Refleksi Kasus Dr. Dewi

10
REFLEKSI KASUS MARET 2015 GANGGUAN CAMPURAN CEMAS DAN DEPRESI Nama : Irham No. Stambuk : N 111 14 050 DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

description

refka

Transcript of Refleksi Kasus Dr. Dewi

REFLEKSI KASUS MARET 2015

GANGGUAN CAMPURAN CEMAS DAN DEPRESI

Nama : Irham

No. Stambuk : N 111 14 050

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2015

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Sudah menikah

Warga Negara : Indonesia

Pendidikan / Sekolah : S1

Alamat / No. Telp. : Jl.Tanggul

Nama, Alamat, dan No. Telp keluarga dekat : -

Di kirim oleh : berobat sendiri

Diagnosis sementara : Gangguan campuran cemas dan

depresi

Gejala-gejala utama :

A. DESKRIPSI KASUS

Pasien laki-laki usia 35 tahun datang dengan keluhan munculnya

perasaan cemas. Perasaan ini timbul awalnya tanggal 29 Januari 2015 dimana

pasien selalu merasa cemas. Namun merasa berkurang semenjak 2 minggu

terakhir setelah berkonsultasi dengan psikolog.

Cemas yang dirasakan pasien selalu disertai jantung berdebar-debar

dan nyeri kepala. Kondisi ini dirasakan setiap kali tekanan darah pasien naik.

Nyeri kepala yang dirasakan seperti tertarik utamanya di bagian belakang dan

leher. Serta Pasien juga mengelukan nyeri ulu hati.

Pasien mengeluhkan merasa cemas dan takut apabila menjelang tidur

dan khawatir tidak akan terbangun lagi keesokan harinya. Pasien khawatir

mengalami kematian serta pasien sering terbangun tengah malam karena

mengalami mimpi buruk. Pasien mengeluhkan ketika terbangun dari tidur

badannya terasa tidak segar.

Awalnya pasien enggan mengungkapkan kondisi pribadinya saat ini,

tetapi setelah anamnesis yang panjang pasien mengungkapkan kalau ada hal

yang terus menerus dipikirkan pasien sejak dua bulan yang lalu. Adapun

2

permasalahan pasien yaitu pada bidang pekerjaan dan rumah tangga.

Sekarang pasien bekerja di dinas pertanahan kota palu, dulunya pasien

mempunyai seorang atasan yang sangat menaruh kepercayaan yang besar

terhadap pasien. Namun sekarang atasan pasien tersebut telah di mutasi

pindah lokasi kerja di jawa timur, dan atasannya tersebut berencana

memanggil pasien untuk ikut pindah lokasi kerja yang sama dengan

atasannya tersebut dan di iming-imingi akan di permudah untuk urusan

administrasi permohonan pemindahan lokasi kerja dan pasien berharap segera

dibuatkan SK untuk pemindahannya. Namun hingga saat ini SK tersebut

tidak kunjung ada kejelasannya dan pasien merasa nasibnya seperti terkatung-

katung. Pasien juga telah menjual mobil pribadi untuk persiapan dana setelah

pindah ke jawa timur serta hampir menjual rumah namun masih dipikirkan

kembali oleh pasien.

Pasien juga mengemukakan terdapat masalah pada hubungan rumah

tangga. Pasien sering mengalami cek-cok dengan istrinya dikarenakan pasien

menganggap istrinya tersebut tidak beretika terhadap orang tua pasien. Setiap

kali orang tua pasien datang kerumahnya untuk menjenguk, istrinya selalu

berdiam diri dan tidak pernah mau berbicara dengan orang tua pasien.

Setiap kali pikiran itu muncul dan pasien menjadi takut serta jantung

berdebar-debar kembali dirasakan, pasien mengatasinya dengan berjalan ke

pekarangan kantor ataupun rumah. Pasien mengaku mengalami perubahan

sedikit demi sedikit setelah berjalan ke pekarangan kantor ataupun rumah dan

belakangan ini pasien mengaku kondisi lebih membaik dan rasa takut mulai

berkurang.

Sosialisasi dengan masyarakat lain disekitar rumah baik dan tidak ada

masalah dengan tetangga-tetangga.

B. EMOSI YANG TERLIBAT

Kasus ini menarik untuk dibahas karena menyertakan perasaan takut dan

gejala somatis dari pasien.

3

C. EVALUASI

1. Pengalaman baik

Pasien dapat menceritakan kondisinya sendiri, kooperatif dalam

berkomunikasi dan pemeriksaan mental status.

2. Pengalaman buruk

Pasien tidak datang dengan pendamping sehingga hal-hal lain yang

berhubungan dengan pasien dan lingkungan sekitarnya sulit di

crosscheck kebenarannya.

D. ANALISIS

Dalam mendiagnosis pasien ini, dilakukan dengan berpedoman pada

PPDGJ III dimana menurut kriterianya pasien didiagnsosi sebagai F41.2

Gangguan campuran cemas dan depresi. Adapun kriteria diagnosisnya adalah

sebagai berikut :

Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, di mana masing-

masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk

menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala

otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus menerus, disamping

rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.

Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan,

maka harus dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya

atau gangguan anxietas fobik

Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk

menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis

tersebut harus dikemukakan, dan didiagnosis gangguan campuran

tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal hanya dapat

dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus

diutamakan.

4

Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress kehidupan

yang jelas, maka harus digunakan kategori F.43.2 gangguan

penyesuaian.

Dari kondisi pasien yang sesuai dengan kriteria diagnsosis adalah :

1. Pasien datang dengan keluhan rasa cemas yang dialami sejak 29 januari

2015. Rasa cemas yang dialami bukan terfokus pada hal-hal tertentu dan

lebih sulit dijelaskan oleh pasien saat ditanyakan faktor pencetusnya.

2. Ketegangan motorik bermanifestasi pada pasien berupa nyeri kepala.

3. Overaktivitas motorik bermanifestasi pada pasien sebagai jantung yang

berdebar-debar, berkeringat, keluhan lambung.

4. Tidak didapatkan gejala gangguan kepribadian, atau menarik diri dari

lingkungan, halusinasi, waham, ataupun keinginan bunuh diri.

5. Tidak ada gangguan psikososial.

6. Terdapat gangguan konsentrasi dan perhatian yang berkurang.

7. Tidur terganggu.

Dalam kondisi pasien, penanganan yang dapat diberikan yaitu berupa

farmakoterapi dan psikoterapi.

Pengobatan farmakoterapi dapat diberikan Benzodiazepin yang pada

penggunaan klinis memiliki kapasitas untuk menguatkan ikatan

neurotransmiter inhibitori utama asam gamma-aminobutirat (GABA) pada

reseptor GABAA, sehingga mempercepat arus ionik terinduksi-GABA

melalui saluran ini. Semua efek benzodiazepin dihasilkan oleh kerjanya pada

sistem saraf pusat (SSP). Efek-efek ini yang paling dominan adalah sedasi,

hipnosis, penurunan ansietas; relaksasi otot, amnesia anterograde, dan

aktivitas antikonvulsan.

Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja

terutama pada terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan

kembali serotonin. Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan

oleh ikatan obat (misalnya: fluoxetine) pada transporter ambilan kembali

5

yang spesifik, sehingga tidak ada lagi neurotransmiter serotonin yang dapat

berikatan dengan transporter. Hal tersebut akan menyebabkan serotonin

bertahan lebih lama di celah sinaps. Penggunaan Selective Serotonin

Reuptake Inhibitor (SSRI) terutama ditujukan untuk memperbaiki perilaku

stereotipik, perilaku melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal

rutin, dan ritual obsesif dengan ansietas yang tinggi.

Salah satu alasan utama pemilihan obat-obat penghambat reuptake

serotonin yang selektif adalah keamanan terapi. Efek samping yang dapat

terjadi akibat pemberian fluoxetine adalah nausea, disfungsi seksual, nyeri

kepala, dan mulut kering. Tolerabilitas SSRI yang relatif baik disebabkan

oleh karena sifat selektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak berinteraksi dengan

reseptor neurotransmiter lainnya.

Alprazolam, salah satu obat yang awitan kerjanya cepat, dikonsumsi

biasanya antara 4-6 minggu, setelah itu perlahan-lahan diturunkan dosisnya

sampai akhirnya dihentikan. Diberikan secara oral dengan t1/2 sekitar 12-14

jam. Biasa diberikan dalam sediaan 0,25-0,5 mg 3 kali sehari untuk dosis

dewasa. Obat ini mempunyai efek samping yaitu mengantuk, kelemahan otot,

amnesia, ataksia, depresi, kepala terasa ringan, bingung, halusinasi, dan

penglihatan kabur

Intervensi psikoterapi yang dapat dilakukan adalah terapi kognitif-

perilaku, terapi supportif, dan psikoterapi berorientasi tilikan.

E. KESIMPULAN

Pasien dengan gangguan campuran dan depresi memperlihatkan gejala

utama kecemasan dan depresi yang disertai dengan adanya gejala somatis dan

hiperaktivitas autonom seperti yang terjadi pada pasien kasus ini.

Kondisi kecemasan harus diterapi dengan medikamentosa. Edukasi

untuk cara penggunaan obat, efek samping, dan manfaatnya sangat penting

agar pasien mau untuk mengonsumsi obat sesuai dengan dosis sehingga efek

terapeutiknya dapat diperoleh.

6

Peran keluarga menjadi penting untuk mendukung perbaikan kondisi

pasien sehingga mencegah perburukan kondisi kecemasan yang bisa menjadi

gangguan panik ataupun depresi major.

7