referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)
-
Upload
adeline-dlin -
Category
Education
-
view
187 -
download
3
Transcript of referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)
REFERATKEHAMILAN BERESIKO TINGGI
Dibuat oleh:Surya Adiwena (07120120025)
Pembimbing:dr. Arie Widiyasa, Sp.OG
Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan GinekologiRumah Sakit Marinir Cilandak
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................4
A. Usia...................................................................................................................................4
B. Hipertensi.........................................................................................................................6
C. Diabetes pada kehamilan..............................................................................................17
D. Obesitas..........................................................................................................................22
E. Penyakit autoimun........................................................................................................26
F. Anemia...........................................................................................................................29
BAB III KESIMPULAN...............................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................39
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan didefinisikan oleh WHO sebagai durasi waktu kurang lebih 9 bulan
dimana seorang wanita membawa embrio dan fetus yang berkembang di rahimnya.
Selama masa kehamilan tersebut, kedua ibu dan anaknya yang dalam masa
pertumbuhan akan menghadapi resiko kesehatan yang beragam. Resiko kesehatan
tersebut dapat menyebabkan mortalitas maupun morbitidas baik pada ibu maupun
janinnya.
Sekitar 99% kematian ibu terjadi di negara berkembang dan perkiraan sementara
menyatakan bahwa ada sekitar 536.000 kematian ibu setiap tahunnya baik dalam masa
kehamilan maupun dalam 42 hari paska kelahiran. Kematian ibu di Negara berkembang
sebagian besar terjadi karena perdarahan obstetri dan hipertensi dalam kehamilan.
Sedangkan kematian ibu di negara maju terjadi karena penyebab langsung beruba
tromboembolisme, atau penyebab tidak langsung seperti penyakit jantung.
Angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi. Menurut Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012, angka kematian ibu di
Indonesia adalah 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Demikian pula dengan angka
kematian bayi yang mencapai angka 32 per 1000 kelahiran hidup. Kematian ibu di
Indonesia masih didominasi oleh tiga penyebab utama yaitu perdarahan, hipertensi, dan
infeksi. Namun proporsinya telah berubah, dimana angka kematian karena perdarahan
cenderung berkurang, sedangkan angka kematian yang disebabkan oleh hipertensi
semakin bertambah proporsinya. Lebih dari 25% kematian ibu di Indonesia pada tahun
2013 disebabkan karena hipertensi dalam kehamilan.
Kehamilan beresiko tinggi adalah suatu keadaan medis atau patologis yang
memiliki resiko tinggi menimbulkan morbiditas atau mortalitas pada ibu, janin, maupun
bayi selama kehamilan atau kelahiran. Berdasarkan data penelitian, 40% dari seluruh
kehamilan akan mengalami suatu komplikasi selama masa kehamilan, saat melahirkan,
maupun setelah melahirkan.(1) Terdapat banyak faktor yang dapat membuat suatu
3
kehamilan menjadi beresiko tinggi, diantaranya usia saat kehamilan, hipertensi,
penyakit yang diderita baik sebelum maupun saat hamil, faktor sosiodemografik, dan
kebiasaan hidup.
Banyaknya faktor resiko yang membuat suatu kehamilan menjadi beresiko
tinggi sangat sulit untuk dijabarkan dalam satu karya tulis, ditambah oleh banyaknya
faktor resiko tersebut yang membutuhkan perawatan terpadu antar dokter spesialis dari
berbagai disiplin yang berbeda. Referat ini akan membahas secara spesifik 6 faktor
resiko yang dapat membuat suatu kehamilan menjadi beresiko tinggi, yaitu usia ibu,
hipertensi dalam kehamilan, diabetes dalam kehamilan, penyakit autoimun rheumatoid
arthritis dan systemic lupus erythematosus, serta anemia dalam kehamilan. Faktor –
faktor tersebut akan dibahas secara umum.
4
BAB II
PEMBAHASANA. Usia
a. Pengertian
Berdasarkan KBBI, usia atau umur didefinisikan sebagai lama
waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan. Salah satu faktor
yang berpotensi membuat kehamilan beresiko tinggi adalah usia ibu
saat hamil. Adapun usia yang dimaksud adalah usia ibu hamil dibawah
21 tahun atau diatas 35 tahun. Kehamilan pada ibu yang berada dalam
kelompok usia tersebut beresiko lebih tinggi untuk timbul komplikasi.(2)
b. Kehamilan pada usia muda(3)
Secara umum terdapat 2 ciri biologis imaturitas biologis pada
wanita yang dapat mengakibatkan kehamilan dengan resiko tinggi,
yaitu usia ginekologis yang muda (didefinisikan sebagai konsepsi
dalam 2 tahun setelah menarke), dan kehamilan sebelum
perkembangan ibu selesai. Imaturitas uterus atau pembuluh darah
serviks dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi subklinis,
peningkatan produksi prostaglandin, dan berakibat pada meningkatnya
angka kejadian kelahiran prematur. Selain itu, ibu hamil yang masih
sedang dalam masa pertumbuhan dapat menyebabkan persaingan
dalam pemanfaatan nutrisi yang dikonsumsi oleh sang ibu sehingga
menganggu pertumbuhan janin.
Sebuah penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa pada
kehamilan dengan usia ibu dibawah 21 tahun, ditemukan lebih banyak
kejadian kelahiran prematur, berat badan bayi rendah, dan bayi
berukuran kecil untuk usia kehamilan. Penelitian tersebut telah
5
menganalisis data yang didapat tanpa memperhitungkan faktor
sosiodemografi dengan hanya mengambil sampel dari wanita dengan
latar sosiodemografi yang dianggap baik (menikah, memiliki
pendidikan yang sesuai dengan usia, melakukan pemeriksaan prenatal
yang cukup) dan hasilnya tetap menunjukkan bahwa pada wanita –
wanita berusia dibawah 21 tahun yang hamil terdapat resiko lebih
besar untuk terjadi kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan
bayi kecil untuk usia kehamilan.
c. Kehamilan pada usia tua(1)
Kehamilan pada usia tua didefinisikan sebagai kehamilan dimana
usia ibu pada saat perkiraan kelahiran adalah 35 tahun atau lebih. Pada
beberapa dekade terakhir, faktor demografik dan sosioekonomik
seperti pendidikan, wanita yang berkarir, dan meningkatnya ilmu
kesehatan reproduksi menyebabkan kenaikan jumlah wanita yang
hamil di usia 30 hingga 40.
Sebuah penelitian menemukan bahwa pada wanita yang hamil
pada usia diatas 40, ditemukan lebih banyak komplikasi beruba
diabetes gestasional, perdarahan antepartum, kelahiran prematur, berat
badan lahir rendah, gawat janin, dan kelainan kromosom kongenital
seperti down syndrome. Selain itu, jumlah kelahiran yang dilakukan
secara cesarean section atau induksi juga lebih banyak dibanding
dengan kehamilan dengan usia dibawah 40 tahun.(2)
Munculnya kelainan – kelainan tersebut dapat dikaitkan dengan
perubahan fisiologis pada wanita seiring dengan bertambahnya usia
wanita tersebut. Beberapa perubahan tersebut antara lain:
i. Perubahan oosit Pada wanita di awal usia sekitar 40 ditemukan
lebih banyak oosit dengan kelainan mikrotubulus dan
penempatan kromosom pada fase meiosis II, dibanding dengan
wanita pada usia yang lebih muda.
6
ii. Perubahan uterus
Terdapat beberapa bukti penurunan kapasitas uterus pada
wanita yang lebih tua. Beberapa diantaranya yaitu terdapat
peningkatan jumlah kasus abortus, plasenta letak rendah atau
previa, persalinan lama yang terkait dengan peningkatan usia
maternal. Selain itu, dari pemeriksaan histologi juga ditemukan
lebih banyak polip endometrium dan juga jaringan fibroid pada
uterus wanita yang lebih tua. Terlebih lagi, jumlah arteri
myometrium yang mengandung jaringan sklerotik pada uterus
yang secara umum normal juga meningkat pada wanita yang
lebih tua: 11% pada usia 17-19 tahun, 37% pada usia 20–29
tahun, 61% pada usia 30–39 tahun, dan 83% setelah usia 39
tahun.
iii. Perubahan sekresi hormon dan ovulasi
Seiring berjalannya usia wanita, terjadi penurunan
sensitivitas ovarium terhadap gonadotropin yang ditandai
dengan meningkatnya kadar FSH di serum. Hal ini mengurangi
efikasi pengobatan fertilitas yang menggunakan mekanisme
tersebut untuk memperbanyak jumlah oosit yang tersedia.
Fenomena ini hampir pasti disebabkan oleh habisnya cadangan
folikel di ovarium seiring berjalannya usia.
B. Hipertensi
a. Pengertian
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih dari
140 mmHg atau tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg pada 2
7
kali pemeriksaan dengan jarak 4 – 6 jam. Sebelum dilakukan
pengukuran, sang ibu harus diberi waktu sekitar 15 menit untuk duduk
tenang. Pengukuran dilakukan pada posisi duduk atau telentang, posisi
lateral kiri, kepala ditinggikan 30o, posisi manset setingkat dengan
jantung, dan tekanan diastolic diukur dengan mendengarkan korotkoff
V (hilangnya bunyi).
Hipertensi berat pada kehamilan didefinisikan sebagai tekanan
darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg,
atau keduanya. Pedoman ACOG merekomendasikan bahwa hipertensi
berat yang berlangsung ≥ 15 menit dalam preeklamsia atau eklamsia
adalah hipertensi darurat yang membutuhkan intervensi segera.
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 – 15% penyulit
kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi
mortalitas dan morbiditas ibu bersalin.
b. Faktor predisposisi
i. Kehamilan kembar
ii. Penyakit trofoblas
iii. Hidramnion
iv. Diabetes mellitus
v. Gangguan vascular plasenta
vi. Faktor keturunan
vii. Riwayat preeklamsia sebelumnya
viii. Obesitas sebelum hamil
8
c. Klasifikasi(4)
Hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi 4 yaitu: 1)
preeklamsia - eklamsia, 2) Hipertensi kronik, 3) Hipertensi kronik
dengan superimposed preeklamsia, dan 4) Hipertensi gestasional.
i. Preeklamsia adalah sindrom, dimana terdapat hipertensi dan
proteinuria atau dengan tidak adanya proteinuria, hipertensi
dapat dikaitkan dengan tanda dan gejala lain seperti
trombositopenia, insufisiensi renal, gangguan fungsi hati,
edema pumoner, gejala serebral, atau gangguan penglihatan
yang timbul setelah usia kehamilan mencapai 20 minggu.
Gejala klinis yang biasa muncul pada pasien adalah bengkak
pada wajah dan tangan, nyeri kepala terus menerus, gangguan
pengelihatan, nyeri pada regio hipokondriakabdomen kanan,
mual muntah, peningkatan berat badan yang mendadak, dan
sesak nafas.
Kriteria untuk diagnosis preeklamsia adalah onset baru dari :
1. Tekanan darah systole ≥140 mmHg atau distole ≥
90mmHg yang timbul setelah usia kehamilan 20
minggu pada ibu hamil yang sebelumnya memiliki
tekanan darah normal, dan
2. Proteinuria, yaitu ekskresi protein dalam urin ≥ 0,3
gram dalam 24 jam atau protein/kreatinin minimal 0,3
mg/dL atau dipstick urin +1, atau apabila tidak terdapat
proteinuria, adanya onset baru dari kondisi berikut:
a. Trombositopenia : jumlah platelet <
100.000/microliter
b. Insufisiensi renal : konsentrasi serum kreatinin
> 1,1 mg/dl atau peningkatan 2 kali lipat
konsentrasi serum kreatinin dengan tidak
adanya penyakit ginjal lainnya
9
c. Gangguan fungsi hati : meningkatnya
konsentrasi transaminase hati dalam darah 2 kali
lipat dari jumlah normal
d. Edema pulmoner
e. Gejala serebral atau visual
Terdapat juga keadaan klinis yang disebut sebagai
preeklamsia berat, yang didiagnosis menggunakan kriteria
berikut:
1. Tekanan darah > 160 mmHg systole atau >110 mmHg
diastole pada 2x pemeriksaan dengan jarak minimal 4
jam saat pasien dalam posisi istirahat
2. Trombositopenia (platelet <100.000/microliter)
3. Gangguan fungsi hati yang ditandai dengan
meningkatnya konsentrasi transaminase hati dalam
darah hingga 2 kali lipat dari normal, atau nyeri pada
regio hipokondriak abdomen kanan atau epigastrium
yang persisten dan tidak responsif dengan pengobatan
dan tidak disebabkan oleh penyakit lain
4. Insufisiensi renal progresif yang ditandai dengan serum
kreatinin >1.1 mg/dL atau peningkatan 2x lipat
konsentrasi serum kreatinin tanpa penyakit ginjal
lainnya
5. Edema pulmoner
6. Onset baru gangguan serebral atau visual
Eklamsia didefiniskan sebagai adanya onset baru kejang pada
wanita dengan preeklamsia. Beberapa wanita yang didiagnosis
eklamsia tidak mengalami preeklamsia, dan beberapa wanita
mungkin mengalami eklamsia dalam preiode postpartum.
10
ii. Hipertensi kronik dalam kehamilan didefinisikan sebagai
hipertensi (TD sistolik ≥140 mmHg atau diastolic ≥90 mmHg
atau keduanya) yang didapatkan pada usia kehamilan <20
minggu atau sebelum kehamilan. Atau adanya penggunaan
obat hipertensi sebelum kehamilan dan hipertensi bertahan
melampaui 12 minggu postpartum.
iii. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah
hipertensi kronik yang disertai tanda-tanda preeklamsia.
Wanita dengan hipertensi sebelum 20 minggu kehamilan
dimana terjadi onset baru proteinuria atau peningkatan
mendadak dalam hipertensi, atau gejala preeklamsia, atau
pengembangan sindrom HELPP.
iv. Hipertensi gestasional adalah onset baru hipertensi (TD sistolik
≥140 mmHg atau diastolic ≥90 mmHg atau keduanya) pada
usia kehamilan ≥ 20 minggu tanpa adanya proteinuria atau
gejala lain preeklamsia, dan tekanan darah kembali normal
setelah 12 minggu pascapersalinan.
d. Prevalensi(5)
Dari hasil RISKESDAS tahun 2007, didapatkan prevalensi
hipertensi pada ibu hamil sebesar 12,7%. Dari kasus ibu hamil dengan
hipertensi, ditemukan 11,8% kasus yang pernah didiagnosis menderita
hipertensi oleh petugas kehamilan. Presentasi ibu hamil dengan
hipertensi terbanyak terdapat di Provinsi Sumatera Selatan (18,0%),
sedangkan presentasi terendah ditemukan di Provinsi Papua Barat
(4,9%). Presentasi ibu hamil dengan hipertensi pada umur <18 dan
>35 tahun (kelompok umur risiko tinggi terjadinya eklamsia) sebesar
24,3%, lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur 18-35 tahun
11
(9,8%). Apabila kelompok umur risiko tinggi ini dibagi lagi makan ibu
hamil dengan hipertensi >35 tahun (36,6%) jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan umur <18 tahun (3,7%).
Yang paling ditakutkan dari hipertensi dalam kehamilan dalah
preeklamsia dan eklamsia atau keracunan pada kehamilan yang sangat
membahayakan ibu maupun janin. Preeklamsia terjadi kurang lebih
5% dari semua kehamilan, 10% pada anak pertama dan 20-25% pada
perempuan hamil dengan riwayat hipertensi sebelum hamil. Pada
janin, preeklamsia bisa menyebabkan berat badan lahir rendah,
keguguran, dan lahir premature. Sedangkan yang menjadi eklamsia
sekitar 0,05% - 0,20 %.
Risiko preeklamsia meningkat 2-4 kali lipat jika pasien
memiliki kerabat tingkat pertama dengan riwayat preeklamsia dan
meningkat 7 kali lipat jika pada kehamilan sebelumnya mengalami
preeklamsia sebagai komplikasi kehamilan. Kehamilan kembar
merupakan factor risiko tambahan, dimana kehamilan triplet memiliki
risiko yang lebih besar. Faktor risiko kardiovaskular klasik juga
dikaitkan dengan probabilitas preeklamsia, seperti usia ibu >40 tahun,
diabetes, obesitas, dan hipertensi. Penting diingat juga bahwa sebagian
besar kasus preeklamsia terjadi pada ibu nulipara tanpa risiko jelas
lainnya(6)
e. Komplikasi
Hipertensi gestasional dan preklampsia/eklampsia berhubungan
dengan risiko hipertensi dan penyakit kardiovaskular pada masa yang
akan datang. Wanita dengan riwayat preeklampsia memiliki risiko
penyakit kardiovaskular, termasuk hampir 4x peningkatan risiko
hipertensi dan 2x risiko penyakit jantung iskemik, stroke dan DVT di
masa yang akan datang.
Komplikasi maternal akibat preeklamsia berat termasuk edem
pulmoner, myocard infark, stroke, sindrom pernafasan akut, koagulopati,
12
gagal ginjal berat, dan penyakit pada retina. Komplikasi ini lebih dapat
muncul dengan adanya riwayat penyakit terdahulu dengan disfungsi
organ akut berhubungan dengan preeklamsia. Komplikasi pada janin
dengan ibu preeklamsia berat muncul akibat insufisiensi plasenta atau
persalinan preterm.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada ibu maupun janin:(7)
Komplikasi Ibu:
- Solusio plasenta
- Koagulopati diseminata/ Sindroma HELLP
- Edema pulmoner/ aspirasi
- Gagal ginjal akut
- Eklamsia
- Perdarahan atau gagal hati
- Stroke (jarang)
- Kematian (jarang)
- Morbiditas kardiovaskular jangka panjang
Komplikasi Janin:
- Persalinan preterm
- Pertumbuhan janin terhambat
- Masalah neurologic karena hipoksia
- Kematian perinatal
- Morbiditas kardiovaskular jangka panjang berhubungan dengan
berat bayi lahir rendah
f. Pencegahan
Terdapat beberapa cara mengurangi resiko hipertensi pada kehamilan
yaitu penggunaan obat dan penggunaan suplemen makanan.(8)
i. Penggunaan obat:(9)
13
1. Antiplatelet
Berdasarkan penelitian, pemberian antiplatelet aspirin
dengan dosis lebih dari 75mg per hari pada wanita dengan
resiko tinggi untuk terkena hipertensi pada kehamilan
(wanita dengan hipertensi kronik tanpa superimposed
preeklamsia, atau wanita dengan tekanan darah normal
dengan riwayat preeklamsia berat, diabetes, hipertensi
kronik, penyakit ginjal, atau penyakit autoimun) dapat
mengurangi resiko preeklamsia sebanyak 10%, dan
mengurangi jumlah kelahiran prematur sebanyak 10%.
Pemberian antiplatelet juga tidak menunjukkan angka
statistik yang bermakna terhadap insiden perdarahan
antepartum, abrupsio plasenta, atau perdarahan post
partum.
2. Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
Terdapat bukti terbatas mengenai pengaruh pemberian
LMWH untuk mencegah hipertensi pada kehamilan.
Penelitian tersebut menunjukkan pengurangan resiko
terjadinya hipertensi pada kehamilan dengan pemberian
LMWH pada wanita dengan trombofilia.
ii. Suplemen makanan
1. Kalsium(10)
Pemberian kalsium pada ibu hamil dengan riwayat
preeklamsia, hipertensi kronik, ataupun ibu yang hamil
pada usia muda menunjukkan penurunan resiko
terjadinya hipertensi gestasional hingga 78%. Tetapi
ada beberapa penelitian yang menunjukkan pemberian
suplemen kalsium tidak memberikan pengaruh terhadap
ibu hamil yang mengkonsumsi kalsium melalui
makanan dalam jumlah yang cukup.
2. Asam Folat(11)
14
Pemberian asam folat ditambah dengan
multivitamin menurunkan resiko hipertensi gestasional
hingga 63%. Tetapi pemberian asam folat tanpa
multivitamin tidak menunjukkan pengaruh.
Pencegahan untuk preeklamsia dibagi menjadi 3 yaitu
pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer berarti
menghindari terjadinya penyakit. Pencegahan sekunder pada preeklamsia
berarti menghentikan penyakit yang sedang berlangsung untuk mencegah
timbulnya kegawatdaruratan klinis karena penyakit tersebut. Pencegahan
tersier berarti mencegah terjadinya komplikasi dari proses penyakit.
Pencegah primer merupakan pencegahan yang paling baik namun
hanya bisa dilakukan apabila penyebab terjadinya suatu penyakit sudah
diketahui secara jelas sehingga dapat dilakukan tindakan untuk
mengontrol penyebab tersebut sehingga penyakit tersebut tidak muncul.
Penyebab preeklamsia hingga saat ini belum diketahui secara pasti,
namun terdapat beberapa temuan biomarker yang dapat digunakan untuk
memprediksi terjadinya preeklamsia. Beberapa penelitian menemukan
placental growth factor (PIGF), vascular endothelial growth factor
(VEGF), dan soluble fms-like tyrosine kinase-1 (sFLT-1) dapat
digunakan untuk memprediksi preeklamsia pada awal kehamilan. Pada
preeklamsia, serum PIGF dan VEGF akan menurun, sedangkan sFlt-1
akan meningkat. Rasio sFlt-1/PIGF akan meningkat secara signifikan
apabila terdapat preeklamsia / sindrom HELLP.
g. Penatalaksanaan(12)
i. Tirah baring
Beberapa penelitian tidak menemukan adanya hasil yang
signifikan dari tirah baring pasien, sehingga beberapa panduan
klinis tidak menyarankan tirah baring untuk pasien dengan
hipertensi pada kehamilan, dengan 2 pengecualian yaitu pasien
dengan hipertensi gestasional dimana tirah baring dengan
15
pengawasan di rumah sakit mungkin dapat bermanfaat, dan
juga pasien dengan pre-eklamsia berat.
ii. Perawatan di rumah sakit
Pasien dianjurkan untuk dirawat inap di rumah sakit apabila
memiliki hipertensi yang parah.
iii. Terapi antihipertensi
Target tekanan darah pada pasien dengan hipertensi adalah
<160 mmHg systole dan <110 mmHg diastole. Obat pilihan
pertama yang direkomendasikan adalah labetalol intravena,
nifedipine oral, dan hydralazine intravena. Pada pasien dengan
komorbiditas yang dapat diperparah dengan meningkatnya
tekanan darah, maka target tekanan darah yang dianjurkan
adalah <140 mmHg systole dan <90 mmHg diastole. Pada
pasien dengan hipertensi kronis yang diobati menggunakan
angiotensin converting enzyme inhibitor atau angiotensin
receptor blocker sebelum kehamilan dan berencana untuk
hamil, terapi tersebut harus dihentikan.
16
Tabel pilihan obat antihipertensi(12)
iv. Kortikosteroid antenatal
Beberapa panduan menganjurkan pemberian
kortikosteroid untuk pematangan paru janin mulai diberikan
pada usia kehamilan 34 minggu. Pemberian kortikosteroid
direkomendasikan terutama pada pasien dengan preeklamsia,
atau pasien dengan preeklamsia berat yang akan melakukan
persalinan dalam 48 jam berikutnya. Kortikosteroid tidak
dianjurkan untuk meningkatkan kondisi pasien dengan
sindroma HELLP.
v. Waktu persalinan
Pasien dengan hipertensi gestasional sebaiknya
melakukan persalinan apabila sudah aterm. Untuk pasien
dengan preeklamsia, beberapa panduan menyarankan dapat
dilakukan persalinan apabila usia kehamilan setidaknya 34
minggu dengan syarat terdapat fasilitas kesehatan yang
memadai untuk merawat bayi pasien, namun untuk
preeklamsia berat, sebagian besar panduan yang ada
menyarankan untuk melakukan persalinan walaupun usia
kehamilannya belum cukup. Hingga saat ini belum ada
panduan spesifik untuk pasien dengan hipertensi kronis.
vi. Proses persalinan
Apabila tidak terdapat gawat janin, cara persalinan dipilih
berdasarkan penilaian obstetric pada pasien normal.
Penanganan kala III persalinan disarankan menggunakan
oksitosin.
17
vii. Magnesium sulfat (MgSO4)
MgSO4 digunakan untuk menangani pasien dengan
preeklamsia berat atau eklamsia. MgSO4 menurunkan kadar
asetilkolin pada serat saraf dan menghambat transmisi
neuromuscular. Pada pemberian MgSO4, magnesium akan
menggeser kalsium melalui inhibisi kompetitif sehingga tidak
terjadi aliran rangsangan. MgSO4 merupakan pilihan utama
antikejang pada preeklamsia dan eklamsia. Cara pemberian:
1. Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 mL larutan MgSO4
40%) dan larutkan dengan 10 mL akuades
2. Berikan larutan tersebut secara perlahan intravena
selama 20 menit
3. Jika akses intravena sulit, berikan masing – masing 5 g
MgSO4 (12.5 mL larutan MgSO4 40%) intramuscular
di bokong kiri dan kanan.
4. Setelah itu berikan dosis rumatan 6 g MgSO4 (15 mL
larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 mL
larutan RL dan diberikan secara intravena dengan
kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam dan diulang
hingga 24 jam paska persalinan atau kejang berakhir.
C. Diabetes pada kehamilan
a. Pengertian
Diabetes pada kehamilan atau diabetes gestasional didefinisikan
sebagai intoleransi karbohidrat dalam derajat berapapun yang pertama
kali didiagnosis dalam masa kehamilan. Hiperglikemi selama
kehamilan. Kriteria diagnosis yang pertama kali dibuat untuk
mendiagnosis diabetes gestasional dibuat berdasarkan tes toleransi 100
gram glukosa oral selama 3 jam, dimana batasan yang dibuat adalah
kenaikan lebih dari 2 standard deviation (SD) diatas kadar glukosa
18
plasma rata – rata setiap jamnya.(13) Beberapa kriteria awal seperti
kriteria O’Sullivan dan Mahan(14), juga kriteria World Health
Organization (WHO) tahun 1999(15) tidak dibuat berdasarkan akibat
kepada janin, sehingga sebuah kriteria diagnosis baru dibuat oleh
International Association of Diabetes and Pregnancy Study Groups
(IADPSG) dan telah digunakan oleh WHO sejak tahun 2013.(16)
Alur diagnosis diabetes gestasional WHO
b. Epidemiologi
Diabetes gestasional diperkirakan mempengaruhi sekitar 16.9%
kehamilan di seluruh dunia, dengan prevalensi paling tinggi di Asia
19
Tenggara dimana diperkirakan pada sekitar 25% kehamilan terdapat
diabetes gestasional.(17) Faktor resiko untuk diabetes gestasional antara
lain riwayat diabetes gestasional sebelumnya, usia maternal tua,
obesitas, riwayat diabetes mellitus di keluarga, dan juga beberapa ras
etnis tertentu termasuk Asia.(18) Faktor resiko lainnya mencakup
paritas tinggi, pertambahan berat badan yang berlebihan selama
kehamilan, postur pendek, polycystic ovarian syndrome, riwayat
mengandung bayi makrosomia, riwayat kelahiran mati atau
malformasi kongenital, dan hipertensi.(19) Faktor resiko lain yang
banyak terdapat terutama di daerah Asia Tenggara adalah defisiensi
vitamin B12, yang terdapat pada sekitar 43% wanita hamil dalam
sebuah studi di India, dan terkait dengan resistensi insulin dan
peningkatan resiko diabetes gestasional.(20)
c. Faktor resiko
i. Obesitas
ii. Riwayat diabetes gestasional
iii. Riwayat keluarga diabetes mellitus
iv. Abortus berulang
v. Riwayat melahirkan bayi >4000gram
vi. Riwayat preeklamsia
Tabel kriteria diagnosis diabetes gestasional di beberapa negara
20
d. Komplikasi
Kejadian diabetes gestasional telah dikaitkan dengan beberapa
komplikasi antara lain:(21)
- Kelahiran prematur
- Preeklamsia
- Hipeglikemi neonatus
- Hiperinsulinemia fetus
- Hiperbilirubinemia neonatus
- Perawatan neonatus di intensive care unit
- Diabetes mellitus tipe II
Pada sebuah studi di Hong Kong didapatkan bahwa pada
pemeriksaan 6 minggu paska persalinan pada wanita yang menderita
diabetes gestasional, ditemukan gangguan toleransi glukosa pada
23% pasien, dan ditemukan diabetes mellitus pada 13% pasien.(22)
Selain pada ibu, diabetes gestasional juga mengakibatkan
komplikasi pada janin yang dikandung hingga anak tersebuh tumbuh
dewasa. Komplikasi jangka panjang pada anak antara lain:(23)
- Resiko diabetes
- Hipertensi
- Sindroma metabolic
e. Tatalaksana(24)
i. Tatalaksana umum
1. Pasien dengan diabetes gestasional dirawat secara
terpadu dengan dokter spesialis penyakit dalam, dokter
obstetri ginekologi, ahli gizi, dan dokter spesialis anak.
2. Sedapat mungkin pasien dirujuk ke rumah sakit
3. Jelaskan kepada pasien mengenai manfaat perawatan
diabetes gestasional yaitu daoat mengurangi resiko
memiliki bayi besar, mengurangi resiko hipoglikemia
21
neonatus, dan resiko bayi mengidap diabetes saat sudah
dewasa.
ii. Tatalaksana khusus
1. Target penatalaksanaan adalah mempertahankan gula
darah puasa <95 mg/dL dan glukosa 2 jam sesudah
makan <120 mg/dL
2. Pengaturan diet:
a. Tentukan berat badan ideal: 90% x (tinggi
badan – 100)
b. Kebutuhan kalori: (BB ideal x 25) + 10-30%
tergantung aktivitas fisik + 300 kalori untuk
kehamilan
c. Asupan protein yang dianjurkan adalah 1 – 1.5
g/kgBB
3. Pemberian insulin dilakukan di rumah sakit dan
dianjurkan apabila pengaturan diet selama 2 minggu
tidak mencapai target kadar glukosa darah
4. Pemberian insulin dimulai dengan dosis kecil yaitu 0.5
– 1.5 IU/kgBB/hari
D. Obesitas(25)
a. Pengertian
Obesitas didefinisikan sebagai kondisi medis dimana terdapat
massa jaringan lemak yang berlebihan. Walaupun sering dinilai sama
dengan kelebihan berat badan, namun kenyataannya tidak demikian,
karena orang yang sangat berotot dapat memiliki berat badan yang
termasuk overweight menurut standar, namun tidak memiliki massa
lemak yang berlebihan.(26)
Diagnosis obesitas dibuat berdasarkan indeks massa tubuh (IMT)
yang dihitung dengan cara berat badan dibagi dengan tinggi badan dalam
satuan meter yang dikuadratkan. Menurut WHO, seseorang di Asia
22
dikatakan memiliki overweight apabila memiliki IMT >22, dan dikatakan
obesitas apabila IMTnya >27.5. IMT pada kehamilan diukur
menggunakan berat badan sebelum hamil, atau apabila tidak ada,
menggunakan berat badan pada pemeriksaan antenatal pertama.
b. Prevalensi(27)
Pada tahun 2008, 35% dari orang dewasa berusia diatas 20 tahun
menderita overweight, dan sekitar 10% pria dan 14% wanita di seluruh
dunia menderita obesitas. Menurut WHO, setiap tahunnya terdapat 2.8
juta orang yang meninggal dunia karena overweight atau obesitas. Kedua
hal tersebut menyebabkan gangguan pada tekanan darah, kolesterol,
trigliserida, dan resistensi insulin. Resiko penyakit jantung coroner,
stroke iskemik, dan diabetes mellitus tipe 2 meningkat seiring dengan
bertambahnya IMT.
c. Etiologi
Obesitas merupakan suatu kelompok gangguan yang heterogen.
Patofisiologi obesitas terkesan sederhana yaitu kelebihan asupan nutrisi
yang kronik secara relatif terhadap penggunaan energi. Namun karena
kompleksnya sistem neuroendocrine dan metabolisme yang mengatur
asupan energi, penyimpanan, dan penggunaan, maka sulit untuk mencari
satu faktor yang paling berperan dalam obesitas. Beberapa faktor yang
dipercaya menyebabkan obesitas:
i. Peran genetik dan lingkungan
ii. Sindroma genetik
iii. Sindroma spesifik lainnya:
1. Sindroma Cushing
2. Hipotiroidisme
d. Patogenesis
Obesitas dapat disebabkan karena asupan energi yang berlebihan,
penggunaan energi yang kurang, atau kombinasi dari keduanya.
23
e. Komplikasi
i. Komplikasi pada kehamilan
1. Diabetes gestasional
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
obesitas meningkatkan resiko terjadinya diabetes
gestasional. Selain itu, wanita yang mengidap diabetes
gestasional juga memiliki resiko yang tinggi untuk
terkena diabetes mellitus sepanjang hidupnya.(28)
Intoleransi glukosa dalam berbagai jenis ditemukan
pada 34% wanita pengidap diabetes gestasional dalam
evaluasi 2-11 tahun setelah kehamilan.
2. Gangguan hipertensi: hipertensi gestasional,
preeklamsia, eklamsia, dan sindroma HELLP
(hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet count)
Berdasarkan penelitian, wanita hamil yang
obesitas memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena
preeklamsia dan eklamsia.(29) Resiko eklamsia
meningkat setiap kenaikan BMI 5 – 7 kg/m2. Di lain
sisi, sebuah penelitian menunjukkan bahwa obesitas
tidak meningkatkan resiko terjadinya sindroma HELLP
pada ibu hamil.(30)
ii. Komplikasi pada proses kelahiran
1. Augmentasi
2. Disproporsi cephalopelvic
iii. Komplikasi pada perinatal
1. Makrosomia
2. Distosia bahu
3. Kecil untuk usia kehamilan
4. Intrauterine fetal death
24
5. Malformasi kongenital
f. Tatalaksana(31)
i. Pengukuran indeks massa tubuh (IMT)
Panduan NICE tahun 2008 menyarankan bahwa pada seluruh
wanita hamil dilakukan pengukuran IMT pada kedatangan
pemeriksaan antenatal pertama, idealnya dalam usia kehamilan
10 minggu.
ii. Pemberian informasi mengenai obesitas
Seluruh wanita hamil dengan IMT >30 perlu diberi informasi
mengenai resiko yang dapat terjadi selama kehamilannya, dan
juga ditekankan pentingnya pemeriksaan antenatal secara rutin
untuk deteksi dini komplikasi pada kehamilan.
iii. Trombofilaksis
Obesitas dalam kehamilan diketahui sebagai faktor resiko
terjadinya tromboembolisme selama kehamilan. Wanita
dengan IMT >30 dan dengan 2 atau lebih resiko terjadinya
tromboembolisme perlu diberika trombofilaksis berupa low
molecular weight heparin hingga 6 minggu paska persalinan.
iv. Pengawasan dan skrining
1. Wanita dengan IMT >35 memiliki resiko untuk
mengalami preeklamsia lebih dari 2x lebih besar
dibanding dengan wanita yang memiliki BMI dalam
batas normal.
2. Semua wanita hamil dengan IMT >30 harus melakukan
skrining diabetes gestasional
v. Perencanaan persalinan
1. Semua wanita dengan IMT >30 perlu diberi penjelasan
mengenai resiko persalinan pada pasien dengan
obesitas dan dipandu dalam pemilihan metode
persalinan
25
2. Perencanaan ini perlu diberikan oleh dokter spesialis
obstetric dan ginekologi
E. Penyakit autoimun
a. Pengertian
Fungsi utama dari sistem imun adalah untuk membuat respons
inflamasi untuk melawan benda asing yang berpotensi membahayakan
tubuh sambil menghindari kerusakan pada tubuh diri sendiri. Ciri
utama dari penyakit autoimun adalah adanya kerusakan jaringan yang
disebabkan oleh reaksi imunologis oleh suatu organisme terhadap
jaringan tubuhnya sendiri. Autoimunitas memiliki arti adanya antibody
atau sel limfosit T yang bereaksi terhadap antigen diri sendiri, namun
belum tentu terdapat akibat patogenik. Autoimunitas terdapat dalam
semua individu, namun penyakit autoimun terjadi pada individu yang
memiliki kerusakan pada mekanisme regulasi toleransi imun sehingga
terjadi kerusakan jaringan akibat reaksi imunologis dari tubuhnya
sendiri.(32)
b. Jenis - jenis
i. Rheumatoid Arthritis (RA)
RA merupakan penyakin inflamasi kronis yang tidak
diketahui penyebabnya. Ciri utama dari penyakit ini adanya
timbulnya polyarthritis peripheral yang simetris. RA adalah tipe
peradangan sendi kronis yang paling sering, dan dapat berakibat
pada kerusakan sendi dan disabilitas fisik. RA merupakan
penyakit yang sistemik, sehingga gejala yang timbul dapat berupa
perasaan lelah, nodul subkutan, gangguan pernafasan,
pericarditis, neuropati perifer, vasculitis, dan gangguan darah.
Sekitar 0.5 – 1% orang dewasa di dunia diperkirakan
memiliki RA. Terdapat beberapa data yang menunjukkan bahwa
insiden RA telah menurun dalam beberapa dekade terakhir.
26
Beberapa studi di Asia menunjukkan prevalensi yang lebih
rendah untuk RA yaitu sekitar 0.2 – 0.4%.
Kehamilan membuat perubahan sistem imun yang akan
mengubah perjalanan penyakit autoimun termasuk RA. Sejak
tahun 1931, peneliti telah menemukan bahwa kehamilan
memiliki efek mengurangi gejala RA pada pasien pengidapnya.
Patofisiologi kejadian ini belum diketahui, namun ada beberapa
teori yang mengekemukakan tentang pengaruh perubahan
hormonal dan imunitas tubuh ibu selama kehamilan adalah
penyebabnya. (33) Lebih dari 75% pasien RA yang menjadi hamil
akan mengalami perbaikan kondisi pada trimester pertama dan
kedua, dan pada trimester ketiga gejala RA akan mengalami
remisi.(34) Perbaikan kondisi tersebut bersifat sementara. Hampir
seluruh pasien yang mengalami perbaikan gejala RA akan
mengalami relapse pada periode postpartum.(35) Pada 90% pasien
yang mengalami remisi RA saat kehamilannya, ditemukan bahwa
gejalanya akan muncul kembali, dan diikuti dengan peningkatan
rheumatoid factor (RF) dalam 3 bulan setelah melahirkan.(34)
Pada pasien hamil yang mengidap RA, tidak ditemukan
adanya peningkatan signifikan terhadap timbulnya resiko
munculnya komorbiditas yang berpotensi membahayakan
kehamilan tersebut.(36)
ii. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
SLE adalah penyakit autoimun dimana organ dan sel – sel
tubuh mengalami kerusakan yang disebabkan oleh antibody yang
membuat kompleks imun dengan sel – sel dalam jaringan.
Penyakit ini dapat terjadi pada seluruh jenis kelamin dari
berbagai usia, namun 90% kasus SLE terjadi pada wanita usia
reproduktif. Prevalensi SLE di Amerika Serikat adalah 20 – 150
kasus per 100000 wanita.(37)
27
Berbeda dengan RA, penyakit SLE lebih tidak bisa
diprediksi munculnya selama kehamilan, sehingga terdapat
beberapa studi yang memberi kesan bahwa kehamilan menambah
resiko terjadinya eksaserbasi SLE.(38) Gejala dari SLE sangat
beragam, tetapi yang paling sering muncul adalah rasa lelah terus
– menerus dan nyeri sendi yang berpindah.
Diagnosis SLE dibuat dengan mengikuti algoritma berikut:
Apabila pada pemeriksaan ditemukan ANA positif, maka gejala klinis pada pasien harus
memenuhi kriteria diagnosis pada table berikut:
28
Interpretasi: keberadaan 4 kriteria (minimal 1 di setiap kategori) merupakan syarat untuk
mendiagnosis pasien dengan SLE dengan spesifisitas 93% dan sensitifitas 92%.
Terdapat beberapa komplikasi kehamilan yang lebih sering
dijumpai pada wanita dengan SLE, diantaranya abortus spontan,
kematian janin dalam kandungan, pertumbuhan janin terhambat,
kelahiran prematur, ketuban pecah dini, dan preeklamsia.(39)
F. Anemia(40)
a. Pengertian
Kehamilan normal menyebabkan banyak perubahan pada
fisiologi ibu, termasuk perubahan – perubahan dalam parameter
hematologis. Perubahan – perubahan tersebut mencakup meningkatnya
volume plasma darah yang relatif lebih besar dari pertambahan massa
sel darah merah sehingga mengakibatkan penurunan konsentrasi
hemoglobin.
Anemia ada suatu keadaan dimana kadar hemoglobin atau
eritrosit berkurang dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat
menjalankan fungsinya yaitu membawa oksigen ke jaringan perifer
dengan baik. Kadar normal hemoglobin dalam darah dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti usia, jenis kelamin, kehamilan, dan ketinggian
tempat tinggal. Kadar hemoglobin normal menurut WHO adalah 12
g/dL untuk wanita dewasa dan 13 g/dL untuk pria dewasa. Pada
wanita hamil terjadi hemodilusi karena peningkatan plasma darah
lebih banyak dibanding peningkatan massa sel darah merah, oleh
sebab itu nilai normal untuk wanita hamil berbeda. Menurut CDC,
seorang wanita hamil dikatakan memiliki anemia apabila memiliki
kadar hemoglobin <11 g/dL pada trimester pertama dan ketiga, dan
<10.5 g/dL pada trimester kedua.(41)
Penyebab anemia pada kehamilan yang paling dominan di dunia
adalah defisiensi zat besi. Kebutuhan zat besi fetus biasanya terpenuhi
29
walaupun kebutuhan sang ibu tidak tercukupi, namun defisiensi zat
besi pada ibu hamil dapat meningkatkan frekuensi persalinan preterm
dan berat badan lahir rendah.
b. Epidemiologi(42)
Anemia merupakan suatu kondisi yang banyak terjadi di dunia.
Pada tahun 2010, prevalensi anemia di dunia adalah 32.9%. Prevalensi
anemia di Indonesia sendiri menurut Riskesdas pada tahun 2013
mencapai 21.7% dari total penduduk, dengan proporsi 20.6% di
perkotaan dan 22.8% di pedesaan, dengan 18.4% pada laki – laki dan
23.8% pada perempuan. Berdasarkan kelompok umur, penderita
anemia berusia 5 – 14 tahun sebesar 26.4% dan pada kelompok umur
15 – 24 tahun sebesar 18.4%.
Pada ibu hamil, berdasarkan data WHO tahun 2011, terdapat
29.6% ibu hamil yang mengalami anemia. Berdasarkan data Survei
Kesehatan Nasional pada tahun 2010, prevalensi anemia pada ibu
hamil adalah sebesar 40.1%. Pada tahun 2013, menurut data
Riskesdas, prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar 37.1%. Data ini
menunjukkan tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil dan
penanganan yang masih belum maksimal.
c. Klasifikasi
Anemia umunya dibagi berdasarkan etiologi dan morfologi sel
darah. Menurut etiologi, anemia dibedakan berdasarkan penyakit yang
mengakibatkan anemia tersebut. Dari segi morfologi, anemia
diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah dan kadar
hemoglobin dalam sel darah tersebut.
Klasifikasi anemia berdasarkan etiologi:
i. Anemia karena gangguan produksi eritrosit dalam sumsum
tulang
1. Kekurangan komponen pembentuk darah
30
2. Gangguan utilisasi besi
3. Kerusakan sumsum tulang
ii. Anemia akibat kehilangan darah
1. Perdarahan akut
2. Perdarahan kronik
iii. Anemia hemolitik
1. Intrakorpuskular
2. ekstrakorpuskular
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dilihat dari nilai MCV
(mean corpuscular volume) dan MCH (mean corpuscular
hemoglobin). Pembagian anemia berdasarkan morfologi dibagi
menjadi:
i. Anemia hipokromik mikrositer (MCV < 80 fl dan MCH < 70
pg). Contohnya anemia defisiensi besi, thallasemia mayor,
anemia akibat penyakit kronik, dan anemia sideroblastik.
ii. Anemia normokromik normositer (MCV 80-95 fl dan MCH
27-34 pg). Contohnya anemia pasca perdarahan akut, anemia
aplastik, dan anemia akibat penyakit kronik.
iii. Anemia makrositer (kadar MCV > 95 fl)
1. Bentuk megaloblastik: anemia defisiensi asam folat,
anemia defisiensi B12, dan anemia pernisiosa.
2. Bentuk non megaloblastik: anemia penyakit hati kronik,
anemia pada hipotiroidisme.
31
d. Diagnosis
Diagnosis anemia ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis dapat ditemukan
gejala anemia yang meliputi gejala umum, gejala khas masing –
masing jenis anemia, dan gejala penyakit dasar penyebab anemia.
Gejala umum anemia merupakan gejala yang muncul akibat
kompensasi akibat iskemia organ atau jaringan, yang meliputi lemah,
letih, lesu, mudah lelah, tinnitus, mata berkunang – kunang, dan sesak
nafas. Gejala khas merupakan gejala yang spesifik muncul pada tipe
anemia tertentu, misalnya icterus pada anemia hemolitik, dan
32
koilonychias pada anemia defisiensi besi. Gejala penyakit dasar
merupakan gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang
menyebabkan aneima, dapat meliputi nyeri epigastrium dan
hematemesis pada anemia pernisiosa akibat gastritis.
Pemeriksaan fisik pada anemia memberikan hasil bervariasi
tergantung tipe anemia yang dialami, namun terdapat beberapa gejala
umum yang akan ditemukan pada hampir seluruh pasien anemia,
antara lain pasien tampak lesu, lemas dan kelelahan, konjungtiva
pucat, sianosis sentral atau perifer, icterus, hepatosplenomegali, dan
takikardia.
Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka
langkah berikutnya untuk mendiagnosis anemia adalah dengan
melakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang
paling mudah dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin diiringi
dengan hapusan darah tepi. Kedua pemeriksaan tersebut akan
memberikan informasi mengenai kadar hemoglobin dalam darah,
hematocrit, MCV, MCH, MCHC, serta morfologi sel darah merah
pada pasien. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan antara lain:
i. Pemeriksaan retikulosit
ii. Pemeriksaan serum besi dan total iron binding capacity
(TIBC)
iii. Aspirasi sumsum tulang
iv. Pemeriksaan lain yang dapat disesuaikan dengan diagnosis
e. Komplikasi
Anemia pada kehamilan yang tidak di terapi dapat menimbulkan
komplikasi mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa
komplikasi yang dapat timbul antara lain:
33
i. Gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan (intrauterine
growth retardation)
ii. Abortus
iii. Persalinan premature
iv. Inertia uterus
v. Atornia uterus
vi. Syok
vii. Dekompensasi kordis
f. Tatalaksana
i. Tatalaksana umum(24)
1. Apabila diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan
pemeriksaan hapusan darah tepi
2. Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia,
berikan suplementasi besi dan asam folat. Tablet yang
banyak tersedia saat ini adalah tablet berisi 60 mg besi
elemental dan 250 mcg asam folat. Tablet tersebut
dapat diberikan 3 kali sehari pada ibu hamil dengan
anemia.
3. Apabila dalam 90 hari muncul perbaikan, lanjutkan
pemberian tablet hingga 42 hari pasca persalinan.
Apabila pemberian tablet tersebut tidak memberikan
perbaikan, maka rujuk pasien ke pusat pelayanan yang
lebih tinggi untuk mencari penyebab anemia.
4. Berikut ada beberapa sediaan tablet zat besi yang
umum tersedia serta kandungan besi elemental masing
– masing:
Jenis sediaan Dosis sediaan Kandungan besi
elemental
Sulfas ferrosus 325 mg 65mg
34
Fero fumarat 325 mg 107 mg
Fero glukonat 325 mg 39 mg
Besi polisakarida 150 mg 150 mg
ii. Tatalaksana khusus
Tatalaksana ini dilakukan sesuai dengan jenis anemia yang
dimiliki pasien, yang diperiksa melalui apusan darah tepi.
1. Anemia mikrositik hipokrom:
a. Defisiensi besi: lakukan pemeriksaan ferritin.
Apabila ditemukan kadar ferritin <15 ng/mL,
berikan terapi zat besi setara 180 mg beso
elemental per hari. Apabila kadar ferritin
normal, lakukan pemeriksaan serum zat besi dan
TIBC
b. Thallasemia: pasien dengan kecurigaan
thallasemia perlu dirujuk dan dirawat bersama
dokter spesialis penyakit dalam untuk perawatan
lebih spesifik
2. Anemia normositik normokrom
a. Perdarahan: tanyakan riwayat perdarahan dan
cari tanda dan gejala abortus, kehamilan mola,
kehamilan ektopik, atau perdarah pasca
persalian dan lakukan terapi sesuai dengan
temuan klinis. Rujuk ke spesialis obstetri dan
ginekologi.
b. Infeksi kronik: temukan tanda dan gejala infeksi
lalu berikan terapi sesuai temuan medis.
3. Anemia makrositik hiperkrom:
35
a. Defisiensi asam folat dan vitamin B12: berikan
asam folat 1x2mg dan vitamin B12 1x 250 –
1000 mcg.
4. Transfusi perlu diberikan pada pasien dengan kondisi
berikut:
a. Kadar Hb < 7 g/dL atau kadar hematocrit <20%
b. Kadar Hb >7 g/dL dengan gejala klinis: pusing,
pandangan berkunang – kunang, atau takikardia.
5. Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan
janin dengan memantau pertambahan tinggi fundus,
pemeriksaan USG dan denyut jantung janin secara
berkala.
36
BAB III
KESIMPULAN
Kehamilan beresiko tinggi masih menjadi masalah bagi ibu hamil di dunia,
terutama di negara – negara berkembang. Hal tersebut digambarkan dengan masih
tingginya angka kematian ibu di seluruh dunia. Terdapat banyak faktor yang dapat
menyebabkan kehamilan menjadi beresiko tinggi, namun yang dibahas secara spesifik
dalam referat ini adalah usia ibu saat hamil hingga melahirkan, hipertensi dalam
kehamilan, diabetes gestasional, obesitas ibu, penyakit autoimun, dan anemia dalam
kehamilan. Faktor – faktor ini dapat menyebabkan komplikasi pada kehamilan, baik
pada ibu maupun janin yang dikandungnya.
Resiko kehamilan karena usia ibu disebabkan oleh keadaan maturitas rahim ibu
yang masih muda dan gangguan hormonal ibu yang berusia lebih tua. Usia yang
digolongkan ke dalam beresiko adalah usia ibu <21 tahun dan >35 tahun dalam
perkiraan persalinan. Pada masalah ini tidak ditemukan suatu tatalaksana spesifik
karena usia bukanlah sesuatu yang dapat diubah dengan teknologi kesehatan sekarang,
namun hal yang dapat dilakukan adalah dengan edukasi keluarga berencana terutama
mengenai pernikahan dan penggunaan kontrasepsi secara spesifik konstrasepsi steril
untuk wanita yang sudah berusia lebih tua.
Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab kematian ibu
terbesar. Banyak faktor resiko yang dapat menyebabkan seorang ibu mengalami
masalah hipertensi dalam kehamilan. Secara umum penanganan untuk hipertensi dalam
kehamilan telah membaik dengan adanya peningkatan akses kesehatan untuk seluruh
masyarakat dan adanya panduan tatalaksana yang spesifik untuk hipertensi dalam
kehamilan, namun yang mungkin masih menjadi masalah adalah kesadaran masyarakat
akan bahaya dari hipertensi dalam kehamilan.
Diabetes gestasional merupakan suatu intoleransi glukosa dalam berbagai
macam yang terjadi selama kehamilan. Prevalensi paling tinggi diabetes gestasional
adalah di asia tenggara yang mencakup Indonesia, sehingga diperlukan skrining yang
37
lebih ketat untuk menemukan ibu hamil yang memiliki diabetes gestasional ini.
Tatalaksana diabetes gestasional perlu dilakukan secara ketat dan terpadu.
Obesitas merupakan suatu kondisi medis yang banyak ditemukan di masyarakat.
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kondisi medis dimana terdapat penumpukan lemak
berlebihan yang berakibat pada IMT >30. Obesitas telah sering dikaitkan pada berbagai
penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung, dan lain – lain pada
masyarakat. Obesitas juga memiliki pengaruh yang sama pada ibu hamil, yaitu
hipertensi dalam kehamilan yang mencakup preeklamsia dan eklamsia, diabetes
gestasional, persalinan macet, dan lain – lain. Pengawasan ketat dan edukasi pada ibu
hamil dengan obesitas perlu dilakukan agar komplikasi – komplikasi tersebut tidak
muncul.
Penyakit autoimun merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan
komplikasi pada kehamilan dan membuat kehamilan beresiko tinggi. Secara spesifik
dibahas di referat ini adalah RA dan SLE. Berbeda dengan SLE yang perjalanan
penyakitnya tidak dapat ditebak selama kehamilan, pasien dengan RA sebelum hamil,
ditemukan bahwa gejala RA akan hilang pada awal kehamilan, namun akan muncul
kembali pada akhir kehamilan.
Anemia merupakan salah satu kondisi yang paling sering ditemui pada ibu
hamil. Hal tersebut terjadi karena pada ibu hamil memang terjadi anemia relatif arena
hemodilusi, ditambah dengan kebutuhan zat besi yang meningkat. Anemia yang paling
umum ditemukan paa ibu hamil adalah anemia defisiensi zat besi. Anemia dapat
didiagnosis menggunakan pemeriksaan kadar Hb dalam darah dan juga hapusan darah
tepi. Diagnosis dan penatalaksanaan anemia sudah dapat dilakukan di fasilitas
pelayanan primer, namun pada kasus dimana sudah terdapat komplikasi pada
kehamilan, maka perlu dirujuk ke rumah sakit.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Suresh V. Advanced Age Maternal Conception Modern Era Etiology for High
Risk Mother, Fetus and Newborn. International Journal of Multidisciplinary Approach
& Studies. 2015;2(4):97-104.
2. Milner M, Barry-Kinsella C, Unwin A, Harrison RF. The impact of maternal age
on pregnancy and its outcome. International Journal of Gynecology & Obstetrics.
1992;38(4):281-6.
3. Fraser AM, Brockert JE, Ward RH. Association of Young Maternal Age with
Adverse Reproductive Outcomes. New England Journal of Medicine.
1995;332(17):1113-8.
4. Lowe SA, Brown MA, Dekker GA, Gatt S, McLintock CK, McMahon LP, et al.
Guidelines for the management of hypertensive disorders of pregnancy 2008. Australian
and New Zealand Journal of Obstetrics and Gynaecology. 2009;49(3):242-6.
5. Sirait AM. PREVALENSI HIPERTENSI PADA KEHAMILAN DI
INDONESIA DAN BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN (RISET
KESEHATAN DASAR 2007)2013.
6. National Collaborating Centre for Ws, Children's H. National Institute for
Health and Clinical Excellence: Guidance. Hypertension in Pregnancy: The
Management of Hypertensive Disorders During Pregnancy. London: RCOG Press
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists.; 2010.
7. Sibai B, Dekker G, Kupferminc M. Pre-eclampsia. The Lancet.365(9461):785-
99.
8. (UK) NCCfWsaCsH. Hypertension in Pregnancy: The Management of
Hypertensive Disorders During Pregnancy. London: RCOG Press; 2010.
39
9. Askie LM, Duley L, Henderson-Smart DJ, Stewart LA. Antiplatelet agents for
prevention of pre-eclampsia: a meta-analysis of individual patient data. Lancet (London,
England). 2007;369(9575):1791-8.
10. Hofmeyr GJ, Lawrie TA, Atallah AN, Duley L. Calcium supplementation
during pregnancy for preventing hypertensive disorders and related problems. The
Cochrane database of systematic reviews. 2010(8):Cd001059.
11. Wen SW, Chen XK, Rodger M, White RR, Yang Q, Smith GN, et al. Folic acid
supplementation in early second trimester and the risk of preeclampsia. American
journal of obstetrics and gynecology. 2008;198(1):45.e1-7.
12. Gillon TER, Pels A, von Dadelszen P, MacDonell K, Magee LA. Hypertensive
Disorders of Pregnancy: A Systematic Review of International Clinical Practice
Guidelines. PLoS ONE. 2014;9(12):1-20.
13. Wilkerson HLC, O'Sullivan JB, Thorner R. A Study of Glucose Tolerance and
Screening Criteria in 752 Unselected Pregnancies. Diabetes. 1963;12(4):313-8.
14. O'Sullivan JB, Mahan CM. CRITERIA FOR THE ORAL GLUCOSE
TOLERANCE TEST IN PREGNANCY. Diabetes. 1964;13:278-85.
15. Alberti KGMM, Zimmet PZ. Definition, diagnosis and classification of diabetes
mellitus and its complications. Part 1: diagnosis and classification of diabetes mellitus.
Provisional report of a WHO Consultation. Diabetic Medicine. 1998;15(7):539-53.
16. Diagnostic criteria and classification of hyperglycaemia first detected in
pregnancy: A World Health Organization Guideline. Diabetes Research and Clinical
Practice.103(3):341-63.
17. da Rocha Fernandes J, Ogurtsova K, Linnenkamp U, Guariguata L, Seuring T,
Zhang P, et al. IDF Diabetes Atlas estimates of 2014 global health expenditures on
diabetes. Diabetes Research & Clinical Practice. 2016;117:48-54.
18. Teh WT, Teede HJ, Paul E, Harrison CL, Wallace EM, Allan C. Risk factors for
gestational diabetes mellitus: implications for the application of screening guidelines.
The Australian & New Zealand journal of obstetrics & gynaecology. 2011;51(1):26-30.
19. Ben-Haroush A, Yogev Y, Hod M. Epidemiology of gestational diabetes
mellitus and its association with Type 2 diabetes. Diabetic medicine : a journal of the
British Diabetic Association. 2004;21(2):103-13.
40
20. Krishnaveni GV, Hill JC, Veena SR, Bhat DS, Wills AK, Karat CL, et al. Low
plasma vitamin B12 in pregnancy is associated with gestational 'diabesity' and later
diabetes. Diabetologia. 2009;52(11):2350-8.
21. Hyperglycemia and Adverse Pregnancy Outcomes. New England Journal of
Medicine. 2008;358(19):1991-2002.
22. Ko GT, Chan JC, Tsang LW, Li CY, Cockram CS. Glucose intolerance and
other cardiovascular risk factors in chinese women with a history of gestational diabetes
mellitus. The Australian & New Zealand journal of obstetrics & gynaecology.
1999;39(4):478-83.
23. Tam WH, Ma RCW, Yang X, Li AM, Ko GTC, Kong APS, et al. Glucose
Intolerance and Cardiometabolic Risk in Adolescents Exposed to Maternal Gestational
Diabetes. Diabetes Care. 2010;33(6):1382-4.
24. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia WHO, POGI, HOGSI, PB IBI.
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Prof.dr. Endy M.
Moegni SK, Dr.dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG(K), editor2013. 356 p.
25. Andreasen KR, Andersen ML, Schantz AL. Obesity and pregnancy. Acta
Obstetricia et Gynecologica Scandinavica. 2004;83(11):1022-9.
26. Flier JS, Maratos-Flier E. Biology of Obesity. In: Kasper D, Fauci A, Hauser S,
Longo D, Jameson JL, Loscalzo J, editors. Harrison's Principles of Internal Medicine,
19e. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2015.
27. Organization WH. Obesity [
28. Metzger BE, Coustan DR. Summary and recommendations of the Fourth
International Workshop-Conference on Gestational Diabetes Mellitus. The Organizing
Committee. Diabetes Care. 1998;21 Suppl 2:B161-7.
29. Baeten JM, Bukusi EA, Lambe M. Pregnancy complications and outcomes
among overweight and obese nulliparous women. American journal of public health.
2001;91(3):436-40.
30. Martin JN, Jr., May WL, Rinehart BK, Martin RW, Magann EF. Increasing
maternal weight: a risk factor for preeclampsia/eclampsia but apparently not for HELLP
syndrome. Southern medical journal. 2000;93(7):686-91.
41
31. Catalano PM. Management of obesity in pregnancy. Obstetrics and gynecology.
2007;109(2 Pt 1):419-33.
32. Diamond B, Lipsky PE. Autoimmunity and Autoimmune Diseases. In: Kasper
D, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson JL, Loscalzo J, editors. Harrison's Principles
of Internal Medicine, 19e. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2015.
33. Pura M, Kreze A, Jr. [From the history of endocrinology: reminiscence of the
discovery of adrenocortical hormones]. Casopis lekaru ceskych. 2005;144(9):648-50;
discussion 50-1.
34. Rothfield N. Oxford Textbook of Rheumatology. New England Journal of
Medicine. 1994;331(14):956-7.
35. Barrett JH, Brennan P, Fiddler M, Silman AJ. Does rheumatoid arthritis remit
during pregnancy and relapse postpartum?: Results from a nationwide study in the
United Kingdom performed prospectively from late pregnancy. Arthritis &
Rheumatism. 1999;42(6):1219-27.
36. Tandon VR, Sharma S, Mahajan A, Khajuria V, Kumar A. PREGNANCY AND
RHEUMATOID ARTHRITIS. Indian Journal of Medical Sciences. 2006;60(8):334-44.
37. Hahn BH. Systemic Lupus Erythematosus. In: Kasper D, Fauci A, Hauser S,
Longo D, Jameson JL, Loscalzo J, editors. Harrison's Principles of Internal Medicine,
19e. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2015.
38. Ruiz-Irastorza G, Lima F, Alves J, Khamashta MA, Simpson J, Hughes GR, et
al. Increased rate of lupus flare during pregnancy and the puerperium: a prospective
study of 78 pregnancies. British journal of rheumatology. 1996;35(2):133-8.
39. Adams Waldorf KM, Nelson JL. AUTOIMMUNE DISEASE DURING
PREGNANCY AND THE MICROCHIMERISM LEGACY OF PREGNANCY.
Immunological investigations. 2008;37(5):631-44.
40. Mims MP. Hematology During Pregnancy. In: Kaushansky K, Lichtman MA,
Prchal JT, Levi MM, Press OW, Burns LJ, et al., editors. Williams Hematology, 9e.
New York, NY: McGraw-Hill Education; 2015.
41. CDC criteria for anemia in children and childbearing-aged women. MMWR
Morbidity and mortality weekly report. 1989;38(22):400-4.
42
42. Pasricha S-R. Anemia: a comprehensive global estimate. Blood.
2014;123(5):611-2.
43