Referat Tatalaksana MS

download Referat Tatalaksana MS

of 29

Transcript of Referat Tatalaksana MS

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    1/29

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke

    susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh

    tulang vertebra. Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis, masukan sensoris,

    gerakan dari bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan

    dapat terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan sementara ataupun

    permanen terjadi akibat dari kerusakan pada medula spinalis, kondisi ini disebut

    sebagai cedera medula spinalis. Cedera medulla spinalis diklasifikasikan sebagai

    komplet : kehilangan sensasi fungsi motorik volunter total, dan tidak komplet :

    campuran kehilangan sensasi dan fungsi motorik volunter.1,2

    Trauma medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang

    mempengaruhi 150.000 orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan 10.000 trauma

    baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda

    sekitar lebih dari 75% dari seluruh trauma. Pada usia 45 tahun fraktur banyak terjadi

    pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan

    bermotor, tetapi belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena

    faktor osteoporosis yang diasosiasikan dengan perubahan hormonal

    (menopause).2,3

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    2/29

    2

    Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medulla spinalis

    pada daerah servikal (leher) ke 5,6 dan 7, Torakal ke-12 dan lumbal pertama.

    Vertebra ini paling rentang karena ada rentang mobilitas yang lebih besar dalam

    kolumna vertebral dalam area ini.2,3

    Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%) dan

    cedera yang berhubungan dengan olahraga (10%). Sisanya akibat kekerasan dan

    kecelakaan kerja. Hampir 40%-50% trauma medulla spinalis mengakibatkan defisit

    neurologis, sering menimbulkan gejala yang berat, dan terkadang menimbulkan

    kematian.1,2,3

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    3/29

    3

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1. Definisi

    Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan pada medula spinalis akibat

    trauma atau non trauma yang akan menimbulkan gangguan pada sistem motorik, sistem

    sensorik dan vegetatif.4,5

    Kelainan motorik yang timbul berupa kelumpuhan atau gangguan gerak dan

    fungsi otot-otot, gangguan sensorik berupa hilangnya sensasi pada area tertentu sesuai

    dengan area yang dipersyarafi oleh level vertebra yang terkena, serta gangguan sistem

    vegetatif berupa gangguan pada fungsi bladder, bowel dan juga adanya gangguan

    fungsi seksual.4,5,6

    2.2. Klasifikasi

    Cedera medula spinalis diklasifikasikan atas beberapa macam, yaitu :

    A. Klasifikasi menurut American Spinal Injury Association:7

    Tabel 1. Klasifikasi Cedera Medula Spinalis MenurutAmerican Spinal Injury

    Association

    Grade A Hilangnya seluruh fungsi motorik

    dan sensorik di bawah tingkat lesi

    Grade B Hilangnya seluruh fungsi motorik dan sebagian fungsi sensorik di

    bawah tingkat lesi.

    Grade C Fungsi motorik intak tetapi dengan

    kekuatan di bawah 3.

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    4/29

    4

    Penilaian terhadap gangguan motorik dan sensorik diatas ditentukan

    berdasarkan Frankel Score :6,8

    Tabel 2. Frankel Score

    Frankel Score A Kehilangan fingsi motorik dan

    sensorik lengkap

    (complete loss).

    Frankel Score B Fungsi motorik hilang, fungsi

    sensorik utuh

    Frankel Score C Fungsi motorik ada tetapi secara

    praktis tidak berguna (dapatmenggerakkan tungkai tetapi

    tidak dapat berjalan).

    Frankel Score D Fungsi motorik terganggu (dapat

    berjalan tetapi tidak dengan normal

    gait).

    Frankel Score E Tidak terdapat gangguan

    neurologik.

    B. Skala Kerusakan berdasarkan Skala kerusakan berdasarkanAmerican spinal

    injury association/International medical society of Paraplegia (IMSOP)4,7

    Tebel 3. Skala Kerusakan berdasarkan ASIA/IMSOP

    Grade Tipe Gangguan spinalis

    ASA/IMSOP

    A Komplit Tidak ada fungsisensorik dan motorik

    sampai S4-5

    B Inkomplit Fungsi sensorik masih baik tapi

    fungsi motorik

    Grade D Fungsi motorik intak dengan

    kekuatan motorik di atas atau sama

    dengan 3.

    Grade E Fungsi motorik dan sensorik normal.

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    5/29

    5

    terganggu sampai

    segmen sacral S4-5

    C Inkomplit Fungsi motoik

    terganggu dibawah

    level, tapi otot-ototmotorik utama masih

    punya kekuatan < 3

    D Inkomplit Fungsi motorik

    terganggu dibawah

    level, otot-ototmotorik utamanya

    punya kekuatan > 3

    E Normal Fungsi sensorik danmotorik normal

    C. Lesi pada medula spinalis menurut ASIA resived 2000, terbagi atas :6,7

    a. Paraplegi : Suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik atau dan sensorik

    karena kerusakan pada segment thoraco-lumbo-sacral.

    b. Quadriplegi : Suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik atau dan

    sensorik karena kerusakan pada segment cervikal.

    D. Spesifik Level :3,5,8

    1. C1 - C2 : Quadriplegia, kemampuan bernafas (-).

    2. C3 - C4 : Quadriplegia, fungsi N. Phrenicus (-), kemampuan bernafas hilang.

    3. C5 - C6 : Quadriplegia, hanya ada gerak kasar lengan.

    4. C6 - C7 : Quadriplegia, gerak biceps (+), gerak triceps (-).

    5. C7 - C8 : Quadriplegia, gerak triceps (+), gerak intrinsic lengan (-).

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    6/29

    6

    6. Th1 - L1-2 : Paraplegia, fungsi lengan (+), gerak intercostalis tertentu (-),

    fungsi tungkai (-), fungsi seksual (-).

    7. Di bawah L2: Termasuk LMN, fungsi sensorik (-), bladder & bowel (-),

    fungsi seksual tergantung radiks yang rusak.

    E. Sindrom Cedera Medula Spinalis menurut ASIA, yaitu :3,7,8

    Tabel 4. Sindrom Cedera Medula Spinalis menurut ASIA

    Nama Sindroma Pola dari lesi saraf Kerusakan

    Central cord

    Syndrome

    Cedera pada posisi sentral

    dan sebagian pada daerahlateral.

    Dapat sering terjadi pada

    daerah servikal

    Menyebar ke daerah sacral.

    Kelemahan otot ekstremitasatas dan ekstremitas bawahjarang terjadi pada ekstremitas

    bawah

    Brown- Sequard

    Syndrome

    Anterior dan posterior

    hemisection dari medullaspinalis atau cedera akan

    menghasilkan medulla

    spinalis unilateral

    Kehilangan ipsilateral

    proprioseptiv

    Anterior cord

    syndrome

    Kerusakan pada anterior

    dari daerah putih dan abu-abu medulla spinalis

    Kehilangan funsgsi motorik dan

    sensorik secara komplit.

    Posterior cord

    syndrome

    Kerusakan pada anterior

    dari daerah putih dan abu-

    abu medulla spinalis

    Kerusakan proprioseptiv

    diskriminasi dan getaran. Fungs

    motor juga terganggu

    Cauda equine

    syndrome

    Kerusakan pada saraf

    lumbal atau sacral samapiujung medulla spinalis

    Kerusakan sensori dan lumpuh

    flaccid pada ekstremitas bawahserta kontrol berkemih dan

    defekasi.

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    7/29

    7

    2.3. Etiologi

    Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi dua jenis:

    a. Cedera medula spinalis traumatik, terjadi ketika benturan fisik eksternal seperti

    yang diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau kekerasan,

    merusak medula spinalis. Sebagai lesi traumatik pada medula spinalis dengan

    beragam defisit motorik dan sensorik atau paralisis. Sesuai denganAmerican Board

    of Physical Medicine and Rehabilitation Examination Outline for Spinal Cord

    Injury Medicine, cedera medula spinalis traumatik mencakup fraktur, dislokasi dan

    kontusio dari kolum vertebra.4,9,10

    b. Cedera medula spinalis non traumatik, terjadi ketika kondisi kesehatan seperti

    penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis, atau

    kerusakan yang terjadi pada medula spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya fisik

    eksternal. Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup penyakit motor

    neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit

    neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan gangguan

    kongenital dan perkembangan.4,9,10

    2.4. Faktor Resiko

    a. Jenis Kelamin

    Jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Di Amerika

    Serikat bahkan perempuan hanya memberikan kontribusi 20% pada cedera

    medula spinalis. 3,5,6,10

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    8/29

    8

    b. Usia

    Usia yang paling banyak mengalami cedera medula spinalis, yaitu usia 16 -

    30 tahun. Penyebab cedera medula spinalis pada rentang usia ini yaitu kecelakaan

    lalu lintas, sedangkan cedera medula spinalis pada orang yang lebih tua sering

    diakibatkan akibat jatuh secara tiba-tiba.3,5,6,10

    c. Perilaku beresiko

    Terlibat dalam perilaku berisiko, misalnya menyelam ke dalam air terlalu

    dangkal atau bermain olahraga tanpa mengenakan peralatan keselamatan yang

    tepat. 3,5,6,10

    d. Kelainan Tulang atau Sendi

    Sebuah cedera yang relatif kecil dapat menyebabkan cedera tulang

    belakang jika ada gangguan lain yang dimiliki yang mempengaruhi tulang atau

    sendi, seperti arthritis atau osteoporosis. 3,5,6,10

    2.5. Gejala Klinis

    Jika medula spinalis mengalami cedera, maka saraf-saraf yang berada pada

    daerah yang mengalami cedera dan yang di bawahnya akan mengalami gangguan fungsi,

    yang menyebabkan hilangnya kontrol otot dan juga hilangnya sensasi. Hilangnya kontrol

    otot atau sensasi dapat bersifat sementara atau menetap, sebagian atau menyeluruh,

    tergantung dari beratnya cedera yang terjadi.1,3 Cedera yang menyebabkan putusnya

    medula spinalis atau merusak jalur jalannya saraf di medula spinalis menyebabkan

    hilangnya fungsi yang menetap, tetapi trauma tumpul yang mengguncang medula

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    9/29

    9

    spinalis dapat menyebabkan hilangnya fungsi sementara, yaitu bisa sampai beberapa

    hari, beberapa minggu, atau beberapa bulan.

    1,3,5

    Hilangnya kontrol otot sebagian menyebabkan timbulnya kelemahan pada otot.

    Sedangkan kontrol otot yang hilang seluruhnya menyebabkan kelumpuhan. Ketika otot

    mengalami kelumpuhan, maka otot tersebut seringkali kehilangan tonus ototnya

    sehingga menjadi lemas (flaccid).1,3,5 Beberapa minggu kemudian, kelumpuhan dapat

    berkembang menjadi spasme otot yang involunter (tidak disadari) dan lama (paralysis

    spastik). 1,3

    Kerusakan hebat dari medula spinalis di pertengahan punggung bisa

    menyebabkan kelumpuhan pada tungkai, tetapi lengan masih tetap berfungsi secara

    normal. Gerakan refleks tertentu yang tidak dikendalikan oleh otak akan tetap utuh atau

    bahkan meningkat. Contohnya, refleks lutut tetap ada atau bahkan meningkat.

    Meningkatnya refleks ini dapat menyebabkan spasme pada tungkai.3,5,6 Refleks yang

    tetap dipertahankan menyebabkan otot yang terkena menjadi memendek, sehingga dapat

    terjadi kelumpuhan jenis spastik. Otot yang spastik teraba kencang dan keras dan sering

    mengalami kedutan. 3,5

    Kompresi yang terjadi secara langsung pada bagian-bagian syaraf oleh fragmen-

    fragmen tulang, ataupun rusaknya ligamen-ligamen pada sistem saraf pusat dan perifer.

    Pembuluh darah rusak dan dapat menyebabkan iskemik. Ruptur axon dan sel membran

    neuron bisa juga terjadi. Mikrohemoragik terjadi dalam beberapa menit di substansia

    grisea dan meluas beberapa jam kemudian sehingga perdarahan masif dapat terjadi

    dalam beberapa menit kemudian. 3,5,6,8

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    10/29

    10

    Sesaat setelah trauma, fungsi motorik dibawah tingkat lesi hilang, otot flaksid,

    reflex hilang, paralisis atonik vesika urinaria dan kolon, atonia gaster dan hipestesia.

    Juga dibawah tingkat lesi dijumpai hilangnya tonus vasomotor, keringat dan piloereksi

    serta fungsi seksual. Kulit menjadi kering dan pucat serta ulkus dapat timbul pada daerah

    yang mendapat penekanan tulang. Spingter vesika urinaria dan anus dalam keadaan

    kontraksi (disebabkan oleh hilangnya inhibisi dari pusat sistem saraf pusat yang lebih

    tinggi.3,5,6,8

    Apabila medula spinalis cedera secara komplit dengan tiba-tiba, maka tiga fungsi

    yang terganggu antara lain seluruh gerak, seluruh sensasi dan seluruh refleks pada bagian

    tubuh di bawah lesi.3,5 Keadaan yang seluruh refleks hilang baik refleks tendon, refleks

    autonomic disebut spinal shock. Kondisi spinal shock ini terjadi 2-3 minggu setelah

    cedera medula spinalis. Fase selanjutnya setelah spinal shock adalah keadaan dimana

    aktifitas refleks yang meningkat dan tidak terkontrol. 3,5,6

    Pada lesi yang menyebabkan cedera medula spinalis tidak komplit, spinal shock

    dapat juga terjadi dalam keadaan yang lebih ringan atau bahkan tidak melalui shock sama

    sekali. Selain itu gangguan yang timbul pada cidera medula spinalis sesuai dengan letak

    lesinya, dimana pada UMN lesi akan timbul gangguan berupa spastisitas, hyperefleksia,

    dan disertai hypertonus, biasanya lesi ini terjadi jika cidera mengenai C1 hingga L1.5,6

    Pada LMN lesi akan timbul gangguan berupa flaccid, hyporefleksia, yang disertai

    hipotonus dan biasanya lesi ini terjadi jika cidera mengenai L3 sampai cauda equina, di

    samping itu juga masih ada gangguan lain seperti gangguan bladder dan bowel,

    gangguan fungsi seksual, dan gangguan fungsi pernapasan.5,6,8

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    11/29

    11

    Dapat dirumuskan gejala-gejala yang terjadi pada cedera medulla spinalis yaitu

    :

    3,5,6,8

    1. Gangguan sensasi menyangkut adanya anastesia, hiperestesia, parastesia.

    2. Gangguan motorik menyangkut adanya kelemahan dari fungsi otot-otot dan reflek

    tendon myotome.

    3. Gangguan fungsi vegetatif dan otonom menyangkut adanya flaccid dan sapstic

    blader dan bowel.

    4. Gangguan fungsi ADL yaitu makan, toileting, berpakaian, kebersihan diri.

    5. Gangguan mobilisasi yaitu Miring kanan dan kiri, Transfer dari tidur ke duduk,

    Duduk, Transfer dari bed ke kursi roda, dan dari kursi roda ke bed.

    6. Penurunan Vital sign yaitu penurunan ekspansi thorax, kapasitas paru dan hipotensi.

    7. Skin problem menyangkut adanya decubitus

    Cedera medulla spinalis juga mempengaruhi fungsi organ vital yaitu diantaranya

    disfungsi respirasi terbesar yaitu cedera setinggi C1-C4. Cedera pada C1-C2 akan

    mempengaruhi ventilasi spontan tidak efektif. Lesi setinggi C5-8 akan mempengaruhi

    m. intercostalis, parasternalis, scalenus, otot-otot abdominal, otot-otot abdominal. Selain

    itu mempengaruhi intaknya diafragma, trafezius dan sebagian m. pectoralis mayor. Lesi

    setinggi thoracal mempengaruhi otot-otot intercostalis dan abdominal, dampak

    umumnya yaitu efektivitas kinerja otot pernafasan menurun. 3,5,6

    Selain itu mengganggu fungsi sistem kardiovaskular dimana terjadi karena

    gangguan jalur otonom, terjadi pada lesi setinggi cervical dan thoracal. Akibat disfungsi

    simpatis yang mempengaruhi fungsi jantung dan dinding vascular, hilangnya control

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    12/29

    12

    simpatis supraspinal mengakibatkan aktivitas simpatis menurun. Lesi setinggi cervical

    dan thoracal mengakibatkan tonus vasomotor menurun sehingga mengakibatkan

    hipotensi. 3,5,6,8

    Fungsi sistem urinaria terganggu dimana bila terjadi lesi setinggi S2 dan S4.

    Dimana bila terjadi lesi setinggi S2 akan mengakibatkan otot detrusor vesika urinaria

    mengalami kelemahan tipe LMN sehingga otot detrusor melemah sedangkan S4

    mengatur spinkter urinaria eksterna berkontraksi karena bersifat spastic, akan

    mengakibatkan retensi urin. Sedangkan bila lesi setinggi S4 akan mengakibatkan SUE

    melemah (membuka) sedangkan fungsi dari otot VU normal maka akan mengakibatkan

    inkontinensia urin. 5,6,8

    Lesi pada badan sel parasimpatis di conus medularis, axon parasimpatis di cauda

    equine dan axon somatic pudendus setinggi T10, fungsi pembentukan fese terganggu,

    karena mempengaruhi dinding usus, pada lesi tersebut diatas akan mengakibatkan tipe

    LMN, dimana feces lebih kering dan bundar, resiko tinggi inkontinensia akibat

    rendahnya tonus spinkter ani. Lesi setinggi diatas conus medularis akan mengakibatkan

    lesi tipe UMN, dimana terjadi overaktivitas peristaltic usus, retensi fecal akibat spastic

    spinkter ani. 5,6,8,9

    2.6. Patofisiologi

    Trauma medula spinalis dapat menyebabkan komosio, kontusio, laserasi atau

    kompresi medula spinalis. Patomekanika lesi medula spinalis berupa rusaknya traktus

    pada medula spinalis baik asendens maupun desendens. Petekie tersebar pada substansia

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    13/29

    13

    grisea, membesar lalu menyatu dalam waktu satu jam setelah trauma, selanjutnya terjadi

    nekrosis hemoragik dalam 24 - 36 jam. Pada substansia alba dapat ditemukan dalam

    waktu 3 - 4 jam setelah trauma. Kelainan serabut mielin dan traktus panjang

    menunjukkan adanya kerusakan yang luas. 8,10,11

    Medula spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme berikut, yaitu

    :3,8,11,12

    1. Kompresi oleh tulang, ligamen, herniasi diskus invertebrais dan hematoma. Yang

    paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan kompresi oleh korpus

    vertebra yang mengalami dislokasi ke posterior dan trauma hiperekstensi.

    2. Regangan jaringan berlebihan, biasanya terjadi pada hiperfleksi. Toleransi medula

    spinalis terhadap regangan akan menurun dengan bertambahnya usia.

    3. Edema medula spinalis yang timbul segera setelah trauma mengganggu aliran darah

    kapiler dan vena.

    4. Gangguan sirkulasi atau sistem arteri spinalis anterior dan posterior akibat kompresi

    tulang.

    Mekanisme cedera medula spinalis terbagi atas 2, yaitu :

    a. Mekanisme Cedera Primer

    Ada setidaknya 4 mekanisme penyebab kerusakan primer, yaitu :3,5,10

    1. Gaya impact dan kompresi ersisten

    2. Gaya impact tanpa kompresi

    3. Tarikan medula spinalis

    4. Laserasi dan medula spinalis terpotong akibat trauma.

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    14/29

    14

    Cedera primer yang terjadi cenderung merusak substansia grisea dan sebagian

    mengenai substansi alba. Hal tersebut terjadi karena konsistensi substansia grisea lebih

    lunak dan mengandung banyak vaskularisasi.3,5 Pada cedera primer, tahap awal akan

    terjadi perdarahan pada medula spinalis dilanjutkan dengan terganggunya aliran darah

    medula spinalis yang menyebabkan hiposia dan iskemia sehingga terjadi infark lokal.

    Hal ini menyebabkan rusaknya substansi grisea, kerusakan terutama pada substansia

    grisea karena kebutuhan metaboliknya yang tinggi.5,10

    Saraf yang mengalami trauma secara fisik terganggu dan ketebalan myelinnya

    berkurang. Perdarahan mikro atau edema di sekitar saraf yang mengalami cedera

    mengakibatkan saraftersebut semakin terganggu. Hal inilah yang mendasari pemikiran

    bahwa substansia grisea mengalami kerusakan ireversibel selama satu jam pertama ,

    sedangkan substansia alba mengalami kerusakan selama 72 jam setelah cedera.5,10,11

    Segera setelah terjadi cedera medula spinalis, fungsi disertai perubahan patologis akan

    hilang secara sementara. Pada awal terjadinya cedera akan memicu timbulnya kaskade

    yang terdiri dari akumulasi produk asam amino, neurotransmitter, eikasanod vasoaktif,

    radikal bebas oksigen dan produkdari peroksidasi lipid. Program jalur sel juga akan

    teraktivasi dan selanjutnya terjadi kehilangan darah dari barier medula akibat edema dan

    peningkatan tekanan jaringan.5,10,11,12 Selama berlangsungnya perdarahan pada medula

    maka suplai darah menjadi terbatas sehingga menyebabkan iskemia yang

    mengakibatkan kerusakan medula lebih lanjut sehingga timbul cedera sekunder.5,10,11,12

    b. Mekanisme Cedera Sekunder

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    15/29

    15

    Kerusakan primer merupakan titik awal terjadinya cedera sekunder.

    Kerusakan sekunder disebabkan antara lain oleh syok neurogenik, proses vaskular

    seperti perdarahan dan iskemia, eksitotoksisitas, lesi sekunder yang dimediasi kalsium,

    gangguan elektrolit, kerusakan karena proses imunologi, apoptosis, gangguan pada

    mitokondria dan proses lain. Beberapa teori telah diusulkan untuk menjelaskan

    patofisiologi dari cedera sekunder.5,8,9,11 Teori radikal bebas menjelaskan bahwa, akibat

    dari penurunan kadar anti-oksidan yang cepat, oksigen radikal bebas berakumulasi di

    jaringan sistem saraf pusat yang cedera dan menyerang membran lipid, protein dan asam

    nukleat. Hal ini berakibat pada dihasilkannya lipid peroxidase yang menyebabkan

    rusaknya membran sel.5,9,11,12

    Teori kalsium menjelaskan bahwa terjadinya cedera sekunder bergantung

    pada influks dari kalsium ekstraseluler ke dalam sel saraf. Ion kalsium mengaktivasi

    phospholipase, protease, dan phosphatase. Aktivasi dari enzim-enzim ini mengakibatkan

    interupsi dari aktivitas mitokondria dan kerusakan membran sel. Teori lainnya yaitu,

    teori inflamasi berdasarkan pada hipotesis bahwa zat-zat inflamasi (seperti

    prostaglandin, leukotrien, platelet-activating factor, serotonin) berakumulasi pada

    jaringan medula spinalis yang cedera dan merupakan mediator dari kerusakan jaringan

    sekunder.11,12,13,14

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    16/29

    16

    2.7. Diagnosis

    1. Anamnesis

    a. Keluhan utama

    Keluhan yang membawa pasien untuk berobat. Kebanyakan kasus cedera

    medulla spinal datang dengan keluhan kelemahan pada ektremitas. Tanyakan keluhan

    sudah berapa lama dirasakan.3,8,10

    b. Riwayat Penyakit Sekarang :

    Kaji keluhan kelemahan : Lokasi kelemahan (bagian ekstremitas mana saja)

    paraplegia atau quadriplegi, kelemahan timbulnya tiba-tiba atau perlahan-

    lahan, gejala semakin parah atau tidak, timbul setelah makan atau tidak, obat-

    obatan yang digunakan utnuk mengurangi gejala, hasil pengobatan. 8,9,10

    Kaji keluhan tambahan : Nyeri (lokasi, terus menerus atau hilang timbul, nyeri

    menjalar atau tidak, kapan nyeri bertambah, kapan nyeri berkurang.

    Kesemutan, sesak, nyeri pada perut, keluhan BAK (inkontinensia atau retensi

    urin), BAB (konstipasi). Hilangnya sensasi rasa. Gangguan fungsi seksual. 8,9,10

    Tanya sebelumnya apakah pernah alami gejala yang sama, kegiatan sehari-hari

    (angkat yang berat-berat). Pola BAK dan BAB sebelum sakit. 8,9,10

    c. Riwayat Penyakit Dahulu :

    Riwayat trauma sebelumnya, riwayat kelainan tulang belakang, riwayat DM,

    HT, Alergi, Low back pain, osteoporosis, osteoarthritis, riwayat TBC. 9,10,15

    d. RPK : Riwayat kelainan tulang belakang, osteoporosis, TBC. 9,10,15

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    17/29

    17

    2. Pemeriksaan

    A. Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan awal dimulai dengan penilaian kondisi jalan nafas, pernafasan

    dan sirkulasi darah. Pada kasus cedera, sangat penting diperiksa keadaan jalan nafas

    dan pernafasannya karena pada trauma C1-C4. 6,8

    1. Inspeksi : Inspeksi adalah pemeriksaan secara visual tentang kondisi serta

    kemampuan gerak dan fungsinya. Apakah ada oedem pada anggota gerak,

    pengecilan otot ( atropi ), warna, dan kondisi kulit sekitarnya, kemampuan

    beraktifitas, alat bantu yang digunakan untuk beraktifitas, posisi pasien, dll. 6,8,11

    2. Palpasi : Palpasi adalah pemeriksaan terhadap anggota gerak dengan menggunakan

    tangan dan membedakan antara kedua anggota gerak yang kanan dan kiri. Palpasi

    dilakukan terutama pada kulit dan subcutaneus untuk mengetahui temperatur,

    oedem, spasme, dan lain sebagainya. 6,8,12

    3. Pemeriksaan Fungsi Gerak : Dalam hal ini meliputi fungsi gerak aktif, gerak pasif,

    dan gerak isometrik. Pada pemeriksaan ini umumnya pada pasien ditemukan

    adanya rasa nyeri, keterbatasan gerak, kelemahan otot, dan sebagainya. 6,8,12,13,15

    4. Pemeriksaan Fungsional : Dalam pemeriksaan fungsional meliputi kemampuan

    pasien dalam beraktifitas baik itu posisioning miring kanan-kiri ( setiap 2 jam ),

    transfer dari tidur ke duduk, dari tempat tidur ke kursi roda, dan sebaliknya. 8,12,13,15

    5. Pemeriksaan Khusus

    1) Kekuatan Otot : Pengukuran ini digunakan untuk melihat kekuatan otot dari

    keempat anggota gerak tubuh. Dan dilakukan dengan menggunakan metode

    manual muscle testing ( MMT ). 6,8,15,16

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    18/29

    18

    2) ROM ( Lingkup Gerak Sendi ) : Pemeriksaan ROM dilakukan dengan

    menggunakan goniometer dan dituliskan dengan menggunakan metode ISOM

    (International Standar Of Measurement ). 6,8,15,16

    3) Pemeriksaan Nyeri dengan VAS ( Visual Analog Scale ) : VAS merupakan salah

    satu metode pengukuran nyeri yang dapat digunakan untuk menilai tingkat nyeri

    yang dirasakan oleh pasien. Pasien diminta untuk menunjukan letak nyeri yang

    dirasakan pada garis yang berukuran 10 cm, dimana pada ujung sebelah kiri (nilai

    0) tidak ada nyeri, dan pada ujung sebelah kanan ( nilai 10 ) nyeri sekali. 6,8,15,16,17

    4) Pemeriksaan Sensoris : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan sensorilevel. Sensori level adalah batas paling kaudal dari segment medula spinalis yang

    fungsi sensorisnya normal. Tes ini terdiri dari 28 tes area dermatom yang

    diperiksa dengan menggunakan tes tajam tumpul dan sentuhan sinar, dengan

    kriteria penilaiannya sebagai berikut : 6,8,15,16,17

    Nilai 0 : tidak ada dapat merasakan (absent ).

    Nilai 1 : merasakan sebagian ( impaired ) dan hiperaestesia.

    Nilai 2 : dapat merasakan secara normal.

    NT ( not testable ) : diberikan pada pasien yang tidak dapat merasakan karena

    tidak sadarkan diri.

    5) Pemeriksaan Motorik : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan motorik

    levelnya. Motorik level adalah batas paling kaudal dari segment medula spinalis

    yang fungsi motoriknya normal. Identifikasi kerusakan motorik lebih sulit,

    karena menyangkut innervasi dari beberapa otot. Tidak adanya innervasi, berarti

    pada otot tersebut terjadi kelemahan atau kelumpuhan. Pemeriksaan kekuatan

    otot tersebut bisa menggunakan pemeriksaan dengan Manual Muscle Test

    (MMT), dengan skala penilaian sebagai berikut : 6,8,15,16,17,18

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    19/29

    19

    0 (Zero) : Tidak ditemukan kontraksi dengan palpasi.

    1 ( Tr ) Trace : Ada kontraksi tetapi tidak ada gerakan

    2 ( P) Poor : Gerakan dengan ROM penuh, tidak dapat melawan gravitasi.

    3 (F) Fair : Gerakan penuh melawan gravitasi

    4 (G) Good : Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan.

    5 (N) Normal : Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan maksimal.

    Pada pemeriksaan motorik dengan menggunakan manual muscle testing ini

    biasanya dilakukan pada daerah myotom, antara lain : 6,8,15,16,18

    C 5 : Fleksi siku ( m. biceps, m. brachialis )

    C 6 : Ekstensi pergelangan tangan ( m. ekstensor carpi radialis longus dan

    brevis)

    C 7 : Ekstensi siku ( m. triceps )

    C8 : Fleksi digitorum profundus jari tengah (m. fleksor digitorum profundus)

    Th 1 : Abduksi digiti minimi (m. abduktor digiti minimi )

    L 2 : Fleksi hip ( m. iliopsoas )

    L 3 : Ekstensi knee ( m. Quadriceps )

    L 4 : Dorso fleksi ankle (m. tibialis anterior )

    L 5 : Ekstensi ibu jari kaki (m. ekstensor hallucis longus )

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    20/29

    20

    S 1 : Plantar fleksi ankle (m. gastrocnemius, m. soleus )

    B. Pemeriksaan Penunjang

    1. Laboratorium : 3,5,8,10,11

    a. Osteocalsin : Suatu protein tulang yang disekresi oleh osteoblast.

    b. B-cross lap : parameter untuk proses rosorpsi (penyerapan tulang) untuk

    mengetahui fungsi osteoklas.

    c. Elektrolit : kalsium total.

    d. Darah lengkap : Hb, HT, Leukosit, trombosit.

    e. Kimia darah : Gula darah 2 jam pp, gula darah puasa.

    e. Vit D

    f. Kalsitonin.

    2. Foto Polos Vertebra.

    Merupakan langkah awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang

    melibatkan medula spinalis, kolumna vertebralis dan jaringan di sekitarnya. Pada

    trauma servikal digunakan foto AP, lateral, dan odontoid. Pada cedera torakal

    dan lumbal, digunakan foto AP dan Lateral. Foto polos posisi antero-posterior

    dan lateral pada daerah yang diperkirakan mengalami trauma akan

    memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin disertai dengan dislokasi. Pada

    trauma daerah servikal foto dengan posisi mulut terbuka dapat membantu dalam

    memeriksa adanya kemungkinan fraktur vertebra C1-C2. 5,9,10,12

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    21/29

    21

    3. CT-scan Vertebra

    Dapat melihat struktur tulang, dan kanalis spinalis dalam potongan aksial.

    CT-Scan merupakan pilihan utama untuk mendeteksi cedera fraktur pada tulang

    belakang. 5,6,10,12

    4. MRI Vertebra

    MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal medula spinalis dalam

    sekali pemeriksaan serta untuk melihat jaringan lunak.6,10,11

    5. Pungsi Lumbal

    Berguna pada fase akut trauma medula spinalis. Sedikit peningkatan tekanan

    likuor serebrospinalis dan adanya blokade pada tindakan Queckenstedt

    menggambarkan beratnya derajat edema medula spinalis, tetapi perlu diingat

    tindakan pungsi lumbal ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena posisi fleksi

    tulang belakang dapat memperberat dislokasi yang telah terjadi. Dan antefleksi

    pada vertebra servikal harus dihindari bila diperkirakan terjadi trauma pada daerah

    vertebra servikalis tersebut. 5,10,11,12,13

    6. Mielografi

    Mielografi dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari trauma pada

    daerah lumbal, sebab sering terjadi herniasi diskus intervertebralis. 5,6,10,11,12

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    22/29

    22

    2.7. Penatalaksanaan

    Prinsip utama penatalaksanaan Cedera Medula Spinalis :

    1. ABC 5,6,8,9,10

    A = Pertahankan jalan nafas, beri oksigen bila ada keadaan sesak

    B = Mengatasi gangguan pernafasan, kalau diperlukan lakukan intubasi endotrakeal

    (pada cedera medula spinalis)dan pemasangan alat bantu nafas

    C = Perhatikan tanda-tanda hipotensi, harus dibedakan antara :

    Syok hipovolemik

    Tindakan : Berikan cairan kristaloid kalau perlu dengan koloid

    Syok neurogenik

    Tindakan : Pemberian cairan tidak akan menaikkan tekanan darah maka

    harus diberikan obat vasopressor :

    - Dopamin untuk menjaga MAP > 70

    - Bila perlu adrenalin 0,2 mg

    - Boleh diulangi 1 jam kemudian

    2. Immobilisasi

    Tindakan immobilisasi harus sudah dimulai dari tempat kejadian/kecelakaan

    sampai ke unit gawat darurat, yang pertama ialah immobilisasi dan stabilkan leher

    dalam posisi normal dengan menggunakan cervical collar. Cegah agar leher tidak

    terputar (rotation). Baringkan penderita dalam posisi terlentang (supine) pada tempat

    atau alas yang keras. 5,6,9,10,12

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    23/29

    23

    3. Stabilisasi Medis

    Terutama sekali pada penderita tetraparesis atau tetraplegia.

    a. Periksa vital signs

    b. Pasang NGT

    c. Pasang kateter urin

    d. Segera normalkan vital signs. Pertahankan tekanan darah yang normal dan perfusi

    jaringan yang baik. Berikan oksigen, monitor produksi urin, bila perlu monitor

    AGDA (analisa gas darah), dan periksa apa ada neurogenic shock. Pemberian

    megadose Methyl Prednisolone, Sodium Succinate dalam kurun waktu 6 jam

    setaleh kecelakaan dapat memperbaiki konntusio medula spinalis. 8,11,12,18

    2. Mempertahankan posisi normal vertebra (Spinal Alignment)

    Bila terdapat fraktur servikal dilakukan traksi dengan Cruthfield tong atau

    GardnerWells tong dengan beban 2.5 kg perdiskus. Bila terjadi dislokasi traksi

    diberikan dengan beban yang lebih ringan, beban ditambah setiap 15 menit sampai

    terjadi reduksi. 5,8,9,10,12,

    3. Dekompresi dan Stabilisasi Spinal

    Bila terjadi realignment artinya terjadi dekompresi. Bila realignment dengan

    cara tertutup ini gagal maka dilakukan open reduction dan stabilisasi dengan approach

    anterior atau posterior. 8,9,10,11

    4. Rehabilitasi

    Rehabilitasi fisik harus dikerjakan sedini mungkin. Termasuk dalam program

    ini adalah bladder training, bowel training, latihan otot pernafasan, pencapaian

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    24/29

    24

    optimal fungsi-fungsi neurologik dan program kursi roda bagi penderita

    paraparesis/paraplegia. 6,8,18

    Penatalaksaan Cedera Medula spinalis terbagi atas 2, yaitu :

    A. Medika Mentosa

    1. Methylprednisolone merupakan pilihan pengobatan untuk cedera tulang belakang

    akut. Jika metilprednisolon diberikan dalam waktu delapan jam dari cedera,

    beberapa orang mengalami perbaikan ringan. Tampaknya untuk bekerja dengan

    mengurangi kerusakan pada sel-sel saraf dan mengurangi peradangan di dekat

    lokasi cedera. Namun, itu bukan obat untuk cedera tulang belakang. Berikan metilprednisolon : dosis 30 Mg/ Kgbb, IV perlahan-lahan selama 15 menit. 8,10,19

    Metil prednisolon mengurangi kerusakan membran sel yang berkontribusi

    pada kematian neuron, mengurangi inflamasi dan menekan aktifitas sel-sel imun

    yang mempunyai kontribusi serupa pada kerusakan neuron dan peningkatan

    sekunder asam arakidonat mencegah peroksidasi lemak pada membran

    sel. 5,9,10,11,19 Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan

    untuk cedera medula spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National

    Institute of Health di Amerika Serikat. Namun demikian penggunaannya sebagai

    terapi utama cedera medula spinalis traumatika masih dikritisi banyak pihak dan

    belum digunakan sebagai standar terapi. 9,10,13,19

    2. Bila terjadi spastisitas otot, berikan : Diazepam 3x5/ 10 Mg/Hari, Baklopen 3x5

    Mg hingga 3x 20 Mg sehari. Spasmolitik otot atau relaksan secara tradisional

    digunakan untuk mengobati gangguan musculoskeletal yang menyakitkan. Efek

    samping sedasi dan pusing yang umum terjadi. Selain ituobat clonazepam yang

    merupakan benzodiazepine.5,6,8,10

    3. Bila ada rasa nyeri bisa diberikan :8,10,11,13

    * Analgetika

    * antidepresan : amitriptilin 3 x 10 mg / hari

    * antikonvulsan : neurontin 3 x 300 mg / hari

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    25/29

    25

    4. Antidepresan trisiklik : digunakan dalam pengobatan nyeri kronik untuk

    mengurangi insomnia, dan juga mengurangi sakit kepala. Seperti amitriptilin.5,6,8

    B. Non Medika Mentosa

    1. Fisioterapi

    Fisioterapi dapat berperan sejak fase awal terjadinya trauma sampai pada

    tahap rehabilitasi. Pada penderita SCI kerusakan yang terjadi pada medulla spinalis

    bersifat permanen, karena seperti yang kita ketahui bahwa setiap kerusakan pada

    sistem saraf maka tidak akan terjadi regenerasi dari sistem saraf tersebut dengan kata

    lain sistem tersebut akan tetap rusak walaupun ada regenerasi akan kecil sekali

    peluangnya. Berdasarkan hal tersebut maka intervensi yang diberikan oleh fisioterapi

    pun bertujuan untuk meningkatkan kemandirian pasien dengan kemampuan yang

    dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.6,8,10,20

    Peran fisioterapis menurut KepMenKes 1363 Pasal 1 ayat 2 adalah bentuk

    pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk

    mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang

    daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak,

    peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi .

    Selama tahap awal rehabilitasi, terapis biasanya menekankan pemeliharaan dan

    penguatan fungsi otot yang ada, pembangunan kembali keterampilan motorik halus

    dan belajar teknik adaptif untuk menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari. 6,9,10,11,20

    2. Operasi

    Pada saat ini laminektomi dekompresi tidak dianjurkan kecuali pada kasus-

    kasus tertentu. Indikasi untuk dilakukan operasi :5,10,11,13,20

    a. Reduksi terbuka dislokasi dengan atau tanpa disertai fraktur pada daerah servikal,

    bilamana traksi dan manipulasi gagal.

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    26/29

    26

    b. Adanya fraktur servikal dengan lesi parsial medula spinalis dengan fragmen

    tulang tetap menekan permukaan anterior medula spinalis meskipun telah

    dilakukan traksi yang adekuat.

    c. Trauma servikal dengan lesi parsial medula spinalis, dimana tidak tampak adanya

    fragmen tulang dan diduga terdapat penekanan medula spinalis oleh herniasi

    diskus intervertebralis. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan mielografi dan

    scan tomografi untuk membuktikannya.

    d. Fragmen yang menekan lengkung saraf.

    e. Adanya benda asing atau fragmen tulang dalam kanalis spinalis.

    f. Lesi parsial medula spinalis yang berangsur-angsur memburuk setelah pada

    mulanya dengan cara konservatif yang maksimal menunjukkan perbaikan, harus

    dicurigai hematoma.

    2.8. Prognosis

    Pemeriksaan neurologik dan umur pasien merupakan faktor utama yang

    mempengaruhi lamanya masa penyembuhan. Pada trauma akut, mortalitas cedera

    medula spinalis sebesar 20%. 5,8 Dalam jangka lama, pasien dengan kehilangan

    fungsi motorik dan sensorik komplit dalam 72 jam, fungsinya tidak mungkin

    kembali, namun hingga 90% pasien dengan lesi inkomplit dapat mulai berjalan 1

    tahun setelah cedera. Lesi terbatas pada pasien muda lebih muda mengalami

    penyembuhan. Pasien dengan cedera medula spinalis komplit hanya mempunyai

    harapan untuk sembuh kurang dari 5%.5,8,9,10

    Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam, maka peluang untuk

    sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik masih ada, maka pasien

    mempunyai kesempatan untuk dapat berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum,

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    27/29

    27

    90% penderita cedera medula spinalis dapat sembuh dan mandiri. Penyebab

    kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu : pneumonia,

    emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal. 3,8,10,13

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    28/29

    28

    BAB III

    KESIMPULAN

    CONTINUING MEDICAL EDUCATIONCONTINUING ME

    Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke

    susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh tulang

    vertebra. Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis, masukan sensoris, gerakan

    dari bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat

    terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan sementara ataupun permanen

    terjadi akibat dari kerusakan pada medula spinalis, kondisi ini disebut sebagai cedera

    medula spinalis. Cedera medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan

    sensasi fungsi motorik volunter total, dan tidak komplet : campuran kehilangan sensasi

    dan fungsi motorik volunter.

    Gejala yang paling sering pada trauma medulla spinalis adalah, nyeri akut pada

    belakang leher, paraplegia, paralisis sensorik motorik total, kehilangan kontrol

    kandung kemih (retensi urine, distensi kandung kemih, penurunan keringat dan tonus

    vasomotor, penurunan fungsi pernapasan, gagal nafas.

    Terapi cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan

    mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Therapy operatif kurang dianjurkan

    kecuali jika pasien memiliki indikasi untuk dilakukannya operasi. Cedera medula

    spinalis tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik daripada trauma

    medulla spinalis komplit.

  • 7/26/2019 Referat Tatalaksana MS

    29/29

    29