Referat SLE

35
REFERAT Lupus Eritematosus Sistemik Pembimbing : dr. Giri Aji, SpPD Disusun oleh : Afiati KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN SYARIF HIDATULLAH JAKARTA 1435 H/2015

description

Referat SLE

Transcript of Referat SLE

Page 1: Referat SLE

REFERAT

Lupus Eritematosus Sistemik

Pembimbing :

dr. Giri Aji, SpPD

Disusun oleh :

Afiati

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN SYARIF HIDATULLAH

JAKARTA

1435 H/2015

Page 2: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 2

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji Syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan nikmat

islam, iman, dan ikhsan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Shalawat serta salam kita curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah

membawa kita ke zaman yang terang benderang ini.

Terima kasih saya ucapkan kepada dr.Giri Aji,SpPD yang telah memberi

kesempatan dan waktunya untuk menjadi pembimbing dalam menyelesaikan referat ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang

bangun saya harapkan dari semua pihak demi kesempurnaan referat ini. Demikian

semoga referat “Lupus Eritematosus Sistemik” ini dapat bermanfaat.

Jakarta, Mei 2015

Penulis

Page 3: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………...2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………..4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………….……………………..5

2.1 Definisi……………..……………………………………………………….5

2.2 Epidemiologi……..………………………………………………………..5

2.3 Etiologi…..………………………………………..……………………….7

2.4 Patogenesis……….………………………………………………..…....…10

2.5 Patofisiologi…………………………………..…………………….…….14

2.6 Manifestasi Klinis………………………………………………………..15

2.7 Diagnosis………………………………………………………………….21

2.8 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………22

2.9 Diagnosis Banding…………………………………………………….....24

2.10 Derajat Berat Ringannya LES………………………………………..25

2.11 Pengelolaan……………………………………………………………..26

2.12 LES dan Kehamilan………………………………………………..….32

BAB III KESIMPULAN…….…………………………………………………..….33

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..34

Page 4: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 4

BAB I

PENDAHULUAN

Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit inflamasi autoimun

sistemik yang ditandai dengan temuan autoantibodi pada jaringan dan kompleks imun

sehingga mengakibatkan manifestasi klinis diberbagai sistem organ.1,2

Faktor genetik,

imunologik dan hormonal serta lingkungan berperan dalam patofisiologi penyakit LES.2

Dalam 30 tahun terakhir, LES telah menjadi salah satu penyakit rematik utama

di dunia.1

Di Amerika Serikat dilaporkan prevalensi LES yaitu 52 kasus per 100.000

penduduk dengan insidensi per tahunnya sekitar 5.1 kasus per 100.000 penduduk.3 Di

Asia, prevalensi LES yaitu sekitar 4.3-37.7 kasus per 100.000 penduduk dimana negara

Cina memiliki insidensi terbanyak yaitu 3.1 kasus per 100.000 penduduk.4 Data tahun

2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1.4% kasus LES dari

total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara pada

tahun 2010 di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 pasien (10.5%) dari total pasien

yang berobat ke poliklinik reumatologi.3

90% pasien LES adalah perempuan usia muda dengan insiden puncak pada usia

15-40 tahun selama masa reproduksi.1 Rasio penyakit LES pada perempuan dan laki-

laki adalah 9:1.3

Angka morbiditas dan mortalitas pasien LES masih cukup tinggi.3

Dilaporkan survival rate 5 tahun pasien LES di RSCM adalah 88% dari pengamatan

108 orang pasien yang berobat dari tahun 1990-2002.3

Perjalanan penyakit LES bersifat fluktuatif dan memiliki risiko kematian yang

tinggi, oleh karena itu diperlukan upaya pengenalan dini serta penatalaksanaan yang

tepat.1 Untuk menegakkan diagnosis LES dilakukan melalui kriteria yang ditetapkan

oleh American College of Rheumatology (ACR) revisi tahun 1997, ditegakkan bila

ditemukan 4 dari 11 kriteria.1 Penatalaksanaan LES dilaksanakan secara komprehensif

meliputi non medika mentosa dan medika mentosa. Untuk penatalaksanaan awal pasien

LES yang baru terdiagnosis, penyuluhan dan intervensi psikologis sangat diperlukan.1

Sedangkan untuk pemilihan terapi ditentukan berdasarkan derajat beratnya LES dengan

tujuan terapi yaitu untuk mengontrol serangan akut, severe flare, dan mengontrol gejala

sehingga bisa ditoleransi oleh pasien.2

Page 5: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut kamus kedokteran Dorland, Lupus Eritematosus Sistemik adalah

gangguan jaringan penyambung generalisata kronik yang dapat bersifat ringan

hingga fulminans dimana adanya temuan autoantibodi yang menyerang komponen

sitoplasma dan inti sel, ditandai oleh adanya erupsi kulit, atralgia, arthritis,

nefritis, pleuritis, pericarditis, leucopenia atau trombositopenia, anemia hemolitik,

lesi organ, manifestasi neurologik, limfadenopati, demam dan berbagai gejala

konstitusional lainnya.5 Sedangkan menurut buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, LES

adalah prototipe penyakit autoimun yang ditandai oleh produksi antibodi terhadap

komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang

luas.1

Perjalanan penyakit LES bersifat fluktuatif yang ditandai dengan periode

tenang dan eksaserbasi.6

Kata “lupus” dalam bahasa latin berarti serigala, ”erythro” berasal dari

bahasa yunani yang berarti merah, sehingga lupus digambarkan sebagai daerah

merah sekitar hidung dan pipi, yang dikenal dengan butterfly - shaped malar

rash.4

2.2 Epidemiologi

Dalam 30 tahun terakhir, LES telah menjadi salah satu penyakit rematik

utama di dunia dan dalam 40 tahun terakhir ini, insidensi LES meningkat tiga kali

lipat karena kemajuan ilmu kedokteran bidang reumatologi dalam mendiagnosis

LES melalui kriteria ACR.1,7

Di Amerika Serikat dilaporkan prevalensi LES yaitu

52 kasus per 100.000 penduduk dengan insidensi per tahunnya sekitar 5.1 kasus per

100.000 penduduk. Di negara Asia-Pasifik, prevalensi LES yaitu sekitar 4.3-45.3

kasus per 100.000 penduduk dengan Australia sebagai negara dengan prevalensi

tertinggi yaitu 45.3 kasus per 100.000 penduduk. Di Asia, prevalensi LES yaitu

sekitar 4.3-37.7 kasus per 100.000 penduduk dimana negara Cina memiliki

insidensi terbanyak yaitu 3.1 kasus per 100.000 penduduk.4

Page 6: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 6

Di Indonesia belum ada data epidemiologi LES yang mencakup seluruh

wilayah Indonesia. Beberapa data di Indonesia dari pasien yang dirawat di

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

ditemukan 37,7 % kasus LES pada tahun 1998-1990.1 Data tahun 2002 di RSUP

Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1.4% kasus LES dari total

kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara pada tahun

2010 di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 pasien (10.5%) dari total pasien

yang berobat ke poliklinik Reumatologi.3

Onset penyakit LES 65% terjadi antara usia 16-55 tahun, 20% sebelum usia

16 tahun dan 15% setelah usia 55 tahun dimana 90% pasien LES adalah perempuan

usia muda dengan insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa reproduksi.1,7

Rasio penyakit LES pada perempuan dan laki-laki adalah 9:1.3

Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Rupert W.Jakes, dilaporkan prevalensi LES pada

perempuan yaitu sekitar 7.7-68.4 kasus per 100.000 penduduk dengan insidensi

1.4-5.4 kasus, sedangkan prevalensi LES pada laki-laki 0.8-7.0 kasus per 100.000

penduduk dengan insidensi 0.4-0.8 kasus tiap tahunnya.4

Angka morbiditas dan mortalitas pasien LES masih cukup tinggi, dimana

angka kematian pasien LES hampir 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

populasi umum.3 Dilaporkan survival rate 5 tahun pasien LES di RSCM adalah

88% dari pengamatan 108 orang pasien yang berobat dari tahun 1990-2002.3

Sedangkan berdasarkan usia, angka survival rate SLE untuk 1-5, 5-10, 10-15, 15-

20, dan 20 tahun adalah 93-97%, 84-95%, 70-85%, 64-80%, dan 53-64%.3

Hasil

studi yang dilakukan oleh Rupert W.Jakes tahun 2012 menyatakan survival rate

LES 93-98% dalam 1 tahun, 60-97% dalam 5 tahun, dan 70-94% dalam 10 tahun.4

Pada tahun-tahun pertama mortalitas SLE berkaitan dengan aktivitas penyakit dan

infeksi (termasuk infeksi M. tuberculosis, virus, jamur dan protozoa), sedangkan

dalam jangka panjang berkaitan dengan penyakit vaskular aterosklerosis Penyebab

tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada LES di negara Asia-Pasifik yaitu

30-80% karena infeksi, 19-95% penyakit LES yang aktif, 6-40% keterlibatan

kardiovaskular, dan 7-36% karena adanya abnormalitas ginjal.4

Prognosis LES sangat bervariasi. Di negara Asia-Pasifik, prognosis LES

tampak lebih baik pada negara Cina (Shanghai, survival rate 98% dalam 5 tahun),

Page 7: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 7

Hong Kong (survival rate 97% dalam 5 tahun dan 94% dalam 10 tahun), Korea

Selatan (survival rate 94% dalam 5 tahun), akan tetapi di negara Australia survival

rate LES hanya 60% dalam 5 tahun.4

2.3 Etiologi

Faktor genetik, imunologis, lingkungan dan hormon dianggap sebagai

etiologi LES, yang mana keempat faktor ini saling terkait. Faktor lingkungan dan

hormon berperan sebagai pencetus penyakit pada individu peka genetik. Faktor

lingkungan yang dianggap sebagau pencetus antara lain yaitu infeksi, sinar

ultraviolet, pemakaian obat-obatan, stress mental maupun fisik.8

a) Antibodi Antinuklear (ANA)9

ANA diarahkan untuk melawan beberapa antigen nucleus dan dapat

dikelompokkan menjadi empat kategori:

1. Antibodi terhadap DNA

2. Antibodi terhadap histon

3. Antibodi terhadap protein nonhiston yang terikat pada RNA

4. Antibodi terhadap antigen nucleolus

b) Faktor Genetik 7,9

1. Terdapat indeks yang tinggi (25%) pada kembar monozigotik dan

kembar dizigotik (1-3%).

2. Anggota keluarga mempunyai risiko yang meningkat untuk menderita

LES dan hingga 20% pada kerabat tingkat pertama yang secara klinis

tidak terkena dapat menunjukkan adanya autoantibodi. Ikatan saudara

kandung memiliki risiko 30 kali lebih besar untuk menderita penyakit

LES.

3. Pada populasi kulit orang putih di Amerika Utara terdapat hubungan

positif antara LES dengan gen HLA kelas II, terutama pada lokus HLA-

DQ.

4. Beberapa pasien LES sekitar 6% mengalami defisiensi komponen

komplemen yang diturunkan. Kekurangan komplemen akan mengganggu

Page 8: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 8

pembersihan kompleks imun dari sirkulasi dan memudahkan deposisi

jaringan, yang menimbulkan jejas jaringan.

Tabel 2.1 Antibodi Antinuklear Pada Berbagai Penyakit Autoimun

Sumber : Vinay Kumar, 2007.

c) Faktor Lingkungan 2,7,9

Adanya sindrom menyerupai lupus pada pasien yang meminum obat

tertentu, seperti prokainamid dan hidralazin. Obat-obat ini mengganggu

ekspresi dari sel T CD4+ dengan menghambat metilasi DNA dan

menstimulus ekspresi antigen LFA-1 sehingga memicu autoreaktivasi pada

Page 9: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 9

LES. Oleh karena itu, sebagian besar penderita yang diobati dengan

prokainamid selama lebih dari 6 bulan akan menghasilkan ANA disertai

gambaran LES yang muncul 15% - 20% pada pasien tersebut.

Pajanan sinar ultraviolet merupakan faktor lingkungan lain yang dapat

memperburuk penyakit tersebut pada banyak individu. Sekitar 70% pasien

LES akan mengalami flare ketika terpajan dengan sinar ultraviolet. Sinar

ultraviolet dapat meningkatkan apoptosis keratinosit, merusak DNA dan

meningkatkan jejas jaringan yang akan melepaskan pembentukan kompleks

imun DNA / anti-DNA yang dapat menstimulus respon autoimun pada LES.

Infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) merupakan faktor yang dapat

meningkatkan terjadinya LES. EBV akan mengaktivasi sel limfosit B dan

menstimulus interferon α (IFN α) untuk produksi sel plasmasitoid dendirtik

yang akan memicu respon imun. Selain itu, EBV juga memiliki untaian asam

amino yang menyerupai untaian asam amino manusia yang akan

menstimulus respon autoimun pada LES.

d) Faktor Imunologis 9

Bermacam-macam kelainan imunologis baik pada sel T maupun sel B

pada pasien LES sulit untuk mengidentifikasi setiap salah satunya sebagai

penyebab. Analisi molekular terhadap antibodi anti-DNA untai ganda

member petunjuk bahwa antibodi tersebut tidak dihasilkan oleh susunan

acak sel B aktif poliklonal, tetapi lebih banyak berasal dari respon sel-B

oligoklonal yang lebih selektif terhadap antigennya sendiri. Sebagai contoh,

antibodi anti-DNA pathogen pada pasien LES adalah kationik, sedangkan

antibodi yang dihasilkan oleh sel B yang teraktivasi secara poliklonal adalah

anionik dan nonpatogen. Oleh sebab itu, tanggung jawab autoimunitas pada

LES telah beralih ke sel T helper CD4+.

e) Faktor Hormonal 2

Perempuan memiliki respon antibodi lebih tinggi daripada laki-laki. Hal

ini disebabkan oleh efek estrogen yang bermanfaat terhadap sintesis

antibodi. Perempuan yang mengkonsumsi kontrasepsi oral yang terdapat

kandungan estrogen atau yang menggunakan hormone replacement therapy

Page 10: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 10

memiliki risiko 2 kali lipat terkena LES. Estradiol akan berikatan pada

reseptor sel T dan sel limfosit B, meningkatkan aktivasi sel T dan sel

limfosit B tersebut.

Gambar 2.1 Keterkaitan antara factor genetik, epigenetic dan lingkungan

pada LES.

Sumber : Ellen M.G, 2014.

2.4 Patogenesis

Kelainan mendasar pada LES adalah kegagalan mempertahankan

toleransi-diri. Akibatnya terdapat autoantibodi dalam jumlah besar yang dapat

merusak jaringan secara langsung ataupun dalam bentuk endapan kompleks

imun. Antibodi tersebut melawan komponen nuclear dan sitoplasma sel host

yang tidak spesifik terhadap organ.9 Proses ini diawali dengan faktor pencetus

yang ada dilingkungan, dapat berupa infeksi, sinar ultraviolet atau bahan kimia.

Hal ini menimbulkan abnormalitas respon imun di dalam tubuh yaitu 8:

1. Sel T dan sel B menjadi autorektif

2. Pembentukan sitokin yang berlebihan

3. Hilangnya regulasi kontrol pada sistem imun, antara lain

a. Hilangnya kemampuan membersihkan antigen di kompleks imun

maupun sitokin di dalam tubuh

b. Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis

Page 11: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 11

c. Hilangnya toleransi imun dimana sel T mengenali molekul tubuh

sebagai antigen kerena adanya mimikri molekuler

Gambar 2.2 Model pathogenesis LES

Sumber : Vinay Kumar, 2009.

Akibat proses tersebut, maka

terbentuk berbagai macam antibodi di

dalam tubuh yang disebut autoantibodi.

Selanjutnya antibodi tersebut akan

membentuk kompleks imun. Kompleks

imun tersebut akan terdeposisi pada

jaringan atau organ yang akhirnya

Page 12: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 12

Gambar 2.3 Tiga tahap patogenesis

penyakit kompleks imun sistemik

Sumber : Vinay Kumar, 2009

menimbulkan gejala inflamasi atau

kerusakan jaringan.8

Karakteristik patogenesis dari LES

yaitu sistem imun yang menyerang nuklear

endogen yang dianggap sebagai

autoantigen. Autoantigen dikeluarkan oleh

sel yang mengalami apoptosis kemudian

akan dipresentasikan oleh sel dendritik ke

sel T. Sel T mensekresikan sitokin yaitu

interleukin 10 (IL10) dan IL23 yang

mengaktivasi sel B untuk memproduksi

antibodi. Nukleosome endogen dapat

berikatan dengan molekular patogen

reseptor dan dapat menstimulus

pengeluaran interferon α (IFN α) sehingga

memicu terjadinya inflamasi. Selain itu

juga nucleosome dapat berikatan dengan

reseptor permukaan sel seperti BCR (B

cell antigen reseptor) dan TLR (Toll like

reseptor). Pada pasien dengan SLE yang

aktif terdapat peningkatan ekspresi TLR9.7

Pada LES sebagian besar autoantibodi yang dihasilkan akan langsung

menyerang kompleks DNA/protein atau RNA/protein seperti nukleosome,

nukleolar RNA, spliceosomal RNA. Saat terjadi apoptosis, antigen tersebut

bermigrasi ke permukaan sel dan mengaktivasi sistem imun untuk produksi

autoantibodi. Hiperreaktivitas dari sel T dan sel limfosit B pada LES ditandai

dengan meningkatnya ekspresi molekul HLA-D dan CD40L. Hasil akhir dari ini

Page 13: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 13

yaitu produksi autoantibodi dan pembentukan kompleks imun yang terdeposisi

di jaringan sehingga membuat (1) sequestrasi dan destruksi sel-sel yang

diselubungi Ig yang beredar di sirkulasi, (2) fiksasi dan cleaving komplemen, (3)

pengeluaran kemotoksin, peptide vasoaktif, dan enzim-enzim yang mendestruksi

jaringan.2

Gambar 2.4 Patogenesis pada LES

Sumber : George Berstias, 2012.

Page 14: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 14

2.5 Patofisiologi

Gambar 2.5 Mekanisme sistemik pada LES

Sumber : Simanta Pathak, 2011

Abnormalitas imun pada LES terbagi menjadi 2 fase yaitu (a)

meningkatnya serum antinuklear dan autoantibodi anti-glomerular, (b)

terbentuknya kompleks imun pada organ target yang menyebabkan kerusakan

organ.11

Defek mekanisme regulasi imun seperti klirens apoptosis dan kompleks

imun merupakan kontributor pada LES. LES ditandai dengan adanya produksi

autoantibodi, terbentuknya kompleks imun, dan aktivasi komplemen yang tidak

terkendali. LES disebabkan oleh interaksi antara gen dan faktor lingkungan

sehingga menghasilkan respon imun yang abnormal. Respon tersebut terdiri dari

hiperaktivitas sel T helper sehingga terjadi hiperaktivitas sel B. Terjadi

gangguan mekanisme downregulating yang menimbulkan respon imun

abnormal. 2

Page 15: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 15

Gambar 2.6 Patofisiologi LES

Sumber : Harrison, 2011

Pada LES penanganan pada komplek imun terganggu, dapat berupa

gangguan klirens kompleks imunt, gangguan pemprosesan kompleks imun

dalam hati dan penurun uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan

ini memungkinkan terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit

mononuklear. Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ

dan terjadi fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan

aktivasi komplemen yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi

inflamasi. Reaksi inflamasi inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan atau

gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura,

kulit dan sebagainya.2

2.6 Manifestasi Klinis

Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit

dapat timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam

tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun

diikuti oleh gejala terkenanya sistem imun.12

Page 16: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 16

Waktu yang dibutuhkan antara onset penyakit dan diagnosis adalah 5

tahun. Penyakit ini mempunyai ciri khas terdapatnya eksaserbasi dan remisi.

Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitat seperti kontak

dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat misalnya golongan sulfa. 12

A. Gejala Konstitusional

Manifestasi yang timbul dapat bervariasi. Pada anak-anak yang paling

sering adalah anorexia, demam, kelelahan, penurunan berat badan,

limfadenopati dan irritable. Gejala dapat berlangsung intermiten atau terus-

menerus. 13

B. Gejala Muskuloskeletal

Pada anak-anak gejala yang paling sering ditemukan dapat berupa athralgia

(90%) dan sering mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling sering

terkena adalah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan

tangan, metakarpophalangeal, siku dan pergelangan kaki. Artritis dapat

terjadi pada lebih dari 90% anak, umumnya simetris, terjadi pada beberapa

sendi besar maupun kecil. Biasanya sangat responsif terhadap terapi

dibandingkan dengan kelainan organ yang lain pada LES. Arthritis pada

tangan dapat menyebabkan kerusakan ligament dan kekakuan sendi yang

berat. Osteonecrosis umum terjadi dan dapat timbul belakangan setelah

dalam pengobatan kortikosteroid. 13

C. Gejala Mukokutan

Kelainan kulit atau selaput lendir ditemukan pada 55% kasus LES.

1). Lesi Kulit Akut

Ruam kulit yang paling dianggap khas adalah ruam kulit berbentuk

kupu-kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang sedikit edematus pada

hidung dan kedua pipi. Karakteristik malar atau ruam kupu-kupu

termasuk jembatan hidung dan bervariasi dari merah pada

erythematous epidermis hingga penebalan scaly patches. Ruam

mungkin akan fotosensitif dan berlaku untuk semua daerah terkena

sinar matahari. Lesi-lesi tersebut penyebarannya bersifat sentrifugal

dan dapat bersatu sehingga berbentuk ruam yang tidak beraturan.

Page 17: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 17

Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa

bekas.13

Gambar 2.7 Lupus eritematosus kutaneus akut

Sumber : George, 2012

2). Lesi Kulit Sub Akut

Gambar 2.8 Lesi kulit sub akut yang khas berbentuk anular.

Sumber : George, 2012

3). Lesi Diskoid

Sebesar 2 sampai 2% lesi discoid terjadi pada usia di bawah 15 tahun.

Sekitar 7 % lesi discoid akan menjadi LES dalam waktu 5 tahun,

sehingga perlu di monitor secara rutin. Hasil pemeriksan laboratorium

menunjukkan adanya antibodi antinuclear (ANA) yang disertai

peningkatan kadar IgG yang tinggi dan lekopeni ringan. Ruam diskoid

adalah ruam pada kulit leher, kepala, muka, telinga, dada, punggung,

dan ekstremitas yang menimbul dan berbatas tegas, dengan diameter

Page 18: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 18

5-10 mm, tidak gatal maupun nyeri. Berkembangnya melalui 3 tahap,

yaitu erithema, hiperkeratosis dan atropi. Biasanya tampak sebagai

bercak eritematosa yang meninggi, tertutup oleh sisik keratin disertai

oleh adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan

terbentuk sikatrik. Lesi diskoid tidak biasa di masa kanak-kanak.

Namun, mereka terjadi lebih sering sebagai manifestasi dari LES

daripada sebagai diskoid lupus erythematosis (DLE) saja; 2-3% dari

semua DLE terjadi di masa kanak-kanak.14

Gambar 2.9 Facial discoid

Sumber : George, 2012

4). Livido Retikularis

Suatu bentuk vaskulitis ringan, sering ditemukan pada SLE.

Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk

kecil sampai yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema

periungual.13

Gambar 2.10 A) Livido retikularis B) eritema periungual.

Sumber : George, 2012

Page 19: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 19

5). Urtikaria

Biasanya menghilang perlahan-lahan beberapa bulan setelah

penyakit tenang secara klinis dan serologis.14

D. Kelainan pada Ginjal

Pada sekitar 2/3 dari anak dan remaja LES akan timbul gejala lupus

nefritis. Lupus nefritis akan diderita sekitar 90% anak dalam tahun

pertama terdiagnosanya LES. Berdasarkan klasifikasi WHO, jenis lupus

nefritis adalah:

i. Kelas I: minimal mesangial lupus nephritis

ii. Kelas II: mesangial proliferative lupus nephritis

iii. Kelas III: focal lupus nephritis

iv. Kelas IV: diffuse lupus nephritis

v. Kelas V: membranous lupus nephritis

vi. Kelas VI: advanced sclerotic lupus nephritis

Kelainan ginjal ditemukan 68% kasus LES. Manifestasi paling sering

ialah proteinuria dan atau hematuria. Ada 2 macam kelainan patologis

pada ginjal yaitu nefritis lupus difus dan nefritis lupus membranosa.

Nefritis lupus difus merupakan kelainan yang paling berat. Klinis tampak

sebagai sindrom nefrotik, hipertensi, serta gangguan fungsi ginjal sedang

sampai berat. Nefritis membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai

dengan sindroma nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan

penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.2,13

E. Serositis (pleuritis dan perikarditis)

Gejala klinisnya berupa nyeri waktu inspirasi dan pemeriksaan fisik dan

radiologis menunjukkan efusi pleura atau efusi parikardial. Efusi pleura

lebih sering unilateral, mungkin ditemukan sel LE dalam cairan pleura.

Biasanya efusi menghilang dengan pemberian terapi yang adekuat.13

F. Pneuminitis Interstitial

Merupakan hasil infiltrasi limfosit. Kelainan ini sulit dikenali dan sering

tidak dapat diidentifikasi. Biasanya terdiagnosa setelah mencapai tahap

lanjut.13

Page 20: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 20

G. Gastrointestinal

Dapat berupa rasa tidak enak di perut, mual ataupun diare. Nyeri akut

abdomen, muntah dan diare mungkin menandakan adanya vaskulitis

intestinalis. Gejala menghilang dengan cepat bila gangguan sistemiknya

mendapat pengobatan yang adekuat. 13

H. Hati dan Limpa

Hepatosplenomegali mungkin ditemukan pada anak-anak, tetapi jarang

disertai ikterus. Umumnya dalam beberapa bulan akan menghilang atau

kembali normal. 13

I. Kelenjar Getah Bening dan Kelenjar Parotis

Pembesaran kelenjar getah bening ditemukan pada 50% kasus. Biasanya

berupa limfadenopati difus dan lebih sering pada anak-anak. Kelenjar

parotis membesar pada 60% kasus LES. 13

J. Susunan Saraf Tepi

Neuropati perifer yang terjadi berupa gangguan sensorik dan motorik.

Biasanya bersifat sementara. 15

K. Susunan Saraf Pusat

Gejala SSP bervariasi mulai dari disfungsi serebral global dengan

kelumpuhan dan kejang sampai gejala fokal seperti nyeri kepala dan

kehilangan memori. Diagnosa lupus SSP ini membutuhkan evaluasi

untuk mengeksklusi ganguan psikososial reaktif, infeksi, dan metabolik.

Trombosis vena serebralis bisanya terkait dengan antibodi antifosfolipid.

Bila diagnosa lupus serebralis sudah diduga, CT Scan perlu dilakukan.

Gangguan susunan saraf pusat terdiri dari 2 kelainan utama, yaitu

psikosis organik dan kejang-kejang. Penyakit otak organik biasanya

ditemukan bersamaan dengan gejala aktif LES pada sistem-sistem

lainnya. Pasien menunjukkan gejala delusi/halusinasi disamping gejala

khas kelainan organik otak.10

Kejang-kejang yang timbul biasanya

termasuk tipe grandmal. Kelainan lain yang mungkin ditemukan ialah

korea, paraplegia karena mielitis transversal, hemiplegia, afasia, psikosis,

pseudotumor cerebri, aseptic meningitis, chorea, defisit kognitif global,

melintang myelitis, neuritis perifer dan sebagainya. Mekanisme

Page 21: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 21

terjadinya kelainan susunan saraf pusat tidak selalu jelas. Faktor-faktor

yang memegang peranan antara lain vaskulitis, deposit gamma globulin

di pleksus koroideus. 15

L. Hematologi

Kelainan hematologi yang sering terjadi adalah limfopenia, anemia,

Coombs-positif anemia hemolitik, anemia penyakit kronis

trombositopenia, dan lekopenia. 13

M. Fenomena Raynaud

Ditandai oleh keadaan pucat, disusul oleh sianosis, eritema dan kembali

hangat. Terjadi karena disposisi kompleks imun di endotelium pembuluh

darah dan aktivasi komplemen lokal. 13

N. Kardiovaskuler

LES dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis yang pada akhirnya

dapat mengakibatkan terjadi infark miokard. Gagal jantung dan angina

pektoris, valvulitis, vegetasi pada katup jantung merupakan beberapa

manifestasi lainnya.13

2.7 Diagnosis

Kriteria diagnosis yang digunakan adalah dari American College of

Rheumatology 1997 yang terdiri dari 11 kriteria, dikatakan pasien tersebut SLE jika

ditemukan 4 dari 11 kriteria yang ada. Berikut ini adalah 11 kriteria tersebut.3

Page 22: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 22

Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis LES memiliki sensitifiitas

85% dan spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya

ANA positif, maka sangat mungkin LES dan diagnosis bergantung pada

pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan LES.

Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum

tentu LES, dan observasi jangka panjang diperlukan.3

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Kelainan laboratorium pada LES diantaranya anemia hemolitik dan anemia

nomositer, leukopenia, trombositopenia, laju endap darah yang cepat,

hiperglobulinemia dan bila terdapat sindrom nefrotik, albumin akan rendah.

Biasanya kelainan faal hepar dan penurunan komplemen serum juga ada.

Proteinuria, biasanya bersifat gross proteinuria, merupakan gejala penting. Faktor

Page 23: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 23

rematoid positif kira-kira 33% kasus. Urin diperiksa untuk mengetahui adanya

protein, leukosit, eritrosit dan silinder. Uji ini dilakukan untuk menentukan adanya

komplikasi ginjal dan untuk memantau perkembangan penyakit LES.

Berikut

pemeriksaan penunjang minimal yang diperlukan untuk diagnosis dan monitoring

LES3 :

1. Hemoglobin. Leukosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED)

2. Urin rutin dan mikroskopik protein kuantitatif 24 jam, bila diperlukan

pemeriksaan kreatinin darah

3. Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati dan profil lipid)

4. PT dan aPTT

5. Serologi ANA, anti-dsDNA, komplemen C3 C4

6. Foto polos toraks (pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis)

Rekomendasi 3

- Test ANA merupakan test yang sensitif, namun tidak spesifik untuk SLE

- Test ANA dikerjakan hanya jika terdapat kecurigaan terhadap SLE

- Test Anti dsDNA positif menunjang diagnosis SLE, namun jika negatif tidak

menyingkirkan diagnosis SLE

Fenomena Sel S.E dan tes sel S.E

Sel L.E terdiri atas granulosit neutrofilik yang mengandung bahan nuclear

basofilik yang telah difagositosis, segmen nuklearnya berpindah ke perifer.

Fenomena ini disebabkan oleh factor antinuclear (factor L.E dan yang lain) yang

menyerang bahan nuclear di dalam sel yang rusak. Bahan nuclear yang berubah

dikelilingi neutrofil (bentuk rosette) yang memfagositosis bahan tersebut. Tes sel

L.E kini tidak penting karena pemeriksaan antibodi antinuclear lebih sensitif.

Antibodi antinuclear (ANA)

Pada pemeriksaan imunofluoresensi tak langsung dapat ditunjukkan (ANA)

pada 90% kasus.12

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya antibody

yang mampu menghancurkan inti dari sel-sel tubuh sendiri. Selain mendeteksi

adanya ANA, juga berguna untuk mengevaluasi pola dari ANA dan antibody

spesifik. Pola ANA dapat diketahui dari pemeriksaan preparat yang diperiksa di

Page 24: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 24

bawah lampu ultraviolet.13

Terdapat 4 pola ANA ialah membranosa (anular,

peripheral), homogen, berbintik dan nuclear. Yang dianggap spesifik untuk L.E.S

ialah pola membranosa, terutama jika titernya tinggi. Pola berbintik juga umum

terdapat pada L.E.S. Pada homogen kurang spesifik.16

Lupus band test

Pada pemeriksaan imunofluoresens langsung dapat dilihat pita terdiri atas deposit

granular immunoglobulin G, M atau A dan komplemen C3 pada taut epidermal-

dermal yang disebut lupus band. Caranya disebut lupus band test, specimen diambil

dari kulit yang normal. Tes tersebut positif pada 90-100% kasus L.E.S dan 90-95%

kasus L.E.D.16

Anti-ds-DNA

Anti autoantibody yang lain selain ANA ialah anti-ds-DNA, yang spesifik untuk

S.L.E, tetapi hanya ditemukan pada 40-50% penderita. Antibodi ini mempunyai

hubungan dengan glomerulonefritis. Adanya antibodi tersebut dan kadar

komplemen yang rendah dapat meramalkan akan terjadinya hematuria dan atau

proteinuria.16

Anti-Sm

Selain anti-ds-DNA, masih ada antibody yang lain yang spesifik ialah anti-Sm,

tetapi hanya terjadi pada sekitar 20-30% penderita dan tidak ditemukan pada

penyakit lain.16

2.9 Diagnosis Banding3

Beberapa penyakit dengan gambaran klinis yang mirip atau beberapa tes

laboratorium yang serupa dengan LES yaitu:

a. Undifferentiated connective tissue disease

b. Sindroma Sjögren

c. Sindroma antibodi antifosfolipid (APS)

d. Fibromialgia (ANA positif)

e. Purpura trombositopenik idiopatik

f. Lupus imbas obat

g. Artritis reumatoid dini

Page 25: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 25

h. Vaskulitis

Beberapa penyakit yang berasosiasi dengan L.E.S mempunyai gejala-gejala

yang dapat menyerupai L.E.S yakni artritis reumatika, sklerosis sistemik,

dermatomiositis, dan purpura trombositopenik.12

Artritis Reumatika. Otot dan kekakuan sendi biasanya paling sering di pagi

hari. Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah mulai pada

persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Awitannya biasanya akut,

bilateral, dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi

hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.14

Sklerosis Sistemik. Penyakit ini disebut juga skleroderma sistemik.

Skleroderma merupakan kolagenosis kronis dengan gejala khas bercak-bercak

putih kekuning-kuningan dan keras yang seringkali mempunyai halo ungu

disekitarnya. Sklerosis sistemik seperti skleroderma sirkumskripta tetapi secara

berturut-turut mengenai alat-alat viseral.12

Dermatomiositis. Penyakit mulai dengan perubahan khas pada muka (terutama

pada palpebra) yakni terdapat eritema dan edema berwarna merah ungu kadang-

kadang juga livid. Pada palpebra terdapat telangiektasis, disertai paralisi otot-

otot ekstraokular. Pada fase berikutnya timbul perubahan-perubahan kutan yang

menetap dan menyerupai Lupus Eritematosus. Kelainan di muka menjalar ke

leher, toraks, lengan bawah, dan lutut. Manifestasi patognomonik ialah papul

Gottron yaitu papul keunguan di bagian dorsolateral sendi interfalangeal dan

atau metakarpofalangeal. Fase ini disertai demam intermiten, takikardi,

hiperhidrosis, dan penurunan berat badan.12

Purpura Trombositopenik. Penyakit ini juga dikenal sebagai sindrom

Moschowite dengan trias : trombositopenia, anemia hemolitik, dan gangguan

susunan saraf pusat. Gejala yang timbul adalah demam, purpura berupa

ekimosis, ikterus, pembesaran limpa, disfungsi ginjal, artritis, pleuritis,

fenomena Raynaud, nyeri perut, dan pembesaran hati.15

2.10 Derajat Berat Ringannya LES

Kriteria untuk dikatakan SLE ringan adalah:

1. Secara klinis tenang

2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa

Page 26: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 26

3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal,

susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.

Contoh LES dengan manifestasi arthritis dan kulit.

Penyakit LES dengan tingkat keparahan sedang ditemukan:

1. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)

2. Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)

3. Serositis mayor

Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa apabila ditemukan keadaan

sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu:

1. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria,

miokarditis,tamponade jantung, hipertensi maligna.

2. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli

paru,infark paru, ibrosis interstisial, shrinking lung.

3. Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.

4. Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.

5. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister)

6. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati

transversa, mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma

demielinasi. mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma

demielinasi.

7. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3),

trombositopenia < 20.000/mm3 , purpura trombotik trombositopenia,

thrombosis vena atau arteri.

2.11 Pengelolaan

Tujuan

Meningkatkan kesintasan dan kualitas hidup pasien LES melalui pengenalan

dini dan pengobatan yang paripurna. Tujuan khusus pengobatan SLE adalah

a)mendapatkan masa remisi yang panjang, b) menurunkan aktivitas penyakit

seringan mungkin, c) mengurangi rasa nyeri dan memelihara fungsi organ agar

aktivitas hidup keseharian tetap baik guna mencapai kualitas hidup yang optimal.

Pilar Pengobatan Lupus Eritematosus Sistemik adalah 1) Edukasi dan konseling,

2)Program rehabilitasi, 3) Pengobatan medikamentosa (OAINS, Anti malaria,

steroid, Imunosupresan / Sitotoksik).3

Page 27: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 27

Pengobatan LES Berdasarkan Aktivitas Penyakitnya.3

a. Pengobatan LES Ringan

Pilar pengobatan pada LES ringan dijalankan secara bersamaan dan

berkesinambungan serta ditekankan pada beberapa hal yang penting agar tujuan di

atas tercapai, yaitu:

Obat-obatan

- Penghilang nyeri seperti paracetamol 3 x 500 mg, bila diperlukan.

- Obat anti inflamasi non steroidal (OAINS), sesuai panduan diagnosis dan

pengelolaan nyeri dan inflamasi.

- Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat dengan potensi

ringan)

- Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kg BB/hari (150-300 mg/hari) (1 tablet klorokuin

250 mg mengandung 150 mg klorokuin basa) catatan periksa mata pada saat

awal akan pemberian dan dilanjutkan setiap 3 bulan, sementara

hidroksiklorokuin dosis 5- 6,5 mg/kg BB/ hari (200-400 mg/hari) dan periksa

mata setiap 6-12 bulan.

- Kortikortikosteroid dosis rendah seperti prednison < 10 mg / hari atau yang

setara .

- Tabir surya: Gunakan tabir surya topikal dengan sun protection faktor sekurang-

kurangnya 15 (SPF 15).3

b. Pengobatan LES Sedang

Pilar penatalaksanaan LES sedang sama seperti pada LES ringan kecuali pada

pengobatan. Pada LES sedang diperlukan beberapa rejimen obat-obatan tertentu serta

mengikuti protokol pengobatan yang telah ada. Misal pada serosistis yang refrakter:

20 mg / hari prednison atau yang setara.

c. Pengobatan SLE Berat atau Mengancam Nyawa

Pilar pengobatan sama seperti pada LES ringan kecuali pada penggunaan obat-

obatannya. Pada LES berat atau yang mengancam nyawa diperlukan obat-obatan

sebagaimana tercantum pada bagan .3

Page 28: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 28

Gambar 2.12 Algoritma penatalaksanaan LES berdasarkan derajat beratnya.

Sumber : Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011

Tabel 2.1 Jenis Dan Dosis Obat Yang Dipakai Pada SLE

Jenis Obat Dosis Jenis

Toksisitas

Evaluasi

Awal

Pemantauan

Klinis Laboratorik

OAINS Tergantung

OAINS

Perdarahan

saluran cerna,

hepatotoksik,

sakit kepala,

hipertensi,

aseptic,

meningitis,

nefrotoksik.

Darah rutin,

kreatinin,

urin rutin,

AST/ALT

Gejala

gastro-

intestinal

Darah rutin,

kreatinin,

AST/ALT

setiap 6 bulan.

Kortiko-

steroid

Tergantung

derajat SLE

Cushingoid,

hipertensi,

dislipidemi,

ostoenekrosis,

Gula darah,

profil lipid,

DXA,

tekanan

Tekanan

darah

Glukosa

Page 29: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 29

hiperglisemia,

katarak,

osteoporosis.

darah

Klorokuin 250 mg/hari

(3,5-4

mg/kgBB/

hari)

Retinopati,

keluhan GIT,

rash, mialgia,

sakit kepala,

anemi

hemolitik

dengan

defisiensi

G6PD.

Evaluasi

mata, G6PD

pada pasien

berisiko

Fundusk

opi dan

lapangan

pandang

mata

setiap 3-

6 bulan.

Hidrosiklor

o- kuin

200-400mg/

hari

Azatioprin 50-150 mg

per hari,

dosis

terbagi 1-3,

tergantung

berat badan

Mielosupresif

,

hepatotoksik,

gangguan

limfoprolifera

tif

Darah tepi

lengkap,

kreatinin,

AST/ALT

Gejala

mielo-

supresif

Darah tepi

lengkap tiap 1-

2 minggu dan

selanjutnya 1-3

bulan interval.

AST tiap tahun

dan pap smear

secara teratur.

Siklofosfamid Per oral; 50-

150 mg per

hari. IV :

500-750

mg/m2

dalam

Dextrose

250 ml,

infuse

selama

1jam.

Mielosupresif

, gangguan

limfoprolifera

tif,

keganasan,

imunosupresi

f, sistitis

hemoragik,

infertilitas

sekunder.

Darah tepi

lengkap,

hitung jenis

leukosit,

urin

lengkap.

Gejala

mielo-

supresif,

hematuri

a dan

infertilita

s.

Darah tepi

lengkap dan

urin lengkap

tiap bulan,

sitologi urin

dan pap smear

tiap tahun

seumur hidup.

Metotreksat 7,5-20 mg/

minggu,

dosis

tunggal atau

terbagi 3.

Dapat

diberikan

pula melalui

injeksi.

Mielosupresif

, fibrosis

hepatic,

sirosis,

infiltrate

pulmonal dan

fibrosis.

Darah tepi

lengkap,

foto toraks,

serologi

hepatitis

B&C, AST,

fungsi hati

kreatinin.

Gejala

mielo-

supresif,

sesak

nafas,

mual dan

muntah,

ulkus

mulut.

Darah tepi

lengkap,

terutama

hitung

trombosit tiap

4-8 minggu,

AST/ALT dan

albumin tiap 4-

8 minggu, urin

lengkap dan

kreatinin.

Page 30: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 30

Siklosporin

A

2,5-5

mg/kgBB

atau sekitar

100-400 mg

per hari

dalam 2

dosis

tergantung

berat badan.

Pembengkaka

n, nyeri gusi,

peningkatan

TD,

peningkatan

pertumbuhan

rambut,

gangguan

fungsi ginjal,

nafsu makan

menurun,

tremor.

Darah tepi

lengkap,

kreatinin,

urin

lengkap

LFT.

Gejala

hipersens

itifitas

terhadap

castor oil

(bila obat

diberikan

injeksi),

TD,

fungsi

hati dan

ginjal.

Kreatinin,

LFT, Darah

tepi lengkap.

Mikofenolat

mofetil

1000-2000

mg dalam 2

dosis.

Mual, diare,

leukopenia.

Darah tepi

lengkap,

feses

lengkap.

Gejala

gastroint

estinal;

mual,

muntah.

Darah tepi

lengkap

terutama

leukosit dan

hitung

jenisnya.

Kortikortikosteroid

Kortikortikosteroid digunakan sebagai pengobatan utama pada pasien dengan SLE.

Meski dihubungkan dengan munculnya banyak laporan efek samping, kortikosteroid

tetap merupakan obat yang banyak dipakai sebagai anti inflamasi dan imunosupresi.

Dosis kortikosteroid yang digunakan juga bervariasi.

Indikasi Pemberian Kortikortikosteroid ;

Pembagian dosis kortikosteroid membantu kita dalam menatalaksana kasus

rematik. Dosis rendah sampai sedang digunakan pada SLE yang relatif tenang. Dosis

sedang sampai tinggi berguna untuk SLE yang aktif. Dosis sangat tinggi dan terapi

pulse diberikan untuk krisis akut yang berat seperti pada vaskulitis luas, nephritis lupus,

lupus cerebral.Efek samping kortikortikosteroid tergantung kepada dosis dan waktu,

dengan meminimalkan jumlah kortikortikosteroid, akan meminimalkan juga risiko efek

samping.3

Page 31: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 31

Obat Imunosupresan atau Sitotoksik

Terdapat beberapa obat kelompok imunosupresan / sitotoksik yang biasa

digunakan pada SLE, yaitu azatioprin, siklofosfamid, metotreksat, siklosporin,

mikofenolat mofetil. Pada keadaan tertentu seperti lupus nefritis, lupus serebritis,

perdarahan paru atau sitopenia, seringkali diberikan gabungan antara

kortikortikosteroid dan imunosupresan /sitotoksik karena memberikan hasil

pengobatan yang lebih baik.3

Pencegahan17

Penderita harus menghindarkan trauma fisik, sinar matahari, lingkungan yang

sangat dingin dan stress emosional. Antara pencegahan yang dapat dilakukan

adalah:

Memakai krim (sunscreen) apabila keluar dari rumah

Memakai pakaian yang menutup ekstremitas

Mengelakkan pemberhentian penggunaan kortikosteroid secara tiba-tiba.

Istirahat

Jika penderita menderita demam atau ada tanda-tanda infeksi maka harus diobati

dengan segera.

Mengkonsumsi vitamin antioksidan untuk mengurangkan efek daripada stress

oksidatif

Perubahan gaya hidup untuk meningkatnya daya imun.

Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi, demam infeksi,

gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional. Upaya

mengurangi kelelahan disamping obat ialah cukup istirahat, pembatasan

aktivitas yang berlebih, dan mampu mengubah gaya hidup.

Hindari Merokok

Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi

Hindari stres dan trauma fisik

Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia

Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00 sampai 15.00

Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung hormon

estrogen.

Page 32: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 32

2.12 LES dan Kehamilan3

Kesuburan penderita LES sama dengan populasi wanita bukan LES. Beberapa

penelitian mendapatkan kekambuhan lupus selama kehamilan namun umumya

ringan, tetapi jika kehamilan terjadi pada saat nefritis masih aktif maka 50-60%

eksaserbasi, sementara jika nefritis lupus dalam keadaan remisi 3-6 bulan sebelum

konsepsi hanya 7-10% yang mengalami kekambuhan. Kemungkinan untuk

mengalami preeklampsia dan eklampsia juga meningkat pada penderita dengan

nefritis lupus dengan faktor predisposisi yaitu hipertensi dan sindroma anti fosfolipid

(APS). Penanganan penyakit LES sebelum, selama kehamilan dan pasca persalinan

sangat penting. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

1. Jika penderita LES ingin hamil dianjurkan sekurang-kurangnya setelah 6

bulan aktivitas penyakitnya terkendali atau dalam keadaan remisi total. Pada

lupus nefritis jangka waktu lebih lama sampai 12 bulan remisi total. Hal ini

dapat mengurangi kekambuhan lupus selama hamil.

2. Medikamentosa:

a) Dosis kortikosteroid diusahakan sekecil mungkin yaitu tidak melebihi 7,5

mg/hari prednison.

b) DMARDs atau obat-obatan lain seyogyanya diberikan dengan penuh kehati-

hatian. Perhatikan rekomendasi sebelum memberikan obat-obat.

Kontraindikasi untuk hamil pada wanita dengan LES

Sebaiknya penderita lupus tidak hamil dalam kondisi berikut ini:

- Hipertensi pulmonal yang berat (Perkiraan PAP sistolik >50 mm Hg atau

simptomatik)

- Penyakit paru restriktif (FVC <1 l)

- Gagal jantung

- Gagal ginjal kronis (Kr >2.8 mg/dl)

- Adanya riwayat preeklamsia berat sebelumnya atau sindroma HELLP

(Hemolitic anemia, elevated liver function test, low platelet) walaupun sudah

diterapi dengan aspirin dan heparin

- Stroke dalam 6 bulan terakhir

- Kekambuhan lupus berat dalam 6 bulan terakhir.

Page 33: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 33

BAB III

KESIMPULAN

Lupus Eritematosus Sistemik didefinisikan sebagai penyakit inflamasi autoimun

sistemik, dimana sistem tubuh menyerang jaringannya sendiri. Etiologi penyakit LES

merupakan interaksi antara faktor genetik, faktor imunologis, faktor lingkungan, dan

faktor hormonal. Pada LES interaksi antar keempat faktor tersebut merespon tubuh

untuk membentuk autoantibodi, selanjutnya membentuk kompleks imun yang

terdeposisi pada jaringan atau organ yang akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau

kerusakan jaringan.

Gejala klinis dan perjalanan penyakit LES sangat bervariasi. Penyakit dapat

timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh.

Diagnosis LES menurut American College of Rheumatology (ACR) ditegakkan bila

terdapat paling sedikit 4 dari 11 kriteria ACR tersebut, meliputi : butterfly rash, bercak

diskoid, fotosensitf, ulkus mulut, arthritis, serositif, gangguan ginjal, gangguan saraf,

gangguan darah, gangguan imunologi dan gangguan antinuklear.

Penatalaksanaan LES dilaksanakan secara komprehensif meliputi non

medika mentosa dan medika mentosa. Tujuan dari terapi LES yaitu untuk meningkatkan

kesintasan dan kualitas hidup pasien LES melalui pengenalan dini dan pengobatan yang

paripurna.

Page 34: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 34

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editors. Buku

ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. 4th

ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2009.

2. Hahn B.H. Systemic Lupus Erythematosus. In Longo D.L, Fauci A.S., Kasper

D.L, Hauser S.L, Jameson J.L, Loscalzo J. Harrison’s Principles of Internal

Medicine. Edisi 18. United States of America; Mc Graw Hill Companies; 2012.

H 2724-35.

3. Perhimpunan Rheumatologi Indonesia. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus

Eritematosus Sistemik. Jakarta. Perhimpunan Rheumatologi Indonesia. 2011.

4. Jakes RW, et al. Systematic review of the epidemiology of systemic lupus

erythematosus in the Asia-Pasific region: prevalence, incidence, clinical

features, and mortality. Americam College of rheumatology 2012; 64(2) : 159-

68.

5. Dorland WAN. Kamus saku kedokteran dorland. 28th

ed. Hartanto YB, editor.

Jakarta: EGC; 2012.

6. Rosani S. Lupus eritematosus sistemik dalam kapita selekta kedokteran ed IV.

Jakarta : Media Aesculapius; 2014.h 842-45.

7. Bertsias G, et al. Systemic lupus erythematosus : pathogenesis and clinical

features. Eular textbook of rheumatic disease 2012; 20: 476-505.

8. Tjokoprawiro A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Surabaya : Universitas

Airlangga; 2007. h 235-41.

9. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins. 7th

ed. Jakarta:

EGC; 2009.

10. Ginzler EM. Systemic lupus erythematosus rheumatic disease clinics of north

America. Elsevier 2010; 36(1).

11. Pathak S. Cellular and molecular pathogenesis of systemic lupus erythematosus:

lessons from animal models. BioMed central 2011; 241(13) : 1-9.

12. Gill JM, et al. Diagnosis of systemic lupus eritematosus. American family

physician 2003; 68(11) : 1-6.

Page 35: Referat SLE

Referat Lupus Eritomatosus Sistemik |Afiati 35

13. Marisa S. Klein-Gitelman, Michael L. Miller, Chapter 148 - Systemic Lupus

Erythematosus : Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. W.B Saunders,

Philadelphia. 2003. p810-813.

14. Bartels C, et al. Systemic lupus erythematosus (SLE) [Internet]. Medscape; 2014

[cited 2015 Mei 19]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/332244-overview

15. Tonam, Yuda T, Fachrida LM. Manifestasi Neurologik pada Lupus

Eritematosus Sistemik. Bagian Neurologi FKUI/RSUPN-CM. 2007.

16. Budianti WK. Lupus eritemarosus kutan dalam ilmu penyakit kulit dan kelamin

Ed 7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2015. h.300-302.

17. Fritzpatrick’s. Systemic Lupus Erythematosus. Colour Atlas and Synopsis of

Clinical Dermatology. Wolf, Johnson, Suurmond. McGraw Hill. 5th

edition.

2005. h 384-7.