Referat KNF

36
REFERAT KARSINOMA NASOFARING Disusun Oleh : Mellati Zastia Putri (1102011160) Pembimbing : Dr. Aswaldi , Sp. THT Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga, Hidung dan Tenggorokan Periode 21 Desember 2015 – 23 Januari 2016

description

knf word

Transcript of Referat KNF

Page 1: Referat KNF

REFERAT

KARSINOMA NASOFARING

Disusun Oleh :Mellati Zastia Putri (1102011160)

Pembimbing :Dr. Aswaldi , Sp. THT

Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga, Hidung dan TenggorokanPeriode 21 Desember 2015 – 23 Januari 2016

RSUD PASAR REBO JAKARTAFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI2016

Page 2: Referat KNF

PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang

terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher

merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan

sinus paranasal (18%), laring (16%) dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring

dalam presentase rendah. Insiden yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan

makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr. Berdasarkan data laboratorium patologi

anatomi tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor

payudara, tumor getah bening dan tumor kulit.

Diagnosis dini menentukan prognosis penderita namun cukup sulit dilakukan

karena nasofaring tersembunyi dibelakang tabir langit-langit terletak dibawah dasar

tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting didalam tengkorak dan

ke lateral maupun ke posterior leher.

Oleh karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan

ahli, seringkali tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher

lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama.

Untuk dapat berperan dalam pencegahan, deteksi dini dan rehabilitasi perlu

diketahui seluruh aspeknya, antara lain epidemiologi, etiologi, diagnostik,

pemeriksaan serologi histopatologi, terapi dan pencegahan, serta perawatan paliatif

pasien yang pengobatannya tidak berhasil baik.

1

Page 3: Referat KNF

TINJAUAN PUSTAKA

KARSINOMA NASOFARING

I. ANATOMI NASOFARING

Nasofaring merupakan suatu ruang atau rongga yang berbentuk kubus yang terletak di belakang hidung. Batas-batas rongga nasofaring yaitu atap nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak, tempat keluar dan masuknya saraf otak dan pembuluh darah. Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum molle. Dinding depan dibentuk oleh koana dan septum nasi dibagian belakang. Bagian belakang berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia prevertebralis dan otot dinding faring. Pada dinding lateral terdapat orifisium yang berbentuk segitiga, sebagai muara tuba eustachius dengan batas superoposterior berupa tonjolan tulang rawan yang disebut torus tubarius. Sedangkan kearah superior terdapat fossa rossenmuller atau resessus lateral.

Gambar 1. Anatomi Hidung dan Nasofaring Tampak Samping

Gambar 2. Anatomi Nasofaring Tampak Belakang

2

Page 4: Referat KNF

Nasofaring diperdarahi oleh cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal asenden dan desenden serta cabang faringeal arteri sfenopalatina. Darah vena dari pembuluh darah balik faring pada permukaan luar dinding muskuler menuju pleksus pterigoid dan vena jugularis interna. Daerah nasofaring dipersarafi oleh saraf sensoris yang terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila dari saraf trigeminus (N.V2), yang menuju ke anterior nasofaring.

Gambar 3. Kelompok kelenjar limfe leher dan kemungkinan letak lesi primernya

Sistem limfatik daerah nasofaring terdiri dari pembuluh getah bening yang saling menyilang dibagian tengah dan menuju ke kelenjar Rouviere yang terletak pada bagian lateral ruang retrofaring, selanjutnya menuju ke kelenjar limfa disepanjang vena jugularis dan kelenjar limfa yang terletak dipermukaan superfisial.

Bangunan-bangunan penting yang terdapat di nasofaring adalah:

1. Adenoid atau Tonsila Lushkaatau Tonsila pharyngeal.Secara teoritis adenoid akan hilang setelah pubertas karena adaenoid akan mencapai titik optimal pada umur 12-14 tahun. Lokasi pada dinding superior dan dorsal nasopharing sebelah lateral bursa pharyngea. Fungsinya sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman yang lewat jalan napas hidung.

2. Fosa Nasofaring atau Forniks Nasofaring. Struktur ini berupa lekukan kecil disebelah atas torus tubarius yang merupakan tempat predileksi fibroma nasofaring atau angiofibroma nasofaring.

3. Torus Tubarius.Merupakan suatu tonjolan tempat muara dari saluran tuba Eustachii (ostium tuba).

4. Fosa Rosenmuller. Merupakan suatu lekuk kecil yang terletak di sebelah belakang torus tubarius. Lekuk kecil ini diteruskan ke bawah belakang sebagai alur kecil yang disebut sulkus salfingo- faring. Fossa Rosenmulleri merupakan tempat perubahan atau pergantian epitel dari epitel kolumnar/kuboid menjadi

3

Page 5: Referat KNF

epitel pipih. Tempat pergantian ini dianggap merupakan predileksi terjadinya keganasan nasofaring.

Mukosa atau selaput lendir nasofaring terdiri dari epitel yang bermacam-macam, yaitu epitel kolumnar simpleks bersilia, epitel kolumnar berlapis, epitel kolumnar berlapis bersilia, dan epitel kolumnar berlapis semu bersilia. Pada tahun 1954, Ackerman dan Del Regato berpendapat bahwa epitel semu berlapis pada nasofaring ke arah mulut akan berubah mejadi epitel pipih berlapis. Demikian juga epitel yang ke arah palatum molle, batasnya akan tajam dan jelas sekali. Yang terpenting di sini adalah pendapat umum bahwa asal tumor ganas nasofaring itu adalah tempat-tempat peralihan atau celah-celah epitel yang masuk ke jaringan limfe di bawahnya.

Walaupun fosa Rosenmuller atau dinding lateral nasofaring merupakan lokasi keganasan tersering, tapi kenyataannya keganasan dapat juga terjadi di tempat-tempat lain di nasofaring. Moch. Zaman mengemukakan bahwa keganasan nasofaring dapat juga terjadi pada:

1. Dinding atas nasofaring atau basis kranii dan tempat di mana terdapat adenoid.2. Di bagian depan nasofaring yaitu terdapat di pinggir atau di luar koana.3. Dinding lateral nasofaring mulai dari fosa Rosenmulleri sampai dinding faring

dan palatum molle. Nasopharing akan tertutup bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah, mengucapkan kata-kata etrtentu seperti hak.Fungsi nasopharing :

Sebagai jalan udara pada respirasi Jalan udara ke tuba eustachii Resonator Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung

Secret dari nasopharing dapat bergerak ke bawah karena: Gaya gravitasi Gerakan menelan Gerakan silia (kinosilia) Gerkan usapan palatum molle

II. DEFINISI

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring.

III. EPIDEMIOLOGI

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala – leher yang terbanyak yang ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus

4

Page 6: Referat KNF

paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut , tonsil, hipofaring dalam presentase rendah.

Secara global, pada tahun 2000 terdapat lebih kurang 65.000 kasus baru dan 38.000 kematian yang disebabkan penyakit ini. Insiden KNF tertinggi di dunia dijumpai pada penduduk daratan Cina bagian selatan, suku Kanton di propinsi Guang Dong dan daerah Guangxi dengan angka mencapai lebih dari 50 per 100.000 penduduk pertahun. Selain itu cukup banyak kasus karsinoma nasofaring di yunani, afrika bagian utara seperti aljazair, Tunisia, pada orang eksimo, Alaska dan Greenland, penyebabnya diduga adalah karena memakan makanan yang di awetkan pada musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamine.

Indonesia termasuk salah satu negara dengan prevalensi penderita KNF yang termasuk tinggi di luar Cina. Data registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun 2003 menunjukan bahwa KNF menempati urutan pertama dari semua tumor ganas primer pada laki – laki dan urutan ke 8 pada perempuan. Karsinoma nasofaring lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan dan dapat mengenai semua umur, dengan insidens meningkat setelah usia 30 tahun dan mencapai puncak pada umur 40-60 tahun. Tumor ganas ini tidak mempunyai gejala yang spesifik, seringkali tanpa gejala, sehingga hal ini menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan terapi. Bahkan pada > 70 % kasus gejala pertama berupa lymphadenopathy cervical, yang merupakan metastasis KNF.

IV. ETIOLOGI

Etiologi karsinoma nasofaring ini masih belum diketahui secara pasti. Dikatakan bahwa beberapa faktor saling berkaitan sehingga akhirnya disimpulkan bahwa penyebab penyakit ini adalah multifaktor. Keganasan ini berhubungan dengan infeksi EBV (Epstein Barr Virus) karena titer anti EBV yang lebih tinggi didapatkan pada hampir semua pasien.

Infeksi EBV primer biasanya subklinis. Transmisi utama melalui saliva. Limfosit B adalah target utama EBV, jalur masuk EBV ke sel epitel masih belum jelas, replikasi EBV dapat terjadi di sel epitel orofaring. Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. Virus Epstein-Barr dapat memasuki sel-sel epitel orofaring, bersifat menetap (persisten), tersembunyi (laten) dan sepanjang masa (life-long). Antibodi Anti-EBV ditemukan lebih tinggi pada pasien karsinoma nasofaring, pada pasien karsinoma nasofaring terjadi peningkatan antibody IgG dan IgA, hal ini dijadikan pedoman tes skrining karsinoma nasofaring pada populasi dengan risiko tinggi.

Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh

5

Page 7: Referat KNF

dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.

Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Sebagai contoh, kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus-menerus mulai dari masa kanak- kanak, merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma nasofaring.

Mediator yang dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring ialah:

1. Zat Nitrosamin. Didalam ikan asin terdapat nitrosamin yang ternyata merupakan mediator penting. Nitrosamin juga ditemukan dalam ikan / makanan yang diawetkan di Greenland juga pada ” Quadid ” yaitu daging kambing yang dikeringkan di Tunisia, dan sayuran yang difermentasi (asinan) serta taoco di Cina.

2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup. Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik ventilasinya di Cina, Indonesia dan Kenya, meningkatkan jumlah kasus KNF. Di Hongkong, pembakaran dupa rumah-rumah juga dianggap berperan dalam menimbulkan KNF.

3. Sering kontak dengan zat yang dianggap bersifat karsinogen yaitu zat yang dapat menyebabkan kanker, antara lain Benzopyrene, Benzoathracene (sejenis Hidrokarbon dalam arang batubara ), gas kimia, asap industri, asap kayu dan beberapa ekstrak tumbuhan - tumbuhan.

4. Ras dan keturunan. Kejadian KNF lebih tinggi ditemukan pada keturunan Mongoloid dibandingkan ras lainnya. Di Asia terbanyak adalah bangsa Cina, baik yang negara asalnya maupun yang perantauan. Ras melayu yaitu Malaysia dan Indonesia termasuk yang banyak terkena.

5. Radang Kronis di daerah nasofaring. Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap karsinogen lingkungan.

V. MANIFESTASI KLINIS

Gejala Klinik

Gejala dini Gejala lanjut Gejala akibat metastasis

Gejala Dini

Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan penting untuk mengetahui

6

Page 8: Referat KNF

gejala dini KNF dimana tumor masih terbatas di rongga nasofaring.

Gejala Telinga :

Sumbatan tuba eutachius / kataralis akibat tempat asal tumor dekat muara tuba eustachius ( fossa Rossen-Muller ) hingga tuba tertutup akan menyebabkan gejala :

- Rasa penuh atau tidak nyaman di telinga hingga rasa nyeri di telinga (otalgia)- Berdengung (tinitus) akibat tekanan dalam kavum timpani menjadi menurun- Radang telinga tengah sampai perforasi membran timpani dengan akibat

gangguan pendengaran.

Gejala Hidung:

- Pilek lama yang tidak sembuhSumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana sehingga ikut menyebabkan gangguan penciuman.

- EpistaksisDinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi perdarahan hidung atau epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan.

- Ingus dapat seperti nanah, encer atau kental dan berbau.

Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lain- lainnya. Epistaksis juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang. Hal ini menyebabkan keganasan nasofaring sering tidak terdeteksi pada stadium dini.

Gejala Lanjut

Gejala Tumor Leher

Pembesaran leher atau tumor leher merupakan penyebaran terdekat secara

limfogen dari karsinoma nasofaring. Penyebaran ini bisa terjadi unilateral maupun bilateral. Tidak semua benjolan leher menandakan penyakit ini. Spesifitas tumor leher sebagai metastase karsinoma nasofaring adalah letak tumor di ujung prosesus mastoid, di belakang angulus mandibula, di dalam muskulus sternokleidomastoideus, keras, tidak nyeri dan tidak mudah bergerak.

Gejala Mata

Penjalaran tumor melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, dan VI sehingga dapat terjadi gejala :

7

Page 9: Referat KNF

- Diplopia- Strabismus (juling)- Kebutaan

Bila perluasan tumor mengenai chiasma opticum dan N.II

Gejala Saraf

Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranialis biasanya didahului oleh beberapa gejala subyektif yang dirasakan sangat menganggu oleh penderita seperti :

- Nyeri kepala atau kepala terasa berputar,- Hipoestesia pada daerah pipi dan hidung,- Sulit menelan (disfagia).- Neuralgia trigeminal

Proses karsinoma nasofaring yang lebih lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:

- Lidah- Palatum- Faring atau laring- M. sternocleidomastoideus- M. trapezeus

Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat juga disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian , biasanya prognosisnya buruk.

Gejala akibat metastasis

Sel-sel kanker dapat ikut bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh

yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering

ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi menandakan suatu stadium dengan

prognosis sangat buruk.

VI. PATOFISIOLOGI

Infeksi laten EBV sangat penting dalam perkembangan menuju displasia yang berat pada KNF. Seperti yang ditemukan pada keganasan umumnya, terdapat beberapa tahap gambaran histologi yang mencerminkan perubahan genetik pada KNF.

8

Page 10: Referat KNF

Gambar 4. Karsinogenesis Karsinoma Nasofaring

Displasia merupakan lesi awal yang dapat terdeksi, yang diperkirakan dipengaruhi oleh beberapa karsinogen lingkungan. Hal ini berkaitan dengan kehilangan alel pada lengan pendek kromosom 3 dan 9 yang menyebabkan inaktivasi beberapa tumor suppressor genes, terutama p14, p15, dan p16.

Karsinogen yang berkaitan belum ditemukan namun terdapat hubungan antara konsumsi ikan asin pada masyarakat Cina dan makanan asin lain dengan perkembangan KNF. Area displasia ini merupakan asal dari tumor namun belum cukup untuk menyebabkan perkembangan yang progresif. Pada stadium laten ini, infeksi EBV dapat mengacu pada perkembangan displasia yang lebih berat. Didapatkan kerusakan gen pada kromosom 12 dan kehilangan alel pada 11q, 13q dan 16q dapat memicu terjadinya kanker invasif dan metastasis sering dihubungkan dengan mutasi p53 dan ekspresi cadherin yang menyimpang.

PATOLOGI

Patologi pada KNF dapat ditinjau secara makroskopis dan mikroskopis

1. Makroskopis

Secara makroskopis, pertumbuhan KNF dibedakan menjadi 3 bentuk :

a. Ulseratif Biasanya berupa lesi kecil disertai jaringan nekrotik. Terbanyak dijumpai di dinding posterior nasofaring atau fossa Rossenmuller yang lebih dalam dan sebagian kecil dinding lateral. Tipe ini sering tumbuh progresif infiltatif, meluas pada bagian lateral, atap nasofaring dan tulang basis kranium. Lesi ini juga sering merusak foramen laserum dan meluas pada fossa serebralis media melibatkan beberapa saraf kranial (II,III,IV,V,VI) yang menimbulkan kelainan neurologik.

b. Nodular Biasanya berbentuk anggur atau polipoid tanpa adanya ulserasi tetapi kadang-kadang terjadi ulserasi kecil. Lesi terbanyak muncul di area tuba eustachius

9

Page 11: Referat KNF

sehingga menyebabkan sumbatan tuba. Tumor dapat meluas pada retrospenoidal dan tumbuh disekitar saraf kranial namun tidak menimbulkan gangguan neurologik. Pada stadium lanjut tumor dapat meluas pada fossa serebralis media dan merusak basis kranium atau meluas ke daerah orbita melalui fossa orbitalis inferior dan dapat menginvasi sinus maksilaris melalui tulang ethmoid.

c. Eksofitik Biasanya non-ulseratif, tumbuh pada satu sisi nasofaring, kadang-kadang bertangkai dan permukaan licin. Tumor muncul dari bagian atap, mengisi kavum nasi dan menimbulkan penyumbatan hidung. Tumor ini mudah nekrosis dan berdarah sehingga menyebabkan epistaksis. Tumor bentuk ini cepat mencapai sinus maksilaris dan rongga orbita sehingga menyebabkan eksoftalmus unilateral. Tipe ini jarang melibatkan saraf kranial.

2. Mikroskopis

a. Perubahan pra keganasan Perubahan ini merupakan sebagai kondisi dari jaringan atau organ yang tumbuh menjadi ganas secara perlahan. Penelitian yang dilakukan Teoh (1957) mendapatkan bahwa metaplasia skuamosa merupakan keadaan yang paling bermakna untuk terjadinya KNF. Dari penelitian Li dan Chen (1976) ditemukan juga adanya hiperplasia dari sel-sel nasofaring yang berkembang kearah keganasan. Dari berbagai penelitian diatas menyokong bahwa metaplasia dan hiperplasia nasofaring merupakan perubahan pra keganasan dari karsinoma nasofaring.

b. Perubahan patologik pada mukosa nasofaring Reaksi radang

Radang akut dan kronis sering dijumpai pada mukosa nasofaring. Bentuk perubahan ini biasanya dihubungkan dengan tukak mukosa yang mengandung sejumlah leukosit PMN, sel plasma dan eosinofil. Pada peradangan kronis akan dijumpai limfosit dan jaringan fibrosis. Ada anggapan yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara proses regenerasi pada ulserasi epitel nasofaring dengan perubahan metaplasia dan displasia dari epitel tersebut.

HiperplasiaHiperplasia yang sering terlihat pada lapisan sel mukosa kelenjar dan salurannya maupun pada jaringan limfoid. Hiperplasia kelenjar sering dihubungkan dengan proses radang. Sedang hiperplasia jaringan limfoid dapat terjadi dengan atau tanpa proses radang.

MetaplasiaSering terlihat metaplasia pada epitel kolumnar nasofaring berupa perubahan kearah epitel skuamosa bertingkat.

NeoplasiaLiang (1962) menemukan bahwa neoplasia mulai tumbuh di bagian basal

10

Page 12: Referat KNF

lapisan sel epitel. Lapisan basal ini yang mulanya sangat kecil akan bertambah besar, jumlah sel bertambah banyak dan bentuknya akan menjadi bulat atau pleomorfik.

VII. DIAGNOSIS

Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma nasofaring, protokol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium tumor :

1. Anamnesis / pemeriksaan fisikAnamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien (tanda dan gejala KNF)

2. Pemeriksaan nasofaringDengan menggunakan kaca nasofaring atau dengan nashopharyngoskop

3. Biopsi nasofaringDiagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan diagnosis klinik ditunjang dengan diagnosis histologik atau sitologik. Diagnosis histologik atau sitologik dapat ditegakan bila dikirim suatu material hasil biopsy cucian, hisapan (aspirasi), atau sikatan (brush), biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan dengan anestesi topikal dengan xylocain 10%. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind

biopsy). Cunam biopsy dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.

Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter yang dihidung. Demikian juga kateter yang dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsy dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukan melalui mulut, masaa tumor akan terlihat lebih jelas.

Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkose.

4. Pemeriksaan Patologi AnatomiKlasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh OrganisasiKesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :

Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.

Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel

11

Page 13: Referat KNF

skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.

Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma). Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.

Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif. Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang direkomendasikan oleh WHO pada tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu:

Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).

Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.

5. Pemeriksaan radiologiPemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan penunjang diagnostic yang penting. Tujuan utama pemeriksaan radiologi tersebut adalah:

Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada daerah nasofaring

Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan

sekitarnya.

a) Foto polos

Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam mencari kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:

Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak (soft tissue technique)

Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks Tomogram Lateral daerha nasofaring Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring

b) CT-ScanPada umunya KNF yang dapat dideteksi secara jelas dengan radiografi polos adalah jika tumor tersebut cukup besar dan eksofitik, sedangkan bula kecil mungkin tidak akan terdeteksi. Terlebih-lebih jika perluasan tumor adalah submukosa, maka hal ini akan sukar dilihat dengan pemeriksaan radiografi polos. Demikian pula jika penyebaran ke jaringan sekitarnya belum terlalu luas akan terdapat kesukaran-kesukaran dalam mendeteksi hal tersebut. Keunggulan C.T. Scan

12

Page 14: Referat KNF

dibandingkan dengan foto polos ialah kemampuanya untuk membedakan bermacam-macam densitas pada daerah nasofaring, baik itu pada jaringan lunak maupun perubahan-perubahan pada tulang, dengan criteria tertentu dapat dinilai suatu tumor nasofaring yang masih kecil. Selain itu dengan lebih akurat dapat dinilai apakah sudah ada perluasan tumor ke jaringan sekitarnya, menilai ada tidaknya destruksi tulang serta ada tidaknya penyebaran intracranial.

6. Pemeriksaan neuro-oftalmologiKarena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lobang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut KNF ini.

7. Pemeriksaan serologi.Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid antigen) untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tjokro Setiyo dari FK UI Jakarta mendapatkan dari 41 pasien karsinoma nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV) senstivitas IgA VCA adalah 97,5% dan spesifitas 91,8% dengan titer berkisar antara 10 sampai 1280 dengan terbanyak titer 160. IgA anti EA sensitivitasnya 100% tetapi spesifitasnya hanya 30,0%, sehingga pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menetukan prognosis pengobatan, titer yang didapat berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak 160.

VIII. STADIUM

Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan UICC pada tahun 2002 adalah sebagai berikut :

1. T = Tumor primer

T0 = Tidak tampak tumor

T1 = Tumor terbatas di nasofaring

T2 = Tumor meluas ke jaringan lunak

T2a = Perluasan tumor ke orofaring dan atau rongga hidung tanpa perluasan

ke parafaring

T2b = Disertai perluasan ke parafaring

T3 = Tumor menginvasi struktur tulang dan atau sinus paranasal

T4 = Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau terdapat keterlibatan saraf

kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator.

2. N = Pembesaran KGB regional

Nx = Pembesaran KGB tidak dapat dinilai

N0 = Tidak ada pembesaran

13

Page 15: Referat KNF

N1 = Metastasis KGB unilateral dengan ukuran ≤ 6 cm di atas fossa

supraklavikula

N2 = Metastasis KGB bilateral dengan ukuran ≤ 6 cm di atas fossa

supraklavikula

N3 = Metastasis KGB bilateral dengan ukuran ≥ 6 cm atau terletak didalam

fossa supraklavikula

N3a = ukuran > 6 cm

N3b = di dalam fossa supraklavikula

3. M = Metastasis jauh

Mx = Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 = Tidak ada

M1 = Terdapat metastasis jauh

14

Stadium T N M

0 T1 N0 -

I T1 N0 M0

IIa T2a N0 M0

IIb

T1 N1 M0

T2a N1 M0

T2b N0/N1 M0

III

T1 N2 M0

T2a/ T2b N2 M0

T3 N2 M0

IVa T4 N0/N1/N2 M0

IVb Semua T N3 M0

IVc Semua T Semua N M1

Page 16: Referat KNF

IX. DIAGNOSIS BANDING

1. Hiperplasia adenoidBiasanya terdapat pada anak-anak, jarang pada orang dewasa, pada

anak-anak hyperplasia ini terjadi Karena infeksi berulang. Pada foto polos akan terlihat suatu massa jaringan lunak pada atap nasofaring umumnya berbatas tegas dan simetris serta struktur-struktur sekitarnya tak tampak tanda- tanda infiltrasi seperti tampak pada karsinoma.

2. Angiofibroma juvenilisBaisanya ditemui pada usia relatif muda dengan gejala-gejala

menyerupai KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasanya tidak infiltratif. Pada foto polos akan didapat suatu massa pada atap nasofairng yang berbatas tegas. Proses dapat meluas seperti pada penyebaran karsinoma, walaupun jarang menimbulkan destruksi tulang hanya erosi saja karena penekanan tumor. Biasanya ada pelengkungan ke arah depan dari dinding belakang sinus maksilaris yang dikenal sebagai antral sign. Karena tumor ini kaya akan vascular maka arterigrafi carotis eksterna sangat diperlukan sebab gambaranya sangat karakteristik. Kadang-kadang sulit pula membedakan angiofibroma juvenils dengan polip hidung pada foto polos.

3. Tumor sinus sphenoidalisTumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan

biasanya tumor sudah sampai stadium lanjut waktu pasien datang untuk pemeriksaan pertama.

4. NeurofibromaKelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga

menyerupai keganasan di dinding lateral nasofaring. Secara CT Scan, pendesakan ruang parafaring ke arah medial dapat membantu membedakan kelompok tumor ini dengan KNF.

5. Tumor kelenjar parotisTumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak

agak dalam mengenai ruang parafaring dan menonjol kearah lumen nasofaring. Pada sebagian besar kasus terlihat pendesakan ruang parafaring ke arah medial yang tampak pada pemeriksaan CT Scan.

6. ChordomaWalaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi

mengingat KNF pun sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering timbul kesulitan untuk membedakanya. Dengan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi

15

Page 17: Referat KNF

atau destruksi terutama di daerah clivus. CT Scan dapat membantu ,melihat apakah ada pembesaran kelenjar cervical bagian atas karena chordoma umumnya tidak memperhatikan kelainan pada kelenjar tersebut sedangkan KNF sering bermetastasis ke kelenjar getah bening.

7. Menigioma basis kraniiWalaupun tumor ini agak jarang tetapi gambaranya kadang-kadang

menyerupai KNF dengan tanda-tanda sklerotik pada daerah basis kranii. Gambaran CT Scan meningioma cukup karakteristik yaitu sedikit hiperdense sebelum penyuntikan zat kontras dan akan menjadi sangat hiperdense setelah pemberian zat kontras intravena. Pemeriksaan arteiografi juga sangat membantu diagnosis tumor ini.

X. KOMPLIKASI

1. Petrosphenoid sindrom

Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak lewat foramen laserum sampai sinus kavernosus menekan saraf N. III, N. IV, N.VI juga menekan N.II. yang memberikan kelainan :

Neuralgia trigeminus ( N. V ) : Trigeminal neuralgia merupakan suatu nyeri pada wajah satu sisi yang ditandai dengan rasa seperti terkena aliran listrik yang terbatas pada daerah distribusi dari nervus trigeminus.

Ptosis palpebra ( N. III )

Ophthalmoplegia ( N. III, N. IV, N. VI )

2. Retroparidean sindrom

Tumor tumbuh ke depan ke arah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi ke sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah daerah parapharing dan retropharing dimana ada kelenjar getah bening. Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X, N. XI, N. XII dengan manifestasi gejala :

N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta gangguan pengecapan pada sepertiga belakang lidah

N. X : hiper / hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai gangguan respirasi dan saliva

N XI : kelumpuhan / atrofi oto trapezius , otot SCM serta hemiparese palatum mole

N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.

Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa penyempitan fisura palpebralis, onoftalmus dan miosis.

16

Page 18: Referat KNF

3. Sel-sel kanker dapat tersebar secara limfogen dan hematogen, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %. 

XI. PENATALAKSANAAN

Stadium I : Radioterapi

Stadium II-III : Kemoradiasi

Stadium IV dengan N <6cm: Kemoradiasi

Stadium V dengan N >6cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi

Pemilihan terapi kanker tidaklah banyak faktor yang perlu diperhatikan, antara lain jenis kanker, kemosensitifitas dan radiosensitifitas kanker, imunitas tubuh dan kemampuan pasien untuk menerima terapi yang diberikan, efek samping terapi yang diberikan.

Untuk keperluan pemberian kemoterapi, kanker dibagi dalam 2 jenis antara lain:

Kanker hemopoetik dan limfopoetik

Kanker padat (solid)

Pada kanker hemopoetik dan limfopoetik yang berhubungan dengan kanker darah (leukemia),limfoma maligna dan sumsum tulang (myeloma), sedangkan kanker padat (solid) yang dapat menyebar ke regional atau organ-organ lain, dalam hal ini tidak termasuk kanker darah.

1. Radioterapi

Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan KNF. Modalitas utama untuk KNF adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.

Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit maligna dengan menggunakan sinar peng-ion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat disekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu berat. Karsinoma nasofaring bersifat radioresponsif sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting. Jumlah radiasi untuk keberhasilan melakukan radioterapi adalah 5.000 sampai 7.000 cGy.

Dosis radiasi pada limfonodi leher tergantung pada ukuran sebelum kemoterapi diberikan. Pada limfonodi yang tidak teraba diberikan radiasi sebesar 5000 cGy, <2 cm diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm diberikan 7000 cGy dan bila lebih dari 4 cm diberikan dosis 7380 cGy, diberikan dalam 41 fraksi 5,5 minggu.

17

Page 19: Referat KNF

Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons terhadap penyinaran sangat tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin berkurang responsnya. Untuk stadium I dan II, diperoleh respons komplit 80% - 100% dengan terapi radiasi. Sedangkan stadium III dan IV, ditemukan angka kegagalan respons lokal dan metastasis jauh yang tinggi, yaitu 50% - 80%. Angka ketahanan hidup penderita KNF dipengaruhi beberapa faktor diantaranya yang terpenting adalah stadium penyakit.

Pasien KNF stadium III-IV yang hanya diterapi dengan radiasi, angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival rate) kurang dari 25 %, dan pada pasien yang telah mengalami metastase ke limfonodi regional, maka angka tersebut turun sampai 1-2%.

Dikutip dari Wei, Qin dkk, melaporkan angka harapan hidup rata-rata 5 tahun dari 1379 penderita yang diberikan terapi radiasi adalah 86%, 59%, 49% dan 29% pada stadium I, II, III dan IV.

Terdapat 3 cara utama pemberian radioterapi, yaitu :

- Radiasi Eksterna / Teleterapi- Radiasi Interna / Brakhiterapi- Intravena

Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon terhadap radiasi. Respon dinilai dari pengecilan tumor primer di nasofaring. Penilaian respon radiasi berdasarkan kriteria WHO.

- Complete Response: menghilangnya seluruh kelenjar getah bening yang besar.- Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih. - No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.- Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau lebih.

Komplikasi radioterapi

Komplikasi radioterapi dapat berupa :

1. Komplikasi diniBiasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti :

- Xerostomia- Mual-muntah - Mukositis- Anoreksi - Dermatitis- Hiperpigmentasi - Eritema

2. Komplikasi lanjutBiasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti :

- Telangiectasis pada kulit- Fibrosis pada paru dan saluran cerna- Anemia aplastik pada sistem hemopoetik

18

Page 20: Referat KNF

- Myelitis- Kontraktur- Gangguan pertumbuhan , dll.

2. Kemoterapi

Secara definisi kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker. Obat-obat anti kanker dapat digunakan sebagian terapi tunggal (active single agents), tetapi pada umumnya berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel – sel yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga efek samping menurun. Beberapa regimen kemoterapi yang antara lain cisplatin, 5-Fluorouracil, methotrexate, paclitaxel dan docetaxel. Tujuan kemoterapi untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor ganas. Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga untuk mengatasi sel tumor apabila ada metastasis jauh.

A. Cisplatin

Cisplatin merupakan obat utama dan paling sering sering dipakai pada terapi kanker kepala dan leher. Cisplatin biasanya diberikan dalam waktu 2-6 jam dengan dosis 60-120 mg/m2. Efek toksik pada renal biasanya terjadi, termasuk terjadinya azotemia moderat, kebocoran elektrolit khususnya magnesium dan potassium. Efek toksik lainnya adalah mual dan muntah, neurotoksik perifer, ototoksik, dan mielosupresi yang terjadi setelah diberikan beberapa kali kemoterapi. Dosis pemberian berkisar 60-120 mg/m2 yang diberikan setiap 3-4 minggu dengan respon parsial lebih kurang 15-30 %.

Karena efek toksik cisplatin, khususnya efek nefrotoksik dan neurotoksik, telah dikembangkan analog obat ini dengan tujuan mempertahankan efek antitumornya dan mengurangi efek toksiknya. Contohnya adalah carboplatin yang mempunyai efek neorotoksik dan nefrotoksik yang lebih kecil. Keuntungan lainnya adalah cara pemberian yang lebih mudah. Karena efek mual dan muntahnya lebih kecil, carboplatin dapat diberikan tanpa perawatan dan hidrasi yang ketat.

Aktifitas antitumornya sedikit lebih kecil dibandingkan cisplatin. Carboplatin saat ini banyak dipakai, khususnya untuk tujuan palliatif, dimana efek samping yang minimal dan waktu rawatan yang singkat diperlukan. Contoh obat turunan lainnya adalah oxaliplatin yang saat ini dalam uji klinis untuk terapi kanker kepala dan leher.

B. 5-Fluorouracil

Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat enzim thymidylate sinthase dan konversi uridine menjadi thymidine. Sel akan kekurangan thymidine dan tidak dapat mensintesa DNA. Banyak obat-obatan lain yang dapat berinteraksi dengan 5- fluorouracil dan menimbulkan efek yang lebih baik. Efek sampingnya antara lain mielosupresi, mucositis, diare, dermatitis, dan cardiac toksik. Penggunaan intravena

19

Page 21: Referat KNF

secara tunggal mempunyai efek yang terbatas.

C. Methotrexate

Methotrexate adalah antimetabolit yang mempengaruhi metabolisme folate intraseluler dengan cara berikatan dengan dengan enzim dyhidrofolate reduktase. Ini akan menghambat konversi asam folat menjadi tetrahydrolate. Hasilnya adalah pengurangan jumlah folat dalam sel dan penghambatan sintesis DNA. Obat ini aktif hanya selama siklus sel fase S. Hal ini secara selektif akan menyebabkan perubahan jaringan menjadi lebih cepat. Efek samping methotrexate dapat diminimalisir dengan pemberian folat dalam bentuk leucovirin dalam waktu 36 jam setelah pemberian obat. Untuk pemberian tunggal methotrexate biasanya diberikan dalam dosis mingguan 40-50 mg/m2. Reaksi toksik dapat berupa myelosupresi, mucositis, mual, muntah, diare dan fibrosis hepar. Lesi pada renal terjadi pada pemberian dosis tinggi. Methotrexate menghasilkan tingkat respon parsial lebih kurang 10% dengan durasi respon 1-6 bulan.

D. Paclitaxel dan Docetaxel

Paclitaxel dan Docetaxel merupakan obat yang paling efektif melawan kanker kepala dan leher. Paclitaxel pada awalnya didapat dari kulit pohon yew Pacific, tetapi saat ini sudah dibuat sintetis. Golongan taxane ini menstabilkan polimerisasi tubulin dan menghambat pemisahan sel. Docetaxel mempunyai aktivitas yang hampir sama dengan Paclitaxel. Kedua obat ini dianggap sebagai lini pertama pengobatan kanker kepala dan leher tingkat lanjut.

Secara lokal dimana vaskularisasi jaringan tumor yang masih baik, akan lebih sensitif menerima kemoterapi sebagai antineoplastik agen. Karsinoma sel skuamosa biasanya sangat sensitif terhadap kemoterapi ini.

Pemberian kemoterapi terbagi dalam 3 kategori:

a. Kemoterapi adjuvan

b. Kemoterapi neoadjuvant

c. Kemoterapi concurrent

a. Kemoterapi adjuvanPemberian kemoterapi diberikan setelah pasien dilakukan radioterapi.

Tujuannya untuk mengatasi kemungkinan metastasis jauh dan meningkatkan kontrol lokal. Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata: - Kanker masih ada, dimana biopsi masih positif.- Kemungkinan besar kanker masih ada, meskipun tidak ada bukti secara

makroskopis.

20

Page 22: Referat KNF

- Pada tumor dengan derajat keganasan tinggi. (oleh karena tingginya resiko kekambuhan dan metastasis jauh)

b. Kemoterapi neoadjuvanPemberian kemoterapi adjuvant yang dimaksud adalah pemberian

sitostatika lebih awal yang dilanjutkan pemberian radiasi. Maksud dan tujuan pemberian kemoterapi neoadjuvan untuk mengecilkan tumor yang sensitif sehingga setelah tumor mengecil akan lebih mudah ditangani dengan radiasi.

Kemoterapi neoadjuvan telah banyak dipakai dalam penatalaksanaan kanker kepala dan leher. Alasan utama penggunaan kemoterapi neoadjuvan pada awal perjalanan penyakit adalah untuk menurunkan beban sel tumor sistemik pada saat terdapat sel tumor yang resisten. Vaskularisasi intak sehingga perjalanan ke daerah tumor lebih baik. Terapi bedah dan radioterapi sepertinya akan memberi hasil yang lebih baik jika diberikan pada tumor berukuran lebih kecil. Teori ini dapat disingkirkan karena akan terjadi peningkatan efek samping, durasinya, dan beban biaya perawatan yang meningkat. Dan yang lebih penting, sel yang bertahan setelah kemoterapi akan menjadi lebih tidak respon setelah dilakukan radioterapi sesudahnya. Alasan praktis penggunaan kemoterapi adjuvan adalah usaha untuk meningkatkan kemungkinan preservasi organ dan kesembuhan.

Regimen kemoterapi yang diberikan cisplatin 100 mg/m2 dengan kecepatan infus 15- 20 menit perhari yang diberikan dalam 1 hari dan 5-FU 1000 mg/m2/hari secara intra vena, diulang setiap 21 hari. Sebelum pemberian Cisplatin diawali dengan hidrasi berupa 1.000 mL saline 0,9% natrium. Manitol 40 g diberikan bersamaan dengan cisplatin infus. Setelah pemberian cisplatin, dilakukan pemberian 2.000 mL 0,9% natrium garam mengandung 40 mEq kalium klorida. Pasien diberikan antimuntah sebagai profilaksis yang terdiri dari 5- hydroxytryptamine-3 reseptor antagonis ditambah 20 mg deksametason. Berdasarkan penelitian pemberian neoadjuvan kemoterapi dalam 2-3 siklus yang diberikan setiap 3 minggu dengan syarat bila adanya respon terhadap kemoterapi.

c. Kemoterapi concurrentKemoterapidengan radiasi. Umumnya dosis kemoterapi yang diberikan

lebih rendah. Biasanya sebagai radiosensitizer. Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada KNF ternyata dapat meningkatkan hasil terapi terutama pada stadium lanjut atau pada keadaan relaps. Hasil penelitian menggunakan kombinasi cisplatin radioterapi pada kanker kepala dan leher termasuk KNF, menunjukkan hasil yang memuaskan. Cisplatin dapat bertindak sebagai agen sitotoksik dan radiation sensitizer. Jadwal optimal cisplatin masih belum dapat dipastikan, namun pemakaian sehari- hari dengan dosis rendah, pemakaian 1 kali seminggu dengan dosis menengah, atau 1 kali 3 minggu dengan dosis tinggi telah banyak digunakan.

Agen kemoterapi telah digunakan pada pasien dengan rekarens lokal

21

Page 23: Referat KNF

dan metastatik jauh. Agen yang telah dipakai yaitu metothrexat, bleomycin, 5 FU, cisplatin dan carboplatin merupakan agen yang paling efektif dengan respon berkisar 15-31%. Agen aktif yang lebih baru meliputi paklitaxel dan gemcitibine.

3. Operasi

Tindakan operasi pada penderita KNF berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih terdapat sisa kelenjar paska radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan melalui pemeriksaan radiologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.

4. Imunoterapi

Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari KNF adalah EBV, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.

Perawatan paliatif

Hal-hal yang perlu perhatian setelah pengobatan radiasi. Mulut terasa kering disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku didaerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual. Perawatan paliatif diindikasikan langsung untuk mengurangi rasa nyeri, mengontrol gejala dan memperpanjang usia.

XII. PENCEGAHAN

Pemberian vaksinasi dengan vaksin spesifik membran glikoprotein virus Epstein Barr yang dimurnikan pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko tinggi.

Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah resiko tinggi ke tempat lainnya.

Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya.

Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab.

Melakukan tes serologik IgA anti VCA dan IgA anti EA secara massal di masa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.

22

Page 24: Referat KNF

XIII. PROGNOSIS

Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor seperti:

- Stadium yang lebih lanjut. - Usia lebih dari 40 tahun - Laki-laki dari pada perempuan - Ras Cina dari pada ras kulit putih - Adanya pembesaran kelenjar leher - Adanya kelumpuhan saraf otak dan adanya kerusakan tulang tengkorak - Adanya metastasis jauh.

Prognosis hidup setelah 5 tahun berada untuk tiap tingkatan/stadium tumor Stadium I : 85 % Stadium II : 75 % Stadium III : 45 % Stadium IV : 10 %

Kira-kira sepertiga penderita meninggal dunia karena metastasis jauh yang dapat ditemukan di tulang, paru dan hati.

23

Page 25: Referat KNF

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Boeis, Buku Ajar Ilmu Penyakit THT, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran

EGC, Jakarta,1997

Ballengger JJ, Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi 13, jilid

l, Binarupa Aksara, Jakarta, 1998, hal ; 391-396

Roderthanian IL, Anatomi dan Fisiologi Faring. In : Kumpulan Kuliah Faringologi.

Medan: 2008; hal: 91-107

Roezin A, Adham M. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala

Leher. Edisi V. FKUI. Jakarta. 2001. hal : 182-187

Sjamsuhidajat R, Wim de jong : Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, 1997, hal:

351-352.

Soetjibto Damayanti, Bagian THT FKUI RS Cipto Mangunkusumo, Dr, Jakarta,

1989, hal : 21-29.

Yenita, Asri A. Studi Retrospektif Karsinoma Nasofaring di Sumatera Barat:

Reevaluasi Subtipe Histopatologi Berdasarkan Klasifikasi WHO ( Penelitian

Pendahuluan ). Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas; Padang.

24