Kel. 16 Depresi Pada Lansia

67
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

Transcript of Kel. 16 Depresi Pada Lansia

Page 1: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

Page 2: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori Lansia

2.1.1 Batasan Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi:

a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.

b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.

c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.

d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.

2.1.2. Proses Menua

Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti

seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa kanak-kanak, masa

dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahapan ini berbeda baik secara

biologis maupun secara psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami

kemunduran secara fisik maupun secara psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan

kulit yang mengendor, rambut putih, penurunan pendengaran, penglihatan

menurun, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas

emosional meningkat.

Menurut Teori-Teori Biologi

1) Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatie Theory)

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk

spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan

biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada

saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi

dari sel-sel kelamin. (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).

2) "Pemakaian dan Rusak" kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel

tubuh lelah (terpakai).

3) Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)

Page 3: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat

khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut

sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.

4) Teori "Immunologi Slow Virus" (Immunology Slow Virus Theory)

Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan

masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ

tubuh.

5) Teori Stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.

Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan

internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah

terpakai.

6) Teori Radikal Bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal

bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan

organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel

tidak dapat regenerasi.

7) Teori Rantai Silang

Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan

yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan

kurangnya elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi.

8) Teori Program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang

membelah setelah sel-sel tersebut mati.

Teori Kejiwaan Sosial

1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)

Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara

langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses

adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.

Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut

usia.

Page 4: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap

stabil dari usia pertengahan ke lnjut usia.

2) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.

Teori ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan

bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat

dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya.

3) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang

secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya

atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan

interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas

sehingga sering terjadi kehilangan ganda (Triple Loos), yakni :

a) Kehilangan peran (Loos of Role)

b) Hambatan kontak sosial (Restraction of Contact and Relation Ships)

c) Berkurangnya komitmen (Reduced commitment to Social Mores and

Values)

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan adalah (Nugroho, 2000:19):

Hereditas = ketuaan genetic

Nutrisi = makanan

Status kesehatan

Pengalaman hidup

Lingkungan

Stres

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia

1) Perubahan-perubahan Fisik

Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ

tubuh diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardio

vaskuler, sistem pengaturan temperatur tubuh, sistem respirasi,

muskuloskletal, gastrointestinal, genitourinaria, endokrin dan integumen

Page 5: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

2) Perubahan-perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental

Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa

Kesehatan umum

Tingkat pendidikan

Keturunan (Hereditas)

Lingkungan

Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian

Gangguan gizi akibat kehilakngan jabatan

Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan

teman-teman dan family

Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik : perubahan terhadap

gambaran diri, perubahan konsep diri.

3) Perkembangan Spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya

(Maslow, 1970).

Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini

terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari. (Murray

dan Zentner, 1970).

4) Penyakit yang sering dijumpai pada lansia

Menurut "The national Old People's Welfare Council" Di Inggris

mengemukakan bahwa penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia ada 12

macam, yakni (Nugroho, 2000: 42):

1.      Depresi mental

2.      Gangguan pendengaran

3.      Bronkitis kronis

4.      Gangguan pada tungkai / sikap berjalan

5.      Gangguan pada koksa / sendi panggul

6.      Anemia

7.      Demensia

2.2 Pengertian Depresi

Page 6: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan

kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya

kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality

Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami

keretakan kepribadian (Splitting of personality), prilaku  dapat terganggu tetapi

dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2001).

Selain itu depresi dapat juga diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan

kejiwaan pada alam perasaan (afektif  mood), yang ditandai dengan kemurungan,

kelesuan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain

sebagainya.

Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen

psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan

penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda

Wahywlingsih dan Sukamto).

Depresi adalah suatu kelainan alam perasaan berupa hilangnya minat atau

kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang biasa dan pada waktu yang lampau

(Townsend,1998:179). Rentang respon emosi individu dapat berfluktuasi dalam

rentang respon emosi dari adaptif sampai maladaptif. Respon depresi merupakan

emosi yang mal adaptif (Keliat,1996:2).

2.3 Jenis-jenis Depresi

Penggolongan depresi dapat dibedakan (Wilkinson,1995:18 - 26):

1) Menurut gejalanya

- Depresi neurotic

Depresi neurotik biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa yang

menyedihkan tetapi yang jauh lebih berat daripada biasanya. Penderitanya

seringkali dipenuhi trauma emosional yang mendahului penyakit misalnya

kehilangan orang yang dicintai, pekerjaan, milik berharga, atau seorang kekasih.

Orang yang menderita depresi neurotik bisa merasa gelisah, cemas dan sekaligus

merasa depresi. Mereka menderita hipokondria atau ketakutan yang abnormal

seperti agrofobia tetapi mereka tidak menderita delusi atau halusinasi.

- Depresi psikotik

Page 7: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

Secara tegas istilah 'psikotik' harus dipakai untuk penyakit depresi yang

berkaitan dengan delusi dan halusinasi atau keduanya.

- Psikosis depresi manik

Depresi manik biasanya merupakan penyakit yang kambuh kembali

disertai gangguan suasana hati yang berat. Orang yang mengalami gangguan ini

menunjukkan gabungan depresi dan rasa cemas tetapi kadang-kadang hal ini

dapat diganti dengan perasaan gembira, gairah, dan aktivitas secara berlebihan

gambaran ini disebut 'mania'.

- Pemisahan diantara keduanya

Para dokter membedakan antara depresi neurotik dan psikotik tidak

hanya berdasarkan gejala lain yang ada dan seberapa terganggunya perilaku

orang tersebut.

2) Menurut Penyebabnya

- Depresi reaktif

Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stres luar seperti

kehilangan seseorang atau kehilangan pekerjaan.

- Depresi endogenus

Pada depresi endogenous, gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi oleh

faktor lain.

- Depresi primer dan sekunder

Tujuan penggolongan ini adalah untuk memisahkan depresi yang

disebabkan penyakit fisik atau psiatrik atau kecanduan obat atau alkohol (depresi

'sekunder') dengan depresi yang tidak mempunyai penyebab-penyebab ini

(depresi 'primer'). Penggolongan ini lebih banyak digunakan untuk penelitian

tujuan perawatan.

3) Menurut arah penyakit

- Depresi tersembunyi

Diagnosa depresi tersembunyi (atau atipikal) kadang-kadang dibuat

bilamana  depresi dianggap mendasari gangguan fisik dan mental yang tidak

dapat diterangkan, misalnya rasa sakit yang lama tanpa sebab yang nyata atau

hipokondria atau sebaliknya perilaku yang tidak dapat diterangkan seperti wanita

lanjut usia yang suka mengutil.

Page 8: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

- Berduka

Proses kesedihan itu wajar dan merupakan reaksi yang diperlukan

terhadap suatu kehilangan. Proses ini membuat orang yang kehilangan itu mampu

menerima kenyataan tersebut, mengalami rasa sakit akibat kesedihan yang

menimpa, menderita putusnya hubungan dengan orang yang dicintai dan

penyesuaian kembali.

- Depresi pascalahir

Banyak wanita kadang-kadang mengalami periode gangguan emosional

dalam 10 hari pertama setelah melahirkan bayi ketika emosi mereka masih labil

dan mereka merasa sedih dan suka menangis. Seringkali hal itu berlangsung

selama satu atau dua hari kemudian berlalu.

- Depresi dan manula

Usia tua merupakan saat meningkatnya kerentanan terhadap depresi.

Namun, kadang-kadang depresi pada manula ditutupi oleh penyakit fisik dan

cacat tubuh seperti penglihatan atau pendengaran yang terganggu. Oleh karena

itu, sangatlah penting untuk mengingat kemungkinan terjadinya penyakit depresi

pada orang tua.

Faktor Pencetus

Ada empat sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam

perasaan (Sundeen,Stuart,1998:260):

1) Kehilangan keterikatan, yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk

kehilangan cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri. Karena

elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi

pasien merupakan hal yang sangat penting.

2) Peristiwa besar dalam kehidupan sering dilaporkan sebagai pendahulu

episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang

dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.

3) Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi

perkembangan depresi, terutama pada wanita.

Page 9: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

4) Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit

fisik, seperti infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik,

dapat mencetuskan gangguan alam perasaan.

Pengelolaan Depresi Pada Usia Lanjut (FKUI,2000:60 - 76)

1.    Hal-hal yang perlu diperhatikan pada usia lanjut :

a.    Obat-obatan

Beberapa jenis obat seperti digoksin, L-dopa, steroid, penyekat beta dan anti

hipertensi lainnya, pemberian benzodiazepin jangka panjang, fenobarbiton, dan

pemakaian neuroleptik jangka lama dapat mengakibatkan depresi.

b.    Neurobiologik

Perubahan neuroendokrinologik seperti hormon, neurotransmiter (serotonin,

dopamin, dll) menyebabkan usia lanjut rentan terhadap depresi. Depresi pada usia

lanjut dapat diakibatkan oleh proses neurodegeneratif, misalnya depresi sebagai

gejala dari demensia.

c.    Psikososial

-       Kepribadian pasien sebelum sakit turut berperan dalam manifestasi gejala depresi,

misalnya orang yang pencemas semasa mudanya ketika mengalami depresi di usia

lanjut memperlihatkan gambaran depresi neurotik yang menyolok.

-       Dukungan sosial yang buruk, kapasitas membina keakraban yang lemah juga

berperan  dalam terjadinya depresi.

-       Berbagai peristiwa kehidupan seperti kematian pasangan, problem keuangan yang

berat, pindah rumah, peringatan peristiwa sedih, anak yang cacat menanjak

dewasa, dan sebagainya lebih sering terjadi pada pasien-pasien usia lanjut dengan

depresi dibandingkan dengan usia lanjut yang sehat.

2.    Gambaran Klinis Depresi Pada Usia Lanjut

Seorang usia lanjut yang mengalami depresi kebanyakan menyangkal

adanya mood depresi. Yang terlihat adalah gejala hilangnya tenaga (loyo),

hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur atau keluhan rasa sakit dan nyeri. Menurut

Page 10: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

Brodaty (1991) gejala yang sering tampil adalah ansietas (kecemasan), preokupasi

gejala fisik, perlambatan motorik, kelelahan, mencela diri sendiri, pikiran bunuh

diri dan insomnia.

Gambaran klinik depresi pada pasien berusia lanjut (dibandingkan dengan

pasien yang lebih muda), adalah mereka lebih banyak menonjolkan gejala

somatiknya disamping mengeluh tentang gangguan memori, dan umumnya

cenderung meminimalkan atau menyangkal mood depresinya. Hal lain yang tidak

menguntungkan adalah pasien usia lanjut umumnya kurang mau mencari bantuan

psikiater karena tak dapat menerima penjelasan yang bersifat psikologis untuk

gangguan depresi yang mereka alami.

3.    Diagnosis Depresi

Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai

dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan

seseorang. Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada 3 gejala utama yaitu :

      Mood terdepresi (suasana perasaan hati murung / sedih),

      Hilang minat atau gairah,

      Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti :

Konsentrasi menurun,

Harga diri menurun,

Perasaan bersalah,

Pesimis memandang masa depan,

Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri,

Pola tidur berubah,

Nafsu makan menurun.

Tabel 2.1Pedoman Berat Ringannya Depresi

Depresi GejalaUtama

Gejala lain Fungsi Keterangan

Ringan 2 2 Baik Distress +

Sedang 2 3 atau 4 Terganggu Berlangsung

minimal 2 minggu

Berat 3 4 Terganggu Intensitas gejala

Page 11: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

berat sangat berat

               Sumber:Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI,2000                    

                                  

4.    Pemeriksaan pasien Depresi

Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah

mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau

prosedur khusus untuk penapisan / skrining depresi pada populasi usia lanjut.

Salah satu instrumen yang dapat membantu adalah Geriatric Depression Scale

(GDS) yang terdiri atas 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri.

GDS ini dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja.

Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi, harus

dilakukan lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut :

1.    Riwayat klinik / anamnesis

a.    riwayat keluarga

b.    gangguan psikiatri yang lampau

c.    kepribadian

d.   riwayat sosial

e.    ide / percobaan bunuh diri

f.     gangguan-gangguan somatik

g.    perkembangan gejala-gejala depresi

2.    Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejala-gejala depresi

sering disertai dengan penyakit fisik.

3.    Pemeriksaan kognitif

Penilaian Mini Mental State Examination (MMSE) pada usia lanjut yang

menunjukkan gejala depresi bermanfaat dalam tindak lanjut penatalaksanaan

pasien. Perbaikan pada MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi,

menunjukkan bahwa pasien dengan depresi mengalami masalah konsentrasi dan

memori yang mempengaruhi fungsi kognitifnya.

4.    Pemeriksaan status mental

-       Penampilan dan perilaku

Page 12: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

-       Mood / suasana perasaan hati

-       Pembicaraan

-       Isi pikiran

-       Gejala ansietas

-       Gejala hipokondriakal

5.    Pemeriksaan lainnya

Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolik sekunder akibat

penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya asupan cairan, maka perlu

dipertimbangkan pemeriksaan sebagai berikut :

-       ureum dan elektrolit

-       darah lengkap dan hitung jenis

-       Vitamin B12 dan Folat

-       Tes fungsi Tiroid

-       Foto dada

-       Lain-lain : serum sifilis,Electro Cardio Graphy ( ECG),Electro Encephalo Graphy

( EEG), CT-scan dst.

5.    Prognosis

Prognosis depresi pada usia lanjut tidaklah berbeda dengan prognosis pada

usia yang lebih muda. Umumnya pasien akan sembuh dan tetap dapat berfungsi

dengan baik jika depresi diobati dan ditatalaksana dengan baik. Hasil terapi yang

kurang baik tampaknya berhubungan dengan episode awal yang parah dan adanya

komorbiditas dengan penyakit kronik.

6.    Penatalaksanaan Depresi Pada usia Lanjut

1.    Terapi fisik

a.    Obat

Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis

antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap

berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh

dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.

Page 13: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

b.   Terapi Elektrokonvulsif (ECT)

Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau

retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT

diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk

mengurangi confusion/memory problem. Terapi ECT diberikan sampai ada

perbaikan mood (sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk

mencegah kekambuhan.

2.    Terapi Psikologik

a.    Psikoterapi

Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama-

sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun

kognitif behaviour sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak

sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses

terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih

mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri.

b.    Terapi kognitif

Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu

negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan

sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia lanjut

dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan

secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas

tertentu terapi kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.

c.    Terapi keluarga

Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga

dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah

dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada

orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah

untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki

sikap / struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.

d.   Penanganan Ansietas (Relaksasi)

Page 14: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara

langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape

recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk

menguasai teknik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.

7.    Dukungan Keluarga dalam Kaitannya dengan Depresi Pada Lansia

Keluarga memainkan suatu peranan yang signifikan dalam kehidupan pada

hampir semua orang lanjut usia (lansia). Ketika keluarga tidak menjadi bagian

kehidupan seseorang yang telah lansia, umumnya menyebabkan orang tersebut

tidak mempunyai tempat tinggal, atau ada masalah-masalah yang telah

berlangsung lama dan keterasingan. Sebaliknya, kepercayaan yang umum, ketika

orang lansia akan membutuhkan bantuan keluarga menyediakan sekurang-

kurangnya 80% dukungan / bantuan. Dibandingkan dengan "kenyamanan di hari

tua", keluarga saat ini menyediakan kepedulian yang lebih luas selama periode

waktu yang lama (Schmall, Pratt, 1993).

Walaupun anak yang telah dewasa adalah suatu sumber utama yang

memberi bantuan terhadap orangtua yang lansia, beberapa trend demografi dan

sosial mempunyai akibat / impak yang signifikan pada kemampuan anggota

keluarga dalam menyediakan dukungan. Hal ini tidak berarti bahwa keluarga

bertanggung jawab atas timbulnya depresi pada seseorang namun sudah jelas

bahwa banyak masalah depresi berkisar di seputar kesulitan dalam cara anggota

keluarga saling berkomunikasi dan saling berhubungan.

Tanda Dan Gejala Depresi

Perilaku yang berhubungan dengan depresi menurut Kelliat (1996) meliputi

beberapa aspek seperti:

1.      Afektif

Page 15: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan, kemurungan, rasa

bersalah, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian, harga diri rendah, kesedihan.

2.      Fisiologik

Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing, keletihan,

gangguan pencernaan, insomnia, perubahan haid, makan berlebihan/kurang,

gangguan tidur, dan perubahan berat badan.

3.      Kognitif

Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan minat

dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri, pikiran yang

destruktif tentang diri sendiri, pesimis, ketidakpastian.

4.      Perilaku

Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat,

intoleransi, mudah tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung, kebersihan

diri yang kurang, isolasi sosial, mudah menangis, dan menarik diri.

Menurut PPDGJ-III (Maslim,1997), tingkatan depresi ada 3 berdasarkan gejala-

gejalanya yaitu:

1.      Depresi Ringan

Gejala :

a)      Kehilangan minat dan kegembiraan

b)      Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan

menurunnya aktivitas.

c)      Kosentrasi dan perhatian yang kurang

d)     Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

2.      Depresi Sedang

Gejala :

a)      Kehilangan minat dan kegembiraan

b)      Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan

menurunnya aktivitas.

c)      Kosentrasi dan perhatian yang kurang

d)     Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

Page 16: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

e)      Pandangan masa depan yang suram dan pesimis

3.      Depresi Berat

Gejala :

a)      Mood depresif

b)      Kehilangan minat dan kegembiraan

c)      Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah

yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

d)     Konsentrasi dan perhatian yang kurang

e)      Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

f)       Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

g)      Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri

h)      Tidur terganggu

i)        Disertai waham, halusinasi

j)        Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu

2.5.1.3. Karakteristik Depresi Pada Lanjut Usia

Meskipun depresi banyak terjadi dikalangan lansia,- depresi ini sering di

diagnosis salah atau diabaikan. Rata-rata 60-70% lanjut usia yang mengunjungi

praktik dokter umum adalah mereka dengan depresi, tetapi ; acapkali tidak

terdeteksi karena lansia lebih banyak memfokuskan pada keluhan badaniah yang

sebetulnya ; adalah penyerta dari gangguan emosi (Mahajudin, 2007).

Menurut Stanley & Beare (2007), sejumlah faktor yang menyebabkan

keadaan ini, mencakup fakta bahwa depresi pada lansia dapat disamrkan atau

tersamarkan oleh gangguan fisik lainnya (masked depression). Selain itu isolasi

sosial, sikap orang tua, penyangkalan pengabaian terhadap proses penuaan

normal menyebabkan tidak terdeteksi dan tidak tertanganinya gangguan ini.

Depresi pada orang lanjut usia dimanifestasikan dengan adanya keluhan tidak

merasa berharga, sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa

Page 17: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

kosong, tidak ada harapan, menuduh diri, ide-ide pikiran bunuh diri dan pemilihan

diri yang kurang bahkan penelantaran diri (Wash, 1997).

Samiun (2006) menggambarkan gejala-gejala depresi pada lansia :

1.      Kognitif

Sekurang-kurangnya ada 6 proses kognif pada lansia yang menunjukkan gejala

depresi. Pertama, individu yang mengalami depresi memiliki self-esteem yang

sangat rendah. Mereka berpikir tidak adekuat, tidak mampu, merasa dirinya tidak

berarti, merasa rendah diri dan merasa bersalah terhadap kegagalan yang dialami.

Kedua, lansia selalu pesimis dalam menghadapi masalah dan segala sesuatu yang

dijalaninya menjadi buruk dan kepercayaan terhadap dirinya (self-confident) yang

tidak adekuat. Ketiga, memiliki motivasi yang kurang dalam menjalani hidupnya,

selalu meminta bantuan dan melihat semuanya gagal dan sia-sia sehingga merasa

tidak ada gunanya berusaha. Keempat, membesar-besarkan masalah dan selalu

pesimistik menghadapi masalah. Kelima, proses berpikirnya menjadi lambat,

performance intelektualnya berkurang. Keenam, generalisasi dari gejala depresi,

harga diri rendah, pesimisme dan kurangnya motivasi.

2.      Afektif

Lansia yang mengalami depresi merasa tertekan , murung, sedih, putus asa,

kehilangan semangat dan muram. Sering merasa terisolasi, ditolak dan tidak

dicintai. Lansia yang mengalami depresi menggambarkan dirinya berada dalam

lubang gelap yang tidak dapat terjangkau dan tidak dapat keluar dari sana.

3.      Somatik

Masalah somatik yang sering dialami lansia yang mengalami depresi seperti pola

tidur yang terganggu ( insomnia ), gangguan pola makan dan dorongan seksual

yang berkurang. Lansia lebih rentan terhadap penyakit karena sistem kekebalan

tubuhnya melemah, selain karena aging proces juga karena orang yang mengalami

depresi menghasilkan sel darah putih yang kurang (Schleifer et all, 1984 ; Samiun,

2006).

4.      Psikomotor

Gejala psikomotor pada lansia depresi yang dominan adalah retardasi motor.

Sering duduk dengan terkulai dan tatapan kosong tanpa ekspresi, berbicara sedikit

Page 18: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

dengan kalimat datar dan sering menghentikan pembicaraan karena tidak memiliki

tenaga atau minat yang cukup untuk menyelesaikan kalimat itu. Dalam pengkajian

depresi pada lansia, menurut Sadavoy et all (2004) gejala-gejala depresi

dirangkum dalam SIGECAPS yaitu gangguan pola tidur (sleep) pada lansia yang

dapat berupa keluhan susah tidur, mimpi buruk dan bangun dini dan tidak bisa

tidur lagi, penurunan minat dan aktifitas (interest), rasa bersalah dan menyalahkan

diri (guilty), merasa cepat lelah dan tidak mempunyai tenaga (energy), penurunan

konsentrasi dan proses pikir (concentration), nafsu makan menurun (appetite),

gerakan lamban dan sering duduk terkulai (psychomotor) dan penelantaran diri

serta ide bunuh diri (suicidaly)

2.5.1.4. Penyebab Depresi

Menurut Stuart dan Sundeen ( 1998 ), faktor penyebab depresi ialah :

A.    Faktor Predisposisi

1.      Faktor genetik, dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui riwayat keluarga dan keturunan.

2.      Teori agresi menyerang kedalam, menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang ditunjukkan kepada diri sendiri.

3.      Teori kehilangan obyek, menunjuk kepada perpisahan traumatika individu dengan benda atau yang sangat berarti.

4.      Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap stressor.

5.      Model kognitif, menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang di dominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri sesorang, dunia seseorang dan masa depan seseorang.

6.      Model ketidakberdayaan yang dipelajari ( learned helplessness ), menunjukkkan bukan semata-mata trauma menyebabkan depresi tetapi keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang respon yang tidak adaptif.

7.      Model perilaku, berkembang dari teori belajar sosial, yang mengasumsi penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.

8.      Model biologik, menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama depresi, termasuk definisi katekolamin, disfungsi endokri, hipersekresi kortisol, dan variasi periodik dalam irama biologis.

B.     Stresor Pencetus

Ada 4 sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam perasaan

( depresi ) menurut Stuart dan Sundeen ( 1998 ), yaitu :

Page 19: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

1.      Kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan, termasuk kehilangan cinta

seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri. Karena elemen aktual dan

simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi seseorang merupakan hal

sangat penting.

2.      Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini sering dilaporkan sebagai pendahulu

episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi

sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.

3.      Peran dan ketegangan peran telah dilaporka mempengaruhi perkembangan

depresi, terutama pada wanita.

4.      Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik.

Seperti infeski, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat

mencentuskan gangguan alam perasaan. Diantara obat-obatan tersebut terdapat

obat anti hipertensi dan penyalahgunaan zat yang menyebabkan kecanduan.

Kebanyakan penyakit kronik yang melemahkan tubuh juga sering disertai depresi.

Menurut Townsed (1998), penyebab depresi adalah gabungan dari faktor predisposisi (teori biologis terdiri dari genetik dan biokimia), dan faktor pencetus (teori psikososial terdiri dari psikoanalisis, kognitif, teori pembelajaran, teori kehilangan objek).

2.5.1.5. Penyebab Depresi Pada Lanjut Usia

Depresi pada lansia merupakan permasalahan kesehatan jiwa (mental health)

yang serius dan kompleks, tidak hanya dikarenakanaging process tetapi juga

faktor lain yang saling terkait. Sehingga dalam mencari penyebab depresi pada

lansia harus dengan multiple approach. Menurut Samiun (2006) ada 5 pendekatan

yang dapat menjelaskan terjadinya depresi pada lansia yaitu :

1.      Pendekatan Psikodinamik

Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan mencintai dan dicintai, rasa

aman dan terlindung, keinginan untuk dihargai, dihormati dan lain-lain. Menurut

Hawari (1996), seseorang yang kehilangan akan kebutuhan afeksional tersebut

(loss of love object) dapat jatuh dari kesedihan yang dalam. Sebagai contoh

seorang kehilangan orang yang dicintai (terhadap suami atau istri yang

meninggal), kehilangan pekerjaan/jabatan dan sejenisnya akan dan menyebabkan

orang itu mengalami kesedihan yang mendalam, kekecewaan yang diikuti oleh

Page 20: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

rasa sesal, bersalah dan seterusnya, yang pada gilirannya orang akan jatuh dalam

depresi.

Freud mengemukakan bahwa depresi terjadi sebagai reaksi terhadap

kehilangan. Perasaan sedih dan duka cita sesudah kehilangan objek yang dicintai

(loss of love object), tetapi seringkali mengalami perasaan ambivalensi terhadap

objek tersebut (mencintai tetapi marah dan benci karena telah meninggalkan).

Orang yang mengalami depresi percaya bahwa intropeksi merupakan satu-satunya

cara ego untuk melepaskan suatu objek, sehingga sering mengritik, marah dan

menyalahkan diri karena kehilangan objek tadi (Kaplan et all, 1997). Depresi yang

terjadi pada lanjut usia adalah dampak negatif kejadian penurunan fungsi tubuh

dan perubahan yang terjadi terutama perubahan psikososial. Perubahan-perubahan

tersebut diatas seringkali menjadi stresor bagi lanjut usia yang membutuhkan

adaptasi biologis dan biologis. Menurut Maramis (1995), pada lanjut usia

permasalahan yang menarik adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi

secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan

kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan stres lingkungan sering

menyebabkan depresi.

Strategi adaptasi yang seringkali digunakan lansia yang mengalami depresi

adalah strategi pasif (defence mcanism) seperti menghindar, menolak, impian,

displacement dan lain-lain (Coyne ett all, 1981 ; Samiun, 2006). Hubungan stress

dan kejadian depresi seringkali melibatkan dukungan sosial (social support) yang

tersedia dan digunakan lansia dalam menghadapi stresor. Ada bukti bahwa

individu yang memiliki teman akrab dan dukungan emosional yang cukup, kurang

mengalami depresi bila berhadapan dengan stres (Billings, et all, 1983 ; Samiun ,

2006).

2.      Pendekatan Perilaku Belajar

Salah satu hipotesis untuk menjelaskan depresi pada lansia adalah individu

yang kurang menerima hadiah (reward) atau penghargaan dan hukuman

(punishment) yang lebih banyak dibandingkan individu yang idak depresi

(Lewinsohn, 1974 ; Libet & Lewinsohn, 1997 ; Samiun, 2006). Dampak dari

kurangnya hadiah dan hukuman yang lebih banyak ini mengakibatkan lansia

Page 21: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

merasakan kehidupan yang kurang menyenangkan, kecenderungan memiliki self-

esteem yang kurang dan mengembangkan self-concept yang rendah. Hadiah dan

hukuman bersumber dari lingkungan (orang-orang dan peristiwa sekitar) dan dari

diri sendiri. Situasi akan bertambah buruk jika seseorang menilai hadiah yang

diterima terlalu rendah dan hukuman yang diterima terlalu tinggi terutama untuk

tingkah laku mereka sendiri, sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan antara

nilai reward dan punishment itu. Peran hadiah dan hukuman terhadap diri sendiri

yang tidak tepat dapat menimbulkan depresi (Rehm, 1997 ; Wicoxon, et all,

1997 ; Samiun 2006).

Faktor lain dari lingkungan yang berkenaan dari hadiah dan hukuman adalah

seseorang jika pindah ke tempat lain yang dapat mengakibatkan kehilangan

sumber-sumber hadiah dan perubahan dari tingkah laku yang mendapat hadiah

sehingga aktifitas yang sebelumnya dihadiahi menjadi tidak berguna. Standar

untuk hadiah dan hukuman yang meningkat menyebabkan performansi yang

diperlukan untuk mendapat hadiah lebih tinggi. Kehilangan hadiah yang

sebelumnya diterima dapat menyebabkan depresi apabila sumber alternatif untuk

mendapat hadiah tidak ditemukan.

3.      Pendekatan Kognitif

Menurut Beck (1967 ; 1976), Samiun (2006), seseorang yang mengalami

depresikarena memiliki kemapanan kognitif yang negatif (negative cognitive sets)

untuk menginterpretasikan diri sendiri, dunia dan masa depan mereka. Misalnya,

seseorang yang berhasil mendapatkan pekerjaan akan mengabaikan keberhasilan

tersebut dan menginterpretasikan sebagai suatu yang kebetulan dan tetap

memikirkan kegagalannya. Akibat dari persepsi yang negatif itu, individu akan

memiliki self-concept sebagai seorang yang gagal, menyalahkan diri, merasa masa

depannya suram dan penuh dengan kegagalan. Masalah utam pada lansia yang

depresi adalah kurangnya rasa percaya diri (self-confidence) akibat persepsi diri

yang negatif (Townsend, 1998).

Negative cognitive sets digunakan individu secara otomatis dan tidak

menyadari adanya distorsi pemikiran dan adanya interpretasi alternative yang

lebih positif, sehingga menyebabkan tingkat aktifitas berkurang karena merasa

Page 22: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

tidak ada alasan berusaha. Individu menjadi tidak dapat mengontrol aspek-aspek

negative dari kehidupannya dan merasa tidak berdaya (helplessness). Perasaan

ketidakberdayaan ini yang menyebabkan depresi (Abramson, 1978; Peterson,

1984; Samiun, 2006).

Menurut Kaplan et all (1997), Interpretasi yang keliru (misinterpretation)

kognitif yang sering adalah melibatkan distorsi negative pengalaman hidup,

penilaian diri yang negative, pesimistis dan keputusasaan. Pandangan negative

dan ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness) tersebut selanjutnya

menyebabkan perasaan depresi. Pengalaman awal memberikan dasar pemikiran

diri yang negative dan ketidakberdayaan ini, sepertio pola asuh orang tua, kritik

yang terus menerus tanpa diimbangi dengan pujian, dan kegagalan-kegagalan

yang sering dialami individu (Beck, et al., 1979; Samiun, 2006).

4.      Pendekatan Humanistik – Eksitensial

Teori humanistic dan eksistensial berpendapat bahwa depresi terjadi karena

adanya ketidakcocokan antara reality self dan ideal self. Individu yang menyadari

jurang yang dalam antara reality self dan ideal self dan tidak dapat dijangkau,

sehingga menyerah dalam kesedihan dan tidak berusaha mencapai aktualisasi diri.

Menyerah merupakan factor yang penting terjadinya depresi. Individu merasa

tidak ada lagi pilihan dan berhenti hidup sebagai seeorang yang real. Pada lansia

yang gagal untuk bereksistensi diri menyadari bahwa mereka tidak mau berada

pada kondisinya sekarang yang mengalami perubahan dan kurang mampu

menyesuaikan diri, sehingga kehidupan fisik mereka segera berakhir. Kegagalan

bereksistensi ini merupakan suatu kematian simbolis sebagai seseorang yang real.

5.      Pendekatan Fisiologis

Teori fisiologis menerangkan bahwa depresi terjadi karena aktivitas

neurologis yang rendah (neurotransmiter norepinefrin dan serotonin) pada sinaps-

sinaps otak yang berfungsi mengatur kesenangan. Neurotransmitter ini

memainkan peranan penting dalam fungsi hypothalamus, seperti mengontrol tidur,

selera makan, seks dan tingkah laku motor (Sachar, 1982; Samiun, 2006),

Page 23: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

sehingga seringkali seseorang yang mengalami depresi disertai dengan keluhan-

keluhan tersebut.

Pendekatan genetic terhadap kejadian depresi dengan penelitian saudara

kembar. Monozogotik Twins (MZ) berisiko mengalami depresi 4,5 kali lebih

besar (65%) daripada kembar bersaudara (Dizigotik Twins/DZ) yang 14%

(Nurberger & Gershon, 1982; Samiun, 2006). Secara keseluruhan dapat dikatakan

bahwa secara genetic depresi itu diturunkan.

Menurut Mangoenprasodjo (2004), depresi pada lansia merupakan perpaduan

interaksi yang unik dari berkurangnya interaksi social, kesepian, masalah social

ekonomi, perasaan rendah diri karena penurunan kemampuan rendah diri,

kemandirian, dan penurunan fungsi tubuh, serta kesedihan ditinggal orang yang

dicintai, factor kepribadian, genetic, dan factor biologis penurunan neuron-neuron

dan neurotransmitter di otak. Perpaduan ini sebagai factor terjadinya depresi pada

lansia. Kompleksitasnya perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, sehingga

depresi pada lansia dianggap sebagai hal yang wajar terjadi.

2.5.1.6. Depresi Lanjut Usia Pasca Kuasa (POST POWER SYNDROME)

Depresi pada pasca kuasa adalah perasaan sedih yang mendalam yang

dialami seseorang setelah mengalami pension. Salah satu factor penyebab depresi

pada pasca kuasa adalah karena adanya perubahan yang berkaitan dengan

pekerjaan atau kekuasaan ketika pension. Meskipun tujuan ideal pension adalah

agar para lansia dapat menikmati hati tua atau jaminan hari tua, namun dalam

kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pension sering dirasakan sebagai

kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri

(Rini J, 2001). Menurut Kuntioro (2002), reaksi setelah orang memasuki masa

pension lebih tergantung dari model kepribadiannya. Untuk mensiasati agar masa

pension tidak merupakan beban mental lansia, jawabannya adalah sangat

tergantung pada sikap dan mental individu dalam masa pensiun, dalam

kenyataannya ada yang menerima ada yang takut kehilangan ada yang merasa

senang memiliki jaminan hari tua da nada juga yang seolah-olah acuh terhadap

pension (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi

masing-masing individu baik positif maupun negative. Dampak positif lebih

Page 24: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

menentramkan driri lansia dan dampak negative akan mengganggu kesejahteraan

hidup.

Secara umum peristiwa kehidupan meliputi kehilangan harga diri,

gangguan interpersonal, peristiwa social yang tidak diinginkan dan gangguan pola

kehidupan yang besar. Kejadian yang tidak diinginkan juga sering menjadi factor

presipitasi depresi. Kejadian di masa lampau (perpisahan dan segala macam

kehilangan) lebih sering memperburuk gejal kejiwaan, perubahan kesehatan fisik,

gangguan penampilan peran social dan depresi (Stuart dan Larairam, 1998).

Menurut Hawari (1996) orang yang mempunyai jabatan adalah orang yang

mempunyai kekuasaan, wewenang, dan kekuatan (power). Orang yang kehilangan

jabatan berarti orang yang kehilangan kekuasaan dan kekuatan (powerless),

artinya sesuatu yang dimiliki dan dicintai kini telah tiada (loss of love object).

Dampak dari loss of love object ini adalah terganggunya keseimbangan

mental/emosional dengan manifestasi berbagai keluhn fisik, kecemasan dan

terlebih-lebih depresi. Keluhan-keluhan tersebut di atas disertai dengan perubahan

sikap dan perilaku, merupakan kumpulan gejala yang disebut sindroma pasca

kuasa (post power syndrome). Perubahan sikap dan perilaku tersebut merupakan

dampak atau keluhan psikososial dari orang yang baru kehilangan jabatan atau

kekuasaan.

Kehilangan jabatan atau kekuasaan berarti perubahan posisi, yang dahulu

kuat kini merasa lemah. Perubahan posisi ini mengakibatkan perubahan dalam

alam fikir (rasio) dan alam perasaan pada diri yang bersangkutan. Kalau keluhan-

keluhan yang bersifat fisik (somatik) dan kejiwaan (kekecewaan atau depresi) itu

sifatnya kedalam, tertutup dan tidak terbuka maka keluhan psikososial inilah yang

sering menampakan diri dalam bentuk ucapan maupun sikap dan perilaku.

Keluhan-keluhan psikososial terjadi disebabkan karena perubahan posisi

yang mengakibatkan perubahan persepsi dari diri yang bersangkutan terhadap

kondisi psikososial di luar dirinya. Guna menghindari rasa kecewa dan tidak

senang itu, orang menggunakan mekanisme defensive antara lain berupa

makanisme proyeksi dan rasionalisasi itulah maka terjadi perubahan persepsi

seseorang terhadap kondisi psikososial sekelilingnya. Menurut Maramis (1995),

bahwa stress psikologis terutama pada jiwa, seperti kecemasan, kekecewaan dan

Page 25: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

rasa bersalah yang menimbulkan mekanisme penyesuaian psikologis. Mungkin

pada sewaktu-waktu, hanya gejala badaniah atau gejala psiokologik saja yang

menonjol, tetapi kita harus mengingat bahwa manusia itu senantiasa bereaksi

secara holistic, yaitu bahwa seluruh manusia itu terlibat dalam hal ini.

Karena manusia bereaksi secara holistic, maka depresi terdapat juga

komponen psikologik dan komponen somatic. Gejala-gejala psikologik ialah

menjadi pendiam, rasa sedih, pesimistis, putus asa, nafsu bekerja dan bergaul

kurang, tidak dapat mengambil keputusan lekas lupa timbul pikiran bunuh diri.

Sedangkan gejala badaniah ialah penderita kelihatan tidak senang, lelah tak

bersemangat atau apatis, bicara dan gerak-geriknya pelan dan kurang hidup,

terdapat anoreksia (kadang-kadang makan terlalu banyak sebagai pelarian),

insomnia (sukar untuk tertidur) dan konstipasi.

2.5.1.7. Faktor-faktor yang menyebabkan depresi pada lanjut usia yang tinggal di Institusi

Terjadinya depresi pada lanjut usia yang tinggal dalam institusional seperti tinggal

di panti wreda (Endah dkk, 2003) :

a.       Faktor Psikologis

Motivasi masuk panti wreda sangat penting bagi lanjut usia untuk

menentukan tujuan hidup dan apa yang ingin dicapainya dalam kehidupan di

panti. Tempat dan situasi yang baru, orang0orang yang belum dikenal, aturan dan

nilai-nilai yang berbeda, dan keterasingan merupakan stressor bagi lansia yang

membutuhkan penyesuaian diri. Adanya keinginan dan motivasi lansia untuk

tinggal dipanti akan membuatnya bersemangat meningkatkan toleransi dan

kemampuan adaptasi terhadap situasi baru.

Menurut Maramis (1995), pada lanjut usia permasalah yang menarik

adalah kekurangan kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap

perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan kemampuan beradaptasi terhadap

perubahan dan stress lingkungan sering menyebabkan depresi. Hubungan stress

dan kejadian depresi seringkali melibatkan dukungan social (social support) yang

tersedia dan digunakan lansia dalam menghadapi stressor. Ada bukti bahwa

individu yang memiliki teman akrab dan dukungan emosional yang cukup, kurang

Page 26: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

mengalami depresi bila berhadapan dengan stress (Billings, et all, 1983; Samiun,

2006).

Rasa kurang percaya diri atau tidak berdaya dan selalu menganggap bahwa

hidupnya telah gagal karena harus menghabiskan sisa hidupnya jauh dari orang-

orang yang dicintai mengakibatkan lansia memandang masa depan suram dan

selalu menyesali diri, sehingga mempengaruhi kemampuan lansia dalam

beradaptasi terhadap situasi baru tinggal di institusi.

b.      Faktor Psikososial

Kunjungan keluarga yang kurang, berkurangnya interaksi social dan

dukungan social mengakibatkan penyesuaian diri yang negative pada lansia.

Menurunnya kepasitas hubungan keakraban dengan keluarga dan berkurangnnya

interaksi dengan keluarga yang dicintai dapat menimbulkan perasaan tidak

berguana, merasa disingkirkan, tidak dibutuhkan lagi dan kondisi ini dapat

berperan dalam terjadinya depresi. Tinggal di institusi membuat konflik bagi

lansia antara integritas, pemuasan hidup dan keputusasaan karena kehilangan

dukungan social yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memelihara dan

mempertahankan kepuasan hidup dan self-esteemnya sehingga mudah terjadi

depresi pada lansia (Stoudemire, 1994).

Kemampuan adaptasi dan lamanya tinggal dipanti mempengaruhi

terjadinya depresi. Sulit bagi lansia meninggalkan tempat tinggal lamanya. Pada

lansia yang harus meninggalkan rumah tempat tinggal lamanya (relokasi) oleh

karena masalah kesehatan atau social ekonomi merupakan pengalaman yang

traumatic karena berpisah dengan kenangan lama dan pertalian persahabatan yang

telah memberikan perasaan aman dan stabilitas sehingga sering mengakibatkan

lansia merasa kesepian dan kesendirian bahkan kemeorosotan kesehatan dan

depresi (Friedman, 1995).

Pekerjaan di waktu muda dulu yang berkaitan dengan peran social dan

pekerjaannya yang hilang setelah memasuki masa lanjut usia dan tinggal di

institusi mengakibatkan hilangnya gairah hidup, kepuasaan dan penghargaan diri.

Lansia yang dulunya aktif bekerja dan memiliki peran penting dalam

pekerjaannya kemudian berhenti bekerja mengalami penyesuaian diri dengan

Page 27: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

peran barunya sehingga seringkali menjadi tidak percaya dan rendah diri (Rini,

2001).

c.       Faktor Budaya

Perubahan social ekonomi dan nilai social masyarakat, mengakibatkan

kecenderungan lansia tersisihkan dan terbengkalai tidak mendapatkan perawatan

dan banyak yang memilih untuk menaruhnya di panti lansia (Darmojo & Martono,

2004). Pergeseran system keluarga (family system) dari extendend family ke

nuclear family akibat industrialisasi dan urbanisasi mengakibatkan lansia

terpinggirkan. Budaya industrialisasi dengan sifat mandiri dan individualis

menggangap lansia sebagai “trouble maker” dan menjadi beban sehingga langkah

penyelesainnya dengan menitipkan di panti. Akibatnya bagi lansia memperburuk

psikologisnya dan mempengaruhi kesehatannya.

Tinggal di panti wreda harusnya merupakan alternative yang terakhir bagi

lansia, karena tinggal dalam keluarga adalah yang terbaik bagi lansia sesuai

dengan tugas perkembangan keluarga yang memiliki lansia untuk

mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan dan mempertahankan ikatan

keluarga antargenerasi (Duvall, 1985 yang dikutip oleh Friedman, 1998).

2.5.1.8. Skala Pengukuran Depresi Pada Lanjut Usia

Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap

lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai

dengan gejala yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan

pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat dipercayai serta

valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada lansia. Salah satu yang paling

mudah digunakan untuk diinterprestasikan di berbagai tempat, baik oleh peneliti

maupun praktisi klinis adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Alat ini

diperkenalkan oleh Yesavage pada tahun 1983 dengan indikasi utama pada lanjut

usia, dan memiliki keunggulan mudah digunakan dan tidak memerlukan

keterampilan khusus dari pengguna. Instrument GDS ini memiliki sensitivitas 84

% dan specificity 95 %. Tes reliabilitas alat ini correlates significantly of 0,85

(Burns, 1999). Alat ini terdiri dari 30 poin pertanyaan dibuat sebagai alat

Page 28: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

penapisan depresi pada lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana yang

diisi sendiri dengan menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang

memrlukan waktu sekitar 5-10 menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan

alat psikomotorik dan tidak mencakup hal-hal somatic yang tidak berhubungan

dengan pengukuran mood lainnya. Skor 0-10 menunjukkan tidak ada depresi, nilai

11-20 menunjukkan depresi ringan dan skor 21-30 termasuk depresi sedang/berat

yang membutuhkan rujukan guna mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap

depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya merupakan alat penapisan.

Spesifikasi rancangan pernyataan perasaan (mood) depresi seperti tabel berikut:

Table 5.1 Spesifikasi rancangan kuesioner GDS

Butir Soal

Parameter Favorable UnfavorableMinat aktivitas 2, 12, 20, 28 27Perasaan sedih 16, 25 9, 15, 19Perasaan sepi dan bosan 3, 4Perasaan tidak berdaya 10, 17, 24Perasaan bersalah 6, 8, 11, 18, 23 1Perhatian/konsentrasi 14, 26, 30 29Semangat atau harapan terhadap masa depan

13, 22 5, 7, 21

Skoring nilai 1 diberikan pada pernyataan Favorable untuk jawaban “ya”

dan nilai 0 untuk jawaban “tidak” sedangkan pernyataan Unfavorable, jawaban

“tidak” diberi nilai 1 dan jawaban “ya” diberi nilai 0.

Assasment Tool geriatric depressions scale (GDS) untuk mengkaji depresi pada

lansia sebagai berikut:

No.

Pernyataan Ya Tidak

1. Apakah bapak/ibu sekarang ini merasa puas dengan kehidupannya?

2. Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak kegiatan atau kesenangan akhir-akhir ini?

3. Apakah bapak/ibu sering merasa hampa/kosong di dalam hidup ini?

4. Apakah bapak/ibu sering merasa bosan?5. Apakah bapak/ibu merasa mempunyai harapan yang baik di

masa depan?6. Apakah bapak/ibu merasa mempunyai pikiran jelek yang

menganggu terus menerus?

Page 29: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

7. Apakah bapak/ibu memiliki semangat yang baik setiap saat?8. Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan

terjadi pada anda?9. Apakah bapak/ibu merasa bahagia sebagian besar waktu?10 Apakah bapak/ibu sering merasa tidak mampu berbuat apa-

apa?11. Apakah bapak/ibu sering merasa resah dan gelisah?12. Apakah bapak/ibu lebih senang tinggal dirumah daripada

keluar dan mengerjakan sesuatu?13. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa

depan?14. Apakah bapak/ibu akhir0akhir ini sering pelupa?15. Apakah bapak/ibu piker bahwa hidup bapak/ibu sekarang ini

menyenangkan?16. Apakah bapak/ibu sering merasa sedih dan putus asa?17. Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini?18. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa

lalu?19. Apakah bapak/ibu merasa hidup ini menggembirakan?20 Apakah sulit bagi bapak/ibu untuk memulai kegiatan yang

baru?21. Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat?22. Apakah bapak/ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada

harapan?23. Apakah bapak/ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik

keadaannya daripada bapak/ibu?24. Apakah bapak/ibu sering marah karena hal-hal yang sepele?25. Apakah bapak/ibu sering merasa ingin menangis?26. Apakah bapak/ibu sulit berkonsentrasi?27. Apakah bapak/ibu merasa senang waktu bangun tidur dipagi

hari?28. Apakah bapak/ibu tidak suka berkumpul di pertemuan

social?29. Apakah mudah bagi bapak/ibu membuat sesuatu keputusan?30. Apakah pikiran bapak/ibu masih tetap mudah dalam

memikirkan sesuatu seperti dulu?

2.5.1.9. Upaya Penanggulangan Depresi Pada Lansia

Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat

perlu ditekannkan pendekatan yang mencakup fisik, psikologis, spiritual dan

sosial. Hal tersebut karena pendekatan daru satu aspek saja tidak akan menunjang

pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu pelayanan yang

komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam bidang kesehatan jiwa (mental

health) disebut pendekatan eclectic holistik, yaitu suatu pendekatan yang tidak

Page 30: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

tertuju pada kondisi fisik saja, akan tetapi juga mencakup aspek psychological,

psikososial, spiritual dan lingkungan yang menyertainya. Pendekatan Holistik

adalah pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk meningkatan derajat

kesehatan lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh (Hawari, 1996).

Ada beberapa upaya penanggulangan depresi dengan eclectic holistic approach,

diantaranya:

1)      Pendekatan Psikodinamik

Focus pendekatan psikodinamik adalah penanganan terhadap konflik-

konflik yang berhubungan dengan kehilangan dan stress. Upaya penanganan

depresi dengan mengidentifikasi kehilangan dan stress yang menyebabkan

depresi, mengatasi, dan mengembangkan cara-cara menghadapi kehilangan dan

stressor dengan psikoterapi yang bertujuan untuk memulihkan kepercayaan diri

(self confidence) dan memperkuat ego. Menurut Kaplan et all (1887), pendekatan

ini tidak hanya untuk menghilangkan gejala, tetapi juga untuk mendapatkan

perubahan struktur dan karakter kepribadian yang bertujuan untuk perbaikan

kepercayaan pribadi, keintiman, mekanisme mengatasi stressor, dan kemampuan

untuk mengalami berbagai macam emosi.

Pendekatan keagaman (spiritual) dan budaya sangat dianjurkan pada

lansia. Pemikiran-pemikiran dari ajaran agama apapun mengandung tuntunan

bagaimana dalam kehidupan di dunia ini manusia tidak terbebas dari rasa cemas,

tegang, depresi, dan sebagainya. Demikian pula dapat ditemukan dalam doa-doa

yang paada intinya memohon kepada Tuhan agar dalam kehidupan ini manusia

diberi ketenangan, kesejahteraan dan keselamatan baik di dunia dan di akhirat

(Hawari, 1996).

2)      Pendekatan Perilaku Belajar

Penghargaan atas diri yang kurang akibat dari kurangnya hadiah dan

berlebihannya hukuman atas diri dapat di atasi dengan pendekatan perilaku

belajar. Caranya dengan identifikasi aspek-aspek leingkungan yang merupakan

sumber hadiah dan hukuman. Kemudian diajarkan keterampilan dan strategi baru

untuk mengatasi, menghindari, atau mengurangi pengalaman yang menghukum,

seperti assertive training, latihan keterampilan social, latihan relaksasi, dan latihan

Page 31: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

manajemen waktu. Usaha berkutnya adalah peningkatan hadiah dalam hidup

dengan self-reinforcement, yang diberikan segera setelah tugas dapat diselesaikan.

Menurut Samiun (2006), ada tiga hal yang p[erlu diperhatikan dalam

pemberian hadiah dan hukuman, yaitu tugas dan teknik yang diberikan terperinci

dan spesifik untuk aspek hadiah dan hukuman dari kehidupan tertentu dari

individu. Teknik ini dapat untuk mengubah tingkah laku supaya meningkatkan

hadiah dan mengurangi hukuman, serta individu harus diajarkan keterampilan

yang diperlukan untuk meningkatkan hadiah dan mengurangi hukuman.

3)      Pendekatan Kognitif

Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah pandangan dan pola pikit

tentang keberhasilan masa lalu dan sekarang dengan cara mengidentifikasi

pemikiran negative yang mempengaruhi suasana hati dan tingkah laku, menguji

individu untuk menentukan apakah pemikirannya benar dan menggantikan pikiran

yang tidak tepat dengan yang lebih baik (Beck, et al, 1979; Samiun, 2006). Dasar

dari pendekatan ini adalah kepercayaaan (belief) individu yang terbentuk dari

rangkaian verbalisasi diri (self-talk) terhadap peristiwa/pengalaman yang dialami

yang menentukan emosi dan tingkah laku diri.

Menurut Kaplan et all (1997), upaya pendekatan ini adalah menghilangkan

episode depresi dan mencegah rekuren dengan membantu mengidentifikasi dan uji

kognisi negative, mengembangkan cara berpikir alternative, fleksibel dan positif,

serta melatih respon kognitif dan perilaku yang baru dan penguatan perilaku dan

pemikiran yang positif.

4)      Pendekatan Humanistik Eksistensial

Tugas utama pendekatan ini adalah membantu individu menyadari

kebaradaannya didunia ini dengan memperluas kesadaran diri, menemukan

dirinya kembali dan bertanggung jawab terhadap arah hidupnya. Dalam

pendekatan ini, individu yang harus berusaha membuka pintu menuju dirinya

sendiri, melonggarkan belengu deterministic yang menyebabkan terpenjara secara

psikologis (Corey, 1993; Samiun, 2006). Dengan mengeksplorasi alternative ini

membuat pandangan menjadi real, individu menjadi sadar siapa dia sebelumnya,

sekarang dan lebih mempu menetapkan masa depan.

5)      Pendekatan Farmakologis

Page 32: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

Dari berbagai jenis upaya untuk gangguan depresi ini, maka terapi

psikofarmaka (farmakoterapi) dengan obat anti depresan merupakan pilihan

alternative. Hasil terapi dengan obat anti depresan adalah baik dengan

dikombinasikan dengan upaya psikoterapi.

2.5.2. Berduka Cita

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu

yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau

keseluruhan. Periode duka cita merupakan suatu periode yang sangat rawan bagi

seorang penderita lanjut usia. Meninggalnya pasangan hidup, seorang teman dekat

atau bahkan seekor hewan yang sangat disanyangi bias mendadak memutuskan

ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang lansia, yang selanjutnya akan

memicu terjadinya gangguan fisik dn kesehatannya. Periode 2 tahun pertama

setelah ditinggal mati pasangan hidup atau teman dekat tersebut merupakan

periode yang sangat rawan. Pada periode ini orang tersebut justru harus dibiarkan

untuk dapat mengekspresikan dukacita tersebut. Sering diawali dengan perasaan

kosong, kemudian diikuti dengan menangis dan kemudian suatu periode depresi.

Depresi akibat duka-cita pada usia lanjut biasanya tidak bersifat self limiting.

Dokter atau petugas kesehatan harus memberi kesempatan pada episode tersebut

berlalu. Diperlukan pendamping yang dengan penuh empati mendengarkan

keluhan, memberikan hiburan dimana perlu dan tidak membiarkan tiap episode

berkepanjangan dan berjalan terlalu berat. Apabila upaya diatas tidak berhasil,

bahkan timbul depresi berat, konsultasi psikiatrik mungkin diperlukan, dengan

kemungkinan diberikan obat anti depresan.

2.5.3. Kesepian

Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seseorang lanjut usia pada

saat meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya sendiri

saat itu juga mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnya menderita

berbagai penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik,

terutama gangguan pendengaran (Brocklehurts-Allen, 1987).

Page 33: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak di antara

lansia hidup sendiri tidak mengalami kesepian, karena aktivitas social yang masih

tinggi, tetapi dilain pihak terdapat lansia yang walaupun hidup di lingkungan yang

beranggotakan cukup banyak, tohh mengalami kesepian.

Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi social sangat berarti,

karena bias bertindak menghibur, memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan

peran social penderita, di samping memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan di

rumah bila memang terdapat disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut.

Diagnosa Keperawatan

1.        Kesepian berhubungan dengan menarik diriTujuan :

1.    Pasien mampu mengekspresikan perasaannya2.    Pasien mampu kembali bersosialisasi dengan lingkungan

Intervensi      Bina hubungan saling percaya      Bantu klien menguraikan kelebihan dan kekurangan interpersonal.      Bantu klien membina kembali hubungan interpersonal yang positf / adaptif dan

memberikan kepuasan timbal balik :a)        Beri penguatan dan kritikan yang positifb)        Dengarkan semua kata-kata klien dan jangan menyela saat klien bertanya.c)        Berikan penghargaan saat klien dapat berprilaku yang positifd)        Hindari ketergantungan klien      Libatkan dalam kegiatan ruangan.      Ciptakan lingkungan terapeutik      Libatkan keluarga/system pendukung untuk membantu mengatasi masalah klien.

2.        Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan konsep diri dan depresiTujuan :

1)        Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan perawatan dirinya2)        Pasien mampu melakukan kegiatan dalam menyelesaikan masalahnya

Intervensi         Bicara secara langsung dengan klien, hargai individu dan ruang pribadinya jika

tepat          Beri kesempatan terstruktur bagi klien untuk membuat pilihan perawatan          Beri  kesempatan bagi pasien untuk bertanggung jawab terhadap

perawatan dirinya          Beri kesempatan menetapkan tujuan perawatan dirinya. Contoh : minta pasien

memilih apakah mau mandi, sikat gigi atau gunting kuku.         Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan diri untuk mencapai 

tujuan. Contoh : Jika pasien memilih mandi, bantu pasien untuk menetapkan aktifitas untuk mandi (bawa sabun, handuk, pakaian bersih)

         Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.

Page 34: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

         Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.         Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.         Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini         Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih

dimiliki pasien.         Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan  kegiatan sesuai

kemampuan yang dimiliki.         Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai

dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.

3.        Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietasTujuan :

1)   Pasien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur2)   Pasien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur

Intervensi      Identifikasi gangguan dan variasi tidur yang dialami dari pola yang biasanya      Anjurkan latihan relaksasi, seperti musik lembut sebelum tidur      Diskusikan cara-cara utuk memenuhi kebutuhan tidur      Kurangi tidur pada siang hari      Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur      Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola      Mandi air hangat sebelum tidur      Dengarkan musik yang lembut sebelum tidur      Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai dengan kebutuhannya)      Berikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan

tidurnya      Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk

memfasilitasi agar pasien dapat tidur.

4.        Resiko membahayakan diri berhubungan dengan perasaan tidak berharga dan putusasaTujuan :

1)   Pasien tidak membahayakan dirinya sendiri2)   Pasien mampu memilih  alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif

Intervensi      Identifikasi derajat resiko / potensi untuk bunuh diri       Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide bunuh

diri.      Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif.      Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan masalah

secara konstruktif.      Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.      Anjurkan pasien mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang ada di lingkungannya      Lakukan tindakan pencegahan bunuh diri       Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam

menyelesaikan masalah

Page 35: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

5.        Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.Tujuan :

1)   Klien merasa harga dirinya naik.2)   Klien mengunakan koping yang adaptif.3)   Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.

Intervensi      Bina hubungan saling percaya dan keterbukaan.      Maksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.      Bantu klien menerima perasaan dan pikirannya.      Bantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain

melalui keterbukaan.      Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada

klien.      Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.      Bantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.      Bantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon

maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.      Identifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.      Berikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.

Ciri-ciri tiga macam depresi (Tumlahaye,1998).

Kehilangan semangat (ringan)Patah semangat (serius)

Putus asa (berat)

Mental

™ Ragu-ragu

™ Kemurkaan

™ Kasihan diri sendiri

™ Kritik diri sendiri

™ Kemarahan

™ Kasihan diri sendiri

™ Penolakan diri sendiri

™ Kepahitan

Kasihan diri sendiri

Fisik

™ Kehilangan nafsu makan

™ Tidak dapat tidur

™ Penampilan yang tidak teratur

™ Kelesuan

™ Kecemasan

™ Menangis

™ Pengungsian diri

™ Kepasifan

emosional™ Ketidakpatuhan

™ Kesedihan

™ Mudah tersinggung

™ Keadaan yang sulit

™ Penderita kesepian

™ Tiada harapan

™ Skizophegenia

™ Keadaan tertinggal

Page 36: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

™ Ragu-ragu akan tuhan™ Kemarahan akan sabda-sabda tuhan

Spiritual

™ Tidak senang akan tuhan

™ Tidak berterima kasih dan tidak percaya

™ Menolak akan tuhan

™ Mengeluh terhadap tuhan

™ Acuh tak acuh akan nasehat

™ Tidak percaya terhadap tuhan

 

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI

 

1. A.      Pengkajian 1. Identitas diri klien2. Struktur keluarga : Genoogram3. Riwayat Keluarga4. Riwayat Penyakit Klien

Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan   gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.

1. Kaji adanya depresi.2. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat,

seperti geriatric depresion scale.3. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan4. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.

 

Lakukan observasi langsung terhadap :  

 

1. Perilaku.

Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup sehari-hari?

Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial?

Apakah klien sering mengluyur danmondar¬mandir? Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau

perseveration phenomena? 

Page 37: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

1. Afek

 Apakah kilen menunjukkan ansietas?  Labilitas emosi? Depresi atauapatis? lritabilitas? Curiga? Tidak berdaya? Frustasi?

1. Respon kognitif

Bagaimana tingakat orientasi klien? Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang hal¬hal yang baru

saja atau yang sudah lamaterjadi? Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau mengabstrakan? Kurang mampu membuat penilaian? Terbukti mengalami afasia, agnosia, atau,apraksia?

 

1. Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga 1. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia

sudah menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut.2. ldentifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan

anggota keluarga yang lain.3. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber

daya komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan).4. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.5. Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran

pemberiasuhan tentang dirinya sendiri.

 

 

Klasifikasi Data o Data Subyektif

1. Lansia Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.2. Sering mengemukakan keluhan somatic seperti ; nyeri abdomen dan dada,

anoreksia, sakit punggung,pusing.3. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan

hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.4. Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.

 

Page 38: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

Data Obyektif

1. Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot.

2. Ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.

3. Kadang-kadang dapat terjadi stupor.4. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering

menangis.5. Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi

terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal.

 

Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan psikomotor.

 

1. B.       Diagnosa Keperawatan 1. Mencederai diri berhubungan dengan depresi.2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping

maladaptif.

 

 

 

 

1. C.      Rencana Tindakan Keperawatan

DX I    : Mencederai diri berhubungan dengan depresi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia tidak mencederai diri.

Kriteria Hasil:

1. Lansia dapat mengungkapkan perasaanya.2. Lansia tampak lebih bahagia.3. Lansia sudah bisa tersenyum ikhlas.

Page 39: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

Intervensi

1. Bina hubungan saling percaya dengan lansia.

Rasional : hubungan saling percaya dapat mempermudah dalam mencari data-data tentang lansia.

1. Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati dan Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.

Rasional : Dengan sikap sabar dan empati lansia akan merasa lebih diperhatikan dan berguna.

1. Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri. Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.

Rasional : Meminimalkan terjadinya perilaku mencederai diri

 

DX 2 : Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia merasa tidak stres dan depresi.

Kriteria Hasil :

1. Klien dapat meningkatkan harga diri2. Klien dapat menggunakan dukungan sosial3. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

 

Intervensi :

1. Klien dapat meningkatkan harga diri

Tindakan:

1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

Rasional : Membangun motivasi pada lansia

1. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.

Page 40: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

Rasional :Individu lebih percaya diri

1. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

Rasional : Menumbuhkan semangat hidup lansia

1. Klien dapat menggunakan dukungan sosial

Tindakan:

1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).

Rasional : Lansia tidak merasa sendiri

1. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).

Rasional : Meningkatkan nilai spiritual lansia

1. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).

Rasional : Untuk menangani klien secara cepat dan tepat

1. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

Tindakan:

1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).

Rasional : Untuk memberi pemahaman kepada lansia tentang obat

1. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).

Rasional : Prinsip 5 benar dapat memaksimalkan fungsi obat secara efektif

1. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.

Rasional : Menambah pengetahuan lansia tentang efek – efek samping obat.

1. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

Rasional : Lansia merasa dirinya lebih berharga

Page 41: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

1. A.      Kesimpulan

Menurut organisasi kesehatan adalah usia pertengahan (midlle age) kelompok usia45-70 tahun usia lanjut (elders) antara 60-70 tahun usia tua (old) antara 75-90thn usia dangat tua(very old) diatas 90 tahun.

Menurut prof koesmoto setyonegoro lanjut usia adalah orang yg berumur 65 tahun keatas.World Health Organization (WHO) mengelompokkan usia lanjut sebagai berikut :

1. Middle Aggge (45-59 tahun)2. Erderly (60-74 tahun)3. Old (75-90 tahun)4. Very old (> 91 tahun)

Faktor-faktor yang mempengaruhi tua adalah herediter, nutrisi, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan, stres.

Aging proses adalah suatu periode menarik diri yang tak terhindarkan dengan karakteristik menurunnya interaksi antara lansia dengan orang lain di sekitarnya. Individu diberi kesempatan untuk mempersiapkan dirinya menghadapi “ketidamampuan” dan bahkan kematia (Cox, 1984).

 

1. B.       Saran

Asuhan keperawatan pada lansia haruslah diakukan secara profesional dan komprehensip, yaitu dengan memandang pada aspek boi-psiko-sosial-spiritual pada lansia. Aspek psikologis pada lansia merupakan aspek yang tak kala penting dari aspek yang lain, olehnya itu pelaksanaan asuhan keperawataan lansia dengan gangguan psikososial harus dilakukan dengan sebaik-baiknya demi terciptanya lansia yang sehat jasmani dan rohani.

Gejala dan Penanganan Depresi pada LansiaUsia Lanjut atau disebut lansia di Indonesia adalah orang-orang yang sudah mencapai usia di atas 60 tahun. Menurut WHO ada 3 kriteria dari Llansia ini,

Page 42: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

yaitu: elderly dengan usia 64-74 tahun, older dengan usia 75-90 tahun, dan very old yaitu lansia yang berusia lebih dari 90 tahun. Inilah saatnya seseorang menikmati masa tua dengan tenang. Namun ada kalanya masa lansia justru membuat lansia mengalami depresi. Bahkan, kebanyakan depresi menghinggapi para lansia di masa tuanya.

Depresi merupakan gangguan emosional yang sifatnya berupa perasaan tertekan, tidak merasa bahagia, sedih, merasa tidak berharga, tidak mempunyai semangat, tidak berarti, dan pesimis terhadap hidup. Depresi pada Lansia dapat disebabkan oleh banyak hal. Misalnya kehidupan ekonomi mereka yang tidak dijamin oleh keluarganya sehingga mereka tetap harus bekerja, ketakutan mereka untuk diasingkan dari keluarga, ketakutan tidak dipedulikan oleh anak-anaknya, dan lain sebagainya.

Gejala Depresi pada Lansia

Untuk menangani depresi pada lansia, kita harus mengetahui terlebih dahulu gejala-gejala depresi pada lansia yaitu sebagai berikut.

Bad mood hampir sepanjang hari. Insomnia atau hipersomnia. Hilangnya minat dan rasa senang dalam aktivitas mereka. Berat badan merosot atau bertambah drastis. Kelelahan dan tidak memiliki tenaga. Agitasi atau retardasi psikomotor. Sulit untuk berkonsentrasi. Menurunnya harga diri. Adanya perasaan bersalah pada diri mereka. Perasaan pesimis dalam memandang masa depan. Adanya perubahan pada pola tidur. Berkurangnya nafsu makan. Perasaan tidak berguna atau rasa bersalah yang berlebihan. Pikiran yang berulang tentang kematian. Adanya tindakan percobaan bunuh diri.

Penanganan Depresi pada Lansia

Bila ditangani dengan baik dan cepat, para lansia yang terkena depresi ini tetap dapat sembuh dan bisa kembali seperti sedia kala. Penanganan depresi pada lansia ini ada 2 jenis:

1. Penyembuhan dari dalam diri lansia itu sendiri.

Ini adalah penanganan yang terpenting karena penyembuhan ini berasal dari kemauan dan pengertian dari dirinya sendiri. Biasanya, proses penyembuhannya akan lebih cepat berhasil. Caranya bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

Page 43: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

Mengadakan pertemuan atau aktivitas berkumpul dengan banyak orang sehingga dapat melakukan pertukaran informasi dengan orang lain sehingga dapat membangkitkan semangat hidup.

Kontak sosial dilakukan dengan cara menulis surat, mengirim email, menulis pesan lewat media elektronik atau media publikasi tertulis.

Mengisi waktu dengan aktivitas ringan seperti seperti menonton televisi, menyiram bunga, olahraga, mendengarkan radio, atau hobi lainnya untuk mengisi waktu dan menghilangkan kebosanan sehingga dapat menimbulkan perasaan senang.

Menanamkan pikiran untuk berani beradaptasi dengan perubahan yang ada. Menggap masa tua adalah kesempatan untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya ketika masih muda tidak dapat dilakukan karena kesibukan pekerjaan dan lain sebagainya.

Selalu berusaha untuk berpikir positif, karena segala hal yang dilakukan akan menjadi lebih menyenangkan dan membahagiakan jika segala sesuatunya dilihat dari sisi positifnya. Dengan begitu, pada akhirnya dapat memberikan kepuasan bagi dirinya sendiri.

2. Penyembuhan dari keluarga dekat hingga keluarga yang jauh, tetangga, teman, dan lingkungan sekitar.Dukungan dari orang-orang terdekat juga sangat penting untuk penyembuhan depresi pada lansia. Caranya yaitu:

Menjenguk lansia sesekali agar ia tidak merasa dilupakan. Luangkan waktu untuk menikmati kebersamaan dengan mereka agar

mereka bahagia. Temani mereka dalam aktivitasnya agar mereka tidak bosan. Rawatlah mereka dengan ketulusan dan sepenuh hati untuk menumbuhkan

semangatnya kembali. Berikanlah yang terbaik untuk mereka.

Page 44: Kel. 16 Depresi Pada Lansia

DAFTAR PUSTAKA

http://huseinmakhrudy.blogspot.com/2013/06/konsep-lansia-dengan-depresi.html

Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI. Jakarta:

Fakultas Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA

Depkes R.I. 1999. Kesehatan keluarga, Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi MediaNugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC

http://desiartikaratnasary.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-lansia-

dengan.html

http://pinkersaya.wordpress.com/2012/11/24/askep-lansia-dengan-gangguan-

psikologis-depresi/

http://www.pondokpemulihan.com/gejala-dan-penanganan-depresi-pada-lansia/

Page 45: Kel. 16 Depresi Pada Lansia