REFLEKSI KASUS (Kasus Mati) Okvianto P.B

4
REFLEKSI KASUS (KASUS MATI) Nama : Okvianto Putra Budiman Nim : 20090310012 Kelompok : UMY 3 1. Deskripsi Kasus : Satu jenazah laki-laki tidak berlabel terletak di atas meja autopsi dibungkus dengan kantong jenazah warna putih. Jenazah di bawa ke Instalasi Forensik RSUP dr. Sardjito pada hari jumat tanggal 20 Maret 2015 untuk dilakukan otopsi. Dari surat permintaan visum dari penyidik jenazah bernama F.B usia 27 tahun. Jenazah ditemukan di dalam kamar dalam keadaan terlentang di tempat tidur dengan mulut dan hidung mengeluarkan busa. Berdasarkan informasi dari pacar korban, korban sejak lama mengatakan tekanan darahnya sering tinggi dan seminggu sebelum ditemukan meninggal korban mengeluh meriang, migren dan sakit tenggorokan, korban juga mengeluh dadanya terasa nyeri dan muka korban terlihat pucat. Kontak dengan korban terakhir hari kamis tanggal 19 maret 2015 jam 15.30 WIB, Pada jam 17.00 WIB, korban sudah tidak dapat dihubungi. Surat permintaan otopsi dari penyidik, surat persetujuan dari keluarga dan berita penyerahan acara jenazah telah lengkap tetapi saat di serahkan, pada jenazah tidak terdapat label yang berisi identitas jenazah. Otopsi yang dijalankan hanya pemeriksaan luar saja sesuai permintaan dari penyidik,otopsi dilakukan pada tanggal 20 Maret 2015 jam 21.00 WIB. 2. Perasaan terhadap pengalaman :

description

reskas

Transcript of REFLEKSI KASUS (Kasus Mati) Okvianto P.B

REFLEKSI KASUS (KASUS MATI)Nama: Okvianto Putra BudimanNim: 20090310012Kelompok : UMY 31. Deskripsi Kasus :Satu jenazah laki-laki tidak berlabel terletak di atas meja autopsi dibungkus dengan kantong jenazah warna putih. Jenazah di bawa ke Instalasi Forensik RSUP dr. Sardjito pada hari jumat tanggal 20 Maret 2015 untuk dilakukan otopsi. Dari surat permintaan visum dari penyidik jenazah bernama F.B usia 27 tahun. Jenazah ditemukan di dalam kamar dalam keadaan terlentang di tempat tidur dengan mulut dan hidung mengeluarkan busa. Berdasarkan informasi dari pacar korban, korban sejak lama mengatakan tekanan darahnya sering tinggi dan seminggu sebelum ditemukan meninggal korban mengeluh meriang, migren dan sakit tenggorokan, korban juga mengeluh dadanya terasa nyeri dan muka korban terlihat pucat. Kontak dengan korban terakhir hari kamis tanggal 19 maret 2015 jam 15.30 WIB, Pada jam 17.00 WIB, korban sudah tidak dapat dihubungi. Surat permintaan otopsi dari penyidik, surat persetujuan dari keluarga dan berita penyerahan acara jenazah telah lengkap tetapi saat di serahkan, pada jenazah tidak terdapat label yang berisi identitas jenazah. Otopsi yang dijalankan hanya pemeriksaan luar saja sesuai permintaan dari penyidik,otopsi dilakukan pada tanggal 20 Maret 2015 jam 21.00 WIB.2. Perasaan terhadap pengalaman :Saya merasa senang dan tertarik karena dapat terlibat dalam melakukan otopsi dan menambah pengalaman saya pada saat stase forensik,3. Evaluasi Dalam kasus ini seharusnya otopsi belum bisa dilakukan karena syarat-syarat yang harus dilengkapi sebelum otopsi tidak lengkap, jenazah tidak diberi label yang berisi identitas jenazah pada saat diserahkan oleh penyidik.3. Analisis :Pada kasus yang saya temui di atas. KUHAP pasal 133 ayat (3) yang menyatakan bahwa jenazah yang akan di otopsi harus diberikan label yang berisi identitas jenazah yang di lekatkan pada ibu jari jenazah tidak terpenuhi karena jenazah tidak diberi label pada saat diserahkan, maka dokter seharusnya tidak bisa melakukan otopsi. Namun demikian, kenyataan yang terjadi di lapangan adalah dokter tetap melakukan otopsi terhadap jenazah yang tidak berlabel dengan perjanjian dengan pihak penyidik untuk memberikan label pada keesokan harinya atau beberapa hari setelahnya. Dan terkadang dokter tidak mempersalahkan masalah pemberian label pada jenazah jika jenazah yang masuk hanya satu sehingga identitasnya tidak diragukan. Selain itu dokter juga terkadang mempertimbangkan keluarga dari jenazah yang ingin segera menguburkan jenazahnya, sehingga pemeriksaan harus segera dilakukan untuk menyegerakan pelayanan tanpa melihat kelengkapan persyaratan otopsi. Tetapi tetap melakukan otopsi tanpa ada label adalah berisiko bagi yang melakukan pemeriksaan karena tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan dan akan memberatkan pemeriksa jika diminta pertanggung jawabannya di pengadilan.4. KesimpulanBerdasarkan hukum yang berlaku, ketentuan dalam KUHAP harus dipenuhi. Seharusnya dokter baru dapat melakukan otopsi setelah mayat diberikan label terlebih dahulu agar jenazah yang akan diotopsi sesuai dengan identitas yang ada pada surat permintaan autopsi dari penyidik.

5. rencanajika menemukan kasus yang serupa dimasa yang akan datang sebaiknya kita melengkapi syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan otopsi terlebih dahulu dan jika penyidik tidak memberi label pada jenazah, kita bisa menuliskan di berita acara penyerahan jenazah bahwa jenazah diserahkan oleh penyidik tanpa label agar ada bukti yang melindungi kita sebagai pemeriksa. 6. Referensi Idries, AM. Prosedur Khusus. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Binarupa Aksara. Jakarta. 1997.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, 31 Desember 1981, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 Nomor 76.