EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

28
EFEK SAMPING OBAT ANTIPSIKOTIK I. PENDAHULUAN Obat antipsikotik atau disebut juga Neuropleptik. telah digunakan dalam dunia medis sudah lebih dari 60 tahun. Adalah Pierre Deniker, Henri Leborit dan Jean Delay, sekelompok ilmuwan Perancis yang pertama kali menemukan obat antipsikotik pada awal 1950. Chlorpromazine adalah obat yang pertama kali ditemukan dan saat itu menjadi pilihan utama dalam pengobatan schizophrenia dan gangguan psikotik. Karena penggunaan obat antipsikotik pada pengobatan psikotik berlangsung dalam jangka waktu yang cukup panjang. Dibutuhkan waktu beberapa minggu untuk mengontrol gejala dari schizophrenia dan membutuhkan terapi dengan dosis maintenance untuk beberapa tahun lamanya. Oleh karena itu efek samping dalam penggunaan obat antipsikotik ini tidak dapat dihindarkan. Salah satu efek samping yang paling sering timbul adalah efek samping gangguan ekstrapiramidal, yang tidak jarang gangguan ini bersifat irreversible. 1,3,7,8 Hampir semua obat neuroleptik adalah antagonis reseptor dopamin. Diperkirakan bahwa terjadi peningkatan aktifitas dopaminrgik di bagian mesolimbik dan mesocortical pada penderita schizophrenia. Hal ini dibuktikan bahwa amfetamin, suatu zat yang menstimulasi pelepasan dopamin dapat menyebabkan gejala psikotik pada orang-orang normal yang menggunakannya. Pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan menggunakan Single Photon Emission Computed Tomography ( SPECT ) pada orang dengan schizophrenia ditemukan peningkatan fungsi 1

Transcript of EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

Page 1: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

EFEK SAMPING OBAT ANTIPSIKOTIK

I. PENDAHULUAN

Obat antipsikotik atau disebut juga Neuropleptik. telah digunakan dalam dunia medis

sudah lebih dari 60 tahun. Adalah Pierre Deniker, Henri Leborit dan Jean Delay, sekelompok

ilmuwan Perancis yang pertama kali menemukan obat antipsikotik pada awal 1950.

Chlorpromazine adalah obat yang pertama kali ditemukan dan saat itu menjadi pilihan utama

dalam pengobatan schizophrenia dan gangguan psikotik. Karena penggunaan obat

antipsikotik pada pengobatan psikotik berlangsung dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Dibutuhkan waktu beberapa minggu untuk mengontrol gejala dari schizophrenia dan

membutuhkan terapi dengan dosis maintenance untuk beberapa tahun lamanya. Oleh karena

itu efek samping dalam penggunaan obat antipsikotik ini tidak dapat dihindarkan. Salah satu

efek samping yang paling sering timbul adalah efek samping gangguan ekstrapiramidal, yang

tidak jarang gangguan ini bersifat irreversible. 1,3,7,8

Hampir semua obat neuroleptik adalah antagonis reseptor dopamin. Diperkirakan

bahwa terjadi peningkatan aktifitas dopaminrgik di bagian mesolimbik dan mesocortical

pada penderita schizophrenia. Hal ini dibuktikan bahwa amfetamin, suatu zat yang

menstimulasi pelepasan dopamin dapat menyebabkan gejala psikotik pada orang-orang

normal yang menggunakannya. Pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan

menggunakan Single Photon Emission Computed Tomography ( SPECT ) pada orang dengan

schizophrenia ditemukan peningkatan fungsi secara bermakna pada receptor D2, sehingga

menstimulasi pelepasan dopaminrgik. 1,2,5

Obat neuroleptik selain mengantagonis reseptor dopamin di susunan saraf pusat juga

memiliki efek-efek lain, seperti :

1. Memblokade reseptor muskarinik, menyebabkan : mulut kering, pengelihatan

kabur, konstipasi dan retensi urin.

2. Memblokade α-adrenoreseptor, menyebabkan : hipotensi postural, hipotermia.

3. Memblokade reseptor histamin dan serotonin

4. Memblokade reseptor D2 pada mesolimbik sistem, menyebabkan : sedasi dan efek

antipsikotik.

1

Page 2: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

5. Memblokade reseptor D2 pada tuberoinfudibular, menyebabkan : peningkatan

prolaktin, peningkatan berat badan, ketidakteraturan menstruasi, galaktorea,

ginekomastia dan impotensi.

6. Memblokade reseptor D2 pada nigostriatal, menyebabkan : parkinsonisme,

akathisia, dystonia, tardive dyskinesia, dyskinesia. 1,2,5

Oleh karena banyaknya efek yang ditimbulkan oleh obat neuroleptik maka

dikembangkangkanlah generasi-generasi obat neuroleptik baru dengan tujuan meminimalisasi

efek-efek negative yang ditimbulkan, terutama efek samping ekstrapiramidal tetapi juga

efektif mengurangi gejala positif dari schizophrenia. Obat ini lebih dikenal dengan atipikal

antipsikotik dan salah satu contoh obat pilihan utamanya adalah Risperidone. 1,5,7

II. DEFINISI

Obat antipsikotik adalah sekelompok obat yang termasuk psikofarmaka yang

menghilangkan atau mengurangi gejala psikosis. Antipsikotik bekerja secara selektif pada

susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan

perilaku serta digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik. Selain itu, antipsikosis juga

digunakan untuk pengobatan psikosis lainnya dan agitasi. 3,8

III. FARMAKOKINETIK

Sebagian besar obat anti psikotik yang sudah digunakan tidak sepenuhnya diserap.

kebanyakan obat antipsikotik tersebut melalui metabolisme tahap pertama. Dosis oral

klopromazin dan thioridazin yang berhasil memasuki sirkulasi sistemik hanya sekitar 25-

35%, dimana haloperidol dapat memasuki sirkulasi sistemik sebesar 65%.3,5

Kebanyakan obat antipsikotik larut dalam lemak dan terikat oleh protein (92-99%)

dan memiliki volume distribusi yang besar(sekitar >7L/kg). kemungkinan karena obat

tersebut sangat larut dalam komponen lemak tubuh dan mempunyai afinitas tinggi terhadap

reseptor neurotransmitter di sistem saraf pusat. Hal ini berhubungan dengan fungsi dari

reseptor dopamin D2 di otak. Metabolit klopromazin akan di ekskresi bersama urin beberapa

minggu terhitung dosis terakkhir yang digunakan. 8,10

IV. EFEK FARMAKOLOGIS

2

Page 3: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

Derivat phenotiazin generasi pertama dengan klopromazin sebagai prototipe karena

memiliki efek yang luas terhadap sistem saraf pusat, otonom, dan endokrin. Hal tersebut

ditunjukkan dengan blokade reseptor alfa adrenergik, muskarinik, H1 histamin, serotonin

(5HT2), dan dopamin yang merupakan target utama dari kerja obat tersebut. 1,5,8

A. Efek Fisiologis

Sebagian besar obat antipsikotik menyebabkan efek subjektif yang tidak

menyenangkan terhadap orang normal seperti mengantuk, gelisah, dan gejala otonom. Orang

normal yang mengkonsumsi obat antipsikotik juga mengakibatkan terhambatnya aktivitas

psikomotor. Namun bagi orang psikotik, sebaliknya menunjukkan perkembangan dengan

berkurangnya gejala psikotik. 1,5,8

B. Efek Endokrin

Obat antipsikotik generasi pertama menghasilkan efek samping yang mencolok pada

sistem reproduksi. Amenorea, galaktorea, dan positif palsu dalam tes kehamilan, serta

libido yang meningkat terjadi pada wanita. Lalu efek yang bertentangan seperti menurunnya

libido dan ginekomastia terjadi pada pria. Efek-efek tersebut disebabkan oleh blokade

reseptor dopamin terhadap hambatan sekresi prolaktin. Selain itu karena meningkatnya

konversi androgen ke estrogen di perifer. 1,5,8

C. Efek Kardiovaskular

Hipotensi ortostatik dan peningkatan denyut jantung saat istirahat biasanya sering

terjadi pada fenotiazin. Tekanan arteri rata-rata (MAP), resistensi perifer dan curah jantung

menurun namun frekuensi jantung meningkat. Hal ini diperkirakan karena efek otonom dari

obat antipsikosis tersebut. Penggunaan thiriodazin juga pernah dilaporkan menyebabkan

EKG yang abnormal, diantaranya pemanjangan interval QT dan abnormalitas dari ST segmen

dan gelombang T. Perubahan-perubahan tersebut akan berkurang dengan penghentian

pengguanaan obat tersebut. 1,5,8

V. INDIKASI

A. Indikasi psikiatri

Skizofrenia merupakan indikasi utama dari obat antipsikotik, dimana obat tersebut

masih merupakan pilihan utama dan tidak tergantikan. Sayangnya kerja obat ini kurang

optimal, kebanyakan pasien menunjukkan perbaikan yang minimal dan hampir tidak

menunjukkan respon yang penuh terhadap pengobatan dengan antipsikotik. 3,5

3

Page 4: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

Antipsikotik juga diindikasikan untuk gangguan skizoafektif dimana terdapat dua

gejala bersamaan yaitu skizofrenia dan gangguan afektif. Beberapa gejala psikotik yang

membutuhkan pengobatan dengan obat antipsikotik dimana juga dikombinasikan dengan

obat lain seperti antidepresan, lithium, dan asam valproate. Episode manik dari gangguan

afektif bipolar juga membutuhkan pengobatan dengan obat antipsikotik. Penelitian terbaru

menunjukkan keampuhan monoterapi dengan antipsikosis atipikal di fase manik akut dan

olanzapine juga diindikasikan. 3,5

Dewasa ini pengobatan manik dengan obat antipsikotik sudah tidak dianjurkan

meskipun pada pengobatan dengan dosis pemeliharaan, antipsikosis atipikal masih

diperbolehkan. Indikasi lain dari penggunaan obat antipsikosis yaitu sindrom tourette,

gangguan perilaku pada penyakit alzheimer dan dengan antidepresan, depresi psikotik.

Antipsikotik tidak diindikasikan terhadap pengobatan bermacam-macam withdrawal

syndromes, seperti kecanduan opioid. 3,5

B. Indikasi nonpsikiatri

Sebagian besar antipsikotik generasi terdahulu kecuali thioridazin mempunyai efek

anti muntah yang kuat. Hal ini disebabkan karena blokade reseptor dopamin, baik

sentral(CTZ) dan perifer (Reseptor di lambung). Beberapa obat seperti prokloperazin dan

benzokuinamid lebih diindikasikan sebagai obat anti muntah. Prometazin juga digunakan

sebagai sedasi pada preoperasi. Derivat butirofenon yaitu droperidol digunakan sebagai

kombinasi dengan opioid, fentanil pada neuroleptanesia. 3,5

VI. EFEK SAMPING

Sebagian besar dari efek yang tidak diinginkan dari antipsikotik adalah disebabkan

oleh efek farmakologis obat antipsikotik tersebut. Hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh

alergi dan reaksi idiosinkrasi. 1,3,5

A. Efek terhadap perilaku

Sebagian besar obat antipsikosis tipikal dapat menyebabkan efek samping yang tidak

diinginkan. Kebanyakan pasien menghentikan penggunaan karena efek merugikan dimana

dapat dikurangin dengan pemberian dosis yang tidak terlalu besar. Pseudodepresi karena

disebabkan oleh “drug induced akinesia” biasanya berespon dengan pemberian obat

antiparkinson. Sebab lain yaitu karena dosis yang terlalu besar melebihi dari yang dibutuhkan

4

Page 5: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

pada pasien remisi dimana pengurangan dosis akan diikuti pengurangan gejala. “Toxic-

confusional states” dapat terjadi dengan pemberian dosis besar dari obat tersebut. 1,3,5

B. Sistem saraf otonom

Sebagian besar pasien dapat mentoleransi efek antimuskarinik dari obat antipsikotik.

Namun jika terjadi efek samping yang tidak nyaman atau terjadi retensi urin atau gejala

lainnya yang lebih berat dapat diganti dengan preparat tanpa efek anti muskarinik. Hipotensi

ortostatik, gangguan ejakulasi akibat terapi klopromazin atau mesoridazin harus diganti ke

obat dengan efek blokade adrenoreseptor minimal. 1,3,5

C. Efek metabolisme dan endokrin

Berat badan bertambah sering terjadi pada pengobatan dengan anti psikosis khususnya

klozapin dan olanzapin dan membutuhkan monitor asupan makanan terutama karbohidrat.

Beberapa pasien juga memperlihatkan kadar glukosa darah yang

meningkat.hiperprolaktinemia pada wanita yang dapat mengakibatkan sindrom amenore-

galaktorea dan infertilitas. Pada pria kehilangan libido, impotensia dan infertilitas dapat

terjadi. 1,3,5

D. Efek alergi dan toksisitas

Agranulositosis, jaundice akibat kolestasis, erupsi kulit jarang terjadi. Klozapin dapat

menyebabkan agranulositosis dalam jumlah kecil kira-kira 1-2%. Karena resiko

agranulositosis tersebut, pasien dengan terapi klozapin harus dilakukan hitung jenis darah tiap

minggu selama 6 bulan pertama dan setiap 3 minggu setelah 6 bulan. 1,5

E. Efek kardiotoksisitas

Thioridazin dengan dosis harian 300mg dapat menyebabkan abnormalitas gelombang

T yang reversibel. Overdosis thioridazin dapat menyebabkan ventrikular aritmia, blok

konduksi listrik jantung, dan kematian langsung. Antipsikosis atipikal ziprasidon merupakan

obat dengan kemungkinan terbesar menyebabkan pemanjangan QT interval oleh karena itu

jangan dikombinasikan dengan obat lain seperti thioridazin, pimozid, dan quinidin yang

mempunyai efek serupa. 1,3,5

F. Efek dismorfogenesis pada kehamilan

5

Page 6: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

Meskipun obat antipsikosis terbilang aman pada kehamilan, namun masih terdapat

resiko minimal untuk efek teratogenik. 1,3,5

G. Efek sindrom neuroleptik maligna

Merupakan kondisi yang mengancam kehidupan akibat reaksi idiosinkrasi terhadap

obat anti psikosis( Resiko lebih besar pada long action). Kondisi seperti dehidrasi, kelelahan,

dan malnutrisi membuat resiko SNM menjadi lebih tinggi.

Diagnosis sindrom neuroleptik maligna :

o Suhu badan >38°C (hiperpireksia)

o Sindrom ekstrapiramidal berat (rigiditas)

o Gejala disfungsi otonom ( inkontinensia urin)

o Perubahan status mental

o Perbubahan tingkat kesadaran

o Gejala timbul dan berkembang dengan cepat. 1,3,5

H. Efek neurologis

Reaksi ekstrapiramidal terjadi pada penggunaan antipsikosis tipikal yaitu sindrom

parkinson, akathisia, dan reaksi distonia akut. Sindrom parkinson dapat ditangani bila

diperlukan, yaitu dengan obat antiparkinson konvensional dengan blokade reseptor

muskarinik seperti amantidin (agonis dopamin seperti levodopa merupakan kontraindikasi).

Akathisia dan distonia juga berespon dengan antimuskarinik. antihistamin H1 generasi

pertama seperti difenhidramin lebih sering digunakan. 1,3,5

Terapi antipsikotik dapat memberikan efek samping pengobatan, utamanya

penggunaan dalam jangka waktu yang panjang. Antipsikotik golongan tipikal yang memiliki

potensial tinggi dan pemberian dalam dosis tinggi paling sering memberikan efek samping

pada pasien karena memiliki afinitas yng kuat pada reseptor muskarinik. Pendekatan

farmakologi pada manifestasi psikosis ini terpusat pada neurotransmitter yang mengontrol

respon neuron-neuron terhadap rangsangan. 1,3,5

6

Page 7: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

Sindrom ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau reaksi yang

ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik

golongan tipikal. Obat antipsikotik tipikal yang paling sering memberikan efek samping

gejala ekstrapiramidal yakni Haloperidol, Trifluoperazine, Pherpenazine, Fluphenazine, dan

dapat pula oleh Chlorpromazine. Gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet,

spasme atau rigiditas, tetapi gejala-gejala tersebut di luar kendali traktus kortikospinal

(piramidal). 1,3,5

Gejala ekstrapiramidal sering dibagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi distonia,

tardive dyskinesia, akatisia, dan Sindrom Parkinson. 1,3,5

Reaksi Distonia

Merupakan spasme atau kontraksi involunter satu atau lebih otot skelet yang timbul

beberapa menit dan dapat pula berlangsung lama, biasanya menyebabkan gerakan atau postur

yang abnormal. Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau

otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disartria bicara, krisis okulogirik dan

sikap badan yang tidak biasa hingga opistotonus (melibatkan seluruh otot tubuh). Hal ini akan

menggangu pasien, dapat menimbulkan nyeri hingga mengancam nyawa seperti distonia

laring atau diafragmatik. Reaksi distonia akut sering terjadi dalam satu atau dua hari setelah

pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Distonia lebih banyak diakibatkan oleh

antipsikotik tipikal terutama yang mempunyai potensi tinggi dan dosis tinggi seperti

haloperidol, trifluoroperazin dan fluphenazine. Terjadi pada kira-kira 10% pasien, lebih lazim

pada pria muda. Otot-otot yang sering mengalami spasme adalah otot leher (torticolis dan

retrocolis), otot rahang (trismus, grimacing), lidah (protrusionI, memuntir) atau spasme pada

seluruh otot tubuh (opistotonus). Pada mata terjadi krisis okulogirik. Distonia glosofaringeal

yang menyebabkan disartria, disfagia, kesulitan bernafas hingga sianosis bahkan kematian.

Spasme otot dan postur yang abnormal, umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di

daerah kepala dan leher tetapi terkadang juga daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah. 1,3,5

Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik menurut DSM-IV

adalah sebagai berikut: Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau

batang tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan dosis

medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati

gejala ekstrapiramidal). 1,5

7

Page 8: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

Akatisia

Manifestasi berupa keadaan gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap

bergerak, atau rasa gatal pada otot. Manifestasi klinis berupa perasaan subjektif kegelisahan

(restlessness) yang panjang, dengan gerakan yang gelisah, umumnya kaki yang tidak bisa

tenang. Penderita dengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk tenang, perasaannya

menjadi cemas atau irritabel. Akatisia sering sulit dinilai dan sering salah diagnosis dengan

anxietas atau agitasi dari pasien psikotik, yang disebabkan dosis antipsikotik yang kurang.

Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan

sebagai gejala psikotik yang memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi

gejala psikotik yang memburuk. Sebaliknya akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala

psikotik akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau

manifesatsi fisik lain dari akatisia hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. 1,3,5

Sindrom Parkinson

Faktor risiko antipsikotik menginduksi parkinsonism adalah peningkatan usia, dosis

obat, riwayat parkinson sebelumnya, dan kerusakan ganglia basalis. Terdiri dari akinesia,

tremor, dan bradikinesia. Akinesia meliputi wajah topeng, jedaan dari gerakan spontan,

penurunan ayunan lengan saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyah yang

dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada suatu bentuk yang lebih ringan, akinesia

hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati

dan kesukaran untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala

skizofrenia negatif. Tremor dapat ditemukan pada saat istirahat dan dapat pula mengenai

rahang. Gaya berjalan dengan langkah kecil dan menyeret kaki diakibatkan karena kekakuan

otot. 1,3,5

Tardive Dyskinesia

Sindrom yang terjadi lambat dalam bentuk gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan

otot abnormal, involunter, menghentak, balistik. Ini merupakan efek yang tidak dikehendaki

dari obat antipsikotik . hal ini disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif akibat

supersensitif reseptor dopamin di puntamen kaudatus. Prevalensi sangat bervariasi,

tetapi tardive dyskinesia diperkirakan telah terjadi pada 20-40% pasien kronis yang

diobati sebelum pengenalan antipsycotics atipikal. Deteksi dini dari kelainan ini sangat

8

Page 9: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

penting, karena apabila sudah lama berlangsung kelainan ini dapat menjadi irreversible.

Banyak pihak setuju bahwa langkah pertama untuk mengurangi gejala ini adalah dengan

mencoba untuk menghentikan atau mengurangi dosis antipsikotik saat ini atau beralih

ke salah satu agen atipikal yang lebih baru. Langkah kedua adalah untuk menghilangkan

semua obat dengan menggunakan antikolinergik sentral, terutama obat antiparkinsonism dan

antidepresan trisiklik. Kedua langkah ini cukup sering untuk membawa perbaikan. Namun

Jika kedua cara tersebut tidak efektif, penambahan diazepam dalam dosis 30-

40 mg /hari dapat menghasilkan perbaikan yang nyata dengan meningkatkan

aktivitas GABAergic. 1,3,5

VII. KLASIFIKASI OBAT ANTIPSIKOTIK

Obat antipsikotik sekarang ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu golongan Tipikal dan

Atipikal. Hal ini didasarkan atas besarnya efek ekstrapiramidal yang di sebabkan. Disebut

golongan atipikal karena golongan ini sedikit menyebabkan gangguan ekstrapiramidal,

sedangkan disebut golongan tipikal karena efek ekstrapiramidal yang dihasilkan cukup besar.

Obat golongan atipikal pada umumnya memiliki afinitas yang lemah terhadap

reseptor D2, Selain itu juga memiliki afinitas terhadap reseptor D4, serotonin, histamin,

reseptor muskarinik dan reseptor alfa adrenergik. Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal

mempunyai afinitas tinggi dalam menghambat reseptor D2, hal inilah yang diperkirakan

menyebabkan efek ekstrapiramidal yang kuat. 4,9,10

A. Antipsikostik Tipikal

Klorpromazin (CPZ)

Efek farmakologis klorpromazin meliputi susunan saraf pusat, sistem otonom,

dan sistem endokrin. Efek ini terjadi karena antipsikosis menghambat berbagai

reseptor, diantaranya dopamin reseptor, α-adrenergik, muskarinik, histamin H1 dan

reseptor serotonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda. Klorpromazin selain

memiliki afinitas pada reseptor dopamin, juga memiliki afinitas yang tinggi terhadap

reseptor α-adrenergik. 4,9,10

CPZ menimbulkan efek sedatif yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap

rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian lama dapat timbul toleransi terhadap efek

sedasi. Timbulnya sedasi amat tergantung dari status emosional pasien sebelum

minum obat. 4,9,10

9

Page 10: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

CPZ tidak dapat mencegah timbulnya konvulsi akibat rangsang listrik maupun

rangsang oleh obat. CPZ yang merupakan golongan fenotiazin mempengaruhi ganlia

basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek ekstrapiramidal). CPZ dapat

mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada

chemoreceptor trigger zone. 4,9,10

Pada dosis berlebihan semua derivate fenotiazin dapat menyebabkan gejala

ekstrapiramidal serupa dengan yang terlihat pada Parkinson. Dikenal 6 gejala sindrom

neurologik yang karateristik dari obat ini. Empat diantaranya biasa terjadi sewaktu

obat diminum, yaitu distonia akut, akatisia, parkinsonisme, dan sindrom neuroleptic

malignan. Dua sindrom lainya terjadi setelah pengobatan berbulan-bulan sampai

bertahun-tahun, berupa tremor perioral dan dyskinesia tardii. CPZ dapat menimbulkan

relaksasi otot rangka yang berada dalam keadaan spastik. Cara kerja relaksasi ini

diduga bersifat sentral sebab sambungan saraf otot dan medula spinalis tidak

dipengaruhi CPZ. 4,9,10

CPZ memiliki efek samping terhadap sistem reproduksi, terhadap wanita dapat

terjadi amenorea, galaktorea, dan peningkatan libido, sedangkan pada pria penurunan

libido dan ginekomastia. Efek ini terjadi karena efek sekunder dari hambatan dopamin

yang menyebabkan hiperprolaktinemiam serta adanya kemungkinan peningkatan

perubahan androgen menjadi estrogen di perifer. 4,9,10

Hipotensi ortostatik dan peningkatan denyut nadi saat istirahat biasanya sering

terjadi dengan derivate fenotiazin. Tekanan arteri rata-rata, resistensi perifer, curah

jantung menurun dan frekuensi jantung meningkat. Efek ini diperkirakan karena efek

otonon dari obat psikosis. 4,9,10

Klorpromazin memiliki bioavaibilitas berkisar antara 25%-35%, besifat larut

dalam lemak dan terikat kuat dengan protein plasma (92%-99%) serta memiliki

volume distribusi besar. Metabolit klorpromazin ditemukan di urin sampai beberapa

minggu setelah pemberian obat terakhir. 4,9,10

Haloperidol

Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis yang

karena halt tertentu tidak dapat diberikan fenitiazin. Reaksi ekstrapiramidal timbul

pada 80% pasien yang diobati haloperidol. 4,9,10

10

Page 11: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin. Haloperidol memperlihatkan

antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase mania pneyakit manik depresi dan

skizofenia. 4,9,10

Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang

mengalami ekstasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat disbanding dengan CPZ,

sedangkan efek haloperidol terhadap EEG menyerupai CPZ yakni memperlambat dan

menghambat jumlah gelombang teta. Haloperidol dan CPZ sama kuat menurunkan

ambang rangsang konvulsi. Haloperidol menghambat sistem dopamin dan

hipotalamus, juga menghambat muntah yang ditimbulkan oleh apomorfin. 4,9,10

Efek haloperidol terhadap sistem saraf otonom lebih kecil daripada efek

antipsikotik lain, walaupun demikian haloperidol dapat menyebabkan pandangan

kabur (blurring of vision). Obat ini menghambat aktivasi respetor α-adrenergik , tetapi

hambatanya tidak sekuat hambatan CPZ. 4,9,10

Haloperidol menyebabkan hipotensi, tetapi tidak sesering dan sehebat CPZ.

Haloperidol juga menyebabkan takikardia. Seperti CPZ, haloperidol menyebabkan

galaktorea dan respon endokrin lainya. 4,9,10

Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma

tercapai dalam waktu 2-6 sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam dan masih

dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. 4,9,10

Obat ini ditimbun dalam hati dan kita-kira 1% dari dosis yang diberikan

diekskresikan melalui empedu.Ekskresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-kira

40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian dosis tunggal. 4,9,10

Haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insiden yang tinggi

terutama pada pasien usia muda. 4,9,10

Pengobatan dengan haloperidol harus dimulai dengan hati-hati, dapat terjadi

depresi akibat reversi keadaan mania. Perubahan hematologi ringan dapat terjadi,

seperti leukopenia dan agranulositosis. Frekuensi keadaan ikterus akibat haloperidol

rendah. Haloperidol sebaiknya tidak diberikan kepada wanita hamil, karena belum

dapat terbukti bahwa obat ini tidak menimbulkan efek teratogenik. 4,9,10

Dibenzoksazepin

Obat ini mewakili golongan antipsikosis yang baru, namun sebagian besar

memiliki efek farmakologiknya sama.

11

Page 12: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

Loksapin memiliki efek antiemetik, sedatif, antikolinergik dan antiadrenergik.

Obat ini berguna untuk mengobati skizofrenia dan psikosis lainnya. Obat ini memiliki

efek ekstrapiramidal dan diskinesia tardif, serta dapat menurunkan ambang bangkita

pasien, sehingga harus digunakan hati-hati pada pasien dengan riwayat kejang. 4,9,10

Loksapin diarbsorbsi baik peroral, kadar puncak plasma dicapai dalam waktu

1 jam (IM) dan 2 jam (oral). Waktu paruh loksapin ialah 3,4. Metabolit utamanya

memiliki waktu paruh lebih lama (9jam). 4,9,10

B. Antipsikosis Atipikal

Klozapin

Merupakan antipsikotik atipikal pertama dengan potensi lemah. Disebut

atipikal karena obat ini hampir tidak menimbulkan efek ekstrapiramidal dan

peningkatan kadar prolaktin serum. Klozapin efektif untuk mengontrol gejala-gejala

psikosis dan schizophrenia baik yang positif ( iritabilitas ) maupun yang negative

(social disinterest dan incompetence, personal neatness) . Efek yang bermanfaat

terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-

minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter terhadap

obat standar. Selain itu Klozapin juga cocok digunakan pada pasien yang menunjukan

gejala ekstrapiramidal berat pada pemberian antipsikosis tipikal. Namun karena

klozapin memiliki resiko timbulnya agranulositosis yang lebih tinggi dibanding

dengan antipsikosis lain. Maka penggunanannya dibatasi hanya pada pasien yang

resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis yang lain. Pasien yang diberi

klozapin perlu dipantau jumlah sel darah putihnya setiap minggu. 4,9,10

Agranulositosis merupakan efek samping utama yang ditimbulkan pada

pengobatan menggunakan klozapin. Penggunaan obat ini tidak boleh lebih dari 6

minggu kecuali bila terlihat adanya perbaikan yang signifikan. Efek samping lain

yang dapat terjadi antara lain hipertermia, takikardia, sedasi, pusing kepala,

hipersalivasi. Gejala overdosis meliputi, letargi, koma, delirium, takikardia, depresi

napas, aritmia, kejang dan hipertermia. 4,9,10

Klozapin diabsorpsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral.

Kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1.6 jam setelah pemberian obat.

Diekskresi lewat urin dan tinja, dengan waktu paruh rata-rata 11.8 jam. 4,9,10

Risperidon

Risperidon yang merupakan derivate dari benzisoksazol mempunyai afinitas

yang tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2), dan aktivitas menengah terhadap

12

Page 13: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

reseptor dopamin D2, alfa 1 dan alfa 2 adrenergik dan reseptor histamine. Aktivitas

antipsikosis diperkirakan melalui hambatan terhadap reseptor serotonin dan dopamin.

Bioavailibilitas oral sekitar 70%. Diplasma risperidon terikat dengan albumin dan

alfa1 glikoprotein. Risperidon dan metabolitnya dieliminasi lewat urin dan sebagian

kecil lewat feses. 4,9,10

Indikasi risperidon adalah terapi skizofrenia baik untuk gejala positif dan

gejala negative, gangguan bipolar, depresi dengan cirri psikosis.Secara umum

risperidon dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dilaporkan adalah

insomnia, agitasi, ansietas, somnolen, mual, muntah, peningkatan berat badan,

hiperprolaktinemia dan reaksi ekstrapiramidal terutama tardive diskinesia. Efek

samping ekstrapiramidal umumnya lebih ringan disbanding antipsikosis tipikal. 4,9,10

Olanzapin

Merupakan derivat tienobezondiazepin dan memiliki struktur kimia mirip

klozapin. Olanzapin memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin (D2, D3, D4, D5),

serotonin(5HT2), muskarinik, histamin(H1) dan reseptor alfa 1. Obat ini diabsorbsi

dengan baik setelah pemberian oral, dengan kadar plasma tercapai setelah 4-6 jam

pemberian. Olanzapin mengalami metabolisme enzim CYP 2D6 dan diekskresi lewat

urin. 4,9,10

Indikasi utama dari olanzapin adalah mengatasi gejala negatif dan positif dari

skizofrenia dan dapat juga digunakan sebagai antimania. Selain itu, depresi dengan

gejala psikotik juga dapat dapat mendapat terapi olanzapin. 4,9,10

Tidak seperti klozapin, olanzapin tidak dapat menimbulkan agranulositosis.

Olanzapin dapat ditoleransi dengan baik dengan efek samping ekstrapiramidal

terutama tardiv diskinesia yang minimal. Selain itu, peningkatan berat badan dan

gangguan metabolik seperti intoleransi glukosa, hiperglikemia, dan hiperlipidemia

sering dilaporkan pada penggunaan olanzapin. 4,9,10

Quetiapin

Quetiapin memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin(D2), serotonin(5HT2)

dan bersifat agonis parsial terhadap reseptor serotonin (5HT1A) yang diperkirakan

mendasari efektivitas obat ini untuk gejala positif maupun negatif skizofrenia. 4,9,10

Absorbsi quetiapin cepat setelah pemberian oral. Kadar plasma maksimal

tercapai setelah pemberian 1-2 pemberian dan terikat protein sekitar 83%. Quetiapin

13

Page 14: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

dimetabolisme melalui hati oleh enzim CYP 3A4 dan diekskresi sebagian besar

melalui urin dan sebagian kecil melalui feses. 4,9,10

Quetiapin digunakan pada penderita skizofrenia dengan gejala positif maupun

negatif.obat ini dilaporkan dapat meningkatkan kemampuan kognitif seperti perhatian,

kemampuan berpikir, berbicara, dan kemampuan mengingat membaik. Selain itu

quetiapin juga diindikasikan untuk gangguan depresi dan mania. 4,9,10

Efek samping yang umum terjadi pada penggunaan quetiapin yaitu sakit

kepala, somnolen, dan dizziness.efek samping yang sering terjadi pada penggunaan

anti psikosis atipikal lainnya seperti berat badan meningkat, gangguan metabolik dan

hiperprolaktinemia juga terjadi pada quetiapin. Namun gejala ekstrapiramidal

minimal. 4,9,10

Ziprasidon

Obat ini dikembangkan daengan harapan memiliki spektrum skizofrenia yang

luas, baik gejala positif, negatif maupun gejala afektif dengan efek samping yang

minimal terhadap prolaktin, metabolik, gangguan seksual, dan efek antikolinergik.

obat ini memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor serotonin(5HT2), dan

dopamin(D2). 4,9,10

Absorbsi ziprasidon cepat setelah pemberian oral dan di metabolisme di hati

lalu diekskresikan sebagian kecil melalui ginjal dalam bentuk urin. Ziprasidon

berikatan erat dengan protein plasma(sekitar 99%).4,9,10

Ziprasidon diindikasikan pada keadaan akut skizofreni, gangguan skizoafektif

serta gangguan bipolar. 4,9,10

Efek samping ziprasidon hampir sama dengan efek samping antipsikosis

atipikal lainnya, namun ziprasidon dapat menimbulkan kelainan kardiovaskular yaitu

pemanjangan interval QT. 4,9,10

Tabel 1. Antipsikosis: hubungan antara struktur kimia terhadap potensi dan toksisitas5

Golongan Obat Potensi

Klinik

Toksisitas

ekstrapiramida

l

Efek

sedative

Efek

hipotensi

Fenotiazin

14

Page 15: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

- Alifatik

- Piperazin

Klorpromazin

Flufenazin

++

++++

+++

++++

++++

++

+++

-

Tioxanten Thiotixene ++++ +++ +++ +++

Butirofenon Haloperidol ++++ +++++ ++ -

Dibenzodiazepin Klozapin +++ - ++ +++

Benzisoksazol Risperidon ++++ ++ ++ ++

Tienobenzodiazepin Olanzapin ++++ - +++ ++

Dibenzotiazepin Quetiapin ++ - +++ ++

Dihidroindolon Ziprassidon +++ - ++ +

Oihidrokarbostiril Aripriprazol ++++ + + ++

Tabel 2. Efek samping Antipsikosis5

Sistem oragan yang

dipengaruhi

Manifestasi Mekanisme

15

Page 16: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

Sistem saraf otonom Gangguan penglihatan, mulut

kering, sulit miksi, konstipasi

Hipotensi ortostatik,

impotensi

Gangguan ejakulasi

Hambatan reseptor muskarinik

Hambatan reseptor adrenergic

Susunan saraf pusat Sindrom Parkinson, akatisia

dystonia

Dyskinesia tardif

Kejang

Hambatan reseptor dopamine

Supersensitivitas reseptor

dopamin

Hambatan reseptor muskarinik

Sistem endokrin Amenorea, galaktorea,

infertilitas, impotensi

Hambatan reseptor dopamin

yang menyebabkan

hiperprolaktinemia

Sistem lain Peningkatan berat badan Kemungkinan hambatan

reseptor H1 dan 5-HT2

16

Page 17: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

VIII. KESIMPULAN

Obat antipsikotik merupakan terapi simtomatik terhadap gangguan psikiatrik

psikiatrik yang berguna untuk menghilangkan gejala positif dan negatif. Gejala positif seperti

halusinasi, waham, proses pikir kacau, gejala katatonik, kecurigaan, dan permusuhan. Lalu

gejala negatif antara lain seperti afek tumpul, penarikan emosional, kemiskinan rapot,

penarikan diri dari hubungan sosial serta pasif atau apatis. 1,5

Obat antipsikotik mengurangi gejala psikotik dengan cara memblokade reseptor

dopamin pasca sinaptik. Obat antipsikotik tidak selalu efektif mengendalikan gejala psikotik

bahkan malah menyebabkan efek samping terhadap pasien. Efek samping yang ditimbulkan

yaitu gejala ekstrapiramidal. Namun sekarang terdapat obat antipsikotik atipikal dengan

gejala ekstrapiramidal minimal dan berhasil mengatasi gejala psikotik. 1,5

Selain itu, jika digunakan dengan dosis berlebihan/overdosis, obat antipsikotik dapat

menyebabkan gejala intoksikasi serius yaitu gejala ekstrapiramidal yang mebutuhkan

pertolongan segera. 4

17

Page 18: EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, Benjamin J, Virginia A. Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2. Jakarta : EGC, 2010 .p.

498

2. Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotics Drug Guidelines.

3. Avaible from www.watag.org.au

3. Dr. Rusdi Maslim., SpKj.:Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi ke-tiga,

Desember 2001.p.14.

4. Maramis, Willy F. dan Maramis, Albert A. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2.

Surabaya : Airlangga University Press, 2009.

5. Gan Sulistia, Arozal Wawaimuli. Antipsikosis. Buku Ajar Farmakologi dan Terapi.

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.p.161-5

6. Loebis B. Skizofrenia : Penanggulangan memakai antipsikotik. Universitas Sumatera

Utara : Medan. 2007.

7. United Kingdom Psychiatric Pharmasi Group. Antipsychotics.[online] May 2013.

[Cited] Oktober 2010. Avaible from www.ukppg.org,uk

8. Katzung, Bertram G. Farmakologi dasar dan klinik. 6. Jakarta : EGC, 1997.

9. NN. Antipsychotic Medcations. NSW Health Mental Health Services. November :

2009 [brochure]

10. Pridmore S. download of psychiatry. Cahpter 15. [online] mei 2013. [Cited] Maret

2013. Avaible from http:/eprints.utas.edu.au/287/

18