Referat Tiroid (revisi)
-
Upload
el-nino-ovan -
Category
Documents
-
view
57 -
download
2
description
Transcript of Referat Tiroid (revisi)
BAB I
PENDAHULUAN
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan yang disebabkan karena hormon tiroid yang
beredar dalam tubuh terlalu sedikit ( kurang dari normal ). Status tiroid seseoang
ditentukan oleh kecukupan sel atas hormon tiroid dan bukan kadar normal hormon tiroid
dalam darah.(18) Hipotoridisme disebabkan karena kelenjar tiroid tidak atau tidak cukup
membuat hormon, sebagai akibat kelenjarnya sendiri sakit atau kelenjar dibuang pada
operasi. Rendahnya TSH sebagai salah satu penyebab hipotiroidisme, tetapi amat jarang (5, 12,13,21)
Tanda dan gejala klinis hipotiroidisme bervariasi tergantung dari kadar defisiensi
hormon tiroid dan selang waktu berlangsungnya penyakit, bersifat akut atau kronis(2)
Hipotiroidi pertama kali dilaporkan oleh Fagge pada tahun 1871. Pada tahun 1987 Ord
mengajukan istilah miksedema pada kasus yang merupakan bentuk lanjut dari
hipotiroidisme, sehingga sebenarnya myxedema tidak identik dengan hipotiroidisme
( Braverman 1991, Dallas 1993 ) (4,14)
Hipotiroidi dapat terjadi pada semua usia, termasuk didaerah dengan defisiensi
yodium. Keadaan ini dapat dikenali dengan tanda klinik yang khas dan tanda biokimiawi. (14) Dari data berbagai negara menunjukkan, bahwa angka insiden hipotiroidi kongenital
berkisar 1 dari 4000 – 5000 kelahiran. Angka tersebut cukup besar bila diproyeksikan
pada penduduk Indonesia. (8)
Hormon tiroid sangat diperlukan untuk semua proses oksidatif seluler diseluruh
tubuh, sintesa protein dan proses pertumbuhan bagi bayi dan dewasa muda, dan amat
menentukan dalam perkembangan susunan saraf pusat sejak fetus dalam kandungan
hingga 2 – 3 tahun post natal, utamanya dalam critical period. (7,14) T 3 adalah hormon
yang sangat penting pada semua proses tingkat seluler dan mungkin T 4 hanyalah
merupakan pro hormone saja, dimana di jaringan tubuh sebagian dari padanya dirubah
T3, T3 ini akan terikat pada nuclei dan mitokondria yang akhirnya akan menghasilkan
ATP sebagai bahan yang kaya energi. Maka jelaslah kekurangan hormone tiroid akan
mempengaruhi semua faal tubuh. (7)
1
Dalam praktek sehari-hari yang paling sering ditemukan adalah hipotiroidisme
primer akibat defisiensi iodium dan akibat tiroiditis autoimun kronis (1)
Tingkat kurangnya hormone tiroid ini dapat bervariasi dari yang paling ringan sampai
ke tingkat yang paling berat ( koma miksedema ).
Meskipun prevalensi hipotiroidi pada saat ini relatif rendah : tipe infantil
( infantile hypothyroidism ) hanya satu dari 8.500 partus didaerah non endemic, tipe
dewasa ( adult hypothyroidism ) 1,9 % pada wanita dan 0,2 % pada pria, maka
peningkatan kelengkapan fasilitas diagnostik dan kewaspadaan terhadap penyakit ini
akan menambah pula angka kejadiannya (7)
BAB II
EPIDEMIOLOGI, ETIOPATOGENESIS DAN SINTESIS HORMON
TIROID1. EPIDEMIOLOGI
Hipotiroidisme lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan pria, insiden
meningkat seiring dengan bertambahnya usia serta dijumpai terutama pada umur sesudah
pertengahan. (26) Pada pasien lebih muda sering dihubungkan dengan goiter, pada pasien
lebih tua mungkin dihubungkan dengan proses imunologis. Kelenjar tiroid yang terlibat
dalam penyakit autoimun lebih rentan terhadap asupan iodida berlebihan atau pemberian
media kontra radiografik yang mengandung iodida. Sejumlah besar iodida yang
menghambat sintesis hormon tiroid, menimbulkan hipotiroidism dengan goiter pada
pasien yang dengan kelainan kelenjar tiroid (7)
Obat-obatan tertentu dapat menghambat sintesa hormon tiroid dan menimbulkan
hipotiroidisme dengan goiter, pada saat ini litium karbonas merupakan penyebab
2
farmakologis tersering dari hipotiroidisme. Terapi jangka panjang dengan obat-obatan
anti tiroid PTU dan metimazol akan menimbulkan hipotiroidi (12)
American Thyroid Association ( ATA ) merekomendasikan pemeriksaan fungsi
tiroid pada semua individu berumur 35 tahun dan selanjutnya diperiksa kembali setiap 5
tahun. Pada individu dengan faktor risiko tinggi atau memiliki keluhan simptomatis,
jangka waktu pemeriksaan tiroid dianjurkan lebih singkat. American Association of
Clinical Endocrinologist merekomendasikan pengukuran TSH pada wanita usia subur
sebelum menjalani kehamilan atau pada trimester pertama (2)
Bentuk hipotiroidisme yang paling sering ditemukan adalah hipotiroidisme primer
dibandingkan hipotiroidisme sentral ( 1000:1 ). Survey masyarakat di Inggris
melaporkan kadar serum TSH meningkat abnormal pada 7,5 % wanita dan 2,8 % pria.
Di Amerika dilaporkan dari 4 -6 % individu dengan kadar serum TSH meningkat,
ternyata terdapat 0,3 % dengan hipotiroidisme nyata/manifes dan 4,3 % hipotiroidisme
ringan. Pada kelompok usia ≥ 65 tahun dilaporkan terdapat 1,7 % hipotiroidisme nyata
dan 13,7 % hipotiroidisme ringan.(26) Sindroma resistensi hormon tiroid sangat jarang
dijumpai, sampai saat ini jumlah pasien yang teregistrasi dengan kelainan tersebut baru
berkisar 1000 pasien diseluruh duania (2)
2. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS HIPOTIROIDI
A. ETIOLOGI
1. Hipotiroidi Tiroprivic ( Thyroprivic Hypothyroidism )= Hipotiroidi Primer
Yaitu semua hipotirod yang disebabkan karena atropi atau berkurangnya
jaringan tiroid, sehingga produksi hormone tiroid menurun meskipun sudah ada
rangsangan TSH secara maksimal. (16)
Apabila wanita hipotiroidi menjadi hamil, dia akan menanggung risiko
kehamilan antara lain gangguan fetal intra uterin, hipotiroidisme gestasional dan
out come perinatal yang buruk. Namun bayi yang lahir dari ibu dengan
hipotiroidisme yang tidak berat, pada umumnya akan lahir bayi yang cukup sehat
tanpa gangguan fungsi tiroid. (6)
Terdapat bermacam-macam penyebab hipotiroid seperti tersebut dibawah ini(7,19) :
a) Agenesis tiroid
3
Tidak ada jaringan tiroid atau ada hanya sedikit terdapat jaringan tiroid yang
kecil di foramen caecum ( tetapi biasanya tidak dapat mencukupi kebutuhan ).
b) Bahan-bahan yang goitrogenik
- diduga pada lobak, kubis, ketela
- obat-obatan yang mengandung yodide ( obat batuk, obat kumur tertentu ),
perklorat, tiosianat, tiourasil, penilbutazon
c) Tiroiditis autoimun
Merupakan penyebab utama ( ± 80 % ) dari hipotiroidi primer pada dewasa,
adanya “decreated thyroid reserve” merupakan penyebab timbulnya
hipertiroid.(6,7)
Penyakit ini terdapat dalam 2 bentuk yaitu hpiotiroidisme dengan struma (
goiter thyroiditis ) dan atropi tiroid ( atrophic thyroiditis ) (2)
d) Hipotiroidi post ablativ
Dapat disebabkan karena post tiroidektomi ataupun post terapi dengan yodium
radioaktif. Fenomena autoimun merupakan faktor yang berperan atas
timbulnya hipotiroidi pada kedua macam terapi ini. Tergantung kepekaan
masing-masing individu dan juga tehnik operasi, insiden hipotiroid post
tiroidektomi sekitar 10 % dan 10 – 15 tahun sesudah terapi dengan yodium
radioaktif 40 – 80 % (”diminished thyroid reserve”). Pada hipotiroid post
ablativ ini, meskipun T4 rendah, tetapi kadang-kadang tetap eutiroid karena
adanya kompensasi meningkatnya sekresi T3.
e) Dishormogenesis
Karena terdapat kelainan sistem enzim intrafolikuler maka sintesis hormon
tiroid terganggu. Bahkan sebagian MIT dan DIT yang bocor keluar masuk ke
aliran darah ( normal MIT dan DIT dalam aliran darah tidak terukur ).
Kelainan tersebut dapat terletak dalam jalur Treping (I), Organifikasi, Kapling
(III) dan Sekresi (IV).
2. Hipotiroidi Tropoprivic ( Trophoprivic Hypothyroidism ) = Hipotirodid
Sekunder
Ini dapat disebabkan karena kelainan hipofise ( Hypopituitary
Hypothyroidism ) ataupun kalainan hipotalamus ( Hypothalamic Hypothyroidism
4
). Tumor hipofise merupakan penyebab tersering dari hipotiroidi sekunder
karena kelainan hipofise. Pada hipotiroidi sekunder ini, TSH rendah dan biasanya
diikuti defisiensi hormon-hormon kortisol dan hormon gonad ( FSH, LH ), TRH
dari hipotalamus atau karena tidak adanya sekresi TSH dari hipofisis (1,3)
Terdapat bermacam-macam penyebab hipotiroid seperti bibawah ini : (2,5,18)
Kelainan pada hipotalamus
a. Neoplasma
b. Tuberkulosis
c. Sarcoidosis
d. Histiositosis sel Langerhans
e. Hemocromatosis
f. Radiasi
Kelainan pada hipofisis
a) Neoplasma
b) Operasi pada hipofisis
c) Hipofisis idiopatik
d) Cushing`s syndrome
e) Radiasi
3. Hipotiroidi tersier ( Sentral )
Hipotiroidi tersier terjadi akibat kelainan yang merusak hipotalamus atau aliran
darah portal yang merusak hipotalamo-hipofisis sehingga terjadi defisiensi TRH.(1)
Keadaan yang dapat merusak hipotalamus antara lain :
a) Tumor
b) Taruma
c) Terapi Radiasi
d) Penyakit infiltratif
B. PATOGENESIS
Kelenjar tiroid normal menghasilkan 100 – 125 mcg hormon tiroksin ( T4)
dalam sehari dan sejumlah kecil triidotironin ( T3 ). Di jaringan perifir, T4 dirubah
5
menjadi T3, bentuk aktif dari hormon tiroid. Penyakit kelenjar tiroid merupakan
penyebab tersering dari hipotiroidisme dimana terjadi kegagalan produksi hormon tiroid.
Pada awalnya penurunan T4 sebanyak 25 % belum banyak menurunkan kadar T3, akan
tetapi sudah dapat meningkatkan sekresi TSH oleh hipofisis atas dasar mekanisme
umpan balik. Peningkatan TSH akan merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi
lebih banyak T3 disamping menyebabkan hiperplasia dan hipertrofi kelenjar tiroid.
Hipotiroidisme yang terjadi akan menyebabkan efek sistemik akibat gangguan
metabolisme dan efek langsung oleh infiltrasi pada jaringan. Defisiensi hormon tiroid
mempengaruhi setiap jaringan sehingga menyebabkan berbagai gejala klinis. Ciri khas
hipotiroidisme adalah penumpukan glikosaminoglikans, terutama “hyaluronik acid”, di
interstisial. Penumpukan substansi hidrofilik tersebut bersamaan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler terhadap albumin, sehingga menyebabkan edema terutama di kulit,
otot jantung dan otot rangka. Penumpukan aminoglikan disebabkan oleh kurangnya
penghancuran, bukan karena peningkatan sintesis. Perubahan miksedematous pada
jantung mengakibatkan penurunan kontraktilitas otot jantung , pembesaran jantung, efusi
perikard, pengecilan nadi dan penurunan isi sekuncup. Di saluran cerna terjadi
aklorhidria, penurunan peristaltik dan stasis makanan.(7) Pubertas menjadi terlambat, haid
tidak teratur, anovulasi dan terjadi infertilitas. Penurunan efek hormon tiroid pada
metabolisme menyebabkan hipotermia, malas, peningkatan kolesterol total dan kolesterol
LDL (1)
3. SINTESIS HORMON TIROID
Agar beberapa penyebab hipotiroidi dapat dimengerti, maka sintesis dan sekresi
hormone tiroid secara garis besarnya perlu diketahui.
Ada 4 tahap sintesis dan sekresi hormone tiroid :
1. Treping Yodide 3. Kapling
2. Organifikasi 4. Sekresi
DARAH
SEL FOLIKULER KOLOID
6
TREPINGI
Jodide
TSH
T3 + T4
TSH
Yodide H2O2
Oksidasi
Yodine
Tirosin Yodinasi
Yodide
+ MIT + DIT
Residu Tirosil
MIT – DIT TIROGLOBULIN
T3 + T4 Protease
Gambar 1. Proses Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid ( dikutip dari kepustakaan 7 )
Tahap I. Treping Yodine ( Iodine Traping )
Secara aktif ( dengan stimulasi TSH ), sel folikel menarik yodide dari darah
kedalam sel folikuler ( 20 x lebih kuat dari pada perfusi darah ), kebutuhan
yodida rata-rata sehari antara 100 – 500 Ug.
Tahap II. Organifikasi ( Oksidasi – Yodinasi )
Terdiri dari proses oksidasi ( oleh peroksidase ) dari Yodide ke Yodine, yang
kemudian disusul oleh proses yodinasi dengan tirosin yang berasal dari residu
tirosil dari pemecahan Tiroglobulin ( T.G ) untuk membentuk Mono
Yodotirosin (MIT) dan Diyodotirosin (DIT)
Tahap III. Proses Kapling
Kemudian terjadi proses kapling antara MIT dan DIT dan terbentuklah T3
dan T4 yang terikat dalam Tiroglobulin ( T.G ). T4 terbentuknya lebih
7
IV
II
SEKRESI
ORGANIFIKASI
T3T4MIT DIT
III
T3 +T4
KAPLING
dominan dari T3 meskipun efek metaboliknya lebih lemah. Kedua hormon
yang terikat dengan T.G ini kemudian disimpan dalam koloid.
Tahap IV. Sekresi
Melalui aktifitas lisosom ( Protease ), T3 dan T4 terlepas dari T.G yang
kemudian atas pengaruh TSH maka kedua hormon ini masuk aliran darah
dengan perbandingan T3 : T4 = 1 : 5. Melalui deyodinasi MIT dan DIT akan
dipecah menjadi yodide dan residu tirosil, sebagian kecil saja bocor masuk ke
aliran darah ( normal tidak terukur ). Bila ada kelainan patologi
( dishormogenesis ) maka kebocoran bertambah hebat, bahkan didalam darah
akan terdapat kadar MIT dan DIT yang tinggi. Sebagian besar T3 dan T4 ( 75
% ) dalam darah terikat pada Thyroxine Binding Globulin ( TBG ), sebagian
kecil pada Thyroxine Binding Pre Albumin (TBPA), dan Albumin yang bebas
hanya 0,05 % dari T4 dan 0,5 % dari T3. Di perifir T4 akan mengalami
deyodinasi menjadi T3 ( 35 % dari T3 diperoleh dari proses ini) dan direverse
T3 (r T3 yang tidak mempunyai efek metabolik ). Half life dari T 4 adalah 7
hari, tetapi untuk T3 1 – 1,5 hari.
BAB III
TES DAN PEMERIKSAAN UNTUK HIPOTIROIDI
Beberapa tes dan pemeriksaan untuk hipotiroidi yang pada saat ini dapat
dikerjakan di Indonesia perlu diketahui. Karena metoda dan kesatuan berbeda- beda,
maka setiap pemeriksaan harus dilihat harga normalnya.
Beberapa tes faal tiroid seperti diantaranya :(7,25)
1. T3 ( Elisa ), normal : 0,75 – 1,6 mg/dl
2. T4 ( Elisa ), normal : 4,55 – 11,87 Ug%
3. FT4 index = FTI = T4/TBK, - normal : 3,55 – 13,64
- hipotiroidi : > 3,55
8
- hipertproidi : < 13,64
4. TSH (Elisa ), normal : 0,5 – 4,0 U/ml
5. Anti Tiroglobulin ( PHA ) bila titer > 1/100 sangat mungkin karena tiroiditis
6. Thyroid Scanning
7. Yodium Uptake ( 24 dan 48 jam )
Gejala klinik yang klasik pada umumnya sudah banyak diketahui, antara lain
dwarfisme, maturasi tulang terlambat, apati, keringat berkurang, kulit kering dan
kasar, lamban fisik dan mental, rambut mudah rontok, obstipasi, nafsu makan
menurun, suara besar, hipotermia, extremitas dingin, toleransi dingin menurun, edema
kelopak mata atau muka, miksedema, berat badan naik, lidah tebal, kerotenemia
( pseudo ikterus ), perkembangan sexual terhambat, sleep apnea ( terdapat perioda
apnea pada waktu tidur )
1. BEBERAPA TES DAN PEMERIKSAAN YANG
PERLU UNTUK
DIAGNOSTIK HIPOTIROIDI
1. Refleks menurun : lebih tepat bila ada refleksimeter. Tes ini dapat dipakai untuk
periksa lanjut penderita hipotiroidi yang mendapat terapi (7)
2.Kadar lemak darah: kadar kolesterol dan trigliserida sering meningkat terutama
pada hipotiroidi primer, tetapi rendah dan kadang normal pada hipotiroidi
sekunder. (3)
3. NTN ( Nadi Tidur Nyenyak ) : Pemeriksaan ini sederhana dan dapat untuk
penderita rawat inap dan rawat jalan. Agar dapat tidur nyenyak penderita
diberikan obat tablet valium 5 mg sebelum tidur malam. Dikerjakan selama 10
hari, dan apabila NTN rata-rata kurang dari 60 permenit menunjang diagnosa
hipotiroid(7)
4. STI ( Sistolik Time Interval ). STI dapat dipakai sebagai petunjuk adanya
gangguan kontraktilitas dari myokard. Ternyata perubahan dari STI dapat dipakai
sebagai indeks dari efek hormon tiroid diperifir. Bahkan pada hipotiroidi sub
klinik ( T4 dan Free T4 normal, tetapi TSH meningkat ) perubahan STI sudah
dapat diketahui.(1,5) STI ini juga dapat dipakai untuk follow up penderita
9
hipotiroidi yang mendapat hormon tiroksin. STI yang normal menunjukkan
bahwa dosis terapi sudah optimal.
5. Kadar T4. : Penentuan kadar T4 cukup sensitif, T4 turun pada hipotiroidi, tetapi
harga normal T4 belum menyingkirkan kemungkinan adanya hipotiroidi. T4
menurun pada keadaan dimana TBG rendah misalnya pada kasus idiopatik,
sindroma nefrotik, terapi androgen, gangguan faal hepar, karena obat-obatan.
Pada hipotiroidi sub klinik T4 dan Free T4 normal, tetapi TSH meningkat.(11,18)
6.Kadar T3: kadar T3 turun pada hipotiroidi, tetapi tes ini kurang spesifik dan kurang
bernilai pada keadaan seperti : malnutrisi, penyakit kronik, penurunan berat
badan karena diit. Juga pada Diabetes Melitus, kadar T3 juga menurun baik pada
DM tipe I maupun pada DM tipe II yang disebut ”low T3 Syndrome”, karena
aktivitas hormon tiroid di jaringan perifir berkurang ( konversi T4 ke T3 menurun
) (3)
7. Free Thyroxin Index ( FTI ) : tes ini mencerminkan kadar T4, dan sama dengan
hasil perkalian T4 dan resin T3 uptake ( T4 x T3 uptake ) atau ratio T4/TBG. Bila
FTI rendah sangat membantu diagnosis hipotiroid, karena mempunyai nilai
hampir sama dengan pemeriksaan Free T4 dan Free T3. Maka, rendahnya ratio
T4/TBG lebih sensitif untuk diagnosa hipotiroid
8. ” I- uptake ” ( normal : 5 – 35 % per 24 jam )
Sebenarnya secara prinsip sifat dari yodium radioaktif dan yodium elemental
( non radioaktif ) ini sama saja. Bedanya yodium radioaktif ini memancarkan
sinar radiasi yang dapat dideteksi dengan alat khusus. Ada bermacam-macam
bentuk yodium radio aktif ( isotop ) yang tersedia, namun yang terbanyak
digunakan adalah yodium dengan berat atom 131, sehingga disebut I-131 dan
pemeriksaan leher dengan I-131 disebut I-131 uptake (21)
Bila hasil 131 uptake rendah, selain hipotiroidi juga mungkin disebabkan oleh
karena adanya intake yodide dari luar, tiroiditis, obat-obatan anti tiroid yang lain,
dan dishormogenesis dalam kelenjar tiroid. (7)
9. Kadar TSH ( normal : 0,5 – 4,0 U/ml )
Penentuan kadar TSH adalah tes yang paling peka untuk diagnosa
hipotiroid, naiknya TSH dapat dipakai untuk diagnosa hipotiroid sub klinis
10
dimana tes-tes yang lain masih normal ( T3, T4, T4/TBG ratio ). Adanya
gangguan sintesis hormon tiroid ( sintesis menurun ) dapat diketahui jauh
sebelumnya dengan mengukur kadar TSH, yaitu meningkatnya kadar hormon
tersebut sebelum ada tanda atau gejala lain, karena itu kenaikan ringan kadar
TSH, belum tentu menunjukkan adanya hipotiroid tetapi penomena kompensasi
dari suatu keadaan yang disebut sebagai ” diminished thyroid reserve ”
( misalnya pada keadaan tiroiditis, post tiroidektomi, post pengobatan dengan
yodium radioaktif ). Bila keadaan ini berjalan terus dan kelenjar tiroid ” tidak
mampu ” mengatasi ( dekompensasi ), maka timbulah hipotiroidi.
Untuk membedakan hipotiroid primer dari sekunder adalah mengukur
kadar TRH, dan TRH tes. (7,21) Pada hipotiroidi primer, kadar TRH normal
sedangkan pada yang sekunder menurun. Pada TRH tes ( 200 Ug i.v TRH
kemudian diukur kadar TSH pada 20 dan 60 menit ) maka pada hipotiroidi
primer, kadar basal TSH tinggi, dan kadar sesudah 20 dan 60 menit melonjak
sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena hipotiroidi primer tidak ada inhibisi pada
hipofise. ( 3)
Pada hipotiroidi sekunder tipe hypofise, respon TSH tidak ada sedangkan pada
tipe hipothalamus kadar TSH basal tidak ada atau rendah, tetapi pelan-pelan naik
sesudah 20 dan 60 menit.
10. Antibodi Tiroid
Meskipun terdapat bermacam-macam antibodi tiroid, tetapi yang pernah
dikerjakan di Surabaya adalah Anti Tiroglobulin dengan metoda PHA. Titer Anti
Tiroglobulin > 1/100 memberi dugaan adanya tiroiditis. Juga dapat dipakai untuk
meramal adanya hipotiroidi post strumektomi atau post yodium radioaktif
( apabila titer antibodi tinggi pada penyakit Graves dan penderita dengan terapi
yodium radioaktif, maka kemungkinan akan timbul hipotiroid post terapi akan
besar )(7)
11. Thyroid Scanning
Ini bermanfaat untuk mengetahui adanya kelenjar tiroid ektopik ( lingual atau
retro sternal ) dan juga untuk menentukan apakah nodul tiroid yang ada bersifat ”
functioning ” ( hot nodule ) ataukah ” non functioning ” ( cold nodule ). Agenesis
11
tiroid dengan adanya kelenjar tiroid ektopik yang sering menyebabkan
hipotiroidi.
12. I-131 Uptake
Dilakukan pada 24 dan 48 jam. Uptake yodium akan menurun pada hipotiroidi
umumnya, tetapi uptake meningkat pada penderita-penderita dengan defisiensi
yodium, dishormogenesis, beberapa penderita dengan tiroiditis, post
tiroidektomi partial dan post terapi dengan yodium radioaktif. Sebaliknya uptake
menurun pada penderita yang mendapat hormon tiroid, yodium dan obat anti
tiroid.
13. USG kelenjar tiroid
USG sebagai alat bantu diagnostik pada penyakit kelenjar tiroid tidak banyak
membantu. Kegunaannya terutama untuk mengetahui apakah nodul ( non-
functioning pada pemeriksaan scannig ) berbentuk kistik atau solid. Sering kali
meskipun tidak pasti, kistik bukan ganas dan solid dapat ganas. ( 21)
BAB IV
STADIUM DAN KLASIFIKASI HIPOTIROIDI , DIAGNOSIS DAN
PENGOBATAN, PERJALANAN PENYAKIT SERTA PROGNOSIS
I. STADIUM DAN KLASIFIKASI HIPOTIROIDI
Atas dasar patogenesis tersebut diatas, maka stadium klinis hipotiroidi
dibagi menjadi dua :
1. Stadium Kompensasi : Hormon tiroksin dan free T4 masih normal, tetapi TSH
meningkat. Kelainan yang jelas pada stadium ini adalah pada
systolic time interval ( STI ) yang menjadi normal apabila
hipotiroidi sub klinik ini diobati dengan hormon tiroksin
2. Stadium Dekompensasi : Pada stadium ini jelas didapatkan hormon tiroid yang
rendah, TSH yang tinggi dan gejala klinik yang jelas
12
Karena manifestasi klinik dari hipotirodidi berbeda-beda, tergantung dari
penyebab, umur permulaan terkena, dan juga tergantung berat ringannya penyakit,
maka dibedakan 3 klasifikasi klinik hipotiroidi :
1. Hipotiroidi Infantil ( Kretinisme )
2. Hipotiroidi Juvenil ( Juvenine Hypothyroidism )
3. Hipotiroidi Dewasa ( Miksedema = Adult Hypothyroidism )
1. HIPOTIROIDI INFANTIL ( Kretinisme )
Biasanya pada bayi, sering 1 – 2 minggu sesudah lahir. Dapat disebabkan oleh
karena ibu minum obat-obatan yang mengandung yodide waktu hamil, agenesis
tiroid, dishormogenesis, defisiensi yodium yang berat didaerah endemik, dan kadang-
kadang karena ada hipofungsi dari hipofise atau hipotalamus. (7)
Keadaan ini perlu diwaspadai oleh setiap petugas kesehatan baik bidan, perawat,
dokter, khusus dokter spesialis anak yang acap kali diminta menengok bayi yang baru
lahir di rumah sakit bersalin tetapi juga oleh orang tua bayi yang baru lahir ini.
Hipotirodi pada neonatus sangat jarang, tetapi merupakan masalah yang serius
. Penundaan pengobatan beberapa bulan saja akan mengubah nasib bayi selama
hidup, mengingat hormon tiroid diperlukan secara mutlak untuk pertumbuhan saraf
dan perkembangan mental maupun perkembangan fisik. Perkembangan saraf manusia
terjadi dalam kandungan hingga 3 tahun sesudah lahir, khususnya tahun pertama (7,14).
Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa kekurangan hormon tiroid akan
menghambat tumbuh kembang anak, fisik maupun mental.
Yang paling menyusahkan adalah keadaan ini menetap, artinya apabila
gangguan ini telah terjadi dan kemudian pada pasien ini diberikan hormon tiroid yang
cukup, maka pemberian ini tidak akan memperbaiki gangguan yang telah terjadi
sebelumnya. Tanpa dikenali dan diberi obat maka terjadi gangguan pertumbuhan
yang disebut Kretin. Makin dini dikenali hipotiroidi dan makin cepat diberikan
hormon tiroid sebagai pengganti, makin baik prognosisnya. (21)
Gejala gejala : Prolonge neonatal jaundice, lethargi, kesukaran bernafas, sianosis,
tangisan kasar, sukar minum, kulit kering dan tebal, pot belly,
kadang-kadang hernia umbilikalis. (10,12)
13
Bila tidak lekas diobati, akan timbul obstipasi, suara tangisnya serak, lidahnya tebal,
hipotermia, otot-otot lemah. Bila berkelanjutan sampai umur 1 tahun, maka
pertumbuhan terhambat meliputi pertumbuhan gigi, kemampuan duduk, merangkak
dan bicara. Adanya kenaikan TSH sesudah bayi berumur 2 hari adalah diagnostik
adanya hipotiroidi ( sampai 48 jam post partum, kadar TSH biasanya meningkat
sampai 100 u U/ml ).
Pemeriksaan Radiologi : Bone age terhambat, terdapat disgenesis epifise.
Kelainan yang non spesifik : kolesterol meningkat, karotenemia, hiperbilirubinemia,
kadar glukosa rendah.
2. HIPOTIROIDI JUVENIL
Batas garis pemisah antara hipotiroidi infantil dan juvenil tidak jelas, tetapi
biasanya timbul pada masa kanak-kanak (childhood ) sampai pubertas.
Penyebab tersering adalah : tiroiditis autoimun dan post tiroidektomi partial,
juga dapat disebabkan karena adanya tiroid ektopik, defisiensi enzim intra folikuler,
bahan-bahan goitrogenik, obat-obat anti tiroid, Defisiensi TRH atau TSH. (7,21)
Gejala-gejala : biasanya mempunyai gejala antara bentuk infantil dan dewasa
( adult ), tidak terdapat hambatan yang berat seperti pada kretinisme,
tidak ditemukan gejala spesifik seperti pada miksedema. Yang jelas
adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan seksual.
Pertumbuhan gigi terhambat demikian juga timbulnya masa
pubertas, sehingga penderita tampak seperti masih kanak-kanak
( lebih muda dari pada masa umurnya) disebabkan karena adanya
maturasi tulang daerah muka terhambat. Gangguan mental biasanya
berupa penurunan intelektualitas. Terdapat diagenesis epifise,
sehingga bone age juga terganggu. Kulit terutama tungkai bawah dan
rambut tampak kering dan bersisik, kadang-kadang banyak rambut
didaerah muka dan tubuh.
Turunnya T4 dan FTI, dan naiknya TSH merupakan tes diagnostik untuk
hipotiroidi primer ( bila sekunder TSH rendah dan tidak terukur ). T3 tidak selalu
14
rendah, karena itu T3 bukanlah tes hipotiroidi yang baik. Tingginya titer antibodi
tiroglobulin dan makrosomal menunjukkan adanya tiroiditis. Rendahnya I-131 uptake
48 jam membantu diagnosa.
3. HIPOTIROIDI DEWASA = Miksedema
Istilah miksedema jangan disamakan dengan hipotiroidi, karena sebagian
besar kasus hipotiroid tidak selalu menunjukkan miksedema. Karena kurangnya atau
tidak adanya hormon tiroid, maka mukopolisakarida yang hidrofilik tertimbun di
seluruh jaringan tubuh dan timbulah jaringan miksedema. Bentuk ini menyerang
penderta yang sudah melampaui masa pubertas.
Etiologi : Tiroiditis autoimun, post tiroidektomi partial, post terapi dengan yodium
radioaktif, obat-obtan anti tiroid. Kadang-kadang timbul sesudah minum
obat-obatan yang mengandung yodide. Pada daerah endemik, defisiensi
yodium merupakan penyebabnya.
Gejala-gejala :
Bentuk ini mempunyai perjalanan panyakit yang berangsur bahkan sampai
menahun atau lebih dengan gejala permulaan seperti lemah, obstipasi,
myalgia, kulit kering, rambut rontok dan muka atau kelopak mata agak
lembab.
Gejala tersering dari hipotiroidi ringan adalah muka sembab dan bradikardi. Bila
berlanjut toleransi terhadap dingin menurun, nafsu makan menurun, berat badan naik,
menorrhagia, suara parau, capai, pendengaran menurun, karotenemia, sulit
berkonsentrasi.
Bila terjadi hipotiroidi berat : tuli, ptosis, miopati, reflek memanjang, psikosis
( ringan – sedang ), efusi pada sendi-sendi juga efusi perikard dan pleura, edema
anasarka. Kadang kadang terdapat gejala serebeler dan akhirnya koma. Tes diagnostik
untuk hipotiroidi dewasa adalah turunnya T4, FTI dan meningkatnya TSH, bahkan
yang terakhir ini adalah tes yang terbaik, untuk kasus ringan meskipun T4 dan FTI
15
masih dalam batas yang meragukan. Meningkatnya antibodi tiroid menunjang
diagnosis tiroiditis autoimun..
Tes-tes lain yang menunjang adalah meningkatnya kolesterol, trigliserida,
kadar karoten, LDH, kolinesterase, SGOT, gamma globulin, kadang-kadang terdapat
anemia normokrom normositer, hiponatremia, pada EKG : QRS, P dan T rendah,
interval P – R memanjang
II. DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN
1. DIAGNOSIS
Diagnosis hipotiroid ditegakkan dari gambaran klinik dan dipastikan dengan
pemeriksaan T4 dan TSH serum. Dalam keadaan adanya dugaan terdapat peninggian
kadar ” Thyroxide Binding Globulin ” (TBG) (kehamilan, terapi estrogen)
pemeriksaan T4 tak dapat dipercaya, perlu diganti dengan pemeriksaan” free T4 ”
(FT4) yang tidak dipengaruhi oleh TBG. Kadar TSH serum normal adalah 0,4 – 4
mU/L(1,7)
Terdapat tiga pegangan klinis untuk mencurigai adanya hipotiroidism yaitu apabila
ditemukan :
1. Keluhan-keluhan dan gejala fisik akibat defisiensi hormon tiroid
2. Tanda-tanda adanya keterpaparan/defisiensi, pengobatan atau penyakit
yang dapat menjurus pada kegagalan tiroid atau hipofisis
3. Penyakit yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit tiroiditis
autoimun kronis
Gambaran klinis yang menyokong diagnosis hipotiroidisme antara lain :
Kelemahan
Cepat lelah
Intoleransi dingin
Konstipasi
Perubahan Berat Badan
Depresi
Menoragia
Suara Serak
16
Kulit kering
Bradikardi
Pemanjangan fase relaksasi reflek tendon
Beberapa kelainan laboratorium yang menimbulkan dugaan adanya
hipotiroidism, akan tetapi bukan diagnostik adalah hiperkolesterolemia,
hiperprolaktinemia, anemia, hiponatremia. Kelainan lain adalah efusi perikard, pada
pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan kontraktilitas otot jantung pada
pemeriksaan ekokardiogafi.(1)
Kegagalan produksi hormon tiroid menyebabkan penurunan kadar T4 serum,
sedangkan penurunan kadar T3 baru terjadi pada hipotirodi berat. Pada hipotiroidism
primer ditemukan penurunan kadar T4 sedangkan TSH serum meningkat. Pada
hipotirodi sentral disamping kadar T4 serum rendah, terdapat kadar TSH yang rendah
atau normal.
Untuk membedakan hipotirodism sekunder dengan tertier diperlukan tes TRH (
Thyrotropin Releasing Hormon ) dapat dilihat pada tabel dibawah ini : (1,13)
17
Dugaan klinis hipotiroidism
Tes T4 dan TSH Serum
T4 ↓, TSH↑ T4 N, TSH↑ T4↓ , TSH N/↓ T4 N, TSH N
Hipotiroidisme Primer
Hipotiroidisme Subklinik
Hipotiroidisme Sentral
Normal
Tes TRH
Respon (-)T4 ↓, TSH↑↑ T4 ↑, TSH↑
2. PENGOBATAN HIPOTIROIDI
Penderita hipotirodisme membutuhkan pengobatan selama hidup. Banyak
pasien yang tidak taat menggunakannya sehingga timbulah gejala hipoiroidi berulang-
ulang, khusunya pada usia lanjut perlu diawasi cermat. Meskipun hipotiroidi ini
mudah diobati dan mudah dikoreksi, tetapi apabila tidak cepat dikoreksi akan dapat
berakibat fatal (21)
Sebelum sampai ke bentuk yang klasik, maka hipotiroidi ringan, hipotiroidi sub
klinik, decreased thyroid reserve oleh sebab apapun juga harus diobati dengan hormon
tiroksin, dengan dosis yang disesuaikan
Ada bermacam-macam preparat hormon tiroid ataupun yang sintetik, dosis awal
beraneka ragam tergantung pada tipe dan berat ringannya hipotiroidi
1. Tablet Thyranon ( Organon ) : terdiri dari serbuk kelenjar tiroid ( thyroid extarct )
ditambah ikatan yodium organik sekitar 0,3 %, dalam kemasan tablet dari 50 dan
100 mg. Dosis dimulai sekitar 12,5 – 50 mg ( untuk orang tua dan miksedema
dosis lebih rendah mulai sekitar 10 – 15 mg / hari ) dan akhirnya dosis total 100 –
200 mg / hari (7,9)
2. Tablet L- Thyroxine ( levothroid, synthroid )
Mengandung terutama T4. ini merupakan obat pilihan, karena dapat diramal dari
pada crude thyroid ( thyranon ), T3, atau Liotrix.(7) Absorpsi cukup konstan pada
sekitar 90 – 95 % dosis. T3 dibentuk dari T4 oleh hati. Pada umumnya dosis
pemeliharaan mungkin lebih rendah pada pasien lanjut usia dan mungkin lebih
tinggi pada kehamilan.(3) Dosis sekitar 100 – 200 ug per hari, half life T4 :
seminggu (5)
18
Hipotiroidisme Primer
Hipotiroidisme Tertier
Hipotiroidisme Sekunder
Gambar 1. Penegakkan algoritme diagnosis Hipotiroidism ( dikutip dari kepustakaan 1 )
3. Tablet Sodium Lithyronin ( Cytomel ) mengandung T3. Harus
dimuali dosis rendah karena efeknya cepat. Dosis dimulai dari 5 Ug dan naik
pelan-pelan.
Half life T3 : 1 jam smpai 12 jam
4. Tablet Litrix (thyrolar ) mengandung campuran T4 dan T3
dengan ratio 4 : 1. Preparat ini merupakan “ complete replacement therapy ”
karena T4 di jaringan perifir akan dirobah menjadi T3
2.a . TERAPI HIPOTIROIDI INFANTIL DAN HIPOTIROIDI JUVENIL
Pada kedua tipe ini terapi harus segera dimulai untuk menghindarkan
menetapnya gangguan mental. Kadang – kadang terapi sudah dimulai segera,
tetapi kesinambungannya tidak sempurna karena penderita tidak datang lagi
meskipun harga obatnya murah. Pada umumnya hipotiroidi berat tidak terjadi
inuteri, dan gangguan mental tidak akan timbul asal terapi adekuat dimulai
sebelum bayi berumur 4 bulan, sebaliknya meskipun terapi tidak terlambat tetapi
dosis tidak adekuat untuk perkembangan mental, dan akhirnya pertumbuhan fisik
juga akan terganggu. Preparat yang dipilih adalah L-Thyroxine.
Dosis dimulai dengan 25 Ug/hari dan dinaikkan 25 Ug dengan interval
seminggu, sehingga dosis total menjadi 100 – 200 U sesudah 3 – 4 minggu, bila
hasil belum memuaskan dosis dapat dinaikkan. Bila sudah ada gangguan mental,
maka dosis L-Thyroxine lebih baik sedikit berlebihan daripada kurang. Petunjuk
dari keberhasilan terapi adalah kadar T4, TSH, pertumbuhan dan maturasi tulang,
maturasi seksual, normalnya STI.
2.b. TERAPI HIPOTIROIDI DEWASA
Dapat digunakan preparat L-thyroxine = T4, L-Thyronine = T3, Liotrix,
ataupun extract thyroid dengan yodium organik 0,2 – 0,3 % ( Thyranon ).
Keuntungan preparat T4 adalah bekerja pelan untuk menambah depot T4 di
jaringan perifir, dan merupakan sumber yang berkesinambungan untuk
mempertahankan kadar T3 dalam serum menjadi stabil. Tetapi bila diberikan
19
preparat T3, maka efeknya terlalu cepat dan lagi pula half lifenya pendek, dan hal
ini kurang baik untuk penderita usia lanjut yang menderita penyakit jantung. (7)
Preparat T3 baik untuk penderita hipotiroidi yang mempunyai jaringan
perifir refrakter ( tidak mampu merubah T4 menjadi T3 )
Pada penderita lanjut usia terutama hipotiroidisme jangka panjang disertai dengan
penyakit jantung iskemik, obat yang diberikan hendaknya dimulai dari dosis
kecil ( 12,5 – 25 mg/hari) kemudian ditingkatkan perlahan-lahan dengan intervel
4 – 6 minggu (23) Sebagai pedoman dosis ekivalen preparat tiroid adalah 100 Ug
L- Thyroxine ~ 25 Ug L-Thyrinine~ 1 unit Liotrix ~ 62,5 gram thyranon.
Dosis awal jangan melebihi 50 Ug L-Thyroxine perhari terutama pada
hipotiroidi yang sudah lama dan hipotiroidi dengan kelainan jantung.
Dalam hal hipotiroidi kronik akan timbul bahaya insufisiensi adrenal,
sedangkan dalam hal kelainan jantung akan mudah timbul infark apabila dosis
terlalu tinggi ( dianjurkan dosis mulai dengan 12,5 sampai 25 Ug L-Thyroxine
perhari ). Dosis dinaikan pelan-pelan dengan 25 – 50 Ug pada interval 2 – 3
minggu sehingga akhirnya dosis total sekitar 200 Ug perhari sehingga kadar T4
diusahakan 9 Ug %.
Perbaikan dengan terapi dapat dilihat dengan adanya perbaikan STI,
Peningkatan diuresis, berkurangnya sembab kelopak atau muka, kemudian
disusul dengan bradikardi hilang, nafsu makan timbul, obstipasi hilang, aktivitas
psikomotor meningkat dan reflek normal. Yang agak lambat perbaikannya
adalah suara parau dan kelainan kulit yang memerlukan waktu beberapa bulan.
2.c. TERAPI KOMA MIKSEDEMA
Koma miksedema merupakan stadium akhir dari hipotiroidi berat yang
berlangsung lama dan biasanya sudah menunjukkan manifestasi klinik dan
gangguan mental yang jelas.
20
Faktor-faktor yang memudahkan hipotiroidi menjadi Koma Miksedema adalah :
1. Udara dingin
2. Strike
3. Infark myokard
4. Pemberian obat-obatan sedatif, hipnotik, golongan fenotiasin
5. Infeksi
6. Trauma
Fatofisiologi : Karena hipoventilasi dan sirkulasi darah menurun, maka timbul
hipoksia jaringan yang dapat merusak kapiler dan keluarlah plasma
kedalam jaringan interstisiel.
Manifestasi Klinik :
Mula-mula terdapat kemunduran mental atau bingung yang
kemudian disusul dengan konvulsi dan koma, kulit pucat, kering
seperti mayat dan edema anasarka.
Hipotermi bervariasi antara 24 – 36 ° C dan temperatur rectal
sebaiknya dilaksanakan. Timbul bradikardi yang kadang-kadang
timbul aritmia, hipotensi.
Respirasi dan reflek menjadi lambat, otot-otot kaku.
EKG menunjukan QRS yang memanjang T terbalik.
Pengobatan penderita sedapat mungkin dirawat di ICU : (2, 9,20 )
1. Selimuti dengan selimut yang berongga didalam kamar hangat. Jangan terlalu
cepat memberikan penghangatan penderita karena menyebabkan vasodilatasi
yang akan menambah pembuangan panas dari tubuh, dan lagi pula dapat
timbul kolap vaskuler. Temperatur tubuh akan naik dalan 24 jam sesudah
pemberian L-Thyroxine.
21
2. Usahakan ventilasi pernafasan sebaik mungkin
3. Infus NaCl hipertonik dan glukosa karena tubuh kelebihan air dan
kecendrungan hipoglikemia tetapi harus diingat kemungkinan adanya DM
atau Koma Miksedema
4. Hormon Tiroid merupakan permasalahan yang sulit .
Dengan adanya gangguan sirkulasi dan hipometabolik, pemberian
hormon tiroid per os atau sub cutan (intramusculer ) pada penderita Koma
Miksedema tidaklah memberikan absorpsi yang baik. Karena itu hormon
tiroid sebaiknya diberikan intra vena yaitu 500 Ug L-Thyroxine, yang
biasanya akan timbul perbaikan dalam waktu beberapa jam. Bila ada preparat
T3 maka lebih baik diberikan L- Thyronine karena T3 merupakan hormon
aktif dan bekerja lebih cepat dengan dosis 5 – 10 Ug sebagai bolus dan dapat
diulangi setiap 8 jam. Bila koreksi metabolisme terlalu cepat maka timbul
dekompensasi jantung, infark miokard dan aritmia.
5. Dianjurkan memberikan hidrokortison 100 mg intra vena, dan setiap 8 jam
diberikan 100 mg lagi lewat infus. Hal ini penting karena hipofungsi mungkin
sudah ada atau akan timbul dengan pemberian T 3 atau T4
6. Apabila obat-obat per os sudah memungkinkan maka pemberian hormon
tiroid per os harus segera dimulai
7. Bila diduga adanya DIC, maka heparin harus segera diberikan.
III. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS
1. PERJALANAN PENYAKIT
Mulainya penyakit biasanya tidak dikenali dan gejala mulai nampak
beberapa bulan atau tahun sebelum diagnosis ditegakkan. Gejala pertama
mungkin berupa berkurangnya keringat dan tidak menyukai udara dingin.
Keluhan ini dapat berlangsung bertahun-tahun sebelum gejala klinis yang nyata
timbul. Keluhan awal juga bisa berupa penurunan aktivitas akibat berkurangnya
gairah hidup, lemah dan letih. Pikiran terasa tumpul, mengantuk dan ada kalanya
terjadi gelisah, cemas dan iritabel. Konstipasi progresif atau menorrhagia, rambut
rontok, sukar berbicara, pusing, wajah sembab, sakit kepala, pucat dan
22
penambahan berat badan juga dikeluhkan.(2,13) Sebaliknya pada keadaan setelah
operasi atau terapi dengan iodium radioaktif , penyakit ini timbul secara cepat.(7)
Gejala muskuloskeletal depresi akut atau anxietas akut dapat menjadi
keluhan. Oleh sebab itu perjalanan klinis hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh
penyebab hipotiroidisme itu sendiri.(2) Bila tidak diobati, hipotiroidisme dapat
berlanjut 10 – 15 tahun sebelum penderita meninggal.(16) Pada umumnya gejala-
gejala hipotiroidisme pada orang dewasa dapat hilang sempurna dengan terapi
hormon tiroid ( Levotiroksin ).(1)
Perjalanan penyakit terutama miksedema yang tidak diobati adalah
penurunan keadaan secara lambat yang akhirnya menjadi koma miksedema dan
kematian. Mengenali adanya koma miksedema menjadi terhambat oleh karena
mulainya terselubung ( incidius ) dan jarang terjadi . Keadaan ini biasanya terlihat
pada wanita usia lanjut pada musim dingin. Pada beberapa penderita sebagai
faktor pemicu adalah infeksi berat, yang paling sering adalah pneumonia dan
infeksi saluran kemih.(16)
Pada suatu waktu angka mortalitas, koma miksedema mencapai kira-kira
80 %. Namun dengan terapi sesuai, prognosis jangka panjang sangat
menggembirakan . Karena waktu paruh tiroksin yang panjang ( 7 hari ),
diperlukan waktu untuk mencapai keseimbangan pada suatu dosis yang tetap.
Jadi perlu untuk memantau FT4 dan FT4I dan kadar TSH setiap 4 – 6 minggu
sampai suatu keseimbangan normal tercapai. Setelah itu, FT4 dan TSH dapat
dipantau sekali setahun. Dosis T4 harus ditingkatkan kira-kira 25 % selama
kehamilan dan laktasi. Pasien lebih tua memetabolisir T4 lebih lambat dan dosis
akan diturunkan sesuai dengan umur(12)
2. PROGNOSIS
Prognosis jelek apabila koma terjadi pada orang tua dengan suhu < 34,5°
C, frek. Nadi < 44 x/mt disertai sepsis dengan infark miokard dan atau hipotensi
dan hipotermi tidak membaik dalam 3 hari pengobatan.(20)
23
BAB V
KOMPLIKASI NEUROLOGI PADA HIPOTIROIDI
1) Hipotiroidi Kongenital
Pada hipotiroidi kongenital yang terjadi didaerah defisiensi iodium
ditandai dengan adanya gangguan diplegia spastik yang diduga sebabnya serebral,
mata juling, perceptual motor problems, kesulitan bicara, postur berdiri yang khas,
gangguan manual dexterity, gangguan mental dan bisu tuli ( Querido dan
Djokomoeljanto, 1978 ) (14)
2) Kretin Neurologik
Pada kretin neurologik, gangguan klinis yang utama adalah defisiensi
intelektual, tuli dan motor rigidity yang mengisyaratkan adanya keterlibatan neuro
corteks cerebri, ganglion basal dan cochlea. Bagian otak tersebut mengalami
perubahan amat cepat pada trimester dua dan amat vulnerabel terhadap kekurangan
yodium (22)
3) Cerebral Hypothyroidism
Paling banyak ditemukan pada kretin miksedema, dengan gejala yang
nampak adalah letargi, apati. Hal ini disebabkan karena kekurangan tiroksin di otak,
24
sebab sel otak mendapatkan T3 dari hasil perubahan di selnya dengan perantaraan
deiodenase II, bukan dari produksi kelenjar tiroid. Perbaikan nyata terlihat dengan
pemberian hormon tiroid. (7,22)
4) Minimal Brain Damage ( MBD )
Istilah MBD merujuk pada anak-anak dengan masalah perilaku dan
kesulitan belajar ( learning disabilities ), tanpa menunjukkan tanda-tanda klasik
akan adanya lesi otak yang bersifat mayor ( gross brain pathology ) ( Rapin, 1982 ).
Menurut Clement (1966 ) MBD adalah anak-anak yang mempunyai intelegensi
umum dibawah rata-rata, rata-rata atau bahkan diatas rata-rata dengan kesulitan
khusus dalam belajar atau perilaku derajat ringan sampai berat yang disebabkan
oleh disfungsi dari sistem saraf pusat. Disfungsi tersebut diwujudkan dalam
berbagai kombinasi gangguan dalam persepsi, konseptualisai, bahasa, memori,
pemusatan perhatian, impulse, dan fungsi motorik.(24)
Gambaran klinik diatas didukung oleh temuan pemeriksaan CT Scan dimana
didapatkan atropi serebri yang luas (Halpern dkk, 1991). Hasil EEG menunjukkan
sebagaian besar kasus mempunyai pola yang abnormal yaitu naiknya aktivitas
gelombang teta ( Fierro-Benitez dkk, 1970 ).(24) Sebagian besar hasil foto dengan
MRI adalah normal, hanya 1 anak yang mengalami atropi derajat sedang. Dalam
tes-tes neuropsikologi didapatkan beberapa kasus menunjukkan gangguan .(8)
Dessault et all, 1994 melaporkan bahwa pada umur 12 tahun anak-anak yang
lahir dengan hipotroidi kongenital yang terjaring dalam program skrining
menunjukkan bahwa anak dengan hipotiroidi berat mempunyai IQ yang lebih
rendah dibandingkan anak-anak yang status tiroidnya lebih baik. Jadi walaupun
intervensi dini sudah dilakukan namun defek-defek neurologi maupun
neuropsikologi yang bersifat ringan masih muncul juga.(8)
5. Sistem Neuromuskular
Banyak pasien yang mengeluhkan gejala-gejala yang menyangkut sistem
neuromuskular seperti kram otot parah, kulit terasa tebal, lunak dan bengkak,
parestesia dan kelemahan dan kekakuan otot, tidak jarang timbul miotonia. (12,16)
25
Otot kaku dan nyeri akan terasa lebih hebat pada suhu udara dingin(2) Massa otot
berkurang atau meningkat karena miksedema interstitial(17)
Miksedema merupakan penyebab terjadinya sindrome carpal tunel, dan akan
membaik secara dramatik setelah memperoleh suplemen hormon tiroid. Hipertropi
muskuler generalisata yang disertai dengan cepat merasa lelah serta pergerakan
yang lambat pada orang dewasa disebut dengan sindrom Hoffmann. Gambaran
EMG pada kelainan ini tidak menunjukkan gambaran klasik miotonia.(2,13) Reflek
tendo mungkin sulit dibangkitkan, dan fase relaksasi reflek Achilles memanjang
sehingga menyebabkan lambatnya kontraksi dan relaksasi otot. Tanda gangguan
cerebeler dapat tampak seperti ataksia, nistagmus serta bicara lambat (16)
6. Gejala Sistem Saraf Sentral dan Perifir
Gejala pada sistem saraf pusat dan perifir khususnya pada orang dewasa pada
penderita dengan hipotiroid mengakibatkan gangguan saraf ringan dan biasanya
membaik dengan terapi hormon .
Semua fungsi intelektual termasuk bicara menjadi pelan. Pasien akan kehilangan
inisiatif dan memori berkurang, tidak mampu berkonsentrasi, letargi, somnolen,
serta dementia yang dianggap dementia senilis (2,12)
26
BAB VI
RINGKASAN
Hipotiroidisme merupakan sindroma klinis akibat defisiensi hormon tiroid yang
dapat disebabkan oleh gangguan pada poros Hipotalamus – Hipofisis – Tiroid, tersering
pada kelenjar tiroid ( hipotalamus primer ). Penyebab terbanyak hipotirodisme primer
adalah defisiensi iodium didaerah defisiensi dan tiroiditis autoimun kronis ( Hashimoto )
didaerah cukup iodium
Akibat defisiensi hormon tiroid terjadi perlambatan metabolisme tubuh dan
penumpukan glikosamin di interstitiel yang menyebabkan gambaran klinis miksedema
Diagnosis hipotiroidisme primer ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
dipastikan oleh ditemukan penurunan Tiroksin ( T4 ) serum dan peningkatan TSH
serum. Pada hipotiroid sentral tidak terdapat peningkatan TSH.
Pada umumnya gejala-gejala hipotiroidisme pada orang dewasa dapat hilang
sempurna dengan terapi hormon tiroid ( levotiroksin ), namun prognosis koma
miksedema adalah buruk, apabila tidak mendapat penataksanaan yang akurat
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Syahbuddin S. Hipotiroidisme : Etiologi Patofisiologi dan Pengobatan. Dalam
Djokomoeljanto, Darmono, Suhartono T, Pemayun TGD, Nugroho HS. Naskah
Lengkap Temu Ilmiah dan Simposium Nasional IV Penyakit Kelenjar Tiroid.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2005: 167 - 88.
2. Sumual A.R, Langi Y : Hipotiroidisme. Dalam Djokomoeljanto. Buku Ajar
Tiroidologi Klinik. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2007: 295
– 319
3. Berkow R, Fletcher AJ : Hipotiroidisme. The Merck Manual, Edisi Enam Belas.
Alih Bahasa Kusuma W. Bina Rupa Aksara, Jakarta 1999: 522 – 27.
4. Djokomoeljanto. Perkembangan Mutakhir Tiroidologi. Dalam :
Djokomoeljanto, Darmono, Suhartono T, Pemayun TGD, Nugroho HS. Naskah
Lengkap Kongres Nasional V Persatuan Diabetes Indonesia ( Persadia ) dan
Pertemuan Ilmiah Perkumpulan Endokrinologi Indonesia ( Perkeni ). Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2002: 1 -11
5. Andreoli T. Hypothyroidism. In: Carpenter CJ, Griggs RC, Loscazo. Cecil
Essential of Medicine. Sixth Edition. Philadelphia. 2004: 598 – 601
6. Hartini KS. Penatalaksanaan Hiper dan Hipotiroidisme pada Kehamilan. Dalam:
Djokomoeljanto, Darmono, Suhartono T, Pemayun TGD, Nugroho HS. Naskah
Lengkap Kongres Nasional V Persatuan Diabetes Indonesia ( Persadia ) dan
28
Pertemuan Ilmiah Perkumpulan Endokrinologi Indonesia ( Perkeni ). Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2002: 41 -51
7. Askandar T, Subiyanto N. Hipotiroid ( Patogenesis, Klasifikasi dan Terapi )
Dalam :Hadisaputro S, Rachmatullah P. Temu Ilmiah dan Simposium Tiroid II. ).
8. Hartono B. Minimal Brain Damage ( MBD ) dan Hipotiroidi. Temu Ilmiah dan
Simposium Nasional III Penyakit Kelenjar Tiroid. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang, 1996: 193 – 2001
9. Djokomoeljanto. Penggunaan Hormon Tiroid Secara Rasional. Dalam: Darmono,
Suhartono T. Simposium Hipotiroidisme Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang, 1995 : 1 - 15
10. Rukman Y. Hipotirodisme pada Anak. Dalam: Darmono, Suhartono T.
Simposium Hipotiroidisme Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang,
1995 : 17 - 23
11. Sutrisno B. Pemeriksaan Laboratorium Untuk Deteksi Dini dan Evaluasi
Pengelolaan Hipotiroid. Dalam: Darmono, Suhartono T. Simposium
Hipotiroidisme Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1995 : 25 - 34
12. Baxter JD. Hipotiroidisme. Dalam Endokrinologi Dasar & Klinik . Greenspan alih
bahasa: Wijaya C, Maulani RF, Samsudin S. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta. 2000: 245 – 55
13. Freedberg IM, Vogel LN. Organ System Manifestations In: Ingbar, Braverman.
The Thyroid, A Fundamental and Clinical Text. 5 th edition. Lippincott.1986:
1168 – 77
14. Djokomoeljanto. Hipotiriodi di Daerah Defisiensi Yodium. Kumpulan Naskah
Lengkap Simposium GAKI. Kongres Nasional III Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia ( Perkeni ). Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1993 :
35 - 45
15. Djokomoeljanto. Hipotiriodisme. Penyakit Kelenjar Gondok Sebuah Tinjauan
Populer. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2007: 41 - 8
16. Suhartono T. Hipotirodisme Pada Orang Dewasa dan Usia Lanjut. Dalam:
Darmono, Suhartono T. Simposium Hipotiroidisme . Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang, 1995: 35 – 46
29
17. Jameson JL, Weetman AP. Disorders of The Thyroid Gland In: Kasper DL, Fauci
AS, Braunwald E, et all. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 th edition.
McGraw – Hill. 2005: 2104 – 12
18. Djokomoeljanto. Kelenjar Tiroid, Hipotiriodisme dan Hipertiroidisme Dalam
Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. 2006:
1955 - 61
19. Larson EB, Metz R. Disorders of Thyroid Hormone Production. Blue Book of
Endokrinology. Saunders Company Philadelphia. 1985: 12 – 38
20. Djokomoeljanto, Suhartono T. Kegawatan pada Penyakit Tiroid. Dalam Poerjoto
P. Kedaruratan Medik I. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
2000: 183 – 91
21. Djokomoeljanto. Penyakit – Penyakit kelenjar Gondok. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang. 2007: 13 - 21
22. Djokomoeljanto, Gambaran Spektrum Klinik Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium ( GAKI ). Dalam: Masjhur JS, Hartini KS. Endokrinologi Klinik 2000.
Kongres Nasional Perkumpulan Endokrinologi Indonesia ke-5 Bandung, 9 – 13
April 2000. Bandung. 2000: 1 – 8
23. Suastika K. Tiroiditis Autoimun. Dalam: Djokomoeljanto, Darmono, Suhartono
T. Pemayun TGD, Nugroho H. Naskah Lengkap Temu Ilmiah dan Simposium
Nasional IV Penyakit Kelenjar Tiroid. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang. 2005: 91 - 97
24. Hartono B. Djokomoeljanto. Spektrum Disfungsi Perkembangan Hemisfer Otak
di Daerah Defisiensi Yodium. Kongres Nasional III Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia ( Perkeni ). Kumpulan Naskah Lengkap Simposium GAKI. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2005: 97 – 104
25. Wijaya A, Kaniawati M. Evaluasi Laboratorik Faal Tiroid Orang Normal dan
Dalam Keadaan Sakit. Dalam : Djokomoeljanto. Buku Ajar Tiroidologi Klinik.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2007 : 67 – 95
26. Robert CGP, Landerson PW. Hypothyroidism. Lancet 2004. 363 : 793 - 803
30