referat rjp.docx

download referat rjp.docx

of 27

Transcript of referat rjp.docx

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    1/27

    1 | P a g e

    REFERAT

    RESUSITASI JANTUNG PARU

    Oleh :

    Ditra Putri Sandia

    (03009074)

    Pembimbing :

    Dr. Sabur Nugraha, Sp.An

    Dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An

    PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

    BAGIAN/SMF ANESTESIOLOGI

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

    RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

    KARAWANG, JUNI 2013

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    2/27

    2 | P a g e

    KATA PENGANTAR

    Assalamua`alaikum, Wr. Wb

    Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

    karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun tugas referat

    yang berjudul Resusitasi Jantung Paru . Penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna baik

    isi maupun penyajiaannya sehingga diharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai

    pihak agar dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuat yang lebih baik lagi.

    Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Sabur Nugraha ,

    Sp.An dan dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An sebagai pembimbing dalam penyusunan referat ini.

    Wassalamu`alaikum, Wr. Wb

    Karawang, Juni 2013

    Penulis,

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    3/27

    3 | P a g e

    DAFTAR ISI

    Judul Halaman

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi ........................................................................................................... 7

    2.2 Indikasi ........................................................................................................... 8

    2.2.1 Henti Napas ...................................................................................... 8

    2.2.2 Henti Jantung ................................................................................... 8

    2.3 Sistem Pernapasan dan Sirkulasi .................................................................... 9

    2.4 Resusitasi Jantung Paru .................................................................................. 11

    2.5 Bantuan Hidup Dasar ...................................................................................... 12

    2.5.1 A (Airway) Jalan Napas ................................................................... 152.5.2 B (Breathing) Bantuan Napas .......................................................... 16

    2.5.3 C (Circulation) Bantuan Sirkulasi .................................................... 17

    2.5.4 D (Defibrilation) Terapi Listrik ....................................................... 19

    2.6 Panduan RJP 2010 .......................................................................................... 20

    2.6.1 Menekankan pada RJP yang berkualitas dan secara terus menerus 20

    2.6.2 Perubahan dari A-B-C menjadi C-A-B ............................................ 22

    2.6.3 Rata-rata Kompresi .......................................................................... 22

    2.6.4 Kedalaman Kompresi....................................................................... 23

    2.6.5 Dengan Tangan saja (Only Hands CPR) ......................................... 23

    2.6.6 Identifikasi pernapasan agonal pengantar ........................................ 23

    2.6.7 Penekanan Krikoid ........................................................................... 24

    2.6.8 Aktivasi Emergency Responses System ........................................... 24

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    4/27

    4 | P a g e

    2.6.9 Tim Resusitasi .................................................................................. 24

    BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 26

    DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 27

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    5/27

    5 | P a g e

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Resusitasi jantung paru adalah serangkaian penyelamatan hidup pada henti jantung.

    Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat berbeda-beda, tergantung penyelamat, korban, dan

    keadaan sekitar, tantangan mendasar tetap ada, yaitu bagaimana melakukan RJP yang lebih dini,

    lebih cepat dan lebih efektif. Untuk menjawabnya, pengenalan akan adanya henti jantung dan

    tindakan segera yang harus dilakukan menjadi prioritas dari tulisan ini. 1

    Manifestasi komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling sering diketahui

    dan bersifat fatal adalah kejadian henti jantung mendadak. Sampai saat ini, kejadian henti jantung mendadak merupakan penyebab kematian tertinggi di Amerika dan Kanada. Walaupun

    angka insiden belum diketahui secara past, akan tetapi pihak pusat pengendalian, pencegahan,

    dan kontrol penyakit Amerika serikat memperkirakan sekitar 330.000 orang meninggal karena

    penyakit jantung koroner di luar rumah sakit atau di ruang gawat darurat. 250.000 diantaranya

    meninggal di luar rumah sakit. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (

    RISKESDAS) tahun 2007, hanya disebutkan prevalensi nasional penyakit jantung sebesar 7,2%,

    namun angka kejadian henti jantung mendadak belum didapatkan. 1,2

    Tindakan bantuan hidup jantung dasar bukan merupakan satu jenis keterampilan tindakan

    tunggal semata, melainkan suatu kesinambungan tidak terputus antara pengamatan serta

    intervensi yang dilakukan dalam pertolongan. Keberhasilan pertolongan yang dilakukan,

    ditentukan oleh kecepatan dalam memberikan tindakan awal bantuan hidup jantung dasar,

    membuat para ahli berpikir bagaimana cara untuk melakukan suatu tindakan bantuan hidup dasar

    yang efektif serta melatih sebanyak mungkin orang awam dan paramedis yang dapat melakukan

    tindakan tersebut secara baik dan benar. Oleh karena itu pula, hampir rata-rata di setiap negaramaju memiliki standar tindakan bantuan hidup jantung dasar masing-masing. Secara umum,

    pengamatan serta intervensi yang dilakukan dalam tindakan bantuan hidup jantung dasar

    merupakan satu rantai tak terputus, disebut sebagai rantai kelangsungan hidup ( chain of

    survival ), yang akan dibahas lebih lanjut. 2

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    6/27

    6 | P a g e

    Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang terlatih dalam

    bidang kesehatan. Ini berarti bahwa RJP boleh dilakukan dan dipelajari dokter, perawat, para

    medis dan juga orang awam. 1,2

    Menurut American Heart Associaton , rantai kehidupan mempunyai hubungan erat dengantindakan jantung paru, karena penderita yang diberikan RJP, mempunyai kesempatan yang amat

    besar untuk dapat hidup kembali. 1

    Tujuan utama pelaksanaan Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah untuk mempertahankan

    kehidupan, memperbaiki kesehatan, mengurangi penderitaan dan membatasi disabilitas tanpa

    melupakan keputusan pribadi. 2

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    7/27

    7 | P a g e

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi

    Resusitasi Jantung Paru yang biasa kita kenal dengan nama RJP atau Cardiopulmonary

    Resuscitation adalah usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi akibat

    terhentinya fungsi dan atau denyut jntung. Resusitasi sendiri berarti menghidupkan kembali,

    dimaksudkan sebagai usaha-usaha untuk mencegah berlanjutnya episode henti jantung menjadi

    kematian biologis. Dapat diartikan pula sebagai usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasn

    dan atau sirkulasi yang kemudian memungkinkan untuk hidup normal kembali setelah fungsi

    pernafasan dan atau sirkulasi gagal.3

    Keadaan henti nafas dan atau henti jantung ini bisa disebabkan karena korban mengalami

    serangan jantung (heart attack), tenggelam, tersengat arus listrik, keracunan, kecelakaan dan lain-

    lain. Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan transportasi

    oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh terutama organ vital akan

    mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan mengalami kerusakan.

    Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena otak hanya akan mampu

    bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan oksigen. Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otaktidak mendapat asupan oksigen dan glukosa maka otak akan mengalami kematiansecara

    permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban. Oleh karena itu GOLDEN PERIODE

    (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dibawah 10

    menit. Artinya dalam watu kurang dari 10 menit penderita yang mengalami henti napas dan henti

    jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan. Jika tidak, maka harapan hidup si korban

    sangat kecil. Adapun pertolongan yang harus dilakukan pada penderita yang mengalami henti

    napas dan henti jantung adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru / CPR.

    Catatan :

    1. Mati Klinis

    Tidak ditemukan adanya pernapasan dan denyut nadi, bersifat reversibel, penderita punya

    kesempatan waktu 4-6 menit untuk dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak.

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    8/27

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    9/27

    9 | P a g e

    berhenti atau satu-satu, dilatasi pupil, tak bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien tidak

    sadar. Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang

    bertujuan untuk: 5

    a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi. b. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang

    mengalami henti nafas atau henti jantung melalui resusitasi jantung paru (RJP).

    Resusitasi jantung paru terdiri dari dua tahap yaitu:

    a. Survei primer: dapat dilakukan oleh setiap orang.

    Tahapan pelaksanaan survei primer bantuan hidup dasar yang terbaru makin

    disederhanakan dengan mengutamakan sirkulasi daripada pemberian bantuan nafas,

    langkah-langkahnya terdiri dari CAB yaitu Circulation (penilaian denyut nadi),

    Airway (pembukaan jalan nafas), Breathing (Penilaian jalan nafas dan pemberian

    nafas bantuan). 2

    b. Survei sekunder: dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih dan

    merupakan lanjutan dari survei primer. 5

    2.3. Sistem Pernafasan dan Sirkulasi

    Tubuh manusia terdiri dari beberapa sistem, diantaranya yang utama adalah sistem

    pernafasan dan sistem sirkulasi. Kedua sistem ini merupakan komponen utama dalam

    mempertahankan hidup. Terganggunya salah satu fungsi ini dapat mengakibatkan ancaman

    kehilangan nyawa. Tubuh dapat menyimpan makanan untuk beberapa minggu dan menyimpan

    air untuk beberapa hari, tetapi hanya dapat menyimpan oksigen (O ) untuk beberapa menit saja.

    Sistem pernafasan mensuplai oksigen kedalam tubuh sesuai dengan kebutuhan dan juga

    mengeluarkan karbondioksida (CO 2). Sistem sirkulasi inilah yang bertanggungjawab

    memberikan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh. 7,8

    Komponen-komponen yang berhubungan dengan sirkulasi adalah:

    1. Jantung

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    10/27

    10 | P a g e

    2. Pembuluh Darah ( Arteri, Vena, Kapiler)

    3. Darah dan kompone-komponennya.

    Jantung berfungsi untuk memompa darah dan kerjanya sangat berhubungan erat dengan

    sistem pernafasan, pada umumnya semakin cepat kerja jantung semakin cepat pula frekuensi

    pernafasan dan sebaliknya. 7,8

    Jantung dapat berhenti bekerja karena banyak sebab, diantaranya:

    1. Penyakit jantung

    2. Gangguan pernafasan

    3. Syok

    4. Komplikasi penyakit lain: Stroke

    5. Penurunan kesadaran

    2.4. Resusitasi Jantung Paru

    Resusitasi yang berhasil setelah terjadinya henti jantung membutuhkan gabungan dari

    tindakan yang terkoordinasi yang ditunjukkan dalam Chain of Survival , yang meliputi :

    a. Pengenalan segera terhadap henti jantung dan aktivasi dari emergency response

    system

    b. RJP yang awal dengan menekankan pada kompresi dada

    c. Defibrilasi yang cepat

    d. Advanced life support yang efektif

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    11/27

    11 | P a g e

    e. Perawatan post-cardiac arrest yang terintegrasi

    RJP secara tradisional telah menggabungkan kompresi dan nafas buatan dengan tujuan

    untuk mengoptimalkan sirkulasi dan oksigenasi. Karakteristik penolong dan penderita dapat

    mempengaruhi aplikasi yang optimal dari komponen RJP. 8,9

    Semua orang dapat menjadi penolong untuk penderita henti jantung. Kompresi dada

    merupakan dasar dari RJP. Semua penolong, tanpa melihat telah mendapat pelatihan atau tidak,

    harus memberikan kompresi dada pada setiap penderita henti jantung. Karena sangat penting,

    kompresi dada harus menjadi tindakan awal pada RJP untuk setiap penderita pada semua usia.

    Penolong yang telah terlatih harus berkoordinasi dalam melakukan kompresi dada bersamaan

    dengan ventilasi, sebagai suatu tim. 8

    Sebagian besar henti jantung pada dewasa terjadi secara tiba-tiba, sebagai akibat darikelainan jantung, sehingga sirkulasi yang dihasilkan dari kompresi dada menjadi sangat penting.

    Berlawanan dengan hal itu, henti jantung pada anak-anak seringkali karena asfiksia, dimana

    membutuhkan baik ventilasi maupun kompresi dada untuk hasil yang optimal. Dengan demikian

    nafas buatan pada henti jantung menjadi lebih penting untuk anak-anak daripada untuk dewasa. 8

    2.5. Bantuan Hidup Dasar

    Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital

    seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung

    dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal. Resusitasi mencegah agar

    supaya sel-sel tidak rusak akibat kekurangan oksigen. Bantuan hidup dasar (Basic Life Support)

    atau resusitasi ABC atau resusitasi kardiopulmoner berarti menjaga jalan napas tetap paten (A),

    membuat napas buatan (B) dan membuat sirkulasi buatan dengan pijatan jantung (C). Tindakan

    ini dilakukan tanpa alat atau dengan alat yang sederhana dan harus dilakukan dengan cepat

    dalam waktu kurang dari 4 menit pada suhu normal secara baik dan terarah. 3

    a. Dalam fase I ini terdiri dari langkah yang di A ( airway ), B ( breathing ), C

    (circulation ).

    - A (airway ) : menjaga jalan nafas tetap terbuka

    - B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat

    - C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    12/27

    12 | P a g e

    b. Fase II : Advance Life Su pport (ALS), yaitu BLS ditambah dengan D ( drug ) dan E

    (EKG)

    - D ( drugs ) : pemberian obat-obatan termasuk cairan.

    Adrenalin

    Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan 0,5 1 mg iv

    diulang setelah 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan dapat

    meningkatkan pemakaian O 2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.

    Lidokain

    Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara

    meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis

    terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan arteri

    sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitassehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga

    efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang multi fokal dan episode takhikardi

    ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila

    perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg/menit, biasanya tidak lebih dari 4

    mg/menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).

    Sulfas Atropin

    Mengurangi tonus vagus, memudahkan konduksi atrio ventrikuler dan mempercepat

    denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna dalam mencegah arrest

    pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada

    hipotensi. Dosis yang dianjurkan mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam

    interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi >60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi

    2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.

    Isoproterenol

    Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat karena complete

    heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai 20mg/menit (1-10 ml

    larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut

    jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yang

    tidak berhasil diatasi dengan Atropine.

    Propranolol

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    13/27

    13 | P a g e

    Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk kasus-

    kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme

    jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat

    diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.

    Kortikosteroid

    Kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon sodium succinate atau 1mg/kgBB

    dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti

    jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100 mg methyl

    prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru

    seperti pneumonia post aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6

    jam.

    E ( EKG ) : diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin untuk mengetahuis

    fibrilasi ventrikel.

    c. Fase III : Prolonged Life Support (PLS), yaitu penambahan dari BLS dan ALS, G

    ( gauge ), H ( head ), I ( Intensive care ).

    - G ( gauge ) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara

    terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.

    - H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistem sarafdari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat

    dicegah terjadinya neurologic yang permanen.

    - I (Intensive Care ) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi :

    trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran

    pH, pCO 2 bila diperlukan dan tunjangan sirkulasi mengedalikan jika terjadinya

    kejang. 1,7

    Sebelum melakukan tahapan A (airway) terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada

    pasien/korban, yaitu:

    a. Memastikan keamanan lingkungan

    Aman bagi penolong maupun aman bagi pasien/korban itu sendiri.

    b. Memastikan kesadaran pasien/korban

    http://www.dokterbook.com/2012/06/14/pneumonia/http://www.dokterbook.com/2012/06/14/pneumonia/
  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    14/27

    14 | P a g e

    Dalam memastikan pasien/korban (memeriksa respon pasien/korban) dapat

    dilakukan dengan menyentuh atau menggoyangkan bahu pasien/korban dengan

    lembut dan mantap, sambil memanggil namanya atau Pak!!!/ Bu!!!!/

    Mas!!!/Mbak!!!, dll.

    c. Meminta pertolongan

    Bila diyakini pasien/korban tidak sadar atau tidak ada respon segera minta

    pertolongan dengan cara : berteriak tolong !!! beritahukan posisi dimana,

    pergunakan alat komunikasi yang ada, atau aktifkan bel/sistem emergency yang

    ada (bel emergency di rumah sakit).

    d. Memperbaiki posisi pasien/korban

    Tindakan BHD yang efektif bila pasien/korban dalam posisi telentang, berada

    pada permukaaan yang rata/keras dan kering. Bila ditemukan pasien/korbanmiring atau telungkup pasien/korban harus ditelentangkan dulu dengan

    membalikkan sebagai satu kesatuan yang utuh untuk mencegah

    cedera/komplikasi.

    e. Mengatur posisi penolong

    Posisi penolong berlutut sejajar dengan bahu pasien/korban agar pada ssat

    memberikan batuan nafas dan bantuan sirkulasi penolong tidak perlu banyak

    pergerakan.

    Gambar 1. Cek kesadaran dan Aktifkan Sistem Emergensi

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    15/27

    15 | P a g e

    2.5.1. A (AIRWAY) Jalan Nafas

    Jika diagnosis henti jantung telah ditegakkan, maka resusitasi harus segera dimulai.

    Letakkan pasien pada posisi telentang pada alas keras ubin atau selipkan papan jika pasien

    diatas kasur. Jika tonus otot pasien hilang, lidah akan menyumbat faring dan epiglottis

    akan menyumbat laring. Lidah dan epiglottis penyebab utama tersumbatnya jalan napas

    pada pasien tidak sadar. 3 Untuk menghindari hal ini, maka dilakukan beberapa tindakan

    atau parasat misalnya:

    1. Parasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin lift maneuver)

    Parasat ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong

    mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah, tangan lain mendorong dagu

    dengan hati-hati tengadah, sehingga hidung menghadap keatas dan epiglottis terbuka,

    sniffing position , posisi cium, posisi hirup. 3

    2. Perasat dorong rahang bawah (jaw-thrust maneuver)

    Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan pada

    sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher. Karena lidah melekat pada rahang bawah,

    maka lidah ikut tertarik dan jalan napas terbuka. 3

    Jika henti jantung terjadi diluar rumah sakit: letakan pasien dalam posisi terlentang,

    lakukan manuever triple airway (kepala tengadah, rahang didorong kedepan, mulut

    dibuka) dan jika mulut ada cairan, lender atau benda asing lainnya, bersihkan dahulu

    sebelum memberikan napas buatan. 3

    a) (b)

    Gambar 2. Pembebasan Jalan Nafas teknik Head tilt chin lift (a) dan tehnik jaw thrust manuver (b)

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    16/27

    16 | P a g e

    2.5.2. B (BREATHING) Bantuan Nafas

    Pasien dengan henti napas, tidurkan dalam posisi terlentang. Napas buatan tanpa alat

    dapat dilakukan dengan cara mulut ke mulut (the kiss of life, mouth-to-mouth), mulut ke

    hidung (mouth-to-nose) , mulut ke stoma trakeostomi atau mulut ke mulut via sungkup

    muka. 3

    a. Mulut ke mulut (mouth-to-mouth)

    Merupakan cara yang cepat dan efektif. Pada saat memberikan penolong tarik nafas

    dan mulut penolong menutup seluruhnya mulut pasien/korban dan hidung

    pasien/korban harus ditutup dengan telunjuk dan ibu jari penolong.Volume udara yang

    berlebihan dapat menyebabkan udara masuk ke lambung. 3

    Gambar 4. Pemberian nafas dari mulut ke mulut

    b. mulut ke hidung (mouth-to-nose) ,Direkomendasikan bila bantuan dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya

    pasien/korban mengalami trismus atau luka berat. Penolong sebaiknya menutup

    mulut pasien/korban pada saat memberikan bantuan nafas. 3

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    17/27

    17 | P a g e

    Gambar 5. Pernafasan dari mulut ke hidung

    c. mulut ke stoma trakheostomi

    Dilakukan pada pasien/korban yang terpasang trakheostomi atau mengalami

    laringotomi.3

    Gambar 6. Pernafasan mulut ke stoma.

    2.5.3. C (CIRCULATION) bantuan sirkulasi

    Terdiri dari 2 tahap :

    1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien/korban

    Ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher pasien/korban dengan cara dua

    atau tiga jari penolong meraba pertengahan leher sehingga teraba trakea, kemudian digeser ke

    arah penolong kira-kira 1-2 cm, raba dengan lembut selam 5 10 detik. Bila teraba penolong

    harus memeriksa pernafasan, bila tidak ada nafas berikan bantuan nafas 12 kali/menit. Bila

    ada nafas pertahankan airway pasien/korban. 7,8

    2. Memberikan bantuan sirkulasi

    Jika dipastikan tidak ada denyut jantung berikan bantuan sirkulasi atau kompresi jantungluar dengan cara:

    - Tiga jari penolong ( telunjuk,tengan dan manis) menelusuri tulang iga pasien/korban

    yang dekat dengan sisi penolong sehingga bertemu tulang dada (sternum ).

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    18/27

    18 | P a g e

    - Dari tulang dada (sternum) diukur 2- 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat

    untuk meletakkan tangan penolong, atau dengan kata lain, titik kompresi terletak pada

    1/3 bagian bawah tulang sternum.

    - Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan

    diatas telapak tangan yang lain. Hindari jari-jari menyentuh didnding dada

    pasien/korban.

    - Posisi badan penolong tegak lurus menekan dinding dada pasien/korban dengan tenaga

    dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman penekanan

    1,5 2 inchi ( 3,8 5 cm).

    - Tekanan pada dada harus dilepaskan dan dada dibiarkan mengembang kembali ke

    posisi semula setiap kali kompresi. Waktu penekanan dan melepaskan kompresi harus

    sama ( 50% duty cycle ).- Tangan tidak boleh berubah posisi.

    - Ratio bantuan sirkulasi dan bantuan nafas 30 : 2 baik oleh satu penolong maupun dua

    penolng. Kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit. Dilakukan selama 4 siklus.

    Tindakan kompresi yang benar akan menghasilkan tekanan sistolik 60 80 mmHg

    dan diastolik yang sangat rendah. Selang waktu mulai dari menemukan pasien/korban sampai

    dilakukan tindakan bantuan sirkulasi tidak lebih dari 30 detik. 8

    Gambar 7. Kompresi dada

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    19/27

    19 | P a g e

    2.5.4. D (DEFIBRILATION) terapi listrik

    Terapi dengan memberikan energi listrik dilakukan pada pasien/korban yang penyebab henti

    jantung adalah gangguan irama jantung. Penyebab utama adalah ventrikel takikardi atau

    ventrikel fibrilasi. Pada penggunaan orang awam tersedia alat Automatic External Defibrilation (AED). 3 Tahapan defibrilasi :

    - Nyalakan AED, pasang dan tempelkan AED sesegera mungkin- Ikuti petunjuk, lihat irama monitor.

    Bila irama yang terlihat pada monitor adalah fibrilasi ventrikel/ventrikel takikardia

    tanpa nadi, maka dilakukan pemberian kejut listrik dengan memilih energi sebesar

    360 J pada alat defibrilator monofasik atau 200 J pada alat bifasik. Listrik dialirkan

    dengan menekan tombol discharge (bergambar listrik) yang berada di kedua gagang.

    Segera lakukan RJP selama 2 menit (kurang lebih sebanyak 5 siklus). Setelah dua

    menit, lakukan evaluasi. Bila irama yang terlihat di monitor adalah irama yang harus

    diberikan kejut listrik yaitu VT tanpa nadi atau VF, maka dilakukan pemberian kejut

    listrik kembali. Bila irama yang terlihat asistol, maka lakukan RJP sebanyak 2 menit/

    5 siklus, selanjutnya lanjutkan sesuai algoritme PEA/asistole. 4

    - Minimalisir interupsi, kompresi baik sebelum atau sesudah kejut listrik.- Lanjutkan kompresi dada segera setelah kejut listrik (meminimalkan gangguan)

    PENILAIAN ULANG

    Sesudah 4 siklus ventilasi dan kompresi kemudian pasien/korban dievaluasi kembali :

    - Jika tidak ada denyut jantung dilakukan kompresi dan bantuan nafas dengan ratio 30 : 2

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    20/27

    20 | P a g e

    - Jika ada nafas dan denyut jantung teraba letakkan korban pada posisi sisi mantap

    (recovery position)

    - Jika tidak ada nafas tetapi teraba denyut jantung, berikan bantuan nafas sebanyak 12

    kali permenit dan monitor denyut jantung setiap saat.

    Gambar 8. Defibrilasi

    2.6. Panduan RJP 2010

    2.6.1. Menekankan pada RJP yang berkualitas secara terus menerus

    AHA Guidelines for CPR and ECC 2010 mengutamakan kebutuhan RJP yang berkualitas

    tinggi, hal ini mencakup:

    a. Kecepatan kompresi paling sedikit 100 x/menit (perubahan dari kurang lebih 100

    x/menit)

    b. Kedalaman kompresi paling sedikit 2 inchi (5 cm) pada dewasa dan paling sedikit

    sepertiga dari diameter anteroposterior dada pada penderita anak-anak dan bayi (sekitar

    1,5 inchi [4cm] pada bayi dan 2 inchi [5cm] pada anak-anak)

    Batas antara 1,5 hingga 2 inchi tidak lagi digunakan pada dewasa, dan kedalaman mutlak

    pada bayi dan anak-anak lebih dalam daripada versi sebelumnya dari AHA Guidelines for

    CPR and ECC

    c. Memberi kesempatan daya rekoil dada (chest recoil) yang lengkap setiap kali selesaikompresi

    d. Meminimalisasi gangguan pada kompresi dada

    e. Menghindari ventilasi yang berlebihan

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    21/27

    21 | P a g e

    Tidak ada perubahan dalam rekomendasi untuk rasio kompresi-ventilasi yaitu sebanyak

    30:2 untuk dewasa, anak-anak, dan bayi (tidak termasuk bayi yang baru lahir). AHA Guidelines

    for CPR and ECC 2010 meneruskan rekomendasi untuk memberikan nafas buatan sekitar 1

    detik. Begitu jalan nafas telah dibebaskan, kompresi dada dapat dilakukan secara terus menerus

    (dengan kecepatan paling sedikit 100 x/menit) dan tidak lagi diselingi dengan ventilasi. Nafas

    buatan kemudian dapat diberikan sekitar 1 kali nafas setiap 6 sampai 8 detik (sekitar 8-10 nafas

    per detik). Ventilasi yang berlebihan harus dihindari. 1,2

    2.6.2. Perubahan dari A-B-C menjadi C-A-B

    Perubahan yang utama pada BLS, urutan dari Airway-Breathing-Circulation berubah

    menjadi Compression-Airway-Breathing . Hal ini untuk menghindari penghambatan pada

    pemberian kompresi dada yang cepat dan efektif. Mengamankan jalan nafas sebagai prioritasutama merupakan sesuatu yang memakan waktu dan mungkin tidak berhasil 100%, terutama

    oleh penolong yang seorang diri.

    Mayoritas besar henti jantung terjadi pada dewasa dan penyebab paling umum adalah

    Ventricular Fibrilation atau pulseless Ventricular Tachycardia . Pada penderita tersebut, elemen

    paling penting dari Basic Life Support adalah kompresi dada dan defibrilasi yang segera. Pada

    rangkaian A-B-C, kompresi dada seringkali tertunda ketika penolong membuka jalan nafas untuk

    memberikan nafas buatan, mencari alat pembatas (barrier devices) , atau mengumpulkan

    peralatan ventilasi. Setelah memulai emergency response system hal berikutnya yang penting

    yaitu untuk segera memulai kompresi dada. Hanya RJP pada bayi yang merupakan perkecualian

    dari protokol ini, dimana urutan yang lama tidak berubah. Hal ini berarti tidak ada lagi look,

    listen, feel , sehingga komponen ini dihilangkan dari panduan. 1,2

    Dengan merubah urutan menjadi C-A-B kompresi dada akan dimulai sesegera mungkin

    dan ventilasi hanya tertunda sebentar (yaitu hingga siklus pertama dari 30 kompresi dada

    terpenuhi, atau sekitar 18 detik). Sebagian besar penderita yang mengalami henti jantung diluar

    rumah sakit tidak mendapatkan pertolongan RJP oleh orang-orang disekitarnya. Terdapat banyak

    alasan untuk hal tersebut, namun salah satu hambatan yang dapat timbul yaitu urutan A-B-C,

    yang dimulai dengan prosedur yang paling sulit, yaitu membuka jalan nafas dan memberikan

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    22/27

    22 | P a g e

    nafas buatan. Memulai pertolongan dengan kompresi dada dapat mendorong lebih banyak

    penolong untuk memulai RJP.

    Algoritme Bantuan Hidup Dasar (dikutip dari 2010 AHA Guidelines for cardiopulmonary

    resuscitation)

    2.6.3. Rata-rata kompresiSebaiknya dilakukan kira kira minimal 100 kali/ menit. Jumlah kompresi dada yang

    dilakukan per menit selama RJP sangat penting untuk menentukan kembalinya sirkulasi spontan

    (return of spontaneous circulation [ROSC]) dan fungsi neurologis yang baik. Jumlah yang tepat

    untuk memberikan kompresi dada per menit ditetapkan oleh kecepatan kompresi dada dan

    jumlah serta lamanya gangguan dalam melakukan kompresi (misalnya, untuk membuka jalan

    nafas, memberikan nafas buatan, dan melakukan analisis AED [ Automated Electrical

    Defibrilator ]).7,8,9

    Pada sebagian besar studi, kompresi yang lebih banyak dihubungkan dengan tingginya

    rata-rata kelangsungan hidup, dan kompresi yang lebih sedikit dihubungkan dengan rata-rata

    kelangsungan hidup yang lebih rendah. Kesepakatan mengenai kompresi dada yang adekuat

    membutuhkan penekanan tidak hanya pada kecepatan kompresi yang adekuat, tapi juga pada

    meminimalkan gangguan pada komponen penting dari CPR tersebut. Kompresi yang inadekuat

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    23/27

    23 | P a g e

    atau gangguan yang sering (atau keduanya) akan mengurangi jumlah total kompresi yang

    diberikan per menit.

    2.6.4. Kedalaman kompresi

    Untuk dewasa kedalaman kompresi telah diubah dari jarak 1 - 2 inch menjadi minimal2 inch (5 cm). Kompresi yang efektif (menekan dengan kuat dan cepat) menghasilkan aliran

    darah dan oksigen dan memberikan energi pada jantung dan otak. Kompresi menghasilkan aliran

    darah terutama dengan meningkatkan tekanan intrathorakal dan secara langsung menekan

    jantung. Kompresi menghasilkan aliran darah, oksigen dan energi yang penting untuk dialirkan

    ke jantung dan otak.

    2.6.5. RJP Dengan Tangan Saja (H ands Onl y CPR)

    Secara teknis terdapat perubahan dari petunjuk RJP 2005, namun AHA mengesahkan

    tehnik ini pada tahun 2008. Untuk penolong yang belum terlatih diharapkan melakukan RJP pada

    korban dewasa yang pingsan didepan mereka. Hands Only CPR (hanya dengan kompresi) lebih

    mudah untuk dilakukan oleh penolong yang belum terlatih dan lebih mudah dituntun oleh

    penolong yang ahli melalui telepon. Kompresi tanpa ventilasi (Hands Only CPR) memberikan

    hasil yang sama jika dibandingkan kompresi dengan menggunakan ventilasi. 7,8

    http://3.bp.blogspot.com/_EUrRZc4XR6Y/TNQPoHwVTBI/AAAAAAAAAVM/9LZNwq1O8v0/s1600/cpcr.jpg
  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    24/27

    24 | P a g e

    2.6.6. Identifikasi pernafasan agonal oleh pengantar (Di spatcher I dentif ication of A gonal

    Gasps)

    Penolong diajarkan untuk memulai RJP jika korban tidak bernafas atau sulit bernafas.

    Penyedia layanan kesehatan seharusnya diajarkan untuk memulai RJP jika korban tidak bernafas

    atau pernafasan yang tidak normal. Pengecekan kecepatan pernafasan seharusnya dilakukan

    sebelum aktivasi emergency response system . 1,2

    2.6.7. Penekanan krikoid

    Penekanan krikoid adalah suatu teknik dimana dilakukan pemberian tekanan pada

    kartilago krikoid penderita untuk menekan trakea kearah posterior dan menekan esophagus ke

    vertebra servikal. Penekanan krikoid dapat menghambat inflasi lambung dan mengurangi resiko

    regurgitasi dan aspirasi selama ventilasi dengan bag-mask namun hal ini juga dapat menghambatventilasi. Saat ini penggunaan rutin penekanan krikoid tidak lagi direkomendasikan. Penelitian

    menunjukkan bahwa penekanan krikoid dapat menghambat kemajuan airway dan aspirasi dapat

    terjadi meskipun dengan aplikasi yang tepat. 7

    2.6.8. Aktivasi Emergency Response System .

    Aktivasi emergency response system seharusnya dilakukan setelah penilaian respon

    penderita dan pernafasan, namun seharusnya tidak ditunda. Menurut panduan tahun 2005,

    aktivasi segera dari sistem kegawatdaruratan dilakukan setelah korban yang tidak merespon. Jika

    penyedia pelayanan kesehatan tidak merasakan nadi selama 10 detik, RJP harus segera dimulai

    dan menggunakan defibrilator elektrik jika tersedia. 7

    2.6.9 Tim Resusitasi

    Dibutuhkan suatu tim agar resusitasi berjalan dengan baik dan efektif. Misalnya : satu

    penolong mengaktifkan respon sistem kegawatdaruratan sedangkan penolong kedua melakukan

    kompresi dada, penolong ketiga membantu ventilasi atau memakaikan bag mask untuk

    membantu pernafasan dan penolong ke-empat mempersiapkan defibrilator. 8,9

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    25/27

    25 | P a g e

    Tabel perbandingan dasar BLS pada dewasa, anak-anak dan bayi (termasuk RJP pada neonatus).

    http://4.bp.blogspot.com/_EUrRZc4XR6Y/TNQQNojeHtI/AAAAAAAAAVQ/JPfbxalmqNM/s1600/table2.jpghttp://4.bp.blogspot.com/_EUrRZc4XR6Y/TNQQNojeHtI/AAAAAAAAAVQ/JPfbxalmqNM/s1600/table2.jpg
  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    26/27

    26 | P a g e

    BAB III

    KESIMPULAN

    Resusitasi jantung paru adalah usaha yang dilakukan untuk apa-apa yangmengindikasikan terjadinya henti nafas atau henti jantung . Kompresi dilakukan terlebih dahulu

    dalam kasus yang terdapat henti pernafasan atau henti jantung karena setiap detik yang tidak

    dilakukan kompresi merugikan sirkulasi darah dan mengurangkan survival rate korban. Prosedur

    RJP terbaru adalah kompresi dada 30 kali dengan 2 kali napas buatan. Fase-fase pada RJP adalah

    Bantuan Hidup Dasar, Bantuan Hidup Lanjut dan Bantuan terus-menerus. Sistem RJP yang

    dilakukan sekarang adalah adaptasi dan pembaharuan dari pedoman yang telah diperkenalkan

    oleh Peter Safar dan kemudiannya diadaptasi oleh American Heart Association.

  • 8/13/2019 referat rjp.docx

    27/27

    Daftar Pustaka

    1. American Heart Association. 2010. Part 4 Adult Basic Life Support in Circulation

    Journal.

    2. Subagjo A, Achyar, Ratnaningsih E, Sugiman T, Kosasih A, Agustinus R. 2011. Bantuan

    Hidup Jantung Dasar BCLS Indonesia . Edisi 2011. Jakarta : Perhimpunan Dokter

    Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI)

    3. Latief S.A. 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.

    4. Sunatrio S, Joenoerham J. 2004. Anestesiologi. Edisi I. Jakarta : Bagian Anestesiologi

    dan terapi Intensif FKUI. p. 157-8

    5. Siahaan, Olan SM. Resusitasi Jantung Paru dan Otak. Cermin Dunia Kedokteran. 1992.

    6. Wiryana IM, Sujana IBG, Sinardja K, Budiarta IG. Buku Ajar Ilmu Anestesia danReanimasi. Jakarta : Indeks. 2010.

    7. Miller RD. Anesthesia, 5th ed. Churcill Livingstone. Philadelphia. 2000.

    8. Peter Safar and the ABC of Resuscitation. Diakses dari

    http://en.wikipedia.org/wiki/ABC_(medicine)

    9. Peter J. Safar. Diaskes dari http://www.laerdalfoundation.org/dok/Peter_Safar.pdf

    http://en.wikipedia.org/wiki/ABC_(medicine)http://en.wikipedia.org/wiki/ABC_(medicine)http://www.laerdalfoundation.org/dok/Peter_Safar.pdfhttp://www.laerdalfoundation.org/dok/Peter_Safar.pdfhttp://www.laerdalfoundation.org/dok/Peter_Safar.pdfhttp://www.laerdalfoundation.org/dok/Peter_Safar.pdfhttp://en.wikipedia.org/wiki/ABC_(medicine)