Lp Debridemen Maksila
-
Upload
defi-destyaweny -
Category
Documents
-
view
43 -
download
3
description
Transcript of Lp Debridemen Maksila
I. Cedera Kepala
Cedera kepala adalah trauma yang menimpa struktur kepala sehingga dapat
menimbulkan kelainan struktural dan atau fungsional pada jaringan otak. Cedera kepala dapat
terjadi karena benturan fisik dari luar. Cedera kepala dapat menyebabkan beberapa jenis
trauma seperti:
a. Fraktur
- Simple
Yaitu retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit
- Linear
Yaitu retak yang terjadi ada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi,
dan splintering
- Depressed
Yaitu retak pada kranial dengan depresi ke arah otak
- Compound
Yaitu retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak
b. Luka memar
Luka memar adalah luka yang terjadi pada jaringan subkutan dimana pembuluh darah
kapiler pecah sehingga darah meresap ke jaringan di sekitarnya, kulit tidak rusak, jaringan
menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan.
c. Luka laserasi
Yaitu luka robek akibat benda tajam. Tepi luka tampak rata dan teratur.
d. Luka abrasi
Yaitu luka yang tidak begitu dalam dan tidak samapai pada jaringan subkutis.
II. Luka Abrasi
Luka abrasi terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya merupakan benda
tidak tajam. Luka ini mengenai lapisan epidermis namun tidak sampai pada jaringan subkutis.
Luka abrasi dapat menimbulkan rasa nyeri sebab banyak ujung-ujung syaraf yang rusak akibat
terjadinya gesekan dengan benda tumpul. Salah satu penanganan luka abrasi adalah dengan
debridemen. Debridemen harus dilakukan dalam waktu 24-48 jam. Hal ini dilakukan untuk
menghindari traumatic tattoo. Traumatic tattoo ini terbentuk biasanya akibat gesekan dengan
aspal. Benda asing, seperti aspal masuk ke dalam jaringan kulit kemudian warna aspal akan
meresap pada jaringan kulit sehingga membentuk traumatic tattoo.
Gb. Traumatic tattoo
III. Penanganan Luka Abrasi dengan Debridemen
a. Definisi debridemen
Debridemen adalah suatu pengangkatan jaringan mati pada kuit atau jaringan yang
terinfeksi serta banda asing yang masuk pada jaringan kulit. Jaringan mati pada kulit disebut
juga jaringan avital. Jaringan avital bisa berwarna lebih pucat, coklat muda, hitam dan
dalam keadaan basah atau kering.
b. Tujuan debridemen
Tujuan dilakukan debridemen adalah untuk menghilangkan jaringan mati ataupun benda
asing yang ada dalam kulit sehingga penyembuhan luka dapat terjadi dengan baik. Menurut
jurnal of wound care, 2011 menyebutkan terdapat 4 tujuan dari debridemen yaitu:
1. Remove
Menghilangkan jaringan nekrosis
Menghilangkan benda asing
Menghilangkan fragmen tulang
Meghilangkan debris
Menghilangkan pus
Menghilangkan eksudat
Menghilangkan slough
Menghilangkan eschar
Menghilangkan hematoma
2. Decrease
Mengurangi bau
Mengurangi kelembaban yang berlebihan
Mengurangi resiko infeksi
3. Stimulate
Menstimulasi epitelisasi
Menstimulasi penutupan luka
4. Improve
Meningkatkan kualitas hidup
c. Jenis-jenis debridemen
Terdapat 4 metode debridement, yaitu autolitik, mekanikal, enzimatik dan surgikal. Metode
debridement yang dipilih tergantung pada jumlah jaringan nekrotik, luasnya luka, riwayat
medis pasien, lokasi luka dan penyakit sistemik.
1. Debridement Otolitik
Otolisis menggunakan enzim tubuh dan pelembab untuk rehidrasi, melembutkan dan
akhirnya melisiskan jaringan nekrotik. Debridement otolitik bersifat selektif, hanya
jaringan nekrotik yang dihilangkan. Proses ini juga tidak nyeri bagi pasien. Debridemen
otolitik dapat dilakukan dengan menggunakan balutan oklusif atau semioklusif yang
mempertahankan cairan luka kontak dengan jaringan nekrotik. Debridement otolitik
dapat dilakukan dengan hidrokoloid, hidrogel atau transparent films.
Indikasi
Pada luka stadium III atau IV dengan eksudat sedikit sampai sedang.
Keuntungan:
o Sangat selektif, tanpa menyebabkan kerusakan kulit di sekitarnya.
o Prosesnya aman, menggunakan mekanisme pertahanan tubuh sendiri untuk
membersihkan luka debris nekrotik .
o Efektif dan mudah
o Sedikit atau tanpa nyeri.
Kerugian:
o Tidak secepat debridement surgikal.
o Luka harus dimonitor ketat untuk melihat tanda-tanda infeksi.
o Dapat menyebabkan pertumbuhan anaerob bila hidrokoloid oklusif digunakan.
2. Debridement Enzymatik:
Debridement enzimatik meliputi penggunaan salep topikal untuk merangsang debridement,
seperti kolagenase. Seperti otolisis, debridement enzimatik dilakukan setelah debridement
surgical atau debridement otolitik dan mekanikal. Debridement enzimatik
direkomendasikan untuk luka kronis.
Indikasi
o Untuk luka kronis
o Pada luka apapun dengan banyak debris nekrotik.
o Pembentukan jaringan parut
Keuntungan
o Kerjanya cepat
o Minimal atau tanpa kerusakan jaringan sehat dengan penggunaan yang tepat.
Kerugian:
o Mahal
o Penggunaan harus hati-hati hanya pada jaringan nekrotik.
o Memerlukan balutan sekunder
o Dapat terjadi inflamasi dan rasa tidak nyaman.
Aplikasi balutan dengan debridement enzymatic
Setelah beberapa hari pemakaian, balutan dibuka
3. Debridement Mekanik
Dilakukan dengan menggunakan balutan seperti anyaman yang melekat pada luka. Lapisan
luar dari luka mengering dan melekat pada balutan anyaman. Selama proses pengangkatan,
jaringan yang melekat pada anyaman akan diangkat. Beberapa dari jaringan tersebut non-
viable, sementara beberapa yang lain viable. Debridement ini nonselektif karena tidak
membedakan antara jaringan sehat dan tidak sehat. Debridement mekanikal memerlukan
ganti balutan yang sering.
Proses ini bermanfaat sebagai bentuk awal debridement atau sebagai persiapan untuk
pembedahan. Hidroterapi juga merupakan suatu tipe debridement mekanik.Keuntungan dan
risikonya masih diperdebatkan.
Indikasi
o Luka dengan debris nekrotik moderat.
Keuntungan:
o Materialnya murah (misalnya tule)
Kerugian:
o Non-selective dan dapat menyebabkan trauma jaringan sehat atau jaringan
penyembuhan
o Lambat
o Nyeri
o Hidroterapi dapat menyebabkan maserasi jaringan. Juga penyebaran melalui air
dapat menyebabkan kontaminasi atau infeksi. Disinfeksi tambahan dapat menjadi
sitotoksik.
4. Debridement Surgikal
Debridement surgikal adalah pengangkatan jaringan avital dengan menggunakan skalpel,
gunting atau instrument tajam lain Debridement surgikal merupakan standar perawatan
untuk mengangkat jaringan nekrotik. Keuntungan debridement surgikal adalah karena
bersifat selektif; hanya bagian avital yang dibuang. Debridement surgikal dengan cepat
mengangkat jaringan mati dan dapat mengurangi waktu. Debridement surgikal dapat
dilakukan di tempat tidur pasien atau di dalam ruang operasi setelah pemberian anestesi.
Ciri jaringan avital adalah warnanya lebih kusam atau lebih pucat(tahap awal), bisa juga lebih
kehitaman (tahap lanjut), konsistensi lebih lunak dan jika di insisi tidak/sedikit mengeluarkan
darah. Debridement dilakukan sampai jaringan tadi habis, cirinya adalah kita sudah
menemulan jaringan yang sehat dan perdarahan lebih banyak pada jaringan yang dipotong.
Luas dan radikalitas debridemet dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Indikasi
o Luka dengan jaringan nekrotik yang luas
o Jaringan terinfeksi.
Keuntungan:
o Cepat dan selektif
o Efektif
Kerugian :
o Nyeri
o Mahal, terutama bila perlu dilakukan di kamar operasi
d. Prosedur surgikal debridemen
1. Persiapan area yang akan didebridemen, yaitu dengan mengirigasi bagian tersebut
dengan saline kemudian diberi antiseptic (povidone iodine 10%)
2. Kemudian dilakukan pengangkatan jaringan yang akan di debridemen dengan
menggunakan bantuan scapel. Buang semua jaringan kulit yang mati dan benda asing
3. Irigasi kembali bagian yang telah didebridemen untuk membersihkan luka
4. Balut luka dengan balutan kering
e. Perawatan pre-operatif
Pengkajian pre operatif
Hal-hal penting yang perlu dikaji dalam pengkajian pre peratif adalah:
- Umur
- Alergi terhadap obat
- Alergi terhadap makanan
- Alergi terhadap plester
- Riwayat pembedahan sebelumnya
- Pengalaman anatesi
- Apakah pasien seorang perokok, mengkonsumsi alkohol, dan obat-obatan
- Kemampuan self care
- Support system
Pengkajian fisik
- Sistem pernafasan
Pada sistem pernafasan pasien lansia, pasien penderita PPOM, dan perokok perlu
diwaspadai kemungkinan terjadinya atelektasis serta efisiensi eksresi paru terhadap
anastesi menurun
- Sistem kardiovaskular
Sebelum operasi dilakukan perlu dilakukan pengkajian terhadap kemampuan jantung
mentolerir pembedahn serta pemberian anastesi. Hal ini dilakukan guna mencegah
perubahan jantung saat operasi.
- Sistem renal
Kondisi sistem renal perlu dikaji untuk mengetahui fungsi renal dalam mengekskresikan
medikasi yang diberikan selama operasi dan anastesi.
- Sistem muskuloskleteal
Kondisi muskuloskletal seperti deformitas akan mempengaruhi posisi pasien saat intra
dan post operasi. Sedangkan pasien denga atritis dapat mengalami nyeri post operasi
karena selama operasi posisi dipertahankan cukup lama.
- Sistem saraf
Pengkajian pada sistem syaraf berkaitan dengan kemampuan refleks pasien serta
ambulasi
- Nutrisi
Pada klien dengan malnutrisi perlu diwaspadai saat dilakukan pembedahan. Sebab
penyembuhan luka operasi akan menjadi lama. Untuk itu klien diberikan vit C dab B
untuk mendukung pembentukan fibrin. Sedangkan pasien dengan obesitas kemampuan
penyembuhan luka akan menurun sebab terdapat jaringan lemak yang tebal.
Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial meliputi support sistem serta teknik koping yang dimiliki oleh klien.
Klien anak perlu pendampingan orang tua sebelum dilakukan pembedahan untuk
menenangkan klien. Sedangkan klien yang memiliki pengalaman pembedahan sebelumnya
biasanya sudah memiliki sistem koping yang lebih baik, sehingga perasaan cemas sebelum
operasi lebih rendah.
Pemeriksaan laboratorium
Yang harus diperiksa sebelum operasi adalah:
- Pemeriksaan darah lengkap
White blood cell jumlah yang berlebih mengindikasikan terjadi infeksi
Hematokrit untuk mengetahui volume darah merah pada darah
Hemoglobin kadar hemoglobin yang rendah dapat menurunkan perfusi oksigen
ke jaringan
- Waktu pembekuan darah
Untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan darah. Terdapat beberapa
pasien yang mengalami gangguan pada pembekuan darah, seperti pada pasien hemofilia
- Bleeding Time
Untuk mennentukan lamanya tubuh menghentikan perdarahan akibat trauma. Pada tes
ini dapat diketahui bagaimana trombosit berperan dalam proses pembekuan darah.
Sedangkan pemeriksaan lainnya tergantung prosedur operasi yang akan diberikan, eperti
pemeriksaan:
- SGOT dan SGPT
Yaitu pemeriksaan yang berfungsi untuk menggambarkan fungsi hati
- Ureum kreatinin
Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui kadar ureum dan kreatinin dalam darah.
Terjadinya peningkatan kadar ureum kreatinin mengindikasikan terjadinya gangguan
dalam fungsi renal
- GDA
Dilakukan untuk mengetahui kadar gula darah. Bila terlalu tinggi perlu dicurigai
terjadinya diabetes.
Informed consent
Persetujuan pembedahan perlu ditanyakan dan diberikan surat persetujuannya pada
keluarga pasien. Pada saat ini perawat harus menjelaskan tujuan, alasan pembedahan,
resiko pembedahan, dan resiko anastesi yang mungkin didapat oleh pasien. Bila ada pilihan
tindakan lain, perlu juga dijelaskan terhadap keluarga pasien.
Persiapan pasien
- Informed consent
Harus ada informed consent yang telah disetujia oleh keluarga klien sebelum dilakukan
pembedahan
- Pembatasan diit
Pasien disiapkan diit nothing per oral. Pasien diminta untuk puasa 6-8 jam. Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya aspirasi saat setelah dilakukan anastesi. Saat
dilakukan anastesi, pasien akan kehilangan refleksnya sehingga besar kemungkinan
dapat terjadi refluks makanan yang dapat menyebabkan aspirasi.
- Persiapan kulit
Area yang akan diinsisi harus dibersihkan. Bila ada rambut harus dicukur terlebih dahulu.
Pasien juga diminta untuk menggunakan baju operasi serta penutup kepala. Jalur
intravena segera disiapkan. Bila perlu, dilakukan pemasangan kateter urin.
- Cek adanya alergi terhadap obat dan plester
Perlu dikaji adanya alergi obat-obatan dan plester. Pasien biasanya dilakukan skin test.
- Edukasi pasien
Pasien perlu diedukasi mengenai tujuan dan prosedur operasi yang akan dilakukan.
Selain itu pasien juga perlu diajarkan cara batuk efektif dan nafas dalam.
f. Perawatan klien intra operatif
- Tim pembedahan, terdiri dari:
1. Dokter ahli bedah dan asistem bedah
2. Dokter anastesi
3. Perawat anastesi
Bertugas untuk membantu memberikan obat-obatan anastesi, memantau kondisi
vital selama jalannya operasi dan turut membantu memberikan obat-obatan untuk
mempertahankan kondisi fisik saat operasi
4. Perawat sirkuler
Sebelum pembedahan
Set up ruangan operasi
Menjaga kebutuhan alat
Check up keamanan dan fungsi semua peralatan sebelum pembedahan
Posisi klien dan kebersihan daerah operasi sebelum drapping.
Memenuhi kebutuhan klien, memberi dukungan mental, orientasi klien.
Selama pembedahan :
- Mengkoordinasikan aktivitas
- Membenatu anesthetic
- Mendokumentasikan secara lengkap drain, kateter, dll
5. Scrub nurse
Bertanggung jawab menyiapkan dan mengendalikan peralatan steril dan instrumen,
kepada ahli bedah/asisten
Selama pembedahan dilakukan perlu diobeservasi tanda-tanda vital, jumlah cairan yang
keluar (perdarahan, urin), kelengkapan instrumen sebelum dan sesudah operasi.
Pada saat pembedahan pasien akan diberikan anastesi. Terdapat beberapa jenis anastesi,
antara lain:
1. Anastesi lokal
Pembiusan dilakukan pada area tertentu, biasanya menggunakan lidokain dan
dilakukan pada operasi kecil.
2. Anastesi regional
Pembiusan dilakukan pada regional tubuh. Biasanya dilakukan pada pasien yang akan
menjalani SC, operasi hernia, operasi hemoroid.
3. Anastesi umum
Pembiusan dilakukan dan bekerja pada seluruh tubuh. Terdapat beberapa metode
pemberia anastesi ini, yaitu:
- Inhalasi
Pemberian anastesi menggunakan gas nitrous axida, dengan janis: halotas,
forane, folatile, etheran.
- TIVA (Total Intravenous Anasthesia)
Pelepasan obat secara pelan. Janis obat yang diberikan barbiturat, narkotik.
Perlu dilakukan pengkajian sebelum, selama, dan sesudah anastesi diberikan. Sebelum
diberikan anastesi perlu dikaji mengenai adanya alergi obat tertentu. Selama pemberian
perlu dipantau TTV. Setela pemberian/ fase pemulihan perlu dipantau mengenai GCS,
kesadaran, TTV, dan efek dari anastesi seperti mual, muntah, pusing, pasien merasa
kedinginan dan menggigil.
g. Perawatan klien post operatif
System Pernafasan.
Ketika klien dimasukan ke PACU, Perawat segera mengkaji klien:
- Potency gangguan jalan nafas meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
- Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit depresi
narcotic, respirasi cepat, dangkal gangguan cardiovascular atau rata-rata
metabolisme yang meningkat.
- Auscultasi paru keadekuatan expansi paru, kesimetrisan.
- Inspeksi: Pergerakan didnding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma,
retraksi sternal efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
Sistem Cardiovasculer.
Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit (4x). 2 jam
(4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung depresi miocard, shock,
perdarahan atau overdistensi.
Nadi meningkat shock, nyeri, hypothermia.
Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran ektremitas).
Homan’s saign trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema, kemerahan, nyeri).
Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
- Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
- Ukur cairan NG tube, out put urine, drainage luka.
- Kaji intake / out put.
- Monitor cairan intravena dan tekanan darah.
Sistem Persyarafan.
- Kaji fungsi serebral dan tingkat kesadaran semua klien dengan anesthesia umum.
- Klien dengan bedah kepala leher : respon pupil, kekuatan otot, koordinasi. Anesthesia
umum depresi fungsi motor.
Sistem Perkemihan.
- Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi,
IV, spinal.
Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine.
Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah (distensi buli-buli).
- Dower catheter kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam komplikasi
ginjal.
Sistem Gastrointestinal.
- Mual muntah 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan
stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta
TIO meningkat.
- Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
- Kaji paralitic ileus suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.
Sistem Integumen.
- Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi, obat-
obat steroid.
- Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu tahun.
- Ketidak efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan :
Infeksi luka.
Tekanan pada daerah luka.
Dehiscence dan eviserasi
Dehisence adalah terbukanya lapisan luka parsial maupun total sedangkan eviserasi
adalah keluarnya pembuluh darah melalui irisan.
Drain dan Balutan
Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat di ruang PAR, (Jumlah, warna,
konsistensi dan bau cairan drain dan tanggal observasi), dan minimal tiap 8 jam saat di
ruangan.
Pengkajian Nyeri
Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah , drain dan posisi intra operative.
Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi,
diaphorosis,gelisah, menangis. Kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian
analgetika.
Pemeriksaan Laboratorium.
Dilakukan untuk memonitor komplikasi . Pemeriksaan didasarkan pada prosedur
pembedahan, riwayat kesehatan dan manifestasi post operative. Test yang lazim adalah
elektrolit, Glukosa, dan darah lengkap.
Rumus Kebutuhan Cairan Intraoperatif
DEWASA
Maintenance (M) : 2 cc/kgBB
Pengganti Puasa (PP) : (Lama Puasa x M) : SO
Stress Operasi (SO) : BB x Jenis Operasi
Indeks Jenis Operasi : Kecil (4), sedang (6), berat (8)
Pemberian Cairan pada 1 jam pertama:
Karena sudah terpasang infus, maka pengganti puasa akan diberi setengahnya jadi:
M + ½ PP + SO
Sedangkan pada jam ke 2:
M + ¼ PP + SO
Jenis Cairan Infus:
1. Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+
lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan
sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi,
misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang
membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak)
pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair
dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada
pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus
menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit
gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan
normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik”
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan
tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan
albumin.
Daftar Pustaka
WHO, 2011. Best Practice Surgical Care
EWMA. 2011. Debridement Care. Debridement Care Journal
Nursing Times. 2013. The Role of Debridement Care. Vol. 109. No 40
Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada proses operai
a. Pre operasi
Pengetahuan kurang ( knowledge deficit )
Tujuan : Klien mengatakan mengerti dan mematuhi prosedur pre-op
Intervensi : Mengedukasi teknik untuk mencegah komplikasi post-op
Fokus : Edukasi pre-operasi
Informasi yang diberikan : Informed consent, pembatasan diit, pre-operatip preparation, post-
op exersice.
Dalam penyampaian inform consent, perawat harus menjelaskan :
- alasan pembedahan
- pilhan dan resikonya
- resiko pembedahan
- resiko anestesi
Kecemasan :
Tujuan : kecemasan klien menurun , menunjukkan relaksasi saat istirahat
Intervensi :
- preoperatip teaching
- relaksasi nafas dalam
- rest.
b. Intra operasi
1. Resiko for injury berhubungan dengan anesthesia, posisi intra operatif dan bahaya lain dari
lingkungan intra operatif.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan anesthesia
4. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dan cairan tubuh selama
pembedahan.
Perencanaan
Dx 1: Resiko for injury berhubungan dengan anesthesia, posisi intra operatif dan bahaya lain
dari lingkungan intra operatif.
Tujuan : Klien akan dipertahankan dalam keadaan anesthesia yang aman selama pembedahan
dan bebas dari perlukaan peralatan operasi.
Intervensi:
- Persiapan dan penggunaan obat anesthesia yang tepat.
- Positioning posisi yang tepat.
Untuk menjamin posisi yang tepat dikaji : kesesuaian fisiologiss, perubahan sirkulasi yang
minimal, proteksi struktur tulang dan neuromusculair, penggunaan dan lokasi IV line, cara
anesthesia, keamanan dan keselamatan klien.
Penggunaan peralatan elektrik. Lempeng grounding yang ditutupi jeli tidak menekan
tubuh.
- Chek hati-hati alat / electrosurgical mencegah luka bakar.
Dx 2: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
Tujuan: Klien akan mengalami gangguan integritas kulit yang dan kontaminasi yang minimal.
Intervensi:
- Plastic adhesive drape setelah daerah pembedahan dibersihkan dan kering.
- Penutupan kulit:
- Tujuan:
- Menutup lumen pembuluh darah.
- Mencegah perdarahan dan kehilangan cairan tubuh.
- Mencegah kontaminasi luka.
c. Post operasi
1. Gangguan pertukaran gas, berhubungan dengan efek sisa anesthesia, imobilisasi, nyeri.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka pemebedahan, drain dan drainage.
3. Nyeri akut berhubungan dengan incisi pembedahan dan posisi selama pembedahan.
4. Potensial terjadi perlukaan berhubungan dengan effect anesthesia, sedasi, analgesi.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan intra dan post operasi.
6. Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan skresi.
7. Perubahan eliminasi urine ( penurunan) berhubungan dengan obat anesthesia dan
immobilisasi.
Perencanaan
1. Gangguan pertukaran gas
Tujuan : Klien akan mempertahankan ekspansi paru dan fungsi pernapasan yang adekuat.
Intervensi :
- Posistioning klien untuk mencegah aspirasi
- Insersi mayo mencegah obstruksi, melakukan suction.
- Pemberian aksigen
- Endotracheal tube/mayo dilepas refleks gag kembali..
- Dorong batuk dan bernapas dalam 5 – 10 x setiap 2 jam. Khususnya 72 jam pertama
(potensial komplikasi :atelektasis, pneumonia).
- Klien dengan penyakit paru, orang tua, perokok, panas spirometer.
- Suction.
2. Gangguan integritas kulit
Tujuan : luka klien akan sembuh tanpa komlikasi luka post operatif.
Penyebab luka infeksi :
- kontaminasi selama pembedahan
- infeksi preoperative
- teknik aseptic yang terputus
- status klien yang jelek.
Intervensi :
- Terapi obat :
antibiotik profilaksis spectrum luas (24 – 72 jam post op)
perawatan luka dengan gaas antibiotik.
- Balutan luka : ganti sesuai order dokter. Luka yang ditutup dengan balutan dibuka 3-6
hari.
- Drain :
evakuasi cairan dan udara
mencegah luka infeksi yang dalam dan pembentukan abses pada luka bedah.
3. Nyeri
Tujuan : klien akan mengalami pengurangan nyeri akibat luka bedah dan posisi selama
operasi.
Intervensi :
- Terapi obat :
Pemberian anlgetik narkotik dan non narkotik nyeri akut (meperidin hydroclorida,
morphine sulphate, codein sulphate, dan lain-lain.)
Mengkaji tipe, lokasi ditensitas nyeri sebelum pemberian obat.
Pada pembedahan yang luas kontrol nyeri iv pump.
Observasi tekanan darah, pernapasan, kesadaran, (depresi napas, hyotensi, mual,
muntah komplikasi narkotik).
Metode pangendalian nyeri yang lain :
1. positioning
2. perubahan posisi tiap 2 jam
3. masase