referat sinusitis.docx

46
STATUS PASIEN I. KETERANGAN UMUM - Nama : Tn. H - Jenis Kelamin : laki-laki - Usia : 26 Tahun - Alamat : Kp. Muara, rt/rw 001/003, Sukakerta Tasikmalaya - Agama : Islam - Status : Belum Menikah - Pekerjaan : Wiraswasta - Tanggal Pemeriksaan : Jumat, 6 Februari 2015 II. ANAMNESIS Keluhan Utama Hidung sebelah kiri berbau Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Poli THT-KL pukul 09:00 WIB dengan keluhan hudung sebelah kiti berbau, hudung sebelah kiri berbau sejak 3 hari yang lalu. Hidung berbau terutama pada pagi sampai siang hari, pasien buisa mencium sendiri bau yang dikeluarkan dari hidung pasien dan mengatakan bau yang dicium seperti bau nana. Hidung juga sering mengeluarkan cairan sejak 2 minggu yang lalu di hidung sebelah kiri cairan berwarna putih bening . pasien mengatakan hidung terasa mampek dan

Transcript of referat sinusitis.docx

Page 1: referat sinusitis.docx

STATUS PASIEN

I. KETERANGAN UMUM

- Nama : Tn. H

- Jenis Kelamin : laki-laki

- Usia : 26 Tahun

- Alamat : Kp. Muara, rt/rw

001/003, Sukakerta Tasikmalaya

- Agama : Islam

- Status : Belum Menikah

- Pekerjaan : Wiraswasta

- Tanggal Pemeriksaan : Jumat, 6 Februari 2015

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Hidung sebelah kiri berbau

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli THT-KL pukul 09:00 WIB dengan keluhan hudung sebelah

kiti berbau, hudung sebelah kiri berbau sejak 3 hari yang lalu. Hidung berbau

terutama pada pagi sampai siang hari, pasien buisa mencium sendiri bau yang

dikeluarkan dari hidung pasien dan mengatakan bau yang dicium seperti bau nana.

Hidung juga sering mengeluarkan cairan sejak 2 minggu yang lalu di hidung

sebelah kiri cairan berwarna putih bening . pasien mengatakan hidung terasa

mampek dan batuk dan pilek sejak 2 minggu yang lalau, batuk berdahak

berwarana hijau. Pasien mengatakan penciumanya masih berfungsi dengan baik

pasien masih bias mencium bau harum dan bususk. Pasien mengatakan pipi

sebelah kiri jika ditekan terasa sakit, pasien mengatakan jika terkena debu sering

beresin. Pasien menyangkal nyeri kepala dan gigi bolobang.

Page 2: referat sinusitis.docx

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit dahulu

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan dikeluarga tidak ada yang mengalami hal yang sama

Riwayat Pengobatan

Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah berobat sebelumnya

III. PEMERIKSAAN FISIK

- Status generalis

o Keadaan Umum : Baik

o Kesadaran : compos mentis

o Vital Sign :

- TD : 130/90 mmHg - Respirasi : 20x/ menit

- Nadi : 80x/menit - Suhu : 36.50C

o Kepala : Normochepal

o Leher : KGB membesar (-)

TVJ meningkat (-)

o Thorax : DBN

o Abdomen : DBN

o Ekstrremitas : DBN

o Neurologi : DBN

Page 3: referat sinusitis.docx

- Status lokalis

o Telinga

Bagian Kelainan Auris

Dekstra Sinistra

Preauricula Kelainan

Radang dan tumor

Trauma

-

-

-

-

-

-

Auricula Kelainan

Radang dan tumor

Trauma

-

-

-

-

-

-

Retroauricula Edema

Hiperemis

Nyeri tekan

Sikatriks

Fistula

Fluktuasi

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Canalis

Acusticus

Eksternus

Kelainan kongenital

Kulit

Sekret

Serumen

Edema

Jaringan granulasi

Massa

kolesteatoma

-

DBN

-

(+) 2/3 bag.

Dalam

-

-

-

-

-

DBN

-

(+) 2/3 bag.

Dalam

-

-

-

-

-

-

Membran

Timpani

Warna Putih seperti

mutiara

Putih seperti

mutiara

Page 4: referat sinusitis.docx

Intak

Cahaya

Intak

Arah jam 5

Intak

Arah jam 7

Tes Pendengaran

Pemeriksaan Auris

Dekstra Sinistra

Tes Rinne (+) (+)

Tes Webber Tidak ada lateralisasi

Kesan:

Telinga kanan dan kiri dalam batas normal

o Hidung

PemeriksaanNares

Dekstra Sinistra

Keadaan luar Bentuk dan ukuran Kering Kering

Rhinoskopi

Anterior

Mukosa

Sekret

Krusta

Concha Inferior

Septum

Polip/Tumor

Pasase udara

DBN

-

-

Hipertropi

DBN

-

DBN

DBN

-

-

Hipertropi

DBN

-

DBN

Mukosa DBN DBN

Page 5: referat sinusitis.docx

Rhinoskopi

Posterior

Khoana DBN

Sekret - -

Torus tubarius

Fossa rosenmuller

Adenoid

Sulit dinilai

o Tenggorok

Bagian Kelainan Keterangan

Mulut

Mukosa mulut

Lidah

Palatum molle

Bibir Kering

DBN

DBN

Gigi Geligi8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

DBN DBN

Uvula

Halitosis

DBN

-

Tonsil

Mukosa

Besar

Kripta

Dentritus

Perlengketan

DBN

T0

Tidak melebar

-

-

DBN

T0

Tidak melebar

-

-

Faring

Mukosa

Granulasi

Post nasal drip

DBN DBN

-

-

Page 6: referat sinusitis.docx

IV. RESUME

a. Anamnesis

RPS RPD

Telinga (-)

- Hearing Loss ( - )

- Tinitus ( - )

- Vertigo ( - )

- Otalgia ( - )

- Otorea ( - )

Hidung,

Mulut

- mukosa hidung kering

(-)

-Mukosa bibir kering (+)

-chonca inferior

hipertropi ( + )

- Epistaksis (-)

- Sumbatan ( - )

- Rhinorea ( - )

- Bersin ( - )

- Nyeri daerah muka

dan kepala ( - )

- nosmia/Hiposmia ( - )

Tenggorok,

Leher

(-)

- sesak napas ( + )

- Rasa mengganjal di

tenggorok ( - )

- Odinofagia ( - )

- Disfagia ( - )

- Afoni/Disfoni ( - )

- Halitosis ( - )

b. Pemeriksaan Fisik

- Status generalis :

o KU : Baik

- Status lokalis :

o ADS : serumen ADS,

o CN : DBN

Page 7: referat sinusitis.docx

o NPOP : DBN

o MF : DBN

o Leher : DBN

V. DIAGNOSIS BANDING

- Sinusitis maxilla sinistra

- Sinusitis maxilla Bilaterar

- Sinusitis renogen

VI. DIAGNOSIS KERJA

- Sinusitis maxilla sinistra

VII. USULAN PEMERIKSAAN

- Foto polos waters

VIII. PENATALAKSANAAN

a. Umum :

- Hindari yang menyebabkan hidung bersin

b. Medikamentosa :

- Antibiotik

- Dekongestan

- Pencucian rongga hidung dg NaCl

IX. PROGNOSIS

a. Quo ad vitam : Dubia ad bonam

b. Quo ad functional : Dubia ad bonam

Page 8: referat sinusitis.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. ANATOMI

1.1.1 HIDUNG

a. Hidung luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:

Pangkal hidung (bridge)

Dorsum nasi

Puncak hidung (apeks)

Ala nasi

Kolumela

Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat

dan beberapa otot yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. 8 tulang

kerangka terdiri dari:

Sepasang os nasalis (tulang hidung)

Prosesus frontalis os maksila

Prosesus nasalis os frontalis

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang

terletak dibagian bawah hidung, yaitu:

Sepasang kartilago nasalis lateralis superior

Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago ala mayor)

Beberapa pasang ala minor

Tepi anterior kartilago septum nasi

Page 9: referat sinusitis.docx

Otot- otot ala nasa terdiri dari dua kelompok, yaitu:

1. Kelompok dilator:

- M. Dilator nares (anterior dan

- posterior)

- M. Proserus

- Kaput angulare m. Quadratus labii superior

2. Kelompok konstriktor:

- M. Nasalis

- M. Depresor septi

b. Hidung dalam

Rongga hidung atau cavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,

dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya. Kavum nasi bagian anterior disebut

nares anterior dan posterior disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum

nasi dengan nasofaring.

1. Vestibulum

Terletak tepat dibelakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrisae.

2. Septum nasi

Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan.

Bagian tulang terdiri dari:

- Lamina perpendikularis os etmoid

- Vomer

- Krista nasalis os maksila

- Krista nasalis os palatina

Page 10: referat sinusitis.docx

Bagian tulang rawan terdiri dari:

- Kartilago septum (lamina kuadrangularis)

- Kolumela

3. Kavum nasi

Dasar hidung

Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horisontal

os palatum.

Atap hidung

Terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os

maksila, korpus os etmoid dan korpus os sfenoid. Sebagian besar atap hidung

dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filamen-filamen n.olfaktorius yang berasal

dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi

dan permukaan kranial konka superior.

Dinding lateral

Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os

lakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior, lamina perpendikularis os

palatum dan lamina pterigoideus medial.

Konka

Pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya

paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media dan

konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema.konka suprema ini

biasanya rudimeter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os

maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema

merupakan bagian dari labirin etmoid.

Meatus nasi

Page 11: referat sinusitis.docx

Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang

disebut meatus. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung

dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara ductus

nasolakrimalis. Meatus media terletak diantara konka media dan dinding lateral

rongga hidung. Disini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid

anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan

konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sfenoid.

Dinding medial

Dinding medial hidung adalah septum nasi.4

1.1.2 Sinus Paranasal

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsikan

karena bentuknya yang sangat bervariasi. Ada empat pasang sinus paranasal mulai dari yang

terbesar yaitu sinus maksilaris, sinus frontal, sinus ethmoid, dan sinus sphenoid kanan dan kiri.

Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Sinus paranasal dilapisi oleh

epitel torak berlapis semu bersilia dan di antaranya terdapat goblet. Di bawalmya terdapat tunika

Page 12: referat sinusitis.docx

propria yang mengandung kelenjar mukosa dan serosa yang salurannya bermuara di permukaan

epitel. Selcresi kelenjar ini membentuk palut lendir (mucous blanket) yang menutupi epitel.

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara saluran

dari sinus maksilaris, sinus frontal, sinus sphenoid, dan sinus etmoid. Daerah ini rumit dan

sempit, dinamakan kompleks osteomeatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang

terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid, sel-sel etmoid anterior

dengan ostiumnya dan ostium sinus maksilaris. Selaput sinus menghasilkan cairan bening berupa

lendir yang berguna membersihkan KOM dari bahan yang tidak diinginkan. Cairan ini melewati

saluran drainase ke bagian belakang hidung dan tenggorokan. Ini terjadi terus-menerus,

meskipun kita biasanya tidak menyadarinya. Ketika kelebihan cairan yang dihasilkan itu sering

dikenal sebagai dahak yang dapat menghasilkan iritasi yang kronis di tenggorokan dikenal

dengan nama post-nasal drip.

Gambar 2 . Sinus paranasal

A. Sinus Maksilaris

Page 13: referat sinusitis.docx

Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar berbentuk segitiga, dengan batas

dinding anterior yaitu permukaan facial os maksilla yang disebut fossa kanina, dinding

posteriomya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding lateral rongga hidung (medial),

dasar orbita (dinding superior) dan prosesus alveolaris dan palatun (dinding inferiornya).2

Ostium sinus maksila bermuara ke hiatus semilunaris melalui infimdibulum etmoid.

Ostium simis maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang baik, lagi

pula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit yang merupakan kondisi anatomis

yang menyebabkan sinusitis 2

B. Sinus Etmoidalis

Bentuk seperti pyramid dengan bagian dasarnya di bagian posterior. Sinus etmoid

berongga-rongga menyerupai sarang tawon. Berdasarkan letak sinus etmoid dibagi menjadi sinus

etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di

meatus superior.

Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah

perlengketan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar,

jumlahnya lebih sedikit dan terletak di postero-superior dari perlekatan konka media Di bagian

terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut ressesus frontal, yang

berhubungan dengan sinus frontal. Peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis

maksila.

C. Sinus frontalis

Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya

gambaran septum-septum dinding sinus pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus.

Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dart orbita dan fossa serebri anterior,

sehingga infeksi dart sinus frontal mudah menjalar ke arah ini.

D Sinus Sfenoidalis

Sinus sphenoid terletak dalam os sphenoid di belakang sinus etrnoid posterior. Sinus

sphenoid dibagi oleh sekat yang disebut septum intersphenoid. Pembuluh darah dan nervus

Page 14: referat sinusitis.docx

bagian lateral os sphenoid sangat berdekatan dengan rongga sinus. Batas-batasnya adalah;

sebelah superior fossa serebri media dan kelenjar, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah

lateral berbatasan dengan sinus kavemosus dan arteri karotis intema (sering tampak sebagai

indentasi) dan di sebelah posteriomya berbatasan dengan fossa serebri posterior di daerah pons.

1.2 FISIOLOGI HIDUNG

Tujuan dari hidung adalah untuk menghangatkan, membersihkan, dan melembabkan

udara yang anda napas serta membantu anda untuk membaui dan mencicipi. Seorang yang

normal akan menghasilkan kira-kira dua quarts (1 quart = 0,9 liter) cairan setiap hari (lendir),

yang membantu dalam mempertahankan saluran pernapasan bersih dan lembab. Rambut-rambut

mikroskopik yang kecil (cilia) melapisi permukaan-permukaan dari rongga hidung, membantu

menghapus partikel-partikel. Akhirnya lapisan lendir digerakan ke belakang tenggorokan dimana

ia secara tidak sadar ditelan. Seluruh proses ini diatur secara ketat oleh beberapa sistim-sistim

tubuh.4

Secara struktural, hidung dipisahkan kedalam dua jalan-jalan terusan (lubang hidung kiri

dan kanan) oleh struktur yang disebut septum. Menonjol kedalam setiap jalan pernapasan adalah

penonjolan-penonjolan yang bertulang yang disebut turbinates, yang membantu meningkatkan

area permukaan dari bagian dalam hidung. Ada tiga turbinates pada setiap sisi dari hidung

(turbinates inferior atau bagian bawah, turbinates bagian tengah, turbinates superior atau bagian

atas). Sinus-sinus adalah empat pasang kamar-kamar yang berisi udara yang mengosong kedalam

rongga hidung. Tujuan mereka sebenarnya tidak diketahui, namun mungkin membantu untuk

meringankan tengkorak, mengurangi beratnya. 4

1.2.1 FUNGSI HIDUNG

Respirasi

Inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior, lalu naik ke atas

setinggi konka media kemudian turun ke bawah kearah nasofaring. Aliran udara dihidung ini

berbentuk lengkungan atau arkus.Udara yang dihirup akakn mengalami humidifikasi oelh palut

Page 15: referat sinusitis.docx

lendir. Pada musim panas udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan

udara inspirasi oleh palut lendir, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.Suhu

udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37 derajat Celcius. Fungsi pengatur suhu ini

dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah dibawah epitel dan adanya permukaan konka

dan septum yang luas.

Penyaringan

Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring dihidung

oleh : rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia, palut lendir. Debu dan lendir akan melekat

pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. 4

Penghidu

Hidung juga belerja sebagai indra penghidu. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan

cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat. 4

Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan bernyanyi.

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara

sengau atau hilang (rinolalia). 4

Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,

kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks bersin dan

nafas berhenti. Rangsangan bau tretentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan

pankreas. 4

1.2.2 FUNGSI SINUS PARANASAL

Beberapa teori yang dikemukakan mengenai fungsi sinus paranasal antara lain :

a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih

Page 16: referat sinusitis.docx

1/1000 volume sinus pada setiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk

pertukaran udara total dalam sinus

b. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa

serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.

c. Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan

tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan

pertambahan berat sekitar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini tidak dianggap

bermakna.

d. Membantu resonansi udara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi udara dan mempengaruhi

kualitas udara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak

memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang efektif.

e. Membantu produksi mukus

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil

dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan

partikel yang turut masuk dalam udara.4

Page 17: referat sinusitis.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SINUSITIS

2.1.1. Definisi

Sinusitis adalah bentuk peradangan pada mukosa hidung dan satu atau lebih mukosa

sinus paranasal. Penyakit sinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks

osteomeatal, oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi dan oleh karena penyebaran infeksi gigi.

Dalam beberapa kasus rhinosinusitis dapat terjadi karena adanya peningkatan produksi bakteri

pada permukaan rongga sinus.

Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Sinusitis adalah radang mukosa

sinus paranasal. Sinusitis kronis berlangsung selama beberapa bulan atau tahun. Sinusitis kronis

berbeda dari sinusitis akut. Pada sinusitis akut, perubahan patologik membrana mukosa berupa

infiltrat polimorfonuklear, kongesti vaskular dan deskuamasi epitel permukaan bersifat

reversibel. Sedangkan pada sinusitis kronik adalah kompleks dan irreversible

Gambar 3. Sinusitis

Page 18: referat sinusitis.docx

2.1.2. Epidemiologi

Penyakit ini terjadi pada semua ras, semua jenis kelamin baik laki-laki maupun

perempuan dan pada semua kelompok umur. Jarang menancam jiwa, tetapi dapat menimbulkan

komplikasi ke orbita dan intrakranial.

Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada

pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat

jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan

oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data

penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari

Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien,

69% nya adalah sinusitis.6

Page 19: referat sinusitis.docx

2.1.3. Etiologi

Beberapa patogen seperti bakteri (Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza,

Streptococcus group A, Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil gram (-),

Pseudomonas, fusobakteria), virus (Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus), dan jamur

(Aspergillus atau Candida sp).

Reaksi alergi terjadi di jalan nafas dan kavitas sinus yang menghasilkan edema dan

inflamasi di membran mukosa. Edema dan inflamasi ini menyebabkan blokade dalam

pembukaan kavitas sinus dan membuat daerah yang ideal untuk perkembangan jamur, bakteri,

atau virus yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan dan siklus seterusnya berulang

yang mengarah pada sinusitis kronis

Kelainan anatomi hidung dan sinus seperti deviasi septum, polip, konka bulosa atau

kelainan struktur lain di daerah kompleks osteomeatal dan ostium sinus, juga dapat mengganggu

fungsi mukosiliar secara lokal. Hal ini dapat diperparah dengan penggunaan berlebihan obat

dekongestan topikal dimana fungsi mukosiliar sementara.

Sinusitis terjadi jika kompleks osteomeatal di hidung mengalami obstruksi mekanis, baik

itu akibat edema mukosa setempat atau akibat berbagai etiologi semisal ISPA atau rhinitis alergi.

Keadaan ini membuat statis sekresi mukus di dalam sinus. Stagnasi mukosa ini membentuk

media yang nyaman untuk pertumbuhan patogen. Awalnya, terjadi sinusitis akut dengan gejala

klasik dan biasanya terdiri dari satu macam bakteri aerob saja. Jika infeksi ini dibiarkan terus-

menerus, akan tumbuh pula berbagai flora, organisme anaerob, hingga kadang tumbuh jamur di

dalam rongga sinus. Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis

akut yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang patogenesis

sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih dipertanyakan juga. Infeksi sinus yang berulang dan

persisten dapat terjadi tidak hanya akibat timbunan bakteri, tapi memang dari lahir orang tersebut

sudah mengalami imunodefisiensi kongenital atau penyakit lain seperti fibrosis kistik.

2.1.4. Patofisiologi dan Patogenesis

Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu obstruksi

drainase sinus (sinus ostia), kerusakan path silia, dan kuantitas dan kualitas mukosa. Sinusitis

Page 20: referat sinusitis.docx

dapat terjadi bila terdapat gangguan pengaliran udara dari dan ke rongga sinus serta adanya

gangguan mukus. Bila terjadi edema di kompleks ostio-meatal, mukosa yang letaknya

berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat

dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi

kurang aktif.

Sinusitis berawal dari adanya suatu inflamasi dan infeksi yang menyebabkan dilepasnya

mediator diantaranya vasoactive amine, protease, arachidonic acid metabolit, imunecomplek,

lipolisaccharide yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dari mukosa hidung dan

disfungsi mukosiliar sehingga terjadi stagnasi mukos dan bakteri akan semakin mudah untuk

berkolonisasi dan infeksi inflamasi akan kembali terjadi. Hal ini diperberat dengan adanya

infeksi virus akan menyebabkan terjadinya udem pada dinding hidung dan sinus sehingga terjadi

penyempitan atau obstruksi path ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase dalam

sinus.

Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia sinus dan akan

memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakeri anaerob. Penurunan

jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas leukosit.

Asap rokok merupakan penyebab dari rusaknya rambut halus ini sehingga pengeluaran

cairan mukus menjadi terganggu. Cairan mukus yang terakumulasi di rongga sinus dalam jangka

waktu yang lama merupakan tempat yang nyaman bagi kehidupan bakteri, virus dan jamur.6

Gambar 4. Patofisiologi sinusitis

Page 21: referat sinusitis.docx

2.1.5. Manifestasi kilinis

Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh sinusitis dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala

subyektif dan gejala obyektif.

Gejala subyektif bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :

a. Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca nasal (post

nasal drip)

Page 22: referat sinusitis.docx

b. Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadinya sumbatan tuba

eustachius

c. Gejala laring dan faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.

d. Ada nyeri atau sakit kepala.

e. Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.

f. Gejala saluran nafas, berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis atau

bronkhiektasis atau asma bronkhial.

g. Gejala di saluran cerna, mukopus tertelan sehingga terjadi gastroenteritis.

Gejala Obyektif

International Conference on Sinus Disease (1995) membuat kriteria mayor dan minor untuk

mendiagnosa rinosinusitis kronis. Rinosinusitis didiagnosa apabila dijumpai atau lebih gejala

mayor atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor. Gejala Mayor berupa obstruksi hidung, sekret

pada daerah hidung (Postnasal drip), sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah, kelainan

penciuman (Hiposmia / anosmia). Gejala Minor seperti demam, halitosis, batuk dan iritabilitas.

2.1.6. Klasifikasi Sinusitis

Disebut sinusitis akut bila lamanya gejeala penyakit berlangsung dari beberapa hari

sampai kurang dari 4 minggu. Penyakit dimulai dengan penyumbatan daerah KOM oleh infeksi,

obstruksi mekanis atau alergi. Selain itu juga dapat merupakan penyebaran dari infeksi gigi.

Penyakit atau keadaan yang memungkinkan terjadinya sinusitis akut antara lain rinitis akut,

infeksi faring (faringitis, adenoiditis, tonsillitis akut), Infeksi gigi rahang atas MI, M2, M3 serata

P1 dan P2, berenang dan menyelam, trauma, barotraumas.

Sinusitis subakut dan kronis sering merupakan lanjutan dari sinusitis acut yang tidak

mendapatkan pengobatan adekuat. Lamanya gejala penyakit sinusitis subakut beriangsung antara

1 bulan sampai 3 bulan. Path rinosinusitis subakut tanda-tanda akut sudah reda dan perubahan

histologik mukosa sinus masih reversibel. Gejala klinis sama dengan sinusitis akut hanya tanda-

tanda radang akutnya (sakit kepala hebat, demam, nyeri tekan) sudah reda.

Page 23: referat sinusitis.docx

Sinusitis kronik bila gejala penyakit diderita lebih dari 3 bulan. Pada sinusitis kronik,

perubahan histologik mukosa sinus sudah ireversibel, misal sudah berubah menjadi jaringan

granulasi atau polipoid. Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan

mukosa hidung dapat juga disebabkan oleh alergi, asma dan defisiensi irnunologik. Perubahan

mukosa hidung akan mempermudah terjadinya infeksi dan menjadi kronis apabila pengobatan

pada sinusitis tidak sempuma. Adanya infeksi akan menyebabkan edema konka, sehingga

drainase sekret akan terganggu dapat menyebabkan silia rusak.

2.1.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Dalam menegakkan diagnosis penyakit sinusitis harus melakukan beberapa langkah

seperti anamnesis (riwayat pasien), pemeriksaan dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Penegakkan diagnosis tersebut harus dilakukan dengan cermat sebab ini akan sangat

mempengaruhi dokter terutama dalam penatalaksanaan pasien. Pemeriksaan fisik, hal-hal yang

mungkin ditemui pada pasien seperti purulent nasal.

Anamnesis sinusitis kronik lebih sulit didiagnosis dibandingkan dengan sinusitis akut.

Dalam menggali riwayat pasien harus cermat, jika tidak maka sering salah diagnosis. Gejala

seperti demam dan nyeri pada wajah biasanya tidak ditemukan path pasien sinusitis kronik.

Pemeriksaaan fisik pasien sinusitis kronik ditemukan beberapa hal seperti pain or

tenderness on palpation over frontal or maxillary sinuses, oropharyngeal erythema dan purulent

secretions, dental caries dan ophthalmic manifestation (conjunctival congestion).

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah lengkap juga diperlukan sebagai acuan pembanding. Pemeriksaan

sitologi nasal untuk menjelaskan beberapa hal seperti allergic rhinitis, eosinophilia, nasal

polyposis dan aspirin sensitivity. Juga dapat melakukan kultur pada produk sekresi nasal akan

tetapi sangat terbatas karena sering terkontaminasi dengan normal flora. Pemeriksaan

Laboratorium Pemeriksaan kultur hapusan nasal tidak memiliki nilai diagnostik. Pemeriksaan

Page 24: referat sinusitis.docx

darah lengkap rutin dan ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) secara umum kurang membantu,

akan tetapi biasanya ditemukan adanya kenaikan pada pasien dengan demam. Pada kasus yang

berat, kultur darah dan kultur darah fungal sangat diperlukan. Tes alergi diperlukan untuk

mencari penyebab penyakit yang mendasari.

Pemerikasaan imaging dilakukan terutama untuk mendapatkan gambaran sinus yang

dicurigai mengalami infeksi. Pemeriksaan radiologik bila dicurigai adanya kelainan di sinus

paranasal. maka dapat dilakukan pemeriksaan radiologik posisi rutin yang dipakai ialah posisi

Waters PA dan lateral. Posisi waters terutama untuk melihat adana kelainan di sinus maksila,

frontal dan etmoid. Posisi di postero-anterior untuk melihat sinus frontal, sphenoid dan etmoid.

Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk memeriksa

sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila pada

pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti antrum terisi

oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di daerah antrum. Bila terdapat

kista yang besar didalam sinus maksila akan tampak terang pada pemeriksaan transiluminasi,

sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus

maksila. Sinuskopi dapat dilihat keadaan dalam sinus, apakah ada secret, polip, jaringan

granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana- keadaan mukosa apakah ostiumnya terbuka.

Foto SPN 3 posisi dan endoskopi

Page 25: referat sinusitis.docx

Foto waters dan gambaran air fluid level

Dalam penegakan diagnosis dari pemeriksaan lab, kultur flora nasal tidak perlu dilakukan

karena tidak memiliki nilai diagnostik (rongga sinus bersifat steril dan rongga hidung penuh flora

normal). Namun swab hidung berguna untuk melihat adanya eosinofil untuk mengetahui

kemungkinan alergi. Jika memang alergi, perlu ditelusuri alergennya. Pemeriksaan darah perifer

lengkap juga tidak terlalu bermakna, kecuali pasien demam. Pada kasus yang parah, kultur darah

dapat bermanfaat untuk mengetahui adanya jamur atau untuk pemeriksaan HIV (jika diperlukan).

Penegakan diagnosis sinusitis kronik yang terbaik ialah dengan menggunakan pencitraan

radiologis. Rontgen thorax yang biasa dapat menunjukkan penebalan mukosa sebagai tanda

sinusitis. Ketinggian fluida udara jarang ditemui di kasus sinusitis kronis. Ditambah lagi,

pemeriksaan ini tidak mampu menggambarkan sinus yang lebih dalam, misalnya sinus etmoid

dan kompleks osteomeatal.

Pemeriksaan yang baik ialah dengan CT-scan sinus. CT terpaksa dikerjakan kalau pasien

dirasa tidak respon terhadap terapi atau sebagai persiapan operasi. CT Scan koronal dapat

menggambarkan posisi anatomis dengan baik untuk persiapan operasi. Dengan CT Scan juga

dapat terlihat letak-letak obstruksi secara tajam dan akurat. CT scan bahkan mampu mendeteksi

entitas spesifik dalam hidung semacam aspegilloma. Sedangkan kerabatnya, MRI, tidak terlalu

sering dilakukan karena mahal. Namun sebenarnya MRI baik untuk melihat kontras jaringan

lunak serta mendeteksi massa seperti neoplasma, komplikasi kranial dan intraorbital, serta

sinusitis akibat jamur.7,9

Page 26: referat sinusitis.docx

2.1.8. Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi

1. Abses Mata

Ditandai dengan mata yang keluar nanah, gatal-gatal, membengkak, dan yang paling parah

adalah bisa menyebabkan kebutaan. Ini mudah sekali terjadi karena lokasi antara hidung dan

mata sangat berdekatan.

2. Meningitis dan Abses Otak

Bakteri, salah satunya pneumokokus, bisa masuk ke otak yang dapat menimbulkan meningitis

atau radang selaput otak. Bisa juga jaringan otak terinfeksi yang disebut dengan abses otak.

Meskipun hal ini jarang sekali terjadi namun kita perlu mewaspadainya mengingat dampaknya

sangat berbahaya bagi keselamatan jiwa anak. Gejala yang muncul biasanya demam tinggi dan

anak mengalami kejang-kejang.

3. Bronkitis dan Pneumonia

Lendir bisa turun ke saluran napas bawah seperti bronchus dan paru-paru sehingga bakteri yang

terkandung di dalamnya dapat menginfeksi bronchus, disebut dengan sinubronchitis atau

bronchitis yang disebabkan adanya rhinosinusitis. Bila masuk ke dalam paru-paru dan kebetulan

daya tahan tubuh anak sedang lemah, dapat memunculkan pneumonia atau radang paru. Bila

paru-paru sudah diserang, pengobatannya sangat sulit dilakukan. Gejala yang muncul biasanya

panas tinggi, sesak napas, batuk-batuk, dan sebagainya.

4. Radang Telinga

Sering kali, saat rhinosinusitis muncul, telinga pun ikut terasa sakit. Hal ini disebabkan organ

telinga tengah yang juga ikut terinfeksi. Bukankah lokasi keduanya sangat berdekatan? Gejala

yang muncul pada telinga biasanya terasa sakit seperti ada yang menusuk, berbunyi "nguing",

panas tinggi, juga keluar nanah atau congekan. Congek yang tak kunjung sembuh bisa

mengakibatkan tuli konduktif.11

Page 27: referat sinusitis.docx

2.1.9. Penatalaksanaan

Prinsip penanganan rinosinusitis adalah meliputi pengobatan dan pencegahan infeksi,

memperbaiki ostium, memperbaiki fungsi mukosiliar, dan menekan proses inflamasi pada

mukosa saluran nafas. Pada kasus-kasus kronis atau rekuren penting juga menyingkirkan faktor-

faktor iritan lingkungan.

Terapi sinusitis akut adalah memperbaiki fungsi mukosilia dan mengontrol infeksi.

Terapi sinusitis karena infeksi virus tidak memerlukan antimikrobial. Terapi standard non-

antimikrobial diantaranya topical steroid, topical dan atau oral decongestan, mucolytics dan

intranasal saline spray. Berdasarkan pedoman Sinus and Allergy Health Partnership (2000),

terapi rhinosinusitis akut yang disebabkan bakteri dikategorikan menjadi 3 kelompok :

I. Dewasa dengan sinusitis ringan yang tidak meminum antibiotik :

Amoxicillin/clavulanate, amoxicillin (1,5-3,5 gihr), cefpodoxime proxetil, atau

cefuroxime direkomendasikan sebagai terapi awal.

II. Dewasa dengan sinusitis ringan yang telah mendapat antibiotik sebelumnya 4-6 minggu

dan dewasa dengan rhinosinusitis sedang Amoxicillin/clavulanate, amoxicillin (3-3,5 g),

cefpodoxime proxetil, atau cefixime.

III. Dewasa dengan sinusitis sedang yang telah mendapat antibiotik sebelumnya 4-6 minggu :

Amoxicillin/clavulanate, levofloxacin, atau doxycycline.

Terapi sinusitis kronik yang dapat dilakukan pertama kali seperti mengontrol faktor-faktor

resiko karena sinusitis kronik memiliki banyak faktor resiko dan beberapa penyebab yang

berpotensial. Terapi selanjutnya yaitu mengontrol gejala yang muncul serta pemilihan

antimikrobial (biasanya oral) yang dipakai. Tujuan utama dari terapi dengan menggunakan obat

yaitu untuk mengurangi infeksi, mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya komplikasi.

Pengobatan dapat dilakukan secara konservatif (antibiotik dan dekongestan) ataupun

dengan pembedahan. Pasien yang telah mendapatkan terapi dan mulai menunjukkan adanya

kemajuan hendaknya tetap dilakukan follow up agar proses penyembuhan dapat berjalan dengan

baik. Adapaun yang perlu diperhatikan diantaranya minum air secukupnya, hindari merokok,

imbangi nutrisi. Jika tidak dapat diatasi dengan pengobatan tersebut, maka satu-satunya jalan

untuk mengobati sinusitis kronis adalah pembedahan. Pada anak-anak, keadaannya seringkali

Page 28: referat sinusitis.docx

membaik setelah dilakukan pengangkatan adenoid yang menyumbat saluran sinus ke hidung.

Pada penderita dewasa yang juga memiliki penyakit alergi kadang ditemukan polip pada

hidungnya. Polip sebaiknya diangkat sehingga saluran udara terbuka dan gejala sinus berkurang.

Teknik pembedahan yang sekarang ini banyak dilakukan adalah pembedahan sinus endoskopik

fungsional.

Tetapi pada prinsipnya lakukan dulu semua pengobatan yang diperlukan, jika tidak

sembuh-sembuh maka mau tak mau memang harus dioperasi. Tetapi, sebelum dioperasi perlu

diketahui dulu pemicu sinusitis itu apa. Dalam hal ini, pemicu sinusitis perlu diketahui

mengingat penyebab sinusitis tidak hanya berasal dari rongga hidung saja.

Gejala-gejala superfisial sinusitis, biasanya berupa pilek yang tak sembuh-sembuh, pada

prinsipnya dapat dikurangi dengan dekongestan, steroid topikal, antibiotik, irigasi salin normal

ke hidung, kromolin tropikal, atau mukolitik. Semua obat ini tidak menyembuhkan, tapi dapat

membantu memotivasi pasien untuk bisa sembuh. Agar cepat reda, kelembaban sekresi mukus

dari sinus harus tetap dijaga, edema mukosa mesti dikurangi, serta viskoditas mukus sebaiknya

dikurangi.

Untuk terapi pembedahan, prosedurnya dinamakan Functional Endoscopic Sinus Surgery

(FESS). FESS mampu menghilangkan penyakit dengan cara mengembalikan aerasi dan drainase

yang adekuat pada pasien, menguatkan komplek osteomeatal, namun tidak meninggalkan jejas

dan rasa tidak nyaman dalam bernapas. FESS mampu mengembalikan kesehatan sinus dengan

gejala kekambuhan kurang dari 10% pasien. Setelah itu, pasien mesti dilanjutkan dengan terapi

medis berkelanjutan dan pemantauan yang baik

Jika sinusitis disebabkan alergi, bisa dicegah dengan menghindarkan anak dari alergen

atau benda/zat pemicu alergi, disamping meningkatkan daya tahan tubuhnya lewat asupan

makanan bergizi. Biasanya, alergi anak akan terjaga dan tak muncul. Namun bila flu

berkepanjangan karena tulang hidung yang bengkok, maka tulang ini harus dikoreksi dengan

tindakan operasi supaya tak ada sumbatan lagi. Namun tindakan operasi harus menunggu hingga

usia anak paling tidak 14 tahun dimana sinus paranasalnya sudah tumbuh dengan baik. Selama

belum dioperasi, kita harus menjaga anak agar tak sering flu dengan cara selalu menjaga daya

tahan tubuhnya, berada di lingkungan bersih, tak terpolusi, dan lainnya.

Page 29: referat sinusitis.docx

Bila sinusitis sudah sangat mengganggu dan anak belum waktunya menjalani operasi

pelurusan tulang, daerah sinus anak bisa dicuci dengan metode yang disebut DAWO (double

antrum wash out). Cara mencucinya dengan memasukkan alat kecil ke dalam hidung dan

membersihkan rongga sinusnya. Atau bisa juga dilakukan operasi untuk mengatasi

pembengkakan di rongga hidung dengan endoscope dan microscope. Operasi dengan teknik baru

FESS (Functional Endoscopic Sinus Surgery) ini tak perlu ditakutkan karena tak menimbulkan

rasa sakit seperti operasi sinus sebelum era endoskopi yakni alat kecil panjang menggunakan

lensa yang dimasukkan ke dalam hidung. Umumnya operasi ini dilakukan dengan pembiusan

total maupun lokal sehingga saat tersadar anak tak merasa sakit. Namun begitu, operasi pada

anak tak bisa terlalu radikal, yakni tak banyak mengambil jaringannya karena anak sedang dalam

taraf pertumbuhan.8,10

2.1.10. Pencegahan

Pencegahan yang paling mudah, jangan sampai terkena infeksi saluran nafas. Rajin

mecuci tangan karena tindakan sederhana ini terbukti efektif dalam mengurangi risiko tertular

penyakit saluran pemafasan. Selain itu, sedapat mungkin tnenghindari kontak erat dengan

mereka yang sedang terkena batuk pilek.

Bila anda memakai AC, sering-seringlah membersihkan penyaringnya agar debu, jamur

dan berbagai substansi yang mungkin dapat mencetuskan alergi dapat dikurangi (walau tak

mungkin dihitangkan seluruhnya). Demikian juga dengan karpet dan sofa.

Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cukup istirahat dan konsumsi makanan dan

minuman yang memiliki nilai nutrisi baik dan berolahraga yang teratur. Perbanyak menghirup

udara bersih, dengan cam menghirup dan mengeluarkannya perlahan-lahan. Hal ini sangat

bermanfaat selain untuk menguatkan paru-paru juga untuk mengisi daerah sinus dengan oksigen.

Sehingga daerah-daerah sinus menjadi lebih bersih dan kebal terhadap berbagai infeksi dan

bakteri. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah segera kunjungi dokter bila terdapat gejala-

gejala yang mungkin merupakan gejala sinusitis. Diagnosa dan pengobatan secara dini dan tepat

akan mempercepat kesembuhan penyakit yang diderita.1

Page 30: referat sinusitis.docx

BAB III

KESIMPULAN

Sinusitis adalah bentuk peradangan pada mukosa hidung dan satu atau lebih mukosa

sinus paranasal. Sinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks osteomeatal, oleh

infeksi, obstruksi mekanis atau alergi, dan oleh karena penyebaran infeksi gigi. Dalam beberapa

kasus rhinosinusitis dapat terjadi karena adanya peningkatan produksi bakteri pada permukaan

rongga sinus.

Penyakit ini terjadi pada semua ras, semua jenis kelamin baik laki-laki maupun

perempuan dan pada semua kelompok umur. Jarang menancam jiwa, tetapi dapat menimbulkan

komplikasi ke orbita dan intrakranial

Etiologinya bisa disebabkan beberapa hal, antara lain : infeksi bakteri, adanya ISPA,

reaksi alergi, trauma, ataupun kelainan kongenital.

Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu obstruksi

drainase sinus (sinus ostia), kerusakan path silia, dan kuantitas dan kualitas mukosa. Sinusitis

dapat terjadi bila terdapat gangguan pengaliran udara dari dan ke rongga sinus serta adanya

gangguan mukus. Bila terjadi edema di kompleks ostio-meatal, mukosa yang letaknya

berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat

dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi

kurang aktif.

Manifestasi klinisnya bisa dilihat dari gejala subyektif dan obyektif. Juga bisa dinilai dari

gejala mayor dan minor.

Sinusitis berdasarkan waktu dan kondisinya bisa diklasifikasikan menjadi akut, sub akut,

dan kronik.

Diagnosis dilakukan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti

transluminasi, foto rontgen 3 posisi, foto waters, dan juga endoskopi.

Page 31: referat sinusitis.docx

Komplikasi sinusitis bisa terjadi hingga intrakranial, periorbita dan paru.

Penatalaksanaan dan pencegahannya dilakukan sesuai dengan indikasi.

Page 32: referat sinusitis.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Pinheiro AD, Facer GW, Kern EB. Rhinosinusitis: Current Concepts And Management.

Dalam: Bailey BJ, penyunting. Head & neck surgery-otolaryngology Vol.3. Edisi ke-3.

Philadelphia-New York: Lippincott Raven publ; 2001. h.345-56.

2. E.Mangunkusumo . Fisiologi Hidung dan Parasanal Dalam Iskandar N.dkk (Eds). Buku

Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai Penerbit FK Ul Jakarta; 1990. h.85-87.

3. Blumenthal MN, AdamGL, fli'ger P. Alergic Conditions in Otolaryngology Patients.

Dalam: Boles LR Jr, penyunting. Boles Fundamental of otolaryngology. Edisi ke-6.

Philadelphia; 1989. h 195 205.

4. Suetjipto D. Anatomi llidung dan sinus Parasanal. Dalam: Iskandar N., penyunting. Buku

ajar Ilmu penyakit THT. Balai Penerbit FK 111, Jakarta; 1990. h 75-E4.

5. Ballenger JJ. The Clinical Anatomy and Phisiology of The Nose And Accessory Sinuses.

Dalam: Ballenger JJ, penyunting. Diseases of the nose,throatear, head and neck. Edisi ke-

13. Philadelphia; 1985. h I — 25.

6. Mygind RN. Alergic Diagnosis. Allergic dan Non Allergic Rinitis. Dalam Frankland

AW, penyunting. Nasal allergy. Edisi ke-2. Blackwell ScientificPublication Oxford

London Edinbergh, Melbourne;1978 . h 182-98.

7. Becker W. at all. Inflamation of Sinuses. Clinical Aspects of Desease of the Nose and

Throat Desease. A Pocket Reference. Edisi ke-2.Thieme New York; 1994. h 224-37.

8. Sumarman I. Patofisiologi dan Prosedur Diagnostic Rinitis Alergi. Dalam : Kumpulan

Makalah Simposium "Current and Future Approach in Treatment of Allergic Rhinitis"

kerjasama PERHATI Jaya - Bagian THT FK U1 / RSCM. Jakarta; 2001. h 14-18.

9. Irawati N. Panduan Penatalaksanaan Terkini Rinitis Alergi. Dalam : Kumpulan Makalah

Simposium "Current Opinion In Allergy and Clinical Immunology". Divisi Alergi-

lmunologi Klinik FK UURSUPN-CM, Jakarta; 2002.

10. Waguespack R. Mucociliary Clearance Patterns Following Endoscopic Sinus Surgery,

Laryngoscope(Supplement); 1995. h 1-40

Page 33: referat sinusitis.docx

11. Soepardi, Efiaty Arsyad, Iskandar, Nurbaiti, dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan:

Telinga Hidung Tenggorokkan Kepala & Leher. Edisi ke 6. Jakarta : Balai Penerbit FK

UI.