REFERAT OBJIN

23
BAB I PENDAHULUAN Eklampsia dan pre-eklampsia dulunya dikenal dengan istilah toksemia gravidarum, karena diperkirakan adanya racun dalam aliran darah. Namun istilah ini sudah tidak dipakai lagi karena mencakup berbagai penyakit hipertensif dalam kehamilan dengan etiologi berbeda-beda. Di Indonesia eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu dan perinatal yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini pre- eklampsia perlu dilaksanakan untuk menurunkan angka mortalitas ibu dan anak. Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian bayi lebih dari tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi di negara-negara maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara maju terdapat kesadaran untuk melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara rutin Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukkan gejala-gejala Preeklampsia. 1

description

kio

Transcript of REFERAT OBJIN

Page 1: REFERAT OBJIN

BAB I

PENDAHULUAN

Eklampsia dan pre-eklampsia dulunya dikenal dengan istilah toksemia gravidarum,

karena diperkirakan adanya racun dalam aliran darah. Namun istilah ini sudah tidak dipakai

lagi karena mencakup berbagai penyakit hipertensif dalam kehamilan dengan etiologi

berbeda-beda. Di Indonesia eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu dan

perinatal yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini pre-eklampsia perlu dilaksanakan

untuk menurunkan angka mortalitas ibu dan anak.

Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian bayi

lebih dari tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi di negara-

negara maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara maju terdapat

kesadaran untuk melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara rutin

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang

ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukkan gejala-

gejala Preeklampsia.

1

Page 2: REFERAT OBJIN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang

disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri.

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi, oedema disertai proteinuria akibat

kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini

dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik.

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang

ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukkan gejala-

gejala Preeklampsia.

II.2 ETIOLOGI

Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari pre-eklampsia/eklampsi masih belum

diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan

tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun

teori-teori tersebut antara lain:9

1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan.

Pada pre-eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan

produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi

penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin

akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit

menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme

dan kerusakan endotel.

2) Peran Faktor Imunologis.

Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan

berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan

blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada

kehamilan berikutnya. Fierlie FM mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya

sistem imun pada penderita pre-eklampsia:

1. Beberapa wanita dengan pre-eklampsia mempunyai komplek imun dalam serum.

2

Page 3: REFERAT OBJIN

2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada pre-eklampsia

diikuti dengan proteinuri.

Stirat menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun

humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada pre-eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa

sistem imunologi bisa menyebabkan pre-eklampsia.

3) Peran Faktor Genetik/Familial.

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian pre-eklampsia antara

lain:

1. Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.

2. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsia pada anak-anak dari

ibu yang menderita pre-eklampsia.

3. Kecendrungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil

dengan riwayat pre-eklampsia dan bukan pada ipar mereka.

4) Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)

Faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia dan eklampsia, yaitu:

Primigravida

Kehamilan ganda

Diabetes melitus

Hipertensi esensial kronik

Mola hidantidosa

Bayi besar

Obesitas

Riwayat pernah menderita pre-eklampsia atau eklampsia sebelumnya baik diri

sendiri maupun keluarga

II.3 PATOFISIOLOGI

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme

pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila dianggap bahwa spasmus

arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa tekanan darah

yang meningkat nampaknya merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar

oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Peningkatan berat badan dan oedema yang disebabkan

penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui sebabnya.

3

Page 4: REFERAT OBJIN

Telah diketahui bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar

prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk

mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada

preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.

a. Perubahan Kardiovaskuler

Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi perifer

yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol, mungkin akibat meningkatnya kadar

progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar vasokonstriktor seperti angiotensin II

dan adrenalin serta noradrenalin, dan atau menurunnya respon terhadap zat-zat

vasokonstriktor tersebut akan meningkatnya produksi vasodilator atau prostanoid seperti

PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal

ke tekanan darah sebelum hamil.

Kurang lebih sepertiga pasien dengan preeklampsia akan terjadi pembalikan ritme

diurnalnya, sehingga tekanan darahnya akan meningkat pada malam hari.

b. Regulasi Volume Darah

Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada preeklampsia.

Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu tapi pada derajat mana hal ini

terjadi adalah sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya

oedem. Bahkan jika dijumpai oedem interstitial, volume plasma adalah lebih rendah

dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi. Terlebih lagi

suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat menjadi tanda awal

hipertensi.

c. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah

Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan hamil

normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan BBLR.

d. Aliran Darah di Organ-Organ

1. Aliran darah di otak

Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini

berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan suatu

faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak.

2. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal

4

Page 5: REFERAT OBJIN

Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi pertanda

pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-rata

berkurang 20% (dari 750 ml menjadi 600ml/menit) dan filtrasi glomerulus berkurang

rata-rata 30% (dari 170 menjadi 120ml/menit) sehingga terjadi penurunan filtrasi.

Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi

nekrosis tubular dan kortikal. Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah

besar, yang fungsinya mungkin untuk dicadangkan untuk menaikan tekanan darah

dan menjamin perfusi plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma,

angiotensinogen, angiotensinogen II dan aldosteron semuanya meningkat nyata

diatas nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat

meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek

progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin dan aldosteron, namun keseimbangan

ini tidak terjadi pada preeklampsi. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya

preeklampsia adalah iskemi uteroplasenter, dimana terjadi ketidak seimbangan

antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah

plasentanya yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan dihasilkan

lebih banyak renin uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya

kepekaan pembuluh darah, disamping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi

lokal pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari

hipoperfusi uterus.

Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsi

tapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%,

maka nilai pada preeklampsi masih diatas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil.

Klirens fraksi asam urat juga menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum

ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal. Dijumpai

pula peningkatan pengeluaran protein, biasanya ringan sampai sedang, namun

preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan.

Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian dari lesi

morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus,

yang merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.

5

Page 6: REFERAT OBJIN

3. Aliran darah uterus dan choriodesidua

Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan patofisiologi

terpenting pada preeklampsi, dan mungkin merupakan faktor penentu hasil

kehamilan. Namun yang disayangkan belum ada satupun metode pengukuran arus

darah yang memuaskan baik di uterus maupun didesidua.

4. Aliran darah paru

Kematian ibu pada preeklampsi dan eklampsi biasanya oleh karena edema paru yang

menimbulkan dekompensasi cordis.

5. Aliran darah di mata

Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah. Bila terjadi hal-hal

tersebut, maka harus dicurigai terjadinya PEB. Gejala lain yang mengarah ke

eklampsia adalah skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya

perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau dalam

retina.

6. Keseimbangan air dan elektrolit

Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara, asam laktat

dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik dioksidasi dan

dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik dengan terbentuknya natrium

bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali.

II.4 MANIFESTASI KLINIK

Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria,

merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan

seperti oedema, sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium mulai timbul,

kelainan tersebut biasanya sudah berat.

1. Tekanan darah

Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak

mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah peningkatan

tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda prognostik yang lebih andal

6

Page 7: REFERAT OBJIN

dibandingakan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap

menunjukan keadaan abnormal.

2. Kenaikan Berat badan

Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan

preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama

preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg perminggu adalah

normal tetapi bila melebihi dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka

kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang

mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat

ditemukan sebelum timbul gejala edem non dependen yang terlihat jelas, seperti kelopak

mata yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar.

3. Proteinuria

Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional

(vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya

minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat, proteinuria

biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian

dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat

badan yang berlebihan.

4. Nyeri kepala

Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasus-

kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan

tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami

serangan eklampsi, nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang

pertama.

5. Nyeri epigastrium

Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering

ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan terjadi.

Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat oedem atau

perdarahan.

7

Page 8: REFERAT OBJIN

6. Gangguan penglihatan

Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total.

Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks oksipital.

7. Kejang atau koma ditemukan pada eklampsia

II.5 KLASIFIKASI

Preeklampsia

Ringan:

Tekanan darah sitolik >140/90 mm Hg setelah 20 minggu kehamilan

Proteinuria >300 mg/24 jam atau > dipstick +1

Berat:

Tekanan darah >160/110 mm Hg

Proteinuria 2.0 g/24 jam atau > dipstick +2

Serum creatinine >1,2 mg/dl

Trombosit <100.000

Peningkatan level serum transaminase ALT atau AST

Sakit kepala yang menetap atau gangguan penglihatan

Nyeri epigastrium

Eklampsia

Kejang yang tidak dapat dikaitkan dengan penyebab lain pada wanita dengan

preeklampsia

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan

terjadinya gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di

epigastrium, dan hiperefleksia. Konvulsi pada eklamsia dibagi menjadi 4:

8

Page 9: REFERAT OBJIN

1. tingkat awal atau aura. Berlangsung 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat,

kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke

kiri.

2. Kejang tonik yang berlangsung 30 detik. Pada saat ini otot jadi kaku, wajah kelihatan

kaku, tangan menggenggam, kaki membengkok kedalam.pernapasan berhenti, muka

menjadi sianotik, lidah dapt tergigit.

3. Kejang klonik berlangsung 1-2 menit. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang

dalam tempo yang cepat.

4. Tingkatan koma.

II.6 TATALAKSANA

Pada dasarnya penangan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik dan

penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang

optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk

hidup diluar uterus.

Tujuan pengobatan adalah :

1. Mencegah terjadinya eklampsi.

2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.

3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.

4. Mencegah hipertensi yang menetap.

Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di rumah sakit ialah:

1. Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih.

2. Proteinuria 1+ atau lebih.

3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.

4. Penambahan oedem berlebihan secara tiba-tiba.

Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena tindakan

tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia dengan bayi yang

masih premature.

9

Page 10: REFERAT OBJIN

PENANGANAN PEB (Preeklampsia Berat)

Pada preeklapmsia ringan pengobatan bersifat simtomatis dan istirahat yang cukup.

Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari dapat dilakukan bila tidak bisa tidur. Bila tekanan

darah tidak turun dan ada tanda-tanda ke arah preeklamsi berat maka dapat diberikan obat

antihipertensi serta dianjurkan untuk rawat inap.

Untuk preeklampsia yang berat, dapat ditangani secara aktif atau konservatif. Aktif

berarti: kehamilan diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan terapi medikamentosa.

Konservatif berarti: kehamilan dipertahankan bersamaan dengan terapi medikmentosa.

1. Penanganan aktif

Ditangani aktif bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut: ada tanda-tanda

impending eklampsia, HELLP syndrome, tanda-tanda gawat janin, usia janin 35 minggu

atau lebih dan kegagalan penanganan konservatif. Yang dimaksud dengan impending

eklampsia adalah preeklampsia berat dengan satu atau lebih gejala: nyeri kepala hebat,

gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan darah progresif.

Terapi medikamentosa:

a. Diberikan anti kejang MgSo4 dalam infus 500 cc dextrose 5% tiap 6

jam. Cara pemberian: dosis awal 2 gr iv dalam 10 menit, dilanjutkan dengan

dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus. Syarat pemberian

MgSO4: frekuensi nafas > 16x/menit, tidak ada tanda-tanda gawat nafas,

diuresis >100 ml dalam 4 jam sebelumnya dan refleks patella positif. Siapkan

juga antidotumnya, yaitu: Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NACL 0,9%

IV, dalam 3 menit).

b. Antihipertensi: nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2

jam belum turun, dapat diberikan 10 mg lagi.

c. Siapkan juga oksigen dengan nasal kanul 4-6 L /menit.

Terminasi kehamilan dapat dilakukan bila penderita belum inpartu, dilakukan

induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter foley atau prostaglandin E2.

Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi

persalinan pervaginam.

10

Page 11: REFERAT OBJIN

2. Penanganan konservatif

Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending

eklampsia dengan kondisi janin baik, dilakukan penanganan konservatif.

Medikamentosa: sama dengan penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila tidak ada

tanda-tanda preeklampsia berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam

tidak ada perbaikan maka keadaan ini harus dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan

harus segera diterminasi. Jangan lupa diberikan oksigen dengan nasal kanul 4-6 L/menit.

Penanganan Eklamsia

Tujuan utama pengobatan eklamsia adalah menghentikan berulangnya kejang dan

mengahiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah ibu mengijinkan.

Pengawasan dan perawatan intensif sangat penting. Untuk menghindari kejangan saat

pengangkutan ke RS dapat diberikan diazepam 20mg IM.

Obat yang dapat diberikan:

1. Sodium penthotal sangat berguna menghentikan kejangan dengan segera bila

diberikan intravena. Dosis inisial dapat diberikan 0,2-0,3 g dan disuntikkan perlahan-

lahan. Perlu pengaw2asan yang sempurna.

2. Sulfas magnesicus yang dapat mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan neuro

muskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dalam susunan saraf.

Dosis awal :

Dua gram Mg SO4 intravena , (40 % dalam 10 cc) diberikan dalam waktu 10 mnt,

cara:

5ml MgSO4 40% (setara 2 g MgSO4) + 5 ml Dextrose 5% bolus pelan 10mn

6 jam berikutnya:

2-3g/jam IV drip diberikan dalam 6 jam, cara:

30ml MgSO4 40% (setara 12g MgSO4) + 495 dextrose 5% = 525ml

Jumlah tetesan: (525ml/ 6jam) X (20/60) = 29 tetes/menit

11

Page 12: REFERAT OBJIN

Dosis Rumatan:

1g/jam MgSO4 diberikan selama 24 jam, cara:

12 jam pertama:

30ml MgSO4 40% (setara 12g MgSO4) + 500ml dextrose 5% = 530ml

Jumlah tetesan: (530ml/12jam) X (20/60) = 16 tetes/menit

12 jam kedua diberikan dengan cara yang sama.

Syarat - syarat pemberian MgSO4 :

▪ Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10 % ( 1 gram

dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit (dalam keadaan siap pakai)

▪ Refleks patella (+) kuat

▪ Frekuansi pernafasan > 16 kali permenit

▪ Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/kg bb/jam )

Sulfas magnesikus dihentikan bila :

▪ Ada tanda - tanda intoksikasi

▪ Setelah 8 - 24 jam pasca persalinan.

II.7 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis diferensial pre-eklampsia adalah:

Hipertensi kronik

Superimposed hypertension

Hipertensi gestasional

Diagnosis diferenssial eklampsia adalah:

Epilepsi

Kejang karena obat anastesi

Koma karena sebab lain (Perdarahan otak, meningitis, ensefalitis)

12

Page 13: REFERAT OBJIN

II.8 KOMPLIKASI

Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang –

kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin

output akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita.

Proteinuria dan edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai 2 minggu setelah

persalinan. Apabila keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan

akibat penyakit vaskuler kronis. Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal

ini dapat terjadi karena pneumonia aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran

nafas yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita

mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian cairan

yang berlebihan.

Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan atau

beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masiv. Apabila

perdarahan otak tersebut tidak fatal maka penderita dapat mengalami hemiplegia.

Perdarahan otak lebih sering didapatkan pada wanita usia lebih tua dengan riwayat

hipertensi kronis. Pada kasus yang jarang perdarahan otak dapat disebabkan pecahnya

aneurisma Berry atau arterio venous malformation. Pada kira – kira10 % kasus, kejang

eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan dengan variasi tingkatannya. Kebutaan jarang

terjadi pada pre eklampsia. Penyebab kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau

terjadinya iskemia atau edema pada lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat

melihat kembali adalah baik dan biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.

Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat

bahkan koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri yang luas.

Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat herniasi uncus trans

tentorial. Pada kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita

berubah menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari sampai sampai 2

minggu namun prognosis penderita untuk kembali normal baik asalkan tidak terdapat

kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian obat – obat antipsikosis dengan dosis yang tepat

dan diturunkan secara bertahap terbukti efektif dalam mengatasi masalah ini.

13

Page 14: REFERAT OBJIN

Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup

dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang biasa terjadi :

1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi

2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala.

3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.

4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low platelet.

5. Kelainan ginjal

6. DIC.

7. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine

II.9 Prognosis

Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklamsia adalah kriteria Eden:

1. Koma yang lama.

2. Nadi > 120x/menit.

3. Suhu > 40 ° C

4. TD sistolik > 200 mmHg.

5. Kejang > 10 kali.

6. Proteinuria > 10 gr/dl.

7. Tidak terdapat oedem.

Dikatakan buruk bila ditemukan salah satu kriteria diatas.

14

Page 15: REFERAT OBJIN

BAB III

KESIMPULAN

Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan salah sati komplikasi kehamilan yang

disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Pre-ekalmpsia adalah timbulnya hipertensi,

edema disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau

segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit

trofoblastik.

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamial, dalam persalinan atau nifas

yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukan

gejala-gejala pre-eklampsia. Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui

dengan pasti. Diagnosis ditegakan melalui anamnesis dan pemeriksaan lainya yang

menunjang. Berbagai komplikasi pre-eklampsia dan eklampsia dapat menyebabkan

mortalitaspada ibu dan janin yang dapat terjadi seperti solusio plasenta, hipofibrinogemia,

sindroma HELP, yaitu hemolisis, elevated liver enzym dan low platelet, kelainan ginjal,

komplikasi laen lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang dan lain-lain.

Penatalaksanaan pda pre-eklampsia dan eklampsia terdiri dari tindakan konservatif

untuk mempertahanan kehamilan dan tindakan aktif sesuai dengan usia kehamilan ataupun

adanya komplikasi yang timbul pada pengobatan konservatif. Pada pre-eklampsia dan

eklampsia harus diobservasi kesejahteraan ibu.

15

Page 16: REFERAT OBJIN

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsia dan eklampsia. Ilmu Kandungan edisi ketiga. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2007. 281-301.

2. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F.Obstetri Patologi ilmu kesehatan

reproduksi Edisi 2. Gestosis. Jakarta: EGC; 2005; h.64-82.

3. Cunningham, FG et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams Obstetrics,

21st ed. Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange. Connecticut.

2001. 653 - 694.

4. Jurnal penatalaksanaan Pre-eklampsi dan Eklampsi Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, RS. Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta, April 1998.

5. Lockwood CJ dan Paidas MJ. Preeclampsia and Hypertensive Disorders In Wayne

R.Cohen

6. Complications of Pregnancy. 5th ed. Philadelphia : Lippicott Williams dan Wilkins,

2000 : 207 -26.

7. Dekker GA, Sibai BM. Ethiology and Pathogenesis of Preeclampsia : Current

Concept. AmJ Obstet Gynecol 1998 ; 179 : 1359 – 75.

16