REFERAT Kasus Emergency KH Fix

21
REFERAT KASUS EMERGENSI KHANSA HAURA 1102010144 PEMBIMBING : DR. YEPPY AN SP.B, FINACS, MM KEPANITERAAN SMF ILMU BEDAH

description

referat

Transcript of REFERAT Kasus Emergency KH Fix

Page 1: REFERAT Kasus Emergency KH Fix

REFERAT

KASUS EMERGENSI

KHANSA HAURA

1102010144

PEMBIMBING :

DR. YEPPY AN SP.B, FINACS, MM

KEPANITERAAN SMF ILMU BEDAH

RSUD SOREANG

APRIL 2014

Page 2: REFERAT Kasus Emergency KH Fix

BAB I

PENDAHULUAN

Keadaan emergensi (darurat) secara umum ialah suatu kondisi yang diderita oleh seseorang membutuhkan evaluasi dan tatalaksana medis serta operatif secara segera, dimana kegawatdaruratan mempunyai misi primer dalam evaluasi, mengatur dan menyediakan terapi kepada pasien dengan cedera yang tidak terduga dan sakit.

Kedaruratan medik dapat terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang pada setiap saat dan dimana saja. Hal ini dapat berupa serangan penyakit secara mendadak, kecelakaan atau bencana alam. Keadaan ini membutuhkan pertolongan segera yang dapat berupa pertolongan pertama sampai pada pertolongan selanjutnya di rumah sakit. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan jiwa mencegah dan membatasi cacat serta meringankan penderitaan dari penderita. Keadaan ini selain membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan yag baik dari penolong dan saran yang memadai, juga dibutuhkan pengorganisasian yang sempurna.

Dalam dunia medis, suatu keadaan disebut gawat apabila sifatnya mengancam nyawa namun tidak memerlukan penanganan yang segera. Biasanya keadaan gawat dapat dijumpai pada penyakit-penyakit yang sifatnya kronis. Suatu keadaan disebut darurat apabila sifatnya memerlukan penanganan yang segera. Meskipun keadaan darurat tidak selalu mengancam nyawa, namun penanganan yang lambat bisa saja berdampak pada terancamnya nyawa seseorang. Biasanya keadaan darurat dapat dijumpai pada penyakit-penyakit yang sifatnya akut.

Critical care medicine merupakan salah satu bentuk kegiatan kedokteran dari tempat kejadian dalam system penatalaksanaan keadaan darurat mulai dari tempat kejadian sampai di rumah sakit. Pertolongan pertama biasanya diberikan oleh orang-orang di sekitar korban ; diantaranya akan menghubungi petugas kesehatan atau dokter terdekat. Pertolongan pertama harus diberikan secara tepat sebab penanganan yang salah justru dapat berakibat kematian atau cacat tubuh. Setelah pertolongan pertama dilakukan, selanjutnya penderita diangkut ke puskesmas atau rumah sakit setempat. Pada saat menghadapi pasien dalam keadaan darurat dokter dituntut untuk tetap bersikap tenang, cekatan dan tidak panik.

Maka dari itu kegawatdaruratan mempunyai prinsip dalam menangani pasien yang membutuhkan pertolongan segera serta dapat memilah-milah kasus penyakit yang harus ditangani dengan segera.

Page 3: REFERAT Kasus Emergency KH Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kriteria Kasus Emergensi

Gawat darurat adalah suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau cacat / kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup. 

Hal yang paling utama dalam mempertimbangkan suatu kasus kegawatdaruratan pada tiap pasien dengan melihat secara teliti dan memberikan skala prioritas pada pasien dengan gejala seperti :

a. Urgent

Pasien mempunyai gejala yang konsisten dengan penyakit yang mengancam jiwa atau cedera dengan probabilitas tinggi kematian apabila intervensi cepat tidak segera diberikan.

b. Emergent

Pasien mempunyai gejala dengan penyakit atau cedera yang dapat menjadi parah jika intervensi tidak segera diberikan.

c. Nonurgent

Pasien dengan gejala yang mempunyai kemungkinan rendah dari progresif menjadi penyakit yang serius.

Terdapat beberapa kriteria untuk pasien gawat darurat yaitu yang mengalami kegawatan menyangkut:1. Terganggunya jalan nafas, antara lain sumbatan jalan nafas oleh benda asing, asma berat, spasme laryngeal, trauma muka yang mengganggu jalan nafas dan lain-lain

2. Terganggunya fungsi pernafasan, antara lain trauma thorak (tension pneumotorak, masif hematotorak, emfisema, fraktur flail chest, fraktur iga), paralisis otot pernafasan karena obat atau penyakit dan lain-lain

3. Terganggunya fungsi sirkulasi antara lain syok (hipovolumik, kardiogenik, anafilaksis, sepsis, neurogenik), tamponade jantung dan lain-lain

4. Terganggunya fungsi otak dan kesadaran antara lain stroke dengan penurunan kesadaran, trauma capitis dengan penurunan kesadaran, koma diabetika, koma uremikum, koma hepatikum, infeksi otak, kejang dan lain-lain

Page 4: REFERAT Kasus Emergency KH Fix

Pasien akut adalah pasien yang menderita sakit secara mendadak (onset waktu yang cepat) yang membutuhkan pertolongan segera yang apabila tidak ditolong sakitnya akan bertambah parah.

Kriteria pasien akut :

1. Semua pasien gawat darurat

2. Pasien trauma selain gawat darurat seperti luka robek ringan, luka bakar ringan, fraktur tulang tanpa perdarahan

3. Pasien medis tidak gawat darurat seperti hematemesis melena tanpa syok, stroke tanpa penurunan kesadaran, diare dengan dehidrasi ringan-sedang dan lain-lain

2.2. Urutan prioritas pasien

Dari pemaparan kriteria untuk pasien gawat dan darurat diatas, terdapat urutan prioritas pasien yang harus mendapatkan penanganan, berikut penjelasan lebih lanjut :

A. Prioritas pertama (urgent / segera / kritis ) :

Berikut beberapa keadaan kritis yang memerlukan penanganan segera :

1. Permasalahan pada airway, breathing dan circulation

2. Henti Napas (respiratory arrest)

3. Henti jantung (cardiac arrest)

4. Perdarahan massive

5. Luka terbuka di thorax atau abdominal

6. Cedera spinal dan / cedera kepala berat

B. Prioritas kedua (emergent)

Pada kondisi pasien serius, yang mengancam jiwa atau dapat menyebabkan kecacatan, jika tidak cepat di tangani, dapat mengakibatkan keadaan yang fatal atau kecacatan yang permanen. Beberapa keadaan yang termasuk dalam prioritas kedua yaitu :

1. Gangguan kesadaran

2. Respiratory distress

3. Disaritmia jantung dengan denyut yang berkurang, cepat, atau ireguler

4. Nyeri pada dada atau abdomen

Page 5: REFERAT Kasus Emergency KH Fix

5. Pendarahan aktif

6. Overdosis obat atau keracunan

7. Kejang

8. Cedera yang dapat menyebabkan kecacatan seperti : luka bakar, fraktur, atau trauma lainnya.

9. Stroke

C. Prioritas ketiga (non-urgent / minor /stabil)

Keadaan yang dianggap minor adalah keadaan dimana diperlukan penanganan segera akan tetapi jika terdapat keterlambatan tidak akan menyebabkan bahaya nyawa ataupun menyebabkan kecacatan permanen, beberapa keadaan yang dianggap minor yaitu :

1. Minor fraktur

2. Minor laserasi

3. Minor kontusio

4. Akibat jatuh tanpa trauma

5. Luka bakar minor

2.3. Proses penanganan pasien dalam keadaan emergensi

1. Persiapan

2. Triage

3. Primary Survey (ABCDE)

4. Resusitasi

5. Primary survey tambahan dan resusitasi

6. Secondary survery (Evaluasi dari kepala sama ujung kaki dan riwayat penyakit)

7. Secondary survey tambahan

8. Monitoring postresusitasi lanjutan dan reevaluasi

9. Definitive care

Page 6: REFERAT Kasus Emergency KH Fix

2. Keadaan-keadaan Emergensi

A. Kedaruratan system pernapasan

1. Pneumothorax dan Hemotoraks

Tanda dan gejala :

a. Sisi yang terkena tidak ikut pada pernafasan, perkusi hipersonor (pada pneumotoraks) atau pekak (pada hemototraks) atau terdapat bersama-sama (hemopneumotoraks) ; suara napas menghilang.

b. Mungkin disertai emfisema subkutis dan patah tulang iga.

Page 7: REFERAT Kasus Emergency KH Fix

c. Bila keluhan sesak nafas dibalik (nyeri) cepat memberat, curiga adanya tension pneumotoraks.

d. Radiologik tampak bayangan paru mengecil, dikelilingi daerah radiolusen (pneumotoraks), bila ada daerah radio-opak menandakan adanya hemotoraks.

Penatalaksanaan :

1. Bila dari radiologic pneumotoraks hanya meliputi <15% jaringan paru dan keluhan minimal, cukup observasi saja ; bila >15% atau meluas atau keluhan berat harus dilakukan pungsi atau waterseal drainage :

Tentukan apakah pleura visceral utuh atau terobek Bila dinding dada utuh (trauma tumpul), pneumotoraks pasti disebabkan oleh

robeknya pleura visceral – hati-hati akan kemungkinan tension pneumotoraks Bila dinding dada terbuka (trauma tajam) penderita disuruh batuk ; bila pleura visceral

robek, udara akan menyemprot keluar dari luka.

2. Jangan terburu-buru menjahit luka dinding dada, karena bila ternyata pleura visceral terobek tindakan itu akan mengubah pneumotoraks terbuka menjadi tertutup / tension pneumotoraks yang lebih berbahaya.

3. Bila pleura visceral utuh cukup lakukan pungsi.

2. Emfisema subkutis

Dapat diketahui dari terabanya krepitasi udara di bawah kulit, biasanya dimulai dari sekitar luka tembus dinding dada atau patah tulang iga. Udara dapat berasal dari luar, tetapi umumnya dari robekan pleura.

Penatalaksanaan :

1. Umumnya tidak perlu dilakukan apa-apa karena akan di serap dengan sendirinya.

2. Hati-hati pada emfisema yang :

- tidak disertai dengan luka terbuka dinding dada (misalnya pada trauma tumpul) karena pasti terdapat juga pneumotoraks. Bila kemudian emfisema cepat meluas dan penderita menjadi sesak nafas dengan perkusi hipersonor berarti telah terjadi tension pneumotoraks – segera tusuk di daerah sela iga II/III garis midklavikula dengan jarum besar sampai menembus rongga dada, sementara mempersiapkan waterseal drainage.

- Dimulai dari daerah leher karena dapat menandakan pneumomediastinum.

3. Cedera Trakeobronkial

Cedera pada trakea atau bronki dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau penetrasi dan seringkali disertai dengan kerusakan pada esophagus dan vascular. Cedera trakeobronkial yang parah mempunyai angka kematian yang tinggi, bagaimanapun dengan bertambah

Page 8: REFERAT Kasus Emergency KH Fix

baiknya perawatan dan transportasi prarumah sakit akhir-akhir ini, maka makin banyak pasien ini yang bertahan hidup.

Cedera jalan udara seringkali tidak tersamar. Tanda-tandanya termasuk dispnea (ada kalanya satu-satunya tanda), hemoptisis, batuk, dan emfisema subkutan. Perbaikan operasi dengan ventilasi mekanis pascaoperasi melalui selang endotrakeal atau trakeostomi akan diperlukan.

Asuhan keperawatan melibatkan pengkajian terhadap oksigenisasidan pertukaran gas, disertai dengan perawatan pulmonalyang tepat. Pneumonia adalah komplikasi jangka pendek, sedangkan stenosis trakeal dapat terjadi kemudian.

B. Kedaruratan system jantung dan pembuluh darah

1. Kontusio Miokardial

Memar pada miokardium kebanyakan disebabkan oleh benturan dada pada batang stir atau dashboard selama KKB. Gejala-gejala kontusio jantung bervariasi dari tidak ada gejala (umum) sampai pada gagal jantung kongestif yang berat dan syok kardiogenik. Setelah trauma, keluhan-keluhan tentang nyeri dada harus dievaluasi dengan cermat.

Secara histology, kontusio jantung mirip dengan infark miokardial. Diagnosa bias sulit ditegakkan. Untuk menegakkannya dilakukan serangkaian pemeriksaan EKG dan serangkaian pengukuran keratin kinaseinsoenzim miokardial. Yang lebih umum dari kontusio miokardial yang sudah dipastikan adalah cedera tipe “konkusio” (gegar) yang dapat pulih. Tanda-tanda dan gejala-gejala yang bersifat temporer (mis; takikardia, kontraks premature) akan terlihat tanpa adanya perubahan dalam insoenzim. Manakala kontusi sudah dipastikan, maka tindakan yang dilakukan serupa dengan untuk infark miokardial akut.

2. Payah jantung akut

Merupakan keadaan darura karena sifat serangan yang mendadak dan membahayakan jiwa. Disini terdapat gangguan hemodinamik akibat ketidakmampuan jantung – khususnya ventrikel kiri – dalam mempertahan curah jantung (cardiac output) untuk memenuhi kebutuhan perderan darah ke jaringan. Gangguan ini menyebabkan end-diastolic pressure ventrikel kiri meninggi ; hal ini akan meninggikan pula tekanan atrium kiri karena bebannya yang bertambah. Peninggian tekanan tersebut akan menjalar terus ke vena pulmonalis dan kapiler paru, akibatnya terjadi bendungan dan edema paru dan gangguan pertukaran gas dalam alveoli yang dapat menimbulkan hipoksia hebat dan akhirnya kematian.

3. Tamponade

Tamponade jantung dapat terjadi akibat trauma penetrasi maupun trauma tumpul. Tanda-tanda awal dapat mencakup penurunan tekanan darah, peningkatan tekanan vena sentral sebagaimana yang ditunjukan oleh distensi vena leher, dan bunyi muffle pada jantung.

Sebagian besar pasien dengan transeksi atau robekan pada aorta mengalami pengeluaran darah sebelum sampai dirumah sakit. Tempat yang paling umum terjadinya cedera adalah dekat ligamentum arteriosum. Kematian mendadak dapat dihindari jika hemoragi benda

Page 9: REFERAT Kasus Emergency KH Fix

didalam adventisia aortic. “Aneurisma palsu” ini dapat pecah setiap saat, sehingga memerlukan diagnosa dan tindakan yang cepat.

Kecurigaan akan cedera pada aorta atau pembuluh darah lainnya meningkat dengan adanya fraktur iga pertama dan kedua atau hemotoraks masif sebelah kiri. Tanda-tanda diagnostik tambahan, meskipun tidak selalu ada, termasuk hipertensif ekstremitas atas dengan penurunan nadi ekstremitas bawah. Cedera pada subklavia atau arteri innominata dapat menyebabkan penurunan nadi pada ekstremitas atas.

Komplikasi-komplikasi serius termasuk gagal ginjal karena iskemia, disertai dengan ARDS dan KID karena transfuse multipel. Pada kasus yang langka, perbaikan atau pengkleman silang aorta totatik asending dapat menyebabkan iskemia medula spinalis, mengakibatkan paralysis pemanen dari ekstremitas bawah.

C. Kedaruratan Sistem Saluran Cerna

1. Hematemesis dan melena

Hematemesis dan melena disebabkan olehh perdarahn saluran cerna yang dapat bersifat nyata atau tersembunyi yang berlangsung lambat dalam waktu yang lama. Perdarahan nyata umumnya terjadi mendadak dan dapat menimbulkan keadaan yang gwat.

Tanda dan gejala gambaran klinis berbeda-beda tergantung pada :

1. Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus

2. Kecepatan dan jumlah perdarahn

3. Penyakit penyebab perdarahn

4. Keadaan penderita sebelum perdarahan

Hematemesis ialah dimuntahkannya darah dari mulut ; darah dapat berasal dari saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan.

Melena ialah feses yang berwarna hitam seperti terkena campuran darah ; umumnya terjadi akibat perdarahan saluran cerna bagian atas yang lebih dari 50-100 mL dan biasanya disertai hematemesis.

Penatalaksanaan :

Sebelumnya, perhatikan keadaan umum penderita, kesadaran dan tanda vital.

Pengobatan konservatif :

1. pemasangan sonde karet lunak ke dalam lambung untuk aspirasi darah

2. pemasangan CVP (central venous preassure)

3. Koagulan local / parenteral

Page 10: REFERAT Kasus Emergency KH Fix

4. Vitamin K 10-20 mg/hari IM/IV

5. Vitamin B kompleks dan asam folat

6. Jika perdarah masih lanjut, beri infus pitresin 20 U dalam 200 mL glukosa 5% selama 20 menit agar terjadi vasokontriks daerah splanknik.

7. pendarahan akibat pecahnya varises esophagus dapat dicoba pemasangan balon modifikasi dalam esophagus, lalu ditiup agar menekan dinding esophagus

8. Tramsfusi darah. Diberikan bila HB <10g% dan Ht < 30%

2. Akut Abdomen

Abdomen akut atau acute abdominal atau gawat perut adalah suatu keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut, timbul mendadak, dengan nyeri sebagai keluhan utama.Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera berupa tindakan bedah.Banyak penyakit menimbulkan gejala nyeri , namun belum membutuhkan tindakan pembedahan.Hal ini memerlukan evaluasi dengan methode dan pemeriksaan yang sangat berhati-hati

EVALUASI KLINIS

NYERI PERUT

Keluhan yang menonjol pada abdomen akut adalah nyeri.Nyeri perut dapat berupa nyeri viseral maupun nyeri somatik .Dalamdiagnosa klinik, rasa nyeri yang berasal dari bermacam-macam organ visera dalam abdomen merupakan salah satu kriteria yang dapat dipakai untuk mendiagnosa peradangan visera , penyakit dan kelainan lain dari visera. Pada umumnya visera tidak mempunyai reseptor-reseptor sensorik untuk modalitas sensasi lain kecuali untuk rasa nyeri.

Setiap stimulus yang dapat merangsang ujung serabut nyeri yang terdapat didaerah visera yang luas dapat menimbulkan rasa nyeri visera.Pada dasarnya , semua nyeri visera yang murni dalam rongga abdomen dijalarkan melalui serabut saraf sensorik yang berjalan dalam saraf otonom, terutama saraf simpatis. Serabut serabut ini adalah serabut kecil tipe C.

Bila nyeri viseral dialihkan kepermukaan tubuh, biasanya nyeri itu akan dilokalisasikan sesuai segmen dermatom dari mana organ visera itu berasal pada weaktu embrio, dan tidak memperhatikan dimana organ itu sekarang berada.Misalnya, semasa embrio lambung kira-kira berasal darisegmen torakal ketujuh sampai kesembilan.Karena itu nyeri lambung dialihkan ke epigastrium anterior diatas umbilikus, yaitu daerah permukaan tubuh yang diinervasi oleh segmen torasika ke tujuh sampai kesembilan. Nyeri dari visera seringkali secara bersamaan dilokalisasi di dua daerah permukaan tubuh karena nyeri dijalarkan melalui jaras alih viseral dan parietal.Misalnya pada apendisitis yang meradang, impuls nyeri yang berasal dari apendik akan melewati sertabut-serabut nyeri viseral saraf simpatis dan selanjutnya akan masuk ke medula spinalis kira-kira setinggi T-10 atau T-11; nyeri ini akan dialihkan ke daerah sekeliling umbilikius .Sebaliknya impuls nyeri seringkali juga dimulai di peritoneum parietale tempat apendiks yang meradang menyentuh atau melekat pada dinding abdomen.hal ini menyebabkan nyeri tajam disekitar periotoneum yang teriritasi di kuadran kanan bawah abdomen.Lihat gbr.1.

Page 11: REFERAT Kasus Emergency KH Fix

Nyeri viseral dari suatu organ biasanya sesuai letaknya dengan asal organ tersebut pada masa embrional.Sedangkan letak nyeri somatik biasanya dekat dengan organ nyeri sehingga relatif mudah menentukan penyebabnya. Nyeri alih(referred pain)Seringkali seseorang merasakan nyeri di bagian tubuh yang letaknya jauh dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri.Biasnya nyeri ini mula-mula timbul didalam salah satu daerah di permukaan tubuh. Juga nyeri ini mungkin dialihkan ke daerah dalam tubuh yang tidak tepat betul dengan daerah organ yang menimbulkan nyeri.Lihat gbr.6 Nyeri iskemikIskemik menyebabkan nyeri viseral dengan cara yang tepat sama seperti timbulnya rasa nyeri di jaringan lain, hal ini mungkin karena terbentuknya produk akhir metabolik yang asam atau produk yang dihasilkan oleh jaringan degeneratif seperti bradikinin, enzim proteolitik, atau bahan lain yang merangsang ujung serabut nyeri.

Nyeri pula bisa bersifat intermiten atau kontinyu.Intermiten atau “ cramping pain” atau kolik adalah nyeri yang timbul dengan periode pendek, yang diikuti periode panjang dan disertai fase bebas nyeri.

PEMERIKSAAN FISIK

Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik, harus sudah dapat dipastikan kira-kira organ mana yang mkengalami kelainan berdasarkan hasil pemeriksaan anamnesa ( history).Pemeriksaan fisik ditujukan untuk mempertegas dan meyakinkan organ tersebut yang mengfalami kelainan. Pemeriksa sebaiknya menggunakan satu jari tangan untuk menunjukkan rasa nyeri tersebut.Disamping itu pemeriksaan vital sign harus dipantau dan dipertahan kan tretap stabil.Kondisi pasien nyang menunjukkan tanda syok, hipotermi, takipnea, takikardia dan kemungkinan hipotensi , menunjukkan adanya masalah intra abdomen dan memerlukan tindakan pembedahan berupa laparatomi.

Didalam memulai pemeriksaan fisik, seorang ahli bedah menempatkan pasien dalam posisi supinasi, melakukan pemeriksaan inspeksi,auskultasi,palpasi dan perkusi diseluruh daerah abdomen. Dilanjutkan pemeriksaan didaerah flank, inguinal dan pemeriksaan genetalia maupun rektal.

Langkah awal,pemeriksaan pada daerah abdomen adalah melakukan inspeksi yang berhati-hati pada dinding anterior maupun bagian posterior dari abdomnen, flank,perineum dan genetalia untuk mencari kemungkinan kelainan-kelainan seperti tanda bekas tindakan operasi (scars), kemungkinan adhesi, hernia(jenis inkarserata atau strangulasi), Distensi kemungkinan adanya obstruksi, mencari massa dengan menemukan distensi pada gall blader, abses atau tumor.Ekimosis atau abrasi oleh karena tumor, tanda-tanda peningkatan intraabdominal ( eversi umbilikus), adanya aneurisma dan tanda peritonitis .

Langkah selanjutnya adalah melakukan auskultasi, bila dalam evaluasi ditemukan bisisng usus negatif,menunjukkan suatu ileus paralitik, bila hiperaktif atau hipoaktif sering merupakan suatu kondisi normal, dan apabila didapatkan bisisng usus berupa metalik sound merupakan indikasi obstruksi mecanical.

Langkah ketiga yaitu pemeriksaan perkusi, ditemukannya daerah “dullnes” adanya cairan bebas, atau udara bebas dibawah dinding abdomen.Timpany menunjukkan gambaran obstruksi atau perforasi usus.

Langkah terakhir adalah palpasi, harus dilakukan secara “gently”.Dimulai dari area yang paling jauh dari regio nyeri yang dikeluhkan oleh pasien.Tanda-tanda seperti Rovsing

Page 12: REFERAT Kasus Emergency KH Fix

sign (sesuai dengan akut appendisitis), Murphy sign untuk akut kholecystitis.Begitu juga dengan ditemukannya Kehr sign(diafragma iritasi).

Pemeriksaan yang tidak kalah pentingnya pada abdomen akut adalah rectal examination,untuk menilai tonus sfingter ani, nyeri tekanterlokalisir, adanya hemoroid,massa dan darah.

PEMERIKSAAN LABORATORIUMPemeriksaan rutin berupa,darah lengkap, kimia darah dan pemeriksaan urin sebaiknya dikerjakan.Terjadi peningkatan sel darah putih adalah indikasi proses inflamasi dengan ditemukannya pergeseran hitung jenis ke kiri.Begitu juga bila leukosist menurun menandakan adanya infeksi virus, gastroenteritis .

Serum elektrolit, Blood Urea Nitrogen dan kreatinin dipergunakanuntuk mengevaluasi kehilangan cairan .Gula darah dan kimia darah sangat membantu dan test fungsi hepar sepertii serum bilirubin, alkali fosfatase dan transaminase merupakan pemeriksaan untuk menilai adanya kelainan hepatobilier.Kecurigaan adanya pankreatitis diperiksa dengan amilase dan kadar lipase.Namun perlu diingat bahwa bisa terjadi penurunan atau normal kadar amilase pada pasien dengan pankreatitis, dan mungki98n justru meningkat pada pasien dengan kondisi lain seperti obstruksi intestinal, trombosis mesenterium, dan ulkus perforasi.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Pada pasien dengan abdomen akut ,pemeriksaan radiologi dengan foto polos abdomen, dalam posisi supinasi dan posisi berdiri serta thoraks foto. Tetapi apabila pasien tidak dapat berdiri dilakukan pemeriksaan Left Lateral Decubitus.

Evaluasi terhadap hasil foto harus tetap didasari atau dikonfirmasi dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang didapat sebelumnya.Bila ditemukan adanya gambaran udara bebas dan dilatasi usus kemungkinan terjadi obstruksi intestinum, bila ada gambaran “ pneumoperitoneum” menunjukkan adanya perforasi, gambaran kalsifikasi bila ditemukan batu pada sistem biliar, ginjal maupun uretra.Adanya gambaran udara pada vena porta menunjukkan adanya kerusakan dari mesenterium dan lain sebagainya.

C. Cedera pada Ginjal

1. Cedera Vaskular

Cedera penetrasi dapat mengarah baik pada hemoragi “bebas”, hematoma terkandung, atau berkembangnya trombus intraluminal. Tanda-tanda dan gejala-gejala, jika ada, terdiri atas hematuria, nyeri, dan massa panggul. Skan CT, pielogram intravena, atau engiogram biasanya dapat membantu dalam menegakkan diagnosa. Laserasi yang lebih kecil diperbaiki, sedangkan cedera yang lebih besar mengharuskan dilakukan nefrektomi.

Pengkajian pascaopersi dan dukungan fungsi ginjal adalah penting. Mungkin diberikan dopamine dosis rendah, dan keseimbangan cairan optimal harus dipertahankan untuk menjamin perfusi ginjal. Komplikasi utama terdiri atas trombosis arterial atau vena dan gagal ginjal akut.

Page 13: REFERAT Kasus Emergency KH Fix

2. Cedera Parenkin

Trauma tumpul atau penetrasi dapat menyebabkan laserasi atau kontusio parenkin ginjal atau pecahnya system koligentes. Diagnosanya serupa dengan cedera vskular ginjal. Pembedahan diperlukan untuk cedera yang lebih besar. Komplikasi lainnya termasuk perdarahan, sepsis (terutama dengan ekstravasasi dari urine yang terinfeksi), berkembangnya fistula uriner, dan awitan lambat hipertensi.

D. Trauma Pelvik

1. Cedera pada Kandung Kemih

Kandung kemih dapat mengalami laserasi atau pecah, paling sering sebagai konsekuensi trauma tumpul. Cedera pada kandung kemih seringkali berhubungan dengan fraktur pelvic. Adanya hematuria, nyeri abdomen bawah, atau ketidakmampuan berkemih memerlukan pemeriksaan terhadap cedera uretra dengan uretrogram retrogad sebelum pemasangan kateter urine.

Cedera pada kandung kemih dapat menyebabkan ekstravasasi urine intraperitoneal atau ekstraperitoneal. Ekstravasasi ekstraperitoneal sering dapat ditangani dengan drainase kateter. Komplikasi jarang terjadi namun dapat saja terjadi infeksi karena kateter urine atau sepsis akibat ekstravasasi urine.

2. Fraktur Pelvik

Fraktur pelvik yang kompleks berkaitan dengan mortalitas yang tinggi. Hemoragi sekunder adalah penyebab yang paling sering dari kematian dini, sedangkan sepsis menyebabkan penundaan mortalitas. Angiogram seringkali diperlukan untuk menemukan letak dan menyumbat sumber perdarahan.

Perhatian utama dari perawat unit perawatan kritis adalah untuk mencegah syok hemoragi. Transfusi multipel dan pemantauan hemodinamik diperlukan dalam kasus hemoragi yang signifikan. Komplikasi utama lain dari fraktur pelvik termasuk keterlibatan saraf pelvik dan emboli pulmonal. Penting untuk dilakukan terapi fisik yang berkepanjangan dan rehabilitsi yang sering.

E. Trauma pada Ekstremitas

1. Fraktur

Fraktur sering terjadi pada trauma tumpul, kurang jarang pada trauma penetrasi. Manakala radiografi sudah memastikan adanya fraktur, maka harus dilakukan stabilitasi atau perbaikan fraktur. Fiksasi internal fraktur sering memungkinkan ambulasi dini pada pasien dengan cedera multipel yang mungkin akan mengalami komplikasi akibat tirah baring berkepanjangan (ulkus dekubitus, emboli pulmonal, penyusutan otot).

Tanggung jawab keperawatan termasuk pengkajian status neurovaskuler, sejalan dengan perawatan luka dan pin. Asuhan keperawatan harus diarahkan terhadap pencegahan dan

Page 14: REFERAT Kasus Emergency KH Fix

deteksi dini tentang masalah-masalah ini. Perawat juga harus bekerja sama dengan terapis fisik untuk meningkatkan kekuatan dan mobilisasi dini.

2. Cedera Vaskular

Cedera vaskular sering kali mengakibatkan perdarahan atau trombosis pembuluh. Cedera vaskular biasanya disebabkan oleh trauma penetrasi, dan kurang sering karena fraktur. Angiogram juga dapat digunakan untuk menentukan tempat cedera dan mengidentifikasi fistula arteriovenosa, pseudoaneurisme, dan penutupan intima. Dilakukan perbaikan pembedahan primer atau tandur vaskuler.

Segera setelah periode pasceoperasi, terdapat resiko perdarahan berlanjut atau oklusi trombotik dari pembuluh. Perawat harus mengkaji nadi distal, warna kulit, sensasi, gerakan, dan suhu ekstremitas yang cedera. Indeks ankle-brakial (ABI) seringkali berguna dalam mendeteksi perkembangan oklusi setelah trauma ekstremitas bawah. Penurunan ABI menunjukan peningkatan gradient tekanan yang menembus pembuluh. Metode ini memberikan data yang lebih objektif ketimbang hanya meraba nadi. Perawat juga harus memperhatikan perkembangan sindrom kompartemen.

DAFTAR PUSTAKA

Anon., 2009. NSW department of health. [Online] Available at: http://www0.health.nsw.gov.au/policies/gl/2009/pdf/GL2009_009.pdf[Accessed 29 April 2014].

Jong, d., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakrta: EGC.

Purwadianto, A. & Sampurna, B., 2013. Kedaruratan Medik, Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Jakarta: Binarupa Aksara.