Referat Ready 4

download Referat Ready 4

of 35

description

Trombosis - Haematology

Transcript of Referat Ready 4

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Trombosis merupakan salah satu masalah kesehatan utama baik di negara maju maupun negara berkembang. Insiden penyakit terkait dengan trombosis semakin meningkat setiap tahunnya. Selain peningkatan angka mortalitas dan morbiditas, menurunnya kualitas hidup dan produktivitas kerja serta hilangnya hari kerja juga merupakan hal yang menyebabkan peningkatan pembiayaan kesehatan yang terkait dengan trombosis ini.1,2

Trombosis merupakan penyebab kematian utama di Amerika Serikat. Sekitar 2 juta penduduk setiap tahunnya meninggal akibat trombosis arteri, vena, atau komplikasinya. Insiden tromboemboli vena di Amerika Serikat sekitar 100 per 100.000 orang per tahun dan meningkat seiring dengan bertambahnya umur, dua pertiga dari kasus tromboemboli vena adalah trombosis vena dalam dan sepertiganya adalah emboli paru dan sekitar 20% dari pasien dengan emboli paru meninggal sebelum terdiagnosis atau dalam hari pertama rawatan. Sementara data di Eropa, tromboemboli vena merupakan penyebab tingginya angka mortalitas, morbiditas, dan perawatan di rumah sakit. Berdasarkan data Eupean Union di enam negara Eropa di tahun 2004 didapatkan sekitar 317.000 orang meninggal yang dihubungkan dengan kejadian tromboemboli vena dengan rincian 34 % meninggal tiba-tiba, 59 % meninggal selama proses diagnosa, dan hanya 7% pasien meninggal yang sudah didiagnosa jelas dengan emboli paru sebelum pasien meninggal.3,4,5,6Trombosis adalah pembentukan suatu massa abnormal di dalam sistem peredaran darah makhluk hidup yang berasal dari komponen-komponen darah. Massa abnormal itu disebut trombus dan bila terlepas dari dinding bekuan darah yang terjadi in vitro atau yang terdapat di dalam rongga tubuh maupun yang terbentuk post mortem bukan merupakan suatu trombus. Teori mengenai patofisiologi trombosis sudah dikenal sejak abad 19. Pada tahun 1845 Virchow pertama kali mengemukakan adanya tiga faktor utama yang memegang peranan dalam patogenesis trombosis yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah. Ketiga faktor tersebut di atas disebut Triad of Virchow.1,7Berdasarkan komposisinya, trombus dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu white trombus yang biasanya terdapat di arteri dan terutama terdiri dari trombosit, red trombus yang ditemukan di vena terutama terdiri dari fibrin dan eritrosit, serta mixed thrombus yang komposisinya merupakan gabungan dari white thrombud dan red thrombus. Komposisi suatu trombus dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah di tempat trombus itu terbentuk. Pada umumnya trombus yang banyak mengandung trombosit terbentuk di daerah dengan aliran darah yang cepat, sedangkan trombus yang banyak mengandung eritrosit dan fibrin terbentuk di daerah statis.1Goldhaber pada tahun 2010 membagi faktor risiko tromboemboli vena menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi, faktor risiko yang berhubungan dengan perawatan di rumah sakit dan faktor genetik. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah obesitas, kebiasaan merokok, hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, dan nutrisi. Faktor risiko yang berhubungan dengan perawatan dirumah sakit adalah tindakan operasi, kanker, kegagalan jantung kongestif, penyakit paru obstruksi kronik, gagal ginjal kronik khususnya sindroma nefrotik. Sedangkan faktor genetik seperti faktor V Leiden, prothrombin mutasi gen dan anticardiolipin antibodi.8Kombinasi dari ketiga faktor Triad of Virchow merupakan patogenesis terjadinya tromboemboli vena. Peranan stasis vena memegang peranan penting dalam terbentuknya trombus pada vena, karena dapat menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktifitas faktor pembekuan darah sehingga memudahkan terbentuknya trombin. Inisiasi tromboemboli vena terutama muncul pada valve pocket sinus. Perubahan faktor-faktor pembekuan mekanisme kontrol pembekuan juga berperan penting, seperti pada Faktor V Leiden, defisiensi protein C dan S, dan defisiensi antithrombin. Sedangkan faktor dinding pembuluh darah lebih cendrung kepada terbentuknya trombosis arteri.1,9

Presentasi klinis dari tromboemboli vena yang utama adalah trombosis vena dalam dan emboli paru yang berhubungan dengan faktor risiko yang sama. Trombosis vena dalam adalah suatu keadaan yang ditandai dengan ditemukannya trombus di dalam vena dalam terutama pada tungkai bawah. Trombosis vena dalam adalah satu penyakit yang dapat menimbulkan kematian kalau tidak dikenal dan diobati secara efektif. Kematian terjadi sebagai akibat lepasnya trombus vena, membentuk emboli yang dapat menimbulkan kematian mendadak apabila sumbatan terjadi pada arteri di dalam paru-paru yang disebut dengan emboli paru.10,11,12Perkembangan strategi diagnostik terhadap trombosis vena dalam dan emboli paru berkembang dengan pesat. Trombosis vena dalam dan emboli paru merupakan dua manifestasi klinis yang sangat berbeda, tetapi memiliki satu entitas yang dinamakan dengan tromboemboli vena. Alat-alat diagnostik non-invasive seperti pengukuran D-dimer, ultrasonografi kompresi, dan multidetektor CT angiografi sudah berkembang luas. Hal ini telah mereduksi secara jelas penggunaan sarana diagnostik invasif seperti phlebografi dan pulmonary angiografi.13Antikoagualan merupakan terapi utama pada kasus-kasus tromboemboli vena. Pasien membutuhkan terapi antikoagulan secepat mungkin setelah diagnosis tromboemboli vene ditegakkan. Ada tiga opsi terapi antikoagulan parenteral yang bisa diberikan untuk terapi inisial pada tromboemboli vena akut yaitu unfractional heparin, low molecular weight heparin (LMWH) dan fondaparinux. Antikoagulan oral baru sebagai terapi tromboemboli vena akut telah mulai banyak juga digunakan.14 Buller et all (2012) pada studi The EINSTEIN-PE di Amerika Serikat mengadakan penelitian secara random terhadap 4.832 pasien yang mengalami emboli paru akut baik dengan atau tanpa trombosis vena dalam dan membandingkan pemberian rivaroxaban 15 mg 2 kali sehari selama 3 minggu kemudian dilanjutkan dengan 20 mg sekali sehari, dibandingkan dengan terapi standar dengan enoxaparin yang dilanjutkan dengan pemberian vitamin K antagonis didapatkan hasil bahwa terapi emboli paru dengan rivaroxaban tidak inferior dibandingkan dengan terapi standar enoxaparin.15Pencegahan terhadap munculnya trombus baru merupakan salah satu hal penting dalam penatalaksanaan tromboemboli vena. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan mengendalikan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Pemberian antikoagulan profilaks juga juga harus diberikan pada pasien-pasien dengan risiko tinggi terjadinya tromboemboli vena. American College of Physician pada tahun 2011 memberikan rekomendasi propilaksis tromboemboli vena pada pasien yang dirawat di rumah sakit berupa pemberian injeksi heparin pada pasien dengan resiko tinggi tromboemboli vena dan tidak beresiko perdarahan.8,16 Tromboemboli vena merupakan salah satu masalah kesehatan yang memerlukan perhatian yang serius dari kita bersama. Angka mortalitas dan morbiditas yang disebabkan penyakit ini masih tinggi. Sulitnya diagnosis dan penatalaksanaan masih menjadi masalah. Adanya faktor resiko yang bisa dikendalikan harus memberikan kita peluang untuk menekan angka penyakit ini. Untuk itu referat ini dibuat untuk memaparkan patogenesis dan penatalakasanaan tromboemboli vena.BAB IIFISIOLOGI HEMOSTASIS

Hemostasis adalah proses fisiologis untuk mempertahankan integritas vaskular dengan mempertahankan fluiditas darah dan mencegah keluarnya darah serta menghancurkan bekuan yang terbentuk setelah terjadinya restorasi pembuluh darah yang rusak. Komponen utama sistem hemostasis adalah sistem vaskuler, sistem trombosit dan sistem koagulasi.7,172.1 Sistem VaskulerPeran sistem vaskuler dalam mencegah perdarahan meliputi proses kontraksi pembuluh darah (vasokonstriksi) serta aktivasi trombosit dan pembekuan darah. Apabila pembuluh darah mengalami luka, maka akan terjadi vasokontriksi yang mula-mula secara reflektoris dan kemudian akan dipertahankan oleh faktor lokal seperti 5-hidroksitriptamin (5-HT), serotonin, dan epinefrin. Vasokontriksi ini akan menyebabkan pengurangan aliran darah besar masih diperlukan lain seperti trombosit dan pembekuan darah.7,17Pembuluh darah dilapisi oleh sel endotel. Apabila lapisan endotel rusak maka jaringan ikat dibawah endotel seperti serat kolagen, serat elastin dan membrana basalis terbuka sehingga terjadi aktivasi trombosit. Di samping itu terjadi aktivasi faktor pembekuan darah baik jalur intrinsik maupun jalur ekstrinsik yang menyebabkan pembekuan fibrin.7Adanya kerusakan endotel akan menyebabkan keluarnya endotelin 1 serta substansi lain yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi. Endotelin 1 berfungsi sebagai kemoatraktan, menarik leukosit dan trombosit. Sel endotel juga mengandung berbagai proteoglikan seperti hepatin sulfat, kondroitin sulfat, dermatan sulfat, dan trombomodulin. Proteoglikan ini akan berinteraksi dengan antitrombin untuk meningkatkan hambatan terhadap protease serin. Trombomodulin berfungsi sebagai reseptor trombin. Trombomudulin ini akan mengubah aktivitas prokoagulan dari trombin sehingga trombomodulin yang terikat dengan trombin kehilangan kemampuan untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin, mengaktifkan trombosit dan mengaktifkan faktor XIII.72.2 Sistem TrombositTrombosit mempunyai peran penting dalam hemostasis yaitu pembekuan dan stabilitas sumbat trombosit. Pembentukan sumbat trombosit terjadi melalui beberapa tahap yaitu adesi trombosit, agregasi trombosit dan reaksi pelepasan. Apabila pembuluh darah luka, maka sel endotel akan rusak sehingga jaringan ikat dibawah endotel akan terbuka. Hal ini akan mencetuskan adesi trombosit yaitu suatu proses dimana trombosit melekat pada permukaan asing terutama serat kolagen. Adesi trombosit sangat tergantung pada protein plasma yang disebut faktor von willebrands (vWF) yang disintesis oleh sel endotel dan megakariosit. Faktor ini berfungsi sebagai jembatan antara trombosit dan jaringan subendotel. Disamping melekat pada permukaan asing, trombosit akan melekat pada trombosit lain dan proses ini disebut sebagai agregasi trombosit.17 Agregrasi trombosit mula-mula dicetuskan oleh adenosin difospat (ADP) yang dikeluarkan oleh trombosit yang melekat pada serat subendotel. Agregasi yang terbentuk disebut agregasi trombosit primer dan bersifat reversible. Trombosit pada agregasi primer akan mengeluarkan ADP sehingga terjadi agregasi trombosit sekunder yang bersifat irreversible. Disamping ADP, untuk agregasi trombosit diperlukan ion kalsium dan ikatan diantara fibrinogen yang melekat pada dinding trombosit dengan perantara ion kalsium. Mula-mula ADP akan terikat pada reseptornya permukaan trombosit dan interaksi ini menyebabkan reseptor untuk fibrinogen terbuka sehingga memungkinkan ikatan antara fibrinogen dengan reseptor tersebut. Kemudian ion kalsium akan menghubungkan fibrinogen tersebut sehingga terjadi agregasi trombosit. Selain itu akan terjadi aktifasi enzin fosfolipase A2 sehingga fosfolipid yang terdapat pada dinding trombosit akan dipecah dan melepaskan asam arakhidonat. Asam arakhidonat akan diubah oleh enzim siklo-oksigenase menjadi prostaglandin G2 (PGG2) yang kemudian akan diubah menjadi prostaglandin H2 (PGH2) oleh enzim peroksidase. PGH2 akan diubah oleh enzim tromboksan sintetase menjadi tromboksan A2 (TxA2) yang akan merangsang agregasi trombosit. TxA2 akan segera diubah menjadi bentuk tidak aktif TxB2. Di dalam sel endotel akan terjadi proses yang sama, akan tetapi PGH2 akan diubah oleh enzim prostasiklin sintetase menjadi prostasiklin (PGI2) yang mempunyai efek berlawanan dengan TxA2.17Selama proses agregasi, terjadi perubahan bentuk trombosit dari bentuk cakram menjadi bulat disertai dengan pembentukan pseudopodi. Akibat perubahan bentuk ini maka granula trombosit akan terkumpul di tengah dan akhirnya akan melepaskan isinya. Proses ini disebut sebagai reaksi pelepasan dan memerlukan adanya enersi. Zat agregator lain seperti trombin, kolagen, epinefrin dan TxA2 dapat menyebabkan reaksi pelepasan. Tergantung zat yang merangsang, akan dilepaskan bermacam-macam substansi biologik yang terdapat di dalam granula padat dan granula alfa. Trombin dan kolagen menyebabkan pelepasan isi granula padat, alfa dan lisosom. Dari granula padat dilepaskan ADP, ATP, ion kalsium, serotonin, epinefrin dan nor-epinefrin. Dari granula alfa dilepaskan fibrinogen, vWF, FV, Platelet faktor 4 (PF4), beta tromboglobulin ( TG). Sedangkan dari lisosom dilepaskan bermacam-macam enzim hidrolase asam.17Masa agregasi trombosit akan melekat pada endotel, sehingga terbentuk sumbat trombosit yang menutup luka pada pembuluh darah. Walaupun masih permeabel terhadap cairan, sumbat trombosit mungkin dapat menghentikan perdarahan pada pembuluh darah kecil. Tahap terakhir untuk menghentikan perdarahan adalah pembentukan sumbat trombosit yang stabil melalui fibrin.1,42.3 Sistem Pembekuan DarahProses pembekuan darah terdiri dari rangkaian reaksi enzimatik yang melibatkan protein plasma yang disebut sebagai faktor pembekuan darah, fosfolipid dan ion kalsium. Faktor pembekuan darah dinyatakan dalam angka Romawi yang sesuai dengan urutan ditemukannya.17Tabel 2.1 Nomenklatur faktor pembekuan darah17

FaktorNamaSinonim

IFibrinogen-

IIProthrombin-

IIITissue faktorTissue Thromboplastin

IVIon kalsium-

VProaccelelerinLabile factor

VI--

VIIProconvertinStable factor

VIIIAntihemophilic factor (AHF)Antihemophilic globulin

IXPlasma Thromboplastin Component (PTC)Christmas factor

XStuart factorPrower factor

XIPlasma Thromboplastin Antecedent (PTA)Antihemophilic factor C

XIIHageman factorContact factor

XIIIFibrin Stabilizing factor (FSF)Fibrinase lorand factor

-High Molecular Weight Kininogen (HMWK)Fitzgerald factor

-Pre Kalikrein (PK)Fletcher factor

Teori yang banyak dianut untuk menerangkan proses pembekuan darah adalah teori cascade atau waterfall yang dikemukakan oleh Mac Farlane, Davic dan Ratnoff. Menurut teori ini tiap faktor pembekuan darah diubah menjadi bentuk aktif oleh faktor sebelumnya dalam rangkaian reaksi enzimatik. Faktor pembekuan beredar dalam darah sebagai prekursor yang akan diubah menjadi enzim bila diaktifkan. Enzim ini akan mengubah prekursor selanjutnya menjadi enzim. Jadi mula-mula faktor pembekuan darah bertindak sebagai substrat dan kemudian sebagai enzim.17Proses pembekuan darah mulai melalui dua jalur yaitu jalur instrinsik yang dicetuskan oleh aktivasi kontak dan melibatkan F.XII, FXI, FIX, F.VIII, HMWK, PK, platelet factor 3 (PF.3) dan ion kalsium, serta jalur ekstrinsik yang dicetuskan oleh tromboplastin jaringan dan melibatkan melibatkan F.VII, ion kalsium. Kedua jalur ini kemudian akan bergabung menjadi jalur bersama yang melibatkan F.X, F.V, PF.3, protombin dan fibrinogen.17Jalur intrinsik meliputi fase kontak dan pembentukan kompleks aktivator F.X. Adanya kontak antara F.XII dengan permukaan asing seperti kolagen akan menyebabkan aktivasi F.XII menjadi F.XIIa. Dengan adanya kofaktor HMWK, F.XIIa akan mengubag prekalikrein kalikrein yang akan meningkatkan aktivasi F.XII selanjutnya dengan adanya kofaktor HMWK. Disamping itu kalikrein akan mengaktifkan F.VII menjadi F.VIIa pada jalur ekstrinsik, serta mengubah kininogen menjadi kinin yang berperan dalam reaksi inflamasi. Jadi aktivasi F.XII disamping mencetuskan pembekuan darah baik jalur intrinsik maupun jalur ekstrinsik, juga mencetuskan sistem fibrinolitik dan kinin. Reaksi selanjutnya pada jalur intrinsik adalah interaksi nonenzimatik antara F.IXa, PF.3, F.VIII dan ion kalsium membentuk kompleks yang mengaktifkan F.X. Walaupun F.IXa dapat mengaktifkan F.X, tetapi dengan adanya PF.3, F.VIII dan ion kalsium maka reaksi ini akan dipercepat.17Jalur ekstrinsik terdiri dari reaksi tunggal di mana F.VII akan diaktifkan menjadi F.VII dengan adanya ion kalsium dan tromboplastin jaringan yang dikeluarkan oleh pembuluh darah yang luka. Akhir-akhir ini terbukti bahwa aktivasi F.VII menjadi F.VIIa dapat terjadi dengan adanya kalikrein. Hal ini membuktikan adanya hubungan antara jalur intrinsik dan ekstrinsik. Selanjutnya F.VIIa yang terbentuk akan mengaktifkan F.X menjadi F.Xa.17Jalur bersama meliputi pembentukan prothombin converting complex (protombinase), aktivasi protombin dan pembekuan fibrin. Reaksi pertama pada jalur bersama adalah perubahan F.X menjadi F.Xa oleh adanya kompleks yang terbentuk pada jalur intrinsik dan atau F.VIIa dari jalur ekstrinsik. FXa bersama F.V, PF 3 dan ion kalsium membentuk prothrombin converting complex yang akan mengubah protombin menjadi trombin. Trombin merupakan enzim proteolitik yang mempunyai beberapa fungsi yaitu mengubah fibrinogen menjadi fibrin, mengubah F.XIII menjadi F.XIIIa, meningkatkan aktivitas F.V dan F.VIII, merangsang reaksi pelepasan dan agregasi trombosit.17 Pada reaksi selanjutnya trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer. Seperti kita ketahui fibrinogen terdiri dari 3 pasang rantai polipeptida yaitu 2 alfa, 2 beta dan 2 gama. Trombin akan memecah rantai alfa dan beta pada N-terminal menjadi fibrinopeptida A, B dan fibrin monomer. Fibrin monomer. Fibrin monomer akan segera mengalami polimerisasi untuk membentuk fibrin polimer. Mula-mula fibrin polimer yang terbentuk bersifat tidak stabil karena mudah larut oleh adanya zat tertentu seperti urea. Sehingga disebut fibrin polimer soluble. Dengan adanya F.XIIIa dan ion kalsium, maka fibrin polimer soluble akan diubah menjadi fibrin polimer insoluble karena terbentuk ikatan silang antara 2 rantai gama dari fibrin monomer yang bersebelahan. Aktivasi F.XIII menjadi F.XIIIa terjadi dengan adanya trombin.17

2.4 FibrinolisisFibrinolisis adalah proses penghancuran deposit fibrin oleh sistem fibrinolitik sehingga aliran darah akan terbuka kembali. Sistem fibrinolitik terdiri dari tiga komponen utama yaitu plasminogen yang akan diaktifkan menjadi plasmin, aktivator plasminogen dan inhibitor plasmin. Aktivator plasminogen adalah subtansi yang dapat mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Menurut asalnya dibedakan menjadi aktivator intrinsik, ekstrinsik dan eksogen. Aktivator intrinsik terdapat di dalam darah seperti F.XIIa dan kalikrein. Aktivator ekstrinsik terdapat pada endotel pembuluh darah dan bermacam-macam jaringan, disebut tissue plasminogen activator (t-PA). Sedangkan aktivator eksogen contohnya adalah urokinase yang merupakan produk streptokokus beta hemolitikus.17

Aktivator plasminogen merupakan enzim proteolitik, kecuali streptokinase yang akan mengikat plasminogen membentuk kompleks streptokinase-plasminogen yang mempunyai aktivitas sebagai aktivator plasminogen. t-PA mempunyai afinitas tinggi terhadap fibrin dan ikatan ini akan meningkatkan aktivasi plasminogen menjadi plasmin. Inhibitor plasmin adalah subtansi yang macam antiplasmin terdapat di dalam plasma, seperti alfa-2 plasmin inhibitor, alfa-2 makroglobulin, alfa-1 antitripsin dan antitrombin (AT). Yang kerjanya paling cepat adalah alfa-2, plasmin inhibitor. Akhir-akhir ini dikenal juga inhibitor yang bekerja terhadap aktivator plasminogen yang disebut plasminogen activator inhibitor (PAI), yang diberi nomer urut oleh Internasional Committe on Thrombosis and Hameostasis. PAI-1 atau endothelial cell-type PAI adalah suatu glikoprotein yang disintesis oleh sel endotel. Disamping itu PAI-1 juga disintesis oleh kultur sel hati, sel melanoma, fibroblast paru-paru, sel fibrosarkoma, sel granulosa dan sel otot polos.17 Sistem fibrinolitik dicetuskan oleh adanya aktivator plasminogen yang akan memecah plasminogen menjadi plasmin. Aktivasi plasminogen terjadi melalui tiga jalur yang berbeda yaitu jalur intrinsik, jalur ekstrinsik dan jalur eksogen. Jalur intrinsik melibatkan F.XII, prekalikrein dan HMWK. Aktivasi F.XII menjadi F.XIIa yang akan mengubah prekalikrein menjadi kalikrein dengan adanya HMWK. Kalikrein yang terbentuk akan mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin, juga mengubah F.XII menjadi F.XIIa. Pada Jalur ekstrinsik aktivator yang terdapat di dalam jaringan atau endotel pembuluh darah akan dilepaskan ke dalam pembuluh darah bila terdapat amin vasoaktif dan protein C. Seperti kita ketahui sebagian besar plasminogen terikat pada fibrin dan sebagian lagi terdapat bebas di dalam plasma. Apabila plasminogen tersebut diaktifkan, akan terbentuk plasmin bebas dan plasmin yang terikat fibrin. Plasmin bebas akan segera dinetralkan oleh antiplasmin. Apabila plasmin bebas terdapat jumlah berlebihan sehingga melebihi kapasitas antiplasmin, maka plasmin merupakan enzim proteolitik yang akan memecah fibrin menjadi fragmen-fragmen yang disebut fibrin degradation products (FDP). Mula-mula terbentuk fragmen X yang pada proses selanjutnya akan dipecah menjadi fragmen Y dan D. Fragmen Y akan dipecah oleh plasmin menjadi fragmen D dan E. Pada umumnya FDP merupakan inhibitor pembekuan darah terutama fragmen Y yaitu dengan cara menghambat kerja trombin dan menghambat polimerisasi fibrin. Selain itu FDP juga mengganggu fungsi trombosit. Pada proses selanjutnya FDP akan dibersihkan dari sirkulasi darah oleh hati dan RES.17BAB IIIPATOGENESIS TROMBOSISTeori mengenai patogenesis trombosis sudah dikenal sejak abad 19. Pada tahun 1845 Virchow pertama kali mengemukakan adanya tiga faktor utama yang memegang peranan dalam patogenesis trombosis yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah. Ketiga faktor tersebut disebut Triad of Virchows. Pada waktu itu peranan trombosit dalam patogenesis trombosis belum diketahui. Baru pada tahun 1875 Zahn menemukan adanya akumulasi trombosit pada arteri yang terluka.1,12

Gambar 3.1. Triad of virchows12

Berdasarkan triad of virchows terdapat tiga faktor yang berperan dalam patofisiologi trombosis, yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan, tetapi besarnya peranan masing-masing faktor tidak sama. Pada trombosis arteri faktor yang paling penting adalah kelainan dinding pembuluh darah, sedang pada trombosis vena yang terpenting adalah adanya stasis dan hiperkoagulabilitas.1,123.1 Perubahan aliran darahPembuluh darah bukan merupakan saluran tunggal yang lurus, tetapi bercabang-cabang. Adanya pola percabangan ini menyebabkan aliran darah di dalamnya juga mengikuti pola percabangan. Trombosis arteri sering dimulai pada orifisium dan daerah percabangan, karena di tempat tersebut terjadi perubahan aliran darah. Daya hemodinamik sendiri dapat menyebabkan kerusakan endotel, selain itu perubahan aliran darah akan menimbulkan akumulasi zat-zat yang terdapat merusak dinding pembuluh darah.2Pada vena, aliran darah cenderung lambat, bahkan dapat terjadi stasis pada vena di tungkai yang mengalami immobilisasi. Stasis ini mengakibatkan gangguan mekanismen pembersih sehingga menimbulkan akumulasi faktor-faktor pembekuan yang aktif. Trombosis vena biasanya mulai di tempat yang mengalami stasis, misalnya pada daerah antara dinding vena dan katub yang disebut valve-pocket thrombi.2Kecepatan aliran darah dipengaruhi oleh viskositas darah. Faktor-faktor yang menentukan viskositas darah adalah nilai hematokrit, kemampuan eritrosit untuk berubah bentuk serta kadar fibrinogen dan protein-protein lain yang bermolekul besar. Bila nilai hematokrit naik dari 40% menjadi 50% maka viskositas naik dua kali. Untuk melewati pembuluh darah yang kecil, eritrosit harus mampu merubah bentuknya. Kemampuan berubah bentuk ini tergantung dari sifat membran eritrosit. Protein yang bermolekul besar seperti fibrinogen dan makroglobulin, maupun interaksinya dengan sel-sel darah sangat mempengaruhi viskositas. Interaksi eritrosit dengan protein-protein tersebut mengakibatkan pembentukan rouleaux yang akan meningkatkan viskositas darah.23.2 Peranan pembuluh darahSemua pembuluh darah, baik arteri, vena maupun kapiler dilapisi oleh endotel pada permukaan yang menghadap ke lumen. Endotel yang utuh bersifat non trombogenik. Hal ini disebabkan oleh beberapa substansi yang dihasilkan oleh endotel yaitu prostasiklin (PGI2), proteoglikan, enzim ADPase, aktivator plasminogen dan trombomodulin.2,12PGI2 adalah metabolit prostaglandin yang merupakan penghambat agregasi trombosit yang kuat. Mekanisme penghambatan ini melalui perangsangan adenilat siklase yang akan meningkatkan siklik AMP. Pembentukan PGI2 oleh endotel dirangsang antara lain oleh trombolin dan trauma mekanik. Pada bercak aterosklerotik pembentukan PGI2 berkurang. Demikian juga pada diabetes melitus, haemolytic uremic syndrome, thrombotic thrombocytopenic purpura, pre eklamsia, perokok dan adanya antikoagulan lupus.2,12Dinding pembuluh darah mengandung beberapa proteoglikan yaitu dermatan sulfat, heparan sulfat, chondroitin 4 sulfat, condroitin 6 sulfat dan asam hialuronat. Diantara zat-zat ini ada yang dapat menghambat agregasi trombosit. Heparan sulfat dan dermatan sulfat dapat berperan seperti heparin dalam meningkatkan inaktivasi trombin oleh antitrombin. Adanya enzim ADPase pada dinding pembuluh darah ikut mencegah pembentukan trombous dengan menghilangkan efek proagregasi ADP. Endotel dapat melepaskan aktivator plasminogen yang akan mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin yang selanjutnya akan memecah fibrin. Pelepasan aktivator plasminogen dirangsang oleh stimulus yang bersifat vasoaktif baik lokal maupun sistemik seperti iskemia, trombin, bradiklin, asetikolin, histamin, serotonin dan epinefrin. Kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan aktivator plasminogen berkurang. Endotel kapiler mengandung paling banyak aktivator plasminogen dari pada vena pada lengan, karena itu trombosis vena lebih sering terjadi pada tungkai dari pada lengan. Trombomodulin adalah protein yang berfungsi sebagai kofaktor dalam aktivasi protein C oleh trombin. Protein C aktif berfungsi sebagai antikoagulan dengan memecah F Va dan F VIIIa serta meningkatkan fibrinolisis.2Cedera minimal yang kronis dapat menyebabkan disfungsi endotel yaitu perubahan fungsi endotel yang disebabkan oleh stres oksidatif misalnya radikal bebas akibat rokok sigaret, stres hemodinamik misalnya hipertensi maupun oleh penyebab lain seperti dislipidemia, diabetes melitus, kelainan genetik, peningkatan kadar homosistein dan infeksi mikroorganisme seperti virus herpes dan chlamidya pneumaniae.2,12Pada trombosis vena, kerusakan endotel tidak memegang peranan penting, kecuali pada trombosis vena femoralis yang terjadi setelah operasi panggul. Pada operasi ini terjadi kerusakan jaringan yang luas dan melibatkan vena. Selain efek mekanik tindakan operasi, pemakaian alat protese juga dapat merusak dinding vena dan kerusakan ini berlangsung relatif lama. Penurunan tonus vena yang terjadi pada kehamilan dan pemakaian pil kontrasepsi akan menimbulkan stasis sehingga memudahkan terjadinya trombosis. Diduga hal ini karena efek ekstrogen.2,123.3 Perubahan daya beku darahDalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah dan sistem fibrinolisis maupun antara kedua sistem tersebut. Kecenderungan trombosis timbul bila aktivitas sistem pembekuan darah meningkat dan atau aktivitas sistem fibrinolisis menurun.2,12Menurut beberapa peneliti, darah penderita-penderita trombosis lebih cepat membeku dibandingkan orang normal. Keadaan tersebut disebut hiperkoagulabilitas. Ternyata pada penderita-penderita tersebut dijumpai trombositosis dan peningkatan kadar berbagai faktor pembekuan terutama fibrinogen, FV, VII, VIII dan X. Timbulnya trombosis vena dapat diinduksi dengan menyuntikkan serum ke dalam vena yang stasis, sedangkan stasis saja tidak cukup untuk menimbulkan trombosis. Hal ini menunjukkan bahwa adanya aktivasi ringan sistem pembekuan darah lebih penting dari pada peningkatan kadar faktor pembekuan darah. Efek trombogenik serum disebabkan oleh sistem pembekuan darah merupakan faktor utama pada patofisiologi trombosis vena. Aktivasi sistem pembekuan darah dapat terjadi karena masuknya tromboplastin jaringan ke dalam darah seperti operasi, trauma dan keganasan. Beberapa jenis tumor seperti karsinoma pankreas dapat menimbulkan kecenderungan trombosis vena adalah defisiensi AT, defisiensi protein C, defisiensi protein S, disfibrinogenemia kongenital, defisiensi F XII dan kelainan struktur plasminogen.2,12Defisiensi AT dapat terjadi secara bawaan maupun didapat. AT berfungsi menetralkan trombin, VIIa, IXa, Xa, XIa dan XIIa. Pada defisiensi AT, maka faktor-faktor pembekuan yang aktif tidak dinetralkan sehingga kencendrungan trombosis meningkat. Pada defisiensi AT bawaan, terjadi trombosis vena berulang yang dimulai sejak usia muda. Defisiensi AT yang didapat, dijumpai pada sirosis hati, sindroma nefrotik, pemakai pil kontrasepsi, setelah trombosis yang luas dan setelah pengobatan dengan heparin dosis tinggi. AT disintesis di hati sehingga pada sirosis hati produksinya menurun. Pada sindroma nefrotik terjadi kehilangan AT melalui urin karena kebocoran membranaglomeruli. Pada pemakai pil kontrasepsi yang mengandung estrogen terjadi penurunan aktivitas AT yang bersifat reversible. Mekanisme terjadinya hal ini belum diketahui dengan jelas. Setelah trombosis yang luas, AT banyak terpakai untuk menetralkan faktor-faktor yang aktif sehingga aktivitasnya berkurang.Demikian pula setelah pengobatan dengan heparin dosis tinggi AT banyak terpakai karena heparin tidak dapat bekerja tanpa AT.2,12Protein C adalah suatu protein yang dibentuk di hati dan pembentukannya memerlukan vitamin K. Protein ini setelah diaktifkan oleh trombin dengan bantuan trombomodulin dapat menghambat aktivitas F Va dan F VIIIa serta meningkatkan fibrinolisis. Oleh karena itu pada defisiensi protein C secara bawaan akan terjadi trombosis vena yang berulang-ulang. Demikian pula pada defisiensi S merupakan kofaktor protein C.2,12Pada defisiensi F XII tidak terdapat gejala perdarahan, melainkan kecenderungan trombosis. Mungkin hal tersebut berkaitan dengan peranan F XII pada aktivitas fibrinolisis berkurang. Kelainanan struktur molekul plasminogen mengakibatkan aktivitas fibrinolisis berkurang sehingga menimbulkan kecenderungan trombosis.2Trombosit, leukosit dan eritrosit juga ikut berperan dalam hal menimbulkan trombosis, karena di samping dapat mengeluarkan oksigen radikal yang dapat merusak endotel, leukosit juga mengandung tromboplastin. Selain itu leukosit juga merangsang agregasi trombosit dengan mengeluarkan platelet activating factor (PAF). Eritrosit banyak mengandung ADP dan fosfolipid, hal ini mungkin dapat menerangkan terjadinya trombosis pada penderita paroxysmal nocturnal hemoglobinuria.2,123.4 Faktor-faktor risiko untuk trombosis venaBerdasarkan ketiga faktor yang dijelaskan sebelumnya, faktor utama yang berperan terhadap terjadinya trombosis vena adalah perubahan aliran darah berupa statis aliran darah dan perubahan daya beku darah dengan meningkatnya aktifitas pembekuan darah. Faktor kerusakan dinding pembuluh darah relatif berkurang berperan terhadap timbulnya trombosis vena dibandingkan trombosis arteri. Sehingga setiap keadaan yang menimbulkan statis aliran darah dan meningkatkan aktifitas pembekuan darah dapat menimbulkan trombosis vena. Faktor risiko tersebut antara lain:7,8a. Immobilisasib. Tindakan operasi yang lama

c. Kontrasepsi oral

d. Trauma jaringan yang luase. Keganasan

f. Kehamilang. Antiphospholipid syndrome (APS)h. Activated protein C resistancei. Defisiensi antitrombinj. Defisiensi protein C dan protein Sk. Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria

Cushman pada tahun 2007 membagi faktor risiko untuk trombosis vena antara lain dengan faktor resiko yang bisa dimodifikasi, faktor resiko yang bersifat temporer dan faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi. Faktor resiko yang bisa dimodifikasi adalah obesitas, homasistein. Faktor resiko yang bersifat temporer adalah perawatan di rumah sakit, trauma, immobiltas, cancer dan faktor resiko yang yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor genetik.2

American Family Physician tahun 2012 membagi faktor risiko tromboemboli vena menjadi tiga bagian yaitu, faktor risiko kuat diantaranya fraktur tungkai, terapi pengganti lutut atau tungkai, operasi besar, trauma yang luas, dan trauma pada tulang belakang. Faktor resiko sedang meliputi kemoterapi, penyakit vena sentral, penyakit jantung congestiv dan gagal nafas, terapi hormon, keganasan, kontrasepsi oral, stroke, kehamilan, riwayat trombosis vena sebelumnya dan trombopilia. Faktor risiko lemah meliputi tirah baring lebih dari tiga hari, immobilisasi karena duduk lebih dari 8 jam seperti pada perjalanan, umur, obesitas, dan varises vena.4BAB IVDIAGNOSIS TROMBOEMBOLI VENA4.1 Diagnosis trombosis vena dalamAnamnesa dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting dalam pendekatan pasien dengan dugaan trombosis. Keluhan utama pasien dengan trombosis vena dalam adalah kaki yang bengkak, nyeri, panas dan kemerahan. Pada beberapa kasus, kadang-kadang bisa bersifat asimtomatis dan tidak mempunyai gejala yang spesifik. Adanya trauma pada tungkai, infeksi, penyakit arteri perifer, penyakit vena lainya dapat memiliki klinis yang menyerupai trombosis vena dalam. Riwayat penyakit sebelumnya merupakan hal penting karena dapat diketahui faktor resiko dan riwayat trombosis sebelumnya. Adanya riwayat trombosis dalam keluarga juga merupakan hal penting.3,4,19,20

Gambar 4.1. Trombosis vena dalam pada tungkai kiri Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda klinis yang klasik tidak selalu ditemukan. Gambaran klasik dari trombosis vena dalam adalah edema tungkai uni lateral, eritema, hangat, nyeri, dapat diraba pembuluh darah superfisial, dan tanda Hoffman yang pasitif.3,4Menegakkan diagnosis trombosis vena dari gejala klinis saja terkadang kurang sensitif dan kurang spesifik karena banyak kasus trombosis vena yang besar tidak menimbulkan penyumbatan dan peradangan jaringan perivaskuler sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala. Oleh karena itu, pasien yang dicurigai trombosis vena dalam harus dilakukan penentuan kemungkinan adanya trombosis dahulu. Skor Wells telah tervalidasi dan digunakan untuk mengkategorisasi pasien dengan kemungkinan rendah, sedang ataupun tinggi untuk menderita penyakit ini.4,19,20Tabel 4.1. Skor Wells untuk trombosis vena dalam4

Peranan pemeriksaan penunjang sangat membantu dalam menegakkan diagnosis trombosis vena dalam. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis trombosis vena dalam, yaitu pemeriksaan D-Dimer, ultrasonografi, venografi, Flestimografi impendans, dan magnetic resonance imaging (MRI). Pemeriksaan D-Dimer bertujuan untuk mengukur kadar D-Dimer dalam darah. Peningkatan D-Dimer merupakan indikator adanya trombosis yang aktif. Pemeriksaan ini sensitif, tetapi tidak spesifik, dan sebenarnya lebih berperan untuk menyingkirkan adanya trombosis jika hasilnya negatif. Pemeriksaan ini mempunya sensitifitas lebih dari 95% dengan spesifisitas yang rendah.4,20,21

Ultrasonografi vena merupakan pemeriksaan pencitraan pilihan untuk dignosis trombosis vena dalam. Pemeriksaan ini tidak invasif, aman, relatif tersedia dan tidak mahal. Ada 3 tipe ultrasonografi vena, yaitu ultrasonografi kompresi, duplex ultrasonografi ( imaging dan doppler ) dan ultrasonografi doppler. Pada akhir abad ini, penggunaan ultrasonografi berkembang dengan pesat, sehingga adanya trombosis vena dapat di deteksi dengan ultrasonografi, terutama ultrasonografi doppler. Pemeriksaan ini menggunakan gelombang suara untuk membentuk gambaran aliran darah melalui pembuluh darah arteri dan pembuluh darah vena pada tungkai yang terkena. Pemeriksaan ini memberikan hasil sensivity 95% dan spesifity 93,9%. 20,21

Venografi masih merupakan pemeriksaan standar untuk trombosis vena. Akan tetapi teknik pemeriksaannya relatif sulit, mahal dan bisa menimbulkan nyeri dan terbentuk trombosis baru sehingga tidak menyenangkan penderitanya. Prinsip pemeriksaan ini adalah menyuntikkan zat kontras ke dalam di daerah dorsum pedis dan akan kelihatan gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal sampai ke proksimal ke vena iliaca. Pemeriksaan ini tidak terlalu direkomendasikan, dan dilakukan ketika kecurigaan adanya trombosis vena dalam tidak ditemukan dengan pemeriksaan non-invasif.4,21Prinsip pemeriksaan Flestimografi impendans adalah mengobservasi perubahan volume darah pada tungkai. Pemeriksaan ini lebih sensitif pada tombosis vena femoralis dan iliaca dibandingkan vena di betis. Pemeriksaan ini memiliki sensitifitas 91% dan spesifisitas 96%.4,21Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) merupakan salah satu modalitas diagnostik yang sangat sensitif untuk mendeteksi adanya trombosis vena dalam pada pelvis dan extremitas atas. Pemeriksaan ini merupakan pilihan utama pada pasien dicurigai trombosis vena dalam pada vena iliaka atau vena cava ketika CT venografi kontra indikasi. Pemeriksaan ini tidak memeliki resiko radiasi, akan tetapi masih merupakan pemeriksaan yang mahal.21American Family Physician pada tahun 2012 mengeluarkan algoritma diagnosis trombosi vena dalam. Dalam algoritma ini, pasien yang dicurigai menderita trombosis vena dalam dilakukan pemeriksaan skor Wells untuk melihat resiko terjadinya trombosis vena dalam. Setelah itu, pemeriksaan D-dimer dan ultrasonografi kompresi sangat memiliki peranan penting.4

Gambar 4.2. Algoritma diagnosis trombosis vena dalam44.2 Diagnosis emboli paru

Diagnosis trombosis vena dalam dapat ditegakkan berdasarkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada emboli paru pasien umumnya mengeluh nyeri dada mendadak, sesak nafas, hemoptisis, banyak keringat dan gelisah. Pada kasus-kasus emboli paru yang masiv bisa menyebabkan kegagalan hemodinamik berupa hipotensi dan syok. Pada kasus-kasus emboli paru yang minimal yang hanya segmental dan subsegmental kadang hanya menimbulkan keluhan yang minimal dan bahkan asimtomatis. Keluhan-keluhan ini dapat menyerupai nyeri dada pada sindrom koroner akut, sehingga diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan evaluasi yang lebih cermat.3,4,21Tabel 4.2. Keluhan pada emboli paru6

Kecurigaaan adanya emboli paru bisa dinilai dengan pemeriksaan prediksi klinik. Ada beberapa pemeriksaan prediksi klinik yang bisa dilakukan, yaitu skor wells untuk emboli paru, skor Geneva , PERC (pulmonary embolism rule-out criteria) dan PISA-PED (prospective investigative studi of acute pulmonary embolism diagnosis). Diantara semua skor tersebut, tidak ada kriteria tunggal yang lebih superior. Akan tetapi skor Wells sudah digunakan secara luas untuk memprediksi adanya emboli paru.4 Tabel 4.3. Skor Wells untuk emboli paru4

Pemeriksaan penunjang sangat dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis emboli paru. Beberapa pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, radiologi dan elekrokardiografi dapat membantu menegakkan diagnosa. Peningkatan D-Dimer merupakan indikator adanya trombosis yang aktif. Pemeriksaan ini sensitif, tetapi tidak spesifik, dan sebenarnya lebih berperan untuk menyingkirkan adanya trombosis jika hasilnya negatif. Pemeriksan D-Dimer tidak dapat digunakan secara tunggal untuk memprediksi adanya emboli paru, karena memiliki spesifisitas yang rendah, karena D-Dimer juga dapat meningkat pada kondisi seperti adanya kanker, inflamasi, perdarahan, trauma, operasi dan nekrosis jaringan.3,5

Troponin baik itu troponin I dan troponin T dapat diasosiasikan dengan kemungkinan prognosis pada emboli paru akut. Pada beberapa penelitian didapatkan adanya hubungan antara peningkatan troponin dengan angka mortalitas pada emboli paru. Selain itu, peningkatan natriuretic peptide baik itu brain natriuretic peptide (BNP) maupun N-terminal pro-BNP memiliki prediksi tingginya angka mortalitas.6

Foto rontgen toraks biasanya menunjukkan kelainan, walaupun tidak jelas, non spesifik dan tidak memastikan diagnosis. Gambaran yang nampak berupa atelektasis atau infiltrat. Gambaran lain dapat berupa konsolidasi, perubahan letak diafragma, penurunan gambaran vaskuler paru, walaupun dapat dijumpai normal pada 40% kasus.3Temuan elektrokardiografi tidak spesifik. Elektrokardiogram normal tidak menyingkirkan diagnosis emboli paru, bila ditemukan perubahan, seringkali dapat berupa:6a. Sinus takikardi atau atrial aritmia

b. Low voltage

c. Q wave di lead III dan AVF (pseudoinfarction)

d. S1Q3T3 pattern

e. Qr pattern di V1

f. P pulmonal

g. Right axis deviasi

h. QT prolongation

i. RBBB komplit atau inkomplit1. Ekhokardiografi

Pada emboli paru akut, adanya overload dan peningkatan tekanan serta disfungsi ventrikel kanan dapat dideteksi dengan pemeriksaan ekhokardiografi. Pemeriksaan ekhokardiografi tidak terlalu spesifik, karena disfungsi ventrikel kanan bisa saja disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit paru kronik dan hasil yang negatif pada ekhokardiografi tidak dapat menyingkirkan adanya emboli paru. Hasil yang positif pada pemeriksaan ekhokardiografi juga menunjukan buruknya prognasis pasien dengan meningkatnya angka mortalitas.5,6

Multidetektor Computed tomografi (CT) angiografi merupakan modalitas diagnosis imaging utama pada pasien dengan emboli paru di Amerika Serikat. Pemeriksaan ini digunakan pada pasien yang dicurigai menderita emboli paru dengan D-dimer positif atau dengan tinggi pada pemeriksaan prediksi klinis emboli paru. Pemeriksaan ini dilaporkan memiliki validitas yang sama dengan diagnosis emboli paru dengan pulmonari angiografi konvensional dan ventilasi-perfusi (V/Q) scaning. Pada pasien dengan intermediet dan resiko tinggi emboli paru, pemeriksaan CT angiografi memiliki nilai prediksi positif 92-96%.4,5

Pulmonari angiografi sudah lama menjadi standar pemeriksaan untuk diagnosis emboli paru. Namun, pemeriksaan ini sekarang sudah jarang dilakukan karena pemeriksaan CT angiografi lebih kurang invasif tapi memberikan hasil akurasi yang sama dengan pemeriksaan pulmonari angiografi. Pulmonari angiografi sering digunakan pada penatalaksaan emboli akut langsung dengan kateter perkutaneus. Diagnosis emboli paru ditegakkan dengan menilai adanya trombus yang terlihat dengan gambaran filling defect atau terputusnya cabang-cabang arteri pulmonalis.4,5

American Family Physician tahun 2012 merekomendasikan skema diagnosis emboli paru. Pada skema ini digambarkan pentingnya penilaian awal terhadap kemungkinan trombosis dan diikuti dengan pemeriksaan penunjang lainnya.24

Gambar 4.4. Algoritma diagnosis emboli paru4BAB VPENATALAKSANAAN TROMBOEMBOLI VENA5.1 Penatalaksanaan trombosis vena dalamPenatalaksanaan trombosis vena dalam harus segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Tujuan terapi trombosis vena dalam adalah:3,21 Menghentikan bertambahnya trombus

Membatasi bengkak yang progresif pada tungkai

Melisiskan atau membuang trombus dan mencegah disfungsi vena sindrom pasca trombosis

Mencegah terjadinya emboli

5.1.1 Terapi antikoagulan

Antikoagulan merupakan terapi utama pada kasus-kasus tromboemboli vena. Ada beberapa jenis antikoagulan yang dapat digunakan pada terapi trombosis vena dalam, diantaranya, unfractionated heparin (UFH), low molecular weight heparin, fondaparinux, vitamin K antagonis, dan antikoagulan oral baru. Unfractionated heparin (UFH) sudah lama digunakan sebagai terapi trombosis vena dalam pada saat awal. Mekanisme kerja obat ini adalah dengan meningkatkan kerja antitrombin III sebagai inhibitor faktor pembekuan dan melepaskan tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dari dinding pembuluh darah. Terapi ini diberikan dengan bolus 80 IU/kgBB intravena dilanjutkan dengan infus 18 IU/kgBB dengan pemantauan nilai activated partial tromboplastin time (APTT) sekitar 6 jam setelah bolus untuk mencapai target APTT 1,5-2,5 kali nilai kontrol dan kemudian dipantau sedikitnya setiap hari. 3,6,22

Pemberian UFH dapat diberikan 5-10 hari. UFH dapat dihentikan setelah 4-5 hari pemberian kombinasi dengan warfarin dengan INR 2.0-3.0. Sebelum memulai terapi UFH, APTT, protrombin time (PT), dan jumlah trombosit harus diperiksa, terutama pada pasien dengan resiko perdarahan yang tinggi atau dengan gangguan hati dan ginjal. Berikut adalah tabel dosis UFH berdasarkan nilai APTT dan berat badan pasien:6Tabel. 5.1. Dosis UFH berdasarkan nilai APTT dan berat badan

Low molecular weight heparin (LMWH) merupakan antikoagulan parenteral bekerja lebih besar pada inhibitor faktor Xa dan sedikit efek pada antitrombin III dalam hal sebagai antikoagulan. LMWH dapat diberikan satu atau dua kali sehari secara subkutan dan mempunyai efikasi yang baik. American Heart Association (AHA) pada tahun 2011 merekomendasikan pemberian LMWH dengan dosis 1mg/kgBB/hari subkutan 2 kali sehari atau 1,5 mg/kg satu kali per hari. Keuntungan dari LMWH adalah resiko perdarahan yang lebih kecil dan tidak memerlukan pemantauan laboratorium yang sering dibanding UFH, kecuali pada pasien tertentu seperti gagal ginjal dan obesitas.3,6

Fondaparinux merupakan sintetik pentasakarida analog yang bekerja sebagai inhibitor faktor Xa secara tidak langsung. American Heart Association pada tahun 2011 merekomendasikan pemberian dosis 5 mg sekali sehari untuk pasien dengan berat badan < 50 kg dan 7,5 mg untuk pasien 50-100 kg secara subkutan.6,21

Pemberian antikoagulan vitamin K antagonis sebagai terapi awal pada trombosis vena dalam tidak direkomendasikan. Obat ini diberikan bersama-sama saat terapi koagulan parenteral akan dihentikan dengan pemantauan international normalised ratio (INR). Target INR dari terapi warfarin adalah 2-3. Lama pemberiannya sangat bervariasi, tergantung pada faktor resiko trombosis vena dalam pada pasien tersebut. Berikut adalah tabel dosis warfarin sesuai dengan target INR 3,11,21Tabel 5.2. Dosis warfarin sesuai dengan target INR

Penelitian mengenai penggunaan antikoagulan oral baru sudah banyak dilakukan sebagai terapi tromboemboli vena. Antikoagulan oral baru terdiri dari direct trombin inhibitor seperti darbigtran dan anti Xa seperti seperti rivaroxaban, apixaban dan edoxaban. Beberapa studi yang dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa antikoagulan baru memiliki efek yang sama sama bagusnya dalam hal sebagai terapi tromboemboli vena dan bahkan lebih bagus mengurangi efek samping perdarahan pada pasien.23

Buller et all (2013) pada studi The Hokusai-VTE di Amerika Serikat mengadakan penelitian secara random terhadap 4.921 pasien yang mengalami trombosis vena dalam dan 3.319 pasien dengan emboli paru yang telah mendapat terapi inisial dengan hepari, membandingkan pemberian edoxaban 60 mg sekali sehari, dibandingkan dengan terapi standar warfarin. didapatkan hasil bahwa pemberian terapi edoxaban setelah terapi inisial dengan heparin tidak inferior dibandingkan dengan terapi standar warfarin dan secara signifikan menurunkan angka efek samping perdarahan pada pemberian antikoagulan.245.1.2 Terapi trombolitik

Terapi ini bertujuan untuk melisiskan trombus secara cepat dengan cara mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Trombolitik yang biasa digunakan adalah tissue plasminogen actvator, streptokinase, dan urokinase. Terapi ini jarang dilakukan dan umumnya hanya efektif pada fase awal dan penggunaanya harus benar-benar dipertimbangkan secara baik karena mempunyai efek resiko perdarahan tiga kali lipat dibandingkan dengan teerapi antikoagulan saja. Pada umumnya terapi ini hanya dilakukan pada trombosis vena dalam dengan oklusi total, terutama pada iliofemoral.3,215.1.3 Terapi kompresi

Terapi kompresi dengan menggunakan stoking elastis bertujuan untuk mencegah stasis vena, mengurangi bengkak dan nyeri pada tungkai, sebagai preventif timbulnya trombus baru dan mencegah timbulnya sindrom pos trombosis. Pemasangan stoking elastis dengan tekanan 30-40 mmHg pada ankel kaki sampai pangkal paha. Terapi ini dapat diberikan secara bersamaan dengan terapi lain. Japanese Circulation Society tahun 2011 tetap merekomendasikan terapi kompresi pada pasien trombosis vena dalam.10,21,225.1.4 Trombektomi

Indikasiopen surgical thrombectomy antara lain adalah trombosis vena iliofemoral akut tetapi terdapat kontraindikasi trombolitik atau gagal dengan trombolitik maupunmechanical thrombectomy, lesi yang tidak dapat diakses oleh kateter, lesi dimana trombus sukar dipecah dan pasien yang dikontraindikasikan untuk penggunaan antikoagulan. Setelah tindakan pembedahan, heparin diberikan selama 5 hari dan pemberian warfarin harus dimulai 1 hari setelah operasi dan dilanjutkan selama 6 bulan setelah pembedahan. Untuk hasil yang maksimal tindakan pembedahan sebaiknya dilakukan kurang dari 7 hari setelah onset trombosis vena dalam.225.2 Penatalaksanaan emboli paru

Emboli paru merupakan salah satu kegawatdaratan medis yang harus ditangani dengan segera. Berdasarakan ada tidaknya syok pada pasien, ESC tahun 2014 membagi emboli paru menjadi 2 bagian yang sangat mempengaruhi alur penanganan pasien.65.2.1 Tindakan untuk memperbaiki keadaan umum dan hemodinamik

Kegagalan jantung kanan akut menyebabkan menurunnya perfusi sistemik yang meningkatkan angka kematian pada pasien emboli paru. Keadaan ini menyebabkan kita untuk menjaga keadaan vital pasien sebagai akibat dari kegagalan jantung kanan pada emboli paru. Penelitian yang mengindikasikan pemberian cairan yang agresif tidak menguntungkan dan bahkan tambah memburuknya fungsi jantung kanan. Pemberian vasopresor sangat diperlukan dan bisa diberikan bersamaan dengan terapi lain terhadap emboli paru untuk menstabilkan hemodinamik. Pemberian oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksemia juga diperlukan.55.2.2 Terapi antikoagulan

Pada pasien dengan emboli paru, antikoagulan merupakan terapi utama yang direkomendasikan. Lama pemberian antikoagulan minimal selama 3 bulan. Pada fase akut, antikoagulan parenteral yang paling direkomendasikan. Antikoagulan parenteral yaitu UFH, LMWH dan fondaparinux yang diberikan selama 5-10 hari. Pemberian terapi antikogulan parenteral harus diberikan bersamaan dengan terapi koagulan oral sebelum dilanjutkan dengan terapi antikoagulan oral tunggal.5

Unfractionated heparin (UFH), LMWH, dan fondaparinux merupakan antikoagulan parenteral yang digunakan pada terapi awal pada emboli paru. Dosis dan lama pemberian sama dengan pemberian antikogulan parenteral pada trombosis vena dalam. UFH diberikan dengan dosis awal bolus 80 IU/kgBB intravena dilanjutkan dengan infus 18 IU/kgBB dengan pemantauan nilai activated partial tromboplastin time (APTT) sekitar 6 jam setelah bolus untuk mencapai target APTT 1,5-2,5 kali nilai kontrol dan kemudian dipantau sedikitnya setiap hari. LMWH dengan dosis 1mg/kgBB/hari subkutan 2 kali sehari atau 1,5 mg/kg satu kali per hari. Fondaparinux diberikan dengan ndosis 5 mg sekali sehari untuk pasien dengan berat badan < 50 kg dan 7,5 mg untuk pasien 50-100 kg secara subkutan.5,6,22

Pemberian antikoagulan vitamin K antagonis sebagai terapi awal pada emboli paru tidak direkomendasikan. VKA merupakan obat antiokoagulan standar yang sudah ada sejak 50 tahun yang lalu. Obat ini diberikan bersama-sama saat terapi koagulan parenteral sedikitnya 5 hari dengan pemantauan international normalised ratio (INR). Target INR dari terapi warfarin adalah 2.0-3.0. Lama pemberiannya sangat bervariasi, tergantung pada faktor resiko emboli paru pada pasien tersebut.5,6

Penelitian mengenai penggunaan antikoagulan oral baru sudah banyak dilakukan sebagai terapi tromboemboli vena. Antikoagulan oral baru terdiri dari direct trombin inhibitor seperti darbigtran dan anti Xa seperti seperti rivaroxaban, apixaban dan edoxaban. Beberapa studi yang dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa antikoagulan baru memiliki efek yang sama sama bagusnya dalam hal sebagai terapi emboli paru dan bahkan lebih bagus mengurangi efek samping perdarahan pada pasien.23

Buller et all (2012) pada studi The EINSTEIN-PE di Amerika Serikat mengadakan penelitian secara random terhadap 4.832 pasien yang mengalami emboli paru akut baik dengan atau tanpa trombosis vena dalam dan membandingkan pemberian rivaroxaban 15 mg 2 kali sehari selama 3 minggu kemudian dilanjutkan dengan 20 mg sekali sehari, dibandingkan dengan terapi standar dengan enoxaparin yang dilanjutkan dengan pemberian vitamin K antagonis didapatkan hasil bahwa terapi emboli paru dengan rivaroxaban tidak inferior dibandingkan dengan terapi standar enoxaparin.155.2.3 Terapi trombolitik

Terapi trombolitik merupakan salah satu modalitas terapi pada tromboemboli paru. Penggunaan terapi harus dengan pertimbangan yang klinis yang ketat. Efek samping perdarahan pada terapi trombolitik meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan terapi anti koagulan. Untuk menghindari efek samping perdarahan pada terapi trombolitik, ada beberapa kondisi yang menjadi kontra indikasi terapi trombolitik, diantaranya perdarahan yang aktif, riwayat perdarahan intrakranial spontan, operasi dalam 10 hari sebelumnya dan strok iskemik dalam 2 bulan terakhir. Indikasi pemberian terapi trombolitik pada emboli paru adalah emboli paru yang masif dengan hemodinamik yang tidak stabil yang ditandai dengan disfungsi ventrikel kanan yang dapat dilihat pada ekhokardiografi. Japanese Circulation Society tahun 2011 tetap merekomendasikan pemberian intravena monteplase dengan dosis 13.750-27.500 unit/kgBB selama 2 menit. Sedangkan American Heart Association tahun 2011 merekomendasikan pemberian intra vena alteplase 100 mg selama 2 jam.6,225.2.4 Operasi embolektomi

Operasi embolektomi dilakukan pada pasien dengan emboli paru yang masif dengan hemodinamik yang stabil serta kontra indikasi pemberian trombolitik atau gagal terapi trombolitik. Emboli biasanya menutupi cabang-cabang utama dari arteri pulmonalis, sehingga menimbulkan kegagalan sirkulasi. Pada kondisi seperti operasi embolektomi bisa menjadi salah satu modalitas terapi ketika terapi trombolitik gagal atau kontraindikasi. Pada sebuah studi baru-baru ini, terdapat 47 pasien yang dilakukan operasi embolektomi dengan 96% survival rate dalam 4 tahun.6,225.2.5 Filter vena cava inferior

Filter vena cava inferior diindikasikan pada pasien kontraindikasi absolut penggunaan antikoagulan, gagal terapi antikoagulan. Absolut kontraindikasi antikoagulan meliputi perdarahan intraserebral, perdarahan saluran cerna, batuk darah yang masiv, CNS trauma, trombositopeni signifikan (