referat skoliosis

43
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulang belakang sangat penting untuk membentuk dan menopang tubuh juga dapat menutupi dan melindungi medula spinalis. Berdasarkan Merril’s Atlas, tulang belakang pada dewasa tersusun atas 24 vertebrae dan terbagi 3 segment berdasarkan lokasinya di tubuh. Segmen servikal pada leher terdiri atas 7 vertebrae. Segmen Thoraks pada bagian terdiri dari 12 vertebrae dan segmen lumbal terdiri 5 vertebrae. Kolumna vertebrae dibantu oleh ligamen dan sendi. Juga terbagi pada kolumna vertebrae berupa sakrum dan koksigis dan merupakan bagian dari tulang panggul. 1 Berdasarkan pencintraan medis kita dapat mengetahui bahwa kolumna vertebrae tidak terlalu kuat, bila dilihat secara anterior dan posterior. Bila dilihat dengan pencintraan tulang belakang berbentuk huruf ‘S’ dan kelengkungan itu normal dan membantu dalam melakukan aktivitas sehari-hari sehingga dapat menjaga kita tetap stabil dan fleksibel dalam beraktivitas. Kelengkungan itu juga dapat membantu meredam tekanan yang mengenai tubuh kita yang diakibatkan oleh akitivitas seperti berlari atau meloncat. Kelengkungan tulang belakang yang normal terbentuk dari pertumbuhan dan latihan motorik. 1 Skoliosis dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan radiologi. Insiden skoliosis meliputi dari bayi hingga dewasa. Namun yang paling sering ditemukan adalah pada 1

description

stevi-jirah-fitri pembimbing : dr.lila indrati sp.Rad

Transcript of referat skoliosis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tulang belakang sangat penting untuk membentuk dan menopang tubuh juga dapat

menutupi dan melindungi medula spinalis. Berdasarkan Merril’s Atlas, tulang belakang pada

dewasa tersusun atas 24 vertebrae dan terbagi 3 segment berdasarkan lokasinya di tubuh.

Segmen servikal pada leher terdiri atas 7 vertebrae. Segmen Thoraks pada bagian terdiri dari

12 vertebrae dan segmen lumbal terdiri 5 vertebrae. Kolumna vertebrae dibantu oleh ligamen

dan sendi. Juga terbagi pada kolumna vertebrae berupa sakrum dan koksigis dan merupakan

bagian dari tulang panggul.1

Berdasarkan pencintraan medis kita dapat mengetahui bahwa kolumna vertebrae tidak

terlalu kuat, bila dilihat secara anterior dan posterior. Bila dilihat dengan pencintraan tulang

belakang berbentuk huruf ‘S’ dan kelengkungan itu normal dan membantu dalam melakukan

aktivitas sehari-hari sehingga dapat menjaga kita tetap stabil dan fleksibel dalam beraktivitas.

Kelengkungan itu juga dapat membantu meredam tekanan yang mengenai tubuh kita yang

diakibatkan oleh akitivitas seperti berlari atau meloncat. Kelengkungan tulang belakang yang

normal terbentuk dari pertumbuhan dan latihan motorik.1

Skoliosis dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan radiologi.

Insiden skoliosis meliputi dari bayi hingga dewasa. Namun yang paling sering ditemukan

adalah pada saat dewasa didapatkan keluhan-keluhan akibat skoliosis yang tidak terdeteksi

sejak lahir dan remaja.1

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas mengenai definisi, anatomi, epidemiologi, etiologi dan faktor

resiko, klasifikasi, manifestasi klinis, diagnosis dan pemeriksaan penunjang, diagnosis

banding, serta penatalaksanaan dari skoliosis.

1.3 Tujuan Penelitian

Referat ini bertujuan untuk mengetahui cara mendiagnosis terutama pada pemeriksaan

radiologi Skoliosis dan sebagai syarat menjalani kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Radiologi

di RSUP Dr.M.Djamil Padang. 1

1.4 Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari

berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan

Referat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan

pengetahuan cara mendiagnosis Skoliosis.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tulang belakang atau kolumna vertebra berlokasi di bagian sentral atau posterior dari

tubuh. Merupakan bagian yang penting dari tubuh dan memiliki banyak fungsi. Tulang

belakang sangat diperlukan sebagai pembentuk struktur tubuh, flexibilitas, menyokong dan

pergerakan dari tubuh. Pergerakan dengan melekat pada otot di bagian belakang, yang

berada di bagian posterior tulang iga.1Tulang belakang juga berfungsi untuk menutupi dan

melindungi sum-sum tulang.1

Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung arti kondisi

patologi. Merupakan deformitas tulang belakang yang menggambarkan deviasi vertebra ke

arah lateral dan rotasional. Skoliosis didefinisikan sebagai kelengkungan tulang belakang ke

arah lateral yang memiliki sudut Cobb lebih dari 10o.2Kelengkungan yang abnormal tersebut

bisa terjadi karena kelainan kongenital, kelainan pembentukan tulang atau kelainan

neurologis, tapi pada sebagian kasus bersifat idiopatik.3

2.2 Anatomi dan Struktur Tulang Belakang

Susunan anatomi atau struktur tulang belakang terdiri dari :4

a. Tujuh vertebra servikal atau ruas tulang bagian leher yang membentuk daerah

tengkuk.

b. Dua belas vertebra torakalis atau ruas tulang punggung yang membentuk bagian

belakang torax atau dada.

c. Lima vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang yang membentuk daerah lumbal

atau pinggang.

d. Lima vertebra sakralis atau ruas tulang kelangkang yang membentuk sakrum atau

tulang kelangkang.

e. Empat vertebra kosigeus atau ruas tulang tungging atau ekor yang membentuk tulang

ekor.

3

Gambar 1. Struktur tulang belakang4

Lengkung ruas tulang bagian leher melengkung ke depan, lengkung ruas tulang dada

ke arah belakang, daerah pinggang melengkung ke depan dan pelvis atau kelangkang

lengkungannya kearah belakang.4

Gambar 2. Lengkung ruas tulang belakang4

4

Vertebra servikalis atau ruas tulang leher adalah yang paling kecil dibandingkan

dengan ruas tulang lainnya, ciri dari ruas tulang punggung adalah semakin ke bawah semakin

membesar dilihat dari segi ukurannya yang memuat persendian untuk tulang iga. Ruas tulang

pinggang adalah yang terbesar dibandingkan dengan badan vertebra lainnya. Sakrum atau

tulang kelangkang terletak di bagian bawah tulang belakang dengan bentuk segitiga, dan ruas

tulang ekor terdiri dari 4 atau 5 vertebra yang bergabung menjadi satu dan letaknya berada di

bagian paling bawah dari tulang belakang atau spine. Ruas-ruas tulang belakang diikat oleh

serabut yang dinamakan dengan ligament.4

Tulang belakang dapat patah akibat dari pukulan keras atau rusak karena faktor

kecelakaan atau faktor usia, selain itu tulang belakang juga dapat mengalami kelainan seperti

lengkungan tulang dada yang berlebihan mengakibatkan bongkok atau kifosis, lengkung

lumbal atau pinggang yang belebihan mengakibatkan lordosis, dan bengkoknya ruas tulang

punggung dan pinggang yang mengarah ke arah samping kiri atau kanan yang disebut dengan

Scoliosis.4

2.3 Epidemiologi

Skoliosis merupakan kelainan tulang belakang yang sering terjadi. Angka kejadiannya

tergantung pada sudut kelengkungan yang terbentuk. Menurut Kane diperkirakan bahwa

skoliosis ≥ 10o terjadi pada 25 per 1.000 penduduk. Penyebab yang paling sering ditemukan

masih idiopatik. Dan skoliosis yang terjadi pada anak-anak lebih berat dibandingkan dengan

dewasa. Hal ini terjadi dikarenakan progresifitas pertumbuhan kelengkungan tulang belakang

pada anak-anak terjadi lebih cepat. Selain itu, insiden skoliosis juga meningkat pada orang-

orang yang memiliki kelainan neuromuskuler atau faktor predisposisi lainnya.3

Berdasarkan pada The National Scoliosis Foundation, di Amerika Serikat didapatkan

skoliosis pada 6.000 orang. Dan 2% hingga 4% adalah idiopatik skoliosis pada dewasa.

Idiopatik skoliosis pada dewasa atau Adolescent Idiopathic scoliosis (AIS) terhitung pada

80% dari kasus idiopatik skolisosis dan sering terjadi berumur antara 10 hingga16 tahun.

Terbanyak pasien idiopatik skoliosis pada dewasa adalah wanita, tapi insidensi bervariasi,

tergantung pada derajat kelengkungan dan tipe dari skoliosis. Ciri khas pada pasien skoliosis

adalah berpostur tubuh yang tinggi. Wanita dewasa yang skoliosis saat remaja dengan

kelengkungan thoraks ke arah kanan. AIS meliputi antara pria dan wanita, tapi tidak dengan

rasio yang sama. Kelengkungan tulang belakang sering terdapat pada daerah thorak atau

thorakolumbal dan pada banyak kasus seringnya melengkung ke arah kanan. Perbedaan

5

insiden antara pria dan wanita berhubungan dengan derajat kelengkungan. Bagaimanapun,

pada pasien dengan kelengkungan tulang belakang 25o atau lebih, sering terjadi pada wanita.1

Infantile idiopathic scoliosis atau idiopatik skoliosis pada bayi sering ditemukan pada

umur 6 bulan dan banyak terjadi pada laki-laki dan keturunan Eropa. Kelengkungannya

sering terjadi pada tulang belakang segmen thoraks dan melengkung ke arah kiri. Pada

banyak kasus, kelengkungan tersebut dapat diobati pada saat umur 3 tahun. Jumlah skoliosis

pada bayi berjumlah hanya 0,5% dari seluruh skoliosis yang idiopatik pada Amerika Serikat

dan 4% hingga 5% pada negara Eropa.1

Juvenile idiopathic soliosis atau Skoliosis pada anak-anak hampir sama dengan

dewasa. Perempuan lebih banyak terkena pada tipe ini. Kelengkungan skoliosis pada anak-

anak seringnya ke arah kanan. Karena tingginya rasio progresi kelengkungan dan perlunya

operasi maka skoliosis pada tipe ini disebut dengan malignansi subtipe dari adolescent

idiopatik skoliosis.1

2.4 Etiologi dan Klasifikasi

2.4..1 Etiologi4

1. Kelainan fisik

Ketidak seimbangan pertumbuhan tulang dan otot yang yang mengakibatkan

kecendrungan untuk terjadinya suatu Scoliosis. Ketidak seimbangan otot sekitar tulang

belakang yang mengakibatkan distrosi spinal atau perbedaan otot pada saat pertumbuhan.

Selain itu dapat disebabkan pula oleh gangguan pada tulang kaki, pinggul atau tulang

belakang. Tapi, beberapa orang yang bahunya miring belum tentu karena Scoliosis,

melainkan sekadar kebiasaan saja.

2. Gangguan pada kelenjar Endokrin

Ketidakseimbangan pada hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, seperti

pituitary dan adrenal sebagai pendorong pertumbuhan otot dan tulang.

3. Faktor Keturunan

Kelainan Scoliosis dapat ditimbulkan oleh gen, artinya bahwa seorang anak dari

penderita Scoliosis memiliki kemungkinan mengidap Scoliosis.

6

4. Masalah pada Saraf

Masalah pada saraf juga dapat menyebabkan timbulnya Scoliosis. Misalnya, karena

pembentukan urat saraf tulang belakang yang tidak normal dan terdapat benjolan di

sepanjang perjalanan saraf.

5. Faktor Bawaan

Bentuk tulang belakang yang tidak normal atau bisa juga merupakan bentuk yang

didapat, misalnya karena patah atau bergesernya tulang belakang.

6. Kebiasaan atau sikap tubuh yang buruk

Kesalahan dalam posisi duduk atau pun dalam posisi tidur secara terus menerus akan

menyebabkan deformasi pada tulang belakang, terutama pada periode pertumbuhan. Faktor

ini pula yang dapat menyebabkan bertambahnya ukuran kurva pada penderita Scoliosis.

Seseorang yang berjalan miring demi mencegah rasa sakit sebagai akibat kelumpuhan atau

luka karena kecelakaan, juga dapat menyebabkan Scoliosis. Faktor kebiasaan atau kesalahan

dalam suatu posisi, seperti posisi duduk maupun posisi tidur adalah faktor pembentukan

Scoliosis pada seorang anak, karena kebiasaan seperti itu seringkali tidak disadari.

2.4.2 Klasifikasi5

1. Nonstruktural

Adalah skoliosis yang bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk semula), dan

tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung. Terdiri dari :

a. Skoliosis postural : Disebabkan oleh kebiasaan postur tubuh yang buruk

b. Spasme otot dan rasa nyeri, yang dapat berupa :

Nyeri pada spinal nerve roots : skoliosis skiatik

Nyeri pada tulang punggung : dapat disebabkan oleh inflamasi atau

keganasan

Nyeri pada abdomen : dapat disebabkan oleh apendisitis

c. Perbedaan panjang antara tungkai bawah

Actual shortening

Apparent shortening :

1. Kontraktur adduksi pada sisi tungkai yang lebih pendek

2. Kontraktur abduksi pada sisi tungkai yang lebih panjang

2. Sruktural 7

Adalah skoliosis yang bersifat irreversibel dan dengan rotasi dari tulang punggung

a. Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) : 80% dari seluruh skoliosis

Bayi : dari lahir – 3 tahun

Anak-anak : 4 – 9 tahun

Remaja : 10 – 19 tahun (akhir masa pertumbuhan)

(iV) Dewasa : > 19 tahun

b. Osteopatik

Kongenital (didapat sejak lahir)

1. Terlokalisasi :

a. Kegagalan pembentukan tulang punggung (hemivertebrae)

b. Kegagalan segmentasi tulang punggung (unilateral bony bar)

2. General :

a. Osteogenesis imperfecta

b. Arachnodactily

Didapat

1. Fraktur dislokasi dari tulang punggung, trauma

2. Rickets dan osteomalasia

3. Emfisema, thoracoplasty

c. Neuropatik

1. Kongenital

Spina bifida

Neurofibromatosis

2. Didapat

Poliomielitis

Paraplegia

Cerebral palsy

Friedreich’s ataxia

Syringomielia

8

2.5 Patofisiologi6

Kelainan bentuk tulang punggungyang disebut skoliosis ini berawal dari adanya

syaraf-syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas-ruas tulang belakang.

Tarikan ini berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada pada garis yang normal.

Yang bentuknya seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena suatu hal diantaranya kebiasaan

duduk yang miring membuat syaraf yang bekerja menjadi lemah. Bila ini terus berulang

menjadi kebiasaan maka syaraf itu bahkan mati. Ini berakibat pada ketidakseimbangan

tarikan pad aruas tulang belakang. Oleh karena itu, tulang belakang yang menderita skoliosis

itu bengkok atau seperti huruf S atau huruf C.

2.6 Manifestasi Klinis7

Ketidaklurusan tulang belakang ini akhirnya akan menyebabkan nyeri persendian di

daerah tulang belakang pada usia dewasa dan kelainan bentuk dada, hal tersebut

mengakibatkan :

a. Penurunan kapasitas paru, pernafasan yang tertekan, penurunan level oksigen akibat

penekanan rongga tulang rusuk pada sisi yang cekung.

9

Tabel 1. Etiologi dan klasifikasi skoliosis2

b. Pada skoliosis dengan kurva kelateral atau arah lengkungan ke kiri, jantung akan

bergeser kearah bawah dan ini akan dapat mengakibatkan obstruksi intrapulmonal

atau menimbulkan pembesaran jantung kanan, sehingga fungsi jantung akan

terganggu.

Di bawah ini adalah efek skoliosis terhadap paru dan jantung meliputi :

Efek Mild skoliosis (kurang dari 20o tidak begitu serius, tidak memerlukan

tindakan dan hanya dilakukan monitoring)

Efek Moderate skoliosis (antara 25 – 40o ), tidaklah begitu jelas , namun suatu

study terlihat tidak ada gangguan, namun baru ada keluhan kalau dilakukan

exercise.

Efek Severe skoliosis (> 400 ) dapat menimbulkan penekanan pada paru,

pernafasan yang tertekan, dan penurunan level oksigen, dimana kapasitas paru

dapat berkurang sampai 80%. Pada keadaan ini juga dapat terjadi gangguan

terhadap fungsi jantung.

Efek Very Severe skoliosis (Over 1000 ). Pada keadaan ini dapat terjadi

trauma pada pada paru dan jantung, osteopenia and osteoporosis .

2.7 Diagnosis

2.7.1 Diagnosis Skoliosis

a. Anamnesis

Pada Skoliosis dengan kelengkungan kurang dari 200, tidak akan menimbulkan

masalah. Namun, keluhan yang muncul adalah rasa pegal. Sedangkan pada kelengkungan 20

– 40 derajat, penderita akan mengalami penurunan daya tahan dalam posisi duduk atau

berdiri berlama-lama. Bila lengkungan ke samping terlalu parah, yaitu ukuran kurva di atas

400 akan menyebabkan kelainan bentuk tulang belakang yang cukup berat, keluhan akan

semakin berat seiring dengan berjalannya pertumbuhan tulang.7

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada posisi berdiri atau membungkukkan badan ke

arah depan atau belakang, kemiringan atau asimeteris dari bahu dan pelvis, tidak sama

panjang antara ukuran kaki kiri dengan kaki kanan.8

10

Tabel 2. Pemeriksaan fisik pada skoliosis2

Terdapat ciri- ciri penting yaitu :9

1. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping.

2. Bahu kanan dan bahu kiri tidak simetris. Bahu kanan lebih tinggi daripada

bahu kiri.

3. Pinggang yang tidak simetris, salah satu pinggul lebih tinggi atau lebih

menonjol daripada yang lain.

4. Ketika membungkuk ke depan, terlihat dadanya tidak simetris.

5. Badan miring ke salah satu sisi, paha kirinya lebih tinggi daripada paha kanan.

6. Ketika memakai baju, perhatikan lipatan baju yang tak rata ,batas celana yang

tak sama panjang.

7. Untuk Skoliosis yg Idiopatik kemungkinan terdapat kelainan yang

mendasarinya, misalnya neurofibromatosis yang harus diperhatikan adalah

bercak “café au lait” atau Spina Bifida yang harus memperhatikan tanda hairy

patches (sekelompok rambut yg tumbuh di daerah pinggang).

8. Pasien berjalan dengan kedua kaki lebar.

9. Perut menonjol.

10. Sedangkan pada kasus yang berat dapat menyebabkan :

a. Kepala agak menunduk ke depan

11

b. Punggung lurus dan tidak mobile

c. Pangggul yang tidak sama tinggi

Kebanyakan pada punggung bagian atas, tulang belakang membengkok ke kanan dan

pada punggung bagian bawah, tulang belakang membengkok ke kiri; sehingga bahu kanan

lebih tinggi dari bahu kiri. Pinggul kanan juga mungkin lebih tinggi dari pinggul kiri. Selain

itu pada inspeksi dapat dilihat bila penderita disuruh membungkuk maka akan terlihat

perbedaan secara nyata ketinggian walaupun dalam keadaan tegap bisa dalam keadaan

normal.9

Salah satu pemeriksaan fisik adalah dengan cara “The Adam’s Forward Bending

test”. Pemeriksaan dilakukan dengan melihat pasien dari belakang yaitu dengan

menyuruhnya membungkuk 90° ke depan  dengan lengan menjuntai ke bawah dan telapak

tangan berada pada lutut.. Temuan abnormal berupa asimetri ketinggian iga atau otot-otot

paravertebra pada satu sisi. Deformitas tulang iga dan asimetri garis pinggang tampak jelas

pada kelengkungan 30° atau lebih.9

Jika pasien dilihat dari depan asimetri payudara dan dinding dada mungkin terlihat.

Tes ini sangat sederhana, hanya dapat mendeteksi kebengkokannya saja tetapi tidak dapat

menentukan secara tepat kelainan bentuk tulang belakang. Pemeriksaan neurologis (saraf)

dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi atau reflex.9

Gambar 3. Posisi Bending untuk skrining skoliosis9

12

Secara umum tanda-tanda skoliosis yang bisa diperhatikan pada penderitanya yaitu:4

- Tulang bahu yang berbeda, dimana salah satu bahu akan kelihatan lebih tinggi

dari bahu yang satunya (Elevated Shoulder)

- Tulang belikat yang menonjol, sebagai akibat dari terdorongnya otot oleh kurva

primer Scoliosis (Prominent Scapula)

- Lengkungan tulang belakang yang nyata, yang dapat terlihat secara jelas dari

arah samping penderita (Spinal Curve)

- Tulang panggul yang terlihat miring, sebagai penyesuaian dari kuva Scoliosis

(Uneven Waist)

- Perbedaan ruang antara lengan dan tubuh (Asymmetrical Arm to Flank

Distances)

Gambar 4. Tanda-tanda umum skoliosis4

2.8 Pemeriksaan Penunjang

2.8.1 Pencitraan

Penilaian pasien skoliosis dari segi radiografi dimulai dari sisi anteroposterior dan

lateral dari seluruh tulang belakang . sebagai tambahan, pemeriksaannya sebaiknya juga

termasuk sisi lateral dari lumbal, untuk menilai adanya spondilosis atau spondilolystesis

(prevalensi di populasi secara umum ada sekitar 5%). Kurva atau kelengkungan skoliosis ini

lalu diukur dari sisi AP. Metode yang paling sering digunakan (digunakan oleh Scoliosis

Research Society ) adalah metode Cobb.5

13

1. Metode Cobb

Metode Cobb sudah digunakan sejak tahun 1984 untuk mengukur sudut pada posisi

erect PA. Pengukuran dengan sudut Cobb sangat berguna pada pemeriksaan pasien dengan

posisi PA/AP. Sudut Cobb ditemukan dengan menarik garis dari sudut inferior dan superior

vertebrae dari kelengkungan. Sudut tersebut menghubungkan garis tegak lurus dengan

endplates.1

Sudut Cobb sangat berguna dalam menentukan beda antara skoliosis dan asimetris

dari vertebrae. Sudut kurang 100 hingga 150 pada sudut Cobb lebih menunjukkan bahwa telah

terjadi asimetris daripada skoliosis. Sudut Cobb juga dapat memonitor kemajuan koreksi dari

kelengkungan selama penggunaan bracing atau observasi perbaikan. Bagaimanapun, pada

pengukuran sudut Cobb tidak bisa menentukan adanya vertebral rotation atau aligment dari

tulang belakang.1 Metode lippman-cobb di ambil dan di standarisasi oleh Scoliosis Research

Society dan digunakan untuk mengklasifikasikan jenis kelengkungan skoliosis menjadi tujuh

bagian.10

Gambar 5. Metode Lippman-Cobb10

Metode Cobb ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan metode lain.

Selain itu metode ini lebih tepat bahkan jika pasien diperiksa oleh pemeriksa lainnya. Selain

itu juga masih ada metode lain yaitu metode Risser-Ferguson, yang lebih jarang digunakan.5

Pada awalnya, seseorang harus ditentukan terlebih dahulu apa jenis/tipe dari

kelengkungan pada skoliosisnya tersebut. Lengkungannya bisa jadi akut, seperti yang terlihat

pada fraktur atau hemivertebra. Setiap adanya anomali pada costa atau vertebre harus

14

dilaporkan. Scoliosis secara umum dapat digambarkan berdasarkan lokasi kelengkungannya,

seperti yang ada digambar berikut ini :5

Gambar 6. Pola skoliosis5

Pemeriksa seharusnya juga menentukan apakah titik kelengkungan tersebut mengarah

ke kanan atau ke kiri. Jika kelengkungannya ada ada dua, maka masing-masing harus

digambarkan dan diukur.5

Untuk menggunakan metode Cobb, pertama kita harus menetukan mana saja yang

merupakan end vertebrae. Masing-masing dari end vertbrae ini adalah yang dibatasan atas

dan bawah dari kelengkungan yang miring paling jauh mengarah ke kelengkungannya. Jika

kita sudah memilih vertebrae tersebut, lalu gambarlah garis sepanjang endplate bagian atas

dan bawah, sebagimana digambarkan dibawah ini.5

Gambar 7. Pengukuran skoliosis berdasarkan metode Cobb5

15

Jika ujung endplate sulit dinilai, maka garis ini dapat digambarkan disepanjang atas

dan bawah dari pedikel. Sudut yang didapatkan adalah sudut yang terdapat diantara dua garis

tersebut. namun, jika sudut yang terbentuk itu kecil, bisa saja kedua garis tersebut

berpotongan di gambarnya saja, seperti Downtown Seattle. Pada saat melaporkan

penghitungan sudut skoliosis ini maka kita harus menerangkan bahwa metode yang dipakai

dalam pengukuran ini adalah metode Cobb dan juga mana ujung-ujung dari vertebrae yang

telah kita pilih unutk diukur. Peranannya disini adalah jika kita telah memilih vertebrae

tersebut, maka kita harus menggunakan vertebrae yang sama dalam proses follow up

selanjutnya, agar hasil yang didapatkan lebih tepat dan pasti dalm menilai kemajuan atau

perbaikan yang ada. Sekali seseorang telah diukur kelengkungannya, lalu dapat diperkirakan

derajat rotasi (perputaran) dari vertebre pada apexnya dengan melihat hubungan dari pedikel

ke garis tengahnya (midline).5

Gambar 8. Pengukuran perputaran (rotasi) dari pedikel pada skoliosis.5

Pada gambar A. Menunjukkan neutral position (tidak ada rotasi) gambar B merupakan

derajat 1 gambar C derajat 2 gambar D derajat 3 dan gambar E derajat 4. Pada posisi frontal

terlihat kelengkungan tulang belakang ke arah lateral, yang berhubungan dengan terbelah

pada garis imajiner dan sebagian vertebra pada sisi lengkung yang terpisah ke arah luar,

kedua dan didalam atau garis tengah ketiga (garis vertikal pada A-E).5

Yang berguna bagi tim bedah adalah gambaran lateralnya, yang digunakan untuk

menilai derajat rigidaitas atau kekakuan dan fleksibelitas dari kelengkungan tersebut. Pada

gambar dibawah ini dapat dinilai bahwa kelengkungan yang utama atau pangkalnya adalah

dari thorakal (thorakal curve) dengan lumbal sebagai lanjutannya.5

16

Gambar 9. “bending film” dapat membedakan skoliosis structural dan non

struktural5

2.Metode Ferguson1

Metode Ferguson merupakan metode lain dalam pencitraan yang bisa digunakan

dalam menentukan kelengkungan yang merupakan kelengkungan primer vertebrae ataupun

lanjutan dari kelengkungan tersebut. Metode Ferguson tidak bisa menentukan ada atau tidak

ada bungkuk pada pasien. Pasien harus bisa berdiri atau tidak bisa duduk. 2 Posisi dapat

ditentukan melalui posisi yang pertama posisi PA berdiri tegap sehingga dapat terlihat

seluruh tulang belakang pada hasil foto (atau paling kurang regio thorak dan lumbal) dan

pasien yang diberi bantuan untuk posisi tersebut. Kedua, pasien diminta untuk berdiri dengan

1 kaki dan dielevasikan 2 hingga 4 inchi pada sandaran. Elevasi kaki harus menghadap sisi

lengkung dari kelengkungan tulang belakang pasien. Pada PA dengan posisi terlungkup

merupakan hambatan pada pasien. Maka pada kedua posisi tersebut dapat dibantu dengan

mengelevasikan kaki pasien.

Keuntungan pada metode Ferguson adalah bisa mendeteksi adanya kelengkungan

yang sekunder pada pasien yang tidak bisa berdiri tegap tapi bisa duduk tegap. Pada pasien

yang duduk, diberikan bantalan 3 hingga 4 inchi yang diletakkan pada bokong pasien yang

menghadap ke arah sisi lengkung dari kelengkungan tulang belakang pasien. Ini akan cukup

untuk mengelevasikan dan dapat menunjukkan koreksi kelengkungan dengan posisi PA

tersebut.

17

Gambar 10. Proyeksi dengan posisi PA berdiri memperlihatkan 2

kelengkungan tulang belakang : kelengkungan lumbal primer 42o dan lanjutan dari

kelengkungan 16o berlokasi pada superior kelengkungan primer.1

3.Metode Lingmann-Cobb9

Metode lignman-cobb untuk derajat rotasi mengunakan prosesus spinosus sebagai

titik acuan. Normalnya prosesus spinosus terlihat pada titik tengah dari corpus vertebrae jika

tidak ada rotasi, jika terdapat rotasi maka prosesus spinosus akan bergeser melalui titik

kelengkungan kurva metode Moe untuk derajat rotasi menggunakan simetrisias pedikulus

sebagai titik acuannya dengan pergeseran pedikulus menandakan adanya rotasi vertebrae.

4.Metode Adam Greenspan10

Teknik terbaru untuk mengukur derajat skoliosis diperkenalkan oleh Adam Greenspan

Andis pada tahun 1978 dimana lebih akurat dalam mengukur deviasi setiap vertebrae. Teknik

ini disebut “scolioti index” mengukur setiap deviasi vertebrae dari garis spinal, yang

ditentukan melalui titik pada pusat vertebre, diatas vertebre yang diatasnya,atau dipusat dari

vertebre yang dibawahnya. Teknik ini berguna saat mengevaluasi segmen singkat atau

kelengkungan minimal,yang sering sulit untuk diukur dengan metode yang ada dan tambahan

untuk mengukur kelengkungan scoliosis.

18

.

Gambar 11. Indeks skoliosis10

4. Metode Nash-Moe

Poin lain yang tak kalah penting untuk dinilai dalam pemeriksaan radiologi adalah

menentukan kematangan rangka pasien secara fisiologis. Sebagaimana yang telah disebutkan

diatas, jika kematangan tulang seseorang telah sempurna, dengan derajat skoliosis kurang

dari 30 derajat, tidak dapat menunjukkan perbaikan yang bermakna. Untuk itu, sering pada

kasusu seperti ini disarankan untuk memberhentikan follow-up ataupun terapinya. Oleh karna

itu, skrining skoliosis sangat dianjurkan pada saat anak-anak.5

Beberapa metode dapat digunakan untuk menilai kematangan tulang . posisi AP dari

tangan kiri dan sendi pergelangan tangan dapat dibandingkan dengan standardnya yang bisa

dilihat di atlas. Karena Krista iliaca bisanya digunakan dalam penelitian skoliosis, maka

indeks kematangan rangka juga sudah ditetapkan. Jika apophyse krista iliaca telah bertemu

dengan sacroiliaca junction, dan telah menempel dengan ilium, maka sudah hampir dapat

dipastikan bahwa kematangannya sudah komplit atau sempurna.5

Gambar 12. Penentuan kematangan tulang rangka5

19

Selain itu, bukti kematangan bisa juga dinilai dari tulang vertebraenya sendiri. Jika

endplatesnya telah bergabung dengan corpus vertebrae dan membentuk suatu kesatuan yang

solid, maka artinya kematangannya juga seudah sempurna.5

Gambar 13. penentuan kematangan vertebrae5

Faktor yang tidak kalah penting untuk menentukan skoliosis adalah menentukan

kematangan tulang rangka. Ini penting untuk prognosis dan pengobatan dari skoliosis,

terutama untuk skoliosis tipe idiopatik, karena adanya progresivitas dari pertumbuhan derajat

skoliosis selama tulang tersebut belum mencapai kematangan yang sempurna. Umur rangka

(skeletal age) dapat ditentukan dengan membandingkan radiografi dari tangan pasien, dengan

standar tertentu pada tiap-tiap umur, yang bisa dilihat di atlas radiografi. Ini juga bisa dinilai

melalui observasi radiologi dari ossifikasi dari tulang apophysis pada cincin vertebrae

(vertebral ring), atau dari ossifikasi pada apophysis iliaka.10

Gambar 14. Maturitas dari tulang10

5. Menentukan skoliosis dari ujung vertebrae.1

Identifikasi dari ujung kelengkungan dari tulang belakang sangat tepat menentukan

tipe kelengkungan, menentukan cara mengkoreksi dan menentukan tingkat penyatuan dari

tulang belakang. Ujung dari vertebra atau diskus dengan rotasi yang bermakna atau deviasi

dari bagian tengah kolumna vertebra. Bagian akhir dari vertebrae yang mengalami

kemiringan maksimal pada ujung dari kelengkungan dan menentukan jumlah sudut Cobb.

Neutral vertebrae atau vertebra yang normal akan memperlihatkan gambaran tidak ada rotasi

pada radiografi posisi frontal (PA atau AP) dengan pedikel yang normal dan simetris. Neutral

20

vertebrae memiliki kelengkungan yang sama pada bagian proksimal maupun distal.

Vertebrae yang stabil membelah atau sedikit terbelah pada garis vertikal di sakrum atau

Central Sacral Line (CSVL). CSVL garis vertikal yang dibentuk dari garis lurus ke garis

tangen yang digambarkan sepanjang bagian atas krista iliaka di radiografi. Ini dapat membagi

dua sakrum.

6. Metode King dan Lenke2

CSVL pada radiografi menunjukkan adanya ketidakstabilan pada vertebra.

Mengevaluasi keseimbangan bagian coronal vertebrae dan menentukan tipe dari

kelengkungan dengan menggunakan metode King dan Lenke.

Garis tegak lurus merupakan garis vertikal ke arah bawah dari bagian tengah vertebral

body servikal 7, berhubungan pda ujung lateral di radiografi. Ini digunakan untuk

mengevaluasi coronal balance dan standing frontal radiografi dan keseimbangan sagital

pada standing lateral radiografi. Coronal balance adalah evaluasi dengan menjumlahkan

jarak antara CSVL dan garis tegak lurus, dan sagital balance adalah evaluasi dengan

menjumlahkan jarak antara bagian posterosuperior dari vertebral body sakral 1 dan garis

tegak lurus. Ukuran coronal dan sagital, menunjukkan abnormal bila jarak lebih dari 2cm.

Pada ukuran coronal balance, garis tegak lurus berlokasi di kanan dari CSVL yang

menunjukkan reflek positif pada coronal balance, dimana garis tegak lurus yang berloksi di

kanan dari CSVL menunjukkan reflek negatif dari coronal balance. Ukuran dari sagital

balance, garis tegak lurus berada di anterior hingga posterosuperior bagian dari badan sakral

1 yang menunjukan reflek positif pada sagital balance, dimana garis tegak lurus dari

posterior hingga bagian posterosuperior dari badan sakral 1 yang menunjukkan reflek negatif

dari sagital balance.

Secara umum dapat diterima bahwa kelengkungan dibawah 50 derajat harus diterapi

secara konservatif. Pengobatan untuk mengatasi kelengkungan ini terdiri dari chiropractic

care dan adjunctive exercises. Jika kelengkungannya lebih dari 50 derajat, maka diperlukan

konsultasi ke ortopedi untuk kebaikan pasien dan pencegahan malpraktik bagi dokter.

21

Gambar 15. Struktural dan nonstruktural kelengkungan pada perempuan 14

tahun dengan skoliosis.1

Pada gambar a merupakan posisi AP berdiri tegak pada radiografi yang terlihat

dextroscoliosis pada upper thoracic level (segmen spinal antara garis putus-putus ; sudut

Cobb 58,8o) dan levoskoliosis pada level thorakolumbal (segmen spinal antara garis yang

tidak putus-putus; sudut Cobb, 32,6o).1

Pada gambar b merupakan posisi membungkuk ke kanan yang memperlihatkan sudut

Cobb adalah 32o (>25o) dengan kelengkungan ke arah kanan pada upper thoracic level,

mengindikasikan merupakan kelengkungan yang structural.1

Pada gambar c merupakan posisi membungkuk ke kiri memperlihatkan sudut Cobb

15o(<25o) dengan kelengkungan ke arah kiri pada level thorakolumbal mengindikasikan

merupakan kelengkungan yang nonstruktural.1

22

Gambar 16. Pengukuran pada garis koronal dan sagital dari vertebra pada

berdiri lurus pada radiografi perempuan usia 11 tahun.1

Pada gambar a terlihat radiografi yang memperlihatkan jarak (panah) 1,8cm dari garis

tegak lurus (garis putus-putus) menggambarkan penurunan dari bagian tengah vertebral body

cervikal 7 berhubungan dengan ujung lateral radiografi dan CSVL (garis tidak putus-putus).

Adanya sedikit jarak menandakan ketidakseimbangan bagian atas (≥ 2cm).1

Pada gambar b didapatkan radiografi dengan jarak yang memendek (panah) antara

garis tegak lurus (garis putus-putus) dan bagian posterosuperiot dari vertebral body sakral 1

(panah atas) adalah 1,7cm kurang dari ketidakseimbangan sagital.1

23

2.9 Diagnosis Banding

2.10 Tatalaksana9

Jenis terapi  yang dibutuhkan untuk skoliosis tergantung pada banyak faktor. Sebelum

menentukan jenis terapi yang digunakan, dilakukan observasi terlebih dahulu. Terapi

disesuaikan dengan etiologi,umur skeletal, besarnya lengkungan, dan ada tidaknya

progresivitas dari deformitas. Keberhasilan terapi sebagian tergantung pada deteksi dini dari

skoliosis.

A. Obat

Tujuan pemberian obat adalah untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan

kemungkinan infeksi baik dari alat ataupun pembedahan, bukan untuk mengobati skoliosis.

Obat yang digunakan antara lain :

A. Obat

1. Analgesik

2. NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug)

B. Fisioterapi

1. Terapi panas, dengan cara mengompres

2. Alat penyangga, digunakan untuk skoliosis dengan kurva 25°-40° dengan skeletal

yang tidak matang (immature).

Alat penyangga tersebut antara lain :

Penyangga Milwaukee

Alat ini tidak hanya mempertahankan tulang belakang dalam posisi lurus, tetapi alat

ini juga mendorong pasien agar menggunakan otot-ototnya sendiri untuk menyokong dan

mempertahankan proses perbaikan tersebut. Penyangga harus dipakai 23 jam sehari. Alat

penyangga ini harus terus digunakan terus sampai ada bukti objektif yang nyata akan adanya

kematangan rangka dan berhentinya pertumbuhan tulang belakang selanjutnya. tulang

belakang pada anak yang bertumbuh.24

Gambar 17. Alat penyangga Milwaukee untuk meluruskan9

Penyangga Boston

Suatu penyangga ketiak sempit yang memberikan sokongan lumbal atau torakolumbal

yang rendah. Penyangga ini digunakan selama 16-23 jam sehari sampai skeletalnya matur.

Terapi ini bertujuan untuk mencegah dan memperbaiki deformitas yang tidak dikehendaki

oleh pasien. bagian lumbal atau torakolumbal.

Gambar 18. Alat penyangga Boston dapat digunakan pada skoliosis9

3. Terapi Stimulasi Otot-Otot Skoliosis25

Kunci dari terapi ini adalah rehabilitasi dari otot dan ligamen yang menyangga tulang

belakang. Rehabilitasi otot harus melalui sistem saraf pusat dengan tujuan agar pasien dapat 

meningkatkan kekuatan otot sehingga otot dapat menyangga tulang belakang dengan posisi

yang benar tanpa bantuan alat penyangga.

Gambar 19. Terapi stimulasi otot

C.Tindakan Pembedahan

Umumnya, jika kelengkungan lebih dari 40 derajat dan pasien skeletalnya imatur,

operasi direkomendasikan. Lengkung dengan sudut besar tersebut, progresivitasnya

meningkat secara bertahap, bahkan pada masa dewasa. Tujuan terapi bedah dari skoliosis

adalah memperbaiki deformitas dan mempertahankan perbaikan tersebut sampai terjadi fusi

vertebra. Beberapa tindakan pembedahan untuk terapi skoliosis antara lain :

Penanaman Harrington rods (batangan Harrington)

Batangan Harrington adalah bentuk peralatan spinal yang dipasang melalui

pembedahan yang terdiri dari satu atau sepasang batangan logam untuk meluruskan atau

menstabilkan tulang belakang dengan fiksasi internal. Peralatan yang kaku ini terdiri dari

pengait yang terpasang pada daerah mendatar pada kedua sisi tulang vertebrata yang letaknya

di atas dan di bawah lengkungan tulang belakang.

Keuntungan utama dari penggunaan batangan Harrington adalah dapat mengurangi

kelengkungan tulang belakang ke arah samping (lateral), pemasangannya relatif sederhana

26

dan komplikasinya rendah. Kerugian utamanya adalah setelah pembedahan memerlukan

pemasangan gips yang lama. Seperti pemasangan  pada spinal lainnya , batangan Harrington

tidak dapat dipasang pada penderita osteoporosis yang signifikan.

Gambar 20. Penggunaan batangan Harrington

Pemasangan peralatan Cotrell-Dubousset

Peralatan Cotrell-Dubousset meliputi pemasangan beberapa batangan dan pengait

untuk menarik, menekan, menderotasi tulang belakang. Alat yang dipasang melintang antara

kedua batangan untuk menjaga tulang belakang lebih stabil.

Pemasangan peralatan Cotrell-Dubousset spinal dikerjakan oleh dokter ahli bedah

yang berpengalaman dan asistennya

2.10 Prognosis

Prognosis tergantung kepada penyebab, lokasi dan beratnya kelengkungan. Semakin

besar kelengkungan skoliosis, semakin tinggi resiko terjadinya progresivitas sesudah masa

pertumbuhan anak berlalu. Skoliosis ringan yang hanya diatasi dengan brace memiliki

prognosis yang baik dan cenderung tidak menimbulkan masalah jangka panjang selain

kemungkinan timbulnya sakit punggung pada saat usia penderita semakin bertambah.

Penderita skoliosis idiopatik yang menjalani pembedahan juga memiliki prognosis

yang baik dan bisa hidup secara aktif dan sehat. Penderita skoliosis neuromuskuler selalu

27

memiliki penyakit lainnya yang serius (misalnya cerebral palsy atau distrofi otot). Karena itu

tujuan dari pembedahan biasanya adalah memungkinkan anak bisa duduk tegak pada kursi

roda.

Bayi yang menderita skoliosis kongenital memiliki sejumlah kelainan bentuk yang

mendasarinya, sehingga penanganannyapun tidak mudah dan perlu dilakukan beberapa kali

pembedahan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Trombositopeni merupakan penyakit yang cukup banyak dijumpai pada anak-anak.

Trombositopeni didefenisikan sebagai jumlah trombosit pada darah yang kurang dari 150

28

x 103/µL atau 150 x 109/L, dan merupakan penyebab utama dalam gangguan hemostasis

primer yang dapat menyebabkan perdarahan signifikan pada anak-anak. Jika jumlah

trombosit berkurang manifestasi klinisnya ditandai dengan timbulnya ptekie, purpura,

perdarahan pada mukosa, biasanya sering pada mukosa hidung dan mulut. 2

Trombositopeni dapat disebabkan karena produksi trombosit yang berkurang,

peningkatan konsumsi trombosit dan destruksi trombosit. Anak-anak dengan

trombositopeni dapat menimbulkan gejala atau tidak. Pada pasien yang menunjukkan

gejala biasanya muncul dengan keluhan perdarahan mukosa atau perdarahan kutaneus.

Perdarahan kutaneus muncul berupa ptekie atau perdarahan kutaneus biasanya muncul

sebagai petechie atau ekimosis superfisial. Petechiae tidak nyeri dan tidak hilang dengan

penekanan. Purpura menggambarkan perubahan warna keunguan pada kulit akibat

adanya petechiae konfluen. Ekimosis memiliki berbagai warna tergantung kepada darah

yang tereksavasasi (merah atau ungu) dan kerusakan heme yang sedang berlangsung

dalam darah yang tereksavasasi oleh makrofag kulit (hijau, kuning, atau coklat).

Tatalaksana berbeda-beda sesuai dengan penyakit yang mendasari. Berdasarkan

American Society of Hematology, tatalaksana terbaik adalah observasi, kecuali jika

jumlah platelet 20.000/mm3 dengan perdarahan mukosa signifikan atau 10.000/mm3

dengan purpura minor. Tranfusi trombosit tergantung kepada keadaan pasien, status

plasma phase coagulation ,jumlah trombosit, penyebab trombositopenia dan kapasitas

fungsional dari trombosit. Jika jumlah trombosit < 10.000-20.000/mm3 maka risiko

perdarahan spontan meningkat sehingga dipertimbangkan untuk dilakukan transfusi

trombosit.

3.2 Saran

Perlunya pemahaman mengenai gejala klinis dan kriteria diagnosis agar tidak

terjadi kesalahan dalam penegakan diagnosis sehingga penangannya menjadi lebih

tepat dan adekuat.

Perlunya pemahaman mengenai penatalaksanaan sehingga dapat menurunkan

angka mortalitas dan morbiditaas.

Perlunya informasi mengenai trombositopeni kepada masyarakat

29

Daftar Pustaka

1. Consolini. Deborah M .Thrombocytopenia in Infants and Children. Pediatric in Review.

American Academy of Pediatrics; 2011, p. 135-151.

2. Buchanan. George R. Thrombocytopenia During Childhood: What the Pediatrician Need

to Know. Pediatric in Review. American Academy of Pediatrics; 2005, p. 401-409.

3. Permono. H. Bambang dkk. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan Kedua.

Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2006.

4. Setiaty. Tatty E, Wagenaar. Jiri. F. P, et al. Changing Epidemiology of Dengue

Hemorrhagic Fever in Indonesia. Dengue Bulletin; 2006.

5. Sumarmo S. Poorwo, Soedarmo dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi Kedua.

Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.

6. Chaerulfatah. Alex, Setiabudi. Djatnika et al. Thrombocytopenia and Platelet

Transfusions in Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome. Dengue

Bulletin; 2003.

7. Napitupulu. Herald A. Laporan Kasus: Sepsis. Anastesia and Critical Care; 2010, h. 50-

58.30

8. Yaguchi A, Lobo FLM, Vincent J-L, Pradier O. “Platelet function in sepsis”. J Thromb

Haemost; 2004, p. 2,2096–2102.

9. Knoebl P. ”Blood Coagulation Disorders in Septic Patients”. Wien Med Wochenschr ;

2010, p. 160,129-138.

10. Saba HI, Morelli GA.”The Pathogenesis and Management of Disseminated Intravascular

Coagulation”. Clin Adv Hematol Oncol; 2006, p. 4,919-926.

11. Levi M, De Jonge E, Poll T.”Rationale for restoration of physiological anticoagulant

pathways in patients with sepsis an disseminated intravascular coagulation”. Crit Care

Med; 2001, p. 29 ,90-94.

12. Watson RS, Carcillo JA, Linde-Zwirble WT, Clermont G, Lidicker J, Angus DC. “The

Epidemiology of Severe Sepsis in Children in the United States”. Am J Respir Crit Care

Med; 2003, p. 1,167(5),695-701.

13. Antonacci Carvalho, Paulo R, Trotta, Eliana de A.” Advances in Sepsis Diagnosis and

Treatment”. Journal de Pediatria. Sociedade Brasileira de Pediatria. 2003

14. Rehman. A.” Immune Thrombocytopenia in Children with Reference to Low-Income

Countries”. Eastern Meditterranean Health Journal; 2009, p.15, (3),729-737.

15. Clinical Practice Guideline on the Evaluation and Management of Immune

Thrombocytopenia.American Society of Hematology; 2011, p. 1-8

16. Greer. John P et al.Wintrobe’s Clinical Hematology .Chicago : Lippincott Williams &

Wilkins; 2009, p. 2.

17. Neunert. Cindy, Lim. Wendy et al. “The American Society of Hematology 2011 Evidence

Based-Practice Guideline for Immune Thrombocytopenia”. Bloodjournal.hematology.org,

2011, p. 4190-4207.

18. Hay, Jr. William W, Hayward. Anthony R et al. Lange Current Pediatric Diagnosis and

Treatment. Sixteenth edition; 2008, p. 888.

19. Levi M. Disseminated intravascular coagulation in cancer patients. Best Pract Res Clin

Haematol; 2009, p. 22,129-136.

20. Robert. Satran, Yaniv. Almog. The Coagulopathy of Sepsis: Pathophysiology and

Management Medical Intensive Care Unit, Soroka University Hospital and Faculty of

Health Sciences, Ben-Gurion University of the Negev,Beer Sheva, Israel

21. Setiabudy. Rahajuningsih D. Hemostasis dan Trombosis. Edisi Keempat. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia: IDAI; 2009

31

22. Stephen M. Robert, E. Scott halstead, et al. “Definition, Epidemiology and

Pathophisiology”. The Open Inflammation Journal. Pediatric; 2011, p. 16-23

23. Siamak T. Nabili, William C. Shiel Jr. Thrombocytopenia (Low Platelet Count).

Medicinenet; 2011

24. Thrombocytopenia. Mayo Clinic Family Health Book, 4th Edition. Time inc; 2012

25. Aird, William. “The Hematologic System as a Marker of Organ Dysfunction in Sepsis”.

Mayo Clinic Proc; 2003, p. 78, 875-876.

32