncul pada dada, diikuti dengan lesi di wajah, secara khas akan mengikuti

distribusi saraf oftalmikus trigeminal. Pada pasien dengan status

imunnocompromised, lesi bisa melibatkan semua dermatom. Herpes zoster

oftalmikus seringkali disertai dengan keratitis zoster dan bisa menyebabkan

kebutaan. Zoster yang menyerang ganglion genikulatum saraf fasialis dapat

menyebabkan paralisis otot wajah ipsilateral, muncul ruam pada kanalis

euditoris eksterna. Kombinasi ini dikenal dengan Ramsay Hunt syndrome. 3

C. Etiologi

Virus Varicella zoster (VZV; human-herpesvirus 3) merupakan virus

penyebab penyakit varicella (chickenpox) dan zoster.1,2,3,4 Virus ini

Page 5: refrat infeksi

merupakan virus herpes pertama yang berhasil diuarai lengkap dan vaksinnya

dilisensi serta digunakan secara luas. VZV merupakan anggota dari genus

Varicellovirus dengan subfamily Alpha-herpesvirus. VZV mempunyai

hubungan dekat dengan anggota lain dari genus Varicellovirus, termasuk

suid-herpesvirus 1 dan equine-herpesvirus 1, 3, 4, 8, dan 9. Tiga grup dari

VZV telah dipublikaikan skema genotipnya berdasarkan single nucleotide

polymorphisms (SNPs).4 Virus yang paling dekat kekerabatannya dengan

human herpesvirus adalah virus herpes simpleks.2,3,4

D. Epidemiologi dan Insidensi

Meskipun varicella tersebar di seluruh dunia, terdapat perbedaan

epidemiologi di daerah tropis dan daerah dingin. Pada daerah dengan iklim

dingin, varicella merupakan penyakit anak-anak yang umum dan angka

seropositifnya berkisar antara 53%-100% pada umur 5 tahun dan pada umur

20-30 tahun bisa lebih dari 80%. Sementara pada daerah tropis, insidensi

infeksi VZV pada usia anak-anak adalah rendah, justru lebih tinggi usia

dewasa. Hal ini mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas.5 Adanya

perbedaan karakteristik epidemiologi dari VZV ini dihipotesiskan karena

adanya faktor iklim seperti sinar ultraviolet, sehingga menyebabkan

perbedaan genotip dari VZV di daerah tropis dan dingin.6

Di Amerika Serikat, sebelum pengenalan vaksin varicella tahun 1995,

jumlah kasus varicella ditemukan sekitar 4 juta kasus. Insidensi varicella

adalah 15-16 kasus per-1000 penduduk. Mayoritas penduduk yang menderita

varicella adalah anak-anak usia <15 tahun (85%) dan insidensi pada usia

Page 6: refrat infeksi

spesifik tertinggi adalah anak-anak usia <5 tahun.1 Setelah pengenalan vaksin

varicella, insidensi varicella dilaporkan menurun. Angka varicella rate

hospitalizations setelah program imunisasi varicella dilaporkan menurun

sejak program vaksinasi tahun 1995.7,8,9,11 Data active surveillance

menunjukkan angka penurunan sampai 90% kejadian varicella di Amerika

Serikat dari tahun 1995 sampai 2005. Sementara data dari passive

surveillance dari empat negara bagian menunjukkan penurunan insidensi

sebesar 53%-94% sampai tahun 2005 dibandingkan era prevaksin.10 Angka

kematian akibat varicella juga dilaporkan menurun setelah program vaksinasi

digalakkan.12 Pemberian vaksinasi secara garis besar telah meningkatkan

respon imunitas humoral dan seluler sehingga meningkatkan kekebalan

terhadap penyakit varicella.13

E. Diagnosis dan Pengobatan

Diagnosis varicella ditegakkan dengan adanya ruam vesikular yang

khas. Penanganan bertujuan untuk mengurangi gejala. Asetaminofen

digunakan untuk mengontrol demam, pemberian cairan untuk hidrasi, dan

pengobatan topical untuk ruam dengan pruritus. Pengobatan dengan injeksi

asiklovir diperlukan pada pasien dengan resiko atau terbukti secara klinis

mengalami disseminated disease. Injeksi asiklovir bisa juga diberikan pada

neonatus yang terpapar VZV segera setelah lahir. Pada anak yang sehat,

antiviral tidak diwajibkan, tetapi sebuah penelitian menunjukkan bahwa

pemberian asiklovir oral dalam 24 jam awal dapat mengurangi durasi demam

Page 7: refrat infeksi

satu hari dan mengurangi tanda dan gejala kutaneus maupun sistemik yang

berat.3

Pengobatan herpes zoster harus berdasarkan status imun dan umur.

Pada pasien imunokompeten dengan usia di bawah 50 tahun, analgesik

diberikan untuk menurangi nyeri. Antiviral sebenarnya tidak diperlukan,

tetapi pemberiannya dapat mempercepat hilangnya ruam. Pada pasien

imunokompeten dengan usia di atas 50 tahun, pemberian analgesik dan

antiviral direkomendasikan, dan sangat esensial pada pasien dengan zoster

oftalmikus.3

Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis varicella dapat dilakukan

dengan teknik PCR maupun serologi. Pada pemeriksaan serologi, adanya IgM

serum spesifik VZV menunjukkan pasien baru saja terpapar VZV.

Kelemahan pemeriksaan IgM serum adalah tidak dapat membedakan antara

infeksi primer, reinfeksi, atau reaktivasi. Pemeriksaan aviditas IgG sangat

berguna untuk mengkonfirmasi adanya infeksi primer, yang ditunjukkan

dengan low-avidity pada antibody IgG, akan tetapi pada breakthrough

varicella pemeriksaan aviditas IgG menunjukkan high-avidity sebagai respon

vaksinasi. Pemeriksaan yang paling reliable dan sensitif untuk varicella

adalah dengan mendeteksi DNA VZV dari sampel lesi kulit dengan PCR.1

F. Patogenesis

Virus Varicella zoster (VZV) menginfeksi banyak tipe sel host selama

fase akut, termasuk diantaranya sel T, sel B, monosit dan sel dendritic. Infeksi

sel T oleh virus diperkirakan merupakan mekanisme utama penyebaran virus.

Page 8: refrat infeksi

Selama fase viraemik, infeksi VZV dipercaya predominan pada sel T. Pada

infeksi primer akut, viral loads pada anak-anak telah dilaporkan sebanyak 1

sampai 5000 viral per 105 PBMCs dan 100 sampai 1000 per ml darah. Pada

kebanyakan kasus infeksi, derajat viraemia dihubungkan dengan beratnya

gambaran klinis. Respon spesifik sel T dipercaya memegang peranan penting

dalam mengontrol virus dan mencegah reaktivasi virus. Respon spesifik sel T

ditemukan menurun pada pasien dengan immunocompromised. Titer antibodi

spesifik tampaknya tidak berkorelasi dengan beratnya gejala klinis. Oleh

karena itu, respon spesifik sel T pada awal infeksi mungkin melindungi

individu dari beratnya penyakit. Sebuah studi yang dilakukan pada penduduk

Sri Lanka menunjukkan adanya korelasi antara tingginya viral loads dan

kurangnya respon viral spesifik sel T dengan beratnya gejala klinis penyakit.5

VZV merupakan virus yang menular selama 1-2 hari sebelum lesi kulit

muncul, dapat ditularkan melalui jalur respirasi, dan menimbulkan lesi pada

orofaring, lesi inilah yang memfasilitasi penyebaran virus melalui jalur

traktus respiratorius. Pada fase ini, penularan terjadi melalui droplet kepada

membran mukosa orang sehat misalnya konjungtiva. Masa inkubasi

berlangsung sekitar 14 hari, dimana virus akan menyebar ke kelenjar limfe,

kemudian menuju ke hati dan sel-sel mononuklear. VZV yang ada dalam sel

mononuklear mulai menghilang 24 jam sebelum terjadinya ruam kulit; pada

penderita immunocompromised, virus menghilang lebih lambat yaitu 24-72

jam setelah timbulnya ruam kulit. Virus-virus ini bermigrasi dan bereplikasi

dari kapiler menuju ke jaringan kulit dan menyebabkan lesi makulopapular,

Page 9: refrat infeksi

vesikuler, dan krusta. Infeksi ini menyebabkan timbulnya fusi dari sel epitel

membentuk sel multinukleus yang ditandai dengan adanya inklusi eosinofilik

intranuklear. Perkembangan vesikel berhubungan dengan peristiwa

ballooning, yakni degenerasi sel epitelial akan menyebabkan timbulnya

ruangan yang berisi oleh cairan. Penyebaran lesi di kulit diketahui disebabkan

oleh adanya protein ORF47-kinase yang berguna pada proses replikasi virus.2

Infeksi VZV pada ganglion dorsalis merupakan akibat penjalaran lesi

mukokutan melalui akson sel neuron pada infeksi primer atau disebabkan

oleh penularan dari sel mononuklear terinfeksi sebelum terjadinya ruam-ruam

pada kulit. Reaktivasi VZV simptomatik dapat menyebabkan timbulnya lesi

vesikular pada kulit yang terdistribusi hanya pada dermatom tertentu

mengikuti saraf sensori tertentu. Terjadi proses inflamasi, nekrosis, dan

disrupsi morfologi dari sel neuron dan nonneuron menyebabkan myelitis,

defisit fungsi motorik, dan neuralgia postherpetik (PHN).2

Telah disebutkan bahwa respon imun spesifik VZV yang diperantarai

sel merupakan komponen penting untuk kesembuhan dari infkesi primer

(varicella) atau reaktivasinya (herpes zoster).14 Infeksi VZV akan

menginduksi pembentukan formasi inflamasi NLRP3 (nucleotide-binding

oligomerization domain (NOD)-like receptor P3) dan proses ini membentuk

sitokin proinflamasi IL-1ᵝ dengan aktivasi kaspase-1 pada sel yang

terinfeksi.15

Page 10: refrat infeksi

G. Vaksinasi Varicella

Di Amerika Serikat sejak tahun 1995 telah diberlakukan vaksinasi

varicella 1 dosis. Namun kemudian, kebijakan vaksin 1 dosis diubah menjadi

2 dosis pada tahun 2006. Target vaksinasi varicella 1 dosis ditargetkan pada

anak-anak 12-18 bulan dan juga termasuk catch-up bagi anak yang lebih tua

dan orang dewasa.12 Setelah vaksinasi diimplementasikan, terjadi penurunan

secara substansial dari segi morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan.

Namun demikian, sekitar 15% penerima vaksin tidak mendapat level antibodi

yang protektif pada pemberian 1 dosis. Diperkirakan, imunitas terinduksi

vaksin semakin berkurang seiring waktu berjalan. Pada tahun 2006, ACIP

menyetujui penggunaan vaksin varicella dengan 3 pendekatan: 1)

implementasi program vaksinasi 2 dosis untuk anak-anak, dimana dosis-1

diberikan pada umur 12-15 bulan dan dosis-2 pada umur 4-6 tahun; 2)

vaksinasi 2 dosis untuk catch-up anak-anak, remaja, dewasa yang telah

menerima dosis-1; 3) Vaksinasi rutin untuk untuk semua orang sehat usia

≥13tahun tanpa bukti imunitas.16 Kriteria imunitas untuk varicella adalah

telah terdokumentasi mendapat 2 dosis vaksin, pemeriksaan laboratorium

menunjukkan imunitas, dan riwayat terdiagnosis varicella atau herpes

zoster.17 Expert Panel of the Infectious Diseases Society of America (IDSA)

telah mengeluarkan pedoman program vaksinasi untuk penerima vaksin

imunokompeten maupun immunocompromised mencakup semua usia.18

Secara garis besar, ada 3 tahap perkembangan vaksin varicella. Tahap

pertama adalah pelemahan VZV dan uji coba awal keamanan, imunogenitas,

Page 11: refrat infeksi

dan efikasinya yang dilakukan semuanya di Jepang. Tahap ke-2, studi tentang

imunogenitas dan keamanan dilakukan di Amerika melibatkan resipien

immunocompromised dan selanjutnya resipien sehat. Tahap ke-2 ini

kemudian menghasilkan vaksin varicella dosis-1 yang dlisensi dan digunakan

di Amerika pada tahun 1995. Perkembangan selanjutnya pada tahap ke-3

adalah mengembangkan vaksin yang tidak hanya mencegah varicella tetapi

juga herpes zoster.19

Vaksin varicella berasal dari virus hidup yang dilemahkan. VZV

merupakan virus yang sangat menular dan pada pasien immunocompromised

infeksi VZV dapat menyebabkan diseminasi, pneumonia, dan ensefalitis.20

Penggunaan vaksin varicella sudah demikian luas. Studi yang dilakukan

menunjukkan bahwa penggunaan vaksin varicella secara garis besar aman.21,22

Vaksin varicella efektif untuk mencegah baik varicella maupun herpes

zoster.23 Breakthrough varicella dilaporkan terjadi pada anak-anak yang

mendapat vaksin varicella. Sekitar 1 dari 5 anak yang mendapat vaksin

varicella mungkin bisa berkembang menjadi breakthrough varicella.24

Breakthrough varicella dilaporkan banyka terjadi pada pemberian vaksin

pada usia di bawah 14 atau 15 bulan, akan tetapi penelitian menunjukkan

bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan efektifitas pemberian vaksin

berdasarkan umur dan mendukung rekomendasi usia pemberian vaksin ini.25

Breakthrough varicella kebanyakan terjadi setelah pemberian vaksin dosis

primer. Pemberian vaksin dosis kedua diharapkan mampu meningkatkan

serokonversi dan efektifitas vaksinasi.26 Penelitian pada ibu hamil yang

Page 12: refrat infeksi

mendapat vaksin varicella tidak terbukti menimbulkan sindrom varicella

kongenital.27 Kejadian varicella pada bayi menurun sejak diberlakukannya

vaksinasi varicella pada tahun 1995.28 Pemberian vaksin varicella juga bukan

merupakan faktor resiko terjadinya stroke iskemik yang merupakan salah satu

komplikasi dari penyakit varicella.29 Vaksinasi varicella sebaiknya tetap

dilaksanakan secara universal.30

Page 13: refrat infeksi

Daftar Pustaka

1. Schmid, D.S. & Jumaan, A.O. 2010. Impact of Varicella vaccine on Varicella zoster virus dynamics. Clin. Microbiol Rev. Vol 23, No.1. p. 202-217.

2. Kurniwan, M., Dessy, N. & Tatang, M. 2009. Varicella zoster pada anak. Medicinus. Vol. 3, No. 1.

3. Mueller, N.H., Gilden, D.H., Cohrs, R.J., Mahalingam, R. & Nagel, M.A. 2008. Varicella zoster virus infection: clinical features, molecular pathogenesis of disease, and latency. Neurol Clin. 2008 August; 26(3): 675–viii.

4. Breuer, J., Grose, C., Norberg, P., Tipples, G. & Schmid, D.S. 2010. A proposal for a common nomenclature for viral clades that form the species varicella-zoster virus: summary of VZV Nomenclature Meeting 2008, Barts and the London School of Medicine and Dentistry, 24–25 July 2008. Journal of General Virology (2010), 91, 821–828.

5. Malavige, N.M., Jones, L., Kamaladasa, S.D., Wijewickrama, A., Seneviratne, S.L., Black, A.P. & Ogg, G.S. 2008. Viral load, clinical disease severity and cellular immune responses in primary Varicella zoster virus infection in Sri Lanka. Plos One 2008 Nov; Vol. 3, Issue 11, e3789.

6. Rice, P.S. 2011. Ultra-violet radiation is responsible for the differences in global epidemiology of chickenpox and the evolution of varicella-zoster virus as man migrated out of Africa. Rice Virology Journal 2011, 8:189.

7. Patel, M.S., Gebremariam, A. & Davis, M.M. 2008. Herpes zoster related hospitalizations and expenditures before and after introduction of the varicella vaccine in the United States. Infect. Control Hosp. Epidemiol 2008; 29:1157-1163.

8. Reynolds, M.A., Watson, B.M., Plott-Adams, K.K., Jumaa, A.O., Galil, K., Maupin, T.J., Zhang, J.X. & Sewards, J.F. 2008. Epidemiology of varicella hospitalizations in the United States, 1995–2005. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S120–6.

9. Shah, S.S., Wood, S.M., Luan, X. & Ratner, A.J. 2010. Decline in varicella-related ambulatory visits and hospitalizations in the United States since routine immunization against varicella. Pediatr Infect Dis J. 2010 March; 29(3): 199–204.

10. Lopez, A.S., Zhang, J., Brown, C. & Stephanie B. 2011. Varicella-related hospitalizations in the United States, 2000-2006: The 1-dose varicella vaccination era. Pediatrics 2011; 127; 238.

11. Marin, M., Meissner H.C. & Seward, J.F. 2008. Varicella prevention in the United States: a review of successes and challenges. Pediatrics 2008; 122; e744.

Page 14: refrat infeksi

12. Marin, M., Zhang, J.X. & Seward, J.F. 2011. Near elimination of varicella deaths in the US after implementation of the vaccination program. Pediatrics 2011; 128; 214.

13. Watson, B. 2008. Humoral and cell-mediated immune responses in children and adults after 1 and 2 doses of varicella vaccine. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S143-6.

14. Weinberg, A., Lazar, A.A., Zerbe, G.O., Hayward, A.R., Chan, I.S.F., Vessey, R., Silber, J.L., MacGregor, R.R., Chan, K., Gershon, A.A. & Levin, M.J. 2010. Influence of age and nature of primary infection on varicella-zoster virus-specific cell-mediated immune responses. J Infect Dis. 2010 April 1; 201(7): 1024-1030.

15. Nour, A.M., Reichelt M., Ku, Cha-Chi, Ho, Min-Yin, Heineman, T.C. & Arvin, A.M. 2011. Varicella zoster virus infection triggers formation of an interleukin-1 (IL-1)-processing inflammasome complex. The Journal Of Biological Chemistry Vol. 286, No. 20. pp. 17921-17933.

16. Hechter, R.C., Chao, C., Li, Q., Jacobsen, S.J. & Tseng, Hung-Fu. 2011. Second-dose varicella vaccination coverage in children and adolescents in a managed care organization in california, 2006–2009. The Pediatric Infectious Disease Journal Vol. 30, No. 8.

17. Wolfe, R.M. 2012. Update on adult immunizations. JABFM July–August 2012, Vol. 25, No. 4.

18. Pickering, L.K., Baker, C.J., Feed, G.L., Gall, S.A., Grogg, S.A., Poland, G.A., Rodewald, L.E., Schaffner, W., Stinchfield, P., Tan, L., Zimmerman, R.K. & Orenstein, W.A. 2009. Immunization programs for infants, children, adolescents, and adults: clinical practice guidelines by the Infectious Diseases Society of America. Clinical Infectious Diseases 2009; 49: 817-40.

19. Gershon, A.A. & Katz S.L. 2008. Perspective on live varicella vaccine. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S242–5.

20. Adler, A.L., Casper, C., Boeckh, M., Heath, J. & Zerr, D.M. 2008. An outbreak of varicella with likely breakthrough disease in a population of pediatric cancer patients. Infect. Control Hosp. Epidemiol 2008; 29:866–870.

21. Chaves, S.S., Haber, P., Walton, K., Wise, R.P., Izurieta, H.S., Schmid, D.S. & Seward, J.F. 2008. Safety of varicella vaccine after licensure in the United States: experience from reports to the vaccine adverse event reporting system, 1995–2005. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S170–7.

22. Galea, S.A., Sweet, A., Beninger, P., Steinberg, S.P., LaRussa, P.S., Gershon, A.A. & Sharrar, R.G. 2008. The safety profile of varicella vaccine: a 10-year review. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S165–9.

Page 15: refrat infeksi

23. Wood, S.M., Shah, S.S., Steenhoff, A.P. & Rutstein, R.M. 2008. Primary varicella and herpes zoster among HIV-infected children from 1989 to 2006. Pediatrics 2008; 121; e150.

24. Chaves, S.S., Zhang, J., Civen, R., Watson, B.M., Carbajal, T., Perella, D. & Seward, J.F. 2008. Varicella disease among vaccinated persons: clinical and epidemiological characteristics, 1997-2005. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S127-31.

25. Black, S., Ray, P., Shinefield, H., Saddier, P. & Nikas, A. 2008. Lack of association between age at varicella vaccination and risk of breakthrough varicella, within the Northern California Kaiser Permanente Medical Care Program. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S139-42.

26. Michalik, D.E., Steinberg, S.P., LaRussa, P.S., Edwards, K.M., Wright, P.F., Arvin, A.M., Gans, H.A. & Gershon, A.A. 2008. Primary vaccine failure after 1 dose of varicella vaccine in healthy children. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197:944–9.

27. Wilson, E., Goss, M.A., Marin, M., Shields, K.E., Seward, J.F., Rasmussen, S.A. & Sharrar, R.G. 2008. Varicella vaccine exposure during pregnancy: data from 10 years of the pregnancy registry. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197:S178–84.

28. Chaves, S.S., Lopez, A.S., Watson, T.L., Civen, R., Watson, B., Mascola L. & Seward, J.F. 2011. Varicella in infants after implementation of the US varicella vaccination program. Pediatrics 2011; 128; 1071.

29. Donahue, J.G., Kieke, B.A., Yih, W.K., Berger, N.R., McCauley, J.S., Baggs, J., Zangwill, K.M., Baxter, R., Eriksen, E.M., Glanz, J.M. & the others. Varicella vaccination and ischemic stroke in children: is there an association?. Pediatrics 2009; 123; e228.

30. Perella, D., Fiks, A.G., Jumaan, A., Robinson, D., Gargiullo, P., Pletcher J., Forke, C.M., Schmid, D.S., Renwick M., Mankodi, F., Watson, B. Spain C.V. 2009. Validity of reported varicella history as a marker for Varicella zoster virus immunity among unvaccinated children, adolescents, and young adults in the post-vaccine licensure era. Pediatrics 2009; 123; e820.