Referat TH Gangguan Pendengaran Pada Anak

18
GANGGUAN PENDENGARAN PADA ANAK Gerard M.A. da Cunha 030.08.109 Koas THT Rumkital dr Mintohardjo Pembimbing dr Agus Sp. THT Jakarta 6 Desember 2012

description

GANGGUAN PENDENGARAN

Transcript of Referat TH Gangguan Pendengaran Pada Anak

Page 1: Referat TH Gangguan Pendengaran Pada Anak

GANGGUAN PENDENGARAN PADA ANAK

Gerard M.A. da Cunha

030.08.109

Koas THT Rumkital dr Mintohardjo

Pembimbing dr Agus Sp. THT

Jakarta 6 Desember 2012

Page 2: Referat TH Gangguan Pendengaran Pada Anak

BAB I PENDAHULUAN

Proses belajar mendengar bagi bayi dan anak sangat kompleks dan bervariasi karena menyangkut aspek tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi, fisiologi, neurologi dan audiologi. Pada sisi lain pemeriksaan diharapkan dapat mendeteksi gangguan pendengaran pada kelompok usia ini sedini mungkin.1

Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang-kadang disertai keterbelakangan mental, gangguan emosional maupun afasia perkembangan. Umumnya seorang bayi atau anak mengalami gangguan pendengaran, lebih dahulu diketahui keluarganya sebagai pasienyang terlambat bicara1

Newton (1985) menjelaskan masalah yang menjadi dasar penetapan penyebab gangguan pendengaran pada anak-anak, sebagai contoh diberikan seorang anak yang didiagnosis memiliki gangguan pendengaran sensorineural pada usia 2 tahun yang memiliki virurensi dan antibodi spesifik IgG terhadap citomegalovirus. Pada keadaan ini infeksi terjadi secara kongenital tetapi mungkin kelainan ini terjadi saat postnatal dan saat dewasa2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan pendengaran pada anak

2.1.1 Perkembangan auditorik

Perkembangan auditorik pada manusia sangat erat kaitannya dengan perkembangan otak. Neuron di dalam korteks mengalami proses pematangan dalam waktu 3 tahun pertama kehidupan, dan masa 12 bulan pertama kehidupan terjadi perkembangan otak yang sangat cepat. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas upaya untuk melakukan deteksi gangguan pendengran harus dilakukan sedini mungkin agar habilitasi pendengaran sudah dapat dimulai pada vsaat perkembangan otak berlangsung1

2.1.2 Perkembangan auditorik prenatal

Telah diteliti bahwa koklea mencapai fungsi normal seperti orang dewasa setelah usia gestasi 20 minggu. Pada masa tersebut janin dalam mkandungan telah dapat memberikan respons terhadap suara yang ada disekitarnya, namun reaksi janin masih bersifat refleks seperti refleks Moro, terhentinya aktifitas(cessaciation reflex) dan auro palpebral. Kuczwara dkk (1984) membuktikan respons terhadap suara berupa refleks auropalpebral yang konsisten pada janin normal usia 24-25 minggu1

2.1.3 Perkembangan wicara

Bersamaan dengan proses maturasi fungsi auditorik, berlangsung pula kemampuan bicara. Kemahiran wicara dan berbahasa pada seseorang hanya dapat tercapai jika input sensorik (auditorik) dan moptorik dalam keadaan normal1

Awal dari proses belajar bicara terjadi pada saat lahir. Sulit dipastikan usia absolut tahapan perkembangan bicara, namun pada umumnya akan mengikuti ntahapan sebagai seperti terlihat pada tabel 1

Page 3: Referat TH Gangguan Pendengaran Pada Anak

Perkembangan bicara erat kaitannya dengan tahap perkembangan mendengar, oleh karenanya dengan memahami tahap perkembangan bicara dapat diperkirakan adanya gangguan pendengaran.

2.2 Klasifikasi Gangguan Pendengaran pada Anak

Penyebab gangguan pendengaran pada anak dapat diklasifikasikan dalam berbagai pembagian berdasarkan insiden dan prevalensi kongenital atau postnatal dan genetik atau non genetik.

Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan audiologi yang lengkap biasanya akan membantu dalam menegakan diagnosis dari gangguan pendengaran

Pada pembahasan ini gangguan pendengaran lebih diutamakan pada pembagian secara konduktif atau sensorineural. Tuli campur atau anorganik dan disini kita lebih mengutamakan pada pembagian berdasarkan pada1

Kelainan kongenital yang menyebabkan atau menjadi predisposisi dari gangguan pendengaran

1. Genetik, dengan kelainan anatomi pada telinga luar atau telinga tengaha. Gannguan pendengaran saat lahirb. Gangguan pendengaran muncul saat

balita2. Non Genetik, termasuk penyakit yang

berkembang saat embrio atau fetus3. Kelainan kongenital lainnya yang menjadi

penyebab dari gangguan pendengaran saat balita2

Gangguan pendengaran masa perinatalGangguan pendengaran yang di

dapat( postnatal)

2.2.1 Tuli Konduktif

2.2.1.1 Kelainan kongenital

2.2.1.1.1 Genetik dengan kelainan pada telinga luar dan telinga tengah2

1. Down’s Syndrome (Trisomi 21)

Down Syndrome ditemukan pada 1 dari 600 kelahiran. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah jumlah kromosom extra pada kromosom nomor 21, ciri wajah pada Syndrom Down membuatnya mudah untuk dikenali

Menurut Maurizi et al kelainan yang sering ditemukan pada syndrom down adalah kelainan telinga tengah namun hanya sebatas terjadi sedikit gangguan konduksi

2. Crouzon disease

Kelainan kongenital ini disebakan oleh kelainan autosomal dominan, dimana kelainan berupa hipoplasia dari mandibula dan maksila, kelaianan tulang kepala (craniostenosis) dan exophtalmos

Hubungannya dengan gangguan pendengaran ini adalah terjadinya stenosis atau atresia liang telinga, tidak ada membran timpani dan tulang maleus menyatu dengan os epytimpanum, atau menyatunya stapes dan promontorium

3. Marfan’s syndrome4. Treacher Collins Syndrome

Disebabkan oleh kelainan autosomal dominan, kelainannya berupa hipoplasia dari tulang maxila dan mandibula, juga ditemukan adanya fisura palpebraJuga ditemukan deformitas pada pinna terutama mikrotia, dengan stenosis atau atresia liang telinga luar, membran timpani sering tergantikan dengan lempeng tulang, juga sering ditemukan tanpa adanya muskulus tensor timpani dan stapedius juga pernah

Page 4: Referat TH Gangguan Pendengaran Pada Anak

dilakukan pemeriksaan dan ditemukan adanya pneumatisasi mastoid dan hipoplastik telinga tengah

5. Pierre Robin Syndrome Telinga luar dapat berbentuk seperti

cangkir dan letaknya rendah karena hipoplasia mandibula, juga terjadi penipisan dari tulang stapes dan cruraPada audiogram sering ditemukan berupa tuli konduktif tetapi pada kasus dengan kelainan pada telinga dalam bisa ditemukan tuli campur

6. Achondroplasia (dwarfism)Kelainannya sering ditemukan pada

telinga tengah, terjadi kelainan deformitas koklea tulang-tulang pendengaran menyatu dengan dinding telinga tengah, merupakan predisposisi bagi otitis media dengan efusi

7. Duane Syndrome ( Cervical Oculoacuistic Dysplasia)

Kelaianan yang sering ditemukan berupa mikrotia dan atresia liang telinga luar, di telinga tengah tulang- tulang pendengaran tidak menyatu dengan oval window, yang diselubungi oleh sebuah membran

8. Apert’s Syndrome ( acrocephalossyndactyli)

9. Otopalatodigital SyndromeMerupakan kelainan kongenital x-linked, kelainan pada telinga tengah ditemukan berupa kelaianan susunan tulang-tulang pendengaran

10. Osteogenesis ImperfektaMorrison (1979) melaporkan gangguan

pendengaran ini ditemukan pada usia 6 tahun sampai 51 tahun, karakterisitik dari kelainan ini berupa ditemukannya vaskularisi baru pada tulang yang terletak di regio oval

window, juga ditemukan kelainan berupa deformitas dari stapes

11.OtosclerosisGangguan pendengaran jarang

ditemukan sampai anak mencapai pubertas, gangguan pendengran sering muncul pada usia 11 dan 30 tahun, sebagian pasien memiliki riwayat otosclerosis sama seperti yang dimiliki oleh orang tuanya

2.2.1.2.2 Kelainan kongenital sebagai predisposisi pada otitis media dengan efusi atau infeksi2

1. Cystic Fibrosis (mucoviscidosis)Kelaianan ini disebabkan karena autosomal resesif, di Inggris ditemukan 1 dari 2000 kelahiran bayi dengan cystic fibrosisTerjadi sumbatan hidung, sinus ostia, tuba eustachius dan telinga tengah yang disebabkan adanya penumpukan cairan mukus viscid, kelainan ini pun melibatkan kelenjar saliva.Pengobtannya dengan menggunakn obat otoptosik dosis tinggi, penegakan diagnosis semakin bermakna dengan ditemukannya natrium dibawah 60 mmol/L

2. Immotile cilia SyndromePenyakit ini sangat jarang ditemukan

dalam kehidupan sehari-hari, penyebab utamanya adalah kegagalan fungsi normal silia dalam mukosa traktus respiratorius. Pasien ini mudah terserang otitis media efusi

3. Kondisi imunitas menurun

2.2.1.2.3 Bermacam-macam kelainan kongenital yang menyebabkan tuli konduktif2

1. Kongenital choleasteatoma 2. Rhabdomyosarcoma3. Fiobrous dysplasia4. Goldenhar’s Syndrome

Page 5: Referat TH Gangguan Pendengaran Pada Anak

2.2.1.2 Kelaianan yang didapat (postnatal) yang menyebabkan tuli konduktif 2

1. InflamasiOtitis EksternaFaktor predisposisi yang paling sering ditemukan pada anak adalah berenang pada kolam dengan kadar klorin yang tinggi, iritasi pada kulit liang telinga mengakibatkan telinga menjadi terinfeksiSebenarnya tuli konduktif pada pasien hanya ditemukan bila terjadi penutupan dari debris atau edema pada dinding telinga

TraumaTuli konduktif sering disebabkan baik

trauma langsung maupun tidak langsung . trauma langsung biasanya terjadi akibat benda asing yang pada akhirnya akan mengakibatkan perforasi membran timpaniGangguan pendengaran pada anak jarang ditemukan sampai masa tenggat waktu trauma selesai, anak biasanya terjadi penurunan kesadaran dan lebih sering berobat ke dokter spesialis anak dibandingkan mengeluhkan adanya gangguan pendengaran

Benda asing (Corpus Alienum) Kejadian ini paling sering di temukan

terutama disebabkan oleh seringnya anak-anak memasukan benda-benda yang kecil ke dalam telinganyaBenda asing sendiri dibagi menjadi 2 jenis yaitu higroskopis ( kacang. Kertas) dan higrofobik seperti Tuli konduktif yang ditimbulkan benda asing biasanya disebabkan karena menutup liang telinga atau telah terjadi perforasi akaibat desakan dari benda asing tersebut

Serumen Mekanisme pembersihan liang telinga

selalu terjadi terus menerus sehingga bersih dari serumen, penggunaan cotton buds dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan

peningkatan jumlah dari serumen yang pada akhirnya akan mengakibatkan tuli konduktif.Pada anak-anak penggunaan alat bantu dengar dalam waktu yang cukup lama juga akan mengakibatkan penumpukan serumen di liang telinga

2.2.2 Tuli Sensorineural2

Tuli sensorineural yang ditemukan pada kasus anak-anak berasal dari berbagai jenis kelainan kongenital atau kelainan telinga yang didapat setelah anak lahir

Terdapat empat gambaran patologi anatomi pada pasien dengan tuli sensorineural

Michel dysplasia merupakan gangguan yang berat, tidak terbentuk labirin. Mungkin terjadi kegagalan dari vesikel otikus untuk memisakan diri dari serabut saraf

Mondini dysplasia ukuran duktus koklearis mengecil teruta,ma bagian basal nya saja. Organ corti bisa mengecil atau tidak terbentuk sama sekali

Bing-Siebenmann dysplasia labirin terbentuk lebih kecil disertai dengan kegagalan pembentukan pars membranosa

Scheibe (cochleosaccular) dysplasia ditemukan dalam 70% kasus tuli kongenital. Terjadi aplasia dan hiperplasia dari stria vaskularis. Terjadi rudimenter pada organ corti dan tidak ditemukan nya sel-sel rambut . saculus menjadi kolaps namun utrikulus dan kanalis semisirkularis dalam keadaan normal

2.2.2.1 Kelainan Genetik dengan Ketulian Saat Lahir2

1. Klipel-Feil syndrome (brevicollis) Etiologi pada kelainan it=ni tidak

diketahui. Pada beberapa kasus ditemukan berupa autosomal resesif walaupun demikian kelainan yang paling sering ditemukan dalam bentuk autosomal dominan.

Page 6: Referat TH Gangguan Pendengaran Pada Anak

Telinga luar dapat ditemukan kelainan berupa mikrotia atau atresia liang telinga. Telinga tengah dapat ditemukan kelainan berupa deformitas sendi incudostapedial joint atau stapes. Koklea terlihat lebih kecil dan terjadi distorsi dari meatus auditorius interna

2. Turner’s SyndromeTerjadi perkembangan yang minim dari mastoid air cell dan dapat terjadi kelaianan bentuk dari stapes.

3. Fanconi’s SyndromeKelainan yang timbul pada penyakit ini

berupa anemia yang dialami sejak lahir atau anemia kongenital, kelaina pigmentasi kulit, deformitas skeletal dan retardasi mental. Gangguan pendengaran yang terjadi pada frekuensi yang tinggi dan progresifitasnya lambat

4. Pili Torti

5. Usher’s Syndrome

Kelainan ini sering berhubungan dengan retinitis pigmentosa dengan tuli sensorineural yang progresif. Anak sering mengalami vertigo dan epilepsi.

6. Pendred’s SyndromeTerjadi sebagai defek kongenital dari sintesis tiroksin dimana sering menjadi penyebab goitre, tuli sensorineural sering ditemukan pada pasien ini

7. Kongenital hipotyroidism (Cretinism)Untuk menegakan diagnosis gangguan pendengaran pada pasien ini cukup susah karena terjadi gangguan mental dan fisik. Pemeriksaan pendengaran secara objektif lebih disarankan

8. Waardenburg’s Syndrome

9. Jervell and Lange-Nielsen Syndrome

Tuli sensorineural yang ditemukan bilateral, dan dalam pemeriksaan elektrokardiogram terjadi pemanjangan dari interval Q-T

2.2.2.2 Kelainan Genetik dengan Ketulian Setelah Lahir2

Gangguan pendengaran yang sering terjadi pada anak setelah lahir berupa tuli sensorineural yang progresif

1. Alport’s SyndromePada kelainan ini ditemukan 50% pasien dengan tuli sensorineural

2. Renal Tubular Asidosis Tuli sensorineural yang dialami sedang

sampai berat dengan gangguan pada frekuensi nada tinggi

3. Refsum’s DiseaseKelainan ini meliputi neuropati perifer

dan celebelar ataxia, tuli sensorineural muncyl saat usia 10 sampai 20 tahun dan pada beberapa kasus muncul tuli yang asimetris

4. Cogam’s Syndrome Etiologi penyakit ini belum diketahui,

walaupun banyak pendapat yang menyatakan bahwa penyakit ini merupakan manifestasi dari penyakit autoimun. Selain timbul tuli sensorineural juga timbul kelainan berupa non sifilitik keratitis interstisial dan vertigo, tinitus dan tuli progresif yang sangat cepat

5. Norrie’s SyndromeKelaianan x-linked resesif dengan terjadi kebutaan yang progresif. Tuli sensorineural terjadi pada satu dari tiga pada pasien norrie’s syndrome

2.2.2.3 Kelainan Non Genetik: Termasuk Kelainan Intrauterin

Page 7: Referat TH Gangguan Pendengaran Pada Anak

1. Rubella Menuruit Martin (1982) rubella

merupakan penyebab utama terjadinya tuli sensorineural pada anak. Ketulian ditemukan pada 1 dari 3 anak dengan rubella, selain ditemukan tuli sensorineural juga terjadi kelainan bentuk dari stapes. Secara anatomis menurut Sando dan McCestney (1969) Menurut hardy (1973) Rubella tidak saja terjadi selama trimester pertama kehamilan tetapi juga terjadi selama semua tahap perkembangan janin selama kehamilan. ditemukan kelainan berupa mikrosefali dengan retardasi mental

2. CytomegalovirusMenurut Pappas (1983) kelainan patologi

yang ditemukan pada penyakit ini adalah sel dengan badan inklusi intranuklear di membrana reissner dan stria vaskularis. Selain itu infeksi cytomegalovirus juga dapat mengakibatkan dekstruksi dari struktur koklea dan labirin

3. Toxoplasmosis Penyebabnya adalah infeksi dari

toxoplasma gondii . selain manifestasi di telinga juga terjadi kebutaan sebagai akibat dari korioretinitis, juga ke intrakranial dapat terjadi cerebral kalsifikasi pada epilepsi atau hidrosephalusKelainan patologi yang ditemukan pada telinga adalah deposit dari stria vaskularis dan ligamen spiralis

4. Syphilis KongenitalKetulian muncul saat balita, tulinya

unilateral disertai dengan tinitus dan vertigo. Di telinga tengah maleus terlihat tipis dan bagian kepala maleus menyatu dengan incus.

5. Herpes Simplex

Dalam pemeriksaan histopatologi ditemukan adanya infeksi dari sel sensoris labirin

6. Obat-obatan ototoksik

7. Iradiasi

8. Ultrasound

9. Maternal diabetes

10. Fetal alcohol syndrome

2.2.2.4 Tuli Sensorineural Akibat Kelainan Selama Kelahiran (perinatal)2

1. Hipoksia

Gambaran otopatologik dari hipoksia adalah penurunan jumlah sel pada nuclei koklea. Gambaran histologi koklea dalam batas normal. Hasil review dari beberapa artikel menyimpulkan bahwa asdiksia dan hipoksia hanyalah sebagian kecil dari penyebab tuli sensorineural pada anak

2. Hiperbilirubinemia

Biasanya ditemukan pada anak dengan inkompatibilitas golongan darah dimana terjadi spherocytosis dan imaturitas dari hepar.

1. Berat Badan Lahir Rendah dan Partus Preterm

Bayi lahir dengan berat badan rendah atau partus preterm beresiko mengalami tuli kongenital, hal ini disebabkan karena terjadi asfiksia atau hipoksia pada bayi, juga dapat terjadi fungsi metabolik yang belum matang dan kern ikterus

2.2.2.5 Kelainan Setelah Lahir Sebagai Penyebab Tuli Sensorineural2

1. Mumps

Page 8: Referat TH Gangguan Pendengaran Pada Anak

Mumps merupakan kelainan yang paling mungkin menjadi penyebab tuli sensorineural unilateral pada anak

2. Measles Dilaporkan bahwa terjadi measles pada

10% populasi anak. Tuli yang terjadi adalah bilateral dan derajatnya dari sedang sampai berat. Gambaran patologi yang terlihat adalah degenerasi dari organ corti, ganglion spiralis dan sel sensoris vestibular

3. Reye’s Syndrome

Terjadi kerusakan pada sel rambut dalam dibanding sel rambut luar dari organ corti

2. ImunisasiPenulis pernah menemukan seorang

anak dengan pemberian tiga kali vaksinasi dan diikuti selama dua hari ditemukan adanya tuli sensorineural bilateral.Pernah dilaporkan terjadi tuli sensorineural pasca pemberian imunisasi MMR, namun untuk imunisasi difteri dan polio belum dilaporkan adanya tuli pasca imunisasi

3. Tuli Sensorineural Autoimun

4. MeningitisPenyebab utama tuli sensorineural yang

didapat (postnatal) adalah meningitis. Terjadi sebagai akibat bakterial labirinitis yang langsung menginfeksi melalui ruang subarachnoidTuli yang terjadi kenanyakan bilateral namun ditemukan juga tuli unilateral, kuman penyebab nya adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus Influenza, Neisseria Meningitidis bakteri yang disebutkan terakhir adalah bakteri yang paling berbahaya pada organ pendengaran

5. Obat-Obat Ototoksik

Obat-obatan yang dimaksud seperti aminoglikosida, tobramisin, dan eritromisin

6. Trauma

7. Penyakit Meniere

Kelainan ini sangat jarang ditemukan pada anak

8. Penyakit MetabolikPada anak dengan diabetes melitus terjadi gangguan mikrosirkulasi dan menjadi penyebab terjadinya tuli sensorineural pada anak

9. Penyakit Keganasan Leukemia menjadi salah satu penyebab tuli sensorineural pada anak dengan ditemukan infiltrat di mukosa telinga tengah dan ruang perilimphSelain leukemia juga dilaporkan akustik neuroma (schwannoma) adalah salah satu penyebab tuli sensorineural pada anak 2.2 Pemeriksaan Pendengaran Pada Bayi Dan

Anak

Pada prinsipnya gangguan pendengaran pada bayi harus diketahui sedini mungkin. Walaupun derajat ketulian yang dialami nseorang bayi atau anak hanya bersifat ringan, namun dalam perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi kebiasaan berbicara dan berbahasa. Dalam keadaan normal seorang bayi telah memiliki kesiapan berkomunikasi yang efektif pada usia 18 bulan, berarti saat tersebut merupakan periode kritis untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran

Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada bayi dan anak;

1. Reflex Test

Page 9: Referat TH Gangguan Pendengaran Pada Anak

a. Saat kelahiran : refleks moro dan refleks startle serta

b. Saat tiga bulan : ketika anak masih tenang dalam menanggapi suara

c. Saat lima bulan : mata berpaling ke arah sumber suara

d. Saat enam bulan : pergerakan kepala ke arah sumber suara

2. Automated Otoacoustic Emissions (AOAE)

Gambar 2. Automated otoacoustic

emissions4

OAE merupakan respon akustik nada rendah

terhadap stimulus bunyi dari luar yang tiba di

sel-sel rambut luar koklea. OAE bermanfaat

untuk mengetahui apakah koklea berfungsi

normal, berdasarkan prinsip elektrofisiologik

yang objektif, cepat, mudah, otomatis, non-

invasif, dengan sensitivitas mendekati 100%.

Kerusakan yang terjadi pada sel-sel rambut

luar koklea, misalnya akibat infeksi virus, obat

ototoksik, kurangnya aliran darah yang

menuju koklea menyebabkan sel-sel rambut

luar koklea tidak dapat memproduksi OEA.9

Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk bayi

yang baru berusia 2 hari. Selain juga untuk

orang dewasa. Pada bayi, pemeriksaan ini

dapat dilakukan saat beristirahat/tidur.

Tesnya tergolong singkat dan tidak sakit,

namun memberi hasil akurat. Hasilnya dapat

dikategorikan menjadi dua, yakni pass dan

refer. Pass berarti tidak ada masalah,

sedangkan refer artinya ada gangguan

pendengaran hingga harus dilakukan

pemeriksaan berikut.4

Tes ini melibatkan penempatan sebuah ear-

piece kecil ke dalam telinga luar bayi yang

mengirim keluar suara clicking yang lembut.

Respons “echo” kemudian diukur oleh

komputer dan menunjukkan berfungsinya

tlinga tengah dan dalam (koklea) bayi. Tes ini

dilakukan oleh seorang yang terlatih untuk

skrining bayi yang baru lahir dalam beberapa

minggu pertama kehidupan, sering dilakukan

sebelum bayi meninggalkan rumah sakit, tapi

kadang-kadang di rumah atau di sebuah klinik

setempat oleh sebuah kesehatan terlatih

pengunjung.6

Orang tua tetap dengan bayi mereka

sementara tes dilakukan dan dibutuhkan

hanya beberapa menit untuk memberikan

hasil. Partisipasi tidak diperlukan dari bayi,

dan mereka seringkali tertidur saat menjalani

tes. Jika tes tidak menunjukkan jawaban yang

jelas, maka akan diulang. Ini tidak berarti

mereka memiliki pendengaran karena kadang-

kadang kondisi saat pemutaran tidak benar;

mungkin bayi tidak tenang atau mungkin

masih terdapat cairan di saluran telinga saat

kelahiran. Jika setelah percobaan kedua

AOAE, bayi masih tidak menunjukkan reaksi,

mereka akan dialihkan untuk jenis tes

Page 10: Referat TH Gangguan Pendengaran Pada Anak

pendengaran kedua yang disebut automated

auditory brainstem response (AABR).6

3. Automated Auditory Brainstem Response

(AABR) atau Automated Brain Evoked

Response Audiometri (BERA)

Gambar 3. Automated auditory brainstem

response9

Tes BERA dapat menggambarkan reaksi yang

terjadi sepanjang jaras-jaras pendengaran,

dapat dideteksi berdasarkan waktu yang

dibutuhkan dimulai pada saat pemberian

impuls sampai menimbulkan reaksi dalam

bentuk gelombang. Pemeriksaan BERA

mempunyai nilai objektifitas yang tinggi,

penggunaannya mudah, tidak invasif, dan

dapat dipakai untuk pemeriksaan anak yang

tidak kooperatif, yang tidak bisa diperiksa

secara konvensional. 4

Cara kerjanya: perangkat dekat telinga

membuat suara “click”. Earpieces di telinga

semisirkularis melakukan suara dan elektroda

di kulit kepala / earlobes jalur suara bergerak

melalui telinga untuk otak.

4. Auditory Steady-State Response (ASSR)

Gambar 4. Auditory steady state response14

Dalam beberapa tahun terakhir telah

berkembang sebuah teknik pemeriksaan

pendengaran objektif yang dapat menentukan

ambang dengar pada frekuensi tertentu

secara spesifik, yaitu auditory steady-state

response (ASSR). Pemeriksaan tersebut

merupakan pemeriksaan elektrofisiologis

terhadap respons sistem pendengaran berupa

gelombang di otak yang dibangkitkan oleh

stimulasi suara. Waktu yang dibutuhkan untuk

mendapatkan ambang dengar dengan teknik

ASSR ini lebih cepat karena dapat secara

simultan memeriksa empat frekuensi masing-

masing pada kedua telinga. ASSR dapat

memberikan informasi frekuensi spesifik

dibandingkan click ABR yang telah lebih dulu

dikenal luas. Dengan pemeriksaan ASSR

intensitas dapat diberikan sampai 127,8 dB,

sehingga dapat mengidentifikasi ambang

dengar pada subjek dengan gangguan

pendengaran sangat berat atau dengan kata

lain dapat menentukan sisa pendengaran.

Pemeriksaan ASSR tidak dipengaruhi oleh

soundfield speaker atau hearing aid amplifier

karena respons pada ASSR sifatnya steady-

state dan stimulusnya simultan, sehingga

Page 11: Referat TH Gangguan Pendengaran Pada Anak

ASSR dapat digunakan untuk memperkirakan

ambang dengar pada pasien implan koklea

atau untuk kepentingan pemasangan alat

bantu dengar.8

Kelemahan pemeriksaan ASSR ini adalah tidak

dapat menentukan lokasi lesi dan belum

banyak data yang dipublikasikan mengenai

pemeriksaan hantaran tulang. Sampai saat ini

penelitian mengenai ASSR masih banyak

dilakukan di sentra-sentra pendengaran

terkemuka, namun belum ada data mengenai

sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan ini.8

4. Timpanometri

Timpanometri merupakan sejenis audiometri,

yang mengukur impedansi (tahanan terhadap

tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri

digunakan untuk membantu menentukan

penyebab dari tuli konduktif. Prosedur ini

tidak memerlukan partisipasi aktif dari

penderita dan biasanya digunakan pada anak-

anak. Timpanometer terdiri dari sebuah

mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus

menerus menghasilkan suara dan dipasang di

saluran telinga. Dengan alat ini bisa diketahui

berapa banyak suara yang melalui telinga

tengah dan berapa banyak suara yang

dipantulkan kembali sebagai perubahan

tekanan di saluran telinga.6

5. Auditory Brainstem Response (ABR)

Cara pemeriksaannya hampir sama dengan

OAE. Bayi mulai usia 1 bulan sudah dapat

dilakukan tes ini, Automated ABR yang

berfungsi sebagai screening, juga dengan 2

kategori, yakni pass dan refer. Hanya saja alat

ini cuma mampu mendeteksi ambang suara

hingga 40 dB. Sedangkan guna mengetahui

lebih jauh gangguan pendengaran yang

diderita, lazimnya dilakukan pemeriksaan

lanjutan, dengan BERA (Brainstem Evoked

Response Audiometry). 4

6. Visual Reinforced Audiometry (VRA)

Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan pada

bayi usia 9 bulan sampai 2,5 tahun.

Pemeriksaan yang hampir sama dengan CORs

ini juga berfungsi untuk mengetahui ambang

dengar anak. Tergolong pemeriksaan subjektif

karena membutuhkan respons anak. Namun

pada tes ini selain diberikan bunyi-bunyi, alat

yang digunakan juga harus dapat

menghasilkan gambar sebagai reward bila

anak berhasil memberi jawaban. Pemeriksaan

ini dapat dilakukan sambil bermain. 5

7. Play Audiometry

Pemeriksaan yang juga berfungsi mengetahui

ambang dengar anak ini dapat dilakukan pada

anak usia 2,5-4 tahun. Caranya dengan

menggunakan audiometer yang menghasilkan

bunyi dengan frekuensi dan intensitas

berbeda. Bila anak mendengar bunyi itu

berarti sebagai pertanda anak mulai bermain

Page 12: Referat TH Gangguan Pendengaran Pada Anak

misalnya harus memasukkan benda ke kotak

di hadapannya.5

8. Conventional Audiometry

Pemeriksaan ini dapat dilakukan anak usia 4

tahun sampai remaja. Fungsinya untuk

mengetahui ambang dengar anak. Caranya

dengan menggunakan alat audiometer yang

mampu mengeluarkan beragam suara,

masing-masing dengan intensitas dan

frekuensi yang berbeda-beda. Tugas si anak

adalah menekan tombol atau mengangkat

tangan bila mendengar suara. 5

KESIMPULAN

Gangguan pendengaran yang dialami oleh anak dapat terjadi sejak masa prenatal, perinatal maupun postnatal oleh sebab itu diperlukan deteksi dini terhadap kelainan pendengaran yang dialami pada anak, deteksi dini atau npemeriksaan pendengaran pada anak dapat dilakukan setelah anak lahir dan seiring bertambahnya usia maka tingkat kooperatifan anak lebih baik dibanding anak yang usianya lebih mudaPemeriksaan pendengaran pada anak termasuk peneriksaan yang sulit jika dibandingkan dengan pemeriksaan pendengaran pada orang dewasa maka dalam melakukan pemeriksaan pendengaran pada anak maka perlu dipertimbangkan menggunakan pemeriksaan pendengaran yang objektif

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi E A, Iskandar N, Bashirudin J,

Restuti R D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher

edisi keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta;

2007: p 31-42

2. Suwerto R. Keterlambatan Bicara dan

Gangguan Pendengaran pada Bayi dan

Anak. Komite Nasional Penanggulangan

Gangguan Pendengaran dan Ketulian.

Http://www.ketulian.com. [diakses 4 Juli

2012].

3. Mikolai TK, et al. A Guide to

Tympanometry for Hearing Screening.

Maico Diagnostic, 2006.

4. National Deaf Children’s Society (NDCS).

Hearing tests for babies and young

children. www.deafnessresearch.org.uk

[diakses 6 Juli 2012].

5. NN. How hearing tests are performed.

http://www.nhs.uk/Conditions/Hearing-

tests/Pages/How%20it%20is

%20performed.aspx [diakses 6 Juli 2012].

6. Eva A, Suwento R, Zizlavsky S, Indriatmi W.

Uji diagnostik auditory steady-state

response dalam mendeteksi gangguan

pendengaran pada anak. Departemen Ilmu

Penyakit Telinga Hidung Tenggorok

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

[diakses 6 Juli 2012]