refka 3
-
Upload
syarah-d-wii-saraswaty -
Category
Documents
-
view
222 -
download
7
description
Transcript of refka 3
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSU ANUTAPURA PALU
I. IDENTITAS PASIEN
1. Nama pasien : An. A
2. Umur : 10 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Pelajar
6. Tanggal pemeriksaan : 12 September 2015
II. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
Gatal pada kepala
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU
Anutapura dengan keluhan gatal pada kepala yang dirasakan sejak
dua bulan yang lalu. Gatal yang dirasakan hanya pada bagian
tengah kepala (terutama pada pinggiran benjolan yang ada di
kepalanya). Awalnya benjolan tersebut sangat kecil, tidak berisi
cairan, berwarna kemerahan, dan sangat gatal. Lama kelamaan,
benjolan tersebut semakin melebar dan mengelupas. Pasien
kemudian mengoleskan salep mikonazol dan dalam beberapa
minggu kemudian benjolan terbut semakin membengkak dan
terdapat bisul-bisul kecil yang berkelompok serta sangat nyeri
terutama saat pasien menunduk.
Sebelum pasien mengalami hal tersebut, pasien sempat
berkunjung ke pantai barat, dan disana banyak keluarganya yang
menderita seperti ini. Ibunya berkata bahwa mereka menggunakan
peralatan mandi serta sisir bersama.
3. Riwayat penyakit terdahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
4. Riwayat penyakit keluarga :
Saudara sepupu pasien mengalami gejala seperti ini
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis :
Kondisi umum : Sakit sedang
Status gizi : Baik
Kesadaran : Komposmentis
2. Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36°C
3. Hygiene : kurang baik
4. Status dermatologis/venerologis :
Kepala : pada area parietal tampak kerion yaitu plak
eritem dengan pustul-pustul yang
berkelompok, patahan-patahan rambut
dengan serta alopesia. Selain itu juga terdapat
krusta yang tebal.
Wajah : tidak ada ujud kelainan kulit
Leher : tidak ada ujud kelainan kulit
Dada : tidak ada ujud kelainan kulit
Perut : tidak ada ujud kelainan kulit
Punggung : tidak ada ujud kelainan kulit
Bokong : tidak ada ujud kelainan kulit
Ekstremitas atas : tidak ada ujud kelainan kuli
Ekstremitas bawah : tidak ada ujud kelainan kulit
Kel. limfe : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
IV. GAMBAR
Gambar 1. Tampak plak eritem dan
mengalami inflamasi (Kerion)
Gambar 2. Terdapat pustul-pustul
yang berkelompok, patahan rambut,
alopesia serta krusta yang tebal.
V. RESUME
Pasien anak laki-laki usia 10 tahun datang ke Poli Kesehatan Kulit
dan Kelamin RSU Anutapura bersama bapaknya. Pasien mengeluh gatal
pada kepala yang dirasakan sejak dua bulan yang lalu. Gatal terutama pada
lesi. Awalnya terdapat papul eritema, dan sangat gatal. Lama kelamaan,
papul tersebut semakin melebar dan mengelupas. Pasien kemudian
mengoleskan salep mikonazol dan dalam beberapa minggu kemudian
papul tersebut semakin membengkak dan terdapat pustul-pustul yang
berkelompok serta sangat nyeri terutama saat pasien menunduk. Dalam
krluarganya banyak yang menderita seperti ini. Status dermatologis : pada
area parietal tampak plak eritem dengan pustul-pustul yang berkelompok,
terdapat patahan rambut serta alopesia. Selain itu juga terdapat krusta
yang tebal.
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Tinea kapitis tipe inflamasi
2. Dermatitis seboroik
3. Alopesia areata
4. Carbunkel
VII. ANJURAN PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan lampu Wood
2. Pemeriksaan sediaan KOH
3. Kultur
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Tinea kapitis tipe inflamasi
IX. PENATALAKSANAAN
1. Non medikamentosa
Tidak menggunakan bersama sisir, sikat rambut atau topi, handuk,
sarung bantal, dan yang lain yang dipakai di kepala.
Mencuci berulang kali sisir rambut, sikat rambut, handuk, boneka,
dan pakaian pasien, dan sarung bantal pasien dengan air panas dan
sabun atau lebih baik dibuang
Begitu pengobatan dimulai, pasien dapat pergi ke sekolah, tidak
perlu mencukur gundul rambutnya atau memakai penutup kepala.
Pasien diberitahu bila rambut tumbuh kembali secara pelan, biasanya
3-6 bulan, bila ada kerion dapat terjadi beberapa sikatrik dan
alopesia permanen.
Kompres NaCl 0,9%
2. Medikamentosa
Topikal :
Sampo ketokonazole 1%
Sistemik :
Cetirizin 1 x 1 hari
Griseofulvin 3 x 125 mg selama 6-12 minggu
X. PROGNOSIS
1. Qua ed vitam : bonam
2. Qua ed fungsionam : bonam
3. Qua ed sanationam : dubia
4. Qua ad cosmeticam : dubia
PEMBAHASAN
Pasien datang ke Poli Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Anutapura
dengan keluhan gatal pada kepala yang dirasakan sejak dua bulan yang lalu. Gatal
yang dirasakan hanya pada bagian tengah kepala (terutama pada pinggiran
benjolan yang ada di kepalanya). Awalnya benjolan tersebut sangat kecil, tidak
berisi cairan, berwarna kemerahan, dan sangat gatal. Lama kelamaan, benjolan
tersebut semakin melebar dan mengelupas. Pasien kemudian mengoleskan salep
mikonazol dan dalam beberapa minggu kemudian benjolan terbut semakin
membengkak dan terdapat bisul-bisul kecil yang berkelompok serta sangat nyeri
terutama saat pasien menunduk.
Sebelum pasien mengalami hal tersebut, pasien sempat berkunjung ke
pantai barat, dan disana banyak keluarganya yang menderita seperti ini. Ibunya
berkata bahwa mereka menggunakan peralatan mandi serta sisir bersama.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum pasien baik. Dari
status dematologis didapatkan pada area parietal tampak plak eritem dengan
pustul-pustul yang berkelompok, terdapat patahan rambut serta alopesia. Selain
itu juga terdapat krusta yang tebal.
Tinea kapitis (Ringworm of the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes
tonsurans) merupakan infeksi dermatofit pada kepala dan yang terkait dengan
rambut. Penyakit ini kebanyakan disebabkan oleh spesies Trichophyton dan
Microsporum. Penyakit ini bervariasi dari kolonisasi subklinis non inflamasi
berskuama ringan sampai penyakit yang beradang di tandai dengan massa
inflamasi, lesi kemerahan, berskuama, dengan patahan rambut, folikel yang terisi
dengan pus, mungkin terdapat formasi sinus, alopesia, dan gambaran yang paling
jarang yaitu mycotoma-like grains yang mungkin menjadi meradang berat dengan
pembentukan erupsi kerion ulseratif dalam. Tipe timbulnya penyakit tergantung
pada interaksi pejamu dan jamur penyebabnya.1,2,3,8
Insiden tinea kapitis masih belum diketahui pasti, tersering dijumpai pada
anak-anak 3-14 tahu, jarang pada dewasa. Transmisi dari tinea kapitis terjadi
dalam satu keluarga besar, berkelompok, dan dengan status sosial ekonomi
rendah. Cara penularannya dapat berupa kontak dengan orang yang terinfeksi,
patahan rambut yang terinfeksi, hewan, baju, tempat tidur, sisir, topi, dan barang-
barang lainnya dari penderita.3,4,5, 11, 12,15
Hal tersebut sesuai dengan yang dialami oleh pasien yaitu, pasien berumur
10 tahun. Dikeluarganya banyak yang mengalami hal seperti ini, dan
dikeluarganya sering menggunakan peralatan mandi dan sisir bersama. Ujud
kelainan kulit yang dimiliki pasien juga sesuai dengan ciri dari tinea kapitis tipe
inflamasi yaitu peradangannya mulai dari folikulitis pustula sampai kerion yaitu
pembengkakan yang dipenuhi dengan rambut-rambut yang patah-patah dan
lubang-lubang folikular yang mengandung pus. Inflamasi seperti ini sering
menimbulkan alopesia yang sikatrik. Lesi peradangan biasanya gatal dan dapat
nyeri, limfadenopati servikal, panas, dan lesi tambahan pada kulit yang halus.
Kebanyakan pasien memiliki hasil tes positif dari antigen jamur. 3,6,7,8,9
Infeksi dermatofita melibatkan 3 tahap utama, yaitu: 1
1. Perlekatan pada keratinosit
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa
melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar ultraviolet, suhu,
kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang
diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat fungistatik.
2. Penetrasi melewati dan diantara sel
Setelah terjadi perlekatan, spora berkembang dan menembus
stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat daripada proses
desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekesi proteinase, lipase, dan
enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamu. Trauma
dan maserasi juga membantu memfasilitasi penetrasi jamur kejaringan.
Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam
dari epidermis.
3. Pembentukan respon pejamu
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan
organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed
Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam
melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi
dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal
dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema
dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit.
Antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan
dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan
proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang
jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal
menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera
jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, pemeriksaan
penunjang yang disarankan ialah lampu wood dan kultur. Adapun yang dapat
ditemukan pada pemeriksaan lampu wood adalah rambut yang tampak dengan
jamur M. canis, M. audouinii dan M. ferrugineum memberikan fluoresen warna
hijau terang oleh karena adanya bahan pteridin. Jamur lain penyebab tinea kapitis
pada manusia memberikan fluoresen negatif artinya warna tetap ungu yaitu M.
gypsium dan spesies Trichophyton (kecuali T. schoenleinii penyebab tinea favosa
memberi fluoresen hijau gelap). Bahan fluoresen diproduksi oleh jamur yang
tumbuh aktif di rambut yang terinfeksi. 3,9,10,15
Pemeriksaa sediaan KOH dilakukan dengan cara kepala dikerok dengan
objek glas, atau skalpel no.15. Juga kasa basah digunakan untuk mengusap
kepala, akan ada potongan pendek patahan rambut atau pangkal rambut dicabut
yang ditaruh di objek glas selain skuama, KOH 20% ditambahkan dan ditutup
kaca penutup. Hanya potongan rambut pada kepala harus termasuk akar rambut,
folikel rambut dan skuama kulit. Skuama kulit akan terisi hifa dan artrokonidia.
Yang menunjukkan elemen jamur adalah artrokonidia oleh karena rambut-rambut
yang lebih panjang mungkin tidak terinfeksi jamur. Pada pemeriksaaan mikroskop
akan tampak infeksi rambut ektotrik yaitu pecahan miselium menjadi konidia
sekitar batang rambut atau tepat dibawah kutikula rambut dengan kerusakan
kutikula. Pada infeksi endotrik, bentukan artrokonidia yang terbentuk karena
pecahan miselium didalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula rambut.3,9,10,13
Pada kultur dilakukan dengan memakai swab kapas steril yang dibasahi
akua steril dan digosokkan diatas kepala yang berskuama atau dengan sikat gigi
steril dipakai untuk menggosok rambut-rambut dan skuama dari daerah luar di
kepala, atau pangkal rambut yang dicabut langsung ke media kultur. Spesimen
yang didapat dioleskan di media Mycosel atau Mycobiotic (Sabourraud dextrose
agar + khloramfenikol + sikloheksimid) atau Dermatophyte test medium (DTM).
Perlu 7 - 10 hari untuk mulai tumbuh jamurnya. Dengan DTM ada perubahan
warna merah pada hari 2-3 oleh karena ada bahan fenol di medianya, walau belum
tumbuh jamurnya berarti jamur dematofit positif.3,12,14
Prinsip managemen untuk tinea kapitis yaitu terdiri dari pengobaan
sistemik, pengobatan topikal dan tindakan preventif. Tujuan pengobatan adalah
untuk mencapai klinis dan kesembuhan secepat mungkin serta mencegah
penyebaran.1
Pengobatan topikal antijamur tidak dianjurkan untuk terapi tunggal dalam
pengobatan tinea kapitis. Namun hal ini mungkin dapat mengurangi penularan
kepada orang lain dengan menurunkan pertumbuhan spora jamur. Selenium
sulfida, shampo ketokonazol dan shampo povidone iodine digunakan seminggu 2-
4 kali seminggu, untuk mengurangi spora jamur dan infeksivitas. Pada saat
menggunakan shampo sebaiknya didiamkan selama 5 menit sebelum dibilas.
Penggunaan obat-obat topikal konvensional yang digunakan misalnya asam
salisilat 2-4%, asam benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat
2-5% dan zat warna (hijau brilian 1% dalam cat Castellani) dikenal banyak ibat
topikal baru. Obat-obat baru ini diantaranya tolnaftat 2%, tolsiklat, haloprogin,
derivat-derivat imidazol, siklopiroksolamin dan naftifine masing-masing 1%.1,3,6,7
Griseofulvin merupakan turunan dari spesies penicillium mold.
Griseofulvin sebagai fungistatik dengan efek inhibitor RNA jamu, DNA,
menghambat sintesis asam nukleat, microtubular assembly, dan merusak sintesis
dinding sel. Dosis rekomendasi untuk tinea kapitis adalah 20mg/kg/hari untuk
micronized form dan 15mg/kg/hari untuk ultramicronized form atau 0,5-1 g untuk
orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak. Lama pengobatan umumnya 6-12
minggu. Terapi tergantung pada organisme ( misalnya infeksi T. tonsurans
mungkin memerlukan pengobatan jangka panjang ) tetapi bervariasi antara 8 dan
10 minggu . Efek samping termasuk mual dan ruam pada 8 ± 15 % . 16,4
Obat ini kontra indikasi pada kehamilan. Griseofulvin tidak larut dalam air
dan absorbsinya buruk dari saluran pencernaan. Sehingga untuk mempertinggi
absorpsi obat dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama-sama makanan yang
banyak mengandung lemak seperti susu, kacang, mentega. Efek samping
griseofulvin jarang dijumpai, namun keluhan utama ialah sefalgia pada 15%
penderita. Efek sampig lainnya dapat berupa gangguan traktus digestinus ialah
nausea, vomitus, dan diare. Griseovulvin juga bersifat fotosensitif dan dapat
mengganggu fungsi hepar.1,16
Daftar Pustaka
1. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 7th Ed. McGraw-Hill: New
York; 2008.
2. William. D, Timothy. G, Dirk. M. Andrew’s, Diseases of The Skin Clinical
Dermatology, 10th Ed. Saunders Elsevier Inc. Canada; 2006.
3. Suyoso, S. Tinea kapitis pada bayi dan anak. SMF Kesehatan Kulit dan
Kelamin FK Unair. Surabaya: 2008
4. Habif,P, Thomas, Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and
Therapy 4th edition. London: 2003
5. Ayanlowo. O, Akinkugbe. R, Oladele. R, Balogun. M. Prevalenve of Tinea
Capitis Infection among Primary School Children in a Rural Setting in South
West Nigeria. Journal of Public Health in Africa. Nigeria: 2014
6. Higgins. E. M, Fuller. L.C, Smith.C. H. Guidelines for the Management of
Tinea Capitis. British Journal of Dermatology. London: 2000
7. Bennazar. A, Grimalt. R. Management of Tinnea Capitis in Childhood.
Clinical, Cosmetic and Investigational Dermatologi. Spanyol: 2010
8. Rook’s, Textbook of Dermatology 7th Ed. Blackwell Publishing Inc.volume 3,
33. USA: 2004.
9. Jordaan. HF, The Diagnosis and Management of Tinea Capitis. SA
Pharmaceutical Journal. Afrika: 2006
10. Aztori. L, Aste. N, Pau. M. Tinea Capitis in Adult. Journal of Symptom and
Sign. Italy: 2014
11. Sidat. M, Correia. D, Buene. PT. Tinea Capitis Among Children at one
Suburhan Primary School in the City of Maputo Mozambique. Revista da
Sociedade Vrasilieira de Medicina Tropical. Mosambique: 2007
12. Calka. O, Gunes. S. Restrospective Evaluation of 104 Tinea Capitis cases.
Turkish Journal of Medical Sciences. Turki: 2013
13. Cervetti, Ornella. Tinea Capitis in Adults. Advances in Microbiology. Italy:
2014
14. Michaels. D. B, Rosso. J, Tinea Capitis in Infant. Case Report and Literature
Review. Nevada: 2012
15. Bose. S, Kulkarni. S. The Incidence of Tinea Capitis in a Tertiary Care Rular
Hospital- A Study. Microbiology Section. Italy: 2011
16. Tan Hon Jay, Rahardja. Obat-Obat Penting. IKAPI. Jakarta: 2005
REFLEKSI KASUS
TINEA KAPITIS
Oleh :
Nama : Syarah Dwi Saraswati
Stambuk : N 111 14 057
Pembimbing : Dr. Nur Rahma, M.Kes., Sp.KK
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2015