referat farmasi
-
Upload
astinejennifer -
Category
Documents
-
view
19 -
download
0
description
Transcript of referat farmasi
PRESENTASI KASUS
ILMU FARMASI KEDOKTERAN
Interaksi Antara Obat Anti Hipertensi dengan Obat
Dislipidemia
Disusun Oleh :
Teddy Kusdita Kunong NIM 2007.04.0.0049
Yadi Yudoyono NIM 2008.04.0.0031
Ryan Sugiarto NIM 2008.04.0.0071
Antonius Setiadi NIM 2009.04.0.0042
Hafid Zulfikar NIM 2009.04.0.0048
Ammar NIM 2009.04.0.0051
Raisa Prissila NIM 2009.04.0.0052
Astine Jennifer S NIM 2009.04.0.0054
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2014
1
PRESENTASI KASUS
ILMU FARMASI KEDOKTERAN
Interaksi Antara Obat Anti Hipertensi dengan Obat
Dislipidemia
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2014
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
anugerahNya, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas presentasi kasus
ini dengan baik.
Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada ibu Nuraini Farida, Dra, MS, AFK yang telah
meluangkan waktu dan memberikan kesempatan kepada kami sehingga
dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Dalam penulisan tugas Presentasi kasus ini kami menyadari
adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki,
sehingga referat ini jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik dan saran kami
perlukan agar dapat menyempurnakan karya tulis ini di masa yang akan
datang.
Semoga tugas ini dapat berguna bagi pembaca pada umumnya
dan penulis pada khususnya.
Surabaya, Oktober 2014
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang................................................................1
Rumusan Masalah...........................................................1
Tujuan ............................................................................2
Manfaat...........................................................................2
BAB 2 HIPERTENSI
Definisi.............................................................................3
Klasifikasi........................................................................3
Etiologi.............................................................................4
Patofisiologi.....................................................................5
Tanda dan Gejala............................................................6
Faktor Resiko..................................................................7
Klasifikasi Tekanan Darah...............................................9
Diagnosis.........................................................................9
Penatalaksanaan.............................................................13
Komplikasi.......................................................................18
Preventif..........................................................................19
BAB 3 DISLIPIDEMIA
Definisi.............................................................................20
Klasifikasi........................................................................21
Etiologi.............................................................................21
Epidemiologi....................................................................25
Patofisiologi.....................................................................26
Diagnosis.........................................................................27
Komplikasi.......................................................................29
Preventif..........................................................................29
Penatalaksanaan.............................................................30
BAB 4 Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Dislipidemia...45
Kesimpulan.....................................................................47
Daftar Pustaka.................................................................48
4
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai dan
menjadi masalah di masyarakat. Hipertensi di Amerika Serikat
dilaporkan terjadi pada ± 50 juta penduduk dan si seluruh dunia
kira-kira 1 miliar. Hipertensi mempunyai hubungan yang erat
dengan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Prevalensi
hipertensi akan terus meningkat bila tidak ada parameter untuk
melakukan tindakan pencegahan yang efektif.
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang berdasarkan
pengukuran dan riwayat penyakit adalah 32,2%. Faktor risiko yang
berhubungan bermakna dengan hipertensi adalah usia tua ,
lakilaki ,pendidikan rendah , obesitas, dan obesitas abdominal.
Pencegahan dan pengendalian hipertensi sangat diperlukan untuk
menurunkan prevalensi hipertensi dan mencegah komplikasinya di
masyarakat.
Dislipidemia merupakan faktor risiko utama Penyakit
Kardiovaskuler yang sering terjadi pada penderita hipertensi.
Menurut penelitian Sutrisna, B. et al., prevalensi dislipidemia pada
penderita hipertensi dewasa urban di Indonesia cukup tinggi yaitu
78%.
Penderita hipertensi yang disertai dengan keadaan
dislipidemia, akan mengonsumsi dua macam obat, obat untuk
mengontrol hipertensi dan obat untuk mengontrol kadar lipid
dalam darah. Obat – obat tersebut dalam tubuh akan mengalami
suatu interaksi. Dimana interaksi tersebut menimbulkan suatu efek
dan saling mempengaruhi efektivitas obat yang satu dengan yang
lain.
Rumusan Masalah
Apakah ada interaksi antara obat anti hipertensi dengan obat
dislipidemia?
5
Tujuan
Tujuan umum :
Mengetahui interaksi antara obat anti hipertensi dengan obat
dislipidemia.
Tujuan khusus :
Mengetahui efek yang ditimbulkan dari interaksi antara obat
anti hipertensi dengan obat dislipidemia.
Manfaat
Memberikan informasi dan wawasan mengenai interaksi
antara obat anti hipertensi dengan obat dislipidemia.
Memberikan informasi dan wawasan mengenai efek yang
ditimbulkan dari interaksi antara obat anti hipertensi dengan
obat dislipidemia, sehingga dapat mencegah efek tersebut
BAB 2
6
HIPERTENSI
DEFINISI
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90
mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps,2005).
Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus
menerus sehingga melebihi batas normal.Tekanan darah normal adalah
110/90 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh
darah perifer dan kardiak output (Wexler, 2002)
KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu :
Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten
tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme
kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya
dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi (Wibowo, 1999).
Hipertensi sekunder Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar
kedua selain hipertensi esensial.Hipertensi ini penyebabnya diketahui
dan ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi.(Sheps, 2005).
Berdasarkan bentuk hipertensi ,yaitu hipertensi
diastolic,campuran,dan sistolik.
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan
diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik.Biasanya
ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.Hipertensi campuran
(sistol dan diastol yang meninggi) yaitu peningkatan tekanan darah
pada sistol dan diastol.
Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan
tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya
ditemukan pada usia lanjut. (Gunawan, 2001)
ETIOLOGI
7
Corwin (2000) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada
kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral
Resistance (TPR).Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang
tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi.
Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat
rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA.Peningkatan
kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai
keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung
biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR,
sehingga tidak meninbulkan hipertensi (Astawan,2002)
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi
apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat
gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam
yang berlebihan.Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun
penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan
garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan
peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume
sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan
dengan peningkatan tekanan sistolik ( Amir,2002)
Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama
dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada
arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat
rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan
pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial Resistence, jantung
harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan
tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh
darah yang menyempit.Hal ini disebut peningkatan dalam afterload
jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan
diastolik.Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel
kiri mungkin mulai mengalami hipertrifi (membesar). Dengan hipertrofi,
kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehinggaventrikel
harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi
kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai
8
tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan
penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup.( Hayens, 2003 )
PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak.Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi
(Corwin,2001)
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.Medula
adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.Korteks
adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat
respon vasokontriktor pembuluh darah.Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin.Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetus keadaan hipertensi ( Dekker, 1996 )
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi
9
pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan
curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin,2001).
TANDA DAN GEJALA
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus
optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala
sampai bertahun-tahun.Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan
vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.Perubahan patologis
pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi
pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN)
dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan
stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai
paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam
penglihatan (Wijayakusuma,2000 ).
Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis
timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :Nyeri kepala
saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranial,Penglihatan kabur akibat
kerusakan retina akibat hipertensi,Ayunan langkah yang tidak mantap
karena kerusakan susunan saraf pusat,Nokturia karena peningkatan aliran
darah ginjal dan filtrasi glomerolus,Edema dependen dan pembengkakan
akibat peningkatan tekanan kapiler.
10
Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu
pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-
tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Wiryowidagdo,2002).
FAKTOR-FAKTOR RESIKO
Faktor resiko hipertensi meliputi :
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi.
Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering
disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi
jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia
kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan
kematian prematur (Julianti, 2005).
Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi
dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi
pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika
seorang wanita mengalami menopause
Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak
menderita hipertensi.Dari laporan sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka
prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat
menunjukan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Di daerah perkotaan
Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita.
Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan
13,7% pada wanita (Gunawan, 2001).
Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah
terjadinya hipertensi hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan.
Jika seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka
sepanjang hidup kita memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi
( Astawan,2002 )
Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis
hipertensi.Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram
tiap hari menyebabkan hipertensi yang rendah jika asupan garam antara
5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%.
11
Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha,
2004).
Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida.Orang-orang peka
sodium lebih mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan
dan peningkatan tekanan darah (Sheps, 2000).
Garam berhubungan erat dengan terjadinya tekanan darah tinggi
gangguan pembuluh darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman
yang asupan garamnya rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram
sehari prevalensi hipertensi presentasinya rendah, tetapi jika asupan
garam 5-15 gram perhari, akan meningkat prevalensinya 15-20%
(Wiryowidagdo, 2004).
Garam mempunyai sifat menahan air. Mengkonsumsi garam lebih
atau makan-makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikan
tekanan darah. Hindari pemakaian garam yang berkebih atau makanan
yang diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian garam
sama sekali dalan makanan. Sebaliknya jumlah garam yang dikonsumsi
batasi (Wijayakusuma, 2000).
Merokok merupaka salah satu faktor yang dapat diubah, adapun
hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan
peningkatan tekana darah karena nikotin akan diserap pembulu darah
kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh dadarah hingga ke
otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan member sinyal pada
kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (Adrenalin). Hormon yang
kuat ini akan menyempitkan pembulu darah dan memaksa jantung untuk
bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi.Selain itu, karbon
monoksida dalam asap rokokmenggantikan iksigen dalam darah. Hal ini
akan menagakibatkan tekana darah karena jantung dipaksa memompa
untuk memasukkan oksigen yang cukup kedalam orga dan jaringan tubuh
( Astawan, 2002 ).
Aktivitas sangat mempengaruhiterjadinya hipertensi, dimana pada
orang yang kuan aktvitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut
jantung yang lebih tingi sehingga otot jantung akan harus bekerja lebih
keras pada tiap kontraksi.Makin keras dan sering otot jantung memompa
12
maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Stress juga
sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi
dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas
saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara
intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum
terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan
pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota
(Dunitz, 2001).
Klasifikasi Tekanan Darah
JNC VIII mengklasifikasi hipertensi untuk usia >18 tahun , klasifikasi
hipertensi tersebut dapat kita lihat pada tabel 2.1. berikut:
klasifikasi
Hipertensi untuk
usia ≥ 18 Tahun
Klasifikasi
Tekanan Sistolik
( mmHg )
Tekanan Diastolik
( mmHg )
Normal <120 <80
Pre Hipertensi 120-139 80-89
Stadium I 140-159 90-99
Stadium II ≥160 ≥100
Diagnosis
Evaluasi hipertensi
Ada 3 tujuan evaluasi pasien dengan hipertensi :
1. Menilai gaya hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko
kardiovaskular atau penyakit penyerta yang mungkin dapat
mempengaruhi prognosis sehingga dapat memberi petunjuk dalam
pengobatan.
2. Mencari penyebab tekanan darah tinggi.
13
3. Menentukan ada tidaknya kerusakan organ target dan penyakit
kardiovaskuler (Muchid, dkk, 2006).
Sedangkan menurut Ronald. G. Victor (2012), evaluasi untuk pasien
hipertensi harus mencangkup tiga hal :
1. Mengukur tekanan darah.
2. Mencari kemungkinan risiko penyakit kardiovaskular.
3. Mendeteksi adanya hipertensi sekunder.
Karena hipertensi berhubungan dengan risiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler, deteksi dini merupakan suatu tindakan preventif yang
sangat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi. Diagnosis
didasarkan pada riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat penyakit
keluarga, pemeriksaan fisik dan laboratorium, serta berbagai tes
diagnostik (Braun, 2011).
Penentuan diagnosis yang paling tepat dan benar adalah dengan
mengukur tekanan darah secara akurat dengan mengikuti standar dari
JNC VII (Seventh Joint National Committee) dan American Heart
Association. Sekitar 25% pasien akan memiliki tekanan darah yang lebih
tinggi pada saat diukur di rumah sakit atau klinik dibandingkan saat diukur
di rumah, hal ini biasa disebut dengan “White Coat Hypertension”.
Penggunaan ambulatori 24 jam sangat disarankan pada pasien seperti ini
(Antman, 2008).
Menurut Djoko Soemantri dan J Nugroho (2010). Untuk menentukan
kriteria diagnosis dalam pemeriksaan hipertensi adalah dengan cara :
Anamnesis
Sering sakit kepala (meskipun tidak selalu), terutama di bagian
belakang, sewaktu bangun tidur pagi atau kapan saja terutama
sewaktu mengalami ketegangan.
Keluhan sistem kardiovaskular (berdebar, dada terasa berat atau
sesak terutama sewaktu melakukan aktivitas isometrik).
Keluhan sistem serebrovaskuler (susah konsentrasi, susah tidur,
migrain, mudah tersinggung, dll).
Tidak jarang tanpa keluhan, diketahuinya secara kebetulan.
14
Lamanya menderita hipertensi, obat anti hipertensi yang digunakan,
bagaimana hasilnya dan apakah ada efek samping yang
ditimbulkannya.
Penggunaan obat-obat lain yang diperkirakan dapat mempermudah
terjadinya atau mempengaruhi pengobatan hipertensi
(kortikosteroid, analgesik- anti inflamasi, obat flu yang mengandung
pseudo efedrin atau kafein, dll). Penggunaan obat kontrasepsi,
analeptik, dll.
Riwayat hipertensi pada kehamilan, operasi pengangkatan kedua
ovarium, atau menopause.
Faktor risiko penyakit kardiovaskular atau kebiasaan buruk
(merokok, DM, obesitas, stres psikososial, makanan asin dan
berlemak).
Riwayat keluarga untuk hipertensi.
Pemeriksaan fisik
Pengukuran tekanan darah 2-3 kali. Dalam posisi terlentang, duduk,
atau berdiri di lengan kanan dan kiri.
Perabaan denyut nadi di arteri karotis dan femoralis.
Adanya pembesaran jantung, irama gallop.
Pulsasi aorta abdominalis, tumor ginjal, bising abdominal.
Denyut nadi di ekstremitas, adanya paresis dan paralisis.
Penilaian organ target dan faktor-faktor risiko
Funduskopi, untuk mencari adanya retinopati Keith Wagner I-IV.
Elektrokardiografi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri,
abnormalitas atrium kiri, iskemia, atau infark miokard.
Foto thorax, untuk melihat adanya pembesaran jantung dengan
konfigurasi hipertensi, bendungan, atau edema paru.
Laboratorium : UL, DL, BUN, kreatinin serum, asam urat, gula
darah, profil lipid, K+ dan Na+ serum.
Pemeriksaan di atas adalah pemeriksaan dasar tambahan sebelum
mengobati hipertensi, sedangkan bila diperlukan pemeriksaan lanjutan
15
terutama untuk mencari penyebab hipertensi dilakukan prosedur
pemeriksaan seperti di bawah ini.
Tabel Prosedur diagnostik
Diagnosis Pemeriksaan awal Pemeriksaan lanjut
Penyakit Ginjal
Kronis
Urinalisis, BUN atau
kreatinin, USG Ginjal
Plasma renin assay
(PRA), Biopsi ginjal, IVP
Penyakit pembuluh
darah ginjal
Bruit, renografi
sebelum dan satu
jam setelah minum
captopril 50 mg
Arteriogram, renal vein
resins
CoarctationTekanan darah di
kakiAortogram
Primary
aldosteronism
Kalium plasma;
aldosteron plasma;
renin ratio
Kalium urin, aldosteron
plasma setelah infus
salin
Cushing's
syndrome
kortisol urin setelah 1
mg dexamethasone
pada malam hari
kortisol urin pada
beberapa dosis
dexamethasone
Pheochromocytom
a
Metanephrine dalam
urin
Metanephrine dan
catechols urin;
catechols plasma, basal
dan setelah 0.3 mg
clonidine
Standardisasi prosedur pemeriksaan antara lain :
- Istirahat kurang lebih 10 menit pada ruangan yang bersuhu
stabil.
- Tangan dalam posisi supinasi. Pasien tidak boleh tidur,
berbicara, serta melihat manset selama pengukuran.
- Pasien tidak dalam kondisi merokok, makan, dan minum
minuman yang mengandung kafein dan alkohol kurang lebih 3
jam sebelum pemeriksaan.
16
- Pengulangan pengukuran harus dilakukan dalam kondisi yang
sama, oleh pemeriksa yang sama, dan menggunakan prosedur
yang valid.
- Waktu terakhir saat minum obat harus ditanyakan.
- Kualitas kontrol data yang diperoleh harus dilakukan.
- Jika memungkinkan, bisa dilakukan koreksi faktor - faktor
pengganggu yang penting . Nilai pengukuran yang diberikan
harus absolut.
- Pemeriksa harus sudah mengerti betul bagaimana menghindari
bias eror (Oparil, 2005).
Penatalaksanaan
1. Prinsip:
Selalu dimulai dengan tindakan non-farmakologi
a. kurang garam – 2 grNa / 6 grNaCl
b. penurunan berat badan ke ideal, BMI 18,5 – 24,9 kg/m2
c. stop rokok
d. olahraga aerobik minimal 30mnt/hr
e. konsumsi makanan dan sayuran susu rendah lemak
2. Diawali monoterapi, pilihan obat individual sesuai kondisi target
organ pasien setelah menjalani evaluasi untuk menentukan ada
dan beratnya komplikasi
3. Bila tidak efektif tambahkan obat kedua dan bila ada efek
samping ganti dengan obat alternatif/kelas lain
4. Penanganan bersama bila ada faktor risiko kardiovaskuler lain
(Diabetes mellitus, dislipidemia, kurang latihan dll)
17
Obat antihipertensi nyaris sempurna mengurangi risiko komplikasi
1. Diuretik : thiazide obat dasar antihipertensi, loop diuretik
(furosemid),K-sparring diuretik
2. Penghambat adrenergik
-neuron perifer :reserpin,guanetidin
-sentral : metildopa,clonidin,guanabenz
-Blok reseptor alfa : phenoksibensamin, pentolamin
alfa-1 : prazosin
-Blok reseptor beta : acebutolol, atenolol, metoprolol, pindolol,
propanolol,timolol
-blok alfa dan beta : labetolol
3. Vasodilator
-langsung di perifer : hidralasin,nitroprusid,dizoxid,nitrogliserin
-antagonis Calsium : diltiasem,nifedipin,verapamil,amlodipin
-Converting enzyme inhibitor : captopril,enalapril,lisinopril dll.
18
Kombinasi obat yang efektif adalah:
1. Diuretik dan penyekat beta
2. Diuretik dan penghambat ACE
3. Antagonis Ca++ dan penyekat beta
4. Antagonis Ca++ dan penghambat ACE
5. Penyekat alfa dan beta
19
20
21
Komplikasi
Hipertensi mempunyai kecenderungan mengakibatkan gangguan pada
banyak organ, terutama otak, mata, dan ginjal.
Otak
Hipertensi menyebabkan terjadinya aterosklerosis koroner
yang progresif dan juga menyebabkan perubahan pada
arteri kecil dan arteriol pada otak. Pembuluh darah otak yang
ruptur dapat menyebabkan perdarahan intraserebral.
Mata
Hipertensi juga bisa merusak arteri kecil dan arteriol pada
retina, sehingga menyebabkan ruptur dan perdarahan.
22
Ginjal
Hipertensi merusak arteri renalis dan arteriol sehingga
menyebabkan iskemik renal. Iskemik renal menyebabkan
peningkatan sekresi renin yang nantinya akan berpengaruh
pada sistem aldosteron-angiostensin sehingga terjadi retensi
sodium (Damjanov, 2009).
Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk penyakit serebrovaskuler
seperti stroke dan transient ischemic attack, penyakit arteri koroner seperti
infark miokard dan angina, lalu komplikasi lainnya seperti gagal ginjal,
dementia, dan atrial fibrilasi (Muchid, dkk, 2006).
Preventif
- Diet rendah lemak dan rendah garam
- Berhenti merokok
- Tidak mengkonsumsi alkohol
- Mengurangi minum kopi
- Menghindari stress
- Olahraga teratur
- Menjaga berat badan ideal
23
BAB 3
DISLIPIDEMIA
Definisi
Kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang
utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida,
serta penurunan kadar kolesterol HDL. Dislipidemia dalam proses
terjadinya aterosklerosis semuanya memiliki peran yang penting dan
sangat berkaitan satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibahas
sendiri-sendiri. Ketiganya dikenal sebagai triad lipid, yaitu:
a. Kolesterol total
Banyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kadar
kolesterol total darah dengan risiko penyakit jantung koroner sangat kuat,
konsisten, dan tidak bergantung pada faktor risiko lain. Penelitian genetik,
eksperimental, dan klinis menunjukkan dengan jelas bahwa peningkatan
kadar kolesterol total mempunyai peran penting pada patogenesis
penyakit jantung koroner.
b. Kolesterol HDL dan kolesterol LDL
Bukti epidemiologis dan klinis menunjang hubungan negatif antara
kadar kolesterol HDL dengan penyakit jantung koroner. Intervensi obat
atau diet dapat menaikkan kadar kolesterol HDL dan dapat mengurangi
risiko penyakit jantung koroner.
c. Trigliserida
Kadar trigliserida diantara 250-500 mg/dl dianggap berhubungan
dengan penyakit jantung koroner apabila disertai adanya penurunan kadar
kolesterol HDL.
Kadar lemak darah Kisaran ideal (mg/dl)
Kolesterol total 120-200
LDL 60-160
HDL 35-65
Rasio LDL/HDL <3,5
Trigliserida <200
Klasifikasi
24
Klasifikasi dislipidemia berdasarkan patogenesis penyakit adalah
dapat dibedakan menjadi sebagai berikut
a. Dislipidemia Primer
Yaitu kelainan penyakit genetik dan bawaan yang dapat
menyebabkan kelaianan kadar lipid dalam darah
b. Dislipidemia Sekunder
Yaitu disebabkan oleh suatu keadaan seperti hiperkolesterolemia
yang diakibatkan oleh hipotiroidisme, nefrotik sindroma, kehamilan,
anoreksia nervosa, dan penyakit hati obstruktif. Hipertrigliserida
disebabkan oleh diabetes mellitus, konsumsi alkohol, gagal ginjal kronis,
miokard infark, dan kehamilan. Dan dislipidemia dapat disebabkan oleh
hipotiroidisme, nefrotik sindroma, gagal ginjal akut, penyakit hati, dan
akromegali.
Etiologi
Dalam batasan ilmiah, dislipidemia terjadi adanya akumulasi
kolesterol dan lipid pada dinding pembuluh darah. Dislipidemia merupakan
masalah yang cukup penting karena termasuk faktor risiko utama penyakit
jantung koroner. Penelitian mendukung bahawa dislipidemia memiliki lebih
dari satu penyebab yaitu faktor genetik, pola makan, gaya hidup, obesitas
dan faktor lain.
1. Faktor genetik
Dislipidemia cenderung terjadi dalam keluarga, mendukung bahwa
hal itu mungkin memiliki suatu penyebab genetik. Dalam dunia medis
dislipidemia yang diturunkan familial dislipidemia (FD). FD ini merupakan
penyakit genetik yang diturunkan secara dominan autosomal (kromosom
yang bukan untuk produksi) dalam sel manusia. Penyebab penyakit ini
adalah adanya mutasi yang terjadi pada reseptor kolestrol LDL. Reseptor
LDL merupakan reseptor sel permukaan yang berfungsi untuk
mempertahankan homeostasis kolesterol. Cara sederhana untuk
menerangkan bahwa penyebab dislipidemia dari faktor genetik yaitu
sebesar 80% dari kolestrol di dalam darah di produksi oleh tubuh sendiri
ada sebagian orang yang memproduksi kolestrol lebih banyak
dibandingkan yang lain. Ini disebabkan karena faktor keturunan. Pada
25
orang tersebut meskipun hanya mengkonsumsi makanan yang
mengandung kolesterol atau lemak jenuh tetapi tubuh tetap saja
memproduksi kolesterol lebih banyak.
2. Faktor pola makan
Terjadi penyumbatan dan penyempitan pembuluh arteri koroner
tersebut disebabkan oleh penumpukan zat-zat lemak (kolesterol,
trigliserida) di bawah lapiasan terdalam (endothelium) dan dinding
pembuluh nadi. Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap
kemungkinan terjadinya penimbunan zat lemak ini adalah gaya hidup,
khususnya pola makan. Penyakit jantung kerap diidentikkan dengan
penyakit akibat “ hidup enak”, yaitu terlalu banyak mengkonsumsi
makanan mengandung lemak dan kolestrol. Hal ini semakin menjadi
dengan kian membudayanya konsumsi makanan siap saji junk food dalam
kurun waktu satu dekade ini. Junk food telah menjadi bagian dari gaya
hidup sebagai masyarakat di Indonesia , diberbagai tempat yang selalu
penuh oleh pengunjung dengan berbagai usia, dari kalangan annak-anak
hingga dewasa. Padahal junk food banyak mengandung sodium. Lemak
jenuh dan kolestrol. Lemak jenuh berbahaya bagi tubuh karena
merangsang hati untuk memproduksi banyak kolesterol yang juga
berperan akan muncul penyakit jantung. Karena kolestrol yang
mengendap lama-lama akan menghambat aliran darah dan oksigen
sehingga mengganggu metabolisme otot jantung. Cara terbaik untuk
menjaga tubuh dari serangan jantung adalah mengubah gaya hidup
dengan menjalankan diet seimbang. Untuk menghindari penimbunan
lemak jenuh seperti lemak sapi, kambing, makananan bersantan dan
gorengan kerena dapat meningkatkan kadar kolestrol darah. Lemak jenuh
tunggal mempunyai pengaruh sedikit terhadap peningkatan kadar
kolestrol darah, terdapat pada minyak zaitun, minyak biji kapas, dan
minyak wijen.
3. Faktor obesitas
26
Obesitas digunakan untuk memahami batasan sederhana dari
kelebihan berat badan yang dihasilkan dari makan terlalu banyak dan
aktifitas terlalu sedikit. Obesitas merupakan hasil interaksi kompleks
antara faktor-faktor genetik, pola perilaku dan lingkungan yang
menyebabkan ketidakseimbangan antara asupan dan pengeluaran energi.
Peningkatan berat badan 20% atau lebih diatas berat badan normal
adalah titik dimana kelebihan berat badan berkembang menjadi gangguan
kesehatan. Tingkat kelebihan berat badan yang rendah dapat berkaitan
dengan risiko kesehatan, terutama timbulnya gangguan kesehatan lain
seperti diabetes, hipertensi dan penyakit jantung.
Orang dengan obesitas maka didalam tubuhnya cenderung akan banyak
timbunan lemak yang berlebih, dan timbulnya lemak yang ada dalam
tubuh ini akan menyebabkan penyempitan pada pembuluh darah.
Penyempitan pembuluh darah ini kemudian akan dapat meningkatkan
kadar kolestrol total dan LDL kolesterol. Obesitas telah berkembang
sebagai faktor risiko diabetes. Hipertensi, penyakit kardiovaskuler dan
beberapa kanker pada pria dan wanita. Kondisi lain yang terjadi, termasuk
kesulitan bernafas waktu tidur, osteoarthritis, kemandulan, hipertensi
intracranial idiopati, penyakit statis vena pada anggota gerak bawah,
getaran gastro-esofageal dan gangguan perkemihan.
4. Faktor kebiasan merokok
Masyarakat awam sudah banyak mengetahui bahwa merokok bisa
merusak paru-paru karena asap yang dihisap langsung masuk ke paru-
paru namun banyak orang tidak tahu bahwa rokok ternyata juga bisa
meningkatkan kolestrol dalam tubuh manusia. Beberapa situs kesehatan
disebutkan bahwa zat-zat kimia yang terkandung dalam rokok, terutama
nikotin dapat menurunkan kadar kolestrol baik (HDL) dan meningkatkan
kadar kolesterol buruk (LDL) dalam darah. Pada kebanyakan orang yang
merokok ditemukan bahwa kadar HDL nya rendah. Berarti kadar
pembentukan kolesterol baik yang bertugas membawa lemak dari jaringan
ke hati menjadi terganggu, sementara kebalikannya justru terjadi pada
kadar LDL nya. Pada orang merokok ditemukan kadar LDL nya tinggi,
berarti lemak justru dibawa kembali ke jaringan tubuh. Bahan dasar rokok
27
mengandung zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Dalam satu
batang rokok terdapat kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia, 40%
diantaranya beracun. Bahan kimia yang berbahaya terutama nikotin, tar,
hidrokarbon, karbon monoksida, dan logam berat dalam asap rokok.
Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa
terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen
ke jantung. Selain memperburuk profil lemak atau kolesterol darah, rokok
juga dapat meningkatkan tekanan darah dan nadi.
5. Kurang keteraturan berolahraga
Aktifitas yang efektif dapat menurunkan kadar kolestrol yaitu
berupa olahraga teratur yang dilakukan minimal tiga kali seminggu
masing-masing dengan lama waktu antara kurang lebih 45 menit.
Olahraga yang dianjurkan adalah olahraga yang melibatkan otot-otot
besar tubuh seperti paha, lengan atas serta pinggul, seperti senam,
aerobik, jalan kaki, berenang, jogging, atau bersepeda. Olahraga
merupakan bagian dari aktifitas fisik yang dilakukan untuk tujuan
memperoleh manfaat kesehatan. Aktifitas fisik adalah gerakan yang
dilakukan oleh tubuh dan sistem penunjangnya. Selama aktifitas fisik, otot
membutuhkan energi luar metabolisme untuk bergerak. Banyaknya energi
yang dibutuhkan tergantung seberapa banyak otot bergerak, berapa lama
dan berapa berat aktifitas yang dilakukan.
Manfaat olahraga yang teratur yaitu :
1)Meningkatkan kadar HDL kolesterol
2)Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard
3)Menurunkan berat badan sehingga lemak tubuh yang berlebihan
berkurang bersama-sama dengan menurunkan LDL kolesterol
4)Membantu menstabilkan tekanan darah
5)Meningkatkan kesegaran jasmani.
6. Stress
28
Secara sederhana stress dapat didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana individu terganggu keseimbangannya. Stress terjadi
akibat adanya situasi eksternal atau internal yang memunculkan
gangguan dan menurunkan individu untuk berespon adaptif. Stress
merupakan sesuatu yang terpisahkan dari kehidupan manusia, bahkan
stress seperti ini merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri.
Dalam sebuah penelitian menunjukkan orang yang stress 1,5 x lebih
besar mendapatkan risiko penyakit jantung koroner daripada orang yang
tidak stress karena dengan adanya stress terjadi peningkatan kolestrol
darah dan tekanan darah dalam tubuh.
Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi dislipidemia semakin meningkat. Penelitian
MONICA di Jakarta 1988 menunjukkan bahwa kadar rata-rata kolesterol
total pada wanita adalah 206,6 mg/dl dan pria 199,8 mg/dl, tahun 1993
meningkat menjadi 213,0 mg/dl pada wanita dan 204,8 mg/dl pada pria. Di
beberapa daerah nilai kolesterol yang sama yaitu Surabaya (1985): 195
mg/dl, Ujung Pandang (1990): 219 mg/dl dan Malang (1994): 206 mg/dl.
Apabila dipakai batas kadar kolesterol > 250mg/dl sebagai batasan
hiperkolesterolemia maka pada MONICA I terdapatlah hiperkolesterolemia
13,4 % untuk wanita dan 11,4 % untuk pria. Pada MONICA II
hiperkolesterolemia terdapat pada 16,2 % untuk wanita dan 14 % pria.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sudijanto Kamso dkk. (2004)
terhadap 656 responden di 4 kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung,
Yogyakarta, dan Padang) didapatkan keadaan dislipidemia berat (total
kolesterol >240 mg/dL) pada orang berusia diatas 55 tahun didapatkan
paling banyak di Padang dan Jakarta (>56%), diikuti oleh mereka yang
tinggal di Bandung (52,2%) dan Yogyakarta (27,7%). Pada penelitian ini
juga didapatkan bahwa prevalensi dislipidemia lebih banyak didapatkan
pada wanita (56,2%) dibandingkan pada pria (47%). Dari keseluruhan
wanita yang mengidap dislipidemia tersebut ditemukan prevalensi
dislipidemia terbesar pada rentang usia 55-59 tahun (62,1%)
dibandingkan yang berada pada rentang usia 60-69 tahun (52,3%) dan
berusia diatas 70 tahun (52,6%).
29
Patofisiologi
Lipid diangkut dalam plasma sebagai komponen dari lipoprotein
kompleks. Lipoprotein adalah partikel kompleks yang berbentuk spherical
yang terbuat dari ratusan molekul lipid dan protein. Protein yang dikenal
dengan sebutan apolipoprotein menempati permukaan lipoprotein. Ada
beberapa jenis lipoprotein, berdasarkan densitas, komposisi, ukuran, dan
mobilitas elektroforesisnya. Lipoprotein diklasifikasikan menjadi :
1. Kilomikron : lipoprotein yang mengangkut trigliserida yang berasal dari
makanan dari usus kecil ke dalam plasma melalui pembuluh limfe.
2. VLDL : lipoprotein yang mengangkut sintesis kolesterol dan trigliserida
endogen.
3. LDL : lipoprotein yang mengangkut kolesterol ke reseptor LDL pada sel
hepar dan sel jaringan perifer, sehingga kolesterol dapat digunakan untuk
kepentingan sel-sel tersebut.
4. HDL : lipoprotein yang mengangkut kolesterol dari jaringan perifer
kembali ke hepar
Terdapat tiga jalur utama yang bertanggung jawab dalam
keseimbangan pembentukan dan pengangkutan lipid dalam tubuh yaitu :
1. Jalur eksogen : lipid yang berasal dari makanan mengalami proses
pencernaan dan penyerapan, kemudian diangkut dalam bentuk kilomikron
dalam sel-sel epitel usus halus. Di dalam pembuluh darah, trigliserida
dalam kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase
yang berasal dari endotel menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas
dapat disimpan sebagai trigliserida kembali di jaringan lemak, tetapi bila
terdapat jumlah yang banyak maka sebagian akan diambil oleh hati
menjadi bahan untuk pembentukan trigliserida hati. Kilomikron yang sudah
kehilangan sebagian besar trigliserida akan menjadi kilomikron remnant
yang mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke hepar.
2. Jalur endogen : trigliserida dan kolesterol yang disintesis di hepar akan
disekresikan ke dalam sirkulasi sebagai VLDL. Dalam sirkulasi, VLDL
akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase menjadi asam
lemak dan gliserol, kemudian VLDL menjadi IDL ( Intermediate Density
Lipoprotein ), suatu lipoprotein yang lebih kecil dan lebih padat. Sebagian
30
dari IDL akan kembali ke hepar ditangkap oleh reseptor LDL, partikel IDL
yang lainnya dihidrolisis menjadi LDL. Sebagian dari kolesterol di LDL
akan dibawa ke hepar dan jaringan steroidogenik lainnya seperti kelenjar
adrenal, testis, dan ovarium yang memiliki reseptor LDL juga. LDL
merupakan pembawa utama kolesterol dalam sirkulasi tubuh.
3. Jalur Reverse Cholesterol Transport : suatu proses yang membawa
kolesterol dari jaringan kembali ke hepar. HDL merupakan lipoprotein
yang berperan pada jalur ini.
DIAGNOSIS
1. Faktor Resiko
Pemeriksaan profil lipid mutlak harus dilakukan pada orang yang
memiliki resiko tinggi, yaitu :
Kebiasaan merokok sigaret.
Hipertensi (> 140/90 mmHg atau sedang mendapat obat
antihipertensi)
Kolestrol HDL rendah (<40 mg/dL)
Riwayat PJK dini yaitu ayah <55 tahun; dan ibu <65 tahun
Umur pria >45 tahun dan wanita >55 tahun.
Terbukti adanya penyakit jantung koroner, stroke, atau penyakit
arteri perifer.
Diabetes mellitus.
2. Manifestasi Klinis.
Spektrum manifestasi klinis bervariasi luas dari asimptomatik hingga
kke manifestasi klinis yang jelas. Manifestasi klinis yang tampak dapat
membantu membedakan tipe kelainan ini dengan klasifikasi
Fredrickson dan Lees yaitu sebagai berikut :
Tipe I Kilomikron Trigliserid , manifestasi klinis : sakit perut,
pannkreatitiis.
Tipe IIA LDL Kolesterol, manifestasi klinis : xantoma pada mata
dan telapak tangan, tendinitis pada achiles.
Tipe IIB LDL dan VLDL kolesterol, biasanya asimptomatis.
31
Tipe III Kilomikron dan IDL kolesterol Trigliserid, manifestasi klinis
L xantoma pada telapak tangan dan tuberosum.
Tipe IV VLDL Trigliserid manifestasi klinis: obestitas, xantoma,
nyeri perut.
Tipe V kilomikron dan VLDL Trigliserid, manifestasi obesitas,
xantoma.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut NCEP – ATP II (National Cholesterol Education Program-
AduIt Treatment Panel III), pemeriksaan penyaringan dianjurkan pada
semua orang dewasa berumur > 20 tahun, meliputi semua profil lipid
yaitu kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan TG. Apabila
normal perlu diulang setiap lima tahun.
Untuk Menegakan diagnosis dislipidemia perlu dilakukan pemeriksaan
kadar kolestrol total, kolestrol LDL, kolestrol HDL, dan TG plasma.
Untuk penyeragaman perlu ditentukan prosedur pemeriksaan dan
cara pelaporan yang baku.
Persiapan :
Pengukuran kadar lipid paling baik dilakukan pada waktu pasien
dalam keadaan sehat dan metabolik stabil. Tidak ada perubahan
berat badan, pola makan, kebiasaan merokok, olahraga, minum
kopi/alkohol dalam 2 minggu terakhir sebelum diperiksa, dan tidak
sakit berat atau operasi besar dalam 2 bulan terakhir.
Pasien dengan demam, sebaiknya pemeriksaan lipid dilakukan 2
minggu setelah bebas demam.
Tidak mendapat obat yang mempengaruhi kadar lipid dalam 2
minggu terakhir.
Untuk pemeriksaan TG dibutuhkan puasa 12 jam (semalam) boleh
minum air putih.
Pemeriksaan kolestrol total tidak perlu puasa.
Bila kolestrol LDL diperiksa secara direk, maka tidak perlu puasa.
Tetapi bila kolestreol LDL diperiksa secara indirek (menggunakan
rumus Friedewald), perisapannya tetap dengan puasa 12 jam.
32
Pengambilan contoh darah :
Pasien duduk sedikitnya 5 menit sebelum contoh darah diambil.
Contoh darah yang diambil adalah darah vena.
Bahan yang diambil adalah serum.
Analisis :
Analisis dilakukan di laboratorium yang telah mengikuti program
pemantapan mutu.
Analisis kolestrol total dan TG dilakukan dengan metode
enzimatik.
Kadar kolestrol LDL sebaiknya diukur secara langsung atau
dihitung dengan menggunakan rumus Friedewald.
KOMPLIKASI
1. Aterosklerosis
2. Penyakit jantung koroner (PJK)
3. Stroke
4. Pankreatitis Akut
PREVENTIF
Dislipidemia dapat dicegah melalui penyuluhan meneai perlunya
pengaturan gaya hidup sehat dengan memberikan pedoman sebagai
berikut:
1. Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang
yaitu:
a) Meningkatkan konstitusi sayuran dan buah sebagai sumber serat.
b) Membatasi konsumsi makanan tinggi lemak dan karbohidrat
sederhana.
2. Melakukan kegiatan jasmani yang cukup.
3. Mempertahankan berat badan normal/ideal yang sesuai dengan umur
dan tinggi badan.
33
Kadar Kolestrol LDL = Total kolestrol – kolestrol HDL – TG 5
4. Tidak merokok.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam dislipidemia dimulai dengan melakukan
penilaian jumlah faktor resiko koroner pada pasien untuk menentukan
kolesterol-LDL yang harus dicapai. Berikut ini adalah tabel faktor resiko
(selain kolesterol LDL) yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang
ingin dicapai berdasarkan NCEP-ATP III (Sudoyo, 2006):
Tabel 1. Faktor Risiko (Selain Kolesterol LDL) yang Menentukan
Sasaran Kolesterol LDL yang Ingin Dicapai
Faktor Risiko (Selain Kolesterol LDL) yang Menentukan Sasaran
Kolesterol LDL yang Ingin Dicapai
- Umur pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun.
- Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu
ayah usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun.
- Kebiasaan merokok
- Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat obat
antihipertensi)
- Kolesterol HDL rendah ( <40 mg/dl). Jika didapatkan
kolesterol HDL ≥60mg/dl maka mengurangi satu faktor risiko
Setelah menemukan banyaknya faktor risiko pada seorang pasien,
maka pasien dibagi kedalam tiga kelompok risiko penyakit arteri koroner
yaitu risiko rendah, risiko sedang dan risiko tinggi. Hal ini digambarkan
pada tabel berikut ini (Sudoyo, 2006) :
Tabel 2. Tiga Kategori Resiko yang Menentukan Sasaran Kolesterol
LDL yang Ingin Dicapai berdasarkan NCEP (Sudoyo, 2006)
Kategori Resiko Sasaran Kolesterol
LDL (mg/dl)
1. Resiko Tinggi
a. Mempunyai Riwayat PAK dan
b. Mereka yang disamakan dengan PAK
<100
34
- Diabetes Melitus
- Bentuk lain penyakit arterosklerotik yaitu
stroke, penyakit arteri perifer, aneurisma aorta
abdominalis
- Faktor risiko multipel (> risiko) yang
diperkirakan dalam kurun waktu 10 tahun
mempunyai risiko PAK > 20 %
2. Resiko Multipel (≥2 faktor resiko)
3. Resiko Rendah (0-1 faktor resiko)
<130
<160
Selanjutnya penatalaksanaan pada pasien ditentukan berdasarkan
kategori risiko pada tabel diatas. Berikut ini adalah bagan
penatalaksanaan untuk masing-masing katagori risiko ( Sudoyo, 2006):
Gambar 3. Bagan Penatalaksanaan dislipidemia dengan faktor resiko
tinggi
Gambar 4. Bagan Penatalaksanaan dislipidemia dengan faktor resiko
sedang
35
Gambar 5. Bagan Penatalaksanaan Dislipidemia dengan faktor resiko
0-1
Penatalaksanaan Dislipidemia terdiri dari:
1. Penatalaksanaan Umum
Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya
nonfarmakologis yang meliputi modifikasi diet, latihan jasmani serta
pengelolaan berat badan. Terapi diet memiliki tujuan untuk menurunkan
risiko PKV dengan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol serta
mengembalikan keseimbangan kalori, sekaligus memperbaiki nutrisi.
Perbaikan keseimbangan kalori biasanya memerlukan peningkatan
penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta pembatasan asupan
kalori (Anwar, 2004)
2. Penatalaksanaan Non- Farmakologi
a. Terapi Nutrisi Medis
Terapi diet dimulai dengan menilai pola makan pasien,
mengidentifikasi makanan yang mengandung banyak lemak jenuh dan
kolesterol serta berapa sering keduanya dimakan. Jika diperlukan
ketepatan yang lebih tinggi untuk menilai asupan gizi, perlu dilakukan
penilaian yang lebih rinci, yang biasanya membutuhkan bantuan ahli
gizi. Penilaian pola makan penting untuk menentukan apakah harus
dimulai dengan diet tahap I atau langsung ke diet tahap ke II. Hasil diet
ini terhadap kolesterol serum dinilai setelah 4-6 minggu dan kemudian
36
setelah 3 bulan (Anwar, 2004). Pada pasien dengan kadar kolesterol
LDL atau kolesterol total yang tinggi sebaiknya mengurangi asupan
lemak jenuh. Namun pada pasien ini sebaiknya banyak mengkonsumsi
lemak tak jenuh rantai tunggal dan ganda. Asupan karbohidrat, alkohol
dan lemaak perlu dikurangi pada pasien dengan trigliserid yang tinggi
(Sudoyo, 2006).
Tabel 3. Komposisi Tahap I dan Tahap II
b. Aktivitas Fisik
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat
meningkatkan kadar HDL dan Apo AI, menurunkan resistensi insulin,
meningkatkan sensitivitas dan meningkatkan keseragaman fisik,
menurunkan trigliserida dan LDL, dan menurunkan berat badan
(Azwar, 2004).
Setiap melakukan latihan jasmani perlu diikuti 3 tahap :
1. Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit
2. Aerobik sampai denyut jantung sasaran yaitu 70-85 % dari denyut
jantung maksimal ( 220 - umur ) selama 20-30 menit .
3. Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan -
lahan, selama 5-10 menit. Frekuensi latihan sebaiknya 4-5 x/minggu
dengan lama latihan seperti diutarakan diatas. Dapat juga dilakukan
2-3x/ minggu dengan lama latihan 45-60 menit dalam tahap aerobik.
Pada prinsipnya pasien dianjurkan melaksanakan aktivitas fisik
sesuai dengan kondisi dan kemampuan pasien agar aktivitas ini
berlangsung terus-menerus (Sudoyo, 2006).
3. Penatalaksanaan Farmakologi
Pengobatan farmakologi dilakukan bila terjadi kegagalan dengan
pengobatan non-farmakologis. Saat ini didapat beberapa golongan obat
yaitu golongan resin, asam nikotinat, golongan statin, derivat asam fibrat,
37
probutol dan lain-lain namun obat lini pertama yang danjurkan oleh NCEP-
ATP III adalah HMG-CoA reductase inhibitor (Azwar, 2004). Apabila
ditemukan kadar trigliserida >400mg/dl maka pengobatan dimulai dengan
golongan asam fibrat untuk menurunkan trigliserida. Menurut kesepakatan
kadar kolesterol LDL merupakan sasaran utama pencegahan penyakit
arteri koroner sehingga ketika telah didapatkan kadar trigliserida yang
menurun namun kadar kolesterol LDL belum mencapai sasaran maka
HMG-CoA reductase inhibitor akan dikombinasikan dengan asam fibrat.
Selain itu, terdapat obat kombinasi dalam satu tablet (Niaspan yang
merupakan kombinasi lovastatin dan asam nikotinik) yang jauh lebih
efektif dibandingkan dengan lovastatin atau asam nikotinik sendiri dalam
dosis tinggi (Sudoyo, 2006).
Pada pengobatan hiperkolesterolemia terdapat target kolesterol
yang harus dicapai. Berikut ini adalah tabel target kadar kolesterol LDL:
Tabel 4. Target kolesterol LDL (mg/dl):
Kategori Resiko Target LDL
Kadar LDL
untuk mulai
PGH
Kadar LDL untuk
mulai terapi
farmakologis
PJK atau yang
disamakan PJK
< 100 100 130
Faktor resiko
2
< 130 130 130
Faktor resiko 0-
1
< 160 160 190
Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai
dengan statin atau sekuestran asam empedu atau nicotic acid.
Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah
tercapai, pemantauan dilanjutkan setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu
terapi target belum tercapai, intensifkan/naikkan dosis statin atau
kombinasi dengan yang lain (PDT, 2009).
KLASIFIKASI OBAT-OBAT HIPERKOLESTEROLEMIA
38
Penghambat
HMGCoA
Reduktase
Sekueastran
Asam
Empedu
Asam
Fibrat
Asam
Nikotinat
Penghamba
t Absorpsi
Kolesterol
Simvastatin
Lovastatin
Pravastatin
Fluvastatin
Atorvastatin
Rosuvastatin
Kolestiramin
Kolestipol
Fenofibrat
Bezafibrat
Clofibrat
Gemfibrozil
Acipimox Ezetimib
GOLONGAN OBAT PENGHAMBAT HMGCoA REDUKTASE
Efficacy Safety Suitability Cost
+++
Farmakodinamik:
Menghambat sintesis
kolesterol di hati
sehingga menurunkan
kadar LDL plasma.
Selain itu, juga
menurunkan kadar
trigliserida, kadar
kolesterol total dalam
serum, serta
meningkatkan kadar
HDL.
Farmakokinetik:
Diabsorbsi sebanyak
kira-kira 30%, ikatan
protein 95%,
metabolisme sebagian
besar di hepar, diekskresi
++
Efek samping:
Gangguan GIT,
sakit kepala,
rash,
peningkatan
serum
transaminase
asimtomatik,
peningkatan
kadar kreatinin
fosfokinase pada
plasma
asimtomatik,
lelah, gangguan
tidur, nyeri otot,
kejang otot.
+++
Kontraindikasi:
Wanita hamil
dan menyusui,
miopati,
penyakit hati,
kolestasis.
39
melalui feses dan kurang
dari 10% dalam urin.
Hati-hati penggunaan
pada pasien dengan
penyakit hati
kronik seperti hepattis B
dan C atau kholestasis.
Pemilihan obat derivat penghambat HMGCoA Reduktase
Simvastatin (Cholexin, Ethicol, Lesvatin, Lipinorem, Mersivas, Normofat)
Efficacy
Safety
Suitability Cost
+++
Farmakodinamik:
Statin menghambat HMG
CoA reduktase,
mengganggu konversi HMG
CoA reduktase menjadi
mevalonat, tahap yang
menentukan dalam
biosintesis de novo.
Pengurangan sintesis LDL
dan peningkatan
katabolisme LDL di mediasi
melalui reseptor LDL
menjadi prinsip kerja untuk
penurunan lipid
Agen penurun kolesterol dan
LDL yang paling poten
+
Efek Samping:
Nyeri abdomen,
konstipasi,
kembung,
asthenia, sakit
kepala, miopati,
rabdomiolisis,
edema
angioneurotik.
Gangguan fungsi
saraf cranial,
tremor, pusing,
vertigo,
kehilangan daya
ingat parestesia,
neuropati perifer.
+++
Kontraindikasi:
Penyakit hati
aktif,
peningkatan
persisten
idiopatik dari
kadar
transaminase
serum.
Hamil dan
laktasi
+++
Rp. 1.400-
9.000/tablet
40
dengan toleransi paling baik.
Farmakokinetik:
A: absorbsi oral (25%)
D: protein binding 95%
M: di hepar
E: melalui cairan empedu
(sebagian besar) dan ginjal
T ½ 1,9 jam
Anafilaksis,
angioedema,
trombositopenia,
leucopenia,
anemia hemolitik.
Anoreksia,
muntah.
Alopesia, pruritus.
Ginekomastia,
kehilangan libido,
disfungsi ereksi.
Mempercepat
proses katarak,
oftalmoplegia.
Lovastatin (Cholvastin, Lovacol, Lipovas, Justin)
Efficacy
Safety
Suitability Cost
+++
Farmakodinamik:
Statin menghambat HMG
CoA reduktase,
mengganggu konversi
HMG CoA reduktase
menjadi mevalonat, tahap
yang menentukan dalam
biosintesis de novo.
Pengurangan sintesis LDL
dan peningkatan
katabolisme LDL di
mediasi melalui reseptor
+
Efek Samping:
Miopati,
rabdomiolisis,
atralgia,
disfungsi saraf
kranial, tremor,
vertigo, hilang
ingatan,
parestesia,
kelumpuhan
saraf perifer,
neuropati perifer,
+++
Kontraindikasi:
Penyakit hati
aktif atau
peningkatan
persisten
serum
transaminase.
Hamil dan
laktasi
+
Rp. 24.500 –
86.000/tablet
41
LDL menjadi prinsip kerja
untuk penurunan lipid
Agen penurun kolesterol
dan LDL yang paling
poten dengan toleransi
paling baik.
Penurunan kolesterol
bergantung pada dosis.
Farmakokinetik:
A: absorbsi oral (25%)
D: protein binding 95%
M: di hepar
E: melalui cairan empedu
(sebagian besar) dan
ginjal
T ½ 1 ½ jam
ansietas,
insomnia,
depresi, reaksi
hipersensitifitas,
gangguan GIT,
alopesia,
pruritus,
perubahan kulit,
ginekomastia,
kehilangan
libido, disfungsi
ereksi,
mempercepat
katarak,
oftalmoplegia,
peningkatan
serum
transaminase,
transpeptidase
glutamat dan
bilirubin,
abnormalisasi
tiroid
Pravastatin (Cholespar, Gravastin, Koleskol)
Efficacy
Safety
Suitability Cost
+++
Farmakodinamik:
Statin menghambat HMG CoA
reduktase, mengganggu
+++
Efek Samping:
Mual, muntah,
diare,
+++
Kontraindikasi:
Penyakit hati
aktif atau
++
Rp.6.500-
11.000 /tablet
42
konversi HMG CoA reduktase
menjadi mevalonat, tahap
yang menentukan dalam
biosintesis de novo.
Pengurangan sintesis LDL dan
peningkatan katabolisme LDL
di mediasi melalui reseptor
LDL menjadi prinsip kerja
untuk penurunan lipid
Agen penurun kolesterol dan
LDL yang paling poten dengan
toleransi paling baik.
Penurunan kolesterol
bergantung pada dosis.
Farmakokinetik:
A: absorbsi oral (25%)
D: protein binding 95%
M: di hepar
E: melalui cairan empedu
(sebagian besar) dan ginjal
T ½ 1 ½ - 2 jam
dispepsia,
konstipasi,
kembung,
rabdomiolisis,
miopati, sakit
kepala.
peningkatan
persisten tes
fungsi hati
yang tidak
diketahui
sebabnya.
Hamil dan
laktasi
Fluvastatin (Lescol)
Efficacy
Safety
Suitability Cost
+++
Farmakodinamik:
Statin menghambat HMG CoA
+++
Efek Samping:
Mual, muntah,
+++
Kontraindikasi:
Penyakit hati
++
Rp.
11.000/tablet
43
reduktase, mengganggu
konversi HMG CoA reduktase
menjadi mevalonat, tahap
yang menentukan dalam
biosintesis de novo.
Pengurangan sintesis LDL
dan peningkatan katabolisme
LDL di mediasi melalui
reseptor LDL menjadi prinsip
kerja untuk penurunan lipid
Agen penurun kolesterol dan
LDL yang paling poten
dengan toleransi paling baik.
Penurunan kolesterol
bergantung pada dosis.
Farmakokinetik:
A: absorbsi oral (25%)
D: protein binding 95%
M: di hepar
E: melalui cairan empedu
(sebagian besar) dan ginjal
T ½ 1 ½ - 2 jam
diare,
dispepsia,
konstipasi,
kembung,
rabdomiolisis,
miopati, sakit
kepala.
aktif atau
peningkatan
persisten tes
fungsi hati
yang tidak
diketahui
sebabnya.
Hamil dan
laktasi
Atorvastatin (Truvaz, Stator, Lipitor)
Efficacy
Safety
Suitability Cost
+++
Farmakodinamik:
Statin menghambat HMG CoA
reduktase, mengganggu
++
Efek Samping:
Gangguan GI,
sakit kepala,
+++
Kontraindikasi:
Penyakit hati
aktif atau
++
Rp. 11.000 –
14.000/tablet
44
konversi HMG CoA reduktase
menjadi mevalonat, tahap
yang menentukan dalam
biosintesis de novo.
Pengurangan sintesis LDL
dan peningkatan katabolisme
LDL di mediasi melalui
reseptor LDL menjadi prinsip
kerja untuk penurunan lipid
Agen penurun kolesterol dan
LDL yang paling poten
dengan toleransi paling baik.
Penurunan kolesterol
bergantung pada dosis.
Farmakokinetik:
A: absorbsi oral (25%)
D: protein binding 95%
M: di hepar
E: melalui cairan empedu
(sebagian besar) dan ginjal
T ½ 1 ½ - 2 jam
mialgia,
asthenia,
oedema
angioneurotik,
kram otot,
miopati, ikterus
kolestatik,
neuropati
perifer, pruritus.
peningkatan
persisten tes
fungsi hati
yang tidak
diketahui
sebabnya.
Hamil dan
laktasi
GOLONGAN SEKUESTRAN ASAM EMPEDU
Efficacy Safety Suitability Cost
++
Farmakodinamik:
Mengikat asam empedu
dalam lumen saluran
cerna, dengan gangguan
stimulasi terhadap siklus
++
Efek samping:
Awalnya
kenaikan
konsentrasi
alkali fosfatase
+++
Kontraindikasi:
Penyumbatan
saluran
empedu.
45
enterohepatik asam
empedu, yang
menurunkan
penyimpanan asam
empedu dan merangsang
hepatic sintesis asam
empedu dari kolesterol.
Farmakokinetik:
Tidak diabsorbsi,
eliminasinya melalui
feses.
dan
transaminase,
gangguan
absorbsi vitamin
larut lemak
(ADEK),
hipernatremi dan
hiperkloremi,
gangguan GIT,
reduksi
bioavabilitas
obat jenis asam.
Kolestiramin
Efficacy
Safety
Suitability Cost
+++
Farmakodinamik:
Mengikat asam empedu
dalam lumen saluran cerna,
dengan gangguan stimulasi
terhadap sirkulasi
enterohepatik asam empedu
yang menurunkan
penyimpanan asam empedu
dan merangsang hepatic
sintesis asam empedu dari
kolesterol.
Farmakokinetik:
A: tidak absorbsi
+++
Efek Samping:
Gangguan GI,
meningkatkan
resiko
perdarahan
akibat vitamin
K. penggunaan
jangka panjang
dapat
menyebabkan
asidosis
hiperkloremik.
+++
Kontraindikasi:
Penyumbatan
saluran
empedu,
gangguan
fungsi hati,
kehamilan dan
menyusui.
++
Rp. 19.350 –
50.000/tablet
46
D: -
M: -
E: melalui fekal
GOLONGAN OBAT ASAM NIKOTINAT
Efficacy Safety Suitability Cost
++
Farmakodinamik:
Mengurangi sintesis
hepatic VLDL yang akan
mengarah pada
pengurangan sintesis
LDL, meningkatkan HDL
dengan mengurangi
katabolismenya.
Farmakokinetik:
Mudah diabsorbsi.
Ekskresinya melalui
urin, sebagian kecil
dalam bentuk utuh dan
sebagian lainnya
dalam bentuk berbagai
metabolitnya.
Gunakan hati-hati pada
penderita penyakit hati,
perdarahan arteri,
riwayat ulkus pepetikum,
gout, glaukoma dan DM.
+
Efek samping:
Gatal dan
kemerahan kulit
terutama wajah,
gangguan fungsi
hati, gangguan
GIT,
hiperurisemia,
hiperglikemia
dan pandangan
kabur pada
pemakaian
jangka lama.
+++
Kontraindikasi:
Hipersensitivitas
niasin.
47
Acipimox (Olbetam)
Efficacy
Safety
Suitability Cost
++
Farmakodinamik:
Mengurangi sintesis hepatik
VLDL yang akan mengurangi
sintesis LDL. Niasin juga
meningkatkan HDL dengan
mengurangi katabolismenya.
Farmakokinetik:
A: GIT
D: -
M: -
E: melalui urine
T1/2 : 2 jam
+
Efek Samping:
Vasodilatasi,
flushing, gatal,
eritema, mual,
nyeri
epigastrium,
diare, sakit
kepala, mata
kering, malaise,
urtikaria,
angioedema,
bronkospasme
dan anafilaktik.
+++
Kontraindikasi
:
Ulkus peptic,
CrCl < 30
ml/menit,
kehamilan,
laktasi.
++
BAB 4
Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Dislipidemia
Efek samping yang tidak diinginkan mungkin terjadi bila suatu
mekanisme terapeutik dari obat tertentu menjadi lebih besar efeknya
karena pengaruh obat anti hipertensi yang menurunkan denyut jantung.
Sementara yang berperan penting dalam interaksi obat tingkat molekular
adalah adanya enzim hepar, yaitu sitokrom 3A4 (CYP3A4), dimana kedua
48
jenis obat mengalami pemecahan oleh enzim yang sama. Salah satu
contohnya adalah interaksi antara obat anti hipertensi calcium channel
blocker dengan obat golongan statin.
Calcium channel blocker
Verapamil
Obat ini merupakan obat anti hipertensi yang dimetabolisme oleh
berbagai komponen enzim sitokrom P450 di dalam hepar, dimana
salah satu enzim itu adalah CYP3A4. Sehingga pemakaian
verapamil akan meningkatkan kadar obat golongan statin
(atorvastatin, simvastatin, dan lovastatin) dalam darah
Diltiazem
Seperti halnya verapamil, obat ini juga dapat menghambat kerja
CYP3A4 dan menghambat protein transporter yang membawa
simvastatin ke hepar untuk dimetabolisme
Nifedipine
Obat ini juga dipecah oleh sistem CYP3A4 hepar, sehingga
interaksi dengan simvastatin akan menimbulkan sensitivitas
terhadap simvastatin dosis tinggi
Amlodipine
Amlodipine berinteraksi dengan simvastatin di dalam hepar, karena
kedua obat tersebut sama-sama dimetabolisme oleh enzim
CYP3A4.US Food and Drug Administration menghimbau agar
kedua obat tersebut tidak dipakai bersamaan bila dosis simvastatin
di atas 20 mg per hari. Hal yang sama juga berlaku untuk
atorvastatin, dan lovastatin karena keduanya juga dimetabolisme
oleh ezim hepar yang sama. Selain itu, Amlodipine juga
menghambat protein yang membawa simvastatin ke hepar untuk
dimetabolisme.
Meningkatnya kadar golongan statin dalam darah akibat
menurunnya metabolisme obat tersebut di hepar dapat menyebabkan
myopati dan rhabdomyolisis. Meskipun demikian, penggunaan obat anti
49
hipertensi golongan calcium channel blocker dengan golongan statin tetap
dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut,
dosis simvastatin maksimal 10 mg per hari bila dikombinasikan
dengan diltiazem dan verapamil
dosis simvastatin maksimal 20 mg per hari bila dikombinasikan
dengan amlodipine
Obat golongan statin yang terbaru dan lebih mahal, yaitu
rosuvastatin, pravastatin, dan fluvastatin, dimetabolisme oleh enzim
CYP2C9 sehingga tidak mempengaruhi obat-obat yang dimetabolime
enzim CYP3A4. Selain itu, amlodipine juga dijual dalam bentuk kombinasi
dengan atorvastatin dengan nama dagang Caduet, dimana dosis sudah
disesuaikan sehingga dapat terhindar dari efek samping akibat interaksi
kedua obat tersebut.
KESIMPULAN
Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai dan menjadi
masalah di masyarakat. Prevalensi hipertensi di Indonesia yang
berdasarkan pengukuran dan riwayat penyakit adalah 32,2%. Prevalensi
dislipidemia pada penderita hipertensi dewasa urban di Indonesia cukup
tinggi yaitu 78%. Penderita akan mengonsumsi dua macam obat, obat
untuk mengontrol hipertensi dan obat untuk mengontrol kadar lipid dalam
darah. Obat – obat tersebut dalam tubuh akan mengalami suatu interaksi.
50
Dimana interaksi tersebut menimbulkan suatu efek dan saling
mempengaruhi efektivitas obat yang satu dengan yang lain.
Efek samping yang tidak diinginkan mungkin terjadi bila suatu
mekanisme terapeutik dari obat tertentu menjadi lebih besar efeknya. Dari
contoh yang telah diberikan dalam bab sebelumnya dapat diketahui
bahwa penggunaan obat anti hipertensi golongan calcium channel blocker
dengan golongan statin tetap dapat dilakukan dengan ketentuan seperti
yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Selain itu kombinasi –
kombinasi dari obat – obat tersebut telah dijual dengan dosis yang telah
disesuaikan sehingga dapat terhindar dari efek samping akibat interaksi
kedua obat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adam MF. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta. Interna
Publishing
Adi, 2009, Hipertensi, cegah dengan gaya hidup sehat,
<http://seputarobat.blogspot.com/2009/hipertensi-cegah-dengan-
gaya-hidup-sehat.html>
Antman, EM 2008, Cardiovasculer therapeutics, Elsevier, Philadelphia.
Astawan, (2002). Cegah Hipertensi dengan pola makan.
51
Braun, CA, Anderson, CM 2011, Pathophysiology : a clinical approach,
Lippincott William & Wilkins, Philadelphia.
Corwin,E,J(2001).Buku saku Patofisiologi. Jakarta:EGC.
Damjanov, Ivan 2009, Pathophysiology, Saunders, Philadelphia.
Darey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.
Dekker,E,(1996).Hidup dengan tekanan darah tinggi. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan.
Dunitz,M.(2001).Treatrment of hypertension in general practise, Dallas :
Blok Well Sciens Inc.
Ganiswarna, Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru.
Gunawan,L,(2001). Hipertensi : Tekanan darah tinngi. Yogyakarta :
Percetakan Kanisus.
Ghalapulla. 2011. Dislipidemia.
http://geagreen.blog.com/2011/10/08/dislipidemia/.
Hendromartono, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan
pertama. Airlangga University Press. Surabaya.
Jurnal Kedokteran. Dislipidemia. 2011.
http://koass-note.blogspot.com/2011/01/dislipidemia.html.
Muchid, dkk 2006, Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi, Depkes
RI, Jakarta
Oparil, S, Weber, M 2005, Hypertention, Elsevier, Philadelphia.
Opie LH. 2012. Drug Interactions of Antihypertensive Agent. S Afr Fam
Pract. 54:23-25
Product monograph for Lipitor. 2011. Pfizer Canada Inc. Kirkland, QC H9J
2M5
Sheps, (2005). Mengatasi tekanan darah tinggi. Jakarta : Intisari
Mediatama
Sudoyo, Ary, Setyohadi, Bambang, Alwi, Idrus. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.
Strandell J, Bate A, Hagg S, Edwards IR. 2009. Rhabdomyolisis a result of
azithromycin and statins: an unrecognized interaction. Br J Clin
Pharmacol. 68:427-34
Sukandar, Elind., et al. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI.
52
Tjokroprawiro, Askandar dan Hendromartono. 2008. Pedoman Diagnosis
dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Airlangga
University Press. Surabaya.
Wexler, (2002). Hipertensi ; Encylopedia of Nursing and Alied Health.
Dibuka pada website http;//www.findarticles.com/p/article/mi.
53