referat vonalia

29
BAB I PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum. Beberapa penelitian terakhir menemukan bahwa PPOK sering disertai dengan kelainan ekstra paru yang disebut sebagai efek sistemik pada PPOK. American Thoracic Society (ATS) melengkapi pengertian PPOK menjadi suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru abnormal terhadap partikel atau gas beracun terutama disebabkan oleh rokok. Meskipun PPOK mempengaruhi paru, tetapi juga menimbulkan konsekuensi sistemik yang bermakna. 1 1

description

Neurologi

Transcript of referat vonalia

Page 1: referat vonalia

BAB IPENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang

mempunyai karakteristik keterbatasan jalan napas yang tidak sepenuhnya

reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan inflamasi kronik

akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu lama dengan

gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum. Beberapa penelitian

terakhir menemukan bahwa PPOK sering disertai dengan kelainan ekstra paru

yang disebut sebagai efek sistemik pada PPOK. American Thoracic Society (ATS)

melengkapi pengertian PPOK menjadi suatu penyakit yang dapat dicegah dan

diobati ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya

reversibel. Keterbatasan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan

dengan respons inflamasi paru abnormal terhadap partikel atau gas beracun

terutama disebabkan oleh rokok. Meskipun PPOK mempengaruhi paru, tetapi

juga menimbulkan konsekuensi sistemik yang bermakna.1

Keterbatasan aktiviti merupakan keluhan utama penderita PPOK yang

sangat mempengaruhi kualiti hidup. Disfungsi otot rangka merupakan hal utama

yang berperan dalam keterbatasan aktiviti penderita PPOK. Inflamasi sistemik,

penurunan berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis

dan depresi merupakan manifestasi sistemik PPOK.2 Efek sistemik ini penting

dipahami dalam penatalaksanaan PPOK sehingga didapatkan strategi terapi baru

yang memberikan kondisi dan prognosis lebih baik untuk penderita PPOK.3

1

Page 2: referat vonalia

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

2.1.1 Definisi PPOK

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran

udara di saluran napas yang bersifat progressif irreversibel atau reversibel parsial.

PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.4

Menurut GOLD (Global Inisiative for Chronic Obstructive Lung Disease),

PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah diobati dengan beberapa efek

ekstrapulmonal yang signifikan berkontribusi terhadap tingkat keparahan

penderita. Karakteristik penyakit ini ditandai oleh hambatan aliran udara di

saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara tersebut

biasanya bersifat progressif dan berhubungan dengan respon inflamasi pulmonal

terhadap partikel atau gas berbahaya.5

Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk

kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun

berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.4

Emfisema adalah suatu kelainan anatomi paru yang ditandai oleh

pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding

alveoli.4

2

Page 3: referat vonalia

2.1.2. Epidemiologi

Di seluruh dunia, PPOK menduduki peringkat keenam sebagai penyebab

utama kematian pada tahun 1990. Hal ini diproyeksikan menjadi penyebab utama

keempat kematian di seluruh dunia pada 2030 karena peningkatan tingkat

merokok dan perubahan demografis di banyak negara.6

PPOK adalah penyebab utama kematian ketiga di Amerika Serikat dan

beban ekonomi PPOK di AS pada tahun 2007 adalah 426 juta dollar dalam biaya

perawatan kesehatan dan kehilangan produktivitas.7

Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan

emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari

10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka

kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6

dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.6

2.1.3. Etiologi dan Faktor Resiko

Gejala yang ditimbulkan pada PPOK biasanya terjadi bersama-sama

dengan gejala primer dari penyebabnya. Etiologi dari PPOK yang utama adalah

emfisema, bronkitis kronis, dan perokok berat.8

Berbagai faktor resiko dari PPOK adalah :

1. Kebiasaan merokok merupakan penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih

penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu

diperhatikan :

a. Riwayat merokok

3

Page 4: referat vonalia

1. Perokok aktif

2. Perokok pasif

3. Mantan perokok

b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah

rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

1. Ringan : 0-200

2. Sedang : 200-600

3. Berat : >600

2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja. Polusi udara,

meliputi polusi di dalam ruangan (asap rokok,asap kompor), polusi di luar

ruangan (gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan), dan polusi tempat kerja

(bahan kimia, zat iritasi, gas beracun).

3. Hiperaktivitas bronkus. Hiperaktivitas bronkus berkaitan dengan hipersekresi

mukus kronik. Hipersekresi mukus kronik pada PPOK berat berhubungan

dengan mortaliti dan menggambarkan peningkatan resiko infeksi lanjut.

Penelitian histopatologis PPOK menunjukan keterlibatan saluran napas perifer

(bronkiolus) dan parenkim paru yaitu obtruksi pada bronkiolus dan fibrosis,

infiltrasi dan peningkatan makrofag dan peningkatan sel CD8 (cytotoxic)

dibandingkan dengan sel CD4 (helper).9

4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang.

5. Defisiensi antitripsin alfa-1, umumnya jarang terdapat di Indonesia. Kerja

enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada

peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru, karena itu

4

Page 5: referat vonalia

kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Defisiensi alfa- antitripsin adalah

suatu kelainan yang diturunkan secara autosom resesif.8

2.1.4. Patogenesis dan Patologi

Penyempitan saluran nafas kecil yang irreversibel, emfisema, dan

obstruksi lumen dengan sekresi mukus dapat menyebabkan hambatan aliran udara

pada PPOK. Pada PPOK keterbatasan aliran udara berhubungan dengan respon

inflamasi paru abnormal dan progresif terhadap gas dan partikel yang

berbahaya.10

Proses penyempitan saluran napas dan fibrosis, destruksi parenkim, dan

hipersekresi mukus dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Konsep Patogenesis PPOK.11

Tabel 2.2 Perbedaan antara asma dan PPOK

5

Page 6: referat vonalia

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,

metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi

akibat fibrosis.12

Penebalan saluran napas kecil dengan peningkatan pembentukan folikel

limfoid dan penimbunan kolagen di bagian luar saluran napas menghambat

pembukaan saluran napas. Lumen saluran napas kecil berkurang karena penebalan

mukosa berisi eksudat sel radang yang meningkat sejalan dengan beratnya

penyakit. Hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan beberapa derajat

penebalan dan hipertrofi otot polos pada bronkiolus respiratorius. Proses patologi

pada saluran napas akibat pajanan gas berbahaya akan menimbulkan perubahan

fisiologis paru. Proses patologi PPOK bergantung jenis zat terinhalasi

menyebabkan kerusakan tempat yang berbeda tergantung pajanan individual dan

suseptibiliti terhadap kapasitas difusi karbonmonoksida, obtruksi pada bronkiolus,

fibrosis, infiltrat makrofag dan limfosit.

6

Page 7: referat vonalia

Pada gambar 2.1 bisa dilihat perbedaan antara alveoli normal dengan

alveoli pada bronkitis kronik dan emfisema.

Gambar 2.1. Perbedaan alveoli normal dengan alveoli pada bronkitis kronik dan

emfisema 12

Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal,

disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomi dibedakan menjadi tiga jenis

emfisema:

1. Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke

perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan

merokok lama.

2. Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara

merata dan terbanyak pada paru bagian bawah.

7

Page 8: referat vonalia

3. Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas

distal, duktus dan sakus alveolar.4

2.1.5. Gejala dan Manifestasi Klinik

Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini

harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap gejala yang biasa terjadi

karena penuaan.

a. Batuk kronik adalah batuk yang hilang timbul selama 3 bulan yang tidak

hilang dengan pengobatan yang diberikan.

b. Berdahak kronik adalah berdahak terus menerus tanpa disertai batuk.

c. Sesak nafas terutama saat beraktivitas, seringkali pasien telah beradaptasi

dengan sesaknya sehingga tidak dikeluhkan.

Tabel 2.2. Skala Sesak 4

Skala sesak Keluhan sesak berkaitan dengan aktivitas0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik  tangga 1 tingkat2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah  beberapa menit4 Sesak bila mandi atau berpakaian

Pada pasien PPOK, reseptor pada saluran napas dan kemoreseptor

berkontribusi terhadap patofisiologi dispnea. Hipoksia akut atau kronik atau

hiperkapnia pada PPOK juga menyebabkan dispnea tersebut.

a. Kemoreseptor

Perubahan pH, pCO2, dan pO2 darah arteri dapat dideteksi oleh

kemoreseptor sentral dan perifer. Stimulasi reseptor ini mengakibatkan

8

Page 9: referat vonalia

peningkatan aktivitas motorik respirasi. Aktivitas motorik respirasi ini dapat

menyebabkan hiperkapnia dan hipoksia, sehingga memicu terjadinya dispnea.

Menurut studi, terdapat pula peran serta kemoreseptor karotid yang langsung

memberikan impuls ke korteks serebri, meskipun hal ini belum dibuktikan secara

luas.13

Hiperkapnia akut yang terjadi pada seseorang sesungguhnya lebih

dikaitkan terhadap ketidaknormalan keluaran saraf motorik dibanding aktivitas

otot respiratorik. Hal ini disebabkan gejala umum hiperkapnia akut berupa urgensi

untuk bernapas yang sangat menonjol. Sensasi ini disebabkan oleh meningkatnya

tekanan parsial karbondioksida pada pasien-pasien, khususnya yang

mengalami quadriplegia maupun yang mengalami paralisis otot pernapasan.

Penderita sindrom hipoventilasi sentral kongenital yang mengalami desentisasi

respons ventilatorik terhadap CO2 tidak merasakan sensasi sesak napas ketika

penderita tersebut henti napas atau diminta untuk menghirup kembali CO2 yang

telah dihembuskan. Dengan kata lain, mekanisme yang turut serta dalam sensasi

sesak napas ini adalah kenaikan pCO2 dan penurunan pO2 dibawah normal. Ketika

nilai pCO2 normal dan ventilasi normal, tekanan parsial oksigen harus diturunkan

di bawah 6.7 kPa untuk bisa menghasilkan sensasi sesak napas.13

b. Hipoksia

Hipoksia berkaitan dengan kejadian dispnea baik secara langsung

(independen, tidak harus ada perubahan ventilasi) maupun tidak langsung

(perubahan kondisi hipoksia dengan terapi oksigen mampu membuat keadaan

penderita sesak napas membaik). Namun, hubungan antara hipoksia dengan

9

Page 10: referat vonalia

dispnea tidak absolut; beberapa pasien dengan dispnea tidak mengalami hipoksia,

begitu pula sebaliknya.13

c. Hiperkapnia

Hiperkapnia dapat menginduksi terjadinya dispnea melalui peningkatan

stimulus refleks ke aktivitas otot-otot respiratorik. Pada pasien-pasien yang

diberikan agen blokade neuromuskular, ketika mereka diberikan ventilator dan

tekanan tidal CO2 dinaikkan sebanyak 5 mmHg, seluruh subjek sontak merasakan

sensasi sesak napas. Namun, pada pasien dengan penyakit-penyakit respiratorik

umumnya, tetap tidak dijumpai kaitan antara hiperkapnia dan dispnea. Contohnya,

pasien COPD yang biasanya mengakami hiperkapnia kronik tidak serta merta

mengalami dispnea. Menurut studi, hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan

parsial karbondioksida tersebut dimodulasi dengan perubahan pH pada

kemoreseptor sentral, sehingga sensasi yang dihasilkan berbeda pula.14

Perjalanan klinis penderita PPOK dimulai dengan pink puffer (berkaitan

dengan PLE primer), tanda klinis utama pada pink puffer adalah timbulnya

dispneu tanpa disertai batuk dan produksi sputum yang berarti dan merupakan

gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan

pernapasan pursed–lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu).

Blue bloater adalah gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita

gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis

sentral dan perifer. Pasien ini biasanya menderita batuk produktif dan berulang

kali mengalami infeksi pernafasan yang dapat berlangsung bertahun-tahun

sebelum tampak gangguan fungsi paru.4

10

Page 11: referat vonalia

2.1.6. Klasifikasi

Terdapat ketidaksesuaian antara nilai penurunan volume ekspirasi paksa

detik pertama (VEP1) dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu diperhatikan

kondisi lain seperti gejala sesak berdasarkan skalanya.5

2.1.7. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Paru

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan, namun anamnesis dan

pemeriksaan fisik untuk mendapatkan data dasar dan mendukung kearah diagnosis

PPOK. Anamnesis tentang riwayat merokok, riwayat terpapar zat iritan yang

bermakna di tempat kerja atau lingkungan tempat tinggal, infeksi saluran nafas

yang berulang, batuk berulang dengan atau tanpa dahak dan sesak dengan atau

tanpa bunyi mengi.5

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan secara sistematik, didapatkan hasil

sebagai berikut :

a. Inspeksi

1. Pursed- lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu).

2. Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding).

11

Page 12: referat vonalia

3. Penggunaan otot bantu napas.

4. Hipertropi otot bantu napas.

5. Pelebaran sela iga.

6. Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularisi leher

dan edema tungkai penampilan pink puffer atau blue bloater.

b. Palpasi

Pada PPOK fremitus melemah, sela iga melebar.

c. Perkusi

Pada PPOK hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,

hepar terdorong ke bawah.

d. Auskultasi

1. Suara napas vesikuler normal, atau melemah.

2. Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada

ekspirasi paksa.

3. Ekspirasi memanjang.

4. Bunyi jantung terdengar jauh.

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain:

1. Spirometri.

Spirometri adalah tes fungsi paru yang paling sering digunakan

untuk menapis (screening) penyakit paru. Indikasi lain penggunaan

spirometri adalah untuk menentukan kekuatan dan fungsi dada,

mendeteksi berbagai penyakit saluran pernapasan terutama akibat

12

Page 13: referat vonalia

pencemaran lingkungan dan asap rokok. Pada PPOK obstruksi ditentukan

oleh nilai VEP1(volume cadangan ekspirasi paksa pertama) prediksi (%)

dan atau VEP1 / KVP (kapasitas vital paru paksa) prediksi (%). Nilai

obstruksi % VEP1 (VEP1 / VEP1 pred) <80% atau (VEP1/KVP) < 75 %.

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai

beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri

tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter dapat dilakukan

walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau

variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.5

2. Radiologi (foto thoraks)

Foto toraks posterioranterior dan lateral berguna untuk

menyingkirkan penyakit paru lain.

Pada emfisema terlihat gambaran :

a. Hiperinflasi.

b. Hiperlusen.

c. Ruang retrosternal melebar.

d. Diafragma mendatar.

e. Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop

appearance).

13

Page 14: referat vonalia

Pada bronkitis kronik :

a. Normal.

b. Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus.

3. Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi

hipoksia kronik).

4. Analisa gas darah.

Terutama untuk menilai :

a. Gagal napas kronik stabil

b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik

5. Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi

eksaserbasi).

Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologi masih normal

pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini dapat menyingkirkan

diagnosis penyakit paru lain atau menyingkirkan diagnosis banding dari

keluhan pasien.4

14

Page 15: referat vonalia

2.1.9. PPOK Eksaserbasi Akut

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan

dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian

akut dalam perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan

basal sesak napas, batuk, dan sputum yang diluar batas normal dalam variasi hari

ke hari. Penyebab eksaserbasi akut dapat primer yaitu infeksi trakeobronkial

(biasanya karena virus), atau sekunder berupa pneumonia, gagal jantung, aritmia,

emboli paru, pneumotoraks spontan, penggunaan oksigen yang tidak tepat,

penggunaan obat-obatan (obat antidepresan, diuretik) yang tidak tepat, penyakit

metabolik (diabetes melitus, gangguan elektrolit), nutrisi buruk, lingkungan

memburuk atau polusi udara, aspirasi berulang, serta pada stadium akhir penyakit

respirasi (kelelahan otot respirasi).4

Selain itu, terdapat faktor-faktor risiko yang menyebabkan pasien sering

menjalani rawat inap akibat eksaserbasi. Menurut penelitian Kessler dkk. (1999)

terdapat faktor prediktif eksaserbasi yang menyebabkan pasien dirawat inap.

Faktor risiko yang signifikan adalah Indeks Massa Tubuh yang rendah (IMT<20

kg/m2) dan pada pasien dengan jarak tempuh berjalan enam menit yang terbatas

(kurang dari 367 meter). Faktor risiko lainnya adalah adanya gangguan pertukaran

gas dan perburukan hemodinamik paru, yaitu PaO2 ≤65 mmHg, PaCO2 >44

mmHg, dan tekanan arteri pulmoner rata-rata (Ppa) pada waktu istirahat > 18

mmHg.4

Gejala eksaserbasi utama berupa peningkatan sesak, produksi sputum

meningkat, dan adanya perubahan konsistensi atau warna sputum. Menurut

15

Page 16: referat vonalia

Anthonisen dkk. (1987), eksaserbasi akut dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe

I (eksaserbasi berat) apabila memiliki 3 gejala utama, tipe II (eksaserbasi sedang)

apabila hanya memiliki 2 gejala utama, dan tipe III (eksaserbasi ringan) apabila

memiliki 1 gejala utama ditambah adanya infeksi saluran napas atas lebih dari 5

hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau

peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20%

baseline.9

2.1.10. Penatalaksanaan PPOK

Penatalaksanaan umum PPOK

Tujuan penatalaksanaan :

a. Mengurangi gejala.

b. Mencegah eksaserbasi berulang.

c. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru.

d. Meningkatkan kualitas hidup penderita.

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

a. Edukasi

b. Obat - obatan

c. Terapi oksigen

d. Ventilasi mekanik

e. Nutrisi

f. Rehabilitasi.8

16

Page 17: referat vonalia

Tabel 2.4. Algoritme penanganan PPOK stabil ringan.4

17

Page 18: referat vonalia

Tabel 2.5. Algoritme penanganan PPOK stabil sedang-berat 4

18

Page 19: referat vonalia

2.1.11. Prognosis

Prognosis untuk penderita PPOK buruk. Derajat kerusakan fungsi paru

dalam hal ini berperan sangat penting: rata-rata kelangsungan hidup pada pasien

dengan FEV1 yang parah yaitu yang kurang dari 1 L, kurang lebih 4 tahun. Tetapi,

dengan adanya indeks BODE (yang mencakup penilaian obstruksi sal napas

(FEV1), BMI, dyspnea, dan kapasitas dalam melakukan aktivitas), prediksi

mengenai keberlangsungan hidup pasien dan lamanya rawat inap menjadi lebih

baik dibandingkan penilaian FEV1 saja.8

19

Page 20: referat vonalia

BAB 3 KESIMPULAN

Menurut GOLD (Global Inisiative for Chronic Obstructive Lung Disease),

PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah diobati dengan beberapa efek

ekstrapulmonal yang signifikan berkontribusi terhadap tingkat keparahan

penderita. Karakteristik pulmonal penyakit ini ditandai oleh hambatan aliran udara

di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara tersebut

biasanya bersifat progressif dan berhubungan dengan respon inflamasi pulmonal

terhadap partikel atau gas berbahaya. Kebiasaan merokok merupakan penyebab

kausal yang terpenting. Penghentian merokok mempunyai pengaruh besar untuk

mempengaruhi riwayat dari PPOK. Kita sebagai dokter harus bisa membuat

pasien untuk berhenti merokok.

Terapi farmakologis dilakukan untuk mengurangi gejala, mengurangi

keparahan eksaserbasi dan meningkatkan status kesehatan. Setiap pengobatan

harus spesifik terhadap setiap pasien, karena keparah dari gejala dan keparahan

dari keterbatasan aliran udara dipengaruhi oleh banyak faktor seperti frekuensi

keparahan eksaserbasi, adanya gagal nafas dan status kesehatan secara umum.

Terapi farmakologisnya meliputi Kombinasi antara kortikosteroid inhalasi dengan

bronkodilator, bronkodilator, kortikosteroid inhalasi, Phosphodiesterase-4

inhibitors, Methylxalines dan kortikosteroid oral. Untuk manajemen eksaserbasi

dapat dilakukan dengan oksigen, bronkodilator, kortikosteroid sistemik dan

antibiotik.

20