referensi regional onwj

32
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Blok Offshore North West Java (ONWJ) merupakan blok yang sudah beroperasi sejak tahun 1967. Blok ini sekarang pengoperasiannya dipegang oleh Pertamina Hulu Energi (2009), sebelumnya blok ini dioperasikan oleh British Petroleum (BP) dan Atlantic Richfield Indonesia Inc. (ARII). Blok ONWJ terletak di sepanjang utara laut Jawa, memanjang dari wilayah Jawa Barat sampai Jawa Tengah. Sub cekungan yang terdapat pada Cekungan Jawa Barat Utara antara lain Sub Cekungan Ciputat, Sub Cekungan Pasir Putih, Sub Cekungan Jatibarang, dan Sub Cekungan Arjuna. Daerah penelitian merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara (North West Java Basin), yaitu lebih tepatnya berada pada Sub Cekungan Arjuna bagian tengah (Central Arjuna). Sub Cekungan Arjuna berada pada bagian tengah dari Cekungan Jawa Barat Utara yang letaknya ± 90 km ke arah timur laut dari kota Jakarta. Sub Cekungan ini merupakan satu dari seri cekungan di ujung selatan lempeng mikro Sunda yang berupa sistem setengah graben/half graben (Gresko dkk, 1995). Sub Cekungan Arjuna dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian utara, tengah, dan selatan (Gresko dkk, 1995). Pembagian dari Sub Cekungan Arjuna bisa dilihat pada Gambar 2.1. Masing-masing bagian mempunyai luas ± 700 km 2 dan paling sedikit terdiri dari satu sistem setengah graben.

description

geologi regional daerah offshore north est java, arjuna basin.

Transcript of referensi regional onwj

Page 1: referensi regional onwj

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional

Blok Offshore North West Java (ONWJ) merupakan blok yang sudah

beroperasi sejak tahun 1967. Blok ini sekarang pengoperasiannya dipegang oleh

Pertamina Hulu Energi (2009), sebelumnya blok ini dioperasikan oleh British

Petroleum (BP) dan Atlantic Richfield Indonesia Inc. (ARII). Blok ONWJ

terletak di sepanjang utara laut Jawa, memanjang dari wilayah Jawa Barat

sampai Jawa Tengah.

Sub cekungan yang terdapat pada Cekungan Jawa Barat Utara antara lain

Sub Cekungan Ciputat, Sub Cekungan Pasir Putih, Sub Cekungan Jatibarang,

dan Sub Cekungan Arjuna. Daerah penelitian merupakan bagian dari Cekungan

Jawa Barat Utara (North West Java Basin), yaitu lebih tepatnya berada pada Sub

Cekungan Arjuna bagian tengah (Central Arjuna). Sub Cekungan Arjuna berada

pada bagian tengah dari Cekungan Jawa Barat Utara yang letaknya ± 90 km ke

arah timur laut dari kota Jakarta. Sub Cekungan ini merupakan satu dari seri

cekungan di ujung selatan lempeng mikro Sunda yang berupa sistem setengah

graben/half graben (Gresko dkk, 1995). Sub Cekungan Arjuna dibagi menjadi 3

bagian, yaitu bagian utara, tengah, dan selatan (Gresko dkk, 1995). Pembagian

dari Sub Cekungan Arjuna bisa dilihat pada Gambar 2.1. Masing-masing bagian

mempunyai luas ± 700 km2 dan paling sedikit terdiri dari satu sistem setengah

graben.

Page 2: referensi regional onwj

7

Gambar 2.1. Lokasi Sub Cekungan Arjuna pada Cekungan Jawa Barat Utara

(Noble dkk, 1997)

2.1.1. Sejarah Tektonik dan Kerangka Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara

Terdapat lima even tektonik yang mempengaruhi perkembangan

struktur dan juga stratigrafi di Cekungan Jawa Barat Utara (Gresko dkk,

1995), antara lain :

1. Pre Rift (Kapur Akhir-Awal Eosen)

Subduksi dan perkembangan busur meratus menghasilkan

metamorfisme regional pada passive margin dataran Sunda. Terjadi

deformasi, pengangkatan, erosi, dan pembekuan magma dalam kurun

Paleosen pada seluruh bagian di Arjuna (Gresko dkk, 1995).

Page 3: referensi regional onwj

8

2. Syn-Rift I (Eosen)

Lempeng Hindia bertumbukan dengan lempeng Eurasia menyebabkan

dextral wrenching pada bagian selatan Paparan Sunda. Periode ini

merupakan episode ekstensional yang mengawali terjadinya rifting.

Terdapat dua arah patahan yang mempengaruhi perkembangan fase Rift I

ini, berarah U 600 B sampai U 40

0 B dan berarah utara-selatan dengan arah

ekstensional U 300 - 70

0 T.

Endapan pada fase ini merupakan Formasi Jatibarang yang terdiri dari

sedimen asal daratan yang berumur Awal Oligosen terendapkan di atas

basement dan berada di bawah ketidakselarasan. Terdiri dari endapan

lakustrin dan vulkaniklastik yang terisolasi pada sistem half graben.

Endapan vulkanik pada Formasi Jatibarang terdiri dari vulkaniklastik

andesitik dan tuf (Gresko dkk, 1995).

3. Syn-Rift II (Oligosen)

Pada Awal Oligosen, vulkanisme dan rifting I berhenti di wilayah

Arjuna. Periode ini berlainan dengan even tumbukan di busur depan Jawa

dan Sumatera. Fase tumbukan ini menyebabkan reorientasi dari arah

kompresi regional yang menghasilkan beberapa pengangkatan regional dan

erosi sepanjang bagian selatan Paparan Sunda. Terjadi rifting kembali pada

akhir Awal Oligosen yang berhubungan dengan pergerakan lateral blok

Indocina dan membukanya Laut Cina Selatan.

Pada Akhir Oligosen terjadi penghentian pergerakan sistem patahan

pada semenanjung Malay dan Thailand, selanjutnya terjadi pengangkatan

yang menyebabkan pergantian arah provenance dari sekitar punggung

cekungan menjadi arah regional dari utara Paparan Sunda.

Sedimen pada fase ini merupakan endapan sedimen Formasi Talang

Akar Bagian Bawah yang terendapkan di atas Formasi Jatibarang. Litologi

pada Formasi Talang akar bagian bawah terdiri dari konglomerat masif dan

Page 4: referensi regional onwj

9

batupasir sedang-kasar, batulempung lakustrin dan paleosols. Kemudian

endapan ini disebut dengan Anggota Kontinental Formasi Talang Akar

(Ponto, 1998).

4. Post-Rift ( Oligosen Akhir - Miosen Awal)

Berhentinya pemekaran pada Laut Cina Selatan disebabkan tumbukan

antara fragmen Gondwana (Australia Timur/Papua) dengan batas timur

Paparan Sunda. Pada Oligosen Akhir, terendapakan Formasi Talang Akar

Bagian Atas yang terendapakan di atas Formasi Talang Akar Bagian

Bawah dan terendapkan pada bagian atasnya oleh batuan karbonat dari

Formasi Baturaja. Anggota ini terdiri dari perselingan batupasir halus-

sedang, batulempung, batulanau, batubara, dan batugamping yang

terendapkan pada kondisi umum transgresif.

Batupasir pada Anggota Deltaik Formasi Talang Akar umumnya

terpilah lebih baik dan berbutir lebih halus daripada anggota Kontinental

Formasi Talang Akar. Terdapat pula endapan batubara dengan jumlah yang

cukup banyak pada bagian bawah dan berkurang ke arah atas seiring

perubahan setting pengendapan menuju marine Talang Akar. Pada Miosen

Awal terendapkan Formasi Baturaja yang terdiri dari batuan karbonat

selaras di atas Formasi Talang Akar Bagian Atas (Gresko dkk, 1995).

5. Inversi (Miosen Tengah – Miosen Akhir)

Barat laut Australia bertumbukan dengan Palung Sunda yang

mengakibatkan terjadinya rezim kompresi pada cekungan Arjuna. Endapan

yang dihasilkan pada fase ini, terdiri dari Formasi Cibulakan dan Formasi

Cisubuh.

Page 5: referensi regional onwj

10

2.1.2. Stratigrafi Regional

Secara keseluruhan terdapat enam unit Formasi yang terdapat pada

daerah penelitian. Formasi ini berkisar dari Oligocene-Resent dan

terendapkan pada lingkungan non marin, marginal marin dan laut dangkal.

Kolom stratigrafi dari Cekungan Jawa Barat Utara dapat dilihat pada Gambar

2.2. Formasi-formasi tersebut dari tua ke muda antara lain:

1. Basement

Basement terdiri dari batuan metamorfik (metaquartzite).

2. Formasi Talang Akar

Formasi Talang Akar merupakan unit sedimen tertua yang berumur

Oligosen-Awal Miosen. Formasi Talang Akar ini terdiri dari dua bagian

antara lain Formasi Talang Akar Atas dan Formasi Talang Akar Bawah.

Formasi Talang Akar Atas terdiri dari batulempung, batugamping dengan

sedikit lapisan-lapisan tipis batubara. Formasi Talang Akar Bawah terdiri

dari batulempung karbonat, batupasir, bitumen, dan batubara antrasit.

Pada bagian bawahnya terdapat batupasir konglomeratik dan

batulempung non-kalkareous.

Batulempung pada formasi ini berwarna kecoklatan-abu-abu, lanauan,

secara lokal bergradasi menjadi bataulanau, non-calcareous, dan terdapat

jejak burrow setempat. Batupasir berkisar sangat kasar-konglomeratik

setempat, menyudut membundar tanggung, lanauan, dan bermatriks non-

calcareous. Pada batupasir juga terdapat sebagian kecil lamina-lamina

batubara dan struktur sedimen gradded bedding. Porositas pada batupasir

beragam dari baik-buruk. Sementara batugamping pada Formasi Talang

Akar Bagian Atas berwarna krem-putih, terkristalisasi, sebagian

terdolomitisasi dan terdapat foram besar.

Secara umum berdasarkan data biostratigrafi diketahui bahwa Formasi

Talang Akar Bagian Atas terendapkan pada lingkungan inner sublitoral-

Page 6: referensi regional onwj

11

outer litoral dan Formasi Talang Akar Bagian Bawah terendapkan pada

lingkungan litoral-continental supralitoral (Bishop, 2000).

3. Formasi Baturaja

Formasi ini terbentuk pada Miosen Bawah, terdiri dari batugamping

masif, terekristalisasi sedang-kuat dan sebagian mengalami dolomitisasi.

Berwarna putih-krem, tersusun atas nodul-nodul rijang dan jarang

terdapat foram besar, tersementasi sedang dan memiliki matriks kristalin.

Batugamping formasi ini memiliki porositas buruk. Formasi Baturaja

terendapkan pada lingkungan marin khususnya inner sublitoral (Bishop,

2000).

4. Formasi Cibulakan Atas

Berumur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, interval formasi ini

adalah pada bagian bawah batugamping Formasi Parigi sampai bagian

atas Formasi Baturaja. Formasi Cibulakan Atas terdiri dari batulempung

dan batupasir dengan lapisan tipis batugamping. Batulempung berwarna

abu-abu hijau calcareous-non-calcareous, dibeberapa bagian

batulempung ini bergradasi menjadi batulanau seiring dengan

bertambahnya kedalaman.

Batupasir pada Interval Main berbutir halus-kasar dan terpilah buruk,

terdapat glaukonit dibeberapa bagian dan berporositas sedang-baik.

Semakin ke arah bawah batupasirnya menjadi lebih berbutir halus,

terpilah lebih baik, glaukonitik, dan tersusun atas runtuhan cangkang dan

bersifat calcareous. Sedimentasi pada formasi ini terjadi pada laut

terbuka (inner-middle sublitoral) (Bishop, 2000).

Page 7: referensi regional onwj

12

5. Formasi Parigi

Formasi Parigi terbentuk pada Miosen Atas, terdiri dari batugamping

masif yang tersusun atas cangkang serta batulempung yang terendapkan

di atasnya. Batugamping dari Formasi Parigi ini berwarna putih-krem,

dapat diremas, bertekstur packstone-grainstone yang terkristalisasi,

tersusun atas glaukonit, foraminifera besar, runtuhan cangkang dan koral.

Sementara batulempung yang ada sama dengan litologi yang terdapat di

Formasi Cisubuh namun secara umum tersusun atas material cangkang

dan fauna bentonik. Batugamping Formasi Parigi secara keseluruhan

terbentuk pada lingkungan laut (inner-middle sublitoral) (Bishop, 2000).

6. Formasi Cisubuh dan Sedimen Resen

Formasi ini terbentuk pada Miosen Atas - Resent, terdiri dari

batulempung dan batulanau dengan lapisan tipis batupasir dan

batugamping dolomitik. Batulempung berwarna abu-abu-kehijauan-

cokelat keabuan, karbonan, lanauan, dan bergradasi menjadi batulanau.

Batulempung ini juga tersusun atas glaukonit dan runtuhan cangkang.

Sementara batupasir yang ada berbutir halus-sedang, tersusun atas

kuarsa, fragmen litik, dan material piroklastik. Pada bagian paling atas

terdapat sedimen Recent, yang terdiri dari batulempung, kuarsa alluvial

dan sedimen vulkaniklastik (Bishop, 2000)

Page 8: referensi regional onwj

13

Gambar 2.2. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Noble dkk, 1997)

Page 9: referensi regional onwj

14

2.1.3. Sistem Petroleum Cekungan Jawa Barat Utara

Sistem petroleum pada cekungan Jawa Barat Utara berasal dari tujuh sub

cekungan, yaitu sub cekungan Jatibarang, sub cekungan Cipunegara/E-15

Graben, sub cekungan Kepuh, sub cekungan Pasir Bungur, sub cekungan

Ciputat, sub cekungan Arjuna Selatan, dan sub cekungan Arjuna Tengah

(Noble dkk, 1997).

1. Batuan Sumber (Source Rock)

Terdapat tiga tipe penting batuan sumber pada cekungan Jawa Barat

Utara, yaitu: serpih rawa (lacustrine shales) pada tipe ini sebagian besar

cenderung menghasilkan minyak (mainly oil prone), batubara-batubara

dan serpih-serpih yang berasal dari delta (fluvio deltaic coals and shales)

pada tipe ini cenderung menghasilkan minyak dan gas (oil and gas prone),

batulempung-batulempung laut (marine claystones) pada tipe ini

cenderung banyak terdapat bakteri gas (bacterial gas). Studi-studi

geokimia dari minyak-minyak mentah menemukan pada lapangan-

lapangan di darat (onshore Java fields) dan lapangan-lapangan di laut

(offshore Arjuna fields) menunjukkan batuan sumber paling utama

terdapat pada tipe batubara-batubara (coals) dan serpih-serpih (shales)

yang berasal dari delta (fluvio-deltaic) pada Formasi Talang Akar Bagian

Atas (Bishop, 2000). Batuan sumber pada cekungan Jawa Barat Utara

berasal dari Formasi Talang Akar yang terendapkan pada lingkungan delta

dengan hasil pengendapan berupa batubara dan serpih (shale).

2. Jalur Migrasi (Migration Pathways)

Jalur migrasi pada cekungan Jawa Barat Utara berasal dari tujuh sistem

yang berada pada bagian darat (onshore) dan bagian lepas pantai

(offshore). Ketujuh sistem tersebut adalah sistem Jatibarang, sistem

Cipunegara/E-15, sistem Pasir Bungur, sistem Kepuh, sistem Ciputat,

Page 10: referensi regional onwj

15

sistem Arjuna Selatan, dan sistem Arjuna Tengah. Batuan-batuan sumber

Talang Akar merupakan batuan sumber yang penting dan berbagai

reservoir secara horizontal diisi dari sumber Talang Akar (Noble dkk,

1997).

3. Batuan Reservoir (Reservoir Rocks)

Semua formasi yang ada di cekungan Jawa Barat Utara mulai dari Formasi

Jatibarang sampai Formasi Parigi mempunyai interval lapisan yang bagus

untuk menjadi batuan reservoir.

4. Tipe-tipe Perangkap (Trap Styles)

Model struktur dan mekanisme perangkap sangat mirip di semua sistem

petroleum cekungan Jawa Barat Utara. Struktur utama mencirikan kubah

antiklin yang lebar dan perangkap pembelokan (tilted fault block traps).

Karbonat tumbuh (carbonat buildups) dalam Formasi Batu Raja, interval

Main, dan interval Parigi juga menjadi perangkap-perangkap yang bagus.

Perangkap stratigrafi juga ditemukan ketika bagian pasir menumpang

(onlap) dan dasar dari batuan dasar tinggi (drape basement highs).

Perangkap-perangkap itu terbatas pada Interval Talang Akar. Walaupun

stratigrafi pinchouts dari bagian reservoir juga ditemukan (Noble dkk,

1997).

Page 11: referensi regional onwj

16

2.2. Geologi Lapangan DTE

Lapangan DTE merupakan lapangan hidrokarbon yang berada pada Sub

Cekungan Arjuna bagian tengah. Secara geografis, lapangan ini terletak pada

daerah lepas pantai barat laut Jawa, sekitar 161 km dari kota Jakarta ke arah

timur laut. Lapangan DTE berbatasan dengan lapangan FI di sebelah timur,

Lapangan FN di sebelah tenggara, dan Lapangan E di sebelah barat.

Struktur geologi yang berkembang pada lapangan DTE ini merupakan

struktur sesar, yang terdiri dari dua sesar turun mayor yang mengapit daerah

penelitian. Struktur sesar turun ini berarah timur laut (lebih ke utara) dengan

kemiringan bidang sesar ke arah barat daya (lebih ke barat).

Stratigrafi pada lapangan DTE mempunyai susunan yang hampir sama

dengan stratigrafi regional cekungan Jawa Barat Utara, hanya saja pada

Lapangan DTE ini Formasi Jatibarang tidak ditemukan. Lapangan DTE tersusun

atas lima formasi, yaitu dari tua ke muda :

a. Formasi Talang Akar (Eosen-Oligosen)

b. Formasi Baturaja (Oligosen Akhir-Miosen Awal)

c. Formasi Cibulakan Atas (Miosen Tengah)

d. Formasi Parigi (Miosen Akhir)

e. Formasi Cisubuh (Miosen Akhir-Pliosen)

Ketidakhadiran Formasi Jatibarang pada daerah penelitian diakibatkan pada

saat pengendapan Formasi Jatibarang, batuan dasar pada daerah ini merupakan

tinggian.

Sedangkan sistem Petroleum yang menyusun Lapangan DTE terdiri atas :

1. Batuan Sumber (Source Rocks)

Batuan sumber pada lapangan DTE berasal dari Formasi Talang Akar

deltaik. Batuan sumber tersebut berasal dari batuan berumur Oligosen

yang terendapkan pada lingkungan delta dengan hasil pengendapan berupa

Page 12: referensi regional onwj

17

batubara dan serpih. Endapan batubara dan serpih inilah yang utama

berperan sebagai batuan sumber pada lapangan DTE. Tipe batuan sumber

ini cenderung menghasilkan minyak dan gas (oil and gas prone).

2. Jalur Migrasi (Migration Pathways)

Jalur migrasi yang mengisi hidrokarbon pada reservoir lapangan DTE

merupakan sistem Cipunegara E-15. Hidrokarbon bermigrasi dari batuan

sumber ke batuan reservoir pada lapangan DTE secara horizontal dengan

arah utara – selatan.

Gambar 2.3. Jalur Migrasi Sistem Cipunegara-E15 pada Lapangan DTE

(Noble dkk, 1997)

Page 13: referensi regional onwj

18

3. Batuan Reservoir (Reservoir Rocks)

Batuan reservoir pada lapangan DTE terdiri dari batupasir dan

batugamping yang berselang-seling dengan keberadaan batulempung.

Sedangkan batuan reservoir dari zona DTE-22B tersusun atas batupasir.

Batupasir yang menyusun zona reservoir DTE-22B merupakan batupasir

tebal yang berasal dari Interval Main Formasi Cibulakan Atas. Batupasir

tebal ini diketahui menyimpan potensi hidrokarbon dalam jumlah yang

cukup besar.

Gambar 2.4. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara dan Contoh Log Sumur

DTEA-1, sebagai perbandingan (mod. from Nobel dkk, 1997)

Page 14: referensi regional onwj

19

4. Tipe Perangkap (Trap Styles)

Tipe perangkap yang terdapat pada lapangan DTE berupa perangkap

struktur, yaitu tilted fault block traps. Perangkap ini merupakan perangkap

struktur sesar turun yang miring ke arah utara-selatan (PHE ONWJ

internal report, 1981).

Gambar 2.5. Tipe Perangkap pada Cekungan Jawa Barat Utara

(Noble dkk, 1997)

5. Batuan Penutup (Cap Rock)

Batuan penutup pada lapangan DTE berupa batulempung berumur

Miosen. Batulempung ini berperan sebagai batuan penutup dan diketahui

berselang-seling dengan batupasir yang merupakan batuan reservoir.

Page 15: referensi regional onwj

20

2.3. Sistem Petroleum

Menurut Harsono (1997) minyak dan gas bumi merupakan senyawa

hidrokarbon, berasal dari bahan organik dalam batuan induk yang mengalami

proses pematangan. Adanya akumulasi minyak dan gas bumi di bawah

permukaan memerlukan beberapa syarat yang dikenal sebagai petroleum system

yaitu batuan induk (source rock) yang matang, batuan reservoir (reservoir rock)

yang porous dan permeable, perangkap (trap), batuan penutup (cap rock) yang

impermeable, serta waktu migrasi (proper timing of migration) yang

memungkinkan minyak dan gas bumi bermigrasi dan terjebak dalam perangkap

(trapping mechanism).

Gambar 2.6. Petroleum System (www.earthscienceworld.org)

Berikut penjelasan mengenai masing-masing sistem petroleum:

a. Batuan Induk (Source Rock)

Batuan induk adalah batuan sedimen yang sedang, akan, atau telah

menghasilkan hidrokarbon. Batuan induk ini adalah sumber daripada

hidrokarbon, sehingga tanpa adanya batuan induk ini tidak akan ada

hidrokarbon yang terbentuk. Batuan induk ini memerlukan beberapa syarat

untuk dapat menghasilkan hidrokarbon, antara lain tercapainya kondisi

Page 16: referensi regional onwj

21

kematangan termal dan tersusun atas material organik yang cukup tinggi.

Batuan induk tersusun dari material organik yang berasal dari darat

(terestrial) atau asal laut (marine). Batuan yang dapat dijadikan sebagai

batuan induk adalah batuan sedimen klastik halus seperti batulempung,

serpih dan napal. Material organik yang terdapat pada batulempung antara 1-

2%. Batulempung yang tersusun atas material organik kurang dari itu tidak

dapat menjadi batuan hidrokarbon.

b. Migrasi Hidrokarbon

Migrasi merupakan proses berpindahnya minyak atau gas bumi yang

terbentuk dari batuan induk ke batuan penyimpan sampai dimana minyak dan

gas bumi tidak dapat berpindah lagi. Sebagian besar hidrokarbon bermigrasi

menuju permukaan sebagai rembesan minyak, sebagian lagi terhenti

migrasinya karena adanya perangkap hidrokarbon. Migrasi petroleum dibagi

ke dalam dua tahap. Tahap migrasi primer adalah pada saat fluida hidrokarbon

berpindah dari batuan sumber hingga mencapai ke batuan yang permeabel.

Tahap migrasi sekunder adalah ketika fluida bergerak dari batuan permeabel

hingga terperangkap di bawah lapisan impermeabel (Koesoemadinata, 1980).

Page 17: referensi regional onwj

22

Gambar 2.7. Migrasi primer dan sekunder (Koesoemadinata, 1980)

Waktu migrasi amat menentukan dalam suatu petroleum system.

Adanya waktu migrasi yang tidak tepat dalam suatu petroleum system, akan

mengakibatkan tidak adanya akumulasi hidrokarbon terbentuk pada suatu

reservoir. Sebagai contoh, pada saat batuan induk telah mencapai suatu

kematangan termal tertentu dan menghasilkan hidrokarbon sedangkan

perangkap dan sistem tersebut belum terbentuk, maka hidrokarbon yang

dihasilkan akan mengalir hilang dan tidak akan membentuk akumulasi

hidrokarbon.

c. Batuan Reservoir

Batuan reservoir adalah wadah permukaan yang diisi dan dijenuhi oleh

minyak dan gas bumi. Pada hakekatnya setiap batuan dapat bertindak sebagai

batuan reservoir asal mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan

melepaskan minyak bumi. Dalam hal ini batuan reservoir harus menyandang

dua sifat fisik penting, yaitu harus mempunyai porositas yang memberikan

Page 18: referensi regional onwj

23

kemampuan untuk menyimpan, dan juga kelulusan atau permeabilitas. Jadi

secara singkat dapat disebut bahwa batuan reservoir harus berongga-rongga atau

berpori-pori yang berhubungan.

Batuan reservoir adalah batuan sedimen yang umunya mempunyai

butiran kasar dan porous dengan permeabilitas yang tinggi, sehingga

hidrokarbon dapat terakumulasi dan mengalir di dalamnya. Batuan yang paling

banyak dijumpai adalah batupasir dikarenakan porositas dan permeabilitasnya

yang tinggi. Batuan karbonat juga merupakan batuan reservoir yang baik

dikarenakan adanya pori-pori dan rongga yang besar pada batuan ini.

d. Perangkap reservoir (Reservoir Trap)

Perangkap adalah suatu kondisi ketika hidrokarbon tidak dapat

mengalir keluar dan terjebak di dalam batuan reservoir. Fungsi dan perangkap

ini adalah untuk menampung adanya aliran hidrokarbon dan

mengakumulasinya pada perangkap tersebut. Tanpa adanya perangkap,

hidrokarbon akan mengalir hilang dan tidak akan terjadi suatu akumulasi

hidrokarbon. Perangkap merupakan bentuk geometri struktur atau lapisan

sedemikian rupa sehingga tubuh reservoir terkurung atau tersekat oleh batuan

yang impermeabel (batuan penyekat). Jadi seolah-oleh minyak tercebak atau

tersangkut pada batuan reservoir, tidak bisa lepas atau bermigrasi lebih lanjut.

Perangkap atau trap diklasifikasikan ke dalam tiga jenis perangkap,

meskipun ada beberapa ahli menetapkan klasifikasi perangkap berdasarkan

faktor lain. Jenis perangkap tersebut yaitu perangkap struktur, perangkap

stratigrafi, dan perangkap kombinasi struktur – stratigrafi (Levorsen 1957,

dalam Koesoemadinata, 1980).

e. Batuan penutup (Cap Rock)

Batuan penutup adalah batuan yang memiliki permeabilitas dan

porositas yang rendah, sehingga menghambat adanya petroleum dalam

Page 19: referensi regional onwj

24

reservoir untuk bermigrasi. Batuan penutup merupakan suatu batuan sedimen

yang kedap air sehingga minyak dan gas bumi yang ada di dalam reservoir

tidak dapat keluar lagi. Batuan penutup yang umum adalah serpih (shale) dan

batuan evaporit.

2.4. Well Logging

Well logging merupakan salah satu metode dalam eksplorasi minyak bumi

yang dilakukan pada kegiatan pemboran. Dari kegiatan logging ini akan didapat

informasi-informasi mengenai sifat fisik batuan, sehingga dapat diperkirakan

keterdapatan hidrokarbon pada suatu reservoir.

Parameter- parameter fisika batuan utama yang diukur meliputi temperatur,

tahan jenis, densitas, porositas, permeabilitas dan sebagainya. Sifat-sifat fisik

batuan tersebut tergambar dalam bentuk kurva-kurva log.

Log merupakan suatu grafik kedalaman, dari satu set data yang menunjukkan

parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur.

(Harsono, 1997).

a. Log Spontaneous Potential (SP)

Menurut Harsono (1997) log SP (Spontaneous Potential) merupakan

hasil dari pengukuran beda potensial arus searah antara elektroda di

dalam lubang bor dengan elektroda di permukaan. Beda potensial ini

terjadi karena adanya perbedaan elektrokimia antara air formasi dengan

lumpur pengeboran. Beda potensial inilah yang kemudian direkam dalam

bentuk log. Pada daerah yang mengandung shale (shaly sections), nilai

SP maksimum akan berdefleksi ke kanan dan dapat digunakan sebagai

shale base-line.

Log ini selalu diletakkan di sebelah kiri kolom kedalaman bersama-

sama dengan log GR. Satuannya yaitu milivolt (mV). Defleksi positif

ataupun negatif terjadi karena adanya beda potensial dari arus listrik

Page 20: referensi regional onwj

25

alami yang ada pada batuan yang ditimbulkan oleh perbedaan salinitas

(konsentrasi NaCl) yang ada di dalam formasi dan lumpur pengeboran.

SP logs merupakan indikator yang baik untuk litologi di daerah

batupasir permeabel dan terisi air, akan tetapi SP logs tidak dapat

sepenuhnya membedakan litologi-litologi seperti batupasir tersemen kuat

(tightly cemented sandstone) dengan minyak yang mengandung bitumen

(bitumen-saturated oil). Jika formasi di bawah permukaan mengandung

lebih banyak fresh water dibanding saline water, defeksi SP akan

melonjak atau bahkan membalik dan normal, tergantung salinitas dari

lumpur pengeboran.

Log SP hanya dapat menunjukkan lapisan permeable, namun tidak

dapat mengukur harga absolut dari permeabilitas maupun porositas dari

suatu formasi.

b. Log Gamma Ray

Gamma ray log merupakan log yang digunakan untuk mengukur

emisi dari gamma ray alam pada berbagai lapisan pada sumur pemboran

(Harsono,1997). Pengukuran ini berhubungan dengan komposisi isotop

radiogenic dari potassium, uranium dan thorium. Pada batuan sedimen

unsur-unsur radioaktif banyak terkonsentrasi pada shale/clay, maka log

GR sangat berguna untuk mengetahui besar kecilnya keterdapatan shale

pada lapisan permeabel. Radioaktivitas batuan yang diukur oleh gamma

tool adalah fungsi langsung dari keterdapatan lempung dan juga ukuran

butir serta energi pengendapan. Meningkatnya komposisi lempung

menandakan menurunnya energi pengendapan, begitu pula sebaliknya.

Gamma Ray memiliki satuan GAPI (Gamma American Petroleum

Institute). Skala kurva GAPI biasanya berkisar antara 0-150 (tergantung

karakteristik dari defleksi kurva gamma ray pada lapisan). Dengan

menarik garis GR yang mempunyai harga minimum dan garis maksimum

Page 21: referensi regional onwj

26

pada suatu penampang log, maka kurva GR yang jatuh antara kedua garis

tersebut merupakan indikasi adanya lapisan shaly.

Pembacaan log GR tidaklah selalu ideal dan terdapat beberapa

pengecualian. Tubuh batupasir yang memiliki glaukonit dan mika, atau

keterdapatan yang rendah akan potassium feldspar pada shale akan

memberikan pengecualian pada pembacaannya. Batupasir yang

seharusnya memberikan pembacaan Gamma Ray rendah akan dapat

memberikan pembacaan bernilai tinggi bila terdapat glaukonit dan mika

yang kaya akan potassium.

Log SP dan log sinar gamma terutama digunakan untuk membedakan

antara batuan reservoir dan non reservoir. Selain itu juga penting di

dalam pekerjaan korelasi dan evaluasi keterdapatan serpih di dalam suatu

formasi. Penentuan zona permeabel dan non permeabel ini didasarkan

pada volume shale (Vshale). Secara umum zona permeabel akan

ditunjukkan oleh jumlah Vshale yang lebih sedikit dibandingkan zona

non permeabel. Pada Gambar 3.2 menunjukkan defleksi log gamma ray

pada beberapa litologi.

Page 22: referensi regional onwj

27

Gambar 2.8. Defleksi log gamma ray pada beberapa litologi (Dewan,1983)

c. Log Resistivitas

Menurut Harsono (1997) resistivity log atau log tahanan jenis

resistivitas merupakan log yang mengukur tahanan dari fluida dalam

pori-pori batuan terhadap aliran elektrik. Sifat menghantar listrik pada

batuan merupakan fungsi dari air yang mengisi pori-pori batuan. Log

resistivitas digunakan untuk evaluasi fluida di dalam formasi. Pada

sumur-sumur tua yang hanya menggunakan sedikit jenis log, log

resisitivitas sangat berguna untuk picking bagian top dan bottom dari

formasi, dan untuk korelasi sumur.

Batuan berpori yang dijenuhi air tawar mempunyai resistivitas tinggi,

oleh karena itu log ini dapat digunakan untuk memisahkan serpih dari

batupasir dan batugamping. Ketika suatu formasi dibor, air lumpur

pemboran akan masuk ke dalam formasi dan dinding lubang bor sehingga

membentuk tiga zona yaitu zona terinvasi (flushed/ invaded zone), zona

Page 23: referensi regional onwj

28

transisi (mixed zone) dan zona tak terinvasi (uninvaded zone). Pada

Gambar 3.3 menunjukkan pembagian dari ketiga zona ini.

Gambar 2.9. Model formasi, pembagian zona dan simbol-simbol parameter

(mod. Ridder, 1996)

d. Log Densitas

Log Densitas adalah kurva yang menunjukkan besarnya densitas bulk

density (ρr) dari batuan yang ditembus lubang bor. Log densitas

mengukur densitas semu formasi menggunakan sumber radioaktif yang

ditembakkan ke formasi dengan sinar gamma yang tinggi dan mengukur

jumlah sinar gamma rendah yang kembali ke detektor. Prinsip metode ini

adalah mencatat harga bulk density (ρb) berdasarkan jumlah pencacahan

sinar gamma yang diterima oleh detektor, yang merupakan fungsi atau

indikasi dari rapat massa elektron formasi batuan. Sinar gamma dengan

kecepatan tinggi ini akan menumbuk elektron-elektron di dalam formasi

Page 24: referensi regional onwj

29

dan setiap bertumbukan sinar gamma akan kehilangan energinya.

Banyaknya energi yang hilang ini menunjukkan densitas elektron di

dalam formasi dan dianggap mewakili dari densitas formasi. Energi yang

hilang akibat tumbukan inilah yang akan dibaca oleh sensor.

Kegunaan dari log densitas adalah dapat menghitung densitas,

menghitung porositas, dan menentukan keterdapatan fluida (cross plot

dengan log neutron). Pada penampilan log, kurva densitas diskala secara

langsung dalam g/cc. Jika alatnya dikerjakan tersendiri, skala dari kurva

RHOB biasanya 2-3 g/cc. Tetapi biasanya alat densitas dikerjakan

bersama-sama dengan alat neutron, maka skalanya diatur menjadi 1.95 –

2.95 g/cc, hal ini dilakukan untuk memudahkan pembacaan porositas

karena tanggapan alat densitas dan neutron akan sama pada lapisan

gamping kandung air (Harsono, 1997).

e. Log Neutron

Menurut Harsono (1997) log neutron merupakan log yang berfungsi

untuk menentukan besarnya porositas suatu bataun. Prinsip dasar dari log

ini adalah memancarkan neutron secara terus menerus dan konstan pada

suatu lapisan batuan. Neutron Porosity log tidaklah mengukur porositas

sesungguhnya dari batuan, melainkan yang diukur adalah komposisi

hidrogen yang terdapat pada pori-pori batuan.

Secara sederhana, semakin berpori batuan semakin banyak komposisi

hidrogen dan semakin tinggi indeks hidrogen. Sehingga, serpih yang

banyak memiliki hidrogen dapat ditafsirkan memiliki porositas yang

tinggi pula. Untuk mengantisipasi uncertainty tersebut, maka pada

prakteknya, interpretasi porositas dapat dilakukan dengan

mengelaborasikan log densitas.

Penggabungan antara neutron porosity log dan density porosity log

sangat bermanfaat untuk mendeteksi zona gas dalam reservoir. Hal ini

Page 25: referensi regional onwj

30

ditandai dengan pemisahan yang besar pada rekaman log dengan posisi

neutron logs di sebelah kanan dari density logs. Formasi yang

mengandung gas akan mempunyai porositas netron yang rendah

dibanding dengan formasi yang mengandung minyak atau air. Hal ini

dikarenakan densitas hidrogen yang rendah pada gas.

f. Log Sonik

Log sonic hampir sama dengan log densitas dan log neutron,

digunakan untuk menentukan harga porositas batuan, mengukur

kecepatan gelombang suara di dalam batuan. Kecepatan ini tergantung

pada litologi, jumlah ruang pori yang saling berhubungan, Jenis fluida

yang ada dalam pori. Log ini sangat berguna untuk memisahkan lapisan

dengan kecepatan yang sangat rendah seperti batubara atau poorly

cemented sandstone.

Menurut Harsono (1997) log sonic adalah log yang menggambarkan

waktu kecepatan suara yang dikirimkan/dipancarkan kedalam formasi

sehingga pantulan suara yang kembali diterima oleh receiver. Waktu

yang diperlukan gelombang suara untuk sampai ke receiver disebut

interval transit time atau t. Besar atau kecilnya t yang melalui suatu

formasi tergantung dari jenis batuan dan besarnya porositas batuan serta

isi komposisi penyusun dalam batuan.

Page 26: referensi regional onwj

31

2.5. Interpretasi Lingkungan Pengendapan Berdasarkan Bentuk Kurva Log

Lingkungan pengendapan adalah suatu area di permukaan bumi yang secara

fisik, kimia dan biologi berbeda dari area di sekitarnya (Selley, 1985). Suatu

lingkungan pengendapan memungkinkan sebagai tempat terjadinya erosi,

kesetimbangan/ equilibrium (non deposisi dan non erosi) dan deposisi (Selley,

1985). Suatu interval pola log tertentu mencerminkan suatu siklus pengendapan

tertentu di suatu lingkungan pengendapan (Serra, 1989). Contohnya log GR

(Gamma Ray) dan log SP (Spontaneous Potential) yang mencerminkan variasi

dalam suatu suksesi ukuran besar butir (Selley, 1978; dalam Waker & James,

1992). Dari data log sumur dapat dikenali beberapa bentuk dasar yang dapat

dipergunakan untuk menentukan fasies pengendapan suatu tubuh sedimen.

Bentuk-bentuk dasar tersebut adalah blocky (cylindrical), serrated (irregular),

bell shape, funnel shape, symetrical dan asymetrical.

1. Pola Blocky

Blocky merupakan bentuk dasar yang menunjukkan homogenitas batuan.

Bentuk ini diasosiasikan dengan endapan sedimen eolian, dune, braided

channel, carbonate shelf, reef, atau submarine channel fill.

2. Pola Serrated

Bentuk serrated dianggap sebagai bentuk yang mempresentasikan

heterogenitas batuan. Bentuk serrated di asosiasikan dengan endapan

sedimen flood plain, carbonate slope, canyon fill, alluvial plain. Umumnya

mengindikasikan perlapisan tipis-tipis antara sedimen kasar dan halus.

Endapan tipis berbutir kasar mungkin herupa crevasse splay, overbank

deposit dalam laguna, turbidit dalam endapan laut dalam atau lapisan yang

teracak-acak.

Page 27: referensi regional onwj

32

3. Pola Bell

Bentuk bell selalu diasosiasikan sebagai gradasi butir menghalus ke atas.

Bentuk ini diasosiasikan sebagai endapan fluvial point bar, tidal point bar,

transgressive shelf sand, submarine channel atau endapan turbidit.

4. Pola Funnel

Bentuk funnel merupakan kebalikan dari bentuk bell yang diasosiasikan

sebagai gradasi butir mengkasar ke atas. Bentuk ini dapat dihasilkan dari

endapan delta front (distributary mouth bar), crevasse splay, beach, barrier

beach, shoreface, prograding self sand ataupun submarine fan lobe.

Gambar 2.10. Respon Log Gamma Ray terhadap ukuran butir (Kendall, 2003)

Page 28: referensi regional onwj

33

2.6. Karakteristik Reservoir

Reservoir adalah bagian dari kerak bumi yang berisi minyak dengan gas

murni (Koesoemadinata, 1980) dan reservoar juga dapat dikatakan sebagai

wadah atau tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi di bawah permukaan

bumi (Levorsen, 1958; dalam Koesoemadinata, 1980).

Kualitas dari suatu reservoir ditentukan oleh kapasitas penyimpanan

hidrokarbon dan kemampuan untuk melewatkan fluida tersebut. Hal ini secara

langsung berhubungan dengan porositas efektif dan ukuran reservoir

(geometrinya) serta permeabilitas batuan. Porositas efektif adalah persentase

volume dari pori-pori yang berhubungan dalam batuan. Permeabilitas pada

batuan diukur dari kemampuan batuan untuk melewatkan fluida. Permeabilitas

adalah fungsi dari ukuran, bentuk dan distribusi saluran pori-pori batuan, jenis

dan jumlah kehadiran fluida, tingkat aliran fluida dan perbedaan tekanan

sepanjang aliran. Pada batuan klastik, walaupun hubungan porositas dan

permeabilitas bervariasi namun pada umumnya makin tinggi suatu porositas

maka akan semakin tinggi pula permeabilitasnya. Penggolongan porositas

berdasar nilainya dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 2.1. Klasifikasi nilai porositas (Koesoemadinata, 1980)

Nilai (%) Kategori

0-5

5-10

10-15

15-20

20-25

>25

Tidak berarti

Jelek

Cukup

Baik

Sangat baik

Istimewa

Page 29: referensi regional onwj

34

2.7. Cadangan Hidrokarbon

Dalam industri migas, reserves didefinisikan sebagai sebagai jumlah

minyak, gas alam, dan zat ikutan (solution gas, kondensat, gas alam cair dan

belerang) yang dapat diproduksi dari suatu reservoir dan bernilai ekonomis pada

masa yang akan datang.

Reserves memiliki pengertian yang berbeda dengan resources, reserves

merupakan bagian dari reseources. Resources adalah jumlah keseluruhan

minyak, gas, dan zat ikutan (related substances) yang diperkirakan dari suatu

reservoir pada waktu tertentu, telah dapat diproduksikan ditambah dengan

perkiraan cadangan yang akan datang (future initial volumes in place).

Oil reserve atau cadangan minyak adalah jumlah minyak yang ada yang

dapat dihasilkan atau diproduksikan ke permukaan secara komersial untuk harga

minyak dan ongkos operasi sesuai dengan teknologi yang ada pada saat ini.

2.7.1. Cadangan di Tempat (Initial Oil in Place)

Initial oil in place mempunyai pengertian jumlah minyak mula-mula

yang menempati sebuah reservoir, tidak ada kaitannnya dengan kelakuan

reservoir tersebut atau dapat juga diartikan sebagai jumah minyak atau gas

dalam suatu reservoir yang dihitung secara volumetris berdasarkan data

geologi serta pemboran, atau material balance berdasarkan data sifat-fisik

fluida dan batuan reservoir produksi serta ulah/kelakukan reservoir, atau

dapat juga dengan cara perhitungan simulasi reservoir (Wahyono, 2008).

Istilah cadangan mempunyai beberapa pengertian, sebagai berikut :

1. Initial Oil in Place, jumlah total minyak yang mula-mula ada didalam

suatu reservoir sebelum reservoir tersebut diproduksikan.

2. Ultimate Recovery, yaitu jumlah hidrokarbon yang dapat diproduksikan

sampai dengan batas ekonomisnya.

Page 30: referensi regional onwj

35

3. Recovery Factor, angka perbandingan antara hidrokarbon yang dapat

diproduksi (recovery reserve) dengan jumlah minyak mula-mula di

dalam suatu reservoir.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menghitung

cadangan hidrokarbon, salah satunya adalah metode volumetrik. Metode

volumetrik adalah metode perkiraan cadangan yang umum digunakan pada

tahap awal dari suatu lapangan minyak maupun gas. Untuk perhitungan

cadangan secara volumetris diperlukan peta isopach, yaitu peta yang

menggambarkan ketebalan lapisan yang sama. Peta ini digunakan untuk

menentukan volume batuan total (bulk volume). Setelah bulk volume

reservoir dihitung, maka dapat ditentukan besarnya IOIP (initial oil in place),

dengan persamaan sebagai berikut :

Boi

SwVbN

17758 …………………………………(2.1)

Keterangan :

Vb = volume batuan reservoir yang berisi hidrokarbon (acre feet)

Boi = faktor volume formasi minyak (bbl/scf)

= porositas (fraksi)

Sw = saturasi air formasi (fraksi)

N = initial/original oil in place (stb)

2.7.2. Cadangan Sisa (Remaining Reserves)

Cadangan sisa merupakan cadangan yang masih tersisa pada suatu reservoir

dan mungkin masih bisa terproduksi sesuai dengan teknologi pada saat itu.

Menurut Wahyono (2008), cadangan sisa/remaining reserves dapat terbagi

menjadi dua macam, yaitu:

Page 31: referensi regional onwj

36

1. Cadangan terbukti (proven reserves)

Cadangan terbukti adalah jumlah fluida hidrokarbon yang dapat

diproduksikan yang jumlahnya dapat dibuktikan dengan derajat

kepastian yang tinggi.

2. Cadangan potensial (probable & possible reserves)

Cadangan potensial merupakan cadangan yang berdasarkan pada peta

geologi dan masih memerlukan penelitian dengan pemboran lebih lanjut

Gambar 2.11. Skema Klasifikasi Cadangan (Wahyono, 2008)

Sedangkan untuk perhitungan cadangan sisa (remaining reserves) dapat

dilakukan dengan menggunakan persamaan :

…………………….(2.2)

Keterangan :

URF = Ultimate Recovery Factor (fraksi)

OOIP = Original Oil in Place (stb)

Cum Prod. = Cumulative Production (stb)

Initial Reserves

Cumulative Production Remaining Reserves

Sales Inventory Proved

Reserves

s

Probable

Reserves

Developed

Producing

Undeveloped

Possible

Reserves

s

Remaining Reserves = (URF x OOIP) – Cum

Prod.

Page 32: referensi regional onwj

37

2.8. Hipotesis

Hipotesis merupakan anggapan sementara yang masih harus dibuktikan

kebenarannya dalam penelitian. Setelah melakukan kajian pustaka terhadap

kondisi geologi regional, data produksi terdahulu, serta dasar teori yang

berkaitan dengan penelitian, maka terdapat beberapa hipotesis yang ingin

dibuktikan, yaitu sebagai berikut:

1. Berdasarkan data regional dapat diperkirakan zona reservoir DTE-22B

tersusun oleh litologi batuan sedimen klastik.

2. Berdasarkan data produksi terdahulu dapat diperkirakan zona reservoir

DTE-22B merupakan reservoir yang baik, jika memiliki nilai porositas

lebih dari 15% dan saturasi air di bawah 50%.

3. Berdasarkan data geologi regional diperkirakan arah pengendapan

sedimen berasal dari arah utara-selatan dan diketahui pula terdapat

perangkap struktur yang melewati zona reservoir ini.

4. Berdasarkan penelitian terdahulu diperkirakan zona reservoir DTE-22B

merupakan reservoir hidrokarbon yang berpotensi menghasilkan

cadangan hidrokarbon.