REFERAT DIFTERI.docx

download REFERAT DIFTERI.docx

of 15

Transcript of REFERAT DIFTERI.docx

  • 8/10/2019 REFERAT DIFTERI.docx

    1/15

    Difteri Anak Page 1

    PATOFISIOLOGI

    DIFTERI PADA ANAK

    PEMBIMBING :

    Dr. Mas Wisnu Wardhana, Sp.A

    Andrew Leonardo Pandjaitan

    030.05.027

    RSUD KOTA BEKASI

  • 8/10/2019 REFERAT DIFTERI.docx

    2/15

    Difteri Anak Page 2

    DIFTERI PADA ANAK

    Andrew Leonardo Pandjaitan

    030.05.027

    RSUD KOTA BEKASI

    PEMBIMBING :

    Dr. Mas Wisnu Wardhana, Sp.A

    ABSTRAK

    Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh

    Corynebacterium diphtheria dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit dan atau

    mukosa.

    Difteri ditularkan dengan cara kontak dengan pasien atau karier melalui droplet (infeksi

    tetesan) ketika batuk, bersin atau berbicara. Muntahan atau debu bisa menjadi media penularan

    (vehicle of transmission). Menurut manifestasi klinisnya difteri terdiri dari difteri hidung, difteritonsil faring, difteri laring, dan difteria kulit, vulvovaginal, konjungtiva, dan telinga. Diagnosis

    tonsilitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan preparat langsung

    kuman yang diambil dari permukaan bawah membran semu dan didapatkan kuman

    Corynebacterum diphteriae. Penyulit difteri dapat terjadi sebagai akibat obstruksi jalan napas,

    aktivitas eksotoksin, ataupun karena infeksi sekunder bakteri lain.

    Pengobatan difteri baik secara umum ataupun sekunder bertujuan menginaktivasi toksin

    yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal,

    mengeliminasi Corynebacterum diphteriae untuk mencegah penularan, serta mengobati infeksi

    penyerta dan penyulit difteria. Imunisasi DPT dan pengobatan carrier dapat membantu dalam

    pencegahan diferi.

    Penanganan yang terlambat pada difteri dapat menyebabkan timbulnya komplikasi

    seperti miokarditis yang dapat mengakibatkan payah jantung atau dekompensasio kordis.

    Prognosis difteria setelah ditemukannya ADS dan antibiotic lebih baik daripada sebelumnya.

    Selain itu prognosis pada difteri juga tergantung terhadap usia penderita, waktu pengobatan

    antitoksin, tipe klinis difteri, dankeadaan umum penderita.

  • 8/10/2019 REFERAT DIFTERI.docx

    3/15

    Difteri Anak Page 3

    ETIOLOGI

    Corynebacterium diphtheria merupakan kuman batang gram positif, tidak bergerak,

    pleomorfik, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, mati pada pemanasan 60C, tahan dalam

    keadaan beku dan kering. Dengan pewarnaan, kuman bisa tampak dalam susunan palisade,

    bentuk L atau V, atau merupakan kelompok dengan formasi mirip huruf Cina. Kuman tumbuh

    secara aerob, bisa dalam media sederhana, tetapi lebih baik dalam media yang mengandung K-

    tellurit atau mediaLoeffler.Pada membran mukosa manusia Corynebacterium diphtheria dapat

    hidup bersama-sama dengan kuman diphtheroid saprofit yang mempunyai morfologi serupa,

    sehingga untuk membedakan kadang-kadang diperlukan pemeriksan khusus dengan cara

    fermentasi glikogen, kanji, glukosa, maltosa, dan sukrosa.

    Secara umum dikenal 3 tipe utama Corynebacterium diphtheria yaitu tipe gravis,

    intermedius dan mitis, namun dipandang dari antigenisitas sebenarnya basil ini merupakan

    spesies yang bersifat heterogen dan mempunyai banyak tipe serologik. Hal ini mungkin bisa

    menjelaskan mengapa pada seorang pasien bisa terdapat kolonisasi lebih dari satu jenis

    Corynebacterium diphtheria.

    Ciri khas Corynebacterium diphtheria adalah kemampuannya memproduksi eksotoksin

    baik in vivo maupun in vitro. Eksotoksin ini merupakan suatu protein dengan berat molekul62.000 dalton, tidak tahan panas / cahaya, mempunyai 2 fragmen yaitu fragmen A (amino-

    terminal) dan fragmen B (karboksi-terminal). Kemampuan suatu strain untuk membentuk /

    memproduksi toksin dipengaruhi oleh adanya bakteriofag, toksin hanya bisa diproduksi oleh

    Corynebacterium diphtheria yang terinfeksi oleh bakteriofag yang mengandung toxigene.

    Gambar I. Corynebacterium diphtheria

  • 8/10/2019 REFERAT DIFTERI.docx

    4/15

    Difteri Anak Page 4

    EPIDEMIOLOGI

    Difteri tersebar luas ke seluruh dunia. Angka kejadian menurun secara nyata setelah

    perang dunia kedua, setelah penggunaan toksoid difteria. Demikian pula terdapat penurunan

    mortalitas yang berkisar 5-10%. Delapan puluh persen kasus terjadi di bawah umur 15 tahun,

    meskipun demikian dalam suatu keadaan wabah, angka kejadian menurut umur tergantung status

    imunitas populasi setempat.

    Faktor sosial ekonomi, pemukiman yang padat, nutrisi yang jelek, terbatasnya fasilitas

    kesehatan, merupakan faktor penting terjadinya penyakit ini. Orang-orang yang berada pada

    risiko tertular difteri meliputi:

    Anak-anak dan orang dewasa yang tidak mendapatkan imunisasi terbaru

    Orang yang hidup dalam kondisi tempat tingal penuh sesak atau tidak sehat

    Orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan

    Siapapun yang bepergian ke tempat atau daerah endemik difteri

    Difteri jarang terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, karena

    telah mewajibkan imunisasi pada anak-anak selama beberapa dekade. Namun, difteri masih

    sering ditemukan pada negara-negara berkembang di mana tingkat imunisasinya masih rendah

    seperti halnya yang saat ini terjadi di Jawa timur.

    Difteri ditularkan dengan cara kontak dengan pasien atau karier melalui droplet (infeksi

    tetesan) ketika batuk, bersin atau berbicara. Muntahan atau debu bisa menjadi media penularan

    (vehicle of transmission).

    Difteria kulit, meskipun jarang dibahas, memegang peranan yang cukup penting secara

    epidemiologik. Pada suatu saat ketika angka kejadian difteria faucialdi beberapa negara mulai

    memudar, difteria kulit dilaporkan meningkat. Hal yang penting bahwa dalam suatu populasi

    tertentu dengan karier kulit dalam proporsi yang cukup tinggi terdapat kekebalan terhadap

    difteriafaucial,namun sebalikya berperan pula dalam terjadinya wabah difterifaucial.Di Indonesia, wabah difteri muncul kembali sejak tahun 2001 di Cianjur, Semarang,

    Tasikmalaya, Garut, dan Jawa Timur dengan case fatality rate (CFR) 11,7-31,9%. Di Jawa

    Timur sejak tahun 2000-2011, tercatat 335 kasus dengan jumlah kematian 11 orang dan pada

    tanggal 10 Oktober 2011 Provinsi Jawa Timur dinyatakan berstatus KLB.

  • 8/10/2019 REFERAT DIFTERI.docx

    5/15

  • 8/10/2019 REFERAT DIFTERI.docx

    6/15

    Difteri Anak Page 6

    perluasan penyakit ke dalam laring atau cabang trakeo-bronkus. Toksin yang diedarkan dalam

    tubuh bisa mengakibatkan kerusakan pada setiap organ, terutama jantung, saraf dan ginjal.

    Antitoksin difteri hanya berpengaruh pada toksin yang bebas atau yang terabsorbsi pada sel,

    tetapi tidak menetralisasi apabila toksin telah melakukan penetrasi ke dalam sel. Setelah toksin

    terfiksasi dalam sel, terdapat masa laten yang bervariasi sebelum timbulnya manifestasi klinis.

    Miokarditis biasanya terjadi dalam 10 - 14 hari, manifestasi saraf pada umumnya terjadi setelah

    3 - 7 minggu. Kelainan patologik yang mencolok adalah nekrosis toksik dan degenerasi hialin

    pada bermacam-macam organ dan jaringan. Pada jantung tampak edema, kongesti, infiltrasi sel

    mononuclear pada serat otot dan sistem konduksi. Apabila pasien tetap hidup, terjadi regenerasi

    otot dan fibrosis interstitial. Pada saraf tampak neuritis toksik dengan degenerasi lemak pada

    selaput myelin. Nekrosis hati bisa disertai gejala hipoglikemik, kadang-kadang tampak

    perdarahan adrenal dan nekrosis tubular akut pada ginjal.

    MANIFESTASI KINIS

    Sebagai faktor primer adalah imunitas pejamu terhadap toksin difteri, virulensi serta

    toksigenitas Corynebacterum diphteriae dan lokasi penyakit secara anatomis. Faktor lain

    termasuk umur, penyakit sistemik penyerta dan penyakit pada daerah nasofaring yang sudah ada

    sebelumnya. Masa inkubasi antara 1-5 hari dengan perjalanan penyakit bersifat insidious

    (perlahan-lahan) dimulai dengan gejala yang tidak spesifik. Difteri mempunyai masa tunas 2 - 6hari. Pasien pada umumnya datang berobat setelah beberapa hari menderita keluhan sistemik.

    Demam jarang melebihi 38,9C dan keluhan serta gejala lain tergantung pada lokalisasi penyakit

    difteri.

    Difteria Hidung

    Difteria hidung pada umumnya menyerupai common cold, dengan gejala klinis pilek

    ringan tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinus

    dan kemudian mukopurulen menyebabkan lecet pada nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan

    tampak membran putih pada daerah septum nasi. Absorsi toksin sangat lambat dan gejala

    sistemik yang timbul tidak nyata sehingga diagnosis lambat dibuat

    Difteria Tonsil Faring

    Gejala difteri tonsil-faring adalah anoreksia, malaise, demam ringan dan nyeri menelan.

    Dalam 1-2 hari kemudian timbul membran yang melekat, berwarna putih kelabu dapat menutup

    tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan pallatum molle atau ke bawah ke laring dan

  • 8/10/2019 REFERAT DIFTERI.docx

    7/15

    Difteri Anak Page 7

    trakea. Dapat terjadi limfadenitis servikalis dan submandibular, bila limfadenitis terjadi

    bersamaan dengan edema jaringan lunak leher yang luas, timbul bullneck. Selanjutnya, gejala

    tergantung dari derajat penetrasi toksin dan luas membran. Pada kasus berat, dapat terjadi

    kegagalan pernapasan atau sirkulasi. Dapat terjadi paralisis palatum molle baik unilateral

    maupun bilateral, disertai kesukaran menelan dan regurgitasi. Stupor, koma, kematian bisa

    terjadi dalam 1 minggu sampai 10 hari.

    Pada kasus sedang, penyembuhan terjadi berangsur-angsur dan bisa disertai penyulit

    miokarditis atau neuritis. Pada kasus ringan membran akan terlepas dalam 7-10 hari dan

    biasanya terjadi penyembuhan sempurna.

    Gambar III. Pseuomembran dan bull neck

    Difteria Laring

    Difteria laring biasanya merupakan perluasan difteri faring. Pda difteri primer gejala

    toksik kurang nyata, oleh karena mukosa laring mempunyai daya serap toksin yang rendah

    dibandingkan mukosa faring sehingga gejala obstruksi saluran nafas atas lebih mencolok. Gejala

    klinis difteri laring sukar untuk dibedakan dengan tipe infectius croupsyang lain, seperti nafasbunyi, stridor yang progresif, suara parau dan batuk kering. Pada obstruksi laring yang berat

    terdapat retraksi suprasternal, interkostal dan supraklavikular. Bila terjadi pelepasan membran

    yang menutup jalan nafas bisa terjadi kematian mendadak.

    Pada kasus berat, membran dapat meluas ke percabangan trakeobrongkial.Apabila

    difteria laring terjadi sebagai perluasan dari difteria faring, maka gejala yang tampak merupakan

    campuran gejala obsruksi dan toksemia

  • 8/10/2019 REFERAT DIFTERI.docx

    8/15

    Difteri Anak Page 8

    Difteria Kulit, Vulvovaginal, Konjungtiva, dan Telinga

    Difteria Kulit, Vulvovaginal, Konjungtifa dan Telinga merupakan tipe difteria yang tidak

    lazim (unusual). Difteria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada

    dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Difteria pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa

    kemerahan, oedem dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna

    dengan sekret purulen dan berbau.

    DIAGNOSIS KERJA

    DIFTERI PADA ANAK

    Harus dibuat atas dasar pemeriksaan klinis oleh karena penundaan pengobatan akan

    membahayakan jiwa penderita. Penentuan kuman difteri dengan sediaan langsung kurang dapat

    dipercaya. Cara yang lebih akurat adalah dengan identifikasi secara fluorescent antibody

    technique, namun untuk ini diperlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi

    Corynebacterum diphteriae dengan pembiakan pada media Loeffler, dilanjutkan dengan test

    oksinogenesitas secara in vivo (marmut) dan in vitro (tes Elek).

    Cara Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat membantu menegakkan diagnosis difteri

    dengan cepat, namun pemeriksaan ini mahal dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk

    penggunaan secara luas.

    Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaanpreparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah membran semu dan didapatkan

    kuman Corynebacterum diphteriae.

    KRITERIA DIAGNOSIS

    Anamnesis

    Kontak dengan penderita difteri

    Suara serak Stridor dan tanda lain obstruksi jalan nafas

    Demam tak begitu tinggi

    Pemeriksaan Fisik

    Tonsilitis, faringitis, rinitis

    Limfadenitis servikal + edema jaringan lunak leher (bullneck)

    Sangat penting untuk dignosis ditemukannya membran pada tempat infeksi yang

    berwarna putih keabu-abuan, mudah berdarah bila diangkat

  • 8/10/2019 REFERAT DIFTERI.docx

    9/15

    Difteri Anak Page 9

    Laboratorium

    Hitung leukosit darah tepi dapat

    Kadang-kadang timbul anemia

    Protein likuor pada neuritis difteria sedikit

    Urea N darah pada nekrosis tubular akut dapat

    Diagnosis pasti ; Kuman difteria pada sediaan langsung / biakan (+)

    DIAGNOSIS BANDING

    Difteria Hidung : rhinorrhea (common cold, sinusitis, adenoiditis), benda asing dalam

    hidung,snuffles(lues kongenital)

    Difteria Faring : tonsilitis membranosa akut yang disebabkan oleh Streptokokus

    (tonsilitis akut,septic sore throat), mononukleosis infeksiosa, tonsilitis membranosa non-

    bakterial, tonsilitis herpetika primer, moniliasis, blood dyscrasia,pasca tonsilektomi.

    Difteria Laring : laringitis, dapat menyerupai infectious croups yang lain yaitu

    spasmodic croup, angioneurotic edemapada laring, dan benda asing dalam laring.

    Difteria Kulit : impetigo dan infeksi kulit yang disebabkan oleh streptokokus dan

    stafilokokus.

    PENYULIT

    Penyulit difteri dapat terjadi sebagai akibat inflamasi lokal atau akibat aktivitas

    eksotoksin. Maka penyulit difteria dapat dikelompokkan dalam :

    1.

    Obstruksi jalan nafas

    Disebabkan oleh karena tertutup jalan nafas oleh membran difteri atau oleh karena edema

    pada tonsil, faring, daerah sub mandibular dan servikal.

    2. Efek eksotoksin

    Dampak eksotoksin dapat bermanifestasi pada jantung berupa miokarditis yang dapat

    terjadi baik pada difteria ringan maupun berat dan biasanya terjadi pada pasien yang

    terlambat mendapat pengobatan antitoksin. Penyulit pada jantung berupa miokardiopati

    toksik bisa terjadi pada minggu ke-2, tetapi bisa lebih dini (minggu pertama) atau lebih

    lambat (minggu ke-6). Manifestasinya bisa berupa takikardi, suara jantung redup, bising

    jantung, atau aritmia. Bisa pula terjadi gagal jantung. Kelainan pemeriksaan

    elektrokardiogram dapat berupa elevasi segmen ST, perpanjangan interval PR, dan heart

    block.

  • 8/10/2019 REFERAT DIFTERI.docx

    10/15

    Difteri Anak Page 10

    Penyulit pada saraf (neuropati) biasanya terjadi lambat, bersifat bilateral, terutama

    mengenai saraf motorik dan sembuh sempurna. Kelumpuhan pada palatum molle pada

    minggu ke-3, suara menjadi sengau, terjadi regurgitasi nasal, kesukaran menelan. Paralisis

    otot mata biasanya pada minggu ke-5, meskipun dapat terjadi antara minggu ke-5 dan ke-7.

    Paralisis ekstremitas bersifat bilateral dan simetris disertai hilangnya deep tendon

    reflexes, peningkatan kadar protein dalam cairan serebrospinal. Hal ini dapat menyebabkan

    kematian apabila tidak dibantu dengan ventilator mekanik. Bila terjadi kelumpuhan pada

    pusat vasomotor dapat terjadi hipotensi dan gagal jantung.

    3. Infeksi sekunder dengan bakteri lain.

    Setelah penggunaan antibiotika secara luas, penyulit ini sudah sangat jarang.

    PENATALAKSANAAN

    Tujuan pengobatan adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya,

    mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi

    Corynebacterum diphteriae untuk mencegah penularan, serta mengobati infeksi penyerta dan

    penyulit difteria.

    Umum

    Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok negatif 2kali berturut-turut. Pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2 - 3 minggu.

    Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2 - 3 minggu atau lebih lama bila terjadi miokrditis

    Oksigen bila sesak nafas

    Pemberian cairan serta diet makanan lunak yang mudah dicerna dengan kalori tinggi

    Khusus pada difteria laring dijaga agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara

    dengan menggunakan humidifier.

    Trakeostomi pada kasus dengan obstruksi saluran nafas berat

    Prednisone 11,5 mg/kgbb/hari, peroral, tiap 68 jam pada kasus berat selama 14 hari.

    Khusus

    1. Antitoksin : Anti Diphtheria Serum (ADS)

    Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteri. Sebelumnya harus

    dilakukan tes kulit atau tes konjungtiva dahulu. Oleh karena pada pemberian ADS terdapat

    kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik, maka harus tersedia larutan Adrenalin 1 : 1000 dalamsemprit. Tes kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml ADS dalam larutan garam fisiologis 1 :

  • 8/10/2019 REFERAT DIFTERI.docx

    11/15

    Difteri Anak Page 11

    1000 secara intrakutan. Tes positif bila dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm. Tes

    konjungtiva dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan serum 1 : 10 dalam garam faali. Pada

    mata yang lain diteteskan garam faali. Tes positif bila dalam 20 menit tampak gejala hiperemis

    pada konjungtiva bulbi dan lakrimasi.

    Bila tes kulit / konjungtiva positif, ADS diberikan dengan cara desensitisasi (Besredka). Bila

    tes hipersensitivitas tersebut di atas negatif, ADS harus diberikan sekaligus secara intravena.

    Dosis serum anti difteri ditentukan secara empiris berdasarkan berat penyakit, tidak tergantung

    pada berat badan penderita, dan berkisar antara 20.000-120.000 KI. Dosis ADS di ruang Menular

    Anak RSUD Dr. Soetomo disesuaikan menurut derajat berat penyakit sebagai berikut :

    20.000 KI i.m. untuk difteri ringan (hidung, kulit, konjungtiva).

    40.000 KI i.v. untuk difteri sedang (pseudomembran terbatas pada tonsil, difteri laring).

    100.000 KI i.v. untuk difteri berat (pseudomembran meluas ke luar tonsil, keadaan anak

    yang toksik, disertai "bullneck", disertai penyulit akibat efek toksin).

    Literatur lain mengatakan dosis yang diberikan seperti :

    Difteri hidung / faring ringan 40.000 U

    Difteri faring 60.00080.000 U

    Difteri faring berat / laring / dengan bull neck 100.000120.000 U

    Pemberian ADS secara intravena dilakukan secara tetesan dalam larutan 200 ml dalam waktu

    kira-kira 4-8 jam. Pengamatan terhadap kemungkinan efek samping obat dilakukan selama

    pemberian antitoksin dan selama 2 jam berikutnya. Demikian pula perlu dimonitor terjadinya

    reaksi hipersensitivitas lambat (serum sickness).

    2. Antibiotik

    Bukan sebagai pengganti antitoksin, melainkan untuk menghentikan produksi toksin.

    Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/BB/hari selama 7-10 hari atau 25.00050.000 U/kgbb/hari

    intra muscular, tiap 12 jam selama 14 hari atau bila hasil biakan 3 hari berturut-turut negative (-).

    Bila alergi bisa diberikan eritromisin 40 - 50 mg/kg/hari, di bagi dalam 4 dosis maksimal 2gr/

    hari, peroral atau intravena, tiap 6 jam selama 14 hari.

    3. Kortikosteroid

    Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan obat ini pada difteri. Di Ruang

    Menular Anak RSUD Dr. Soetomo, kortikosteroid diberikan kepada penderita dengan gejalaobstruksi saluran nafas bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.

  • 8/10/2019 REFERAT DIFTERI.docx

    12/15

    Difteri Anak Page 12

    Pengobatan penyulit

    Pengobatan terutama ditujukan terhadap menjaga agar hemodinamika penderita tetap

    baik oleh karena penyulit yang disebabkan oleh toksin pada umumnya reversibel.

    Pengobatan Carrier

    Carrier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai reaksi Schick

    negatif tetapi mengandung basil difteri dalam nasofaringnya. Pengobatan yang dapat diberikan

    adalah penisilin oral atau suntikan, atau eritromisin selama satu minggu. Mungkin diperlukan

    tindakan tonsilektomi / adenoidektomi

    Pengobatan yang diberikan adalah Penisilin 100 mg/kgBB/hari oral / suntikan, atau

    eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama satu minggu.

    PENCEGAHAN

    Umum

    Kebersihan dan pengetahuan tentang bahaya penyakit ini bagi anak-anak. Pada umumnya

    setelah menderita penyakit difteri kekebalan penderita terhadap penyakit ini sangat rendah

    sehingga perlu imunisasi.

    Khusus

    Terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.

    Kekebalan pasif :

    Diperoleh secara transplasental dari ibu yang kebal terhadap difteri (sampai 6 bulan) dan

    suntikan antitoksin (sampai 2-3 minggu).

    Kekebalan aktif :

    Diperoleh setelah menderita aktif yang nyata atau inapparent infection serta imunisasi

    toksoid difteri.

    Imunisasi

    Imunisasi DPT merupakan vaksin mati, sehingga untuk mempertahankan kadar antibodi

    menetap tinggi di atas ambang pencegahan, kelengkapan ataupun pemberian imunisasi ulangan

    sangat diperlukan. Imunisasi DPT lima kali harus dipatuhi sebelum anak berumur 6 tahun.

    Apabila belum pernah mendapat DPT, diberikan imunisasi primer DPT tiga kali dengan

    interval masing-masing 4 minggu. Apabila imunisasi belum lengkap segera dilengkapi (lanjutkan

  • 8/10/2019 REFERAT DIFTERI.docx

    13/15

    Difteri Anak Page 13

    dengan imunisasi yang belum diberikan, tidak perlu diulang), dan yang telah lengkap imunisasi

    primer (< 1 tahun) perlu dilakukan imunisasi DPT ulangan 1x.

    Waktu pasien dipulangkan :

    DPT 0,5 ml, i.m, untuk anak < 7 tahun

    DT 0,5 ml, i.m, untuk anak 7 tahun

    Test kekebalan :

    Schick test : Menentukan kerentanan (suseptibilitas) terhadap difteri. Tes dilakukan dengan

    menyuntikan toksin difteri (dilemahkan) secara intrakutan. Bila tidak terdapat kekebalan

    antitoksik akan terjadi nekrosis jaringan sehingga test positif.

    Moloney test: Menentukan sensitivitas terhadap produk kuman difteri. Tes dilakukan dengan

    memberikan 0,1 ml larutan fluid difteri toxoid secara suntikan intradermal. Reaksi positif

    bila dalam 24 jam timbul eritema >10 mm. Ini berarti bahwa :

    o pernah terpapar pada basil difteri sebelumnya sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas.

    o pemberian toksoid difteri bisa mengakibatkan timbulnya reaksi yang berbahaya.

    Semua anak yang kontak dengan penderita harus dilakukan pemeriksaan sediaan

    langsung dari hidung dan tenggorok.

    Bila hasil (-)

    Eritromisin 40 50 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis, maksimal 2 gr/hari, peroral, selama 7

    hari

    Imunisasi DPT / DT pada anak yang belum pernah diimunisasi, ulangan pada anak yang

    telah mendapatkan imunisasi.

    Bila hasil (+)

    Pada anak tanpa gejala (karier) : Eritromisin 40 50 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis,

    maksimal 2 gr/hari, peroral, tiap 6 jam selama 7 hari

    Imunisasi DPT / DT pada anak yang belum pernah diimunisasi, ulangan pada anak yang

    telah mendapatkan imunisasi.

    Selama pemberian obat anak harus diawasi ketat. Bila menunjukkan gejala segera

    dirawat.

  • 8/10/2019 REFERAT DIFTERI.docx

    14/15

    Difteri Anak Page 14

    KOMPLIKASI

    Laringitis difteri dapat berlangsung cepat, membran semu menjalar ke laring dan

    menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda pasien makin cepat timbul komplikasi ini.

    Miokarditis dapat mengakibatkan payah jantung atau dekompensasio kordis. Kelumpuhan otot

    palatum molle, otot mata untuk akomodasi, otot faring serta otot laring sehingga menimbulkan

    kesulitan menelan, suara parau dan kelumpuhan otot-otot pernafasan. Albuminuria sebagai

    akibat dari komplikasi ke ginjal

    PROGNOSIS

    Prognosis difteria setelah ditemukannya ADS dan antibiotic lebih baik daripada

    sebelumnya. Sebelum adanya antitoksin dan antibiotika, angka kematian mencapai 30-50 %.

    Dengan adanya antibiotik dan antitoksin maka kematian menurun menjadi 5-10% dan sering

    terjadi akibat miokarditis. Di Indonesia pada daerah kantong yang belum terjamah imunisasi

    masih dijumpai kasus difteria berat dengan prognosis buruk. Bila antitoksin diberikan pada hari

    pertama, angka kematian pada penderita kurang dari 1%, namun dengan penundaan lebih dari

    hari ke-6 akan menyebabkan angka kematian meningkat sampai 30%. Menurut Krugman,

    kematian mendadak pada kasus difteria dapat disebabkan oleh karena :

    1. obstruksi jalan napas mendadak diakibatkan oleh terlepasnya membran difteri,

    2.

    adanya miokarditis dan gagal jantung3. paralisis diafragma sebagai akibat neuritis nervus nefrikus.

    Anak yang pernah menderita miokarditis atau neuritis sebagai penyulit difteria, pada

    umumnya akan sembuh sempurna tanpa gejala sisa; walaupun demikian pernah dilaporkan

    kelainan jantung yang menetap.

    Prognosa tergantung pada :

    1. Usia penderita

    Makin rendah makin jelek prognosa. Kematian paling sering ditemukan pada anak-anak

    kurang dari 4 tahun dan terjadi sebagai akibat tercekik oleh membran difteri.

    2.

    Waktu pengobatan antitoksin

    Sangat dipengaruhi oleh cepatnya pemberian antitoksin

    3. Tipe klinis difteri

    Mortalitas tertinggi pada difteri faring-laring (56,8%) menyusul tipe nasofaring(48,4%)

    dan faring (10,5%)

    4. Keadaan umum penderita

    Prognosa baik pada penderita dengan gizi baik

  • 8/10/2019 REFERAT DIFTERI.docx

    15/15

    Difteri Anak Page 15

    1.