MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

45
TUGAS KOMUNITAS II (GERONTIK) ASKEP DEPRESI PADA LANSIA Oleh : Amelia Ulfa Gita Apri Lonia Nadya Rahmi Nilla Wiryanti Sherly Vivi Amelia Kelas : III A S1 Keperawatan Dosen Pembimbing : Ns. Siska Damaiyanti, S.Kep STIKes YARSI SUMBAR BUKITTINGGI

description

KOMUNITAS II

Transcript of MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

Page 1: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

TUGAS

KOMUNITAS II (GERONTIK)

ASKEP DEPRESI PADA LANSIA

Oleh :

Amelia Ulfa

Gita Apri Lonia

Nadya Rahmi

Nilla Wiryanti

Sherly Vivi Amelia

Kelas : III A S1 Keperawatan

Dosen Pembimbing : Ns. Siska Damaiyanti, S.Kep

STIKes YARSI SUMBAR BUKITTINGGI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK

2015/2016

Page 2: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini

dengan judul Askep Depresi pada Lansia. Makalah ini di buat untuk memenuhi salah satu

tugas matakuliah Komunitas II.

Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari

beberapa pihak untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga berhasil, terutama

kepada dosen pembimbing.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan

buku pegangan dan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang sifatnya menbangun demi kepentingan makalah penulis di masa mendatang.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga dengan adannya makalah ini dapat

memberikan manfaat kepada pembaca pada umumnya dan khususnya pada penulis sendiri.

Bukittinggi, 13 November April 2015

Penulis

i

Page 3: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

LATAR BELAKANG............................................................................................... 1

TUJUAN PENULISAN............................................................................................. 1

RUMUSAN MASALAH........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3

DEFINISI ................................................................................................................. 4

ETIOLOGI................................................................................................................. 5

PATOFISIOLOGI ..................................................................................................... 6

GAMBARAN KLINIK ............................................................................................. 9

FAKTOR RESIKO ................................................................................................... 11

TINGKATAN ........................................................................................................... 11

DAMPAK ................................................................................................................. 12

PEMERIKSAAN....................................................................................................... 13

PENATALAKSANAAN .......................................................................................... 15

ASKEP ................................................................................................................. 18

BAB III PENUTUP.................................................................................................. 25

KESIMPULAN.......................................................................................................... 25

KRTIK DAN SARAN............................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA

ii

Page 4: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keberadaan lansia yang semakin meningkat akan menimbulkan berbagai macam

masalah yang muncul seperti masalah fisik, psikologis, dan sosial akibat proses degeneratif

yang muncul dengan seiring bertambahnya usia, sehingga akan menjadi tantangan bagi lansia

dan lingkunganya. Semua orang akan mengalami masa tua atau lanjut usia yang secara alami

tidak dapat dihindarkan. The National Od Peoples Welfore Council mengemukakan bahwa

penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia ada 12 macam yakni depresi mental,

gangguan pendengaran, bronkitis kronis, gangguan pada tungkai/sikap berjalan, gangguan

pada sendi panggul, anemia, demensia, gangguan penglihatan, kecemasan, dekompensasi

kordis, diabetes mellitus, osteomalasia dan hipoteriodisme serta gangguan defekasi (Nugroho,

2008).

Perubahan pada lansia ini salah satunya adalah terjadi perubahan psikologi seperti

terjadinya depresi. Depresi ini merupakan gangguan mental yang sering diderita para lanjut

usia. Depresi menjadi salah satu problem gangguan mental yang sering ditemukan pada lanjut

usia. Prevalensinya diperkirakan 10%-15% dari populasi lanjut usia dan diduga sekitar 60%

dari pasien di unit Geriatri menderita depresi, sehingga gejala depresi yang muncul seringkali

dianggap sebagai bagian dari proses menua (Soejono, 2000). Angka kejadian depresi pada

lansia usia diatas 65tahun diperkirakan sekitar 10-30% (Zerhusen dalam Pawlinska-Chmara,

2005)

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari lansia ?

2. Apa defenisi depresi pada lansia ?

3. Apa saja etiologi depresi pada lansia ?

4. Bagaimana patofisiologi depresi pada lansia ?

5. Apa saja gambaran klinik dari depresi pada lansia ?

6. Apa saja faktor resiko depresi pada lansia ?

7. Apa tingkatan depresi pada lansia ?

8. Apa saja dampak depresi pada lansia ?

9. Bagaimana pemeriksaan depresi pada lansia ?

10. Bagaimana penatalaksanaan depresi pada lansia ?

1

Page 5: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

11. Bagaimana askep dari depresi pada lansia ?

C. TUJUAN PENULISAN

 Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk :

1.Mengetahui pengertian dari lansia

2.Mengetahui defenisi depresi pada lansia

3.Mengetahui etiologi depresi pada lansia

4.Mengetahui patofisiologi depresi pada lansia

5.Mengetahui gambaran klinik dari depresi pada lansia

6.Mengetahui faktor resiko depresi pada lansia

7.Mengetahui tingkatan depresi pada lansia

8.Mengetahui dampak depresi pada lansia

9.Mengetahui bagaimana pemeriksaan depresi pada lansia

10.Mengetahui bagaimana penatalaksanaan depresi pada lansia

11.Mengetahui askep dari depresi pada lansia

2

Page 6: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

BAB II

PEMBAHASAN

A. LANJUT USIA DAN PERMASALAHANNYA

Dewasa akhir (late adulthood) atau lanjut usia, biasanya merujuk pada tahap siklus

kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun. Ahli gerontologi membagi lanjut usia menjadi

dua kelompok: young-old, berusia 65-74 tahun; dan old-old, berusia 75 tahun ke atas.

Kadang-kadang digunakan istilah oldest old untuk merujuk pada orang-orang yang berusia 85

tahun ke atas (Sadock & Sadock, 2007).

Idealnya seorang lansia dapat menjalani proses menua secara normal sehingga dapat

menikmati kehidupan yang bahagia dan mandiri. Menurut Rowe & Kahn, proses penuaan

yang sukses merupakan suatu kombinasi dari tiga komponen: (1) penghindaran dari penyakit

dan ketidakmampuan; (2) pemeliharaan kapasitas fisik dan kognitif yang tinggi di tahun-

tahun berikutnya; dan (3) keterlibatan secara aktif dalam kehidupan yang berkelanjutan

(Hoyer & Roodin, 2003).

Masalah-masalah yang berhubungan dengan usia lanjut adalah masalah kesehatan –

baik kesehatan fisik maupun mental, masalah sosial, masalah ekonomi, dan masalah

psikologis. Menurut Gottlieb dalam Goldman (2000), banyak orang menghadapi proses

penuaan dengan keprihatinan. Di banyak negara, penuaan dikaitkan dengan ketidakmampuan,

defisit kognitif, dan kesendirian (Hoyer & Roodin, 2003). Menurut Setiati, Harimurti, dan

Roosheroe (2006), proses menua merupakan sebuah waktu untuk berbagai kehilangan:

kehilangan peran sosial akibat pensiun, kehilangan mata pencaharian, kehilangan teman dan

keluarga.

Ketika manusia semakin tua, mereka cenderung untuk mengalami masalah-masalah

kesehatan yang lebih menetap dan berpotensi untuk menimbulkan ketidakmampuan.

Kebanyakan lansia memiliki satu atau lebih keadaan atau ketidakmampuan fisik yang kronis

(Papalia, Olds, dan Feldman, 2003). Masalah kesehatan kronik yang paling sering terjadi

pada lansia adalah artritis, hipertensi, gangguan pendengaran, penyakit jantung, katarak,

deformitas atau kelemahan ortopedik, sinusitis kronik, diabetes, gangguan penglihatan,

varicose vein (Sadock & Sadock, 2007).

Ketidakmampuan fungsional yang merupakan akibat dari beberapa penyakit medis

yang terjadi bersama-sama dan ketidakmampuan ortopedik dan neurologik pada lansia

merupakan suatu kehilangan yang besar. Dalam Blazer (2003) disebutkan bahwa

ketidakmampuan fisik tampaknya membawa jumlah kejadian hidup negatif yang lebih tinggi.

3

Page 7: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

Ketidakmampuan fisik dapat menyebabkan keterbatasan untuk melakukan aktivitas sosial

atau aktivitas di waktu luang (leisure activities) yang bermakna, isolasi, dan berkurangnya

kualitas dukungan sosial.

Dalam Goldman (2000) disebutkan bahwa berbagai kehilangan dan kejadian hidup

yang merugikan merupakan penentu utama penyakit-penyakit psikiatrik pada lansia.

Kehilangan teman-teman dan orang-orang yang dicintai menyebabkan terjadinya isolasi

sosial. Kehilangan anak, atau yang lebih sering, kehilangan pasangan merupakan faktor risiko

penting untuk depresi mayor, hipokondriasis, dan penurunan fungsi.

Lansia lebih mudah untuk mengalami isolasi sosial. Dalam Hoyer & Roodin (2003)

disebutkan bahwa lansia memiliki jaringan dukungan sosial yang lebih kecil daripada orang

yang lebih muda, dan jaringan ini didominasi oleh sanak saudara.

Menurut Goldman (2000), pengunduran diri (retirement) atau kehilangan fungsi

utama di rumah, terutama ketika hal tersebut tidak direncanakan atau diinginkan,

berhubungan dengan kelesuan, involusi (degenerasi progresif), dan depresi. Retirement

berhubungan dengan pengurangan pendapatan personal sebesar sepertiga sampai

setengahnya. Perubahan peran akan berdampak langsung pada penghargaan diri. Retirement

juga akan menyebabkan perubahan gaya hidup pada pasangannya dan menyebabkan

beberapa adaptasi dalam hubungan mereka. Dalam Hoyer & Roodin (2003) disebutkan

bahwa sekitar 15% lansia mengalami kesulitan-kesulitan besar dalam penyesuaian diri

terhadap retirement.

Hal-hal di atas menyebabkan lansia menjadi lebih rentan untuk mengalami masalah

kesehatan mental. Gangguan yang sering terjadi meliputi depresi, kecemasan, alkoholisme,

dan gangguan dalam penyesuaian terhadap kehilangan atau disabilitas fungsional (Hoyer &

Roodin, 2003).

B. DEPRESI PADA LANSIA

1. Definisi

Depresi merupakan suatu gangguan mood. Mood adalah suasana perasaan yang

meresap dan menetap yang dialami secara internal dan yang mempengaruhi perilaku

seseorang dan persepsinya terhadap dunia (Sadock & Sadock, 2007)

Depresi ialah suasana perasaan tertekan (depressed mood) yang dapat merupakan

suatu diagnosis penyakit atau sebagai sebuah gejala atau respons dari kondisi penyakit lain

dan stres terhadap lingkungan. Depresi pada lansia adalah depresi sesuai kriteria DSM-IV.

Depresi mayor pada lansia adalah didiagnosa ketika lansia menunjukkan salah satu atau dua

4

Page 8: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

dari dua gejala inti (mood terdepresi dan kehilangan minat terhadap suatu hal atau

kesenangan) bersama dengan empat atau lebih gejala-gejala berikut selama minimal 2

minggu: perasaan diri tidak berguna atau perasaan bersalah, berkurangnya kemampuan untuk

berkonsentrasi atau membuat keputusan, kelelahan, agitasi atau retardasi psikomotor,

insomnia atau hipersomnia, perubahan signifikan pada berat badan atau selera makan, dan

pemikiran berulang tentang kematian atau gagasan tentang bunuh diri (American Psychiatric

Association/APA, 2000).

2. Etiologi

Etiologi diajukan para ahli mengenai depresi pada usia lanjut (Damping, 2003)

adalah:

1. Polifarmasi

Terdapat beberapa golongan obat yang dapat menimbulkan depresi, antara lain: analgetika,

obat antiinflamasi nonsteroid, antihipertensi, antipsikotik, antikanker, ansiolitika, dan lain-

lain.

2. Kondisi medis umum

Beberapa kondisi medis umum yang berhubungan dengan depresi adalah gangguan endokrin,

neoplasma, gangguan neurologis, dan lain-lain.

3. Teori neurobiologi

Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan pada depresi lansia. Pada beberapa penelitian

juga ditemukan adanya perubahan neurotransmiter pada depresi lansia, seperti menurunnya

konsentrasi serotonin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, serta meningkatnya konsentrasi

monoamin oksidase otak akibat proses penuaan. Atrofi otak juga diperkirakan berperan pada

depresi lansia.

4. Teori psikodinamik

Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang proses berkabung menghasilkan pendapat

bahwa hilangnya objek cinta diintrojeksikan ke dalam individu tersebut sehingga menyatu

atau merupakan bagian dari individu itu. Kemarahan terhadap objek yang hilang tersebut

ditujukan kepada diri sendiri. Akibatnya terjadi perasaan bersalah atau menyalahkan diri

sendiri, merasa diri tidak berguna, dan sebagainya.

5

Page 9: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

5. Teori kognitif dan perilaku

Konsep Seligman tentang learned helplessness menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

kehilangan yang tidak dapat dihindari akibat proses penuaan seperti keadaan tubuh, fungsi

seksual, dan sebagainya dengan sensasi passive helplessness pada pasien usia lanjut.

6. Teori psikoedukatif

Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu pada orang tua usia lanjut misalnya

ketidakberdayaan mereka, pengisolasian oleh keluarga, tiadanya sanak saudara ataupun

perubahan-perubahan fisik yang diakibatkan oleh proses penuaan dapat memicu terjadinya

depresi pada usia lanjut.

Dukungan sosial yang buruk dan kegiatan religius yang kurang dihubungkan dengan

terjadinya depresi pada lansia. Suatu penelitian komunitas di Hongkong menunjukkan

hubungan antara dukungan sosial yang buruk dengan depresi. Kegiatan religius dihubungkan

dengan depresi yang lebih rendah pada lansia di Eropa. “Religious coping” berhubungan

dengan kesehatan emosional dan fisik yang lebih baik. “Religious coping” berhubungan

dengan berkurangnya gejala-gejala depresif tertentu, yaitu kehilangan ketertarikan, perasaan

tidak berguna, penarikan diri dari interaksi sosial, kehilangan harapan, dan gejala-gejala

kognitif lain pada depresi (Blazer, 2003).

3. Patofisiologi

a. Faktor biologi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik,

seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5

methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien

gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan

epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri,

beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori

bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas

dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang

menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin

menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan

konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala

depresi (Kaplan, 2010).

6

Page 10: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

Disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis

neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter amin biogenik.

Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi

akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik

yang mengaktivasi aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan

perubahan pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu

yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang

paling banyak diteliti (Landefeld et al, 2004). Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis

HPA yang sangat fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat

adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya kelainan pada

sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010). Sekresi

CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan

Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan

fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan

peningkatan sekresi CRH (Landefeld, 2004). Pada orang lanjut usia terjadi penurunan

produksi hormon estrogen. Estrogen berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal

terhadap neurotoksin seperti MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen bersama

dengan antioksidan juga merusak monoamine oxidase (Unutzer dkk, 2002)

Kehilangan saraf atau penurunan neurotransmiter. Sistem saraf pusat mengalami

kehilangan secara selektif pada sel – sel saraf selama proses menua. Walaupun ada

kehilangan sel saraf yang konstan pada seluruh otak selama rentang hidup, degenerasi

neuronal korteks dan kehilangan yang lebih besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus,

substansia nigra, serebelum dan bulbus olfaktorius (Lesler, 2001). Bukti menunjukkan bahwa

ada ketergantungan dengan umur tentang penurunan aktivitas dari noradrenergik,

serotonergik, dan dopaminergik di dalam otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas menurun

menjadi setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan dengan umur 60-an tahun (Kane dkk,

1999).

b. Faktor Genetik

Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota

keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2

sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada

kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot (Davies, 1999). Oleh Lesler (2001),

Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa

terdapat penurunan dalam ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua

7

Page 11: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah

genetik.

c. Faktor Psikososial

Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan

objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor psikososial yang diprediksi sebagai

penyebab gangguan mental pada lanjut usia yang pada umumnya berhubungan dengan

kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi,

kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri,

keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan, 2010) Sedangkan menurut

Kane, faktor psikososial meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk mengadakan

hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan penyakit

fisik (Kane, 1999).

Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan

stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan

dukungan sosial (Kaplan, 2010).

Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan

stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya.

Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam

depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas

dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu

episode depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stressor psikososial yang

bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis misalnya

kekurangan finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman

keamanan dapat menimbulkan depresi (hardywinoto, 1999)

Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu,

seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk

terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid (kepribadian yang

memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai resiko yang rendah (Kaplan,

2010).

Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa

kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan, 2010). Dalam upaya

untuk mengerti depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip Kaplan (2010) mendalilkan suatu

hubungan antara kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang

dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang

8

Page 12: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk

melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar

bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan

dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak

demikian.

Kegagalan yang berulang. Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan listrik

yang tidak bisa dihindari, secara berulang-ulang, binatang akhirnya menyerah tidak

melakukan usaha lagi untuk menghindari. Disini terjadi proses belajar bahwa mereka tidak

berdaya. Pada manusia yang menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang mirip

(Kaplan, 2010).

Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan

distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif,

pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan

depresi (Kaplan, 2010)

4. Gambaran Klinik

Ciri-ciri pokok untuk episode depresif mayor adalah suatu periode paling sedikit 2

minggu yang mana selama masa tersebut terdapat mood terdepresi atau kehilangan

ketertarikan atau kesenangan dalam hampir semua aktivitas. Individu dengan depresi juga

harus mengalami paling sedikit empat gejala tambahan yang ditarik dari suatu daftar yang

meliputi perubahan-perubahan dalam nafsu makan atau berat badan, tidur, dan aktivitas

psikomotorik; energi yang berkurang; perasaan tidak berharga atau bersalah; kesulitan dalam

berpikir, berkonsentrasi, atau membuat keputusan; atau pemikiran-pemikiran berulang

tentang kematian atau pemikiran, rencana-rencana, atau usaha untuk bunuh diri (American

Psychiatric Association).

Dalam Gallo & Gonzales (2001) disebutkan gejala-gejala depresi lain pada lanjut usia:

1. kecemasan dan kekhawatiran

2. keputusasaan dan keadaan tidak berdaya

3. masalah-masalah somatik yang tidak dapat dijelaskan

4. iritabilitas

5. kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis atau diet

6. psikosis

9

Page 13: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

Manifestasi depresi pada lansia berbeda dengan depresi pada pasien yang lebih muda.

Gejala-gejala depresi sering berbaur dengan keluhan somatik. Keluhan somatik cenderung

lebih dominan dibandingkan dengan mood depresi. Gejala fisik yang dapat menyertai depresi

dapat bermacam-macam seperti sakit kepala, berdebar-debar, sakit pinggang, gangguan

gastrointestinal, dan sebagainya (Mudjaddid, 2003). Penyakit fisik yang diderita lansia sering

mengacaukan gambaran depresi, antara lain mudah lelah dan penurunan berat badan

(Soejono, Probosuseno, dan Sari, 2006). Inilah yang menyebabkan depresi pada lansia sering

tidak terdiagnosa maupun diterapi dengan baik.

Sedangkan menurut Greg Wilkinson, tanda dan gejala depresi terbagi atas:

a. Suasana Hati

1)      Sedih

2)      Kecewa

3)      Murung

4)      Putus Asa

5)      Rasa cemas dan tegang

6)      Menangis

7)      Perubahan suasana hati

8)      Mudah tersinggung

b. Fisik

1)      Merasa kondisi menurun, lelah

2)      Pegal-pegal

3)      Sakit

4)      Kehilangan nafsu makan

5)      Kehilangan berat badan

6)      Gangguan tidur

7)      Tidak bisa bersantai

8)      Berdebar-debar dan berkeringat

9)      Agitasi

10)  Konstipasi.

10

Page 14: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

5. Faktor Resiko untuk Perkembangan Terjadinya Depresi pada Lanjut Usia

Hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan untuk dikaitkan dengan perkembangan

terjadinya suatu gangguan depresif dan dapat dipakai sebagai satu cara pengenalan dan

mentargetkan kelompok risiko tinggi, yaitu:

a) Penyakit fisik, terutama yang menimbulkan rasa sakit atau ketidaksanggupan, kondisi

kesehatan menurun dan tubuh lemah

b) Merasa kesepian, atau anggota keluarga terlalu sibuk, perhaulan kurang dan rekreasi

terbatas

c) Ada duka cita saat ini, atau peristiwa kehidupan buruk yang lain.

d) Gangguan pendengaran.

e) Adanya riwayat keluarga dengan gangguan depresif.

f) Dementia dini.

g) Penghasilan menurun

h) Ada penggunaan obat-obat tertentu seperti: steroid, mayor transquilizer, dan lain-lain.

Selain itu, dari penelitian yang telah dilakukan didapati bahwa: penyebab yang paling

sering terjadinya kematian pada pasien gangguan depresif usia lanjut adalah oleh karena

kondisi kardiovaskular yang bisa berupa: stroke,myocard infarct, dan sebagainya. Kemudian

kanker merupakan penyebab kedua yang paling sering sebagai penyebab kematian pada

penderita gangguan depresif pada usia lanjut.

Faktor lain yang memberikan kontribusi timbulnya depresi tersebut berdasarkan hasil

angket dan observasi adalah strategi coping pada lansia itu sendiri yang kurang baik.

Strategi coping adalah suatu bentuk usaha yang dilakukan seseorang untuk mengurangi atau

menghilangkan tekanan-tekanan psikologis atau stres dengan tujuan untuk menyelesaikan

masalah atau tugas.

6. Tingkatan Depresi pada Lansia

Menurut Depkes RI tahun 2001 tingkatan depresi yaitu:

a.    Depresi ringan

Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat, kesenangan dan mudah lelah,

konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri kurang, perasaan salah

dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram, gagasan dan perbuatan yang

membahayakan diri, tidak terganggu dan nafsu makan kurang.

b.    Depresi Sedang

Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga

11

Page 15: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

c.    Depresi berat tanpa gejala manik

Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri dan perasaan tidak berguna, keinginan bunuh diri

Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan

banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Menurut

ICD 10, pada gangguan depresi ada 3 gejala utama yaitu:

a.       Mood terdepresi (suasana perasaan hati murung/sedih),

b.      Hilang minat atau gairah,

c.       Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti:

1)      Konsentrasi menurun,

2)      Harga diri menurun,

3)      Perasaan bersalah,

4)      Pesimis memandang masa depan,

5)      Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri,

6)      Pola tidur berubah,

7)      Nafsu makan menurun.

Tabel. Pedoman Berat Ringannya Depresi

Depresi Gejala

Utama

Gejala lain Fungsi Keterangan

Ringan 2 2 Baik Distress +

Sedang 2 3 atau 4 Terganggu Berlangsung

minimal 2

minggu

Berat 3 4 Terganggu

berat

Intensitas gejala

sangat berat

                     Sumber: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000

7. Dampak Depresi Pada Lansia

Pada usia lanjut depresi yang berdiri sendiri maupun yang bersamaan dengan penyakit

lain hendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karena bila tidak diobati dapat

memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk prognosis.

12

Page 16: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

Pada depresi dapat dijumpai hal-hal seperti di bawah ini (Mudjaddid, 2003):

Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasien dengan penyakit

kardiovaskuler

Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat memperburuk penyakit

kardiovaskular. (Misal: peningkatan hormon adrenokortikotropin akan meningkatkan

kadar kortisol).

Metabolisme serotonin yang terganggu pada depresi akan menimbulkan efek

trombogenesis.

Perubahan suasana hati (mood) berhubungan dengan gangguan respons imunitas

termasuk perubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah limfosit.

Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas sel natural killer.

Pasien depresi menunjukkan kepatuhan yang buruk pada program pengobatan

maupun rehabilitasi.

Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat berlangsung bertahun-tahun dan

dihubungkan dengan kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam fungsi sosial dan fisik,

kepatuhan yang jelek terhadap terapi, dan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat

bunuh diri dan penyebab lainnya (Unützer, 2007). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

depresi pada lansia menyebabkan peningkatan penggunaan rumah sakit dan outpatient

medical services (Blazer, 2003).

Depresi mayor pada lansia setelah masa follow-up yang lebih lama menunjukkan

perjalanan yang kronik pada beberapa penelitian (Blazer, 2003). Penelitian-penelitan

menunjukkan bahwa orang-orang yang pernah memiliki suatu episode depresi mayor

cenderung memiliki episode tambahan. Lansia mungkin membutuhkan waktu yang lebih

lama untuk pulih dari depresi dan memiliki waktu untuk relapse yang lebih singkat daripada

orang-orang yang lebih muda (Gallo & Gonzales, 2001).

8. PEMERIKSAAN DEPRESI

Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah

mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau

prosedur khusus untuk penapisan/skrining depresi pada populasi usia lanjut.

Salah satu instrumen yang dapat membantu adalah Geriatrik Depression Scale

(GDS) yang terdiri dari 15 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri.

13

Page 17: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

Geriatric Depression Scale:

1. Apakah anda pada dasarnya puas dengan kehidupan anda?

2. Apakah anda mengalami penurunan banyak kegiatan dan minat?

3. Apakah anda merasa hidup anda kosong?

4. Apakah anda merasa sering bosan?

5. Apakah anda mersa semangat terus pada sebagian besar kehidupan anda?

6. Apakah anda takut kalau hal-hal jelek menimpa kehidupan anda?

7. Apakah anda sering merasa tidak berdaya?

8. Apakah anda lebih suka di rumah daripada pergi keluar dan melakukan hal-hal yang

baru?

9. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah daya ingat pada sebagian besar

waktu anda?

10. Apakah anda berfikir sangat indah kehidupan sekarang?

11. Apakah anda merasa bahwa yang menarik bagi anda tidak berguna lagi?

12. Apakah anda merasa senang dengan mengambil cara yang tidak berharga seperti

sekarang ini?

13. Apakah anda merasa penuh energI?

14. Apakah anda merasa situasi anda tidak ada harapan?

15. Apakah anda merasa kebanyakan orang-orang lebih baik daripada anda?

Penilaian : Dari 15 pertanyaan masing-masing memiliki skor 1, di mana masing-

masing jawaban terdiri dari ya dan tidak, Jika skor lebih besar daripada 5 menunjukkan

kemungkinan gejala depresi(Bongsoe, 2007).

Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi harus dilakukan

lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut :

a. Riwayat klinis/anamnesis

Riwayat keluarga Gangguan psikiatrik yang lampau Kepribadian Riwayat

sosial Ide/percobaan bunuh diri

Gangguan-gangguan somatik Perkembangan gejala-gejala depresi.

b. Pemeriksaan fsik

Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejala-gejala

depresi sering disertai dengan penyakit fisik. Depresi dapat merupakan gejala dari

suatu penyakit fisik, contohnya penyakit Cushing, karsinoma paru, usus besar atau

pankreas. Di samping itu depresi dapat muncul sebagai reaksi sekunder terhadap

14

Page 18: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

disabilitas dan discomfort (ketidaknyamanan). Penilaian terhadap status nutrisi dan

hidrasi sebaiknya dilakukan, karena kurangnya intake makan dan minum pasien

sebelumnya.

c. Pemeriksaan kognitif

Penilaian AMT atau MMSE pada usia lanjut yang menunjukkan gejala depresi

bermanfaat dalam follow-up penatalaksanaan pasien. Bilamana depresi terjadi

sekunder pada demensia maka fungsi kognitif pasien tidak akan membaik ketika

depresi menghilang, bahkan deteriorasi kognitif akan berlanjut terus. Perbaikan pada

skor AMT atau MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi menunjukkan bahwa

pasien dengan depresi mengalami problem konsentrasi dan memori yang

mempengaruhi fungsi kognitifnya.

d. Pemeriksaan status mental

a. Persepsi klien

b. Konsep diri

c. Emosi

d. Adaptasi

e. Mekanisme pertahanan diri

f. Mood

e. Pemeriksaan lainnya

Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolisme sekunder

akibat penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya intake cairan, maka perlu

dipertimbangkan pemeriksaan seperti ureum dan elektrolit (Bongsoe, 2007)..

9. Penatalaksanaan

a. Terapi Fisik

1) Obat

Menggunakan obat antidepresan, tanpa merujuk pasien untuk psikoterapi, tetapi obat

hanya mengurangi gejala, dan tidak menyembuhkan. Antidepresan bekerja dengan cara

menormalkan neurotransmiter di otak yang memengaruhi mood, seperti serotonin,

norepinefrin, dan dopamin. Antidepresan harus digunakan pada lansia dengan depresi mayor

dan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) merupakan obat pilihan pertama.

Pengobatan monoterapi dengan dosis minimal digunakan pada awal terapi, dievaluasi

apabila tidak ada perubahan bermakna dalam 6-12 minggu. Lansia yang tidak berespons pada

15

Page 19: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

pengobatan awal perlu mendapatkan obat antidepresan golongan lain dan dapat

dipertimbangkan penggunaan dua golongan antidepresan. Pada lansia yang responsif dengan

obat antidepresan, obat harus digunakan dengan dosis penuh (full dose maintenance therapy)

selama 6-9 bulan sejak pertama kali hilangnya gejala depresi. Apabila kambuh, pengobatan

dilanjutkan sampai satu tahun. Strategi pengobatan tersebut telah berhasil menurunkan risiko

kekambuhan hingga 80%. Lansia yang sering kambuh memerlukan terapi perawatan dosis

penuh terapi selama hidupnya.

2) Terapi Elektrokonvulsif (ECT)

Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau

retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT diberikan 1-

2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk mengurangi confusion/memory

problem.Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood(sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan

dengan anti depresan untuk mencegah kekambuhan

b. Terapi Psikologik

1) Psikoterapi

Pendekatan psikoterapi dibagi dua, yaitu cognitive-behavioral therapy (CBT) dan

interpersonal therapy. CBT terfokus pada cara baru berpikir untuk mengubah perilaku,

terapis membantu penderita mengubah pola negatif atau pola tidak produktif yang mungkin

berperan dalam terjadinya depresi. Interpersonal therapy membantu penderita mengerti dan

dapat menghadapi keadaan dan hubungan sulit yang mungkin berperan menyebabkan

depresi. Banyak penderita mendapat manfaat psikoterapi untuk membantu mengerti dan

memahami cara menangani faktor penyebab depresi, terutama pada depresi ringan; jika

depresi berat, psikoterapi saja tidak cukup, karena akan menimbulkan depresi berulang.

2) Terapi Keluarga

Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga

dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah dinamika

keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut.

Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan

frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang

menghambat proses penyembuhan pasien.

16

Page 20: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

3) Penanganan Ansietas (Relaksasi)

Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara

langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape

recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk menguasai

teknik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.

Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga lansia dan

masyarakat, yaitu:

a.       Diri Sendiri (Lansia)

1)      Berfikir positif

2)      Terbuka bila ada masalah

3)      Menerima kondiri apa adanya

4)      Ikut Kegiatan pengajian

5)      Tidur yang cukup

6)      Olahraga teratur

7)      Optimis

8)      Rajin beribadah

9)      Latihan relaksasi

10)  Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan

b.      Keluarga

1)      Dukung lansia tetap berkomunikasi

2)      Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali

3)      Mendengarkan keluahan lansia

4)      Berikan bantuan ekonomi

5)      Dukung kegiatan lansia

6)      Ikut serta anak dan cucu merawat lansia

7)      Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan kemampuan

c.       Masyarakat

1)      Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia

2)      Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas lansia

3)      Support group.

17

Page 21: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

BAB III

ASKEP

1. Pengkajian

a. Identitas diri klien

b. Riwayat keluarga : Genoogram

c. Riwayat Penyakit Klien :

Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien sebelum menderita penyakit sekarang mempunyai riwayat

penyakit yang berhubungan atau penyakit yang dialaminya sekarang. Pasien

pernah mengkonsumsi obat-obatan yang menyebabkan depresi seperti

analgetika, obat antiinflamasi nonsteroid, antihipertensi, antipsikotik,

antikanker, ansiolitika.

Riwayat penyakit sekarang

Biasanya klien atau keluarga klien mengeluhkan perubahan dalam nafsu

makan atau berat badan, tidur, dan aktivitas psikomotorik; malas melakukan

segala kegiatan, energi yang berkurang; perasaan tidak berharga, tidak

berguna atau bersalah, gagal dalam menjalani hidup, putus asa; tidak

mempunyai minat, kesulitan dalam berpikir, berkonsentrasi, atau membuat

keputusan; atau pemikiran-pemikiran berulang tentang kematian atau

pemikiran, rencana-rencana, atau usaha untuk bunuh diri,

Riwayat kesehatan keluarga

Apakah anggota keluarga klien mempunyai riwayat penyakit yang sama

dengan klien. Anggota keluarga dari individu yang menderita depresi

diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum.

d. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Baik

Tingkat kesadaran : Compos mentis

Tanda – tanda vital : Pulse = 86x / m Temp = 37,6oc RR = 18x / m

TD berbaring : 120/80 mmHg, TD duduk : 110/80 mmHg

1. KepalaInspeksi : Beruban, rambut rontok

18

Page 22: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

2. Mata Inspeksi biasanya ada gangguan penglihatan

3. TelingaInspeksi : Bersih, pendengaran normal atau tidak

4. Hidung, Mulut dan WajahInspeksi : apakah hidung bersih, tidak ada secret, tidak ada cuping hidungInspeksi : apakah mukosa lembab, kering atau pucatWajah : Murung, sedih, pucat, cemas

5. LeherInspeksi : apakah bentuk leher normal dan simetris atau tidakPalpasi : ada / tidak ada pembesaran kalenjar tyroid, dan tidak ada nyeri tekan

6. Respirasi (Dada & punggung)Inspeksi :apakah bentuk dada normal dan simetrisInspeksi : luruskah, ada penonjolan atau tidak

7. KardiovaskulerAda / tidak adanya bunyi jantung tambahan

8. Abdomen & pinggangInspeksi : Ada/tidak terdapat pembesaran abdomen (distensi abdomen)Auskultasi : Peristaltik usus menurunPerkusi : apakah timpani/hipertimpani

9. Ekstremitas atas dan bawahInspeksi : tampak lemah dan tidak bertenaga, gerakan tubuh lambat

Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala karakteristik

yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.

a. Kaji adanya depresi.

b. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti geriatric

depresion scale.

c. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan

d. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.

Lakukan observasi langsung terhadap:

a.       Perilaku.

1. Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup

sehari-hari?

2. Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat di-terima secara sosial?

3. Apakah klien sering mengluyur dan mondar-mandir?

b.      Afek

19

Page 23: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

1. Apakah kilen menunjukkan ansietas? Basanya ia

2. Labilitas emosi?

3. lritabilitas?

4. Curiga?

5. Tidak berdaya?

6. Frustasi?

Dari ke enam poin diatas biasanya sebagian besar klien dengan depresi mengalami hal-hal

tersebut.

c.       Respon kognitif

1. Bagaimana tingakat orientasi klien?

2. Apakah klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru saja atau yang

sudah lama terjadi?

3. Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau meng-abstrakan?

4. Kurang mampu membuat penilaian?

5. Terbukti mengalami afasia, agnosia atau apraksia?

2.      Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi

a. Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia

Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan depresi, pertama-tama saudara harus

membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.

Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai

berikut:

1. Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi/siang/sore/malam atau

sesuai dengan konteks agama pasien.

2. Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan

bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.

3. Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.

4. Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.

5. Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.

6. Bersikap empati dengan cara:

a. Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan

menunjukkan perhatian

b. Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab

20

Page 24: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

c. Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik

d. Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.

b. Mengkaji pasien lansia dengan depresi

Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat menggunakan tehnik

mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya.

Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objektif depresi. Ketika

mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:

1) Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan tidak rapi, kulit kotor (kebersihan diri

kurang)

2) selama wawancara: kontak mata kurang, tampak sedih, murung, lesu, lemah,

komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi.

Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat yaitu apakah

lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau tidak

sesuai, apakah lansia mempunyai ide untuk bunuh diri.

Bila data tersebut saudara peroleh, data subjektif didapatkan melalui wawancara dengan

menggunakan skala depresi pada lansia (Depresion Geriatric Scale).

3. Analisa Data

No.

Data Etilogi Masalah

1. Ds : klien mengatakan dirinya tidak berguna, merasakan gagal dalam hidup, tidak mempunyai minat, malas melakukan segala kegiatanDo : wajah pasien tampak murung, sedih, afek datar, gaya jalan lambat, pasien tampak malas, lemah

Gangguan konsep diri Resiko Ketidakberdayaan

2. Ds : klien merasa tidak berharga, putus asa, tidak berguna, merasa telah gagal menghadapi hidupDo : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri, emosi

Keputus asaan Resiko Bunuh Diri

21

Page 25: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

labil3. Ds: pasien mengatakan sulit

tidur, cemas dengan keadaan yang dialaminya sekarangDo : pasien tampak lesu,pucat, cemas, tidak bergairah atau bersemangat

Ansietas Gangguan pola tidur

4.      Diagnosa Keperawatan

a. Resiko ketidakberdayaan fisik b.d gangguan konsep diri, depresi.

b. Risiko bunuh diri b.d perasaan tidak berharga, putus asa

c. Gangguan pola tidur b.d ansietas.

5. Intervensi

No. Diagnosa NOC NIC1. Resiko

ketidakberdayaan fisik b.d gangguan konsep diri, depresi.

NOC Self esteem

situational Body image Coping, ineffective Death anxiety

Kriteria hasil : Persepsi

kemampuan Menunjukkan

penilaian pribadi tentang harga diri

Mengungkapkan penerimaan diri

Mengatakan optimisme tentang masa depan

Bantu pasienuntuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketidakberdayaan

Kaji kemampuan untuk pengambilan keputusanbuat statement positif terhadap pasien

Ajarkan keterampilan perilaku yang positive melalui bermain peran, model peran, diskusi

Beri kesempatan pasien bertanggung jawab terhadap dirinya

Bantu pasien melakukan aktivitas yang telah ditetapkan

Beri pujian jika pasien dapat melakukannya

Monitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negative

Kaji alasan-alasan untuk mengkritik atau menyalahkan diri sendiri

Kolaborasi dengan sumber-sumber lain (petugas dinas sosial, perawatan spesialis klinis, dan layanan keagamaan)

2. Risiko bunuh diri b.d perasaan tidak

Kriteria hasil : Mengatakan dapat

Jauhakan benda-benda yang dapat membahayakan pasien

22

Page 26: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

berharga, putus asa mengontrol impuls Tidak ada percobaan

Bunuh diri Menjaga control diri

untuk tidak bunuh diri

Diskusikan dgn pasien ttg ide-ide bunuh diri

Tingkatkan harga diri klien dengan cara

Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya

Beri pujian jika klien dapat mengungkapkan perasaan yg positif

Yakinkan klien bhw dirinya berarti utk org lain

Diskusikan ttg keadaan yg seharusnya patut disyukuri klien

Rencanakan aktivitas yg dpt dilakukan klien

Beritahu pasien dan keluarga tentang tanda, gejala dan dasar fisiologi dari depresi.

Beritahu keluarga bahwa resiko bunuh diri akan meningkat bila terjadi depresi berat.

Diskusikan faktor-faktor yang menyebabkan fikiran bunuh diri.

Berikan konseling psikiatri Anjurkan keluarga dan teman-

temannya untuk memberikan support.

Ajarkan kepada keluarga tanda-tanda peringatan akan bunuh diri.

Rujuk pasien ke psikiater.3. Gangguan pola

tidur b.d ansietasNOC : Anxiety reduction Rest : Extent dan

Pattern Sleep : Extent dan

PatternKriteria hasil :

Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat

Fasilitas untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca)

Ciptakan lingkungan yang nyaman

Kolaborasi pemberian obat

23

Page 27: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari

Pola tidur, kualitas dalam batas normal

Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat

tidur Instruksikan kepada keluarga

untuk memonitor tidur pasien Monitor / catat kebutuhan

tidur pasien setiap hari dan jam

24

Page 28: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Gangguan depresif merupakan salah satu gangguan mental-emosional yang cukup

sering dijumpai pada orang usia lanjut. Hal ini dapat disebabkan oleh karena faktor penyebab

dari gangguan depresif begitu besar kemungkinan akan dialami oleh orang usia lanjut. Di lain

pihak, walaupun terapi untuk gangguan depresif tersebut bisa dilaksanakan namun hasilnya

tidaklah dapat mencapai hasil yang maksimal, mengingat kekurangan secara fisik dan

psikososial pada orang usia lanjut tidaklah dapat dikembalikan seperti semula.

B. SARAN

Asuhan keperawatan pada lansia haruslah diakukan secara profesional dan

komprehensif, yaitu dengan memandang pada aspek boi-psiko-sosial-spiritual pada lansia.

Aspek psikologis pada lansia merupakan aspek yang tak kala penting dari aspek yang lain,

olehnya itu pelaksanaan asuhan keperawataan lansia dengan gangguan psikososial harus

dilakukan dengan sebaik-baiknya demi terciptanya lansia yang sehat jasmani dan rohani.

25

Page 29: MAKALAH DEPRESI PD LANSIA

DAFTAR PUSTAKA

http://tenreng.wordpress.com/2009/02/19/asuhan-keperawatan-dengan-pasien-depresi

http://pinkersaya.wordpress.com/2012/11/24/askep-lansia-dengan-gangguan-psikologis-

depresi

http://id.wikipedia.org/wiki.Depresi

http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2009/05/15/Depresi-pada-lansia

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). NANDA NIC-NOC. (Jilid 1 & 2). Yogyakarta :

MediaAction

26