REFERAT lina.docx

60
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM) merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun, apabila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai ketuban pecah dini pada kehamilan premature atau Preterm Premature Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis membrane janin. 1,2 Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran hidup dan KPD merupakan penyebab paling sering menimbulkan infeksi pada saat mendekati persalinan. Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10% wanita mengalami KPD dan 30- 40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau 1

Transcript of REFERAT lina.docx

Page 1: REFERAT lina.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane

(PROM) merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.

Namun, apabila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka

disebut sebagai ketuban pecah dini pada kehamilan premature atau Preterm

Premature Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban

tersebut diduga berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi

dalam kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis membrane

janin.1,2

Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2002-2003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran

hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai

sebab. Salah satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi

sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran hidup dan KPD merupakan penyebab

paling sering menimbulkan infeksi pada saat mendekati persalinan. Prevalensi

KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-

10% wanita mengalami KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan

kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga

dapat berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini juga berkaitan dengan

meningkatnya risiko morbiditas pada ibu maupun janin.2,3

Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan yang

menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada

selaput ketuban ataupun asenderen dari vagina atau serviks. Selain itu fisiologi

selaput ketuban yang abnormal, serviks inkompetensia, kelainan letak janin,

usia wanita kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, faktor golongan darah,

faktor multigraviditas/paritas, merokok, keadaan sosial ekonomi, perdarahan

antepartum, riwayat abortus dan persalinan preterm sebelumnya, riwayat KPD

sebelumnya, defisiensi gizi yaitu tembaga atau asam askorbat, ketegangan

1

Page 2: REFERAT lina.docx

rahim yang berlebihan, kesempitan panggul, kelelahan ibu dalam bekerja, serta

trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam dan

amniosintesis.1,2

Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa infeksi

(65%) sebagai penyebabnya. Selain itu, coitus saat hamil dengan frekuensi

lebih dari 3 kali seminggu, posisi coitus yaitu suami diatas dan penetrasi penis

yang sangat dalam sebesar 37,50%, aktivitas berat sebesar 43,75%, infeksi

genitalia sebesar 37,50%, paritas (multipara) sebesar 37,59%, riwayat KPD

sebesar 18,75% dan usia ibu yang lebih dari 35 tahun merupakan faktor yang

mempengaruhi KPD.2,3

Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki

pengetahuan yang baik mengenai anatomi dan struktur membrane fetal, serta

memahami pathogenesis terjadinya ketuban pecah dini, sehingga mampu

menegakkan diagnosis ketuban pecah dini secara tepat dan memberikan terapi

secara akurat untuk memperbaiki luaran/outcome dan prognosis pasien ketuban

pecah dini dan bayinya.2

B. Tujuan Penulisan

a. Untuk pemenuhan tugas dalam kepaniteraan klinik bagian Obstetri dan

Ginekologi.

b. Diharapkan mahasiswa dapat lebih mengetahui tentang ketuban pecah dini

baik dari definisi, penyebab, proses penyakit, penatalaksanaan serta hal lain

yang berkaitan dengan ketuban pecah dini.

c. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui penegakan diagnosis ketuban

pecah dini tertutama berkaitan dengan pemeriksaan serta gambaran yang

dapat dijadikan acuan dalam penegakan diagnosis ketuban pecah dini.

d. Dapat dijadikan bahan referesni untuk penulisan yang lebih lanjut.

2

Page 3: REFERAT lina.docx

C. Manfaat Penulisan

Dapat dijadikan sebagai tinjauan pustaka berkaitan dengan ketuban pecah

dini sehingga dapat dijadikan bahan rujukan untuk pemahaman yang lebih

mendalam.

3

Page 4: REFERAT lina.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of

membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada

saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu

didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang

menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam

kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila

ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5

cm pada multigravida.3,4,5,6

Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before

the onset of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis

sebelum permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan

Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in

partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara

kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang

pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan.Sedangkan

menurut Yulaikah (2009) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum

terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat tanda

persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut

ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi ini merupakan penyebab persalinan

premature dengan segala komplikasinya.2,3

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum

persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu

maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur.1 Ketuban pecah

dini atau premature rupture of the membranes (PROM) adalah pecahnya

selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda persalinan. Sebagian besar

ketuban pecah dini terjadi diatas 37 minggu kehamilan.7

4

Page 5: REFERAT lina.docx

Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan

aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur

rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur

kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur

rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut

prolonged PROM.4,5,6

B. Epidemiologi

Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan pada

kehamilan midtrester. Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1 – 3 %, dan kurang

dari 1 %. Secara umum insidensi KPD terjadi sekitar 7 – 12 %. Insidensi KPD

kira – kira 12 % dari semua kehamilan.8

Hal yang menguntungkan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, 

bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan cukup bulan dari pada kurang

bulan, yaitu sekitar 96%, sedangkan pada kehamilan kurang bulan terjadi

sekitar 34%.7,8

Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus

KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7 %.

Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80%

kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko

infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-

1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD

preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan

kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan

2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.4,5

C. Etiologi

Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya

elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan

perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat

kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh

5

Page 6: REFERAT lina.docx

infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada

amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah

lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian besar jaringan kolagen

terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal

korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem

aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan

inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease

dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini

menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen

pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan

mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi

sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.4,5,8

Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi

ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban

pecah dini, antara lain:

a. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)

Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana

korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.

Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin,

bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis.1 Membrana khorioamnionitik

terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh

persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan

untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik.2 Grup B

streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.

Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan Staphylococcus

epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan

ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-bakteri tersebut dapat

melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal

ini menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks, dan

pecahnya selaput ketuban.2,4

6

Page 7: REFERAT lina.docx

Jika terdiagnosis korioamnionitis, perlu segera dimulai upaya untuk

melahirkan janin sebaiknya pervaginam. Sayangnya, satu-satunya

indikator yang andal untuk menegakkan diagnosis ini hanyalah demam;

suhu tubuh 38ºC atau lebih, air ketuban yang keruh dan berbau yang

menyertai pecah ketuban yang menandakan infeksi.6,8

b. Infeksi genitalia

Meskipun chlamydia trachomatis adalah patogen bakteri paling

umum yang ditularkan lewat hubungan seksual, tetapi kemungkinan

pengaruh infeksi serviks oleh organisme ini pada ketuban pecah dini dan

kelahiran preterm belum jelas. Pada wanita yang mengalami infeksi ini

banyak mengalami keputihan saat hamil juga mengalami ketuban pecah

dini kurang dari satu jam sebelum persalinan dan mengakibatkan berat

badan lahir rendah.8 Seorang wanita lebih rentan mengalami keputihan

pada saat hamil karena pada saat hamil terjadi perubahan hormonal yang

salah satu dampaknya adalah peningkatan jumlah produksi cairan dan

penurunan keasaman vagina serta terjadi pula perubahan pada kondisi

pencernaan. Keputihan dalam kehamilan sering dianggap sebagai hal

yang biasa dan sering luput dari perhatian ibu maupun petugas kesehatan

yang melakukan pemeriksaan kehamilan. Meskipun tidak semua

keputihan disebabkan oleh infeksi, beberapa keputihan dalam kehamilan

dapat berbahaya karena dapat menyebabkan persalinan kurang bulan

(prematuritas), ketuban pecah sebelum waktunya atau bayi lahir dengan

berat badan rendah (< 2500 gram).1,6

Sebagian wanita hamil tidak mengeluhkan keputihannya karena

tidak merasa terganggu padahal keputihanya dapat membahayakan

kehamilannya, sementara wanita hamil lain mengeluhkan gejala gatal

yang sangat, cairan berbau namun tidak berbahaya bagi hasil

persalinannya. Dari berbagai macam keputihan yang dapat terjadi selama

kehamilan, yang paling sering adalah kandidiosis vaginalis,

vaginosisbakterial dan trikomoniasi.2,4 Dari NICHD Maternal-fetal

Medicine Units Network Preterm Prediction Study melaporkan bahwa

7

Page 8: REFERAT lina.docx

infeksi klamidia genitourinaria pada usia gestasi 24 minggu yang

dideteksi berkaitan dengan peningkatan kejadian ketuban pecah dini dan

kelahiran preterm spontan sebesar dua kali lipat setelah terinfeksi bakteri

ini.8,9

Infeksi akut yang sering menyerang daerah genital ini termasuk

herpes simpleks dan infeksi saluran kemih (ISK) yang merupakan infeksi

paling umum yang mengenai ibu hamil dan sering menjadi faktor

penyebab pada kelahiran preterm dan bayi berat badan rendah. Pecah

ketuban sebelum persalinan pada preterm dapat berhubungan dengan

infeksi maternal. Sekitar 30% persalinan preterm disebabkan oleh infeksi

dan mendapat komplikasi dari infeksi tersebut.8 Pada kehamilan akan

terjadi peningkatan pengeluaran cairan vagina dari pada biasanya yang

disebabkan adanya perubahan hormonal, maupun reaksi alergi terhadap

zat tertentu seperti karet kondom, sabun, cairan pembersih vagina dan

bahan pakaian dalam. Keputihan pada kehamilan juga dapat terjadi

akibat adanya pertumbuhan berlebihan sel-sel jamur yang dapat

menimbulkan infeksi didaerah genital. Keputihan akibat infeksi yang

terjadi pada masa kehamilan akan meningkatkan resiko persalinan

prematur dan ketuban pecah dan janinnya juga mengalami infeksi.9

Persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas,

infeksi diyakini merupakan salah satu penyebab terjadinya ketuban pecah

dini dan persalinan preterm. Vaginosis bakterial adalah sindrom klinik

akibat pargantian laktobasilus penghasil H2O2 yang merupakan flora

normal vagina dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi seperti

gardnerella vaginalis, yang akan menimbulkan infeksi. Keadaan ini telah

lama dikaitkan dengan kejadian ketuban pecah dini, persalinan preterm

dan infeksi amnion, terutama bila pada pemeriksaan pH vagina lebih dari

5,04 yang normalnya nilai pH vagina adalah antara 3,8-4,5. Abnormalitas

pH vagina dapat mengindikasikan adanya infeksi vagina.1

Herpes simpleks adalah virus menular seksual yang jarang tetapi

serius yang bisa tetap tidak aktif sampai orang mengalami stres atau tidak

8

Page 9: REFERAT lina.docx

sehat. Biasanya merupakan kondisi kronis dan kambuhan serta bisa berat

bagi bayi baru lahir. Infeksi herpes primer biasanya menyebabkan

demam ringan dan perasaan tidak sehat. Muncul lesi yang menimbulkan

nyeri sekitar genital internal dan eksternal/serviks, ulserasi, dan biasanya

sembuh dalam tiga minggu.8,9 Herpes aktif bisa terdiagnosa dengan

inspeksi klinis didaerah genital untuk lesi yang tampak

(internal/eksternal) pada saat awitan persalinan atau pecah ketuban

spontan. Sectio saeraria merupakan satu-satunya indikasi bila infeksi

masih aktif sehingga lesinya jelas.8,9

c. Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia)

Didasarkan pada adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk

mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering menyebabkan

kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini dapat

berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti septum uterus dan

bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat dari trauma bedah pada

serviks pada konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi

berlebihan serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik.1

Diagnosa inkompetensi serviks ditegakkan ketika serviks menipis

dan membuka tanpa disertai nyeri pada trimester kedua atau awal

trimester ketiga kehamilan. Umumnya, wanita datang kepelayanan

kesehatan dengan keluhan perdarahan pervaginam, tekanan pada

panggul, atau ketuban pecah dan ketika diperiksa serviksnya sudah

mengalami pembukaan. Bagi wanita dengan inkompetensi serviks,

rangkaian peristiwa ini akan berulang pada kehamilan berikutnya, berapa

pun jarak kehamilannya. Secara tradisi, diagnosis inkompetensia serviks

ditegakkan berdasarkan peristiwa yang sebelumnya terjadi, yakni

minimal dua kali keguguran pada pertengahan trimester tanpa disertai

awitan persalinan dan pelahiran.1,5,10

Faktor resiko inkompetensi serviks meliputi riwayat keguguran

pada usia kehamilan 14 minggu atau lebih, adanya riwayat laserasi

serviks menyusul pelahiran pervaginam atau melalui operasi sesar,

9

Page 10: REFERAT lina.docx

adanya pembukaan serviks berlebihan disertai kala dua yang memanjang

pada kehamilan sebelumnya, ibu berulang kali mengalami abortus

elektif pada trimester pertama atau kedua, atau sebelumnya ibu

mengalami eksisi sejumlah besar jaringan serviks (conization). Apabila

seorang wanita mempunyai riwayat keguguran pada trimester kedua atau

pada awal trimester ketiga, konsultasi dengan dokter mut lak diperlukan.

Jika seorang wanita datang ketika sudah terjadi penipisan serviks,

pembukaan, tekanan panggul, atau perdarahan pervaginam yang

sebabnya tidak diketahui, maka ia perlu segera mendapat

penatalaksanaan medis.7,8,9

d. Trauma

Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah

dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik

dari frekuensi yang lebih dari 3 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami

diatas dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50% memicu

terjadinya ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis

dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena biasanya

disertai infeksi. Kelainan letak janin misalnya letak lintang, sehingga

tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang

dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.3,5

Hubungan seksual selama hamil memiliki banyak dampak terhadap

kehamilan. Pada trimester pertama kehamilan biasanya gairah seks

mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat ibu didera mual, muntah,

lemas, malas dan apapun yang bertolak belakang dengan semangat

libido. Tetapi trimester kedua umumnya libido timbul kembali, tubuh ibu

telah dapat menerima kembali, tubuh telah terbiasa dengan kondisi

kehamilan sehingga ibu dapat menikmati aktifitas dengan lebih leluasa

dari pada trimester pertama. Mual-muntah dan segala rasa tidak enak

biasanya sudah jauh berkurang demikian pula urusan hubungan seksual.

Ini akibat meningkatnya pengalihan darah ke organ-organ seksual

seperti vagina dan payudara. Memasuki trimester ketiga minat/libido

10

Page 11: REFERAT lina.docx

menurun kembali, tetapi hal ini tidak berlaku pada semua wanita hamil.

Tidak sedikit wanita yang libidonya sama seperti trimester sebelumnya,

hal ini normal sebab termasuk beruntung karena tidak tersiksa oleh kaki

bengkak, sakit kepala, sakit punggung dan pinggul, berat badan yang

semakin bertambah atau keharusan istirahat total.6

Frekuensi koitus pada trimester ketiga kehamilan yang lebih dari

tiga kali seminggu diyakini berperan pada terjadinya ketuban pecah dini,

hal ini berkaitan dengan kondisi orgasme yang memicu kontraksi rahim,

namun kontraksi ini berbeda dengan kontraksi yang dirasakan menjelang

persalinan. Selain itu, paparan terhadaap hormon prostaglandin didalam

semen (cairan sperma) juga memicu kontraksi yang walaupun tidak

berbahaya bagi kehamilan normal, tetapi harus tetap diwaspadai jika

memiliki resiko melahirkan prematur.7,10 Pada kehamilan tua untuk

mengurangi resiko kelahiran preterm maupun ketuban pecah adalah

dengan mengurangi frekwensi hubungan seksual atau dalam keadaan

betul-betul diperlukan wanita tidak orgasme meski menyiksa. Tapi jika

tetap memilih koitus, keluarkanlah sperma diluar dan hindari penetrasi

penis yang terlalu dalam serta pilihlah posisi berhubungan yang aman

agar tidak menimbulkan penekanan pada perut ataupun dinding rahim.

Mengurangi frekwensi koitus yang sejalan dengan meminimalkan

orgasme selain dapat mengurangi terjadinya ketuban pecah dini, dapat

pula mengurangi penekanan pembuluh darah tali pusat yang membawa

oksigen untuk janin, sebab penekanan yang berkepanjangan oleh karena

kontraksi pada pembuluh darah dapat menyebabkan gawat janin akibat

kurangnya supply oksigen ke janin.7,10

e. Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara.

Primipara adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin

mencapai titik mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang mengalami

ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit

saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk kecemasan

akan kehamilan. Selain itu, hal ini berhubungan dengan aktifitas ibu saat

11

Page 12: REFERAT lina.docx

hamil yaitu akhir triwulan kedua dan awal triwulan ketiga kehamilan

yang tidak terlalu dibatasi dan didukung oleh faktor lain seperti

keputihan atau infeksi maternal.8 Sedangkan multipara adalah wanita

yang telah beberapa kali mengalami kehamilan dan melahirkan anak

hidup. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami

ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran

yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan mengalami ketuban

pecah dini pada kehamilan berikutnya.8

Meski bukan faktor tunggal penyebab ketuban pecah dini namun

faktor ini juga diyakini berpengaruh terhadap terjadinya ketuban pecah

dini. Yang didukung satu dan lain hal pada wanita hamil tersebut, seperti

keputihan, stress (beban psikologis) saat hamil dan hal lain yang

memperberat kondisi ibu dan menyebabkan ketuban pecah dini.8,10

f. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya

Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali

mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya

ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya penurunan

kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya

ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien

risiko tinggi. Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan

atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita yang

telah mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya

kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami ketuban

pecah dini kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan

berikutnya.8

g. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi

uterus) misalnya polihidramnion dan gemeli.

Pada kelahiran kembar sebelum 37 minggu sering terjadi pelahiran

preterm, sedangkan bila lebih dari 37 minggu lebih sering mengalami

ketuban pecah dini.8 Perubahan pada volume cairan amnion diketahui

berhubungan erat dengan hasil akhir kehamilan yang kurang bagus. Baik

12

Page 13: REFERAT lina.docx

karakteristik janin maupun ibu dikaitkan dengan perubahan pada volume

cairan amnion. Polihidramnion, akumulasi berlebihan cairan amnion (> 2

liter), seringkali terjadi disertai gangguan kromosom, kelainan struktur

seperti fistula trakeosofageal, defek pembuluh saraf dan malformasi

susunan sarap pusat akibat penyalahgunaan zat dan diabetes pada ibu.

AFI (amnion fluid indeks) pada kehamilan cukup bulan secara normal

memiliki rentang antara 5,0 cm dan 23,0 cm.6

Polihidramnion dapat terjadi akibat kelainan kongenital, diabetes

mellitus, janin besar (makrosomia), kehamilan kembar, kelainan pada

plasenta dan tali pusat dan penggunaan obat-obatan (misalnya

propiltiourasil). Kelainan kongenital yang sering menimbulkan

polihidramnion adalah defek tabung neural, obstruksi traktus

gastrointestinal bagian atas, dan kelainan kromosom (trisomi 21, 18, 8,

13) komplikasi yang sering terjadi pada polihidramnion adalah

malpresentasi janin, ketuban pecah dini, prolaps tali pusat, persalinan

pretem dan gangguan pernafasan pada ibu.1,2,10

Kehamilan kembar juga sangat penting diidentifikasi sejak dini.

Sejumlah komplikasi yang dihubungakan dengan kehamilan, persalinan

dan pelahiran serta masa nifas pada wanita yang mengandung lebih dari

satu janin. Kemungkinan yang mungkin timbul pada kehamilan kembar

adalah anomali janin, keguguran dini, lahir hidup, plasenta previa,

persalinan dan pelahiran preterm, diabetes kehamilan, preeklamsi,

malpresentasi dan persalinan dengan gangguan. Pada kehamilan kembar,

evaluasi plasenta bukan hanya mencakup posisinya tetapi juga

korionisitas kedua janin. Pada banyak kasus adalah mungkin saja

menentukan apakah janin merupakan kembar monozigot atau dizigot.

Selain itu, dapat juga ditentukan apakah janin terdiri dari satu atau dua

amnion. Upaya membedakan ini diperlukan untuk memperbaiki resiko

kehamilan. Pengawasan pada wanita hamil kembar perlu ditingkatkan

untuk mengevaluasi resiko persalinan preterm. Gejala persalinan preterm

harus ditinjau kembali dengan cermat setiap kali melakukan kunjungan.

13

Page 14: REFERAT lina.docx

Wanita dengan kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami ketuban

pecah dini juga preeklamsi. Hal ini biasanya disebabkan oleh

peningkatan massa plasenta dan produksi hormon. Oleh karena itu, akan

sangat membantu jika ibu dan keluarga dilibatkan dalam mengamati

gejala yang berhubungan dengan preeklamsi dan tanda-tanda ketuban

pecah.6,7

Kehamilan dengan janin kembar juga akan mempengaruhi

kenyamanan dan citra tubuh, kesiapan perawatan bayi dan keuangan,

semua faktor ini akan menimbulkan stres dan hendaknya petugas

kesehatan lebih banyak memberi konseling dan pendidikan kesehatan.

Konseling tentang persalinan pretem dan preeklamsi perlu di upayakan

guna memberi perawatan kehamilan dengan janin kembar yang

bermutu.2,8

h. Faktor usia ibu

Usia ibu yang ≤ 20 tahun termasuk usia yang terlalu muda dengan

keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan

mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia ≥ 35 tahun

tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu

primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini. Usia dan

fisik wanita sangat berpengaruh terhadap proses kehamilan pertama, pada

kesehatan janin dan proses persalinan. Sampai sekarang, rekomendasi

WHO untuk usia yang dianggap paling aman menjalani kehamilan dan

persalinan adalah 20 hingga 30 tahun. Kehamilan di usia kurang dari 20

tahun dapat menimbulkan masalah karena kondisi fisik belum 100%

siap.3,4,5

Beberapa resiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang

dari 20 tahun adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan

pertumbuhan janin terhambat. Bisa jadi secara mental pun wanita belum

siap. Ini menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan diri dan

kandungannya menjadi rendah. Di luar urusan kehamilan dan persalinan,

risiko kanker leher rahim pun meningkat akibat hubungan seks dan

14

Page 15: REFERAT lina.docx

melahirkan sebelum usia 20 tahun ini. Berbeda dengan wanita usia 20-30

tahun yang dianggap ideal untuk menjalani kehamilan dan persalinan. Di

rentang usia ini kondisi fisik wanita dalam keadaan prima. Rahim sudah

mampu memberi perlindungan atau kondisi yang maksimal untuk

kehamilan. Umumnya secara mental pun siap, yang berdampak pada

perilaku merawat dan menjaga kehamilannya secara hati-hati.1,3

Usia 30-35 tahun sebenarnya merupakan masa transisi “Kehamilan

pada usia ini masih bisa diterima asal kondisi tubuh dan kesehatan wanita

yang bersangkutan termasuk gizinya, dalam keadaan baik”. Mau tidak

mau, suka atau tidak suka, proses kehamilan dan persalinan berkaitan

dengan kondisi dan fungsi organ-organ wanita. Artinya, sejalan dengan

bertambahnya usia, tidak sedikit fungsi organ yang menurun. Semakin

bertambah usia, semakin sulit hamil karena sel telur yang siap dibuahi

semakin sedikit. Selain itu, kualitas sel telur juga semakin menurun. Itu

sebabnya, pada kehamilan pertama di usia lanjut, resiko perkembangan

janin tidak normal dan timbulnya penyakit kelainan bawaan juga tinggi,

begitu juga kondisi-kondisi lain yang mungkin mengganggu proses

kehamilan dan persalinan seperti kelahiran preterm ataupun ketuban

pecah dini. Meningkatnya usia juga membuat kondisi dan fungsi rahim

menurun. Salah satu akibatnya adalah jaringan rahim yang tak lagi subur.

Padahal, dinding rahim tempat menempelnya plasenta. Kondisi ini

memunculkan kecenderungan terjadinya plasenta previa atau plasenta

tidak menempel di tempat semestinya. Selain itu, jaringan rongga

panggul dan otot-ototnya pun melemah sejalan pertambahan usia. Hal ini

membuat rongga panggul tidak mudah lagi menghadapi dan mengatasi

komplikasi yang berat, seperti perdarahan. Pada keadaan tertentu, kondisi

hormonalnya tidak seoptimal usia sebelumnya. Itu sebabnya, resiko

keguguran, ketuban pecah, kematian janin, dan komplikasi lainnya juga

meningkat.1,3,7

Namun secara umum periode waktu dari ketuban pecah dini sampai

kelahiran berbanding terbalik dengan usia gestasi saat ketuban pecah,

15

Page 16: REFERAT lina.docx

jika ketuban pecah pada trimester ketiga, maka hanya diperlukan

beberapa hari saja sehingga pelahiran terjadi dibandingkan dengan

trimester kedua.8

D. Patofisiologi

Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya

selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya

regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi

komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.2,4

Gambar 2.1 Gambar skematik stukur selaput ketuban saat aterm9

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan

jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan

aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh

matriks metalloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang

dapat memecah komponen-komponen matriks ekstraseluler. Enzim tersebut

diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada

pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya

16

Page 17: REFERAT lina.docx

didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV.

Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat metalloproteinase/tissue

inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1,

MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan

TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1. 1,6,9

Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjada selama masa kehamilan oleh

karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relative lebih

tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu

didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari RIMP

yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ekstraseluler selaput

ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan

degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui

meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada

preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta

kadar TIMP-1 yang rendah.3,6,9

Gangguan nutrisi merupakan salah satu factor predisposisi adanya

gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah

dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban

pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur

triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada

wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam

askorbat yang rendah.2

Infeksi

Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa

mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus

aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan

terjadinya degradasi membrane dan akhirnya melemahkan selaput ketuban.

Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi

sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-

1 dan tumor nekrosis factor α yang diproduksi oleh monosit akan

meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri

17

Page 18: REFERAT lina.docx

dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput

ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena

menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membrane. Beberapa

jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan

precursor prostaglandin dari membrane fosfolipid. Respon imunologis terhadap

infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat

perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam

induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam akidonat

menjadi prostaglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi

prostaglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin

terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia

dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput

ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-3. Indikasi terjadi

infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperature

rectal ibu dimana dikatakan positif jika temperature rectal lebih dari 38 C,⁰

peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit

dan cairan vaginal berbau.8,9,10

Gambar 2.2 Mekanisme inflamasi pada selaput ketuban10

Patofisiologi pada infeksi intrapartum :

- Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan

langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.

18

Page 19: REFERAT lina.docx

- Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau

dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin,

kemudian ke ruang intraamnion.

- Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin

menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).

- Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan

dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.9,10

Hormon

Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks

ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormone ini didapatkan

menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi

TIMP pada fibroblast serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi

progesterone akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi

walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada

juga protein hormone relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan

ikat diproduksi secara local oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini

mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesterone

dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam

membrane janin. Aktivitas hormone ini meningkat sebelum persalinan pada

selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormone-hormon tersebut dalam

pathogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.13,14

Kematian Sel Terprogram

Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami

kematian sel terprogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar

robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami

apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis

mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi

setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa

apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun

mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.7,9

19

Page 20: REFERAT lina.docx

Peregangan Selaput Ketuban

Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa factor di selaput

ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga

merangsang aktivitas MMP-1 pada membrane. Interleukin-8 yang diproduksi

dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan

merangsang aktifitas kolagenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan

terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler

yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban.10

Gambar 2.3 Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini10

E. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban pecah dini adalah

keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina berbau amis

dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau

menetes, disertai dengan demam/menggigil, juga nyeri pada perut, keadaan

seperti ini dicurigai mengalami amnionitis.6 Cairan ini tidak akan berhenti atau

kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu duduk atau

20

Page 21: REFERAT lina.docx

berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau

“menyumbat” kebocoran untuk sementara.5,7

Ada pula tanda dan gejala yang tidak selalu ada (kadang-kadang) timbul

pada ketuban pecah dini seperti ketuban pecah secara tiba-tiba, kemudian

cairan tampak diintroitus dan tidak adanya his dalam satu jam. Keadaan lain

seperti nyeri uterus, denyut jantung janin yang semakin cepat serta perdarahan

pervaginam sedikit tidak selalu dialami ibu dengan kasus ketuban pecah dini.

Namun, harus tetap diwaspadai untuk mengurangi terjadinya komplikasi pada

ibu maupun janin.6,8

F. Diagnosis

Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena

diagnosis yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan

bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya.

Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin

mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau

keduanya. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat.

Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :10

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau

mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau,

atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba

dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah

ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri

maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20

minggu.10

Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan

tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan

dengan tinggi yang diharapkan menurut hari pertama haid terakhir.

Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.10

b. Pemeriksaan dengan spekulum

21

Page 22: REFERAT lina.docx

Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel

cairan ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk

kultur dan pemeriksaan bakteriologis.5,7

Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini

adalah8,9 :

- Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.

- Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.

- Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass

dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan

gambaran seperti daun pakis.

Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa

adanya cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air

ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput

ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru

(basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali

amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru

bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya

lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning)

dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio

lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi

kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari

kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap

Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan

Neisseriagonorea.9,10

c. Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan

dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian

presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat.

Periksa dalam harus dihindari kecuali  jika  pasien  jelas  berada  dalam

masa persalinan atau telah ada  keputusan untuk melahirkan.8,9,10

d. Pemeriksaan penunjang10

22

Page 23: REFERAT lina.docx

- Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus

merah menjadi biru.

- Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3

kemungkinan ada infeksi.

- USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan,

letak janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air

ketuban.

- Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin

secara dini atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi

intrauterin atau peningkatan suhu, denyut jantung janin akan

meningkat.

- Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin -

sfingomielin dan fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi

kematangan paru janin.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini perlu

mempertimbangkan morbiditas dan mortalitas immaturitas neonatal yang

berhubungan dengan persalinan dan risiko infeksi terhadap ibu dan janin.140

Hal yang segera harus dilakukan dalam penanganan ketuban pecah dini

adalah :3,4,5,10

- Pastikan diagnosis.

- Tentukan umur kehamilan.

- Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal dan janin.

- Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.

Dalam menghadapi ketuban pecah dini, harus dipertimbangkan beberapa

hal berikut :

a. Fase laten :

- Lamanya sejak ketuban pecah sampai terjadinya proses persalinan.

- Semakin panjang fase laten, semakin besar kemungkinan terjadinya

infeksi.

23

Page 24: REFERAT lina.docx

- Mata rantai infeksi merupakan ascendens infeksi, antara lain ;

Korioamnionitis:

o Abdomen terasa tegang.

o Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis.

o Protein c reaktif meningkat.

o Kultur cairan amnion positif.

Desiduitis : infeksi yang terjadi pada lapisan desidua.

b. Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG yang

mempunyai program untuk mengukur BB janin. Semakin BB janin

semakin besar kemungkinan kematian dan kesakitan sehingga tindakan

terminasi memerlukan pertimbangan keluarga.

c. Presentasi janin intrauteri

Presentasi janin merupakan penunjukuntuk melakukan terminasi

kehamilan.Pada letak lintang atau bokong, harus dilakukan dengan jalan

seksio sesarea.Pertimbangan komplikasi dan resiko yang akan dihadapi

janin dan maternal terhadap tindakan terminasi.

d. Usia kehamilan

Makin muda kehamilan antar terminasi kehamilan banyak

diperlukan waktu untuk mempertahankan janin hingga lebih matur.

Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin besar dan

membahayakan janin serta situasi maternal.

Medikamentosa

a. Kortikosteroid8,10

Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan mortalitas

perinatal pasca ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid juga menekan

risiko terjadinya sindrom distress pernafasan ( 20 – 35,4% ), hemoragi

intraventrikular ( 7,5 – 15,9% ), enterokolitis nekrotikans (0,8 – 4,6%).

Rekomendasi sebagian besar menggunakan betamethason (celestone)

intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari. National Institute of

Health merekomendasikan pemberian kortikosteroid sebelum masa

gestasi 30 – 23 minggu, dengan asumsi viabilitas fetus dan tidak ada

24

Page 25: REFERAT lina.docx

infeksi intra amniotik.Pemberian kortikosteroid setelah masa gestasi 34

minggu masih controversial dan tidak direkomendasikan kecuali ada

bukti immaturitas paru melalui pemeriksaan amniosentesis.

b. Antibiotik

Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah dini dapat

menekan infeksi neonatal dan memperpanjang periode latensi. Sejumlah

antibiotik yang digunakan meliputi ampisilin 2 gram dengan kombinasi

eritromisin 250 mg setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberian

amoksisilin 250 mg dan eritromisin 333 mg setiap 8 jam untuk lima hari.

Pasien yang mendapat kombinasi ini dimungkinkan dapat

mempertahankna kandungan selama 3 minggu setelah penghentian

pemberian antibiotik setelah 7 hari.9,10

KETUBAN PECAH ≥ 37 MINGGU

INFEKSI NON-

INFEKSI

INFEKSI NON-

INFEKSI

Penisilin

Gentamisin

Metronidazol

Lahirkan

bayi

Amoksilin

+

Eritromisi

n untuk 7

hari

Steroid

untuk

pematanga

n paru

Penisilin

Gentamisin

Metronidazol

Lahirkan bayi

Lahirkan

bayi

Berikan

penisilin

atau

ampisili

n

Antibiotik setelah persalinan

PROFILAKSIS INFEKSI NON-

INFEKSI

Stop antibiotik Lanjutkan untuk 24-48 jam

setelah bebas panas

Tidak perlu

antibiotic

25

Page 26: REFERAT lina.docx

Tabel 2.1 Penggunaan antibiotik untuk ketuban pecah dini10

c. Agen Tokolitik

Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang

periode latensi namun tidak memperbaiki luaran neonatal.Tidak banyak

data yang tersedia mengenai pemakaian agen tokolitik untuk ketuban

pecah dini. Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak diperkenankan

dan hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih jauh.10

Tatalaksana Ketuban Pecah Dini

Kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan pada ketuban pecah dini :

a. Konservatif

Tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban sehingga

masa kehamilan dapat diperpanjang. Tirah baring ini juga dapat

dikombinasikan dengan pemberian antibiotik sebagai profilaksis

(mencegah infeksi). Antibiotik yang dianjurkan :

- Ampicillin (untuk infeksi Streptococcus β ) : 4 x 500 mg atau

eritromicin bila tidak tahan ampicillin dan metronidazol 2 x 500 mg

selama 7 hari.

- Eritrosin dosis tinggi (untuk infeksi Clamydia trachomatis,

ureoplasma, dan lainnya) .

Bahaya menunggu terlalu lama adalah kemungkinan infeksi

semakin meningkat sehingga terpaksa harus dilakukan terminasi.9,10

b. Tatalaksana aktif

Dilakukan untuk memperpanjang usia kehamilan dengan

pemberian kombinasi :

- Kortikosteroid untuk pematangan paru (Betametazon IM 12 mg 24

jam atau deksametazon IM 6 mg 12 jam selama 2 hari).

- Tokolitik untuk mengurangi atau menghambat kontraksi uterus,

dapat diberikan :

Β – Sympathomimetic : Ritodrine

Magnesium sulfat

26

Page 27: REFERAT lina.docx

Indometacin

Nifedipine : Epilate

Atosiban : Tractocile

- Antibiotik untuk profilaksis infeksi (mengurangi peranan infeksi

sebagai pemicu terjadinya proses persalinan)

Tindakan tatalaksana aktif juga tidak terlalu banyak meningkatkan

maturitas janin dan paru.Dalam keadaan terpaksa harus dilakukan

terminasi kehamilan untuk menyelamatkan janin dan maternal.6,7,8

Dalam menunda persalinan ini, ada lima kriteria yang dapat

dipertimbangkan :

- Usia kehamilan < 26 minggu. Sulit mempertahankan kehamilan

sampai aterm atau sampai usia kehamilan sekitar 34 minggu.

Bahaya infeksi dan oligohiramnion akanmenimbulkan masalah

pada janin. Bayi dengan usia kehamilan kurang dari 26 minggu

sulit untuk hidup dan beradaptasi di luar kandungan.

- Usia kehamilan 26 - 31 minggu. Persoalan tentang sikap dan

komplikasi masih sama dengan usia kandungan < 26 minggu.

Namun pada rumah sakit yang sudah maju, dimungkinkan adanya

perawatan intensif neonatus. Pertolongan bayi dengan berat < 2.000

gram dianjurkan dengan seksio sesarea.

- Usia kehamilan 31 - 33 minggu. Dilakukan amniosintesis untuk

menetukan kematangan paru, atau test busa (bubble test).

Memperhatikan kemungkinan infeksi intrauteri. Bayi dengan berat

> 2.000 gram sangat mungkin ditolong.

- Usia kehamilan 34 - 36 minggu. BB janin sangat baik sehingga

dapat dilakukan induksi persalinan atau seksio sesarea.

- Usia kehamilan > 36 minggu. Sudah dianggap aterm sehingga

dapat hidup diluar kandungan dan selamat.Kehamilan pada usia ini

dapat di induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat

pula diberikan misoprostol 25 – 50 µg intravaginal setiap 6 jam

27

Page 28: REFERAT lina.docx

maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotic

dosis tinggi dan persalinan diakhiri.

Bila pembukaan / skor pelviks < 5, lakukan pematangan

serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil akhiri

persalinan dengan seksio sesarea.

Bila pembukaan / skor pelviks > 5, induksi persalinan.5

c. Tatalaksana agresif

Tidakan agresif dilakukan bila ada indikasi vital sehingga tidak

dapat ditunda karena mengancam kehidupan janin atau maternal. Indikasi

vital yang dimaksudkan yaitu :

- Infeksi intrauteri.

- Solution plasenta.

- Gawat janin.

- Prolaps tali pusat.

- Evaluasi detak janin dengan KTG menunjukkan hasil gawat janin

atau redup.

- BB janin cukup viable untuk beradaptasi di luar kandungan.

Pemilihan ketiga sikap diatas sangat sulit bila pada ketuban pecah dini,

janin masih premature. Keadaan janin yang premature akan menghadapi

berbagai kendala umum akibat ketidakmampuannya beradaptasi dengan

kehidupan diluar kandungan. Hal ini diakibatkan organ vital yang belum siap

untuk menghadpi situasi yang sangat berbeda dengan keadaan intrauteri

sehingga menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.6,7,8

28

Page 29: REFERAT lina.docx

Skema 2.1 Tatalaksana ketuban pecah dini preterm10

29

Page 30: REFERAT lina.docx

Skema 2.2 Tatalaksana ketuban pecah dini aterm10

30

Page 31: REFERAT lina.docx

H. Komplikasi

Komplikasi timbul pada Ketuban Pecah Dini ini tergantung pada usia

kehamilan. Ia dapat terjadi infeksi maternal ataupon neonatal, persalinan

premature, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,

meningkatnya insiden seksio sesarea atau gagalnya persalinan normal.1,3

a. Persalinan Prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.

Periode laten tergantung umur kehamilan.

- Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban

pecah.

- Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.

- Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1

minggu.7

b. Infeksi

Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini.

Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia,

pneumonia, omfalitis.Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin

terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering

daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban

Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.

- Komplikasi Ibu:

Endometritis.

Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia).

Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi

sangat banyak).

Syok septik sampai kematian ibu.

- Komplikasi Janin

Asfiksia janin.

Sepsis perinatal sampai kematian janin.

31

Page 32: REFERAT lina.docx

c. Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan

tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.Terdapat hubungan antara

terjadinya gawat janin dan oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban,

janin semakin gawat.2,7

d. Penekanan tali pusat (Prolapsus)

Gawat janin, kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada

presentasi bokong atau letak lintang), trauma pada waktu lahir dan

prematur.10

Gambar 2.4 Prolapsus tali pusat9

e. Sindrom Deformitas Janin

Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan

pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan oleh kompresi muka

dan anggota badan janin serta hipoplasi pulmonary.5

Komplikas

i

Bentuk Keterangan

Maternal *Antepartum

-Korioamnionitis 30-60%

-Solusio plasenta

*Intrapartum

-Trauma persalinan akibat

*Sepsis jarang terjadi

karena pemberian

antibiotic dan resusitasi

*Trauma tindakan

32

Page 33: REFERAT lina.docx

induksi/operatif.

*Kemungkinan retensio dari plasenta

*Postpartum

-Trauma tindakan operatif

-Infeksi masa nifas

-Perdarahan postpartum.

operasi

-Trias komplikasi :

^ Infeksi

^ Trauma tindakan

^ Perdarahan

Neonatus *Semakin muda usia kehamilan dan

semakin rendah berat badan janin,

maka komplikasi makin berat.

*Komplikasi akibat prematuritas;

-mudah infeksi

-mudah terjadi trauma akibat

tindakan persalinan

-mudah terjadi aspirasi air ketuban

dan menimbulkan asfiksia sehingga

menyebabkan kematian.

*Komplikasi postpartum;

-Penyakit Respiratory Distress

Syndrome (RDS) atau hialin

membrane

-Hipoplasia paru dengan akibatnya

-Tidak tahan terhadap hipotermia.

-Sering terjadi hipoglikemia

-Gangguan fungsi alat vital.

*Komplikasi akibat

oligohidramnion;

-Gangguan tumbuh kembang yang

*Kejadian komplikasi

yang diindikasikan untuk

terminasi kehamilan;

-Prolaps tali pusat

-Infeksi intrauteri

-Solusio plasenta

*Untuk membuktikan

terjadi infeksi intrauteri

dapat dilakukan

amniosentesis dengan

tujuan untuk;

-kultur cairan amnion

-pemeriksaan glukosa

-alfa fetoprotein

-fibronektin

*Upaya untuk tirah

baring dan pemberian

antibiotic dapat

33

Page 34: REFERAT lina.docx

menyebabkan deformitas.

-Gangguan sirkulasi retroplasenta

yang menimbulkan asidosis dan

asfiksia.

-Retraksi otot uterus yang

menimbulkan solusio plasenta.

*Komplikasi akibat ketuban pecah;

-Prolaps bagian janin terutama tali

pusat dengan akibatnya.

-Mudah terjadi infeksi intrauteri dan

neonatus.

memperpanjang usia

kehamilan supaya berat

badan janinnya lebih

besar dan lebih mamput

untuk hidup di luar

kandungan.

Tabel 2.2 Komplikasi maternal dan perinatal9

I. Pencegahan

a. Pencegahan primer

Untuk mengurangi terjadinya pecah ketuban dini, dianjurkan bagi

ibu hamil untuk mengurangi aktivitas pada akhir trimester kedua dan

awal trimester ke tiga, serta tidak melakukan kegiatan yang

membahayakan kandungan selama kehamilan. Ibu hamil juga harus

dinasihati supaya berhenti merokok dan mengambil alkohol. Berat badan

ibu sebelum kehamilan juga harus cukup mengikut Indeks Massa Tubuh

(IMT) supaya tidak berlaku mana-mana komplikasi. Selain itu, pasangan

juga dinasihati supaya menghentikan koitus pada trimester akhir

kehamilan bila ada faktor predisposisi.10

b. Pencegahan sekunder

Mencegah infeksi intrapartum dengan;

- Antibiotika spektrum luas : gentamicin iv 2 x 80 mg, ampicillin iv

4 x 1 mg, amoxicillin iv 3 x 1 mg, penicillin iv 3 x 1.2 juta IU,

metronidazol drip.

34

Page 35: REFERAT lina.docx

- Pemberian kortikosteroid : kontroversi. Di satu pihak dapat

memperburuk keadaan ibu karena menurunkan imunitas, di lain

pihak dapat menstimulasi pematangan paru janin (surfaktan).10

J. Prognosis

Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :

- Usia kehamilan.

- Adanya infeksi / sepsis.

- Faktor resiko / penyebab.

- Ketepatan diagnosis awal dan penatalaksanaan3,4

Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan

komplikasi KPD tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi

intrauterin, dan kondisi pasien. Pada umumnya, tampak lebih pantas untuk

membawa semua pasien dengan ketuban pecah ke rumah sakit dan melahirkan

semua bayi yang berumur lebih dari 36 minggu, maupun semua bayi dengan

rasio lesitin-sfingomielin matur, dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk

memperkecil resiko infeksi intrauterin. Persalinan diinduksi dengan oksitosin

selama presentasi janin adalah kepala. Bila induksi gagal, dilakukan seksio

sesarea. Seksio sesarea juga dianjurkan untuk presentasi bokong, letak lintang,

atau gawat janin (fetal distress), kalau tidak janin terlalu imatur sehingga tidak

ada harapan untuk bertahan hidup. Kelahiran dianjurkan untuk pasien hamil

muda dengan korioamnionitis, persalinan prematur, atau gawat janin.

Kelahiran traumatik tanpa hipoksia janin penting untuk memperkecil mortalitas

dan morbiditas perinatal.6,9

35

Page 36: REFERAT lina.docx

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpilan

Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane

(PROM) merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.

Ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai

ketuban pecah dini pada kehamilan premature atau Preterm Premature Rupture

of Membrane (PPROM).

Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat

kehamilan aterm, 8-10% wanita mengalami KPD dan 30-40% dari kasus KPD

merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.

KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan

morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal

yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain

disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang

meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering

dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif .

Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap

aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai

terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang

berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan

sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan

dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang

cukup.

Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi,

karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap

masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada

KPD, flora vagina yang normal ada bisa menjadi patogen yang akan

membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu

36

Page 37: REFERAT lina.docx

membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat

persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya

infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering

terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi

yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom

(RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru.

Diagnosis untuk menegakan di dasarkan pada beberapa hal diantaranya

yaitu, anamnesa dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan dengan spekulum,

pemeriksaan dalam dan pemeriksaan penunjang.

B. Saran

Menambah referensi bacaan agar dapat memperoleh tinjauan pustaka

yang lebih banyak dan bermanfaat.

37

Page 38: REFERAT lina.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Winkjosastro H., Saifuddin A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-682.

2. Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal : 218-220.

3. Saifudin A.B. 2002. Ketuban Pecah Dini. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal : 112-115.

4. Mochtar, Rustam. 1998. Ketuban Pecah Dini. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : EGC. Hal : 255-258.

5. Mansjoer, Arif dkk. 2001. Ketuban Pecah Dini. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal : 310- 313.

6. Mirazanie, H. Desy Kurniawati. 2010. Ketuban Pecah Dini. Obgynacea, Obstretri dan Ginekologi. Yogyakarta : Tosca enterprise. Hal : VI.16-18.

7. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diambil dari http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf. Diakses pada tanggal 14 Agustus 2014.

8. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://id.scribd.com/doc/83328609/Ketuban-Pecah-Dini. Diakses pada tanggal 14 Agustus 2014.

9. Ketuban Pecah Dini. Diambil dari situs

http://id.scribd.com/doc/168849825/Referat-KPD. Diakses pada tanggal 14

Agustus 2014.

38

Page 39: REFERAT lina.docx

10. Ketuban Pecah Dini. Diambil dari situs

http://id.scribd.com/doc/183253825/Referat-KPD-doc . Diakses pada tanggal 14

Agustus 2014.

39