Referat ES Antipsikotik Atipikal

15
1 REFERAT PENANGANAN EFEK SAMPING OBAT ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL BAB I PENDAHULUAN Obat antipsikotik atau disebut juga Neuroleptik telah digunakan dalam dunia medis sudah lebih dari 60 tahun. Pierre Deniker, Henri Leborit dan Jean Delay merupakan sekelompok ilmuwan Perancis yang pertama kali menemukan obat antipsikotik pada awal 1950. Chlorpromazine adalah obat yang pertama kali ditemukan dan saat itu menjadi pilihan utama dalam pengobatan schizophrenia dan gangguan psikotik. Dibutuhkan waktu beberapa minggu untuk mengontrol gejala dari schizophrenia dan membutuhkan terapi dengan dosis maintenance untuk beberapa tahun lamanya. 1 Istilah neuroleptic sebagai sinonim antipsikosis berkembang dari kenyataan bahwa obat antipsikotik sering menimbulkan gejala saraf berupa gejala ekstrapiramidal. Dengan dikembangkannya golongan baru yang hamper tidak menimbulkan gejala ekstrapiramidal, istilah neuroleptic tidak lagi dapat dianggap sinonim dari istilah antipsikotik. Selanjutnya ditemukan generasi kedua antipsikostik yakni haloperidol, yang penggunaannya cukup luas hingga selama 4 dekade. 1 Pada tahun 1990, ditemukan klozapin yang dikenal sebagai generasi pertama antipsikotik golongan atipikal. Disebut atipikal karena golongan obat ini sedikit menyebabkan reaksi ekstrapiramidal (EPS = extrapyramidal symptom) yang umum terjadi pada obat antipsikotik tipikal yang ditemukan lebih dahulu. Sejak ditemukan klozapin, pengembangan obat baru golongan atipikal ini terus dilakukan. Hal ini terlihat dengan ditemukannya obat baru yaitu risperidon, olanzapine, zotepin, ziprasidon dan lainnya. 1

description

Referat

Transcript of Referat ES Antipsikotik Atipikal

  • 1

    REFERAT PENANGANAN EFEK SAMPING OBAT

    ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Obat antipsikotik atau disebut juga Neuroleptik telah digunakan dalam dunia medis sudah

    lebih dari 60 tahun. Pierre Deniker, Henri Leborit dan Jean Delay merupakan sekelompok ilmuwan

    Perancis yang pertama kali menemukan obat antipsikotik pada awal 1950. Chlorpromazine adalah

    obat yang pertama kali ditemukan dan saat itu menjadi pilihan utama dalam pengobatan

    schizophrenia dan gangguan psikotik. Dibutuhkan waktu beberapa minggu untuk mengontrol gejala

    dari schizophrenia dan membutuhkan terapi dengan dosis maintenance untuk beberapa tahun

    lamanya. 1

    Istilah neuroleptic sebagai sinonim antipsikosis berkembang dari kenyataan bahwa obat

    antipsikotik sering menimbulkan gejala saraf berupa gejala ekstrapiramidal. Dengan

    dikembangkannya golongan baru yang hamper tidak menimbulkan gejala ekstrapiramidal, istilah

    neuroleptic tidak lagi dapat dianggap sinonim dari istilah antipsikotik. Selanjutnya ditemukan

    generasi kedua antipsikostik yakni haloperidol, yang penggunaannya cukup luas hingga selama 4

    dekade.1

    Pada tahun 1990, ditemukan klozapin yang dikenal sebagai generasi pertama antipsikotik

    golongan atipikal. Disebut atipikal karena golongan obat ini sedikit menyebabkan reaksi

    ekstrapiramidal (EPS = extrapyramidal symptom) yang umum terjadi pada obat antipsikotik tipikal

    yang ditemukan lebih dahulu. Sejak ditemukan klozapin, pengembangan obat baru golongan atipikal

    ini terus dilakukan. Hal ini terlihat dengan ditemukannya obat baru yaitu risperidon, olanzapine,

    zotepin, ziprasidon dan lainnya.1

  • 2

    Kebanyakan antipsikotik golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam menghambat

    reseptor dopamin 2, hal inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat.

    Obat golongan atipikal pada umumnya mempunyai afinitas yang lemah terhadap dopamine 2, selain

    itu juga memiliki afinitas terhadap reseptor dopamine 4, serotonin, histamine, reseptor muskarinik

    dan reseptor alfa adrenergic. Golongan antipsikotik atipikal diduga efektif untuk gejala positif ( seperti

    bicara kacau, halusinasi, delusi) maupun gejala negative (miskin kata kata, afek yang datar, menarik

    diri dari lingkungan, inisiatif menurun) pasien skizofrenia. Golongan antipsikotik tipikal umumnya

    hanya berespon untuk gejala positif.1

    Penggunaan antipsikotik atipikal saat ini merupakan lini pertama pengobatan

    gejala psikotik pasien usia lanjut karena efek sampingnya yang lebih dapat ditolerir

    daripada antipsikotik tipikal ataupun obat golongan non antipsikotik.

    Namun demikian, tidak banyak penelitian yang menggunakan sampel populasi

    pasien usia lanjut sehingga efikasi dan keamanannya secara ilmiah masih perlu diteliti

    lebih lanjut. Secara klinis antipsikotik atipikal telah terbukti mempunyai efektifitas

    dan keamanan yang cukup dalam mengobati gejala psikotik pasien usia lanjut.2

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. JENIS-JENIS ANTIPSIKOTIK 3

    1. Antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi pertama)

    Klopromazin

    Flufenazin

    Tioridazin

    Haloperidol

    Dan lain-lain

    2. Antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua

    Klozapin

    Olanzapine

    Risperidon

    Quetapin

    Aripiprazol

    Dan lain-lain

    Pemakaian antipsikotik dalam menanggulangi skizofrenia telah mengalami

    pergesaran. Bila pada mulanya menggunakan antipsikotik tipikal, kini pilahan

    beralih ke antipsikotik atipikal.

    B. Indikasi Penggunaan 4,5

    Gejala sasaran (target syndrome) : Sindrom Psikosis

  • 4

    Butir-butir diagnostik Sindrom Psikosis :

    Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability),

    bermanifestasi dalam gejala: kesadaran diri (awareness) yang terganggu, daya nilai

    norma sosial (judgment) terganggu, dn daya tilikan diri (insight) terganggu. 4

    Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala POSITIF:

    gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikaran yang tidak wajar (waham),

    gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi),

    perilaku yang aneh atau tidak dapat terkendali (disorganized), dan gejala NEGATIF:

    gangguan perasaan (afek tumpul, respon emosi minimal), gangguan hubungan sosial

    (menarik diri, pasif, apatis), gangguan prosses berfikir (lambat, terhambat), isi

    pikiran yang stereotip dan tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan

    cenderung menyendiri (abulia). 4

    Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanisfestasi dalam gejala:

    tidak mampu bekerja, menjalin hubugan sosial, dan melakukan kegiatan rutin. 4

    Sindrom otak organik yang akut dan menahun, misalnya pada delirium.5

    Skizofrenia, psikosis-depresif jenis mania, parafrenia involusi dan psikosis reaktif

    (kecuali pada psikosis depresif reaktif).5

    Gangguan non-psikiatrik: misalnya (hiper-)emesis, alergi dan untuk potensiasi suatu

    analgetikum.5

    C. Mekanisme Kerja Antipsikotik Generasi Kedua (Apg II)

    APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atau

  • 5

    antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi anatar

    serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan

    efek samping EPS lebih rendah dan sangat efektif untuk mengatasi gejala negatif.

    Perbedaan antara APG I dan APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D2

    sedangkan APG II memblok secara bersamaan reseptor serotonin (5HT2A) dan

    reseptor dopamin (D2). APG II yang dikenal saat ini adalah clozapine, risperidone,

    olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole. Saat ini antipsikotik

    ziprasidone belum tersedia di Indonesia.

    Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamin pathways:

    1. Mesokortikal Pathways

    Antagonis 5HT2A tidak hanya akan menyababkan berkurangnya blokade terhadap

    antagonis D2 tetapi juga menyebabkan terjadinya aktivitas dopamin pathways

    sehingga terjadi keseimbangan antara serotonin dan dopamin. APG II lebih

    berpengaruh banyak dalam memblok reseptor 5HT2A dengan demikian

    meningkatkan pelepasan dopamin dan dopamin yang dilepas menang dari pada yang

    dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini menyebabkan berkurangnya gejala negatif

    maka tidak terjadi lagi penurunan dopamin di jalur mesokortikal dan gejala negatif

    yang ada dapat diperbaiki.

    APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG I

    karena di jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari reseptor

    D2, dan APG II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT2A dan sedikti

    memblok reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih banyak,

    karena itu defisit dopamin di jalur mesokrtikal berkurang sehingga menyebabkan

  • 6

    perbaikan gejala negatif skizofrenia.

    2. Mesolimbik Pathways

    APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan antagonis

    D2 di jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi blokade

    reseptor D2 di mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal ini yang

    menyebabkan APG II dapat memperbaiki gejala positif. Pada keadaan normal

    serotonin akan menghambat pelepasan dari dopamin.

    3. Tuberoinfundibular Pathways

    APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat mengalahkan

    antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter serotonin dan dopamin

    sifatnya antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofise.

    Dopamin akan menghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan serotonin

    menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian APG II dalam dosis terapi akan

    menghambat reseptor 5HT2A sehingga menyebabkan pelepasan dopamin menigkat.

    Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak terjadi

    hiperprolaktinemia.

    4. Nigrostriatal Pathways

    Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur

    nigrostriatal adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi

    kelainan pergerakan seperti pada Parkinson yang disebut extrapyramidal reaction

    (EPR). Gejala yang terjadi antara lain akhatisia, dystonia (terutama pada wajah dan

    leher), rigiditas, dan akinesia atau bradikinesia.

  • 7

    APG II dalam klinis praktis, memiliki empat keuntungan, yaitu:

    1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya pada

    dosis terapi sangat jarang terjadi EPS.

    2. APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak memperburuk

    gejala negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG I.

    3. APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan untuk

    pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.

    4. APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit

    Alzheimer.

    Antipsikotik generasi kedua yang digunakan sebagai berikut: First line: Risperidone,

    Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole Second line: Clozapine.

    Obat antipsikotik yang sering digunakan ada 21 jenis yaitu 15 jenis berasal

    dari APG I dan 6 jenis berasal dari APG II. Keuntungan yang didapatkan dari

    pemakaian APG II selain efek samping yang minimal juga dapat memperbaiki gejala

    negatif, kognitif dan mood sehingga mengurangi ketidaknyamanan dan

    ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat antipsikotik.

    Pemakaian APG II dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan

    kualitas hidup penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam

    masyarakat. Kualitas hidup seseorang yang menurun dapat dinilai dari aspek

    occupational dysfunction, social dysfunction, instrumental skills deficits, self-care,

  • 8

    dan independent living.

    D. Efek Samping Pada Obat-Obat Antipsikotik Atipikal 6,7

    Agranulositosis Kantuk Takikardi Depresi napas Aritmia Kejang Gangguan metabolik berupa peningkatan berat badan Gejala ekstrapiramidal/Sindrom parkinson Hiperprolaktinemia Mulut kering Pandangan kabur Akathisia

    E. Penanganan Efek Samping Pada Obat-Obat Antipsikotik Atipikal

    1. Hiperprolaktinemia Akibat Antipsikotik 7

    Karena sebagian besar obat psikotik bekerja sebagai antagonis poten dari

    reseptor D2, mereka menyebabkan peningkatan pelepasan prolaktin dengan

    menghambat efek inhibisi dopamine endogen di hipofisis. Peningkatan prolactin

    serum dapat menyebabkan amenore dan galaktore pada wanita. Bromocriptine

    adalah terapi yang efektif karena aktivitas agonis dopaminnya menstimulasi reseptor

    D2 di dalam hipofisis dan menghambat pelepasan prolactin. Walaupun aktivitas

  • 9

    agonis dopamine dari bromocriptine, pemakaiannya tampak tidak disertai dengan

    eksaserbasi gejala psikotik. Bromocriptine digunakan dalam rentang dosis 5 sampai

    15 mg sehari untuk indikasi tersebut.

    2. Agranulositosis 7

    Agranulositosis didefenisikan sebagai penurunan jumlah sel darah putih,

    dengan penurunan spesifik pada jumlah leukosit polimorfonuklear. Konsentrasi

    eritrostik dan trombosit tidak dipengaruhi. Agranulositosis terjadi pada 1 sampai 2

    persen dari semua pasien yang diobati dengan clozapine, presentasi tersebut berbeda

    dengan insiden 0,04 sampai 0,5 persen pada pasien yang diobati dengan antipsikotik

    standar. Penelitian awal menunjukan bahwa sepertiga dari pasien yang mengalami

    agranulositosis akibat clozapine meninggal, tetapi monitoring klinis yang cermat

    terhadap status hematologis pasien yang diobati dengan clozapine akhirnya dapat

    mencegah kematian dengan mengenali secara awal gangguan hematologis dan

    menghentikan pemakaian clozapine. Agranulositosis dapat tampak secara tiba-tiba

    atau bertahap, keadaan ini paling sering berkembang dalam enam bulan pertama

    terapi, walaupun dapat tampak jauh lebih lama lagi. Peningkatan usia dan jenis

    kelamin wanita adalah faktor risiko tambahan untuk perkembangan agranulositosis

    akibat clozapine. Tetapi beberapa faktor genetika yang belum diketahui kemungkinan

    menempatkan pasien tertentu kedalam risiko untuk agranulositosis.

    3. Kejang 7

    Kira-kira 5 persen pasien yang menggunakan lebih dari 600 mg clozapine

    sehari, 3 sampai 4 persen pasien yang menggunakan 300 sampai 600 mg sehari

    mengalami kejang yang berhubungan dengan clozapine. Presentase tersebut adalah

  • 10

    lebih tinggi dibandingkan yang berhubungan dengan pemakaian obat antipsikotik

    standar. Jika kejang timbul pada seorang pasien, clozapine harus dihentikan secara

    sementara. Therapy phenobarbital; (Luminal) dapat dimulai, dan clozapine dapat

    dimulai kembali kira-kira 50 persen dari dosis sebelumnya, kemudian dinaikan

    kembali secara bertahap. Carbamazepine (Tegretol) tidak boleh diberikan dalam

    kombinasi dengan clozapine karena hubungannya dengan agranulositosis.

    Konsentrasi plasma antiepileptik lain harus di dimonitor dengan cermat karena

    kemungkinan interaksi farmakokinetik dengan clozapine.

    4. Efek Kardiovaskuler 7

    Takikardi, hipotensi dan perubahan elektroensefalogram (EEG) adalah

    berhubungan dengan terapi antipsikotik atipikal seperti clozapine. Takikardi dapat

    diobati dengan antagonis adrenergik beta kerja perifer, seperti atenolol (Tenormin),

    walaupun terapi tersebut mungkin memperberat efek hipotensif clozapine mungkin

    cukup parah sehingga menyebabkan episode sinkop, khususnya bilamana dosis awal

    melebihi 75 mg sehari.

    5. peningkatan Berat Badan 7,8

    Allison dkk (1999) melakukan review komprehensif tentang literatur

    penelitian untuk memperkirakan dan membandingkan efek antipsikotik konvensional

    dan atipikal pada berat badan, menggunakan metodologi pencarian yang sangat teliti.

    Hal ini diikuti oleh meta-analisis, dengan berat rata-rata estimasi perubahan dihitung

    menggunakan kedua efek tetap dan model acak. Terhadap pasien dengan dosis

    standar selama 10 minggu, para penulis menghitung perkiraan titik berat badan untuk

    setiap obat. Berat badan yang berhubungan dengan lima antipsikotik atipikal diperiksa

    dalam penelitian ini adalah ziprasidone (0,04 kg), risperidone (2,10 kg), sertindole

  • 11

    (2,92 kg), olanzapine (4,15 kg), dan clozapine (4,45 kg). Subjek yang menerima

    plasebo kehilangan berat badan dalam kisaran 0,74 kg. Walaupun kedua antipsikotik

    konvensional molindone dan pimozide berhubungan dengan berat badan, efek tidak

    signifikan pada 10 minggu. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasien bisa

    mendapatkan peningkatan lebih dari 5% dari berat badan awal, dengan berat badan

    menjadi lebih jelas dengan waktu, dan berdampak untuk kesehatan fisik umum

    pasien.15 Almeras dkk mempelajari indeks antropometri dan metabolik yang

    berhubungan dengan pengobatan antipsikotik atipikal, dalam penelitian open-label,

    cross sectional, multi-center. Pasien diobati dengan risperidone (n = 45) atau

    olanzapine (n = 42) dan hanya antipsikotik yang paling utama untuk dipelajari.

    Dibandingkan dengan kelompok referensi, pasien yang diobati dengan antipsikotik

    atipikal memiliki gula darah puasa yang tinggi dan resistensi insulin. Hasil penelitian

    menunjukkan perbedaan yang signifikan antara olanzapine dan risperidone. Pasien

    diobati dengan olanzapine memiliki profil metabolik secara signifikan lebih buruk

    dibandingkan dengan mereka yang dirawat dengan risperidone, dengan lebih dari

    sepertiga dari kelompok menunjukan adanya pinggang yang hypertrigliseridemik

    (lingkar pinggang 90 cm, trigliserida 2,0 mmol / L). Jadi dapat dikatakan

    antipsikotik atipikal berpengaruh terhadap peningkatan berat badan.8

    Penambahan berat badan menyertai pemakaian obat antipsikotik. Penambahan

    berat badan dapat disebabkan oleh cairan yang tertahan, peningkatan asupan kalori,

    atau penurunan latihan. Edema dapat diobati dengan meninggikan bagian tubuh yang

    terkena atau dengan memberikan diuretic thiazide.7

    6. Mulut Kering 7

    Mulut kering disebabkan oleh penghambatan reseptor asetilkolin muskarinik.

    Jika pasien berusaha untuk menghilangkan mulut kering dengan terus menerus

  • 12

    menghisap permen yang mengandung gula, mereka akan meningkatkan risiko,

    mengalami karies gigi, sebaiknya mengunyah permen karet tanpa gula atau

    menghisap permen tanpa gula. Klinisi lain menganjurkan tablet bethanechol

    (urecholine, myotonachol), suatu agonis kolinergik lainnya 10 sampai 30 mg, sekali

    atau dua kali sehari.

    7. Pandangan Kabur 7

    Penghambatan reseptor asetilkolin muskarinik menyebabkan midriasis

    (dilatasi pupil) dan sikloplegia (paresis otot siliaris), yang menyebabkan presbyopia

    (penglihatan dekat yang kabur). Gejala dapat dihilangkan dengan tetes mata

    kolinomimetik. Suatu larutan pilocarpine 1 persen dapat diresepkan sebagai obat tetes

    mata, satu tetes empat kali sehari. Sebagai alternatifnya, bethanechol dapat digunakan

    seperti digunakan untuk mulut kering.

    8. Akathisia 7

    Akathisia ditandai oleh perasaan subjektif berupa kegelisahan atau tanda

    objektif kegelisahan atau keduanya. Contonya adalah rasa kecemasan,

    ketidakmampuan untuk santai, kegugupan, langkah dan perubahan cepat antara duduk

    dan berdiri.

    Tiga dasar terapi untuk akathisia yakni menurunkan dosis medikasi

    neuroleptik, mengusahakan terapi dengan obat yang sesuai, dan mempertimbangkan

    untuk mengganti neuroleptic. Obat lini pertama yang paling bermanfaat untuk terapi

    akathisia adalah antagonis reseptor beta adrenergic contohnya propranolol (Inderal),

    walaupun obat anti kolinergik dan benzodiazepine juga dapat berguna pada beberapa

    kasus.

    9. Tardive Dyskinesia Akibat Neuroleptik 7

  • 13

    Tardive dyskinesia akibat neuroleptic adalah gangguan pergerakan involunter

    dan koreoatetoid yang timbulnya lambat. Gerakan yang paling sering adalah

    mengenai daerah orofasial dan gerakan koreoatetoid pada jari-jari dan ibu jari kaki.

    Gerakan atetoid pada kepala, leher, dan panggul juga ditemukan pada pasien yang

    mengalami gangguan serius. Pada kasus yang paling serius, pasien mungkin memiliki

    iregularitas dalam bernapas dan menelan, yang menyebabkan aerofagia, bersendawa,

    dan mengorok. Faktor risiko untuk tardive dyskinesia adalah terapi jangka panjang

    dengan neuroleptic, bertambahnya usia, jenis kelamin wanita, adanya gangguan

    mood, dan adanya gangguan kognitif. Suatu alternative baru untuk pasien tersebut

    adalah pengobatan dengan satu antipsikotik baru yang mungkin kurang berhubungan

    dengan perkembangan tardive dyskinesia (sebagai contohnya, clozapine, remoxipride,

    dan risperidone).

    Bila terjadi gejala tersebut, obat antipsikotik perlahan-lahan dihentikan, bisa

    dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h (dopamine depleting agent), obat anti

    Parkinson atau l-dopa dapat memperburuk keadaan.

    10. Parkinsonisme 4,7

    disamping penggunaan obat antiparkinsonisme untuk mengatasi Parkinson

    akibat obat antipsikotik, dapat dilakukan pula dengan penurunan dosis antipsikotik

    atau mengganti denganti dengan antipsikotik yang kurang poten. Untuk terapi

    parkinsonisme akibat neuroleptik, ekuivalen 1 sampai 4 mg benztropine harus

    diberikan satu sampai empat kali sehari. Pasien biasanya berespon terhadap dosis

    benztropine tersebut dalam satu sampai 2 hari. Jika amantadine digunakan untuk

    terapi parkinsonisme akibat neuroleptik, dosis awal biasanya 100 mg per oral dua kali

    sehari, walaupun dapat ditingkatkan sampai 200mg dua kali sehari tapi harus hati-hati

  • 14

    jika di indikasikan. Obat antikolinergik misal trihexyphenidyl atau amantadine harus

    diberikan selama 4 sampai 8 minggu, selanjutnya dihentikan untuk menilai apakah

    pasien masih memerlukan obat. Obat antikolinergik dan amantadine harus diturunkan

    perlahan selama periode 1 sampai 2 minggu.

  • 15

    BAB III

    DAFTAR PUSTAKA

    1. FKUI.2011.Farmakologi dan Terapi.Badan Penertbit FKUI:Jakarta.

    2. Andri.2007.Tatalaksana Psikofarmaka dalam Manajemen Gejala Psikosis Penderita Usia Lanjut.

    3. Prof D. Castle and N. Tran.2008.Psychiatric Medication Information.

    4. Maslim Rusdi.2007.Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.

    5. Maramis, willy F.2009.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.AUP:Jakarta.

    6. Loebis Bahagia.2007.Penanggulangan Memakai Antipsikotik.

    7. Kaplan H, Sadock B, dkk.2010.Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku

    Psikiatri Klinis.Binarupa Aksara:Tanggerang.

    8. Sumardi M.2012. Dampak Antipsikotik Atipikal pada Sindrom Metabolik.