revisi referat apendiksitis

22
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor, diantaranya adalah hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan. Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan negara berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh perubahan pola makan. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, sedangkan meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal usia 20-an, dan angka ini menurun pada usia menjelang dewasa. Insiden apendisitis memiliki rasio yang sama antara wanita dan laki-laki pada masa prapubertas. Sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rasionya menjadi 3:2. Apendiks merupakan suatu organ yang berbentuk tabung dan panjangnya kira-kira 10 cm ( kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di seku. Lumennya sempit di bagian proximal dan melebar di bagian distal. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit di ujungnya. Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Apendiks terletak

description

m,n,mn

Transcript of revisi referat apendiksitis

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik dan

merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis akut

merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor, diantaranya adalah hiperplasia

jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan

penyumbatan.

 Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan negara

berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna,

yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin

disebabkan oleh perubahan pola makan.

Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, sedangkan

meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal usia 20-an,

dan angka ini menurun pada usia menjelang dewasa. Insiden apendisitis memiliki rasio yang

sama antara wanita dan laki-laki pada masa prapubertas. Sedangkan pada masa remaja dan

dewasa muda rasionya menjadi 3:2.

Apendiks merupakan suatu organ yang berbentuk tabung dan panjangnya kira-kira 10

cm ( kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di seku. Lumennya sempit di bagian proximal dan

melebar di bagian distal. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

menyempit di ujungnya.  Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Apendiks terletak

dikuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga

taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak

pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan

SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.

Jenis posisi:

Gambar 2: Jenis posisi dan letak apendiks

1. 12 o clock : Retrocolic or retrocecal (dibelakang cecum atau colon)

2. 2 o clock : Splenic (ke atas kiri – Preileal and Postileal)

3. 3 o clock : Promonteric (secara horizontal menuju ke kiri ke arah sacral promontory)

4. 4 o clock : Pelvic (turun ke dalam pelvis)

5. 6 o clock : Subcecal (di bawah caecum dan menuju ke inguinal canal)

6. 11 o clock : Paracolic (menuju keatas kanan). 1,2,4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm

dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan

melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan

dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam

retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.

Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan

berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks

terbanyak adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%), paracaecal (2%),

subcaecal (1,5%) dan preleal (1%). Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri

apendicular yang merupakan cabang dari arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk end

arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke

nodus limfe ileocaeca.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika

superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.

Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum. Jika

terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT ( Gut Assoiated

Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A. Namun jika

apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya

yang sedikit sekali.

2.2 Etiologi Apendisitis Akut

Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh

beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang

apendiks, diantaranya :

Faktor Obstruksi

Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa,

35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya

sumbatan oleh parasit dan cacing.

Faktor Bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut. Bakteri

yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus, Lacto-bacilus,

Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.

Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ

apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang

memudahkan terjadi apendisitis.

Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.

2.3 Patofisiologi Apendisitis Akut

Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan oleh

bacteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen

menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus

tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan

sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum akan

meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan flora kuman di kolon

mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di mukosa apendiks.

Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit yang meliputi semua

lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang

menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia,

menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi

menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena

terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi

apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas

dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien

karena ditentukan banyak faktor.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan

menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.

Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan

nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila

kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan

gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah

rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.

Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu

ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

Mekanisme terjadinya apendisitis dapat diliat pada bagan di bawah ini.

2.4 Penegakan Diagnosa Apendisitis Akut

Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :

Fekalit

Obstruksi lumen

appendiks

Edema >>

Obstruksi arteri (a. terminalis appendikularis)

Peningkatan tekanan

intraluminal

Gangguan aliran mucus dari Appendik - sekum

Obstruksi vena

Gangguan aliran limfe

Appendisitis Supuratif akut

edema, diapedesis

bakteri, dan ulserasi mukosa

apendisitis akut

Nyeri daerah epigastrium

Penyumbatan secret mukus

Mukus >>

bakteri akan menembus dinding

apendiks.

Bendungan mukus

Nyeri perut kanan bawah

Peradangan peritoneum

gangren

infark dinding apendiks

apendisitis ganggrenosa

Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan anorexia.

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C. Bila suhu lebih tinggi,

mungkin sudah terjadi perforasi.

Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum

lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya defans muskuler.

Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada tekanan kiri

(Rovsing’s Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan

(Blumberg’s Sign) batuk atau mengedan

Pemeriksaan Fisik:

Inspeksi

Tidak ditemukan gambaran spesifik.

Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.

Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses

periapendikuler.

Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan

Palpasi

Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.

Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.

Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk

menentukan adanya rasa nyeri.

Perkusi

Pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.

Auskultasi

Biasanya normal

peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat

apendisitis perforate

Rectal Toucher

Pada rectal toucher menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai dengan

jari telunjuk, misalnya pada appendisitis pelvika, pada appendisitis pelvika, tanda

perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan

rectal toucher.

Tonus musculus sfingter ani baik

Ampula kolaps

Nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12

Terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).

Pada anak-anak, tidak diperlukan rectal toucher, karena appendiksnya berbentuk

konus atau pendek.

Pemeriksaan tambahan (pemeriksaan khusus)

Rovsing’s Sign :

Dengan cara penekanan pada kuadran kiri bawah menyebabkan refleks nyeri

pada daerah kuadran kanan bawah.

Psoas sign :

Mengindikasikan adanya iritasi ke muskulus psoas. Tes ini dilakukan dengan

rangsangan otot psoas dengan hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif

sendi panggul kanan, kemudian paha ditahan. Tes ini dilakukan dengan cara pasien

terlentang. Secara perlahan tungkai kanan pasien diekstensikan kearah kiri pasien

sehingga menyebabkan peregangan m. psoas. Rasa nyeri pada maneuver ini

menandakan tes positif.

Obturator sign

Dilakukan untuk melihat apakah appendiks yang meradang kontak dengan m.

Obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan

endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada

appendisitis pelvika. Positif dari nyeri hipogastrik pada peregangan m. Obturator

internus yang menandakan iritasi pada daerah tersebut. Tes dilakukan dengan cara

pasien berbaring terlentang, tungkai kanan difleksikan dan dilakukan rotasi interna

secara pasif.

Alvarado Score

Characteristic Score

M = Migration of pain to the RLQ 1

A = Anorexia 1

N = Nausea and vomiting 1

T = Tenderness in RLQ 2

R = Rebound pain 1

E = Elevated temperature 1

L = Leukocytosis 2

S = Shift of WBC to the left 1

Total 10

Interpretasi:

Skor 7-10 = Apendisitis akut.

Skor 5-6 = Curiga apendisitis akut.

Skor 1-4 = Bukan apendisitis akut.

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor > 6 maka

tindakan bedah sebaiknya dilakukan.5

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a. Pemeriksaan darah

Leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus

dengan komplikasi.

Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.

b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam

urin.

Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding

seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang

hampir sama dengan appendicitis.

2. Radiologis

a. Foto polos abdomen

Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya

peritonitis) tampak :

Scoliosis ke kanan

Psoas shadow tak tampak

Bayangan gas usus kanan bawah tak tampak

Garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak

5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak

b. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,

terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat

dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,

adnecitis dan sebagainya.

c. Barium enema

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui

anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari

appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis

banding.

d. CT-Scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat

menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bilater jadi abses.

e. Laparoscopi

Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan

dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini

dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan

ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung

dilakukan pengangkatan appendix (appendectomy).

2.5 Diagnosis Banding

Terdapat banyak penyakit akut abdomen yang mempunyai tanda dan gejala yang

mirip dengan apendisitis akut :

a. Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih

ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistalsis sering ditemukan. Panas dan

leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.

b. Demam Dengue

Demam Dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan

hasil tes positif untuk Rumple Leede, trombositopenia, dan hematokrit yang

meningkat.

c. Limfadenitis Mesenterika

Limfadenitis mesenterika yang biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis

ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri

tekan perut samar, terutama kanan.

d. Kelainan ovulasi

Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri peurt kana bawah

pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul

lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam,

tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari.

e. Infeksi panggul

Salpingitis akut kanan sering di kacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya

lebih tingi daripada apendesitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.

Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok

vagina, akan timbul nyeri hebat dipanggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat

dilakukan colok dubur bila perlu untuk diagnosis banding

f. Kehamilan diluar kandungan

Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika

ada ruptur tuba atau abortus kehamilan diluar rahim dengan perdarahan, akan timbul

nyeri yang mendadak difus didaerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.

Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada

kuldosentesis di dapatkan darah.

g. Kista ovarium terpuntir

Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam

rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal. Tidak

terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menetukan diagnosis.

h. Endometriasis eksterna

Endometrium diluar rahim akan memberikan keluhan nyeri ditempat endometriosis

berada, dan darah menstruasi terkumpul ditempat itu karena tidak ada jalan keluar.

i. Urolitiasis pielium/ureter kanan

Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut

menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria serung

ditemukan. Foto perut polos atau urografi intravena dapat meyakinkan penyakit

tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri

kostovertebral disebelah kanan, dan piuria.

j. Penyakit saluran cerna lainnnya

Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan diperut, seperti divertikulitis

Meckel, perforasi tukak duodenum atau kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon,

demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.

2.6 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adlah perforasi. Baik berupa perforasi

bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga

berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.

Komplikasi apendisitis akut diantaranya :

Apendisitis abses

Apendisitis perforata

Apendisitis kronis

2.7 Penatalaksanaan

Terapi pilihan satu-satunya : Pembedahan ( Apendektomi).

Pada appendisitis dengan abses atau phlegmon , dianjurkan untuk drainase abses dan

appendektomi dilakukan 6-10 minggu kemudian.

Pada appendisitis dengan perforasi perlu dilakukan laparotomi. Sebelum pembedahan

perlu dilakukan perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk

kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob , dan pemasangan pipa nasogastrik.

BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Lebih dari 10% kasus dengan keluhan nyeri abdomen merupakan kasus

kegawatdaruratan.

2. Apendisitis akut merupakan salah satu penyakit dengan gejala nyeri abdomen

yang paling sering dijumpai dan merupakan salah satu bentuk

kegawatdaruratan.

3. Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10

cm dan berpangkal pada seikum

4. Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan

cabang dari arteri ileocolica.

5. Apendiks mendapat persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus dan

persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.

6. Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. GALT ( Gut Assoiated

Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A.

7. Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan

oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus.

8. Faktor-faktor pencetus terjadinya apendisitis adalah obstruksi, bakteri,

kecenderungan familiar dan faktor ras serta diet.

9. Proses penegakan diagnose pada kasus apendicitis yaitu meliputi anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

10. Penatalaksanaan pada kasus apendisitis akut sebenarnya lebih mengarah pada

penanganan operatif yaitu dengan appendectomy.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell S. Richard. Anatomi klinik edisi.6. Jakarta : EGC. 2006; 345-349.

2. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu bedah edisi 2. Jakarta: EGC.

2005; 639-646

3. Kumar V, Cotran R. S, Robbins S. L. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7.

Jakarta; EGC. 2007; 660-662

4. Price S. A, Wilson L. M. Patofisiologi Konsep Dasar Proses-Proses Penyakit

Volume 1 Edisi 6. Jakarta: EGC. 2006.

5. Tim Revisi PDT Sub Komite Farmasi dan Terapi RSU DR.Soetomo .

Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.

2008

6. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical

Practice. Edisi 16. USA: W.B Saunders companies. 2002

7. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi 7. USA: The Mcgraw-Hill companies.

2005

8. Reksoprodjo S. Kumpulan Ilmu Bedah. Jakarta: Bagian Ilmu Bedah Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.

2010.