Referat Epilepsi

download Referat Epilepsi

of 26

description

Referat Epilepsi

Transcript of Referat Epilepsi

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKata epilepsi berasal dari Yunani Epilambanmein yang berarti serangan. Masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan juga dipercaya bahwa epilepsi merupakan penyakit yang bersifat suci. Hal ini merupakan latar belakang adanya mitos dan rasa takut terhadap epilepsi. Mitos tersebut mewarnai sikap masyarakat dan menyulitkan upaya penangani penderita epilepsi dalam kehidupan normal. Epilepsi sebetulnya sudah dikenal sekitar tahun 2000 sebelum Masehi. Hippokrates adalah orang pertama yang mengenal epilepsi sebagai gejala penyakit dan menganggap bahwa epilepsi merupakan penyakit yang didasari oleh adanya gangguan di otak. Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang dapat terjadi pada setiap orang di seluruh dunia.1Epilepsi merupakan gejala dari berbagai macam penyakit yang mampu menyebabkan sejumlah atau sekelompok sel-sel neuron otak melepaskan muatan listrik yang berlebihan dan tidak terkontrol. Epilepsi tidak mengenal batas wilayah, ras, dan batas sosial. Penyakit ini terjadi pada pria dan wanita serta dapat terjadi pada usia berapapun. prevalensi epilepsi aktif kurang lebih 8,2 per 1000 penduduk. 1,2,3Walaupun penyakit ini telah dikenal lama dalam masyarakat, terbukti dengan adanya istilah-istilah bahasa dikenal untuk penyakit ini seperti sawan, tapi pengertian akan penyakit ini masih kurang bahkan salah sehingga penderita digolongkan dalam penyakit gila, kutukan dan turunan sehingga penderita tidak diobati atau bahkan disembunyikan. Akibatnya banyak penderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang merugikan baik bagi penderita maupun keluarganya.4Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100,000. Di Indonesia belum ada data epidemiologis yang pasti tetapi diperkirakan ada 900.000 - 1.800.000 penderita, sedangkan penanggulangan penyakit ini belum merupakan prioritas dalam Sistem Kesehatan Nasional. Karena cukup banyaknya penderita epilepsi dan luasnya aspek medik dan psikososial, maka epilepsi tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat sehingga ketrampilan para dokter dan paramedis lainnya dalam penatalaksanaan penyakit ini perlu ditingkatkan.2,3Penelitian di negara maju memperkirakan insiden penyakit epilepsi setiap tahun kurang lebih 50 per 100.000 penduduk. Penelitian di negara berkembang menunjukkan angka hampir dua kali lipat, yaitu 100 per 100.000 penduduk. Insiden epilepsi di negara berkembang lebih tinggi karena risiko yang dapat menyebabkan kerusakan otak permanen juga lebih tinggi. 5International League Againts Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981 menetapkan klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan, Ada 2 kategori utama dalam klasifikasi ini, yaitu Bangkitan Fokal dan Bangkitan Umum..1 Meskipun telah dilaporkan bahwa 15% kasus epilepsi didahului dengan kejang demam, kejadian kejang demam ternyata lebih sering dibandingkan kejadian epilepsi, dan kurang dari 5% anak kejang demam berkembang menjadi epilepsi. Seluruh jenis epilepsi, termasuk absens, tonik-klonik umum, dan partial kompleks dapat terlihat pada pasien dengan riwayat kejang demam.2 Faktor genetik tampaknya sangat kuat, meskipun cara diturunkannya belum jelas tetapi autosomal dominan sederhana banyak yang disebut-sebut. Kejang demam cenderung terjadi dalam keluarga, meskipun belum jelas diketahui cara diturunkannya.6Salah satu masalah dalam penanggulangan epilepsi ialah menentukan dengan pasti diagnosis epilepsi oleh karena sebelum pengobatan dimulai diagnosis epilepsi harus ditegakkan dulu. Diagnosis dan pengobatan epilepsi tidak dapat dipisahkan sebab pengobatan yang sesuai dan tepat hanya dapat dilakukan dengan diagnosis epilepsi yang tepat pula. Diagnosis epilepsi berdasarkan atas gejala dan tanda klinis yang karakteristik. Jadi membuat diagnosis tidak hanya berdasarkan dengan beberapa hasil pemeriksaan penunjang diagnostik saja, justru informasi yang diperoleh sesudah melakukan wawancara yang lengkap dengan pasien maupun saksi mata yang mengetahui serangan kejang tersebut terjadi dan kemudian baru dilakukan pemeriksaan fisik dan neurologi. Begitu diperkirakan diagnosis epilepsi telah dibuat barulah dilanjutkan pemeriksaan tambahan untuk memastikan diagnosis dan mencari penyebabnya, lesi otak yang mendasari , jenis serangan kejang dan sindrom epilepsi.4,5

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Epilepsi Kata epilepsi berasal dari kata Yunani epilambanein yang kurang lebih berarti sesuatu yang menimpa seseorang dari luar hingga ia jatuh. Dahulu serangan epilepsi tidak dianggap sebagai suatu penyakit, akan tetapi disebabkan oleh sesuatu diluar badan si penderita, biasanya dianggap sebagai akibat kutukan oleh roh jahat atau setan yang menimpa penderita. Anggapan demikian juga masih terdapat dewasa ini, terutama dalam masyarakat yang belum terjangkau oleh ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan.6Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya.6 Epilepsi dapat didefinisikan sebagai gangguan kronis yang ditandai adanya bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi oleh karena lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron secara paroksismal akibat berbagai etiologi.7Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.6Epilepsi merupakan gejala dari berbagai macam penyakit yang mampu menyebabkan sejumlah atau sekelompok sel-sel neuron otak melepaskan muatan listrik yang berlebihan dan tidak terkontrol. Menurut WHO, epilepsi adalah suatu keadaan bangkitan akibat disfungsi sementara sebagian atau seluruh jaringan otak karena cetusan listrik pada populasi neuron peka rangsangan yang berlebihan, yang dapat menimbulkan kelainan motorik, sensorik, otonom atau psikis yang timbul secara tiba-tiba dan sesaat. Sedangkan bangkitan epilepsi didefinisikan sebagai manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara paroksismal, yang disebabkan hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang spontan, dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).6,7

2.2 EpidemiologiInsiden dan prevalensi epilepsi telah dilaporkan oleh beberapa peneliti dari berbagai negara, tetapi sulit untuk dibandingkan karena definisi, cara pendekatan, klasifikasinya. Epilepsi tidak mengenal batas wilayah, ras, dan batas sosial. Penyakit ini terjadi pada pria dan wanita serta dapat terjadi pada usia berapapun. Diduga kebanyakan terjadi sejak dalam kandungan, masa kanak-kanak, remaja, dan orang tua. Siapa saja dapat terkena serangan? Kenyataannya, 5% penduduk dunia terkena serangan satu kali seumur hidup. Sedangkan diagnosa epilepsi terbatas pada serangan yang terjadi berulang-ulang, paling tidak dua serangan yang tiba-tiba.3 Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100.000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100.000.3Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan apapun. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan usia lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus). Menurut Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi, yaitu pada anak usia 1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000.1,3,6

2.3 EtiologiGangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik berlebihan di sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor fisiologis, biokimiawi, anatomis atau gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang dapat menganggu fungsi otak, dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang. 8Bila ditinjau dari faktor etiologis, epilepsi dibagi menjadi 2 kelompok : 81. Epilepsi idiopatik Sebagian besar pasien, penyebab epilepsi tidak diketahui dan biasanya pasien tidak menunjukkan manifestasi cacat otak dan tidak bodoh. Sebagian dari jenis idiopatik disebabkan oleh interaksi beberapa faktor genetik. Kata idiopatik diperuntukkan bagi pasien epilepsi yang menunjukkan bangkitan kejang umum sejak dari permulaan serangan.Dengan bertambah majunya pengetahuan serta kemampuan diagnostik, maka golongan idiopatik makin berkurang. Umumnya faktor genetik lebih berperan pada epilepsi idiopatik .2. Epilepsi simtomatik Hal ini dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai kelainan intrakranial dan ekstrakranial. Penyebab intrakranial, misalnya anomali kongenital, trauma otak, neoplasma otak, lesi iskemia, ensefalopati, abses otak, jaringan parut. Penyebab yang bermula ekstrakranial dan kemudian menganggu fungsi otak, misalnya: gagal jantung, gangguan pernafasan, gangguan metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia), gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat, gangguan hidrasi (dehidrasi, hidrasi lebih). Kelainan struktural tidak cukup untuk menimbulkan bangkitan epilepsi, harus dilacak faktor-faktor yang ikut berperan dalam mencetuskan bangkitan epilepsi, contohnya, yang mungkin berbeda pada tiap pasien adalah stress, demam, lapar, hipoglikemia, kurang tidur, alkalosis oleh hiperventilasi, gangguan emosional.

2.4 PatofisiologiKonsep terjadinya epilepsi telah dikemukakan satu abad yang lalu oleh John Hughlings Jackson, bapak epilepsi modern. Pada fokus epilepsi di korteks serebri terjadi letupan yang timbul kadang-kadang, secara tiba-tiba, berlebihan dan cepat; letupan ini menjadi bangkitan umum bila neuron normal disekitarnya terkena pengaruh letupan tersebut. Konsep ini masih tetap dianut dengan beberapa perubahan kecil. Adanya letupan depolarisasi abnormal yang menjadi dasar diagnosis diferensial epilepsi memang dapat dibuktikan. Terjadinya epilepsi sampai saat ini belum terungkap secara rinci.8Secara umum sifat epileptogenik jaringan saraf ditentukan oleh 2 faktor, yaitu eksitabilitas dan sinkronisasi. Pada saat mendapatkan serangan epileptik yang memegang peranan adalah adanya eksitabilitas pada sejumlah neuron atau sekelompok neuron, yang kemudian terjadi lepas muatan listrik secara serentak pada sejumlah neuron atau sekelompok neuron dalam waktu bersamaan, yang disebut sinkronisasi. Terjadinya lepas muatan listrik pada sejumlah neuron secara sendiri-sendiri tidak akan menghasilkan suatu respon fungsional, oleh karena itu harus terorganisir dengan baik dalam sekelompok neuron serta memerlukan sinkronisasi. Adanya serangan epileptik ditentukan oleh mekanisme yang mengganggu eksitabilitas dan sinkronisasi neuronal tersebut. 8,9Munculnya bangkitan epileptik yang disebabkan karena adanya gangguan eksitabilitas dan sinkronisasi neuronal belum banyak diketahui. Hipotesis terakhir disebutkan karena adanya (a) kelainan membran neuronal, (b) kelainan mekanisme inhibisi, (c) kelainan mekanisme eksitasi, atau (d) kegagalan sistem pengaturan fungsi eksitasi dan inhibisi. 8,9

Membran NeuronSecara fisiologis, peranan membran neuron adalah untuk mempertahankan perbedaan potensial antara ruang intraseluler dan ruang ekstraseluler. Dalam keadaan istirahat ruang intraseluler bermuatan negatif dan ruang ekstraseluler bermuatan positif. Potensial membran istirahat ini dipertahankan melalui proses pengeluaran ion Na dari dalam sel dan diikuti pemasukan ion K ke dalam sel, sehingga di dalam sel kekurangan ion Na, Cl, Ca dan kelebihan ion K. Aktivitas ini memerlukan energi yang diambil melalui pemecahan ATP oleh enzim NA-K ATP ase. 8Kelainan membran neuron pada bangkitan epilepsi dimulai dari suatu neuron epileptik yang berperan memicu terjadinya aksi potensial. Depolarisasi yang terjadi pada neuron epileptik tersebut bersifat paroksismal, yang disebut paroxysmal depolarization shifts (PDSs), yaitu mempunyai amplitudo lebih tinggi, durasi lebih lama dan diikuti oleh after depolarization yang diperpanjang. Teejadinya PDSs tersebut tergantung masuknya ion Ca ke dalam neuron, yang disebabkan adanya kelainan membran itu sendiri. 8

Mekanisme eksitasi dan inhibisiExcitatory Postsynaptic Potentials (EPSPs) dihasilkan oleh ikatan molekul-molekul transmitter pada reseptor-reseptor yang menyebabkan terbukanya saluran ion Na atau ion Ca dan tertutupnya saluran ion K yang mengakibatkan terjadinya depolarisasi. Berlawanan dengan Inhibitory Postsynaptic Potentials (IPSs) disebabkan karena meningkatnya permeabilitas membran terhadap Cl atau K dan menyebabkan hiperpolarisasi membran, dan biasanya terjadi pada sinaptik aksosomatik yang disebut postsynaptic inhibitory transmission 8Pada kasus epilepsi terjadi kelainan mekanisme eksitasi dan inhibisi tersebut, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara sisitem eksitasi dan inhibisi yang menjadi dasar patofisiologi epilepsi.8

Neurotransmitter GABAGamma Amino Butiric Acid (GABA) adalah suatu inhibitor utama neurotransmiter pada susunan saraf pusat. Semua struktur otak depan menggunakan aksi inhibitor dan memegang peranan fisiopatogenesis pada kondisi neurologis tertentu, termasuk epilepsi, kegagalan fungsi GABA dapat menghasilkan serangan (seizure) 8,9Secara tradisional yang berperan pada inhibisi oleh GABA adalah resaptor GABAA dalam bentuk inhibisi potensi postsinaptik (ISPSs= inhibitory post synaptic potentials). Terikatnya GABA pada reseptor mengakibatkan saluran klorida terbuka sehingga untuk sesaat potensial membran sel ditentukan oleh potensial keseimbanfan klorida. Reversal potensial dari IPSP umumnya adalahsekitar -70 mV. Perubahan voltase yang ditimbulkan GABAA tergantung pada resting potential dari sel tersebut dan pada gradien klorida antara kompartment intra dan ekstrasel. Gradien ini tentunya terpengaruh oleh mekanisme lalu lintas klorida. Interfensi pada proses ini akan mendorong akumulasi klorida intrasel. Pada saat saluran GABAA terbuka sel akan mengalami depolarisasi dan ion klorida keluar. 8Perubahan induksi yang menyertai pembukaan saluran klorida menyebabkan shunting aliran dari sel yang memulai bangkitan dan blocking ini merupakan penghambat yang lebih kuat daripada yang ditimbulkan oleh mekanisme GABAA sendiri. 8,9Pada susunan saraf pusat juga terdapat reseptor GABAB yang terkait dengan saluran kalium oleh suatu protein penghubung yaitu guanosine triphosphate binding protein (G-protein) yang merupakan sistem-perantara-intrasel. Hiperpolarisasi yang ditimbulkan oleh GABAB ini merupakan komponen inhibitorik (IPSP) yang tahan lama. Efeknya tergantung pada konsentrasi kalium ekstrasel. Bila kalium naik efek hiperpolarisasinya akan berkurang. Hiperpolarisasi yang ditimbulkan oleh GABAB terutama peting dalan mengendalikan bangkitan yang berlangsung lama. Mekanisme GABAB baru nampak bilamana pengaruh GABAB kurang menonjol. Kemampuan memodulasi eksitabilitas oleh GABAB terkait dengan interneuron GABA-ergic. 8

Neuron GABA-ergicBanyak dari neuron yang melepaskan GABA di korteks adalah interneuron GABAergic. Sel jenis ini merupakan circuit cells beda dengan tipe sel primer (sel piramidal dan sel projection cell). Sel yang sejenis ini juga ditemukan di neocortex dan di hipokampus. Kelompok sel ini mempunyai kemampuan fast-spiking dan secara terus menerus mengeluarkan inhibisi tonik terhadap sel piramidal. Praktis semua interneuron menerima impuls dari sumber yang sama dan berfungsi inhibitorik. 8Semua interneuron di hipokampus menggunakan GABA sebagai transmiternya. Blocking terhadap pengaruh inhibisi GABAA akan menimbulkan aktivitas epileptik. 8

EPILEPSY- A CRITICAL BALANCEEXCITATION INCREASESEIZUREINHIBITION DECREASESEIZURE Na+ channel antagonists Ca2+ channel antagonists Glutamate receptor antagonists GABAA agonists Enhanced GABA levels K+ channels modulators

Gambar 2.1 Animasi patofisiologi epilepsi dari ketidak seimbangan eksitasi dan inhibisi.

2.5 Klasifikasi Bangkitan EpilepsiKlasifikasi bangkitan epilepsi menurut International League Againts Epilepsi, 1981 : 9,101. Kejang ParsialKejang parsial merupakan kejang dengan onset lokal pada satu bagian tubuh dan biasanya disertai dengan aura. Kejang parsial timbul akibat abnormalitas aktivitas elektrik otak yang terjadi pada salah satu hemisfer otak atau salah satu bagian dari hemisfer otak. Kejang parsial sederhana tidak disertai penurunan kesadaran Kejang parsial kompleks disertai dengan penurunan kesadaran2. Kejang UmumKejang umum timbul akibat abnormalitas aktivitas elektrik neuron yang terjadi pada seluruh hemisfer otak secara simultan Absens (Petit Mal)/LenaCiri khas serangan absens adalah durasi singkat, onset dan terminasi mendadak, frekuensi sangat sering, terkadang disertai gerakan klonik pada mata, dagu dan bibir. MioklonikKejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat umum atau terbatas pada wajah, batang tubuh, satau atau lebih ekstremitas, atau satu grup otot. Dapat berulang atau tunggal. KlonikPada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot. dijumpai terutama sekali pada anak. TonikMerupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap dalam satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, dapat disertai rotasi seluruh batang tubuh. Wajah menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena tidak dapat bernafas. Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva tidak sensitif, pupil dilatasi. Tonik Klonik (grand mall)Merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat kemudian diikuti oleh gerakan klonik. Atonik/AstatikBerupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala jatuh ke depan atau lengan jatuh tergantung atau menyeluruh sehingga pasien terjatuh.3. Kejang Tidak Dapat DiklasifikasiSebagian besar serangan yang terjadi pada bayi baru lahir termasuk golongan ini.

Gambar 2.2 Gambaran serangan Epilepsi

2.6 DiagnosisDiagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan.10,111. AnamnesisAnamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.11Anamnesi (auto dan aloanamnesis), meliputi:5 Pola / bentuk serangan Lama serangan Gejala sebelum, selama dan paska serangan Frekuensi serangan Faktor pencetus Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang Usia saat serangan terjadinya pertama Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologisMelihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.5,113. Pemeriksaan penunjang Elektro ensefalografi (EEG)Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal bila :1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta.3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron). Rekaman video EEGRekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.5 Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri.5,11

2.7 Faktor-Faktor Risiko EpilepsiEpilepsi dapat dianggap sebagai suatu gejala gangguan fungsi otak yang penyebabnya bervariasi terdiri dari berbagai faktor. Diperkirakan epilepsi disebabkan oleh keadaan yang mengganggu stabilitas neuron-neuron otak yang dapat terjadi pada saat prenatal, perinatal ataupun postnatal. Faktor prenatal dan perinatal saling berkaitan dalam timbulnya gangguan pada janin atau bayi yang dilahirkan yang dapat menyebabkan epilepsi.121. Faktor prenatal Umur saat ibu hamilUmur ibu pada saat hamil sangat menentukan status kesehatan bayi yang akan dilahirkan. Umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan. Komplikasi kehamilan di antaranya adalah hipertensi dan eklamsia, sedangkan gangguan pada persalinan di antaranya adalah trauma persalinan. Komplikasi kehamilan dan persalinan dapat menyebabkan prematuritas, lahir dengan berat badan kurang, penyulit persalinan dan partus lama.12,13Keadaan tersebut dapat mengakibatkan janin dengan asfiksia. Pada asfiksia akan terjadi hipoksia dan iskemia. Hipoksia dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi bila ada rangsangan yang memadai. Asfiksia akan menimbulkan lesi pada daerah hipokampus dan selanjutnya menimbulkan fokus epileptogenik. 12,13 Kehamilan dengan eklamsia dan hipertensi.Ibu yang mengalami komplikasi kehamilan seperti placenta previa dan eklamsia dapat menyebabkan asfiksia pada bayi. Eklamsia dapat terjadi pada kehamilan primipara atau usia pada saat hamil diatas 30 tahun. Penelitian terhadap penderita epilepsi pada anak, mendapatkan angka penyebab karena eklamsia sebesar (9%). Asfiksia disebabkan adanya hipoksia pada bayi yang dapat berakibat timbulnya epilepsi. Hipertensi pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ke placenta berkurang, sehingga berakibat keterlambatan pertumbuhan intrauterin dan BBLR. Keadaan ini dapat menimbulkan asfiksia pada bayi yang dapat berlanjut pada epilepsi di kemudian hari. Penelitian oleh Sidenvall R dkk, mendapatkan hasil bahwa hipertensi selama kehamilan merupakan faktor risiko epilepsi pada anak. 12,13 Kehamilan primipara atau multiparaUrutan persalinan dapat menyebabkan terjadinya epilepsi. Insiden epilepsi ditemukan lebih tinggi pada anak pertama. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pada primipara lebih sering terjadi penyulit persalinan. Penyulit persalinan ( partus lama, persalinan dengan alat, kelainan letak ) dapat terjadi juga pada kehamilan multipara ( kehamilan dan melahirkan bayi hidup lebih dari 4 kali). Penyulit persalinan dapat menimbulkan cedera karena kompresi kepala yang dapat berakibat distorsi dan kompresi otak sehingga terjadi perdarahan atau udem otak. Keadaan ini dapat menimbulkan kerusakan otak, dengan epilepsi sebagai manifestasi klinisnya. 12 Pemakaian bahan toksikKelainan yang terjadi selama perkembangan janin/ kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alkohol atau mengalami cedera atau mendapat penyinaran dapat menyebabkan epilepsi. Merokok dapat mempengaruhi kehamilan dan perkembangan janin, bukti ilmiah menunjukkan bahwa merokok selama kehamilan meningkatkan risiko kerusakan janin. Dampak lain dari merokok pada saat hamil adalah terjadinya placenta previa. Placenta previa dapat menyebabkan perdarahan berat pada kehamilan atau persalinan dan bayi sungsang sehingga diperlukan seksio sesaria. Keadaan ini dapat menyebabkan trauma lahir yang berakibat terjadinya epilepsi. 12,13

2. Faktor natal AsfiksiaTrauma persalinan akan menimbulkan asfiksia perinatal atau perdarahan intrakranial. Penyebab yang paling banyak akibat gangguan prenatal dan proses persalinan adalah asfiksia, yang akan menimbulkan lesi pada daerah hipokampus, dan selanjutnya menimbulkan fokus epileptogenik. 12,13Pada asfiksia perinatal akan terjadi hipoksia dan iskemia di jaringan otak. Keadaan ini dapat menimbulkan bangkitan epilepsi, baik pada stadium akut dengan frekuensi tergantung pada derajat beratnya asfiksia, usia janin dan lamanya asfiksia berlangsung. 12,13 Berat badan lahirBayi dengan berat badan lahir rendah ( BBLR ) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram. BBLR dapat menyebabkan asfiksia atau iskemia otak dan perdarahan intraventrikuler. Iskemia otak dapat menyebabkan terbentuknya fokus epilepsi. Bayi dengan BBLR dapat mengalami gangguan metabolisme yaitu hipoglikemia dan hipokalsemia. Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan otak pada periode perinatal. Adanya kerusakan otak, dapat menyebabkan epilepsi pada perkembangan selanjutnya. Trauma kepala selama melahirkan pada bayi dengan BBLR < 2500 gram dapat terjadi perdarahan intrakranial yang mempunyai risiko tinggi untuk terjadi komplikasi neurologi. 12,13 Kelahiran Prematur atau PostmaturBayi prematur adalah bayi yang lahir hidup yang dilahirkan sebelum 37 Minggu dari hari pertama menstruasi terakhir. Pada bayi prematur, perkembangan alat-alat tubuh kurang sempurna sehingga sebelum berfungsi dengan baik. Perdarahan intraventikuler terjadi pada 50% bayi prematur. Hal ini disebabkan karena sering menderita apnea, asfiksia berat dan sindrom gangguan pernapasan sehingga bayi menjadi hipoksia. Keadaan ini menyebabkan aliran darah ke otak bertambah. Bila keadaan ini sering timbul dan tiap serangan lebih dari 20 detik maka, kemungkinan timbulnya kerusakan otak yang permanen lebih besar. Daerah yang rentan terhadap kerusakan antara lain di hipokampus. Oleh karena itu setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih luas.Bayi yang dilahirkan lewat waktu yaitu lebih dari 42 minggu merupakan bayi postmatur. Pada keadaan ini akan terjadi proses penuaan plesenta, sehingga pemasukan makanan dan oksigen akan menurun. Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi yang lahir postmatur ialah suhu yang tak stabil, hipoglikemia dan kelainan neurologik. Gawat janin terutama terjadi pada persalinan, bila terjadi kelainan obstetrik seperti : berat bayi lebih dari 4000 gram, kelainan posisi, partus > 13 jam, perlu dilakukan tindakan seksio sesaria. Kelainan tersebut dapat menyebabkan trauma perinatal (cedera mekanik ) dan hipoksia janin yang dapat mengakibatkan kerusakan pada otak janin. Manifestasi klinis dari keadaan ini dapat berupa epilepsi. 12,13 Partus lamaPartus lama yaitu persalinan kala I lebih dari 12 jam dan kala II lebih dari 1 jam. Pada primigravida biasanya kala I sekitar 13 jam dan Kala II : 1,5 jam. Sedangkan pada multigravida, kala I: 7 jam dan kala II : 1-5 jam. Persalinan yang sukar dan lama meningkatkan risiko terjadinya cedera mekanik dan hipoksia janin. Manifestasi klinis dari cedera mekanik dan hipoksi dapat berupa epilepsi. 12,13 Persalinan dengan alat ( forsep, vakum, seksio sesaria ).Persalinan yang sulit termasuk persalinan dengan bantuan alat dan kelainan letak dapat menyebabkan trauma lahir atau cedera mekanik pada kepala bayi. Trauma lahir dapat menyebabkan perdarahan subdural, subaraknoid dan perdarahan intraventrikuler. 12,13Persalinan yang sulit terutama bila terdapat kelainan letak dan disproporsi sefalopelvik, dapat menyebabkan perdarahan subdural. Perdarahan subaraknoid dapat terjadi pada bayi prematur dan bayi cukup bulan karena trauma. Manifestasi neurologis dari perdarahan tersebut dapat berupa iritabel dan kejang. Cedera karena kompresi kepala yang dapat berakibat distorsi dan kompresi otak, sehingga terjadi perdarahan atau udem otak; keadaan ini dapat menimbulkan kerusakan otak, dengan epilepsi sebagai manifestasi klinisnya. 12,13,14 Perdarahan intrakranialPerdarahan intrakranial dapat merupakan akibat trauma atau asfiksia dan jarang diakibatkan oleh gangguan perdarahan primer atau anomali kongenital Perdarahan intrakranial pada neonatus dapat bermanifestasi sebagai perdarahan subdural, subarakhnoid, intraventrikuler / periventrikuler atau intraserebral. 13,14Perdarahan subdural biasanya berhubungan dengan persalinan yang sulit terutama terdapat kelainan letak dan disproporsi sefalopelvik. Perdarahan dapat terjadi karena laserasi dari vena-vena, biasanya disertai kontusio serebral yang akan memberikan gejala kejang-kejang. 13,143. Faktor postnatal Kejang Demam Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Anak-anak yang mengalami kejang demam tersebut tidak mengalami infeksi susunan pusat atau gangguan elektrolit akut. Umumnya anak yang mengalami kejang demam berusia antara 6 bulan sampai 5 tahun, paling sering usia 18 bulan. Berapa batas umur kejang demam tidak ada kesepakatan, ada kesepakatan yang mengambil batas antara 3 bulan sampai 5 tahun, ada yang yang menggunakan batas bawah adalah 1 bulan. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Awitan di atas 6 tahun sangat jarang. 13,14 Trauma kepala / cedera kepalaTrauma memberikan dampak pada jaringan otak yang dapat bersifat akut dan kronis. Pada trauma yang ringan dapat menimbulkan dampak yang muncul dikemudian hari dengan gejala sisa neurologik parese nervus cranialis, serta cerebral palsy dan retardasi mental. Dampak yang tidak nyata memberikan gejala sisa berupa jaringan sikatrik, yang tidak memberikan gejala klinis awal namun dalam kurun waktu 3 - 5 tahun akan menjadi fokus epilepsi. 13,14Bangkitan epilepsi pasca cedera kepala pada anak-anak dibagi dalam 3 golongan yaitu: 13,14 Bangkitan segera, sebagai jawaban langsung atas serangan mekanis dari jaringan otak yang mempunyai ambang rangsang yang rendah terhadap kejang. Biasanya berhubungan dengan faktor genetik. Bangkitan dini, timbul dalam 24 - 48 jam, pada cedera kepala hebat sebagai akibat dari udem otak, perdarahan intrakranial, kontusio, laserasi dan nekrosis. Bangkitan epilepsi biasanya bersifat kejang umum. Bangkitan lambat, biasanya timbul dalam 2 tahun pertama setelah cedera kepala, bangkitan berasal dari parut serebro-meningeal akibat trauma yang telah dibuktikan baik secara anatomis, maupun elektro-fisiologis. Infeksi susunan saraf pusat.Risiko akibat serangan epilepsi bervariasi sesuai dengan tipe infeksi yang terjadi pada sistem saraf pusat. Risiko untuk perkembangan epilepsi akan menjadi lebih tinggi bila serangan berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis, dan terjadinya abses serta infeksi lainnya. 13,14Ensefalitis virus berat seringkali mengakibatkan terjadinya epilepsi. Di negara-negara barat penyebab yang paling umum adalah virus Herpes simplex (tipe l) yang menyerang lobus temporalis. Epilepsi yang timbul berbentuk serangan parsial kompleks dengan sering diikuti serangan umum sekunder dan biasanya sulit diobati. Infeksi virus ini dapat juga menyebabkan gangguan daya ingat yang berat dan kombinasi epilepsi dengan kerusakan otak dapat berakibat fatal. 13,14Pada meningitis dapat terjadi sekuele yang secara langsung menimbulkan cacat berupa cerebal palsy, retardasi mental, hidrosefalus dan defisit N. kranialis serta epilepsi. Dapat pula cacat yang terjadi sangat ringan berupa sikatriks pada sekelompok neuron atau jaringan sekitar neuron sehingga terjadilah fokus epilepsi, yang dalam kurun waktu 2- 3 tahun kemudian menimbulkan epilepsi. 13,14 Epilepsi akibat toksikBeberapa jenis obat psikotropik dan zat toksik seperti Co, Cu, Pb dan lainnya dapat memacu terjadinya kejang . Beberapa jenis obat dapat menjadi penyebab epilepsi, yang diakibatkan racun yang dikandungnya atau adanya konsumsi yang berlebihan. Termasuk di dalamnya alkohol, obat anti epileptik, opium, obat anestetik dan anti depresan. Penggunaan barbiturat dan benzodiazepine dapat menyebabkan serangan mendadak pada orang yang tidak menderita epilepsi. Serangan terjadi setelah 12 24 jam setelah mengkonsumsi alkohol. Sedangkan racun yang ada pada obat dapat mengendap dan menyebabkan serangan epilepsi. 13,14 Gangguan MetabolikSerangan epilepsi dapat terjadi dengan adanya gangguan pada konsentrasi serum glokuse, kalsium, magnesium, potassium dan sodium. Beberapa kasus hiperglikemia yang disertai status hiperosmolar non ketotik merupakan faktor risiko penting penyebab epilepsi di Asia, sering kali menyebabkan epilepsi parsial. 13,14

2.8 Diagnosis Banding1. SinkopeSinkope ialah keadaan kehilangan kesadaran sepintas akibat kekurangan aliran darah ke dalam otak dan anoksia. Sebabnya ialah tensi darah yang menurun mendadak, biasanya ketika penderita sedang berdiri. Pada 75% kasus-kasus terjadi akibat gangguan emosi. Pada fase permulaan, penderita menjadi gelisah, tampak pucat, berkeringat, merasa pusing, pandangan mengelam. Kesadaran menurun secara berangsur, nadi melemah, tekanan dara rendah. Dengan diaringkan horizontal penderita segera membaik. 14,15,16

2. HipoglikemiaHipoglikemia didahului rasa lapar, berkeringat, palpitasi, tremor, mulut kering. Kesadaran dapat menurun perlahan-lahan.16,173. HisteriaKejang fungsional atau psikologis sering terdapat pada wanita terutama antara 7-15 tahun. Serangan biasanya terjadi di hadapan orang-orang yang hadir karena ingin menarik perhatian. Jarang terjadi luka-luka akibat jatuh, mengompol atau perubahan pasca serangan seperti terdapat pada epilepsi. Gerakan-gerakan yang terjadi tidak menyerupai kejang tonik-klonik, tetapi bisa menyerupai sindroma hiperventilasi. Timbulnya serangan sering berhubungaqn dengan stress. 16,17

2.9 TatalaksanaTujuan pengobatan adalah untuk mengatasi kejang dengan dosis optimal terendah. Yang terpenting adalah kadar obat antiepilepsi bebas yang dapat menembus sawar darah otak dan mencapai reseptor susunan saraf pusat.15 Serangan epilepsi dapat dihentikan oleh obat dan dapat pula dicegah agar tidak kambuh. Obat tersebut disebut sebagai obat antikonvulsi atau obat antiepilepsi. 16,17,18Prinsip pengobatan epilepsi: 16,17,181. Mendiagnosis secara pasti, menentukan etiologi, jenis serangan dan sindrom epilepsi2. Memulai pengobatan dengan satu jenis obat antiepilepsi3. Penggantian obat antiepilepsi secara bertahap apabila obat antiepilepsi yang pertama gagal4. Pemberian obat antiepilepsi sampai 1-2 tahun bebas kejang.OAE pilihan pertama dan kedua : 16,17,181. Serangan parsial (sederhana, kompleks dan umum sekunder)OAE I: Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoinOAE II: Benzodiazepin, asam valproat2. Serangn tonik klonikOAE I:Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin, asam valproatOAE II: Benzodiazepin, asam valproat3. Serangan absensOAE I: Etosuksimid, asam valproatOAE II: Benzodiazepin4. Serangan mioklonikOAE I: Benzodiazepin, asam valproatOAE II: Etosuksimid5. Serangan tonik, klonik, atonikSemua OAE kecuali etosuksinid

Syarat penghentian obat anti epilepsi: 16,17,181. Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan2. Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan3. Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utama2.10 PrognosisPenderita epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas serangan paling sedikit 2 tahun. Bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir, obat dihentikan dan penderita tidak mengalami kejang lagi, dapat dikatakan bahwa penderita telah mengalami remisi. 30% penderita tidak akan mengalami remisi walau sudah minum obat teratur. 16,17,18Faktor yang mempengaruhi remisi adalah lamanya kejang, etiologi, tipe kejang, umur awal terjadi kejang, kejang tonik-klonik, kejang parsial kompleks akan mengalami remisi pada hampir lebih dari 50% penderita. Makin muda usia awal terjadinya kejang, remisi lebih sering terjadi.18,19,20Umur onset yang relatif lambat sesudah usia 2 atau 3 tahun, juga merupakan faktor yang menguntungkan. Resiko kekambuhan setelah penghentian pengobatan tergantung pada faktor yang sama dengan remisi kejang. 19,20,21

DAFTAR PUSTAKA 1. Kliegman R.M. Nelson Essentials of Pediatrics. 5th ed. China: Elsevier Saunders, 2005. p 737-402. Tjahjadi Petrus, Dikot Yustiani, Gunawan Dede. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. Dalam: Harsono, penyunting. Kapita Selekta Neurologi. Edisi-2. Yogyakarta: Gajahmada University Press; 2007: h.119-133.3. Octaviana F. Epilepsi. In: Medicinus Scientific Journal of pharmaceutical development and medical application. Vol.21 Nov-Des 2008. p.121-2.4. Mardjono M (2003) : Pandangan Umum Tentang Epilepsi dan Penatalaksanaannya dalam Dasar-Dasar Pelayangan Epilepsi & Neurologi, Agoes A (editor); 129-148.5. Sunaryo utoyo.2007. Diagnosis Epilepsi. Surabaya; Bagian neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma .6. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 20087. Berg AT, Shinnar S, Levy SR, Testa FM. Childhood-Onset Epilepsy With andWithout Preceeding Febrile Seizures. Neurology, vol. 53, no. 8, 1999 : 23-34.8. Lumbantobing SM. Etiologi Dan Faal Sakitan Epilepsi. Dalam: Soetomenggolo Taslim, Ismael Sofyan, Penyunting. Neurologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 1999: h.197-203.9. Ismael Sofyan. Klasifikasi Bangkitan Atau Serangan Kejang Pada Epilepsi. Dalam: Soetomenggolo Taslim, Ismael Sofyan, Penyunting. Neurologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 1999: h.204-209.10. Haslam Robert. Sistem Saraf; Bab 543 Kejang-Kejang Pada Masa Anak. Dalam: Nelson Waldo E, penyunting. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi-15. Volume-3, diterjemahkan oleh Wahab Samik. Jakarta: EGC; 2000: h.2056-2060.11. Chadwick D. Diagnosis of Epilepsy . Lancet. 1990; 336 : 291 - 295.12. Pui C H, Crist W M. Epilepsy. In: Rudolf A M. Rudolfs Pediatrics. 19th ed. International edition: Appleton Lange, 199113. Lumbantobing. Epilepsi pada Anak. Naskah Lengkap Kedokteran Berkelanjutan. Jakarta .FK UI .199214. Soetomenggolo Taslim. Kelainan Menyerupai Epilepsi. Dalam: Soetomenggolo Taslim, Ismael Sofyan, Penyunting. Neurologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 1999: h.209-21415. Markam S, Gunawan S, Indrayana, Lazuardi S. Diagnostik Epilepsi. Dalam: Markam Soemarmo, penyunting. Penuntun Neurologi. Edisi-1. Tangerang: Binarupa Akasara; 2009: h. 103-113.16. Lazuardi Samuel. Pengobatan Epilepsi. Dalam: Soetomenggolo Taslim, Ismael Sofyan, Penyunting. Neurologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 1999: h.226-241.17. Passat Jimmy. Epidemiologi Epilepsi. Dalam: Soetomenggolo Taslim, Ismael Sofyan, Penyunting. Neurologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 1999: h.190-197.18. Budiarto, G. 1998, Patofisiologi Epilepsi, in : anonim (ed) PKB Neurologi, Surabaya, pp. 1-20.19. Hartono, B. 2004, The Cognitive Problems and Learning Disabilities in Epilepsy, in : anonim (ed) Pertemuan Nasional 1 Epilepsi PERDOSSI, Semarang, pp. 194-200. 20. Merrick dan Bernstam, F., Pollock, R.E. 2005, Neurology, in : Brunicardi, F Charles et al. (eds) Schwartzs Principles of Surgery, 8th ed, McGraw Hill, New York, pp.249-294.21. Holmes GL.Epilepsi and other seizure disorders. Dalam: Bruce O.Berg, Ed. Principles of child neurology; edisi ke-1. New York: McGraw-Hill, 1996; 221-33.

1

24