Refrat Dr Daliman
-
Upload
nurul-fajri -
Category
Documents
-
view
23 -
download
7
Transcript of Refrat Dr Daliman
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hamil adalah suatu masa dari mulai terjadinya pembuahan dalam rahim seorang
wanita sampai bayinya dilahirkan. Kehamilan terjadi ketika seorang wanita melakukan
hubungan seksual pada masa ovulasi atau masa subur (keadaan ketika rahim melepaskan
sel telur matang), dan sperma (air mani) pria pasanganya akan membuahi sel telur sel
telur matang wanita tersebut. Telur yang telah dibuahi sperma kemudian akan menempel
pada dinding rahim, lalu tumbuh dan berkembang selama kira–kira 40 minggu (280 hari)
dalam rahim pada kehamilan normal (Suririnah, 2008).
Status gizi ibu sangat penting untuk tercapainya kesejahteraan ibu dan janin
(Ronnenberg et all, 2003). Metode yang sering digunakan untuk mengetahui status gizi
pada seseorang adalah dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass
Index (IMT). Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu berat badan dibagi tinggi badan kuadrat
dipengaruhi oleh etnisitas dan genetik dan dapat juga digunakan untuk pengukuran
adipositas dan keseimbangan energy (Ronnenberg et all, 2003). Antropometri ibu pun
berbeda antar populasi (Ota et all, 2010), di Negara beberapa bagian di dunia terjadi
masalah gizi kurang atau masalah gizi lebih secara epidemis. Negara-negara berkembang
seperti sebagian besar Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan pada
umumnya mempunyai masalah gizi kurang (Almatsier, 2002). Wanita dengan status gizi
rendah atau biasa dikatakan IMT rendah, memilik efek negatif pada hasil kehamilan,
biasanya berat bayi baru lahir rendah dan kelahiran preterm (Papathakis, 2005).
Sedangkan wanita dengan status gizi berlebihan atau IMT obesitas dikatakan memiliki
risiko tinggi terhadap kehamilan seperti keguguran, persalinan operatif, preeklamsia,
thromboemboli, kematian perinatal dan makrosomia (Yu CKH, Teoh TG, Robinson S,
2006). Manajemen antenatal yang tepat pada pengelolaan gizi ibu, sebagaimana
ditentukan oleh bukti ilmiah sangat penting dalam mengurangi risiko kelahiran bayi baik
lingkungan intrauterin dan proses kelahiran yang mengancam nyawa (Ota et all, 2010),
Indeks Massa Tubuh yang digunakan sebagai acuan pada penelitian kebanyakan
adalah IMT sebelum hamil, Sedangkan penelitian mengenai pertambahan berat badan
selama kehamilan ada yang menunjukkan pengaruh terhadap keluaran maternal dan
perinatal, ada pula yang tidak menunjukkan pengaruh bermakna. Ditambah lagi dengan
gaya hidup masyarakat yang sudah berubah terutama terkait dengan konsumsi makanan,
dan kebiasaan diet.
Meningkatnya IMT ibu menjadi salah satu faktor risiko dalam praktek obstetrik.
Nilai IMT yang tinggi pada kehamilan didefinisikan sebagai indeks massa tubuh (IMT)
lebih dari 25 kg / m2. Tingginya nilai IMT dalam kehamilan berimplikasi terhadap
mortalitas dan morbiditas pada ibu dan bayi. Prevalensi tinggi IMT pada kehamilan telah
meningkat 9-10% pada awal tahun 1990 untuk 16-19% pada 2000 (Heslehurst. N.et all,
2007 ; Kanagalingam. et all, 2005). Hal ini terkait dengan peningkatan risiko seperti;
miscarriage (Kanagalingam. et all, 2005) , kelainan kongenital pada janin (Lashen and
Sturdeen, 2004), thromboembolism (Rasmussen, 2008 ; Jacubsen, Skjeldestad, and
Sandset, 2008) , diabetes gestasional (Larsen. et all, 2007) , pra-eclampsia (Sebire,
2001), gangguan persalinan (Nuthalapaty, Rouse, and Owev, 2004), perdarahan post
partum, infeksi (Sebire, 2001), dan kematian neonatal (Shah, Sands, and Kenny, 2006).
B. Tujuan
1. Mengetahui dampak indeks massa tubuh (BMI) yang tinggi terhadap risiko
fetomaternal
2. Mengetahui dan menelaah isi jurnal dalam pengembangan pengetahuan tentang
fetometernal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Obesitas
Definisi Obesitas
Obesitas adalah merupakan suatu keadaan kelebihan jumlah lemak dalam tubuh,
sedangkan overweight adalah kelebihan berat badan bukan hanya dari jumlah lemaknya
namun juga termasuk otot, tulang, dan total air dalam tubuh (Adams and Murphy, 2013).
Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan energi yang masuk dan energi yang keluar.
Jumlah lemak pada tubuh wanita normal sekitar 25-30% dari berat tubuhnya, sedangkan
pada pria 18-23% (Anonim, 2010a).
Epidemiologi
Menurut World HealthOrganization (WHO) pada tahun 2008, sekitar 1,5 miliar
dewasa adalah overweight. Lebih dari 200 juta laki-laki dan sekitar 300 juta wanita
adalah obese. WHO memprediksi bahwa pada tahun 2015, sekitar 2,3 miliar dewasa akan
mengalami overweightdan lebih dari 700 juta miliar akan obese (WHO, 2013a).
Sedangkan menurut RISKESDAS (2007) prevalensi obesitas pada penduduk
dewasa di atas 15 tahun di beberapa kota besar di Indonesa cukup tinggi seperti di
Sumatera utara 20.9% dengan 17.7% pria dan 23.8% wanita, di DKI Jakarta 26.9%
dengan 22.7% pria dan 30.7% wanita, Jawa Barat 17.0% dengan 14.4% pria dan 29.2%
wanita, Jawa tengah 17.0% dengan 11.6% pria dan 22.0% wanita, DI Yogyakarta 18.7%
dengan 14.6% pria dan 22.5% wanita, Jawa timur 20.4% dengan 15.2% pria dan 25.5%
wanita. Dan di Indonesia adalah 19.1% dengan wanita 23.8% dan pria 13.9% (Depkes,
2009).
Prevalensi obesitas berhubungan dengan urbanisasi dan mudahnya mendapatkan
makanan serta banyaknya jumlah makanan yang tersedia. Urbanisasi dan perubahan
status ekonomi yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang berdampak pada
peningkatan prevalensi obesitas pada populasi di negara-negara ini, termasuk Indonesia.
Faktor Risiko
Pada obesitas, seseorang mengkonsumsi kalori lebih dari yang dapat dibakar
secara normal, dalam arti kata mereka makan banyak namun tidak diseimbangkan dengan
aktivitas atau olahraga. Namun ada faktor lain yang juga menjadi predisposisi seseorang
menjadi obesitas.
Faktor-faktor tersebut diantaranya (Anonim, 2009; Guyton, and Hall, 2008)
a. Genetik. Genetik memainkan peran sangat besar terhadap kejadian obesitas. Pada
suatu studi didapatkan kesimpulan umum yaitu ketika ibu biologis mengalami
obesitas, maka kira-kira 75 persen anak-anaknya akan mengalami obesitas.
Sedangkan jika ibu biologis memang kurus atau tidak mengalami obesitas, kira-kira
75 persen anak-anaknya juga berbadan kurus. Maka mereka yang memang memiliki
“bakat” genetik seperti ini sudah seharusnya lebih bisa menerima keadaan yang sulit
untuk diubah namun dapat dilakukan manajemen yang baik.
b. Usia. Ketika seseorang menginjak usia tua, tubuh mengalami penurunan kemampuan
untuk metabolisme makanan atau kalori. Makanan lebih lama diolah, diubah menjadi
energi dan pada akhirnya walaupun jumlah makanan yang dikonsumsi sejak orang
tersebut usia 20 hingga usia tua tidak berubah namun sebenarnya ia tidak
memerlukan jumlah kalori yang sama. Hal ini terlihat jelas ketika mereka yang
berusia 20-an mengkonsumsi banyak kalori namun seimbang dengan aktivitas, pada
mereka yang berusia diatas 40-an dengan jumlah konsumsi kalori yang sama malah
bertambah bobotnya karena aktivitas dan metabolisme tubuh yang sudah menurun
secara alamiah.
c. Gender. Wanita dikatakan mengalami tendensi lebih sering menjadi overweight
dibanding laki-laki. Laki-laki memiliki kemampuan untuk metabolisme saat istirahat
yang berarti energi juga digunakan saat itu. Sehingga laki-laki membutuhkan jauh
lebih banyak kalori untuk menjaga keseimbangan metabolisme yang menghasilkan
energi itu. Pada wanita, terutama yang sudah mengalami menopause, rasio
metabolisme mereka justru akan menurun, sehingga jelas mereka akan mengalami
penambahan berat badan setelah menopause.
d. Lingkungan. Walaupun genetik merupakan faktor utama pada obesitas, namun pada
beberapa kasus, lingkungan juga merupakan faktor signifikan. Yang termasuk faktor
lingkungan adalah gaya hidup seperti apa yang dimakan dan seberapa aktif
seseorang.
e. Aktivitas fisik. Seseorang yang aktivitas fisiknya tinggi membutuhkan kalori untuk
dibakar jauh lebih besar untuk menyeimbangkan kebutuhan tubuhnya. Sebagai
tambahan, aktivitas fisik rupanya membantu seseorang dengan obesitas untuk
‘menggunakan’ lemak sebagai sumber energinya. Sehingga ketika lemak tersebut
dibakar, berkurang pula bobot tubuhnya. Dalam 20 tahun terakhir diketahui bahwa
mereka yang obesitas memang mengurangi aktivitas fisiknya dan berlebihan dalam
urusan konsumsi kalori atau makanan berlemak.
f. Penyakit. Ada beberapa penyakit yang juga berhubungan dengan kejadian obesitas.
Diantaranya hipotiroidisme (kerja hormon tiroid yang menurun sehingga
metabolisme tubuh ikut menurun), suatu penyakit pada otak yang meningkatkan
nafsu makan (agak jarang terjadi), dan depresi.
g. Psikologis. Kebiasaan makan terkait dengan faktor psikis pada seseorang. Banyak
orang melarikan diri dari rasa sedih, bosan, depresi atau marah dengan makan
berlebihan. Rasa bersalah, diskriminasi, malu, atau ditolak dari lingkungan sosial
juga banyak berpengaruh pada kondisi psikis seseorang yang berhubungan dengan
perubahan pola makan. Binge eating adalah sebagai contoh dimana orang tersebut
makan berlebihan tanpa ia sadari dan pada akhirnya ia akan mencari pengobatan
serius karena masalah ini. Hampir 30 persen orang dengan binge eating terkait faktor
psikis menyerah dengan pergi ke dokter untuk mencari bantuan akan masalah ini.
h. Obat-obatan. Beberapa obat seperti steroid dan anti-depresan memiliki efek samping
penambahan berat badan.
Patofisiologi
Secara umum obesitas dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kalori, yang
diakibatkan asupan energi yang jauh melebihi kebutuhan tubuh. Obesitas terjadi karena
adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan
keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai
akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan
hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%) (Anonim, 2009).
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses
fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran
energi, dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini
terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan
sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal
tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran
energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi)
dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek
mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi
lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai
stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived
hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi
(Guyton, and Hall, 2008).
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa
meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin
kemudian merangsang anorexigenic centerdi hipotalamus agar menurunkan produksi
Neuro Peptide –Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula
sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa
berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang
menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi
resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu
makan (Guyton, and Hall, 2008).
Cara Pengukuran
Pengukuran berat badan seseorang secara tepat agak sulit. Ada beberapa metode
klasifikasi yang digunakan untuk enentukan obesitas, yaitu: (Anonim, 2008; WHO,
2013b)
1. Body Mass Index (BMI)
Body Mass Index (BMI) sangat sederhana dan digunakan untuk estimasi massa lemak
pada seseorang. BMI merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi badan seseorang.
Nilai BMI didapatkan dari berat dalam kilogram dibagi dengan kuardrat dari tinggi dalam
meter (kg/m2). Nilai dari BMI pada orang dewasa tidak bergantung pada umur maupun
jenis kelamin. BMI merupakan refleksi dari persentase body fat mayoritas orang dewasa
pada populasi besar dan universal. Walaupun begitu, tingkat akurasi BMI menurun jika
digunakan pada pengukuran ibu hamil atau orang dengan body builder yang massa atau
bobot tubuhnya terpengaruh dari komposisi ‘tambahan (Anonim, 2008; (WHO, 2013b).
BMI Classification
< 18.5 Underweight
18.5–24.9 normal weight
25.0–29.9 Overweight
30.0–34.9 class I obesity
35.0–39.9 class II obesity
>40.0 class III obesity
Tabel 1 : BMI menurut WHO8
Beberapa modifikasi (WHO, 2013b) :
- BMI 35.0 atau lebih dengan adanya satu atau lebih kormobiditas dimasukkan
kedalam kelas III BMI.
- Untuk orang Asia, ukuran overweight adalah antara 23 dan 29.9, obesitas adalah
BMI > 30.
Literatur ilmu bedah membagi kelas III obesitas menjadi beberapa kategori (WHO,
2013b) :
- BMI > 40.0 dimasukan kedalam kategori obesitas berat (severe)
- BMI 40.0 – 49.9 dimasukkan kedalam kategori obesitas morbid
- BMI > 50.0 dimasukkan kedalam kategori super obesitas.
2. Body Fat Percent (BF%)
Kelemahan BMI adalah tidak mengukur secara langsung kandungan lemak tubuh. Hasil
pengukuran Body Fat Percent (BF%). Sebagai gambaran, populasi Asia, yang memiliki
BF% ternyata BMI nya rendah di banding Caucasians dengan BF% yang sama. Hal ini
karena perbedaan komposisi tubuh, yaitu perbedaan rasio panjang badan dan kaki
(Newton et al, 2005; dalam Oetomo, 2011;49) (Anonim, 2010b).
3. Waist Circumference (WC)
Waist Circumference merupakan salah satu cara pengukuran kegemukan dengan
mengukur lingkar pinggang menggunakan pita pengukuran antropometri. Lokasi
pengukuran terletak diantara tulang rusuk paling bawah dengan tepi atas tulang panggul.
Pengukuran dilakukan horisontal melingkar perut sejajar tepi atas tulang panggul dan
paralel dengan lantai. Pada saat pembacaan pita pengukur tidak boleh menekan kulit dan
subjek dalam kondisi ekspirasi normal. Hubungan IMT dan WC dengan massa lemak
tubuh masih kontroversi antara ras, jenis kelamin dan kelompok umur.
4. Waist to Hip Ratio (WHR)
Waist to Hipratio (WHR) adalah rasio atau perbandingan antara lingkar pinggang dengan
lingkar panggul. Lingkar pinggang diukur mulai dari antarabawah tulang rusuk dan atas
umbilicus. Pengukuran dilakukan menghadap subjek dan subjek berdiri dengan otot perut
relaksasi, tangan disampingbadan serta kondisi ekspirasi normal. Lingkar panggul adalah
lingkar terbesar panggul yang diukur pada posisi berdiri. Pita pengukur antropometris
dilingkar horisontal pada pinggul, menempel kulit dan tidak sampai menekan. WHR
dianggap berisiko bila >0,9 pada pria dan >0,8 pada wanita.
5. Skinfold (Lipatan Kulit)
Skinfold adalah metode pengukuran lemak tubuh secara tidak langsung dengan mengukur
ketebalan dua lipatan kulit dan jaringan lemak bawah kulit menggunakan skinfold
caliper. Metode ini berdasarkan asumsi bahwa ketebalan kulit dan jaringan lemak
subkutan adalah konstan. Skinfold bersama IMT dipergunakan pada orang tua yang tidak
dapat berjalan. Bila dibandingkan dengan hasil pengukuran dual energy X-ray
densitometry,ternyata pengukuran skinfoldcaliper memberi hasil lebih rendah pada
subyek overweightterutama wanita. Namun demikian metode ini lebih dapat
diaplikasikan.
6. Bioelectrical Impedance Analysis (BIA)
Bioelectrical Impedance Analysis(BIA) adalah metode langsung mengukur obesitas.
Prinsip metode ini adalah : aliran listrik yang dilewatkan tubuh manusia dihambat oleh
jaringan lemak dan
Membran sel. Massa lemak tubuh sama dengan berat badan dikurangi massa bebas lemak
dalam kilogram (kg), sedang persen lemak tubuh sama dengan hasil pembagian massa
lemak tubuh (kg) dan berat badan tubuh (kg) dikali 100. Cairan tubuh subyek harus
normal, tidak dehidrasi karena kurang minum, keringat berlebih atau latihan fisik berat
sehari sebelum (Omron). Disamping untuk mengukur obesitas BIA juga dilaporkan
cukup akurat untuk memprediksi volume otot pada anggota badan bawah.
7. Imaging Method
Yang termasuk metode ini adalah Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Kedua metode ini mengukur komposisi tubuh pada tingkat jaringan. CT
scanner mendeteksi komposisi tubuh menggunakan sinar X yang dilewatkan tubuh
dengan mengetahui beda identitas. Biasanya CT scan digunakan sebagai alat diagnosis
penyakit tetapi juga dapat dipakai untuk mengukur komposisi jaringan tubuh termasuk
akumulasi lemak di bawah kulit dan di rongga abdomen, sehingga CT tidak hanya
mengukur lemak tubuh total tetapi juga lokasinya. Ada tiga tempat yang efektif untuk
diukur jaringan lemaknya, yaitu bawah dada, perut, dan pertengahan paha, khususnya
pada wanita obese
8. Metode Lain
Ada beberapa metode lain untuk mengukur obesitas yang jarang digunakan di klinik,
misalnya Dual X-ray Absorptiometry (DEXA). Telah dibuktikan bahwa validitas dan
reliabilitas antara metode DEXA sama dengan CT scan untuk mengukur obesitas sentral.
Prinsip pengukuran obesitas dengan DEXA adalah dengan membandingkan absorbs
radiasi massa lemak tubuh dengan berat badan, namun di Indonesia sendiri belum
dilakukan karena membutuhkan alat, tenaga dan tempat khusus
Dampak Obesitas
Masalah utama pasien obesitas masih seputar gangguan pada sistem
kardiovaskular, respirasi, dan gastrointestinal. Masalah lain adalah pada ibu hamil dengan
atau tanpa obesitas dan anak-anak yang sedari kecil sudah mengalami obesitas.Dampak
obesitas antara lain berupa penyakit iskemia, hipertensi, gagal jantung, Obstructive Sleep
Apnea (OSA), Diabetes Mellitus,Penyakit tromboembolik, artritis atau osteoartritis, batu
kandung empedu dan batu kandung kemih, Menstruasi tidak teratur, Diabetes mellitus
Gestasional, Pre eklampsia, abortus (Rothman, 2008; Sumiati, 2012).
Penanganan Umum
Penanganan obesitas tergantung tingkatan obesitas menurut BMI, kondisi medis
umum dan kesiapan untuk program secara khusus. Penanganan diantaranya kombinasi
diet, latihan atau olahraga, modifikasi perilaku dan kadang juga dibutuhkan obat penurun
berat badan (weight-loss drugs). Dalam keadaan sangat parah kadang dibutuhkan bedah
bariatrik. Penanganan obesitas membutuhkan waktu hampir seumur hidup. Adanya
motivasi untuk menurunkan berat badan hingga ideal cukup membantu keberhasilan
terapi (Adams and Murphy, 2013; Anonim, 2010b).
1. Diet. Program diet dapat menurunkan berat badan secara cepat, namun untuk
mempertahankan berat badan ideal yang sudah dicapai sangat sulit. Rata-rata
penurunan berat badan kurang lebih tiga kilogram atau tiga persen dari jumlah total
massa tubuh dalam sebulan sudah cukup baik. Empat kategori dalam program diet
diantaranya : rendah lemak (low-fat),rendah karbohidrat (low-carbohydrate),rendah
kalori (low-calorie) dan very low-calorie.
a. Rendah lemak. Mengurangi presentase jumlah lemak yang dikonsumsi normalnya
dapat mengurangi hingga 3.2 kg berat badan per bulannya.
b. Rendah karbohidrat. Atkins dan Protein Power merupakan diet tinggi lemak dan
protein namun rendah karbohidrat. Diet jenis ini sangat populer di masyarakat
namun tidak menjadi rekomendasi American Heart Association.
Rendah kalori. Diet rendah kalori akan menghasilkan defisit kalori dari sebelumnya
sekitar 500 – 1000 kalori. Artinya, dengan mengubah asupan sehari-hari menjadi
dominan protein dan limitasi karbohidrat juga lemak, tubuh akan mengalami
kelaparan dan imbasnya akan terjadi penurunan berat badan sekitar 1.5 - 2.5
kilogram. Diet jenis ini juga tidak menjadi rekomendasi mengingat efek sampingnya
yaitu kehilangan massa otot, peningkatan resiko penyakit Gout dan
ketidakseimbangan elektrolit. Kalaupun diet ini mau dilakukan, harus ada
pengawasan secara ketat dari dokter (Guyton, and Hall, 2008).
2. Latihan atau olahraga. Kerja otot sangat bergantung dari lemak dan glikogen dalam
tubuh. Besarnya otot dipengaruhi dari aktivitas yang dilakukan, seperti berjalan,
berlari, bersepeda, dan aktivitas itu pula yang dapat menurunkan lemak dalam tubuh.
Dengan latihan yang benar dan rutin, lemak akan digunakan sebagai energi. Jika
dikombinasikan dengan diet, maka akan didaptkan penurunan berat badan 1 kilogram.
Dalam waktu 20 minggu dengan latihan setara dengan militer tanpa diet, seorang
obese akan kehilangan 12.5 kilogram beban tubuhnya.
3. Medikamentosa. Orlistat (Xenical) dan Sibutramine (Meridia) adalah obat yang
digunakan sebagai terapi untuk obesitas. Obat-obat ini bersifat anoreksia yang
sifatnya menekan nafsu makan dan bekerja pada satu atau lebih neurotransmitter yang
berperan mengatur hal ini. Secara spesifik kerja obat ini adalah meningkatkan sekresi
neurotransmitter yaitu dopamin, norepinefrin, serotonin, dan menghambat ambilan
atau kombinasi dari mekanisme neurotransmitter ini. Orlistat digunakan untuk
mengurangi absorpsi lemak intestinal dengan menghambat enzim lipase pankreas,
sedangkan sibutramine bekerja langsung pada otak dengan menghambat deaktivasi
dari neurotransmitter yang telah disebutkan sebelumnya sehingga terjadi penurunan
nafsu makan.Rimonabant, jenis obat ketiga, bekerja melalui blokade sistem
endokanabinoid, namun jenis obat ini belum mendapatkan kesepakatan universal
dalam penggunaannya. Dalam jangka waktu yang lama, penggunaan orlistat akan
menurunkan berat badan sekitar 2.9 kg, sibutramine 4.2 kg dan rimonabant 4.7 kg.
Orlistat dan rimonabant juga mengurangi insidensi diabetes karena efek penurunan
kolesterol. Metformin, obat diabetes, dapat memberikan efek penurunan berat badan
yang ringan dan juga menurunkan resiko kardiovaskular.
4. Pembedahan. Pembedahan bariatrik adalah intervensi lain yang digunakan dalam
terapi obesitas. Pembedahan ini digunakan hanya pada kasus pasien dengan obesitas
berat / severe (BMI > 40) yang gagal dalam terapi diet, latihan ataupun obat-obatan.
Yang dilakukan adalah dengan mengurangi volume dari gaster, meningkatkan
kepuasan dalam nafsu makan, dapat juga dilakukan pemendekan usus (gastric bypass)
sehingga terjadi penurunan absorpsi dari makanan. Pembedahan untuk kasus seperti
ini berhubungan dengan efektifitas dari penurunan berat badan jangka panjang dan
penurunan resiko kematian. Yang terlihat jelas adalah resiko penyakit kardiovaskular,
diabetes mellitus dan kanker menurun seara signifikan.
5. Terapi kebiasaan.Terapi ini termasuk diantaranya dengan mengubah pola makan
(makan dengan porsi kecil namun sering), mengurangi konsumsi lemak dan kalori,
meningkatkan aktivitas fisik dan bergabung dengan kelompok yang bertujuan sama
dalam mendukung satu sama lain dan diskusi hal-hal yang dapat membantu mereka
mencapai target penurunan berat badan.
Protokol klinis dalam tatalaksana obesitas menurut American College of Physicians
(Anonim, 2010b; Rothman, 2008):
1. Pasien obesitas dengan BMI > 30 disarankan untuk melakukan diet, latihan dan terapi
kebiasaan, juga membuat rencana realistik untuk mencapai target penurunan berat
badan yang ideal.
2. Jika target ini tidak tercapai, dapat dilakukan terapi dengan obat-obatan. Pasien harus
dijelaskan efek samping dari obat-obatan sehingga mereka turut menjaga keamanan
dan efektivitas dari terapi yang sedang dilakukan.
3. Obat-obat yang dapat digunakan diantaranya : sibutramine, orlistat, phentermine,
diethylpropion, fluoxetine, bupropion. Dalam kasus obesitas parah, dapat digunakan
amfetamin atau methamphetamine.
4. Pasien obesitas dengan BMI > 40 yang gagal dalam terapi yang sudah disebutkan
diatas, dengan atau tanpa terapi medikamentosa, dapat disarankan untuk dilakukan
pembedahan bariatrik. Pasien juga harus mendapat penjelasan tentang komplikasi
yang dapat timbul sesudahnya.
B. Obesitas Maternal
Definisi
Obesitas maternal didefinisikan sebagai BMI ≥ 30 kg/m2 yang didapat dari
pengukuran berat dan tinggi badan pada saat kunjungan antenatal pertama kali.
Pengukuran BMI pada ibu hamil untk mendeteksi obesitas maternal harus dilakukan pada
awal kehamilan (kurang dari minggu ke-12) (Teale et all, 2011).
Tabel . Klasifikasi Body Mass Index (BMI) menurut WHO.
Klasifikasi BMI (kg/m2)
Underweight ≤ 18.5
Normal 18.5- 24.9
Overweight 25-29.9
Obesitas I 30-34.9
Obesitas II 35-39.9
Obesitas 3 ≥ 40.0
Epidemiologi
Sebanyak 50% wanita hamil mengalami overweight atau obesitas. Beberapa dari
mereka mengalami kenaikan berat badan melebihi dari yang direkomendasikan dan tidak
mengalami penurunan kembali setelah melahirkan. Hal ini dapat meningkatkan risiko di
kehamilan selanjutnya. Sebuah penelitian di Indonesia mengenai obesitas pada kehamilan
dilakukan di RS Kariadi Semarang tahun 2011. Peneliti mendapati bahwa dari 384
sampel ibu hamil, 31,8% termasuk obesitas, 19,3% termasuk overweight, 46,6%
termasuk normal dan 2,3% tergolong underweight (Sativa, 2010).
Penambahan Berat Badan Pada Ibu Hamil
Peningkatan berat badan di trimester pertama relativf sedikit, tidak naik atau
bahkan berkurang karena muntah-muntah. Peningkatan berat badan yang cukup pesat
terjadi di trimester 2 dan 3. Pada periode inilah perlu dilakukan pemantauan ekstra
terhadap berat badan.
Kenaikan berat badan yang seharusnya selama kehamilan bervariasi untuk setiap
wanita hamil dan tergantung beberapa faktor. Kenaikan berat badan tergantung dari
tinggi badan dan berat badannya sebelum kehamilan, ukuran bayi dan plasenta serta
kualitas diet sebelum dan selama kehamilan. Selama kehamilan, ibu perlu penambahan
berat badan karena membawa janin yang membutuhkan media tumbuh kembang optimal
dan untuk persiapan menyusui.
Tabel . Sumber Kenaikan BB pada ibu hamil.
Pola pertambahan berat badan bersifat sangat individual. Pertambahan berat
badan dapat dimulai sejak minggu ke-12, sedangkan peninggian tercepat terjadi antara
minggu ke-20 dan 30. Setelah minggu ke-36, berat badan diakhir kehamilan dapat
bertambah bila memiliki kecendrungan meretensi cairan. Peningkatan berat yang
mencolok kemungkinan disebabkan oleh retensi cairan yang berlebihan. Peningkatan
lebih dari 3 kg per bulan, khususnya setelah minggu ke-20 gestasi, dapat
mengindikasikan masalah yang serius, seperti hipertensi akibat kehamilan.
Kecepatan pertambahan berat badan yang direkomendasikan mencapai 1 sampai 2
kg selama trimester pertama dan kemudian 0,4 kg perminggu untuk wanita yang
memiliki berat standar terhadap tinggi badan (BMI 19,8 sampai 26). Peningkatan berat
progresif secara bertahap pada dua trimester terakhir umumnya merupakan peningkatan
jariangan lemak dan jaringan tidak lemak. Selama trimester kedua, peningkatan terutama
terjadi pada ibu, sedangkan pada trimester ketiga, kebanyakan pertumbuhan janin. Berat
badan harus dikaji pada setiap kunjungan prenatal dan ditulis digrafik peningkatan berat
untuk memantau kemajuan sehingga sasaran yang ditetapkan dapat dicapai. Variasi laju
ini (misalnya, kurang dari 0,5 kg per bulan pada wanita yang gemuk atau kurang dari 1
kg per bulan dalam dua semester terakhir pada wanita dengan berat normal) dapat
mengindikasikan diperlukan intervensi.
Jika ibu hamil yang memiliki berat badan berlebihan sebelum kehamilan, maka
pertambahan yang dianjurkan harus lebih kecil daripada ibu dengan berat badan ideal.
Hal ini dikarenakan banyaknya komplikasi dari berat badan yang berlebihan. Sebaliknya,
wanita yang berat badannya kurang sebelum hamil perlu menambah berat badan lebih
banyak karena asupan gizi yang berkurang akan menghambat pertumbuhan janin dalam
kandungan seperti BBLR dan gangguan kehamilan lainnya.
Tabel . Kenaikan Berat Badan (BB) maksimal berdasarkan BMI (Rekomendasi Institute of Medicine, 2009).
BMI (kg/m2) Kenaikan BB maksimal
pada janin tunggal (kg)
Kenaikan BB maksimal
pada janin dua (kg)
≤ 18.5 12,5 – 18 17-25
18.5- 24.9 11,5 – 16 16-24
25-29.9 7 – 11,5 14-22
≥ 30 5 – 9 11-19
Etiologi
Selain disebabkan oleh berbagai hal yang dapat menyebabkan obesitas seperti
yang dijelaskan pada bab sebelumnya, obesitas maternal juga disebabkan oleh
peningkatan berat badan selama kehamilan, resistensi insulin dan diet berlebih. Pada
masa-masa akhir kehamilan normal terjadi pembatasan utilisasi glukosa oleh ibu untuk
meningkatkan difusi melewati plasenta menuju fetus, sehingga menyebabkan sensitifitas
insulin menurun 50-60%. Kebutuhan makan ibu hamil naik antara 10-15% pun turut
menyebabkan terjadinya obesitas pada ibu hamil.
Outcome
Tabel . Outcome akibat obesitas maternalRisks of and problems associated with obesity in pregnancy
(Reviewed in Gunatilake & Perlow 2011)
MaternalCaesarean sectionChest, genital tract, and urinary infectionsCholecystitisDepressionDiabetes (Gestational and Type 2)Difficult surgical accessFailed attempts at vaginal birth after caesarean sectionFailed induction of labourGestational hypertensionHaemorrhageMaternal mortalityObstructed labourObstructive sleep apnoeaOperative and complicated vaginal birthPreeclampsiaPreterm birthReduced breastfeedingSurgical site infectionsThromboembolic diseaseFetal / NeonatalAdmission to neonatal intensive care unitsCongenital malformations including neural tube defects, congenital heart disease,omphalocele, cleft lip and palateMacrosomiaShoulder dystociaStillbirthSuboptimal electronic fetal monitoringSuboptimal ultrasonographyAnaestheticDifficult intubationsDifficult intravenous accessIncreased failure of epidural analgesia during labourIncreased risk of regurgitation and aspiration of stomach contents
Patomekanisme
Gambar . Outcome pada ibu akibat obesitas pada kehamilan
Obesitas
Sitokin pro inflamasi >>
Inflamasi maternal subklinis
Disfungsi endotel Sensitifitas insulin <<
Vasokonstriksi pembuluh darah Hiperglikemia
Hipertensi gestasionalDM gestasional
Pre-eklampsiaLipolisis >>
Asam lemak, trigliserid, VLDL >>
Disliidemia
Gangguan metabolik
Perdarahan post partum
Ruptur perineum
Persalinan pervaginamPersalinan
perabdominal
Kematian maternal
Syok
AnemiaSepsis
Infeksi
>>
Perdarahan >>
Sulit posisi menyusui, terlambat IMD, respon
prolaktin <<
Tromboemboli
Kegagalan laktasi
Risiko infeksi >>
Timbunan lemak >>
Makrosomia/Large for Gestasional Age
Ruptur perineum
Perdarahan post partum
Gambar . Outcome pada fetus dan anestesi akibat obesitas pada kehamilan.
Rekomendasi Managemen
Hal yang harus dilakukan ialah melakukan serangkaian tes di trimester awal.
Perlu dilakukan pemeriksaan gula darah, tekanan darah dan pengukuran berat badan.
Pemeriksaan ini diulang lagi di akhir trimester 3 untuk mengatasi dan melakukan
pendeteksian awal terjadinya hipertensi dan diabetes gestasional. Selanjutnya dilakukan
pemantauan perkembangan janin dari bulan ke bulan. Pencegahan lainnya adalah dengan
cara membatasi kalori. Hal ini sering menjadi kontroversi karena di sisi lain, janin
membutuhkan nutrisi lebih. Solusinya adalah pemberian komposisi makanan yang
seimbang. Selain mengatur pola makan, dilanjutkan untuk melakukan aktivitas fisik
seperti jalan pagi. Apabila asupan nutrisi makanan tidak mencukupi dapat diberikan
makanan suplemen.
Obesitas
Maternal
Gangguan metabolik
IUGR, prematuritas, IUFD, bayi lahir mati
Kesulitan pasang ETRisiko kenaikan isi
gaster >>
Hipertensi gestasional
Inadekuat aliran uteroplasenta
Anomali kongenital
Asam folat <<
Kesulitan anestesi spinal/epidural
Risiko aspirasi gaster >>
Risiko komplikasi anestesi
>>
Berikut ini adalah rincian berbagai rekomendasi pada setiap tahapan perawatan3.
1) Premarital Care
a) Petugas kesehatan di layanan primer harus memastikan seluruh wanita usia subur
mendapatkan edukasi untuk pengaturan berat badan dan gaya hidup. Saat
melakukan monitoring pre-marital ini harus sudah mulai melakukan pencatatan
mengenai berat badan, BMI dan lingkar legan atas. Sebuah studi observasional
pada populasi Swedia, yakni pada 151.025 wanita menunjukkan bahwa risiko pre-
eklampsia, gestasional DM, bayi besar masa kehamilan, SC, dan bayi lahir mati.
Sebuah studi kohort pada 4102 wanita non diabetes dengan obesitas maternal
menunjukkan bahwa penurunan berat badan minimal 4,5 lg sebelum kehamilan
kedua menurunkan risiko DM gestasional sampai 40% (Modder and Fitzsimons,
2010).
b) Seluruh wanita obesitas disarankan mendapatkan asam folat dosis tinggi (5 mg)
saat pre-konsepsi paling tidak selama 1 bulan dan dilanjutkan selama trimester
pertama. Defisiensi asam folat berhubungan dengan malformasi kongenital pada
fetus dan pemberian asam folat pre-konsepsi menurunkan risiko neural tube defect
(NTD) tersebut (RR 0,28, 95% CI 0,13-0,58). Sebuah studi double-blind
prevention pada wanita dengan kehamilan sebelumnya mengandung anak yg NTD
menunjukkan bahwa suplementasi asam folat dosis tinggi (4mg/hari) menurunkan
risiko NTD pada anak kedua sebesar 72% (RR 0,28, 95% CI 0,12-0,71). Sebuah
studi cross sectional menunjuakkan bahwa wanita dengan BMI ≥ 27 memiliki
kadar asam folat serum yang lebih rendah dibandingkan wanita dengan BMI < 27
(Modder and Fitzsimons, 2010).
2) Antenatal Care
a) Pada saat kunjungan antenatal pertama kali harus diukur berat dan tinggi badan
serta ditentukan BMI nya guna mengidentifikasi dini risiko obesitas maternal.
Pemberi layanan kesehatan harus menilai keadaan fisik dan kemampuan persalinan
pada ibu hamil yang mengalami obesitas.
b) Pemberian informasi mengenai risiko-risiko yang bisa dialami akibat obesitas
maternal.
c) Pemberi layanan kesehatan yang menilai BMI dan kemampuan persalinan ibu
hamil yang mengalami obesitas harus mengembangkan rencana terapi untuk
pasien yang bersangkutan.
d) Ibu hamil obesitas dengan pre-eklampsia yang memiliki minimal 1 risiko
tambahan harus segera dirujuk ke dokter spesialis. Risiko tambahan tersebut
meliputi : kehamilan pertama, riwayat pre-eklampsia sebelumnya, jarak paritas ≥
10 tahun, usia ibu ≥ 40 tahun, riwayat pre-klampsia di keluarga, kehamilan
multiple, penyakit ginjal, dan DM. Bagi ibu hamil yang hanya memiliki maksimal
1 risiko tersebut hanya perlu rutin kontrol setiap 3 minggu pada usia kehamilan 24-
32 minggu dan setiap 2 minggu pada usia kehamilan ≥ 32 minggu(Modder and
Fitzsimons, 2010).
e) Seluruh ibu dengan obesitas maternal mendapatkan suplementasi asam folat (5
mg/hari) selama trimester pertama.
f) Pencatatan kondisi ibu setiap kali kunjungan secara lengkap.
g) Seluruh ibu hamil yang mengalami obesitas maupun overweight harus menjalani
skrining diabetes dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) saat minggu ke 26-28.
h) Untuk ibu hamil dengan BMI ≥ 35 kg/m2 harus segera melakukan tes TTGO
sebelum usia kehamilan 14 minggu dan diulang ketika minggu 26-28 apabila
pemeriksaan TTGO awal negatif.
i) Untuk ibu hamil dengan BMI ≥ 40 kg/m2 harus segera melakukan tes fungsi hepar
dan ginjal (proteinuria, kreatinin dan ureum, untuk menilai risiko pre-eklampsia)
untuk menilai kerusakan/kegagalan fungsi ginjal/hepar akibat diabetes/hipertensi
gestasional
j) Untuk ibu hamil dengan BMI ≥ 40 kg/m2 dilakukan pemeriksaan komorbid seperti
penyakit jantung dan obstructive sleep apnoea.
k) Ibu hamil yang mengalami obesitas harus melakukan pemeriksaan USG untuk
skrining restriksi pertumbuhan
l) Untuk ibu hamil dengan BMI ≥ 35 kg/m2 dianjurkan untuk melakukan konsultasi
antenatal untuk kemungkinan operasi SC
m) Ibu hamil yang mengalami obesitas harus memiliki aktifitas fisik dengan pola
hidup sehat, apabila tidak ada komplikasi medis/obstetric, disarankan melakukan
latihan ringan setiap harinya.
n) Kehamilan tidak pernah menjadi saat yang tepat untuk mengurangi atau
mempertahankan berat badan, karena janin tidak dapat bertahan hidup hanya
dengan cadangan lemak ibunya.mereka menyediakan kalori tetapi tidak
menyediakan gizi.
o) Konsultasi dengan ahli anestesi. Ibu hamil yang mengalami obesitas memiliki
risiko lebih besar untuk mengalami komplikasi anestesi ketika dilakukan operasi
karena orang dengan obesitas memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami
aspirasi isi gaster ketika dilakukan anestesi umum, kesulitan pemasangan
endotracheal tube, dan atelektasis post operasi. Selain itu, komplikasi anestesi juga
secara tidak langsung dapat terjadi karena sebagian besar orang obesitas memiliki
komorbid berupa hipertensi dan ischaemic heart disease.
p) Bagi ibu hamil yang memiliki BMI ≥ 40, perlu dilakukan perencanaan dan
persiapan alat guna menolong persalinan. Beberapa hal yang harus dipersiapkan
diantaranya adalah tempat tidur pasien, peralatan merujuk, berbagai ukuran
thromboembolic deterrent stocking, perencanaan alih baring-reposisi untuk
mencegah emboli vena akibat kondisi immobile ibu hamil yang terlalu lama.
q) Bagi ibu hamil yang memiliki BMI ≥ 40, perlu dilakukan perencanaan dan
persiapan alat guna menolong persalinan. Beberapa hal yang harus dipersiapkan
diantaranya adalah tempat tidur pasien, peralatan merujuk, berbagai ukuran
thromboembolic deterrent stocking, perencanaan alih baring-reposisi untuk
mencegah emboli vena akibat kondisi immobile ibu hamil yang terlalu lama.
3) Intrapartum Care
a) Kemungkinan perdarahan post partum pada ibu hamil yang mengalami obesitas
harus diatasi dengan memasang akses intravena saat persalnan dan mempersiapkan
produk darah serta melakukan manajemen aktif kala III.
b) Ibu hamil dengan obesitas disarankan untuk ditangani di tempat dengan fasilitas
NICU dan mampu menangani perdarahan postpartum, partus macet, ruang operasi
karena berbagai risiko yang dapat mengancam bayi maupun ibu.
c) Metode persalinan yang dapat dipilih adalah persalinan per vaginam dengan
pemasangan akses iv sebelumnya dan perhatian ketat akan risiko terjadinya
distosia bahu maupun perdarahan post partum dan yang kedua adalah persalinan
per abdominal.
4) Postpartum Care
a) Monitorning vital sign dan fungsi respirasi untk menghindari risiko obstructive
sleep apnoea dan aspirasi terutama pada persalinan dengan sedatif/narkotika.
b) Ibu hamil yang mengalami obesitas dianjurkan menerima trombofilaksis
postpartum karena kehamilan, obesitas dan persalinan operatif (baik per vaginam
maupun abdominal) meningkatkan risiko tromboembolisme sehingga perlu
diberikan tromboembofilaksis postpartum dengan menggunakan stocking
kompresor atau anti koagulan, mobilisasi dini dan fisioterapi post SC. Sebuah studi
case control di UK meny=unjukkan bahwa BMI ≥ 30 meningkatkan risiko
terjadinya deep vein thrombosis dan tromboemboli paru (OR 2,65, 95% CI 1,09-
6,45). Bentuk sediaan preparat profilaksis tromboemboli yang dapat diberikan
adalah low molecular weight heparin (LMWH) yang diberikan sampai 7 hari post
partum. Jika terdapat lebih dari satu komorbid, dapat disertai dengan pemasangan
stoking kompresor (Modder and Fitzsimons, 2010).
Tabel . Preparat antikoagulan yang dapat digunakan sebagai profilaksis tromboemboli.
c) Pemberian antibiotik profilaksis harus diberikan pada pasien-pasien post SC
karena terjadi peningkata risiko infeksi saluran kemih, luka, dan payudara pada
ibu dengan obesitas.
d) Ibu hamil yang mengalami obesitas dipersiapkan untuk memberikan ASI
eksklusif. Pemberian ASI tidak hanya berfungsi untuk bayi, tetapi juga untuk
mendorong penurunan berat badan ibu. Akan tetapi, wanita obesitas memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk mengalamai kesulitan dalam proses laktasi. Ibu
dengan obesitas berhubungan dengan penurunan inisiasi dan durasi menyusui.
Hal ini dapat disebabkan oleh persepsi ibu mengenai menyusui, kesulitan
mengatur posisi menyusui, tidak sempurnanya respon prolaktin terhadap
rangsangan menetek bayi. Oleh sebab itu diperlukan rawat gabung, pemberian
ASI sesegera mungkin dan berkonsultasi dengan konsultan laktasi jika perlu.
e) Setelahnya, perlu dilakukan konseling nutrisi dan program latihan postpartum.
f) Ibu dengan diabetes gestasional harus melakukan pemeriksaan TTGO 6
minggu psot partum.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Metode Penelitian
Setelah persetujuan dari komite etik Universitas Ziauddin, Subjek
perempuan yang memenuhi kriteria inklusi diberikan informasi tentang protokol
penelitian dan Informed consent. BMI dihitung pada pertemuan pertama, dan
terus diikuti selama kunjungan antenatal, diamati komplIkasi yang terjadi, Dan
riwayat penyakit sebelumnya, saat kehamilan dan setelah persalinan. Selain itu
juga diamati cara persalinan, proses pengeluaran janin, komplikasi selama
persalinan, dan pengawasan post partum. Data yang ada kemudian dianalisis
dengan menggunakan SPSS versi 17.0. Dilakukan analisis deskriptif variabel.
Data variabel dengan kategori (keguguran, anomali kongenital janin,
tromboemboli, diabetes gestasional, preeklamsia, persalinan disfungsional,
perdarahan postpartum, infeksi, lahir mati, kematian neonatal, epidural resite dan
operasi caesar) ditampilkan dalam persentase.
B. Hasil Penelitian
Hasil analisis data dari 100 pasien, menunjukkan kejadia PIH terjadi pada
38% pasien, diabetes mellitus gestational sampai 15%, pre-eklampsia sampai
15%, PPH 13%, ancaman keguguran terjadi pada 5%, luka infeksi sampai 5%,
dan 37% bayi dirawat di NICU hal ini terjadi pada pasien dengan nilai BMI yang
tinggu. Dari data yang ada, komplikasi hipertensi pada kehamilan terjadi pada
BMI dengan rata-rata 38.76, sementara GDS terjadi pada BMI dengan rata-rata
38,07, preeklampsia terjadi pada BMI dengan rata-rata 39,67. Persalinan spontan
pervagina terjadi pada BMI dengan rata-rata 37,32. Komplikasi PPH terjadi pada
BMI dengan rata-rata 37,54, infeksi pada luka terjadi pada BMI dengan rata-rata
35,0, ancaman keguguran terjadi pada BMI dengan rata-rata 37,80, bayi lahi yang
di rawat di NICU terjadi pada BMI dengan rata-rata 37,51. Dari data penelitian
dapat disimpulkan, nilai BMI yang tinggi berhubungan dengan kejadian PIH,
GDM, pre eklampsia, cara persalinan, Ancaman keguguran, sedangkan tidak
berhubungan pada kejadian luka infeksi dan anomali kongenital.
C. Hubungan IMT dengan outcome fetomaternal
Score IMT yang tinggi merupakan masalah yang meningkat secara global,
terutama di negara berkembang baik yang berisiko maupun tidak. Kenaikan IMT
memiliki dampak yang besar pada hasil kehamilan. Merupakan masalah yang
mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi. Faktor yang mempengaruhi kenaikan IMT
di Asia Selatan dan negara-negara berkembang berupa kebiasaan diet yang buruk
dan kurangnya pengetahuan tentang nilai gizi makanan. Makanan berbasis
karbohidrat murah dan lemak yang digunakan untuk menambah rasa untuk
makanan merupakan jenis diet pada populasi saat ini.
Beberapa wanita hamil, beranggapan bahwa mereka harus makan dua kali
lipat karena sedang mengandung. Makan berlebihan dengan nilai gizi dan rendah
kalori justru membuat wanita hamil menjadi obesitas. Beberapa penelitian di
dunia Barat telah menunjukkan hasil yang signifikan bahwa IMT yang tinggi
dikaitkan dengan outcome buruk dari kehamilan (Fiala JE, Eqan JF, and Lashgari
M, 2006; castrol, 2002). Komplikasi kehamilan seperti: diabetes mellitus
gestasional dan kehamilan yang menginduksi hipertensi lebih sering terjadi pada
wanita hamil yang obesitas. Fakta ini juga didukung oleh studi berbasis populasi
yang dilakukan di Kanada, dimana membandingkan IMT sebelum hamil terhadap
obstetrik dan outcome bayi (Abenhaim HA, Kinch RA, Morin L, Benjamin A, and
Usher R, 2007). Dalam studi ini, didapatkan kenaikan IMT sebelum hamil
berhubungan dengan peningkatan risiko kehamilan seperti hipertensi gestasional ,
diabetes gestasional, caesar, distosia bahu, cedera kelahiran dan makrosomia.
Hasil penelitian ini sebanding dengan penelitian lainnya, dimana diamati
apakah kehamilan dapat menginduksi hipertensi, diabetes gestasional, caesar, pre-
eklampsia, ancaman keguguran, perdarahan post partum, makrosmia, perawatan
bayi di NICU dan infeksi pasca operasi. Penelitian yang dilakukan di Australia
(Callaway LK, Prins JB, Chang AM, and Mc Intyre HD, 2006) mengenai
prevalensi dan dampak dari obesitas, menunjukkan bahwa gangguan hipertensi
kehamilan dan diabetes gestasional serta peningkatan morbiditas neonatal lebih
sering terjadi pada wanita obesitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa,
peningkatan IMT berhubungan dengan outcome maternal dan neonatal yang dapat
meningkatkan biaya perawatan kebidanan. Sebuah studi kohort di Amerika
Serikat 1999-2002 (Clausen T, Oyen N, and Henriksen T, 2006) menyimpulkan
bahwa wanita dengan IMT tinggi lebih rentan untuk terjadi hipertensi selama
kehamilan. Temuan ini juga konsisten dengan studi ini di mana peningkatan berat
badan ibu berisiko terjadi hipertensi karena kehamilan.
Obesitas ibu, merupakan cerminan dari obesitas pada populasi umum,
muncul sebagai masalah kesehatan masyarakat di negara maju maupun negara
berkembang. Di seluruh dunia, obesitas (IMT> 30), ada pada prevalensi 15-20%
dan menyumbang 2-7% dari biaya perawatan kesehatan secara keseluruhan
(WHO, 2003). Di Inggris, 28% dari wanita hamil yang kelebihan berat badan
(IMT 25-29,5 kg/m2) dan 11% mengalami obesitas (Bhattacharya S, Campbell
DM, Liston WA, and Bhattacharya S, 2007). Di Amerika Serikat, obesitas pada
kehamilan bervariasi dari 18,5% -38,3%. Penelitian menggunakan data perinatal
dari semua kelahiran hidup dari berbagai kabupaten di New York menunjukkan
kenaikan 11% pada berat badan dan kenaikan 8% pada obesitas sebelum hamil
tahun 1999-2003 (Yen J, and Shelton JA, 2005).
Perubahan gaya hidup, meningkatnya urbanisasi, konsumsi makanan
tinggi kalori dan aktivitas fisik yang kurang bertanggung jawab dalam
meningkatkan obesitas di negara berkembang. Prevalensi obesitas dilaporkan
menjadi 36,7% di daerah perkotaan ofIran (Rezaeian M and Salem Z, 2007).
sebuah studi dari Islamabad menunjukkan lebih banyak perempuan daripada laki-
laki yang gemuk dan mengalami komplikasi (Bilal N, Akbar N, and Khan AB,
2005).
Tingginya IMT pra kehamilan berhubungan dengan buruknya outcome
obstetrik. Komplikasi maternal seperti; keguguran, hipertensi yang diinduksi oleh
kehamilan dan pre-eklampsia, gestational diabetes, penyakit thrombo-emboli,
infeksi, sleep apnea, partus lama, peningkatan risiko intervensi seperti induksi
persalinan dan operasi, distosia bahu dan perdarahan post partum. Komplikasi
perinatal berupa; cacat lahir (cacat neural tube), makrosomia, IUGR, kelahiran
prematur dan membutuhkan perawatan intensif (Bilal N, Akbar N, and Khan AB,
2005; Callaway LK, Prins JB, Chang AM, and Mc Intyre HD, 2006;Satpathy HK,
Fleming A, Frey D, Barsoom M, Satpathy C, and Khandaravala J, 2008). Data
mengenai kelebihan berat badan dan obesitas maternal dalam populasi lokal
sangat kurang. Oleh karena itu kami melakukan penelitian ini untuk
membandingkan hasil kami dengan penelitian internasional. Hasil penelitian kami
menunjukkan bahwa frekuensi PIH, GDM, pre-eklampsia lebih tinggi pada pasien
yang obesitas. Penelitian kami sebanding dengan penelitian sebelumnya, akan
tetapi data populasi yang diteliti masih kurang.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Obesitas adalah merupakan suatu keadaan kelebihan jumlah lemak dalam tubuh.
2. Tingginya IMT pra kehamilan berhubungan dengan buruknya outcome obstetrik.
3. Nilai IMT yang tinggi pada kehamilan didefinisikan sebagai indeks massa tubuh (IMT)
lebih dari 25 kg / m2
4. Komplikasi maternal seperti; keguguran, hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan dan
pre-eklampsia, gestational diabetes, penyakit thrombo-emboli, infeksi, sleep apnea,
partus lama, peningkatan risiko intervensi seperti induksi persalinan dan operasi, distosia
bahu dan perdarahan post partum.
5. Komplikasi perinatal berupa; cacat lahir (cacat neural tube), makrosomia, IUGR,
kelahiran prematur dan membutuhkan perawatan intensif.
DAFTAR PUSTAKA
Abenhaim HA, Kinch RA, Morin L, Benjamin A, Usher R. Effect of pre-pregnancy body mass index categories on obstetrical and neonatal outcomes. Arch Gynecol Obstet. 2007;275(1):39-43
Adams and Murphy, 2013 Obesity in Anesthesia and Intensive Care (British Journal). [cite2013August3]Availablefrom:http://bja.oxfordjournals.org/cgi/content/full/85/1/91.
Anonim, 2008. Body Mass Index. [cite 2013 August 3] Available from: www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/healthyweight/assesing/bmi/adult_BMI/about_adult_BMI.html.
Anonim, 2009. Obesity and Anesthesia, Yes There is a Connection. [cite 2013 August 3] Available from : www.health.am/ab/more/obesity-and-anesthesia-yes-there-is-a-connection.
Anonim, 2010a.Artikel kesehatan. Obesitas. [cite 2013 August 4]http://medicastore.com/penyakit/42/Obesitas.html
Anonim, 2010b.Obesity and Consequences.[cite 2010 June 10] Available from : www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/obesity/consequences.html
Bhattacharya S, Campbell DM, Liston WA, Bhattacharya S. Effects of body mass index onpregnancy outcomes in nulliparous women deliveringsingleton babies. BMC Public Health 2007;7:168
Bilal N, Akbar N, Khan AB. Obesity is a gateway to complications. Ann Pak Inst Med Sci 2005;1:230- 33
Callaway LK, Prins JB, Chang AM, Mc Intyre HD. Pregnancy with Obesity -A Risk Factor for PIH 128 JLUMHS SEPTEMBER-DECEMBER 2010; Vol: 09 No. 03 The prevalence and impact of overweight and obesity in an Australian obstetric population. Med J Aust. 2006; 182(2):56-9
Callaway LK, Prins JB, Chang AM, McIntyre HD. The prevalence and impact of overweight and obesity in an Australian obstetric population. Med J Australia 2006;184:56-9
Castro L, Avina R. Maternal obesity and pregnancy outcomes. Curr Opin Obstet Gynecol 2002; 14:601-6
Chu SY, Maternal obesity and risk of cesarean delivery : a met-analysis. obesity reviews 2007;8:385-94
Chu SY. Maternal obesity and risk of still birth: metaanalysis. Am J obs & gyn 2007; 197:223-8
Clausen T, Oyen N, Henriksen T. pregnancy com-plications by overweight and residential area:a prospective study of an urban Norwegian cohort. Acta Obstet Gynecol Scand 2006;85:526-33
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Fiala JE, Eqan JF, Lashgari M. The influence of body mass index on pregnancy outcomes. Conn Med 2006;70:21-3
Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC.
Heslehurst. N.et all. Trends in maternal obesity incidences rates, demographic predictors and health inequalities in 36,821 women over a 15-year period.BJOG 2007;114:187-94
Jacubsen AF, Skjeldestad FE, Sandset PM. Ante and post natal risk factors of venous thrombosis: a hospital based case control study. Journal of thrombosis and homeostasis 2008;6:905-12
Larsen TB,Sorensen HT,Gislum M, Johnsen SP. maternal smoking ,obesity and risk of venous thrombosis, Research 2007;120:505-9
Lashen H fear K,Sturdeen DW.Obesity is associated with increased risk of first trimester and recurrent miscarriage: matched case control study Human reproduction 2004;19:164-6
Kanagalingam MG,forouchiNG,Greer IA,Sattar N.changes in booking body mass index over a decade: retrospective analysis from a Glasgow maternity hospital,BJOG:2005;112:1431-33
Nuthalapaty FS, Rouse DJ, Owev J, The association of maternal weight with cesarean section risk, labor duration and cervical dilatation rate during labor induction. Obstetrics and gynecology 2004;103:452-6
O’Brien TE, Ray JG, Chan W-S. Maternal body mass index and the risk of preeclampsia: a systemic overview. Epidemiology 2003; 14:368-74
Rasmussen SA.maternal obesity and risk of neural tube defects: a metaanalysis. American journal of obstetrics and gynecology 2008;198:611-19
Rothman, K J, 2088. BMI-Related erors in the measurement of obesity. International Journal of obesity 32, S56-S59. http://www.nature.com/ijo/journal/v32/n3s/full/ijo200887a.html
Sebire NJ. maternal obesity and pregnancy outcomes: a study of 287,213 pregnancies in London Intt J of Obesity and related metabolic disorders, journal of international association for study of obesity 2001;25:117-82
Shah A, Sands J, Kenny L. Maternal obesity and risk of still birth and neonatal death. Obstetrics and gynecology 2006; 26: S19
Rezaeian M, Salem Z. Prevalence of obesity and abdominal obesity in a sample of urban adult population within South East of Iran. Pak J Med Sci 2007;23:193-97
Satpathy HK, Fleming A, Frey D, Barsoom M, Satpathy C, Khandaravala J. Maternal obesity and pregnancy. Postgrad Med 2008 15;120:1-9
Sumiati, Fitriyani, 2012. Hubungan ObesitasTerhadap Pre Eklampsia Pada Kehamilan Di RSU Haji Surabaya. Vol 1 no.2. Embrio, Jurnal kebidanan.
Weight gain during pregnancy. Committee Opinion No. 548. American College of Obstetricians and Gynecologists. Obstet Gynecol 2013;121:210–2
World Health Organization, 2013a. Obesity and Overweight. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/ [cite 2013 August 3]
World Health Organization, 2013b. Body Mass Index. Available form: http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/bmi_text/en/ [cite 2013 August 3]
WHO Global Strategy on Diet, Physical Activity anHealth 2003. Obesity and overweight. Available at www.who.int/dietphysicalactivity/-publications/facts/- obesity/en
Yen J, Shelton JA. Increasing pre pregnancy body mass index: Analysis of trends and contributing variables. Obstet Gynecol 2005;193:1994-98
Effects Of High Body Mass Index On Fetomaternal
Outcome
Dr. Bushra Noor Khuhro, Prof. Rubina Hussain
Abstrak
Latar Belakang: Peningkatan prevalensi obesitas di kalangan perempuan subur
merupakan masalah kesehatan masyarakat, wanita dengan BMI lebih dari 30 memiliki
risiko besar terhadap kesehatan reproduksi, penelitian ini akan memberikan pandangan
mengenai komplikasi yang berhubungan dengan BMI yang tinggi.
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh (BMI) terhadap
risiko fetomaternal.
Metode Penelitian: 100 pasien yang dipilih secara acak yang memenuhi kriteria inklusi,
dihitung nilai BMI dan dilakukan pengamatan jangka panjang, desain penelitian adalah
case series dilakukan di Universitas Ziauddin dan rumah sakit Karachi, selama sembilan
bulan. Kemudian diamati komplikasi yang terjadi pada pasien.
Hasil Penelitian: Dalam penelitian kami, hasil menunjukkan PIH terjadi pada 38%
pasien, diabetes mellitus gestational sampai 15%, pre-eklampsia sampai 15%, PPH 13%,
ancaman keguguran terjadi pada 5%, luka infeksi sampai 5%, dan 37% bayi dirawat di
NICU.
Kesimpulan: Tingginya nilai BMI memiliki efek buruk pada PIH, GDM, pre eklampsia,
cara persalinan, dan mengancam terjadinya keguguran, sedangkan, tidak ada efek pada
kejadian luka infeksi, dan anomali kongenital
Kata kunci: BMI, PIH, GDM, Luka Infeksi