refrat depresi lansia

44
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Depresi merupakan suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara umum ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian yang mengganggu aktivitas sosial dalam sehari-hari. Depresi biasanya terjadi pada saat stres yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, sebagian besar di antara kita pernah merasa sedih atau jengkel, kehidupan yang penuh masalah, kekecewaan, kehilangan dan frustasi yang dengan mudah menimbulkan ketidakbahagiaan dan keputusasaan. Namun secara umum perasaan demikian itu cukup normal dan merupakan reaksi sehat yang berlangsung cukup singkat dan mudah dihalau (Wilkinson et al, 1998). Depresi dan lanjut usia sebagai tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Pada kenyataanya tidak semua lanjut usia mendapatkannya. Berbagai persoalan hidup yang menimpa lanjut usia sepanjang hayatnya seperti : kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stres yang berkepanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya dan lain sebagainya. Kondisi-kondisi 1

Transcript of refrat depresi lansia

Page 1: refrat depresi lansia

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Depresi merupakan suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara

umum ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian yang

mengganggu aktivitas sosial dalam sehari-hari. Depresi biasanya terjadi pada saat

stres yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, sebagian besar di antara kita

pernah merasa sedih atau jengkel, kehidupan yang penuh masalah, kekecewaan,

kehilangan dan frustasi yang dengan mudah menimbulkan ketidakbahagiaan dan

keputusasaan. Namun secara umum perasaan demikian itu cukup normal dan

merupakan reaksi sehat yang berlangsung cukup singkat dan mudah dihalau

(Wilkinson et al, 1998).

Depresi dan lanjut usia sebagai tahap akhir siklus perkembangan manusia.

Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai,

serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih

sayang. Pada kenyataanya tidak semua lanjut usia mendapatkannya. Berbagai

persoalan hidup yang menimpa lanjut usia sepanjang hayatnya seperti : kemiskinan,

kegagalan yang beruntun, stres yang berkepanjangan, ataupun konflik dengan

keluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa

merawatnya dan lain sebagainya. Kondisi-kondisi hidup seperti ini dapat memicu

terjadinya depresi. Tidak adanya media bagi lanjut usia untuk mencurahkan segala

perasaan dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan mempertahankan

depresinya, karena dia akan terus menekan segala bentuk perasaan negatifnya ke alam

bawah sadar (Rice, 1994).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), depresi adalah gangguan

mental yang umum terjadi di antara populasi. Diperkirakan 121 juta manusia di muka

bumi ini menderita depresi. Dari jumlah itu 5,8 persen laki-laki dan 9,5 persen

perempuan, dan hanya sekitar 30 persen penderita depresi yang benar-benar

mendapatkan pengobatan yang cukup, sekalipun telah tersedia teknologi pengobatan

depresi yang efektif. Ironisnya, mereka yang menderita depresi berada dalam usia

produktif, yakni cenderung terjadi pada usia kurang dari 45 tahun. Tidaklah

1

Page 2: refrat depresi lansia

mengherankan, bila diperkirakan 60 persen dari seluruh kejadian bunuh diri terkait

dengan depresi (Anonim, 2009).

Depresi dialami oleh 80 persen mereka yang berupaya atau melakukan bunuh

diri pada penduduk yang didiagnosis  mengalami gangguan jiwa. Bunuh diri adalah

suatu pilihan untuk mengakhiri ketidakberdayaan, keputusasaan dan kemarahan diri

akibat gangguan mood. Angka bunuh diri meningkat tiga kali lipat pada populasi

remaja (usia 15 sampai 24) karena terdapat peningkatan insiden depresi pada populasi

ini. Pria yang berusia lebih dari 64 tahun memiliki angka bunuh diri 38/100.000

dibandingkan dengan angka 17/100.000 untuk semua pria di Amerika Serikat

(Anonim, 2009).

Menurut sebuah penelitian di Amerika, hampir 10 juta orang Amerika

menderita depresi dari semua kelompok usia, kelas sosial ekonomi, ras dan budaya.

Angka depresi meningkat secara drastis di antara lansia yang berada di institusi,

dengan sekitar 50 persen sampai 75 persen penghuni perawatan jangka panjang

memiliki gejala depresi ringan sampai sedang. Dari jumlah itu, angka yang signifikan

dari orang dewasa yang tidak terganggu secara kognitif (10 sampai 20 persen)

mengalami gejala-gejala yang cukup parah untuk memenuhi kriteria diagnostik

depresi klinis. Oleh karena itu, depresi merupakan masalah kesehatan masyarakat

yang signifikan merupakan gangguan psikiatri yang paling banyak terjadi pada lansia,

tetapi untungnya dapat diobati dan kembali sehat (Hermana, 2006).

Selain itu   prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8-15 persen dan

hasil meta analisis dari laporan-laporan negara di dunia mendapatkan prevalensi rata-

rata depresi pada lansia adalah 13,5 persen dengan perbandingan wanita-pria 14,1 :

8,6. Adapun prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti

perawatan sebesar 30-45 persen. Perempuan lebih banyak menderita depresi

(Anonim, 2009).

Depresi pada lansia seringkali lambat terdeteksi karena gambaran klinisnya

tidak khas. Depresi pada lansia lebih banyak tampil dalam keluhan somatis, seperti:

kelelahan kronis, gangguan tidur, penurunan berat badan dan sebagainya. Depresi

pada lansia juga tampil dalam bentuk pikiran agitatif, ansietas, atau penurunan fungsi

kognitif. Sejumlah faktor pencetus depresi pada lansia, antara lain faktor biologik,

psikologik, stres kronis, penggunaan obat. Faktor biologik misalnya faktor genetik,

2

Page 3: refrat depresi lansia

perubahan struktural otak, faktor resiko vaskuler, kelemahan fisik, sedangkan faktor

psikologik pencetus depresi pada lansia, yaitu tipe kepribadian, relasi, interpersonal

(Anonim, 2009).

B. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

1. TUJUAN

a. Umum : Untuk mengetahui masalah depresi pada lansia.

b. Khusus :

1) Mengetahui penyebab terjadinya depresi terutama pada lansia.

2) Mengetahui gejala-gejala depresi.

3) Mengetahui penatalaksanaan depresi.

2. MANFAAT

a. Membantu dokter muda untuk lebih memahami masalah depresi pada lansia.

b. Dokter muda memahami penatalaksanaan pasien depresi dengan pendekatan

bio-psiko-sosial.

3

Page 4: refrat depresi lansia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

1. Lanjut Usia

Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh

tahun ke atas (UU No. 13 Tahun 1998)

Lanjut usia (lansia) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan

struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas

(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Anonim, 2009).

Usia tua, berarti fase dari siklus kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun.

Ahli gerontologi membagi usia tua menjadi dua kelompok :

a. Usia tua yang muda (young-old) berusia 65 – 74 tahun.

b. Usia tua yang tua (old-old) berusia 75 tahun dan lebih.

Di samping itu, populasi termasuk lanjut usia yang sehat (well-old) yang sehat dan

tidak menderita salah satu penyakit, dan lanjut usia yang sakit (sick-old), yang

menderita suatu kelemahan yang mengganggu fungsi dan memerlukan perhatian

medik atau psikiatrik. (Kaplan dan Sadock, 2007).

Menurut WHO, lanjut usia dikelompokkan menjadi :

1. Usia pertengahan (Middle age) : kelompok usia 45-59 tahun

2. Lanjut Usia (Ederly) : antara 60 dan 74 tahun

3. Lanjut usia tua (Old) antara 75 dan 90 tahun

4. Usia sangat tua (Very old) : diatas 90 tahun

Depresi pada lansia adalah perubahan status sosial, bertambahnya penyakit

dan berkurangnya kemandirian sosial serta perubahan-perubahan akibat proses

menua (Rice, 1992).

2. Depresi

Depresi adalah gangguan mental umum yang ditandai dengan mood

depresif, hilangnya minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau merasa tidak

berharga, gangguan tidur atau nafsu makan, kelelahan atau hilangnya energi,

4

Page 5: refrat depresi lansia

hilangnya kemampuan untuk berpikir atau memusatkan perhatian. (Kaplan dan

Saddock, 1997)

Depresi secara umum adalah keadaan emosional yang dicirikan dengan

kesedihan, berkecil hati, perasaan bersalah, penurunan harga diri, ketidakberdayaan,

keputusasaan (Anonim, 2009).

Depresi adalah suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara umum

ditandai oleh rasa sedih, apatis, pesimis, dan kesepian yang mengganggu aktifitas

sosial dalam sehari-hari (Anonim, 2009).

B. KLASIFIKASI

Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III

(Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) yang merujuk

pada ICD 10 (International Classification of Diseases 10). Gangguan depresi

dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak dan beratnya

gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Pedoman diagnostik

lainnya adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV).

(Depkes. 1999).

Klasifikasi Depresi Menurut ICD 10

1. Episode depresi berat, ringan, sedang dan lainnya.

2. Gangguan afektif bipolar.

Terdapat episode berulang, pada waktu tertentu terdapat peningkatan afek disertai

penambahan energi dan aktifitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain

berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktifitas (depresi).

3. Gangguan depresi berulang

Terdapat episode berulang dari episode depresi ringan, sedang, berat.

4. Keadaan mood/afektif menetap termasuk distimia.

Siklotimia : ketidakstabilan menetap dari afek (suasana perasaan), meliputi

banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan.

Distimia : afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak pernah

atau jarang sekali cukup parah.

5. Gangguan mood lainnya

5

Page 6: refrat depresi lansia

Klasifikasi Depresi Menurut DSM IV

1. Gangguan depresi: depresi berat, distimia, depresi lain yang tak tergolongkan

2. Gangguan bipolar: gangguan bipolar I (mania biasanya dengan depresi), gangguan

bipolar II (depresi dengan hipomania)

3. Gangguan siklotimik

4. Gangguan bipolar yang tak tergolongkan

5. Gangguan bipolar yang disebabkan oleh kondisi medik umum

6. Gangguan mood lainnya

C. ETIOLOGI

Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa berupa:

1. Faktor Biologis

a. Faktor Genetis

Diduga gen dominan yang berperan pada depresi ini terikat pada

kromosom 11 Gangguan ini diturunkan dalam keluarga. Jika salah seorang dari

orang tua mempunyai riwayat depresi maka 27 % anaknya akan menderita

gangguan tersebut. Sedangkan bila kedua orang tuanya menderita depresi maka

kemungkinanya meningkat menjadi 50 – 75% (Idrus, 2007).

Dari segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan bahwa

gen-gen yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan untuk lesi

kardiovaskular dapat meningkatkan kerentanan untuk timbulnya gangguan

depresif. Penelitian lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk gangguan

depresif mayor pada orang usia lanjut dapat dimediasi oleh adanya lesi vaskular

(Bongsoe, 2007).

b. Gangguan pada Otak

Antara lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah satu

penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut adalah penyakit

cerebrovaskular, yang mana gangguan ini dapat sebagai faktor predisposisi,

presipitasi atau mempertahankan gejala-gejala gangguan depresif pada orang

usia lanjut (Bongsoe, 2007).

6

Page 7: refrat depresi lansia

c. Gangguan Neurotransmitter / Biogenik Amin

Istilah biogenik amin umumnya digunakan untuk komponen katekolamin,

norepinefrin, epinefrin, dopamin dan serotonin. Sistem neuron menggunakan

biogenik amin relatif kecil dalam sekelompok sel yang berada di batang otak.

Biogenik amin ini dilepaskan dalam ruang sinaps sebagai neurotransmiter.

Neurotransmiter yang banyak berperan pada depresi adalah norepinefrin dan

serotonin.Pada penelitian postmortem didapatkan penurunan konsentrasi

serotonin dalam otak penderita depresi. Selain itu juga ditemukan adanya

penurunan aktivitas dopaminergik. Hal ini mendukung hipotesis bahwa

gangguan depresi berhubungan dengan biogenik amin (Idrus, 2007).

Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Robinson, dkk., mendapatkan

bahwa konsentrasi norepinephrin dan serotonin berkurang sesuai dengan

bertambahnya usia, tetapi metabolit 5-HIAA dan enzim monoamineoksidase

meningkat sesuai pertambahan usia (Bongsoe, 2007).

d. Perubahan Endokrin

Pada depresi ditemukan hiperaktivitas aksis sistem limbik -hipotalamus-

hipofisis-adrenal yang menyebabkan peningkatan sekresi kortisol. Selain itu

juga ditemukan juga penurunan hormon lain seperti GH, LH, FSH, dan

testosteron (Idrus, 2007).

Dalam hal ini terutama adalah keterlibatan penurunan kadar hormon

estrogen pada wanita, testosteron pada pria, dan hormon pertumbuhan pada pria

dan wanita. Penurunan kadar hormon tersebut sejalan dengan perubahan

fisiologis karena pertambahan usia. Sehingga dengan bertambahnya usia, proses

degenerasi sel-sel dari organ tubuh makin meningkat, termasuk di antaranya

meningkatnya proses degenerasi sel-sel organ tubuh yang memproduksi hormon

tersebut makin berkurang. Dengan penurunan kadar hormon tersebut, hal ini

akan mempengaruhi produksi neurotransmitter terutama serotonin dan

norepinephrin (Bongsoe, 2007).

e. Masalah kesehatan

Penyakit dan kecacatan, nyeri yang hebat dan kronis, kemunduran

kognitif serta kerusakan bagian tubuh yang disebabkan karena pembedahan atau

penyakit dapat menyebabkan individu lanjut usia jatuh ke dalam kondisi depresi.

7

Page 8: refrat depresi lansia

Kondisi medis yang dapat menyebabkan depresi (Best Parctice Advocacy

Centre, 2009) :

1) Infeksi virus

2) Gangguan endokrin tertentu (misal gangguan thyroid, Cushing’s syndrome,

insufisiensi kelenjar adrenal, hiperparathyroidisme)

3) Keganasan

4) Penyakit cerebrovascular (stroke, dementia vaskular, tumor sistem saraf

pusat, penyakit Alzheimer, systemic lupus erythematosus)

5) Penyakit Parkinson

6) Infark Myocard

7) Gangguan metabolik (misal defisiensi vitamin B12 atau asam folat,

malnutrisi)

f. Pengobatan

Beberapa resep obat dapat memicu atau menyebabkan eksaserbasi depresi

(Baldwin, 2004).

Obat-obatan yang dapat menyebabkan depresi organik

1) Antihipertensi

a) Beta-blockers

b) Methyldopa

c) Calcium-channel blockers (misal nifedipine)

d) Digoxin

2) Kortikosteroid

Prednisolone

3) Analgesik

a) Codeine

b) Opioids

c) COX-2 inhibitors (misal celecoxib, rofecoxib)

4) Obat Anti-Parkinsonian

a) Levo-dopa

b) Amantadine

c) Tetrabenazine

8

Page 9: refrat depresi lansia

5) Psikotropik (mungkin menyebabkan gambaran klinis seperti depresi )

a) Antipsikotik

b) Benzodiazepine

2. Faktor Psikologis:

Dapat berupa penyimpangan perilaku, psikodinamik, dan kognitif (Bongsoe,

2007).

a) Teori Perilaku

Dari konsep teori perilaku terjadinya gangguan depresif pada individu

usia lanjut oleh karena orang-orang usia lanjut cukup banyak mengalami

peristiwa-peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau yang cukup

berat sehingga terjadinya gangguan depresif tersebut sebagai respons perilaku

terhadap stressor-stressor kehidupan yang dialaminya tersebut.

Penelitian lain melaporkan bahwa ada kaitan terjadinya gangguan

depresif pada orang usia lanjut dengan sejumlah peristiwa kehidupan yang

negatif yang dialami individu usia lanjut.

b) Teori Psikodinamis

Berdasarkan teori psikodinamis, terjadinya gangguan depresif pada

orang usia lanjut, oleh karena pada orang usia lanjut sering terjadi

ketidaksanggupan untuk menyelesaikan pencarian pemulihan sekunder dari

peristiwa-peristiwa kehilangan yang tak terelakkan oleh individu tersebut.

c) Teori Kognitif

Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah

terjadinya distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana

interpretasi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya.

Terjadinya distorsi kognitif pada orang usia lanjut oleh karena pada

individu usia lanjut tersebut memiliki harapan-harapan yang tidak realistis dan

membuat generalisasi yang berlebih-lebihan terhadap peristiwa kehidupan

tertentu yang tidak menyenangkan individu tersebut.

9

Page 10: refrat depresi lansia

Kondisi-kondisi psikologis lain yang memungkinkan sebagai penyebab depresi

adalah :

a) Menurunnya perasaan berguna

Perasaan tidak berguna atau kehilangan identitas berkaitan dengan kemuduran

atau keterbatasan fisik dalam beraktifitas (Segal, 2007).

b) Ketakutan akan kematian atau ketidakberdayaan, kecemasan atas masalah

keuangan atau problem kesehatan (Segal, 2007).

c) Kekurangan kemampuan untuk mengadakan hubungan intim.

d) Kepribadian premorbid

Tipe kepribadian tertentu seperti kepribadian dependen, obsesi kompulsif dan

histrionik mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi depresi dibanding

dengan kepribadian anti sosial dan paranoid (Idrus, 2007).

e) Faktor psiko-analitik

Menurut Karl Abraham manifestasi penyakit depresi dicetuskan karena

kehilangan objek libidinal yang berakhir dalam suatu proses regresi di mana

terjadi penurunan fungsi ego yang telah matang ke tingkat oral sadistik dari

tingkat perkembangan libidinal akibat trauma infantil yang menyebabkan

proses fiksasi pada anak usia dini. Sedangkan menurut Freud, introjeksi

ambivalen terhadap kehilangan objek dalam ego membawa ke suatu depresi

tipikal (Idrus, 2007).

3. Faktor Sosial:

Para klinikus percaya bahwa peristiwa kehidupan yang dapat

menimbulkan stres memegang peranan penting dalam terjadinya depresi. Data

menunjukkan bahwa kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun dan kehilangan

pasangan merupakan awal dari penyakit yang berhubungan dengan depresi (Idrus,

2007).

Faktor-faktor sosial yang mungkin dapat menyebabkan depresi pada lansia antara

lain :

a) Hilangnya status peranan sosialnya atau hilangnya sokongan sosial yang

selama ini dimilikinya (Bongsoe, 2007).

b) Faktor sosial lingkungan, karena kehilangan pasangan hidup, pasca bencana,

kehilangan pekerjaan, dampak kehidupan situasi sehari-hari.

10

Page 11: refrat depresi lansia

c) Kurangnya hubungan sosial (Kesendirian dan pengasingan) (Segal, 2007).

d) Kemiskinan.

D. GEJALA

Menurut PPDGJ III (Maslim, 2002), pada gangguan depresi ada tiga gejala utama

yaitu :

1. afek depresi

2. kehilangan minat dan kegembiraan

3. berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lalah

yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktifitas.

Disertai gejala lain:

1. konsentrasi dan perhatian berkurang

2. harga diri dan kepercayaan diri berkurang

3. gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna

4. panandangan masa depan yang suram dan pesimistis

5. gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

6. tidur terganggu

7. nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa

sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih

pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang, dan berat hanya digunakan

untuk episode depresi tunggal (yang pertama).

1. Episode depresif ringan

a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi

b. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

c. Tidak bolah ada gejala yang berat di antaranya

d. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

e. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa

dilakukannya

2. Episode depresif sedang

a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi

11

Page 12: refrat depresi lansia

b. Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya

c. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu

d. Menghadapi kesulaitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan

urusan rumah tangga

3. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

a. Semua gejala utama depresi harus ada

b. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya

harus berintensitas berat

c. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang

mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk

melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian

secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.

d. Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,

akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih

dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2

minggu

e. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan, atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas

4. Episode depresif berat dengan gejala psikotik

a. Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut Epiode depresif berat

tanpa gejala psikotik

b. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan

ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien

merasa bertanggungjawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik

biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau

daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau

tidak serasi dengan afek (mood congruent).

5. Episode depresif lainnya

6. Episode depresif ytt

12

Page 13: refrat depresi lansia

(Depkes. 1999).

Menurut DSM-IV kriteria diagnostik untuk depresi adalah sebagai berikut;

Episode Depresif Berat (Major) (Kaplan dan Sadock, 2007):

A. Lima atau lebih dari gejala berikut selama periode 2 minggu dan mengalami

perubahan dari fungsi sebelumnya, minimal satu dari berikut (1) mood depresi,

(2) kehilangan minat atau kesenangan.

1. mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang

ditunjukkan baik laporan subjektif (misalnya, perasaan sedih atau kosong) atau

diamati oleh orang lain (misalnya.,menangis). Catatan: pada anak-anak dan

adolesen mood iritabel

2. kehilangan minat dan kesenangan pada semua atau hampir semua aktivitas

hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh secara

subjektif atau diamati oleh orang lain).

3. kehilangan berat badan atau kenaikan berat badan (perubahan berat badan lebih

dari 5% setiap bulan), peningkatan atau kehilangan nafsu makan hampir setiap

hari. Catatan: pada anak-anak, kegagalan untuk mencapai berat badan yang

diharapkan

4. Insomnia dan hipersomnia hampir setiap hari

5. agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dapat diamati orang lain,

tidak hanya perasaan subjektif adanya keresahan atau mengalami kemunduran)

6. fatique atau kehilangan energi hampir setiap hari

7. perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang tidak sesuai atau

berlebihan (mungkin waham) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri

atau bersalah tentang sakitnya)

13

Page 14: refrat depresi lansia

8. kehilangan kemampuan berpikir atau konsentrasi atau ragu hampir setiap hari.

(yang ditunjukkan secara subjektif atau diamati oleh orang lain).

9. pikiran berulang tentang kematian (tidak hanya takut akan kematian), ide

bunuh diri tanpa tujuan khusus,atau percobaan bunuh diri atau suatu tujuan

khusus untuk melakukan bunuh diri.

B. Gejala tidak memenuhi episode campuran

C. Gejala menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan

bidang penting lainnya

D. Gejala tidak terkait langsung dengan efek psikologik penyalahgunaan zat

(misalnya., penyalahgunaan obat, atau suatu medikasi) atau karena kondisi medik

umum (misalnya., hipotiroidisme).

E. Gejala-gejala adalah tidak lebih baik diterangkan oleh duka cita, misalnya

kehilangan seseorang yang dicintai, gejala yang bertahan lebih dari 2 bulan atau

dicirikan dengan gangguan fungsional, preokupasi tentang perasaan tak berharga,

ide bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor.

Kriteria diagnostik Gangguan Depresif Ringan/ Minor DSM-IV (Kaplan dan Sadock,

2007):

A. Suatu gangguan mood yang didefinisikan sebagai berikut:

1. Sedikitnya dua (tetapi kurang dari lima) dari gejala berikut selama periode 2

minggu dan mengalami perubahan dari fungsi sebelumnya, minimal satu dari

berikut (a) atau (b):

(a) mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang

ditunjukkan baik laporan subjektif ( misalnya, perasaan sedih atau kosong)

atau diamati oleh orang lain (misalnya.,menangis). Catatan: pada anak-anak

dan adolesen mood iritabel

(b) kehilangan minat dan kesenangan pada semua atau hampir semua aktivitas

hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh

secara subjektif atau diamati oleh orang lain).

(c) kehilangan berat badan atau kenaikan berat badan (perubahan berat badan

lebih dari 5% setiap bulan), peningkatan atau kehilangan nafsu makan

hampir setiap hari. Catatan: pada anak-anak, kegagalan untuk mencapai

berat badan yang diharapkan

14

Page 15: refrat depresi lansia

(d) Insomnia dan hipersomnia hampir setiap hari

(e) agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dapat diamati orang

lain, tidak hanya perasaan subjektif adanya keresahan atau mengalami

kemunduran)

(f) fatique atau kehilangan energi hampir setiap hari

(g) perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang tidak sesuai atau

berlebihan (mungkin waham) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan

diri atau bersalah tentang sakitnya)

(h) kehilangan kemampuan berpikir atau konsentrasi atau ragu hampir setiap

hari. (yang ditunjukkan secara subjektif atau diamati oleh orang lain).

(i) pikiran berulang tentang kematian (tidak hanya takut akan kematian), ide

bunuh diri tanpa tujuan khusus,atau percobaan bunuh diri atau suatu tujuan

khusus untuk melakukan bunuh diri.

2. Gejala menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan

bidang penting lainnya

3. Gejala tidak terkait langsung dengan efek psikologik penyalahgunaan zat

(misalnya., penyalahgunaan obat, atau suatu medikasi) atau karena kondisi

medik umum (misalnya., hipotiroidisme).

4. Gejala-gejala adalah tidak lebih baik diterangkan oleh duka cita (misalnya

reaksi normal setelah kehilangan orang yang dicintai).

B. Tidak pernah terdapat episode depresif berat, tidak memenuhi kriteria gangguan

distimia.

C.. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran atau episode hipomanik, dan

tidak memenuhi kriteria gangguan siklotimia. Catatan: Eksklusi ini tidak dipakai bila

episode serupa-manik, campuran, atau hipomanik ini adalah diinduksi oleh zat atau

pengobatan.

D. Gangguan mood tidak terjadi secara ekskusif selama skizofrenia, gangguan

schizophreniform, gangguan skizoafektif, gangguan waham, atau gangguan psikotik

yang tidak ditentukan.

Mengenali depresi pada usia lanjut memerlukan suatu keterampilan dan

pengalaman, karena manifestasi gejala-gejala depresi klasik (perasaan sedih, kurang

semangat, hilangnya minat/hobi atau menurunnya aktivitas) sering tidak muncul.

15

Page 16: refrat depresi lansia

Tidaklah mudah untuk membedakan sekuele gejala psikologik akibat penyakit fisik

dari gangguan depresi atau gejala somatik depresi dari efek sistemik penyakit fisik.

Keduanya bisa saja terjadi pada seorang individu usia lanjut pada saat yang sama.

Seorang usia lanjut yang mengalami depresi bisa saja mengeluhkan mood yang

menurun, namun kebanyakan menyangkal adanya mood depresi. Yang sering terlihat

adalah gejala hilangnya tenaga/energi, hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur atau

keluhan rasa sakit dan nyeri. Menurut Brodaty (1991) gejala yang sering tampil adalah

anxietas atau kecemasan, preokupasi gejala fisik, perlambatan motorik, fatigue

(kelelahan), mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri, dan insomnia. (Depkes, 1999)

Sedangkan gejala depersonalisasi, rasa bersalah, minat seksual menurun agak

jarang. Sebagai petunjuk ke arah depresi perlu diperhatikan tanda-tanda berikut : rasa

lelah yang terus-menerus bahkan juga sewaktu beristirahat, hilangnya kesenangan

yang biasanya dapat dinikmati (tidak merasa senang lagi jika dikunjungi oleh cucu-

cucunya), dan mulai menarik diri dari kegiatan dan interaksi sosial. (Depkes, 1999)

Gambaran klinis depresi pada usia lanjut dibandingkan dengan pasien yang

lebih muda berbeda, usia lanjut cenderung meminimalkan atau menyangkal mood

depresinya dan lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya, di samping mengeluh

tentang gangguan memori. Pasien usia lanjut umumnya kurang mau mencari bantuan

psikiater karena kurang dapat menerima penjelasan yang bersifat psikologis untuk

gangguan depresi yang mereka alami. (Depkes, 1999)

Perjalanan penyakit depresi terutama pada usia sangat lanjut (lebih dari 85

tahun) berkembang sangat perlahan-lahan, mirip dengan Gangguan Distimik. Gejala

gangguan tidur agak sulit untuk dievaluasi karena gangguan tidur sering terjadi pada

usia lanjut yang tidak depresi. Yang dapat menjadi petunjuk ke arah depresi adalah

jika terdapat gejala bangun lebih awal dari biasanya disertai isi pikiran depresif.

Seorang usia lanjut membutuhkan tidur lebih sedikit dan sering terbangun untuk buang

air kecil pada malam hari. Karena itu penting untuk mengamati perilaku orang usia

lanjut ketika terbangun malam hari. Sleep hygiene juga perlu diperhatikan sebelum

memberikan intervensi farmakologis. Munculnya gejala-gejala fisik perlu diperhatikan

dengan seksama, karena komorbiditas sering dijumpai. Penelaahan dan

penatalaksanaan baik untuk depresi maupun penyakit fisik perlu dilakukan secara

bersamaan. Menurunnya perawatan diri, perubahan kebiasaan makan, turunnya berat

16

Page 17: refrat depresi lansia

badan dapat merupakan tanda awal depresi tapi dapat juga merupakan tanda-tanda

demensia. Oleh karena itu perlu dilakukan juga pemeriksaan fungsi kognitif dengan

Mini Mental State Examination (MMSE) atau Abbreviated Mental Test (AMT)

(Bongsoe, 2007).

Gejala psikotik pada pasien usia lanjut dengan depresi berat dapat muncul

secara dramatis. Waham bersalah, waham kemiskinan, waham bahwa organ-organ

tubuhnya membusuk / rusak / hilang sering dijumpai pada pasien usia lanjut dengan

depresi berat. Halusinasi auditorik dan halusinasi somatik juga bisa terjadi, tetapi jika

ada halusinasi visual sebaiknya dipikirkan ke arah penyakit lainnya(Bongsoe, 2007)..

Secara klinis praktis umumnya depresi dibedakan sebagai depresi berat atau

ringan. Akan tetapi ada sindrom klinis tertentu yang dapat muncul pada usia lanjut

yaitu :

1. Depresi agitatif : ditandai dengan aktivitas yang meningkat, mondar-mandir,

mengejar-ngejar orang, terus-menerus meremasremas tangan dll.

2. Depresi dan anxietas : gangguan cemas menyeluruh atau fobia dapat terjadi

bersama-sama dengan depresi. Penelitian menunjukkan bahwa anxietas 15-20 kali

lebih sering dijumpai pada usia lanjut dengan depresi. Hubungan penyakit fisik

dengan anxietas pada depresi cukup kompleks. Anxietas dapat menyebabkan

gejala fisik yang sering dikira sebagai penyakit fisik semata. Anxietas hebat juga

dapat menyebabkan kelelahan dan dehidrasi. Sementara penyakit fisik yang

mengancam kehidupan atau hilangnya kemandirian sering kali merupakan sumber

dari anxietas.

3. Depresi terselubung : tidak munculnya gejala mood terdepresi bukanlah suatu

halangan untuk mendiagnosis depresi. Apakah penyangkalan mood depresi ini

karena kekhawatiran menjadi beban ataukah karena tren bahwa "Usia lanjut harus

berani menghadapi hari tua", yang terpenting adalah mengeksplorasi tanda dan

gejala lainnya yang menunjukkan depresi secara lebih teliti.

4. Somatisasi : gejala somatik dapat menyembunyikan gejala yang sesungguhnya

dari gangguan depresi, namun dapat pula diperberat dengan adanya depresi.

5. Pseudodemensia : istilah ini diperuntukkan bagi pasien depresi yang

menunjukkan gangguan memori yang bermakna seperti yang terjadi pada pasien

demensia.

17

Page 18: refrat depresi lansia

6. Depresi sekunder pada demensia : pada stadium awal demensia sering dijumpai

depresi, mungkin sebagai dampak dari insight akan deteriorasi fungsi dan

menurunnya kemampuan seeara progresif. Depresi yang terjadi pada stadium akhir

mungkin lebih banyak berhubungan dengan hilangnya fungsi neurotransmitter.

Depresi dan gangguan perilaku pada demensia disebabkan oleh berkurangnya

fungsi serotonergik, sehingga pengaktifan fungsi serotonergik akan memperbaiki

gejala-gejala tersebut. (Depkes, 1999)

E. PEMERIKSAAN PASIEN DEPRESI

Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah

mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau

prosedur khusus untuk penapisan/skrining depresi pada populasi usia lanjut.

Salah satu instrumen yang dapat membantu adalah Geriatrik Depression

Scale (GDS) yang terdiri dari 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri.

GDS ini dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja dan ini mungkin lebih

sesuai untuk dipergunakan dalam praktek umum sebagai alat penapis Depresi pada

usia lanjut.

Ada 4 pertanyaan atau 4 butir skala yang harus diajukan dalam memeriksa pasien depresi yaitu:

Pertanyaan Skor 1 Skor 0

Apakah pada dasarnya Anda merasa puas dengan kehidupan

Anda ?

Tidak Ya

Apakah hidup Anda terasa kosong ? Ya Tidak

Apakah Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri

Anda ?

Ya Tidak

Apakah Anda merasa bahagia pada sebagian besar waktu Anda ? Tidak Ya

Pertanyaan tersebut dapat dilengkapi dengan mengekplorasi hal-hal berikut ini yang merupakan faktor

kerentenanan:

Pertanyaan Skor 1 Skor 0

18

Page 19: refrat depresi lansia

Apakah pasien mempunyai riwayat depresi ? Ya Tidak

Apakah pasien terisolasi secara sosial ? Ya Tidak

Apakah pasien menderita penyakit kronik ? Ya Tidak

Apakah pasien baru saja berkabung ? Ya Tidak

Jika skor lebih dari 1 pada 4 butir skala dan lebih dari 1 pada faktor

kerentanan harus segera dilaksanakan penilaian yang lebih rinci.

Geriatric Depression Scale:

1. Apakah anda pada dasarnya puas dengan kehidupan anda?

2. Apakah anda mengalami penurunan banyak kegiatan dan minat?

3. Apakah anda merasa hidup anda kosong?

4. Apakah anda merasa sering bosan?

5. Apakah anda mersa semangat terus pada sebagian besar kehidupan anda?

6. Apakah anda takut kalau hal-hal jelek menimpa kehidupan anda?

7. Apakah anda sering merasa tidak berdaya?

8. Apakah anda lebih suka di rumah daripada pergi keluar dan melakukan hal-hal

yang baru?

9. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah daya ingat pada sebagian besar

waktu anda?

10. Apakah anda berfikir sangat indah kehidupan sekarang?

11. Apakah anda merasa bahwa yang menarik bagi anda tidak berguna lagi?

12. Apakah anda merasa senang dengan mengambil cara yang tidak berharga seperti

sekarang ini?

13. Apakah anda merasa penuh energI?

14. Apakah anda merasa situasi anda tidak ada harapan?

15. Apakah anda merasa kebanyakan orang-orang lebih baik daripada anda?

Penilaian : Dari 15 pertanyaan masing-masing memiliki skor 1, di mana

masing-masing jawaban terdiri dari ya dan tidak, Jika skor lebih besar daripada 5

menunjukkan kemungkinan gejala depresi(Bongsoe, 2007).

19

Page 20: refrat depresi lansia

Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi harus dilakukan

lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut :

1. Riwayat klinis/anamnesis

Riwayat keluarga Gangguan psikiatrik yang lampau Kepribadian Riwayat

sosial Ide/percobaan bunuh diri

Gangguan-gangguan somatik Perkembangan gejala-gejala depresi.

2. Pemeriksaan fsik

Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejala-gejala

depresi sering disertai dengan penyakit fisik. Depresi dapat merupakan gejala dari

suatu penyakit fisik, contohnya penyakit Cushing, karsinoma paru, usus besar atau

pankreas. Di samping itu depresi dapat muncul sebagai reaksi sekunder terhadap

disabilitas dan discomfort (ketidaknyamanan). Penilaian terhadap status nutrisi dan

hidrasi sebaiknya dilakukan, karena kurangnya intake makan dan minum pasien

sebelumnya.

3. Pemeriksaan kognitif

Penilaian AMT atau MMSE pada usia lanjut yang menunjukkan gejala

depresi bermanfaat dalam follow-up penatalaksanaan pasien. Bilamana depresi

terjadi sekunder pada demensia maka fungsi kognitif pasien tidak akan membaik

ketika depresi menghilang, bahkan deteriorasi kognitif akan berlanjut terus.

Perbaikan pada skor AMT atau MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi

menunjukkan bahwa pasien dengan depresi mengalami problem konsentrasi dan

memori yang mempengaruhi fungsi kognitifnya.

4. Pemeriksaan status mental

a. Penampilan dan perilaku

b. Mood/suasana perasaan

c. Pembicaraan

d. Isi pikiran

e. Anxietas

f. Gejala hipokondriakal

5. Pemeriksaan lainnya

Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolisme

sekunder akibat penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya intake

20

Page 21: refrat depresi lansia

cairan, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan seperti ureum dan elektrolit

(Bongsoe, 2007)..

F. TERAPI

Semua pasien depresi harus mendapat psikoterapi, dan beberapa memerlukan

tambahan terapi fisik. Jenis terapi bergantung dari diagnosis, berat penyakit, umur

pasien, respon terhadap terapi sebelumnya (Nurmiati, 2005).

Terapi depresi pada lansia bertujuan untuk :

1. menurunkan / menghilangkan tanda, gejala

2. mengembalikan fungsi utama

3. meminimalkan resiko relaps / rekurens

Macam-macam terapi depresi :

1. Psikoterapi

Psikoterapi yaitu terapi yang digunakan untuk menghilangkan keluhan-

keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku

maladaptive. Terapi ini dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan yang

professional antara terapis dengan pasien.

a. Terapi Kognitif

Ada dugaan bahwa penderita depresi adalah orang yang “belajar

menjadi tak berdaya”, depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan

keterampilan dan memberikan pengalaman-pengalaman tentang kesuksesan.

Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan simptom depresi melalui

usaha yang sistematis yaitu merubah cara pikir maladaptif dan otomatik pada

pasien-pasien depresi. Dasar pendekatannya adalah suatu asumsi bahwa

kepercayaan-kepercayaan yang mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia,

dan masa depan dapat menyebabkan depresi. Pasien harus menyadari cara

berpikirna yang salah. Kemudian dia harus belajar cara merespon cara pikir

yang salah tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dari perspektif kognitif,

pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif dan

harapan-harapan negatif. Cara ini dipraktikkan di luar sesi terapi dan ini

menjadi modal utama dalam merubah gejala.

Terapi ini berlangsung lebih kurang 12 sampai 16 sesi. Ada 3 fase yaitu:

21

Page 22: refrat depresi lansia

1) Fase Awal (sesi 1-4) : Membentuk hubungan terapeutik dengan pasien.

Mengajarkan pasien tentang bentuk kognitif yang salah dan pengaruhnya

terhadap emosi dan fisik. Menentukan tujuan terapi. Mengajarkan pasien

untuk mengevaluasi pikiran-pikirannya yang otomatis.

2) Fase pertengahan (Sesi 5-12) : Mengubah secara berangsur-angsur

kepercayaan yang salah. Membantu pasien mengenal akar kepercayaan

diri. Pasien diminta mempraktikkan keterampilan berespon terhadap hal-

hal yang depresogenik dan memodifikasinya.

3) Fase Akhir (sesi 13-16) : Menyiapkan pasien untuk terminasi dan

memprediksi situasi berisiko tinggi yang relevan untuk terjadinya

kekambuhan, dan mengkonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas

terapi sendiri.

b. Terapi Perilaku

Intervensi perilaku terutama efektif untuk pasien yang menarik diri dari

sosial dan anhedonia. Terapi ini sering digunakan bersama-sama dengan terapi

kognitif. Tujuan terapi peilaku adalah: meningkatkan aktivitas pasien,

mengikutkan pasien dalam tugas-tugas yang dapat meningkatkan perasaan

yang menyenangkan.

Fase awal: pasien diminta untuk memantau aktivitas mereka, menilai

derajat kesulitan aktivitasnya, serta kepuasan terhadap aktivitasnya. Pasien

diminta untuk melakukan sejumlah aktivitas yang menyenangkan. Latihan

keterampilan sosial, asertif, dapat meningkatkan hubungan interpersonal dan

menurunkan interaksi submissive.

Fase akhir: Fokus berpindah ke latihan mengontrol diri dan latihan

pemecahan masalah. Diharapkan ilmu yang didapat di dalam terapi dapat

digeneralisasi dan dipertahankan dalam lingkungan pasien sendiri.

c. Psikoterapi Suportif

Psikoterapi Suportif memberikan kehangatan, empati, pengertian dan

optimistik. Bantu pasien identifikasi dan mengekspresikan emosinya dan

bantu untuk ventilasi. Mengidentifikasi faktor-faktor presipitasi dan

membantu mengoreksi. Bantu memecahkan problem eksternal (misal masalah

pekerjaan, rumah tangga). Latih pasien untuk mengenal tanda-tanda

22

Page 23: refrat depresi lansia

dekompensasi yang akan datang. Temui pasien sesering mungkin (mula-mula

1-3 kali perminggu) dan secara teratur, tetapi jangan sampai tidak berakhir

atau selamanya. Kenalilah bahwa beberapa pasien depresi dapat

memprovokasi kemarahan terapis (melalui kemarahan, hostilitas, dan tuntutan

yang tak masuk akal, dll).

d. Psikoterapi Dinamik

Dasar terapi ini adalah teori psikodinamik, yaitu kerentanan psikologik

terjadi akibat konflik perkenbangan yang tak selesai. Terapi ini dilakukan

dalam periode jangka panjang. Perhatian pada terapi ini adalah deficit

psikologi yang menyeluruh yang diduga mendasari gangguan depresi.

Misalnya, problem yang berkaitan dengan rasa bersalah, rasa rendah diri,

berkaitan dengan pengalaman yang memalukan, pengaturan emosi yang

buruk, defisit interpersonal akibat tak adekuatnya hubungan dengan keluarga.

e. Psikoterapi Dinamik Singkat

Sesinya berlangsung lebih pendek. Tujuannya menciptakan lingkungan

yang aman buat pasien. Pasien dapat mengenal materi konfliknya dan dapat

mengekspresikannya.

f. Terapi Kelompok

Tidak ada bentuk terapi kelompok yang spesifik. Ada beberapa keuntungan

terapi kelompok :

1) Biaya lebih murah.

2) Ada destigmasi dalam memandang orang lain dengan problem yang sama.

3) Memberikan kesempatan untuk memainkan peran dan mempraktikkan

keterampilan perilaku interpersonal yang baru.

4) Membantu pasien dalam mengaplikasikan keterampilan baru.

Terapi kelompok sangat efektif untuk terapi jangka pendek pasien

rawat jalan. Juga lebih efektif untuk depresi ringan. Untuk depresi yang lebih

berat, terapi individu lebih efektif.

g. Terapi Perkawinan

Problem perkawainan dan keluarga sering menyertai depresi. Ia dapat

mempengaruhi penyembuhan fisik. Oleh karena itu, perbaikan hubungan

perkawinan merupakan hal penting dalam terapi ini.

23

Page 24: refrat depresi lansia

h. Psikoterapi Berorientasi Tilikan

Jangka terapi cukup lama, berguna pada pasien depresi minor kronik

tetentu dan beberapa pasien dengan depresi mayor yang mengalami remisi

tetapi mempunyai konflik. (Nurmiati, 2005)

2. Terapi Biologik

a. Farmakoterapi

Sebagian besar penderita membutuhkan antidepresan (70%-80% pasien

berespon terhadap anti depresan), walaupun yang mempresipitasi terjadinya

depresi jelas terlihat atau dapat diidentifikasi. Mulailah dengan SSRI atau salah

satu anti depresan terbaru. Bila tak berhasil, pertimbangkan anti depresan

trisiklik, atau MAOI (terutama pada depresi atipikal, atau kombinasi bebrapa

obat yang efektif bila obat pertama tak berhasil. Harus hati-hati dengan efek

samping dan harus sadar bahwa antidepresan dapat mempresipitasi episode

manik pada beberapa pasien bipolar (10% dengan TCA, dengan SSRI lebih

rendah, namun konsep tentang presipitasi manik masih diperdebatkan).

Setelah sembuh dari episode depresi pertama, obat dipertahankan untuk

beberapa bulan, kemudian diturunkan. Beberapa pasien membutuhkan obat

pemeliharaan untuk periode jangka panjang. Antidepresan tunggal tidak dapat

mengobati depresi. (Nurmiati, 2005)

Obat antidepresan mempunyai beberapa sinonim, antara lain timoleptik

atau psychic energizers. Dalam membicarakan obat antidepresi yang menjadi

obat acuan adalah Amitriptilin.

Efek samping yang dapat diakibatkan oleh obat antidepresan antara lain :

1) Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor

menurun, kemampuan kognitif menurun, dll).

2) Efek antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur,

konstipasi, sinus takikardi, dll).

3) Efek anti adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi).

4) Efek neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia).

5) Efek samping yang tidak berat biasanya berkurang setelah 2 – 3 minggu bila

tetap diberikan dengan dosis yang sama.

24

Page 25: refrat depresi lansia

Pada keadaan overdosis / intoksikasi trisiklik dapat terjadi atropine toxic

syndrome dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiperpireksia,

konvulsi, toxic konfusional state (confusion, delirium, disorientation).

Tindakan untuk keadaan ini :

1) Bilas lambung

2) Diazepam 10 mg, IM untuk mengatasi konvulsi

3) Prostigmin 0,5-1 mg, IM untuk mengatasi efek antikolinergik (dapat

diulangi setiap 30-45 menit sampai gejala mereda.

4) Monitoring EKG untuk deteksi kelainan jantung.

Cara penggunaan

Pemilihan jenis obat berdasarkan toleransi pasien terhadap efek samping dan

penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien (usia, penyakit fisik tertentu, jenis

depresi).

OBAT-OBATAN ANTI DEPRESAN

Trisiklik (TCAs) Selektive Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)

Amitriptilin 75-150 mg / hari Imipramin 75-150 mg / hari Clomipramin 75-150 mg / hari Amineptin 100- 200 mg / hari

Opipramol 50-150 mg / hari

Elvatelin 20-40 mg / hari Protetin 20-40 mg / hari Setralin 50-100 mg / hari Fluvotamin 50-100 mg / hari

Fluoxetin 10-20 mg/hariTetrasiklik Penghambat Mono Amine Okside

(MAOIs) Maprotilin 75-150 mg / hari Amoxopin 200-300 mg / hari

Mainserin 30-60 mg / hari

Maclobemid 200-600 mg / hari

Untuk sindrom depresi ringan dan sedang yang datang untuk berobat jalan,

pemilihan sebaiknya mengikuti urutan :

1) Langkah 1 : Golongan SSRI

2) Langkah 2 : Golongan Trisiklik

3) Langkah 3 : Golongan Tetrasiklik, Atipikal, MAOI Reversibel

Mood stabilizer : Lithium carbonas, carbamazepine, valproic acids,

indikasi terbatas khususnya episode depresi dari gangguan bipolar. Lithium

25

Page 26: refrat depresi lansia

bermanfaat dalam pengobatan depresi bipolar akut dan beberapa depresi

unipolar. Ia cukup efektif pada bipolar serta untuk mempertahankan remisi dan

begitu pula pada beberapa pasien unipolar. Untuk mencegah kekambuhan

digunakan Litium 0,4-0,8 meq / l (profilaksis).

Kontraindikasi :

1) Penyakit jantung koroner

2) Glaukoma, retensi urin, hipertensi prostat, gangguan fungsi hati, epilepsi

3) Pada penggunaan Litium, kelainan fungsi jantung, ginjal, dan fungsi Tiroid.

Antikonvulsan sama baiknya dengan lithium untuk mengobati kondisi

akut, meskipun kurang efektif untuk pemeliharaan. Antidpresan dan lithium

dapat dimulai secara bersama-sama dan lithium diteruskan setelah remisi.

Psikotik, paranoid atau pasien sangat agitasi membutuhkan antipsikotik, tunggal

atau bersama-sama dengan antidepresan, litium, antipsikotik atipik juga terlihat

efektif.

Indikasi farmakologi :

1) depresi sedang / berat

2) gambaran melankolik / psikotik

3) episode berulang

4) respon positif terhadap medikasi anti depresan pada masa lalu

5) kegagalan pendekatan terapi psikologik

Pengobatan dengan antidepresan dibedakan dalam tiga tahapan, yaitu :

1) Fase akut : 6 sampai 12 minggu

2) Fase lanjutan : 4 sampai 9 bulan

3) Fase rumatan : 1tahun atau lebih

Untuk depresi episode berulang dianjurkan lama pemberian obat 1 tahun atau

lebih.

b. ECT (Terapi Kejang Listrik). Merupakan terapi pilihan bila :

1) Obat tak berhasil

2) Kondisi pasien menuntut remisi segera (misalnya; bunuh diri yang akut).

3) Pada beberapa depresi psikotik.

26

Page 27: refrat depresi lansia

4) Pada pasien yang tak dapat mentoleransi obat (misalnya pasien tua yang

berpenyakit jantung). Lebih dari 90% pasien memberikan respons.

27

Page 28: refrat depresi lansia

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009, Gambaran Pengetahuan Keluarga tentang Depresi pada Lansia. http://addy1571.wordpress.com/2009/08/25/gambaran-pengetahuan-keluarga-tentang-depresi-pada-lansia/ (9 September 2009)

Baldwin and Wild R, 2004. Management of Depression in Later Life. Advances in Psychiatric Treatment vol. 10. http://apt.rcpsych.org/cgi/reprint/10/2/131.pdf?ck=nck (9 September 2009).

Best Parctice Advocacy Centre, 2009. Depression in Elderly People. http://www.bpac.org.nz/ magazine/2008/february/depression.asp. (13 September 2009).

Bongsoe, Syamsir, 2007. Pengenalan Gangguan Depresi pada Orang Usia Lanjut. Dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru BesarTetap Universitas Sumatra Utara. http://www.usu.ac.id /id/files/pidato/ppgb/2007/ppgb_2007_syamsir_bs.pdf. (9 September 2009).

Departemen Kesehatan RI, 1999. Masalah Depresi pada Lansia. http://www.depkes.go.id/downloads/keswa_lansia.p df. (13 September 2009).

Hermana, 2006. Depresi Pada Lansia. http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=208 (9 September 2009).

Idrus, M. Faisal, 2007. Depresi pada Penyakit Parkinson. Cermin Dunia Kedokteran Vol. 34 No.3/156 pp : 130-135. Kalbe Farma : Jakarta. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/ files/cdk_156_Depresi.pdf (9 September 2009).

Kaplan HI, Saddock BJ and Grebb, 1997. Sinopsis Psokiatri Edisi Ketujuh. Alih bahasa : Wijaya K. Bina Rupa Aksara : Jakarta.

Maslim R, 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta.

Media Aesculapius, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta.

Nurmiati A, 2005. Depresi Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Rice FP, 1994. Human development: a life-span approach. http://books.google.co.id/books?id=ogjYAAAAMAAJ&q=rice+philip++1994+depression&dq=rice+philip++1994+depression (9 September 2009)

Segal, Jaffe J, Pat Davies P, and Smith M, 2007. Depression in Older Adults and the Elderly. http://www.helpguide.org/mental/depression_elderly.htm. (11 September 2009).

28

Page 29: refrat depresi lansia

Tan HT, Kirana R, 2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Elex Media Komputindo : Jakarta.

Wilkinson G, Stein G, Ramsay R, 1998. Seminars in General Adult Psychiatry. http://books.google.co.id/books?id=6PGzHFuS1xkC&dq=greg+wilkinson+1995&source=gbs_navlinks_s (9 September 2009).

29