Referat Dmd

19
BAB I PENDAHULUAN Duchenne muscular dystrophy (DMD) merupakan penyakit distrofi muskular progresif, bersifat herediter, dan mengenai anak laki-laki. Insidensi penyakit itu relatif jarang, hanya sebesar satu dari 3500 kelahiran bayi laki-laki. Penyakit tersebut diturunkan melalui X-linked resesif, dan hanya mengenai pria, sedangkan perempuan hanya sebagai karier. Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X, lokus Xp21.22-4 yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin. Perubahan patologi pada otot yang mengalami distrofi terjadi secara primer dan bukan disebabkan oleh penyakit sekunder akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf perifer. Distrofin merupakan protein yang sangat panjang dengan berat molekul 427 kDa2,4,dan terdiri dari 3685 asam amino. Penyebab utama proses degeneratif pada DMD kebanyakan akibat delesi pada segmen gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin pada membran sel otot, sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebut dalam jaringan otot. Erb pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai istilah dystrophia muscularis progressiva. Pada tahun 1855, Duchenne memberikan deskripsi lebih lengkap mengenai atrofi muskular progresif pada anak-anak.Becker mendeskripsikan penyakit muscular dystrophy yang dapat diturunkan secara autosomal resesif, autosomal dominant atau X-linked resesif. Hoffman menjelaskan 1

description

duchenne muscular distrofi

Transcript of Referat Dmd

Page 1: Referat Dmd

BAB I

PENDAHULUAN

Duchenne muscular dystrophy (DMD) merupakan penyakit distrofi muskular

progresif, bersifat herediter, dan mengenai anak laki-laki. Insidensi penyakit itu relatif jarang,

hanya sebesar satu dari 3500 kelahiran bayi laki-laki. Penyakit tersebut diturunkan melalui X-

linked resesif, dan hanya mengenai pria, sedangkan perempuan hanya sebagai karier. Pada

DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X, lokus Xp21.22-4 yang

bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin. Perubahan patologi pada otot

yang mengalami distrofi terjadi secara primer dan bukan disebabkan oleh penyakit sekunder

akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf perifer.

Distrofin merupakan protein yang sangat panjang dengan berat molekul 427

kDa2,4,dan terdiri dari 3685 asam amino. Penyebab utama proses degeneratif pada DMD

kebanyakan akibat delesi pada segmen gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan

protein distrofin pada membran sel otot, sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebut

dalam jaringan otot.

Erb pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai istilah dystrophia muscularis

progressiva. Pada tahun 1855, Duchenne memberikan deskripsi lebih lengkap mengenai

atrofi muskular progresif pada anak-anak.Becker mendeskripsikan penyakit muscular

dystrophy yang dapat diturunkan secara autosomal resesif, autosomal dominant atau X-linked

resesif. Hoffman menjelaskan bahwa kelainan protein distrofin merupakan penyebab utama

DMD dan Becker Muscular Dystrophy.

1

Page 2: Referat Dmd

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Duchenne muscular dystrophy adalah penyakit X-linked otot yang bersifat progresif

akibat tidak terbentuknya protein distropin. Penyakit ini mengenai anak laki-laki dan proses

distrofi otot sudah dimulai sejak lahir, munculnya kelemahan berjalan pada awal dekade

kedua, dan biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun. Pada DMD terdapat kelainan

genetik yang terletak pada kromosom X, lokus Xp21.22-4 yang bertanggung jawab terhadap

pembentukan protein distrofin.

Distrofin merupakan protein yang sangat panjang dengan berat molekul 427 kDa dan

terdiri dari 3685 asam amino. Distrofin merupakan suatu protein yang mempertahankan

integritas otot. Distrofin bersama dengan beberapa protein lain yaitu dystrophin associated

protein (DAPs), yang meliputi sarcoglycan, dystroglycan, dan syntrophin memberikan

stabilitas terhadap membran sel otot secara fisik dan fisiologis.

Pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai istilah dystrophia muscularis

progressiva. Pada tahun 1855, Duchenne memberikan deskripsi lebih lengkap mengenai

atrofi muskular progresif pada anak-anak.Becker mendeskripsikan penyakit muscular

dystrophy yang dapat diturunkan secara autosomal resesif, autosomal dominant atau X-linked

resesif. Hoffman et al menjelaskan bahwa kelainan protein distrofin merupakan penyebab

utama DMD.

Epidemiologi

Insidensi penyakit itu relatif jarang, hanya sebesar satu dari 3500 kelahiran bayi laki-

laki. Penyakit tersebut diturunkan melalui X-linked resesif, dan hanya mengenai pria,

sedangkan perempuan hanya sebagai karier.

Pada wanita mutasinya harus terdapat pada kedua kopi dari gen untuk menyebabkan

gangguan ini (pengecualian yang jarang, pada karier yang menunjukkan gejala, bisa terjadi

karena kompensasi dosis/inaktivasi X). Pada pria jauh lebih sering menderita penyakit terkait

X resesif dibandingkan wanita.

Secara klinis, gangguan akibat Duchenne muscular dysthropy mulai tampak pada usia

3-7 tahun, yakni lordosis, gaya berjalan waddling, dan tanda Gowers. Manifestasi klinis

berupa pseudohypertrophy muncul 1-2 tahun kemudian. Kebanyakan pasien harus memakai

kursi roda pada usia 12 tahun.

2

Page 3: Referat Dmd

Etiologi

Kondisi ini diturunkan, dan masing-masing MD mengikuti pola pewarisan yang

berbeda. Tipe yang paling dikenal, Duchenne muscular dystrophy (DMD), diwariskan

dengan pola terkait X resesif, yang berarti bahwa gen yang bermutasi yang menyebabkan

penyakit ini terletak pada kromosom X, dan oleh karenanya terkait seks. Pada pria satu

salinan yang berubah dari gen ini pada masing-masing sel sudah cukup untuk menyebbkan

kelainan ini. Pada wanita mutasinya harus terdapat pada kedua kopi dari gen untuk

menyebabkan gangguan ini (pengecualian yang jarang, pada kariier yang menunjukkan

gejala, bisa terjadi karena kompensasi dosis/inaktivasi X).

Suatu ciri khas dari pewarisan terkait X adalah ayah tidak dapat mewariskan sifat

terkait X pada anak laki-laki meraka. Pada sekitar dua pertiga kasus DMD, pria yang terkena

penyakit mewarisi mutasinya dari ibu yang membawa satu salinan gen DMD. Sepertiga yang

lain mungkin diakibatkan karena mutasi baru pada gen ini. Perempuan yang membara satu

salinan dari satu mutasi DMD mungkin memiliki tanda dan gejala terkait kondisi ini (seperti

kelemahan otot dan kramp), namun biasanya lebih ringan dari tanda dan gejala pada pria.

Duchenne muscular dystrophy dan Becker's muscular dystrophy disebabkan oleh

mutasi pada gen untuk protein dystrophin dan menyebabkan suatu kelebihan pada enzyme

creatine kinase. Gen dystrophin adalah gen terbanyak kedua pada mamalia(wedantho,2007).

DMD adalah bentuk tersering dari MD dan terutama menyerang anak laki-

laki.Dikarenakan karena kurangnya dystrophin, suatu protein yang mempertahankan

integritas otot. Onsetnya dimulai pada usia 3 dan 5 tahun dan kelainan ini memburuk dengan

cepat. Kebanyakan anak laki-laki yang terkena akan kehilangan kmmampuan berjalan pada

usia 12, dan selanjutnya memerlukan bantuan respirator untuk bernafas. Anak perempuan

pada keluarga memiliki kemungkinan 50% mewarisi dan menurunkan gen yang rusak pada

anak-anak mereka.

Patofisiologi

DMD merupakan kelainan yang diturunkan, dan masing-masing MD mengikuti pola

pewarisan yang berbeda. Tipe yang paling dikenal, Duchenne muscular dystrophy (DMD),

diwariskan dengan pola terkait X resesif, yang berarti bahwa gen yang bermutasi yang

menyebabkan penyakit ini terletak pada kromosom X, dan oleh karenanya terkait seks. Pada

pria satu salinan yang berubah dari gen ini pada masing-masing sel sudah cukup untuk

menyebabkan kelainan ini. [7] Pada wanita mutasinya harus terdapat pada kedua kopi dari

gen untuk menyebabkan gangguan ini (pengecualian yang jarang, pada karier yang

3

Page 4: Referat Dmd

menunjukkan gejala, bisa terjadi karena kompensasi dosis/inaktivasi X). Pada pria oleh

karenanya terkena penyakit terkait X resesif jauh lebih sering dibandingkan wanita.

Penyebab utama proses degeneratif pada DMD kebanyakan akibat delesi pada segmen

gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin pada membran sel otot,

sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebut dalam jaringan otot.

Distrofin merupakan bagian struktural utama dalam otot sebagai penghubung antara

sitoskeleton dan matriks ekstraseluler. Amino-terminus dari distrofin berikatan dengan F-

actin dan karboksil terminus berikatan dengan dystrophin-associated protein complex

(DAPC) pada sarkolemma. DAPC terdiri dari distroglikan, sarkoglikan, integrin and

caveolin, sehingga mutasi pada komponen-komponen tersebut menyebabkan distrofi otot.

DAPC menjadi tidak stabil saat tidak ada distrofin, yang menyebabkan penyusutan jumlah

protein. Selanjutnya hal ini akan merusak serat dan membran otot secara progresif.

Suatu ciri khas dari pewarisan terkait X adalah ayah tidak dapat mewariskan sifat

terkait X pada anak laki-laki meraka. Pada sekitar duapertiga kasus DMD, pria yang terkena

penyakit mewarisi mutasinya dari ibu yang membawa satu salinan gen DMD. Sepertiga yang

lain mungkin diakibatkan karena mutasi baru pada gen ini. Perempuan yang memberi satu

salinan dari satu mutasi DMD mungkin memiliki tanda dan gejala terkait kondisi ini (seperti

kelemahan otot dan kramp), namun biasanya lebih ringan dari tanda dan gejala pada pria.

Duchenne muscular dystrophy dan Becker's muscular dystrophy disebabkan oleh mutasi pada

gen untuk protein dystrophin dan menyebabkan suatu kelebihan pada enzim creatine kinase.

Protein distrofin dikodekan oleh sejumlah gen yang terdiri dari 79 ekson dan 8 promoter yang

diekspresikan pada otot polos, otot jantung, otot lurik dan sedikit pada otak. Distrofin

berperan dalam stabilitas struktural miofibril. Tanpa distrofin, otot akan mudah mengalami

trauma mekanis dan degenerasi karena kemampuan regeneratif mengalami inaktivasi.

Infiltrasi sel inflamasi pada serat otot yang mengalami degenerasi pada DMD tampak

pada biopsi otot. Sebagai penyakit yang progresif, kematian serat otot diakibatkan oleh

makrofag dan penggantian jaringan otot oleh lemak.

Gangguan fungsi distrofin menyebabkan sarkolemma otot menjadi kurang stabil.

Ketidakstabilan ini menyebabkan kerusakan otot, nekrosis, dan fibrosis. Ketiadaan distrofin

akan bermanifestasi pada masalah fisiologis otot berupa kesulitan gerak secara progresif

akibat adanya fragilitas membran miofibril, sehingga terjadi siklus degenerasi dan regenerasi

kronis yang disertai hilangnya potensi regenerasi.

Pada kelainan ini terlihat pseudohipertropi pada betis dan pantat, dimana penderitanya

semua dari golongan umur kanak- kanak. Dalam 10-12 tahun penderita tidak dapat bergerak

4

Page 5: Referat Dmd

lagi dan hidupnya terpaksa di tempat tidur atau di kursi roda. Pada tahap terminal ini seluruh

otot skeletal sudah atrofik.

Penderita DMD pada umumnya meninggal karena kegagalan dalam pernapasan,

biasanya pada akhir usia belasan tahun atau awal dua puluh. Banyak anak-anak lelaki

mempunyai elektrokardiogram abnormal pada usia 18 tahun.

Gambaran Klinik

Pada Duchenne muscular dystrophy, otot fleksor leher, otot ekstensor pinggang, otot

ekstensor panggul, otot quadrisep, otot tibialis anterior, otot biseps, dan otot triseps lebih

banyak mengalami gangguan dibandingkan otot extensor leher, otot flexor panggung, otot

deltoid, otot hamstring, otot gastroknemii, dan otot solei.

Refleks tendon dalam, yang muncul pada kerusakan serat otot yang berlangsung

paralel, mulanya berkurang secara perlahan terus berlanjut sampai hilang. Pada umumnya,

perbesaran otot memberikan gambaran terjadinya peningkatan kekuatan otot. Namun

kenyataannya, pada penyakit DMD terjadi perbesaran gelendong otot disebabkan oleh

infiltrasi lemak dan fibrotik pada otot yang mengalami degenerasi, yang disebut pseudoatrofi.

Kadang-kadang, pseudoatrofi tampak pada otot lengan dan otot lidah. Bagaimanapun,

penjelasan lain menyatakan bahwa pseudohipertrofi merupakan hasil mekanisme kompensasi

dari kelemahan otot.

Gejala dan tanda pada penyakit DMD berdasarkan tahapan perjalanan penyakit

sebagai berikut.

Tahap 1 – Presimptomatik

a. Kreatine kinase biasanya meningkat.

b. Riwayat keluarga biasanya positif.

Tahap 2 – Fase awal berjalan

a. Waddling gait, muncul pada anak usia 2-6 tahun; sering pada gejala klinis pertama pasien

Duchenne muscular dystrophy.

b. Kelemahan progresif terjadi pada otot-otot proximal, terutama ekstremitas bawah, tetapi

selanjutnnya naik ke otot flexor leher, bahu dan lengan.

c. Karena kelemahan otot punggung proximal dan otot ekstremitas, orangtua sering

mengatakan bahwa anak laki-lakinya menekan lututnya sebagai usaha untuk berdiri; dikenal

sebagai tanda Gowers.

Tahap 3 – Fase akhir berjalan

a. Lebih sulit berjalan.

5

Page 6: Referat Dmd

b. Sekitar usia 8 tahun, kebanyakan pasien memperlihatkan kesulitan menaiki tangga dan

kelemahan otot respirasi. Kelemahan ini berlangsung lambat, tetapi pasti.

c. Tidak dapat bangkit dari lantai.

d. Terjadi hipoksia nokturnal seperti letargi dan sakit kepala di pagi hari.

Tahap 4 – Fase awal tidak mampu berjalan

a. Dapat bergerak sendiri untuk beberapa waktu

b. Masih dapat mempertahankan postur tubuh

c. Perkembangan skoliosis

Tahap 5 – Fase akhir tidak mampu berjalan

a. Skoliosis berlangsung progresif, sehingga menjadi bergantung pada kursi roda.

b. Jika kursi roda tidak mampu menolong lagi, gejala berkembang ke arah respirasi terminal

atau gagal jantung, biasanya terjadi pada usia dua puluhan; gizi buruk dapat juga menjadi

komplikasi serius pada seseorang dengan DMD tahap

akhir yang berat.

c. Terbentuk kontraktur otot.

Kadang-kadang terjadi peningkatam enzim fungsi hati (AST, ALT), dan pada

beberapa kasus, kadar serum kreatine kinase dan gamma-glutamyl transferase (GGT) mesti

diteliti lebih awal dibanding biopsi hati.

Kebanyakan anak-anak yang mengalami distrofinopati memiliki IQ < 1 standar

deviasi dibanding populasi umum. Keterampilan intelektual yang rendah seperti bidang

kognitif (gangguan kemampuan diferensiasi, gangguan hiperaktif dengan pengurangan atensi

(ADHD), gangguan obsesi-konvulsif, mental retardasi), tampak pada 30% pasien dengan

distrofinopati. Anak-anak yang menderita DMD mengalami gangguan dalam keterampilan

berbicara dan berpeluang mengalami gangguan proses kompleks informasi verbal.

Secara umum, gejala-gejala yang dapat ditemukan pada DMD adalah sebagai berikut:

1. Kelemahan otot yang progresif bahkan dapat terjadi kehilangan masa otot.

2. Gangguan keseimbangan.

3. Mudah merasa lelah

4. Kesulitan dalam aktivitas motorik

5. Peningkatan lumbal lordosis yang berakibat pada pemendekan otot panggul

6. Sering jatuh

7. Kesulitan berjalan, cara berjalan yang aneh

8. Waddling Gait

9. Deformitas jaringan ikat otot

6

Page 7: Referat Dmd

10. pseudohipertrophy ( mengalami pembesaran pada lidah dan betis), dimana terjadi

pengisisan oleh jar ikat dan jaringan lemak.

11. Mengalami kesulitan belajar

12. Jangkauan gerak terbatas

13. Kontraktur otot (biasanya pada tendon Achilles dan kerusakan otot hamstring) karena

serat otot memendek dan mengalami fibrosis yang muncul pada jaringan ikat.

14. Gangguan respirasi

15. Ptosis

16. Atrofi Gonad

17. Scoliosis

18. Beberapa jenis MD dapat menyerang jantung, menyebabkan cardiomyopathy atau aritmia

Diagnosis

Diagnosis dari DMD didasarkan terutama pada hasil biopsi otot. Dalam beberapa

kasus, suatu tes darah DNA mungkin cukup membantu. Pemeriksaan lainnya yang dapat

membantu antara lain, peningkatan kadar CK serum dan pemeriksaan elektromyografi, yang

konsisten dengan keterlibatan miogenik.

Seringkali, terdapat kehilangan jaringan otot, yang sulit untuk dilihat karena pada

DMD menyebabkan penumpukan jaringan lemak dan jaringan ikat yang membuat otot

tampak lebih besar. Ini disebut dengan pseudohipertrofi.

Tanda dan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis DMD adalah sebagai berikut:

1. Positif Gower Sign menunjukkan banyaknya kerusakan yang lebih pada otot- otot di

ekstremitas bawah. Gowers’ sign adalah suatu gerakan tubuh saatpasien berusaha berdiri

akibat proses degenerasi otot skeletal yang berjalan secara progresif sehinga menyebabkan

kelemahan otot. Pasien memulai untuk berdiri dengan cara kedua lengan dan kedua lutut

menyangga badan (prone position), kemudian kedua lutut diluruskan (bear position),

selanjutnya tubuh ditegakkan dengan bantuan kedua lengan yang berpegangan pada ke dua

lutut dan paha untuk kemudian berdiri tegak (upright position).

2. Creatin Kinase ( CPK – MM ), dimana kadar keratin kinase pada aliran darah tinggi.

Akibat ketiadaan distropin pada pasien DMD, terjadi gangguan permeabilitas membran sel

otot (sarkolemma), sehingga terjadi kebocoran enzim kreatinin fosfokinase (CPK) yang

menyebabkan kadar CPK dalam serum menjadi sangat tinggi.

3. EMG (elektromyografi) menunjukkan kelemahan yang disebabkan oleh kerusakan pada

jaringan otot dibandingkan pada sel syarafnya. Hasil EMG sesuai dengan kelainan miopati,

yaitu terlihat peningkatan frekuensi, penurunan amplitudo dan penurunan aksi potensial

7

Page 8: Referat Dmd

motorik, sedangkan kecepatan hantar saraf adalah normal. DMD merupakan suatu kelainan

miopati.

4. Genetic Testing, dapat menampilkan bahwa kerusakan genetik pada gen Xp21.

5. Biopsy otot (imunohistokimia atau imunobloting), atau bisa juga pemeriksaan genetik

dengan tes darah untuk mengkonfirmasi keberadaan distropin. Terjadi degenerasi otot,

tampak internal nuclei bertambah dan jaringan ikat perimisium dan endomisium meningkat.

Pada pasien DMD terjadi proses degenerasi serabut otot yang digantikan oleh jaringan

fibrofatty akibat ketiadaan distrofin.

Diagnosis Banding

1. Congenital Muscular Dystrophy (CDM)

CMD merupakan penyakit autosomal resesif yang menyebabkan kelemahan berat

pada bagian proksimal tubuh, sejak kelahiran (atau kurang dari 12 bulan) yang berjalan tidak

progresif. Kontraktur merupakan tanda umum dan CNS abnormal dapat terjadi. Biopsi otot

menunjukkan tanda distrofi, termasuk peningkatan dalam endomysial dan perimysial jaringan

ikat; ukuran serat kecil dan imatur.

2. Congenital Myopathies (CM)

CM bercirikan onset sejak awal kehidupan dengan kondisi hipotonia, hiporefleksia,

kelemahan umum yang lebih sering mengenai bagian otot proksimal dan curah otot yang

buruk. Sering disertai dismorfik akibat kelemahan. Relatif tidak progressif.

Hipotonia merupakan tanda utama CM, dengan klinis ketertinggalan; lemah dalam

memfleksikan pinggung, luut dan siku; external rotasi pinggul; kelemahan pada wajah,

lengan dan otot aksial; dan penurunan masa otot.

3. Polymyositis

Polymyositis merupakan miopati inflamasi idiopati yang menyebabkan kelemahan

otot proksimal yang simetris; peningkatan kadar enzim otot lurik dan gambaran

electromyography (EMG) yang khas. Umumnya ditemukan pada pria dewasa.

4. Emery-Dreifuss Muscular Dystrophy

Klinis berupa kelemahan otot yang berjalan lambat dan mengikis distribusi

scapulohumeroperoneal. Kontraktur dini pada siku, mata kaki dan leher belakang. Terjadi

defek konduksi kardiak dan/atau kardiomiopati. Onset biasanya muncul pada usia remaja,

tetapi pada beberapa kondisi dapat terjadi pada neonatus dan bahkan dekade ketiga.

Kelemahan yang muncul pada otot peronela dengan gaya berjalan toe-walking.

5. Facioscapulohumeral Dystrophy (FD)

8

Page 9: Referat Dmd

Klinis berupa kelemahan bahu. Wing-scapula merupakan tanda utama FD. Letak

skapula lebih lateral dibandingkan normal. Skapula akan naik saat abduksi. Otot deltoid

biasanya normal, dan kelemahan abduksi bahu terjadi akibat lemahnya fiksasi skapula.

Kegagalan gerakan menyerong naik pada aksila anterior akibat kelemahan otot pektoralis

mayor.

6. Limb-Girdle Muscular Dystrophy

Onset muncul pada usia dewasa, berupa atropi otot yang berjalan lambat dengan

kelemahan pada distribusi limb-girdle, yang disertai keterlibatan faring dalam memimpin

terciptanya pembicaraan nasal. Tidak terbentuk kontraktur otot, hipertrofi otot, dan gangguan

jantung. Creatine kinase (CK) dalam batas normal.

Kelainan ini merupakan autosomal dominan. Protein yang terlibat berupa myotilin, yang

berkaitan dengan sarkomer. Lokus gen terletak pada 5q31.

Penatalaksanaan

Pemberian kortikosteroid, seperti prednisolon pada pasien DMD dapat

mempertahankan fungsi dan kekuatan otot, serta memperlambat proses degenerasi penyakit.

Mekanisme kortikosteroid dalam memperlambat proses degenerasi otot masih belum jelas.

Efek samping pemberian kortikosteroid adalah peningkatan berat badan, retardasi

pertumbuhan, hirsutisme dan osteoporosis.

Latihan fisik berupa fisioterapi dan pemakaian alat bantu dapat diberikan. Untuk

mencegah kontraktur plantar fleksi yang berpengaruh pada keseimbangan dan cara berjalan,

dapat diberikan latihan stretching heel-cord dan pemakaian ankle foot orthosis (AFO) pada

waktu malam. Tetapi pemakaian alat ortosis atau stretching tidak dapat mencegah terjadinya

kontraktur. Ketika kontraktur tendo achilles bertambah berat dan mempengaruhi ambulasi,

maka dapat dilakukan lengthening tendon achilles.

Pemakaian knee ankle foot orthosis (KAFO) digunakan saat otot quadriceps mulai

lemah yang disertai berkembangnya fleksi kontraktur lutut sehingga membantu pasien untuk

dapat berdiri dan berjalan. Alat tersebut dapat digunakan pada pasien dengan knee flexion

contracture <30°. Pada fleksi kontraktur lutut yang melebihi 30° sampai 40°, tindakan

pembedahan tidak bermanfaat karena tidak akan tercapai koreksi fungsional yang berarti.

Pada pasien DMD biasanya terdapat hipotonia saluran cerna, yang menyebabkan

pengosongan lambung menjadi sulit sehingga memerlukan pemasangan nasogastric tube

untuk aspirasi cairan lambung.

9

Page 10: Referat Dmd

Dengan berjalannya waktu, maka proses degenerasi otot skeletal terus berlangsung,

sehingga pasien akan mengalami masalah multisistem. Fungsi paru akan terus memburuk

setelah fusi spinal karena proses distrofi progresif otot pernafasan, termasuk otot diafragma.

Selain itu dapat terjadi gangguan fungsi jantung. Dalam hal ini latihan respirasi tidak

memberikan keuntungan yang berarti. Bantuan ventilasi dengan menggunakan nasal mask

pada malam hari dengan end-expiratory pressure akan membantu mencegah pneumonia dan

dekompensasi pulmonal. Tanpa dukungan ventilator, pasien biasanya meninggal dalam usia

20 tahun.

Prognosis

Prognosis dari MD bervariasi tergantung dari jenis MD dan progresifitas penyakitnya.

Pada beberapa kasus dapat ringan dan memburuk sangat lambat, edngan kehidupan normal,

sedangkan pada kasus yang lain mungkin memiliki pemburukan kelemahan otot yang

bermakna, disabilitas fungsional dan kehilangan kemampuan berjalan. Harapan hidup dapat

tergantung pada derajat pemburukan dan defisit pernapasan lanjut. Pada Duchenne MD,

kematian biuasanya terjadi pada usia belasan sampai awal 20an.

Prognosis dari DMD sendiri bervariasi tergantung dari progresivitas penyakitnya.

Pada beberapa kasus dapat ringan dan memburuk sangat lambat, dengan kehidupan normal,

sedangkan pada kasus yang lain mungkin memiliki pemburukan kelemahan otot yang

bermakna, disabilitas fungsional dan kehilangan kemampuan berjalan. Harapan hidup dapat

tergantung pada derajat pemburukan dan defisit pernapasan lanjut.

10

Page 11: Referat Dmd

BAB III

KESIMPULAN

Duchenne muscular dystrophy merupakan penyakit kelainan distrofik yang

diwariskan secara X-linked dan hanya mengenai laki-laki, sementara perempuan hanya

sebagai pembawa sifat. Biasanya penderita meninggal dalam dekade ke dua akibat

komplikasi infeksi paru atau payah jantung. Secara klinis pasien DMD tidak mampu berjalan

pada usia sekitar 10 tahun. Tindakan pembedahan dan rehabilitasi, dapat membantu pasien

untuk memperlama fungsi ambulasi serta memberikan rasa nyaman.

Perlu pemberian informasi yang jelas dan konseling genetika mengenai perjalanan

penyakit terhadap pasien dan keluarganya. Diagnosis DMD dapat ditegakkan dengan analisis

DNA untuk mendeteksi delesi gen yang bertanggung jawab terhadap penyandian protein

distrofin. Pemeriksaan immunohistokimia protein distrofin, juga dapat digunakan untuk

menegakkan diagnosis pasti. Penanganan pasien dengan DMD harus dilakukan secara

multidisiplin.

11

Page 12: Referat Dmd

DAFTAR PUSTAKA

1. Wedhanto S, U Siregar. Duchenne Muscular Dystrophy. Maj Kedokt Indon, Volum:

57, Nomor: 9, September 2007.

2. Tachjian MO. Clinical pediatric orthopedic the art of diagnosis and principles of

management. Generalized affection of the muscular skeletal system. Stamfort, CT,

Appleton & Lange; 1997.p.401-3.

3. Muntoni F, Torelli Silvia, Ferlini A. Dystrophin and mutations: one gene, several

proteins, multiple phenotypes. Lancet Neurol 2003;2:731-40.

4. Sussman M. Duchenne Muscular Dystrophy. J Am Acad Orthop Surg 2002;10:138-

51.

5. Mardjono M, S. Priguna. Neurologi Klinis Dasar. 2008: Jakarta. Dian Rakyat.

6. Annonymous. Muscular Dystrophy Types. (Online) 2008. (http://www.news-

medical.net/health/Muscular-Dystrophy-Types.aspx, diunduh 10 Agustus 2012).

7. Nowak K. J., K. E.Davies. Duchenne muscular dystrophy and dystrophin:

pathogenesis and opportunities for treatment. Third in Molecular Medicine Review

Series. EMBO reports Vol 5;No 9: 2004.

12