REFERAT OBJIN
-
Upload
rizqulloh-taufiqul-hakim-barsah -
Category
Documents
-
view
213 -
download
0
description
Transcript of REFERAT OBJIN
BAB I
PENDAHULUAN
Eklampsia dan pre-eklampsia dulunya dikenal dengan istilah toksemia gravidarum,
karena diperkirakan adanya racun dalam aliran darah. Namun istilah ini sudah tidak dipakai
lagi karena mencakup berbagai penyakit hipertensif dalam kehamilan dengan etiologi
berbeda-beda. Di Indonesia eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu dan
perinatal yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini pre-eklampsia perlu dilaksanakan
untuk menurunkan angka mortalitas ibu dan anak.
Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian bayi
lebih dari tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi di negara-
negara maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara maju terdapat
kesadaran untuk melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara rutin
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukkan gejala-
gejala Preeklampsia.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang
disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri.
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi, oedema disertai proteinuria akibat
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini
dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik.
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukkan gejala-
gejala Preeklampsia.
II.2 ETIOLOGI
Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari pre-eklampsia/eklampsi masih belum
diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan
tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun
teori-teori tersebut antara lain:9
1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan.
Pada pre-eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan
produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi
penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin
akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme
dan kerusakan endotel.
2) Peran Faktor Imunologis.
Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan
berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan
blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada
kehamilan berikutnya. Fierlie FM mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya
sistem imun pada penderita pre-eklampsia:
1. Beberapa wanita dengan pre-eklampsia mempunyai komplek imun dalam serum.
2
2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada pre-eklampsia
diikuti dengan proteinuri.
Stirat menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun
humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada pre-eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa
sistem imunologi bisa menyebabkan pre-eklampsia.
3) Peran Faktor Genetik/Familial.
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian pre-eklampsia antara
lain:
1. Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.
2. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsia pada anak-anak dari
ibu yang menderita pre-eklampsia.
3. Kecendrungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil
dengan riwayat pre-eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
4) Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)
Faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia dan eklampsia, yaitu:
Primigravida
Kehamilan ganda
Diabetes melitus
Hipertensi esensial kronik
Mola hidantidosa
Bayi besar
Obesitas
Riwayat pernah menderita pre-eklampsia atau eklampsia sebelumnya baik diri
sendiri maupun keluarga
II.3 PATOFISIOLOGI
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila dianggap bahwa spasmus
arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa tekanan darah
yang meningkat nampaknya merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar
oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Peningkatan berat badan dan oedema yang disebabkan
penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui sebabnya.
3
Telah diketahui bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar
prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk
mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada
preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.
a. Perubahan Kardiovaskuler
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi perifer
yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol, mungkin akibat meningkatnya kadar
progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar vasokonstriktor seperti angiotensin II
dan adrenalin serta noradrenalin, dan atau menurunnya respon terhadap zat-zat
vasokonstriktor tersebut akan meningkatnya produksi vasodilator atau prostanoid seperti
PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal
ke tekanan darah sebelum hamil.
Kurang lebih sepertiga pasien dengan preeklampsia akan terjadi pembalikan ritme
diurnalnya, sehingga tekanan darahnya akan meningkat pada malam hari.
b. Regulasi Volume Darah
Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada preeklampsia.
Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu tapi pada derajat mana hal ini
terjadi adalah sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya
oedem. Bahkan jika dijumpai oedem interstitial, volume plasma adalah lebih rendah
dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi. Terlebih lagi
suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat menjadi tanda awal
hipertensi.
c. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah
Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan hamil
normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan BBLR.
d. Aliran Darah di Organ-Organ
1. Aliran darah di otak
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini
berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan suatu
faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak.
2. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
4
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi pertanda
pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-rata
berkurang 20% (dari 750 ml menjadi 600ml/menit) dan filtrasi glomerulus berkurang
rata-rata 30% (dari 170 menjadi 120ml/menit) sehingga terjadi penurunan filtrasi.
Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi
nekrosis tubular dan kortikal. Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah
besar, yang fungsinya mungkin untuk dicadangkan untuk menaikan tekanan darah
dan menjamin perfusi plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma,
angiotensinogen, angiotensinogen II dan aldosteron semuanya meningkat nyata
diatas nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat
meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek
progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin dan aldosteron, namun keseimbangan
ini tidak terjadi pada preeklampsi. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya
preeklampsia adalah iskemi uteroplasenter, dimana terjadi ketidak seimbangan
antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah
plasentanya yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan dihasilkan
lebih banyak renin uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya
kepekaan pembuluh darah, disamping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi
lokal pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari
hipoperfusi uterus.
Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsi
tapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%,
maka nilai pada preeklampsi masih diatas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil.
Klirens fraksi asam urat juga menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum
ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal. Dijumpai
pula peningkatan pengeluaran protein, biasanya ringan sampai sedang, namun
preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan.
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian dari lesi
morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus,
yang merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.
5
3. Aliran darah uterus dan choriodesidua
Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan patofisiologi
terpenting pada preeklampsi, dan mungkin merupakan faktor penentu hasil
kehamilan. Namun yang disayangkan belum ada satupun metode pengukuran arus
darah yang memuaskan baik di uterus maupun didesidua.
4. Aliran darah paru
Kematian ibu pada preeklampsi dan eklampsi biasanya oleh karena edema paru yang
menimbulkan dekompensasi cordis.
5. Aliran darah di mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah. Bila terjadi hal-hal
tersebut, maka harus dicurigai terjadinya PEB. Gejala lain yang mengarah ke
eklampsia adalah skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya
perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau dalam
retina.
6. Keseimbangan air dan elektrolit
Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara, asam laktat
dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik dioksidasi dan
dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik dengan terbentuknya natrium
bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali.
II.4 MANIFESTASI KLINIK
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria,
merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan
seperti oedema, sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium mulai timbul,
kelainan tersebut biasanya sudah berat.
1. Tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak
mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah peningkatan
tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda prognostik yang lebih andal
6
dibandingakan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap
menunjukan keadaan abnormal.
2. Kenaikan Berat badan
Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan
preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama
preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg perminggu adalah
normal tetapi bila melebihi dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka
kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang
mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat
ditemukan sebelum timbul gejala edem non dependen yang terlihat jelas, seperti kelopak
mata yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar.
3. Proteinuria
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional
(vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya
minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat, proteinuria
biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian
dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat
badan yang berlebihan.
4. Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasus-
kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan
tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami
serangan eklampsi, nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang
pertama.
5. Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering
ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan terjadi.
Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat oedem atau
perdarahan.
7
6. Gangguan penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total.
Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks oksipital.
7. Kejang atau koma ditemukan pada eklampsia
II.5 KLASIFIKASI
Preeklampsia
Ringan:
Tekanan darah sitolik >140/90 mm Hg setelah 20 minggu kehamilan
Proteinuria >300 mg/24 jam atau > dipstick +1
Berat:
Tekanan darah >160/110 mm Hg
Proteinuria 2.0 g/24 jam atau > dipstick +2
Serum creatinine >1,2 mg/dl
Trombosit <100.000
Peningkatan level serum transaminase ALT atau AST
Sakit kepala yang menetap atau gangguan penglihatan
Nyeri epigastrium
Eklampsia
Kejang yang tidak dapat dikaitkan dengan penyebab lain pada wanita dengan
preeklampsia
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan
terjadinya gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di
epigastrium, dan hiperefleksia. Konvulsi pada eklamsia dibagi menjadi 4:
8
1. tingkat awal atau aura. Berlangsung 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat,
kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke
kiri.
2. Kejang tonik yang berlangsung 30 detik. Pada saat ini otot jadi kaku, wajah kelihatan
kaku, tangan menggenggam, kaki membengkok kedalam.pernapasan berhenti, muka
menjadi sianotik, lidah dapt tergigit.
3. Kejang klonik berlangsung 1-2 menit. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang
dalam tempo yang cepat.
4. Tingkatan koma.
II.6 TATALAKSANA
Pada dasarnya penangan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik dan
penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang
optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk
hidup diluar uterus.
Tujuan pengobatan adalah :
1. Mencegah terjadinya eklampsi.
2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
4. Mencegah hipertensi yang menetap.
Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di rumah sakit ialah:
1. Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih.
2. Proteinuria 1+ atau lebih.
3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.
4. Penambahan oedem berlebihan secara tiba-tiba.
Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena tindakan
tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia dengan bayi yang
masih premature.
9
PENANGANAN PEB (Preeklampsia Berat)
Pada preeklapmsia ringan pengobatan bersifat simtomatis dan istirahat yang cukup.
Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari dapat dilakukan bila tidak bisa tidur. Bila tekanan
darah tidak turun dan ada tanda-tanda ke arah preeklamsi berat maka dapat diberikan obat
antihipertensi serta dianjurkan untuk rawat inap.
Untuk preeklampsia yang berat, dapat ditangani secara aktif atau konservatif. Aktif
berarti: kehamilan diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan terapi medikamentosa.
Konservatif berarti: kehamilan dipertahankan bersamaan dengan terapi medikmentosa.
1. Penanganan aktif
Ditangani aktif bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut: ada tanda-tanda
impending eklampsia, HELLP syndrome, tanda-tanda gawat janin, usia janin 35 minggu
atau lebih dan kegagalan penanganan konservatif. Yang dimaksud dengan impending
eklampsia adalah preeklampsia berat dengan satu atau lebih gejala: nyeri kepala hebat,
gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan darah progresif.
Terapi medikamentosa:
a. Diberikan anti kejang MgSo4 dalam infus 500 cc dextrose 5% tiap 6
jam. Cara pemberian: dosis awal 2 gr iv dalam 10 menit, dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus. Syarat pemberian
MgSO4: frekuensi nafas > 16x/menit, tidak ada tanda-tanda gawat nafas,
diuresis >100 ml dalam 4 jam sebelumnya dan refleks patella positif. Siapkan
juga antidotumnya, yaitu: Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NACL 0,9%
IV, dalam 3 menit).
b. Antihipertensi: nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2
jam belum turun, dapat diberikan 10 mg lagi.
c. Siapkan juga oksigen dengan nasal kanul 4-6 L /menit.
Terminasi kehamilan dapat dilakukan bila penderita belum inpartu, dilakukan
induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter foley atau prostaglandin E2.
Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi
persalinan pervaginam.
10
2. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending
eklampsia dengan kondisi janin baik, dilakukan penanganan konservatif.
Medikamentosa: sama dengan penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila tidak ada
tanda-tanda preeklampsia berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam
tidak ada perbaikan maka keadaan ini harus dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan
harus segera diterminasi. Jangan lupa diberikan oksigen dengan nasal kanul 4-6 L/menit.
Penanganan Eklamsia
Tujuan utama pengobatan eklamsia adalah menghentikan berulangnya kejang dan
mengahiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah ibu mengijinkan.
Pengawasan dan perawatan intensif sangat penting. Untuk menghindari kejangan saat
pengangkutan ke RS dapat diberikan diazepam 20mg IM.
Obat yang dapat diberikan:
1. Sodium penthotal sangat berguna menghentikan kejangan dengan segera bila
diberikan intravena. Dosis inisial dapat diberikan 0,2-0,3 g dan disuntikkan perlahan-
lahan. Perlu pengaw2asan yang sempurna.
2. Sulfas magnesicus yang dapat mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan neuro
muskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dalam susunan saraf.
Dosis awal :
Dua gram Mg SO4 intravena , (40 % dalam 10 cc) diberikan dalam waktu 10 mnt,
cara:
5ml MgSO4 40% (setara 2 g MgSO4) + 5 ml Dextrose 5% bolus pelan 10mn
6 jam berikutnya:
2-3g/jam IV drip diberikan dalam 6 jam, cara:
30ml MgSO4 40% (setara 12g MgSO4) + 495 dextrose 5% = 525ml
Jumlah tetesan: (525ml/ 6jam) X (20/60) = 29 tetes/menit
11
Dosis Rumatan:
1g/jam MgSO4 diberikan selama 24 jam, cara:
12 jam pertama:
30ml MgSO4 40% (setara 12g MgSO4) + 500ml dextrose 5% = 530ml
Jumlah tetesan: (530ml/12jam) X (20/60) = 16 tetes/menit
12 jam kedua diberikan dengan cara yang sama.
Syarat - syarat pemberian MgSO4 :
▪ Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10 % ( 1 gram
dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit (dalam keadaan siap pakai)
▪ Refleks patella (+) kuat
▪ Frekuansi pernafasan > 16 kali permenit
▪ Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/kg bb/jam )
Sulfas magnesikus dihentikan bila :
▪ Ada tanda - tanda intoksikasi
▪ Setelah 8 - 24 jam pasca persalinan.
II.7 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis diferensial pre-eklampsia adalah:
Hipertensi kronik
Superimposed hypertension
Hipertensi gestasional
Diagnosis diferenssial eklampsia adalah:
Epilepsi
Kejang karena obat anastesi
Koma karena sebab lain (Perdarahan otak, meningitis, ensefalitis)
12
II.8 KOMPLIKASI
Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang –
kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin
output akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita.
Proteinuria dan edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai 2 minggu setelah
persalinan. Apabila keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan
akibat penyakit vaskuler kronis. Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal
ini dapat terjadi karena pneumonia aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran
nafas yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita
mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian cairan
yang berlebihan.
Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan atau
beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masiv. Apabila
perdarahan otak tersebut tidak fatal maka penderita dapat mengalami hemiplegia.
Perdarahan otak lebih sering didapatkan pada wanita usia lebih tua dengan riwayat
hipertensi kronis. Pada kasus yang jarang perdarahan otak dapat disebabkan pecahnya
aneurisma Berry atau arterio venous malformation. Pada kira – kira10 % kasus, kejang
eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan dengan variasi tingkatannya. Kebutaan jarang
terjadi pada pre eklampsia. Penyebab kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau
terjadinya iskemia atau edema pada lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat
melihat kembali adalah baik dan biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.
Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat
bahkan koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri yang luas.
Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat herniasi uncus trans
tentorial. Pada kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita
berubah menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari sampai sampai 2
minggu namun prognosis penderita untuk kembali normal baik asalkan tidak terdapat
kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian obat – obat antipsikosis dengan dosis yang tepat
dan diturunkan secara bertahap terbukti efektif dalam mengatasi masalah ini.
13
Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup
dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang biasa terjadi :
1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala.
3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.
4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low platelet.
5. Kelainan ginjal
6. DIC.
7. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine
II.9 Prognosis
Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklamsia adalah kriteria Eden:
1. Koma yang lama.
2. Nadi > 120x/menit.
3. Suhu > 40 ° C
4. TD sistolik > 200 mmHg.
5. Kejang > 10 kali.
6. Proteinuria > 10 gr/dl.
7. Tidak terdapat oedem.
Dikatakan buruk bila ditemukan salah satu kriteria diatas.
14
BAB III
KESIMPULAN
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan salah sati komplikasi kehamilan yang
disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Pre-ekalmpsia adalah timbulnya hipertensi,
edema disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit
trofoblastik.
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamial, dalam persalinan atau nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukan
gejala-gejala pre-eklampsia. Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui
dengan pasti. Diagnosis ditegakan melalui anamnesis dan pemeriksaan lainya yang
menunjang. Berbagai komplikasi pre-eklampsia dan eklampsia dapat menyebabkan
mortalitaspada ibu dan janin yang dapat terjadi seperti solusio plasenta, hipofibrinogemia,
sindroma HELP, yaitu hemolisis, elevated liver enzym dan low platelet, kelainan ginjal,
komplikasi laen lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang dan lain-lain.
Penatalaksanaan pda pre-eklampsia dan eklampsia terdiri dari tindakan konservatif
untuk mempertahanan kehamilan dan tindakan aktif sesuai dengan usia kehamilan ataupun
adanya komplikasi yang timbul pada pengobatan konservatif. Pada pre-eklampsia dan
eklampsia harus diobservasi kesejahteraan ibu.
15
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsia dan eklampsia. Ilmu Kandungan edisi ketiga. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2007. 281-301.
2. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F.Obstetri Patologi ilmu kesehatan
reproduksi Edisi 2. Gestosis. Jakarta: EGC; 2005; h.64-82.
3. Cunningham, FG et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams Obstetrics,
21st ed. Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange. Connecticut.
2001. 653 - 694.
4. Jurnal penatalaksanaan Pre-eklampsi dan Eklampsi Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, RS. Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta, April 1998.
5. Lockwood CJ dan Paidas MJ. Preeclampsia and Hypertensive Disorders In Wayne
R.Cohen
6. Complications of Pregnancy. 5th ed. Philadelphia : Lippicott Williams dan Wilkins,
2000 : 207 -26.
7. Dekker GA, Sibai BM. Ethiology and Pathogenesis of Preeclampsia : Current
Concept. AmJ Obstet Gynecol 1998 ; 179 : 1359 – 75.
16