refrat fraktur maksila

4
FRAKTUR MAKSILA Fraktur pada maksila atau rahang atas lebih jarang ditemukan dibandingkan fraktur pada mandibula. Tetapi fraktur ini biasanya berhubungan dengan fraktur tulang wajah yang lain, seperti fraktur pada os nasal. Hal ini terjadi karena maksila berperan sebagai central support pada tulang-tulang wajah. Dampak sebuah tekanan pada tulang ini dapat menyebabkan terjadinya fraktur sepanjang garis “planes of weakness” di sekitar hidung dan orbita. Fraktur pada maksila biasanya juga menyebabkan terjadinya fraktur pada gigi. KLASIFIKASI Kebanyakan fraktur pada wajah bagian tengah terjadi sepanjang garis kelemahan tulang dan membentuk salah satu dari 3 pola fraktur yang digambarkan Le Fort, yaitu:

Transcript of refrat fraktur maksila

Page 1: refrat fraktur maksila

FRAKTUR MAKSILA

Fraktur pada maksila atau rahang atas lebih jarang ditemukan dibandingkan fraktur pada mandibula. Tetapi fraktur ini biasanya berhubungan dengan fraktur tulang wajah yang lain, seperti fraktur pada os nasal. Hal ini terjadi karena maksila berperan sebagai central support pada tulang-tulang wajah. Dampak sebuah tekanan pada tulang ini dapat menyebabkan terjadinya fraktur sepanjang garis “planes of weakness” di sekitar hidung dan orbita. Fraktur pada maksila biasanya juga menyebabkan terjadinya fraktur pada gigi.

KLASIFIKASI

Kebanyakan fraktur pada wajah bagian tengah terjadi sepanjang garis kelemahan tulang dan membentuk salah satu dari 3 pola fraktur yang digambarkan Le Fort, yaitu:

Gambar: Klasifikasi Le Fort Fracture. Gambar paling bawah menunjukkan potongan sagital dari pola fraktur melalui tulang midfasial

Le Fort I : patah tulang mendatar rendah; bagian alveolus yang mengandung gigi atas tulang maksila terlepas

Page 2: refrat fraktur maksila

Le Fort II : bagian alveolus dan etmoid terlepas (patah tulang piramid); fraktur ini mengenai tulang-tulang wajah tengah

Le Fort III : patah tulang mendatar tinggi; seluruh wajah terlepas dari dasar tengkorak

Le Fort II paling sering ditemukan, diikuti oleh Le Fort I dan Le Fort III. Namun tidak biasa untuk mendiagnosis sebuah fraktur maksila murni pada salah satu pola saja. Fraktur tulang wajah biasanya kompleks dan memiliki salah satu komponen dari masing-masing pola di atas.

PEMERIKSAAN FISIK

Fraktur fasial sekunder yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermototor berkecepatan tinggi biasanya berhubungan dengan fraktur servikal atau trauma jaringa saraf. Karena itu, pemeriksaan servikal harus dilakukan. Pemeriksaan pada seluruh nervus kranial juga harus dilakukan.

Trauma lain yang juga biasa ditemukan adalah trauma pada mata.

Fraktur maksila harus selalu dicurigai setiap terdapat trauma pada wajah yang diikuti maloklusi. Pasien yang sadar biasanya dapat menceritakan apakah giginya dapat merapat dan terasa normal atau tidak. Pada oklusi tersebut, mobilitas wajah bagian tengah sebaiknya dinilai dengan cara menyuruh pasien menghisap premaksila dan melihat pergerakannya sementara kepala pasien ditahan.

Le Fort I hanay akan memperlihatkan pergerakan pada maksila bagian rendah, sedangkan Le Fort II dan III juga akan memperlihatkan pergerakan tambahan dari pangkal tulang hidung. Le Fort III akan memperlihatkan pergerakan orbital bagian lateral.

Bingkai orbita dan daerah nasoemoid harus dipalpasi uuntuk menentukan level fraktur. Le Fort I bisa tidak terlalu nyata dan tidak ada temuan yang mendukung pada daerah periorbital. Pada Le Fort II dapat ditemukan periorbital dan subkonjuntiva ekimosis. Wajah juga akan terlihat memanjang, dan juga biasanya terdapat pembengkakan yang besar pada wajah bagian tengah.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Pemeriksaan standar untuk fraktur maksila adalah CT Scan slide tipis dengan potongan koronal dan sagital. Foto polos biasanya tidak terlalu digunakan. Pemeriksaan 3 dimensi diperlukan untuk memudahkan penatalaksanaan, namun tidak terlalu dibutuhkan untuk mendiagnosisnya.

Page 3: refrat fraktur maksila

PENATALAKSANAAN

Beberapa prinsip harus dipegang dalam penatalaksanaan fraktur fasial bagian tengah. Sebisa mungkin penatalaksanaan cukup dilakukan sekali dengan diikuti manajemen yang baik terhadap soft tissue. Seluruh fragmen fraktur harus diperhatikan dan fiksasi internal dengan menggunakan plate hars dilakukan. Jika perlu, bone graft harus dilakukan pada repair inisial. Mengembalikan oklusi gigi normal dapat dilakukan pada fiksasi maksilomandibular (MMF). Mandibula harus distabilisasi untuk menyediakan occlusive platform bagi maksila. Karena wajah bagian tengah kurang ditopang pada bagian sagital, madibula dan frontal harus bertindak sebagai penopang bagi maksila.

Exposure

Fraktur maksila rendah harus didekatkan dengan cara insisi pada sulkus gigingobuccal. Bingkai ruang infraorbital dapat diekspos melalui transkonjuntiva, subtarsal, dan subsiliar. Terkadang, kantotomi lateral juga diperlukan. Daerah nasoetmoid dapat dicapai dengan insisi koronal.

Fiksasi dengan Plate

Beberapa penelitian sudah menunjukkan manfaat penggunaan plate dan skrew yang resorbable: walau masih banyak yang menggunakan peralatan non resorbable. Rigid internal, three-point fixation adalah standar penanganan pada fraktur maksila. Kompresi tidak diperlukan, dan sebaiknya dihindari untuk mempertahankan oklusi dan kontur normal. Gap yang kurang dari 5 mm masih bisa ditolerir, walau defek sekunder pada fraktur buttrees kominutif harus diisi dengan bone grafts. Pergerakan postoperative akan mengganggu penyembuhan normal.

FRAKTUR PADA ANAK-ANAK

Fraktur maksila pada anak-anak jarang ditemukan, lebih sering ditemukan fraktur pada os mandibula atau os nasal. Displace minimal dan greenstick fracture dapat ditangani secara konservatif. Displaced fracture ditangani dengan cara penanganan yang sama dengan fraktur pada dewasa: repair segera dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF). Plate dan skrew sebaiknya jangan diletakkan di dekat gigi yang akan tumbuh. Beberapa ahli berpendapat akan memindahkan semua alat-alat tersebut saat pasien sudah sembuh. Fiksasi maksilomandibular (MMF) tradisional pada anak-anak yang belum memiliki gig permanen sangat berisiko. Jika memang diperlukan, hal itu dapat digantikan dengan acrylic splints dan circummandibular wires, sehingga kerusakan pada tunas gigi dapat dihindari.