Referat CME

25
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul “Cystoid Macular Edema” yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan di bagian Ilmu Penyakit Mata RSU dr. Slamet Garut. Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. dr. Hj. Elfi Hendriati, Sp.M selaku kepala SMF dan konsulen di bagian Ilmu Penyakit Mata RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun. 2. dr. H. Syahruddin Hasyamin, Sp.M selaku konsulen di bagian Ilmu Penyakit Mata RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun. 3. dr. Laila Wahyuni, Sp.M selaku konsulen di bagian Ilmu Penyakit Mata RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun. 4. Para perawat di poliklinik mata yang telah banyak membantu penyusun dalam kegiatan klinik sehari-hari. 5. Orang tua dan keluarga yang tidak pernah berhenti memberi kasih sayang, mendoakan dan memberi dukungan kepada penyusun. 1

description

cystoid macular disease

Transcript of Referat CME

Page 1: Referat CME

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan

referat dengan judul “Cystoid Macular Edema” yang disusun dalam rangka memenuhi

persyaratan kepaniteraan di bagian Ilmu Penyakit Mata RSU dr. Slamet Garut.

Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. dr. Hj. Elfi Hendriati, Sp.M selaku kepala SMF dan konsulen di bagian Ilmu Penyakit

Mata RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu

kepada penyusun.

2. dr. H. Syahruddin Hasyamin, Sp.M selaku konsulen di bagian Ilmu Penyakit Mata

RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada

penyusun.

3. dr. Laila Wahyuni, Sp.M selaku konsulen di bagian Ilmu Penyakit Mata RSU dr.

Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun.

4. Para perawat di poliklinik mata yang telah banyak membantu penyusun dalam kegiatan

klinik sehari-hari.

5. Orang tua dan keluarga yang tidak pernah berhenti memberi kasih sayang, mendoakan

dan memberi dukungan kepada penyusun.

6. Teman-teman sejawat yang telah banyak memberikan inspirasi dan dukungannya.

Penyusun menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, untuk itu penyusun

mengharapkan kritik serta saran. Semoga dengan adanya referat ini dapat bermanfaat dan

menambah pengetahuan bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Garut, 3 September 2015

Penulis

1

Page 2: Referat CME

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………1

DAFTAR ISI..................................................................................................................................2

I.PENDAHULUAN………………………………………………………………………………3

II.ANATOMI……………………………………………………………………………………..4

III.FISIOLOGI…………………………………………………………………………………..6

IV.CYSTOID MACULAR EDEMA……………………………………………………………8

1. Definisi…………………………………………………………………………………….8

2. Etiologi…………………………………………………………………………………….8

3. Faktor Risiko………………………………………………………………………………9

4. Patofisiologi……………………………………………………………………………….9

5. Manifestasi Klinis………………………………………………………………………..11

6. Diagnosis…………………………………………………………………………………12

7. Tatalaksana………………………………………………………………………………13

8. Prognosis…………………………………………………………………………………15

DAFTAR PUSTAKA………………...…………………………………………………………16

2

Page 3: Referat CME

I. Pendahuluan

Cystoid macular edema adalah akumulasi cairan pada plexiform luar (Henle’s)

dan lapisan nuklear dalam retina, berpusat pada foveola. Yang merupakan penyakit

makula yang memiliki etiologi yang berbeda.2

Penyebab CME bisa dibagi menjadi dua macam berdasarkan ada atau tiadanya

kebocoran pembuluh darah retina pada flouresensi angiografi.

Dengan kebocoran pembuluh darah retina: retinopati diabetik, oklusi cabang vena

retina, pseudofakia atau afakia CME, uveitis intermediate atau idiopatik retina

telengiektasis.

Tanpa kebocoran pembuluh darah retina: retinitis pigmentosa, stadium awal macular

hole, makulopati asam nikotin dan pada asosiasi dengan neovaskularisasi koroid.2

Cystoid macular oedema diketahui sebagai komplikasi pembedahan intraokular.

Namun, patofisiologinya belum diketahui sepenuhnya. Hal ini bisa diukur dengan

berbagai cara, termasuk flouresensi angiografi atau optical coherence tomografi

(OCT).3

Insiden CME pada operasi katarak yang berjalan lancar adalah 0,1%-2,4%.

Setelah operasi katarak yang rumit (ie, ruptur kapsul posterior dengan atau tanpa

vitreous loss atau setelah laser capsulotomy), risikonya meningkat 10 kali sampai

21% selama sebulan pertama. Pada pasien dengan penyakit sistemik seperti diabetes

mellitus, CME dilaporkan terjadi sampai dengan 28,6% kasus setelah operasi katarak

dalam satu tahun pertama post operasi.3

3

Page 4: Referat CME

II. Anatomi Retina

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang

melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang

ke anterior hamper sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi

yang tidak rata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang

garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal. Permukaan luar retina

sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga

berhubungan dengan membrane Bruch, koroid, dan sclera. Di sebagian besar tempat,

retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah hingga terbentuk suatu ruang

subretina, seperti yang terjadi pada ablasi retina. Namun pada diskus optikus dan ora

serrate, retina dan epitel pigmen retina saling melekat kuat sehingga perluasan cairan

subretina pada ablasi retina dapat dibatasi. Hal ini berlawanan dengan ruang

subkoroid yang dapat terbentuk antara koroid dan sclera, yang meluas ke taji sclera.

Dengan demikian, ablasi koroid akan meluas melampaui ora serrate, di bawah pars

plana dan pars plicata. Lapisan-lapisan epitel pada permukaan dalam corpus ciliare

dan permukaan posterior iris merupakan perluasan retina dan epitel pigmen retina ke

anterior. Permukaan dalam retina berhadapan dengan vitreus.

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut: (1)

membrane limitans interna; (2) lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel

ganglion yang berjalan menuju nervus opticus; (3) lapisan sel ganglion; (4) lapisan

pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin

dan sel bipolar; (5) lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar, amakrin, dan

horizontal; (6) lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sel bipolar dan

sel horizontal dengan fotoreseptor; (7) lapisan inti luar sel fotoreseptor; (8) membrane

limitans eksterna; (9) lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut;

dan (10) epitel pigmen retina. Lapisan dalam membrane Bruch sebenarnya

merupakan membrane basalis epitel pigmen retina.

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrate dan 0,56 mm pada kutub posterior.

Ditengah-tengah retina posterior terdapat macula berdiameter 5,5-6 mm, yang secara

klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah

retina temporal. Daerah ini ditetapkan oleh ahli anatomi sebagai area centralis, yang

4

Page 5: Referat CME

secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh

darah retina temporal. Daerah ini ditetapkan oleh ahli anatomi sebagai area centralis,

yang secara histologis merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel

ganglionnya lebih dari satu lapis. Macula lutea secara anatomis didefiniskan sebagai

daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal kuning-xantofil. Fovea

yang berdiameter 1,5 mm ini merupakan zona avascular retina pada angiografi

flouresens. Secara histologis, fovea ditandai sebagai daerah yang mengalami

penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. Hal ini terjadi karena

akson-akson sel fotoreseptor berjalan miring (lapisan serabut Henle) dan lapisan-

lapisan retina yang lebih dekat dengan permukaan dalam retina lepas secara

sentrifugal. Di tengah macula, 4 mm lateral dari diskus optikus, terdapat foveola yang

berdiameter 0,25 mm, yang secara klinis tampak jelas dengan oftalmoskop sebagai

cekungan yang menimbulkan pantulan khusus. Foveola merupakan bagian retina

yang paling tipis (0,25 mm) dan hanya mengandung fotoreseptor kerucut. Gambaran

histologis fovea dan foveola ini memungkinkan diskriminasi visual yang tajam;

foveola memberikan ketajaman visual yang optimal. Ruang ektraselular retina yang

normalnya kosong cenderung paling besar di macula. Penyakit yang menyebabkan

penumpukan bahan ekstrasel secara khusus dapat mengakibatkan penebalan daerah

ini (edema macula).

Retina menerima darah dari dua sumber: koriokapilaris yang berada tepat di luar

membrane Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform

luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-

cabang dari arteria centralis retinae, yang mendarahi dua pertiga dari retina. Fovea

seluruhnya didarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tak dapat

diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan

endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel

pembuluh koroid berlubang-lubang. Sawar darah-retina sebelah luar terletak setinggi

lapisan epitel pigmen retina.1

5

Page 6: Referat CME

III. Fisiologi Retina

Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai alat optic,

suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan

kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls

saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital.

Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut meningkat ke

pusat macula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan sel batang lebih

tinggi ke perifer. Di foveola, terdapat hubungan hamper 1:1 antara fotoreseptor

kerucut, sel ganglionnya, dan serat-serat saraf yang keluar, sedangkan di retina

perifer, sejumlah fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama. Fovea

berperan pada resolusi spasial (ketajaman penglihatan) dan penglihatan warna yang

baik, keduanya memerlukan pencahayaan ruang yang terang (penglihatan fotopik)

dan paling baik di foveola; sementara retina sisanya terutama digunakan untuk

penglihatan gerak, kontras, dan penglihatan malam (skotopik).

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik yang

avascular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali

proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, suatu

pigmen penglihatan yang fotosensitif dan terbenam di dalam diskus bermembran

ganda pada fotoreseptor segmen luar. Pigmen ini tersusun atas dua komponen, sebuah

protein opsin dan sebuah kromofor. Opsin dalam rhodopsin adalah scotopsin, yang

terbentuk dari tujuh heliks transmembrane. Opsin tersebut mengelilingi kromofornya,

retinal, yang merupakan turunan dari vitamin A. Saat rhodopsin menyerap foton

cahaya, 11-cis-retinal akan mengalami isomerisasi menjadi all-trans-retinal dan

akhirnya menjadi all-trans-retinol. Perubahan bentuk ini akan mencetuskan terjadinya

kaskade penghantar kedua (secondary messenger cascade). Puncak absorbsi cahaya

oleh rhodopsin terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang merupakan

daerah biru-hijau pada spectrum cahaya. Penelitian-penelitian sensitivitas spectrum

fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak absorbsi panjang gelombang, berturut-

turut untuk sel kerucut sensitive-biru, -hijau, dan –merah, pada 430, 540, dan 575 nm.

Fotopigmen sel kerucut terdiri atas 11-cis-retinal yang terikat pada protein opsin

selain scotopsin.

6

Page 7: Referat CME

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor batang. Dengan

bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warna-

warnanya tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap

cahaya, sensivitas spectrum retina bergeser dari puncak dominasi rhodopsin 500 nm

ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu objek akan berwarna apabila

objek tersebut secara selektif memantulkan atau menyalurkan sinar dengan panjang

gelombang tertentu dalam kisaran spectrum cahaya tampak (400-700 nm).

Penglihatan siang hari (fotopik) terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut,

senjakala (mesopik) oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan malam (skotopik)

oleh fotoreseptor batang.

Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan penting dalam proses

penglihatan. Epitel ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor,

transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif

antara koroid dan retina. Membrane basalis sel-sel epitel pigmen retina membentuk

lapisan dalam membrane Bruch, yang juga tersusun atas matriks ekstraseluler khusus

dan membrane basalis koriokapilaris sebagai lapisan luarnya. Sel-sel epitel pigmen

retina mempunyai kemampuan terbatas dalam melakukan regenerasi.1

7

Page 8: Referat CME

IV. Cystoid Macular Edema

IV.1. Definisi

Cystoid macular edema adalah akumulasi cairan pada plexiform luar (Henle’s) dan

lapisan nuklear dalam retina, berpusat pada foveola. Yang merupakan penyakit

makula yang memiliki etiologi yang berbeda.2

Cystoid macular oedema diketahui sebagai komplikasi pembedahan intraokular.

Namun, patofisiologinya belum diketahui sepenuhnya. Hal ini bisa diukur dengan

berbagai cara, termasuk flouresensi angiografi atau optical coherence tomografi

(OCT).3

Pseudofakia cystoid macular edema (CME) merupakan penyebab kehilangan

penglihatan pasca operasi katarak yang tak terduga. Patogenesis CME masih belum

diketahui, peningkatan permeabilitas vaskular akibat mediator inflamasi berperan

penting. Berbagai faktor pra operasi dan pasca operasi yang diusulkan untuk

meningkatkan CME setelah operasi katarak; trauma iris atau ruptur kapsul posterior,

kehilangan vitreous, retinopati diabetes, oklusi vena retina, membran epiretinal, atau

uveitis adalah beberapa dari faktor.4

IV.2. Etiologi

Setelah berbagai jenis pembedahan mata (termasuk fotokoagulasi laser dan

kryoterapi). (Puncak kejadian setelah operasi katarak kira-kira 6 sampai 10 minggu;

kejadian meningkat dengan komplikasi operasi termasuk vitreous sampai pada luka,

prolapse iris, dan hilangnya vitreous). Selain itu dapat juga disebabkan karena

retinopati diabetik, CRVOs dan BRVOs, uveitis, retinitis pigmentosa, tetes topical

(contohnya: epinephrine, dipivefrin, dan latanoprost), khususnya pada pasien yang

telah menjalani operasi katarak.5

Selain itu, CME dapat juga disebabkan oleh retinal vaskulitis, retinal telangiektases,

ARMD, tumor intraokular, hipertensi sistemik, collagen-vascular disease, surface-

wrinkling retinopati, autosomal dominant CME, pseudo-CME [tidak ada penolakan

pada IVFA (makulopati asam nikotin digunakan untuk terapi hiperkolesterolemia).5

Penyebab CME bisa dibagi menjadi dua macam berdasarkan ada atau tiadanya

kebocoran pembuluh darah retina pada flouresensi angiografi.

8

Page 9: Referat CME

Dengan kebocoran pembuluh darah retina: retinopati diabetik, oklusi cabang vena

retina, pseudofakia atau afakia CME, uveitis intermediate atau idiopatik retina

telengiektasis.

Tanpa kebocoran pembuluh darah retina: retinitis pigmentosa, stadium awal macular

hole, makulopati asam nikotin dan pada asosiasi dengan neovaskularisasi koroid.2

IV.3. Faktor risiko

1. Implantasi AC-IOL sekunder pada mata tanpa kapsul posterior berkaitan dengan

kira-kira 30% insiden CME.

2. Mata dengan semiflexible, loop-tertutup AC-IOL meningkatkan risiko persisten

pada CME yang dapat berkembang dalam beberapa bulan atau terkadang sampai

beberapa tahun setelah implantasi. Pasien ini awalnya mengalami gejala yang

berkaitan dengan inflamasi intraocular kronis, terdiri dari nyeri, penglihatan

berfluktuasi dan fotofobia. Selanjutnya penurunan endotel, peningkatan tekanan

intraokular, deposit inflamasi pada IOL, vitritis anterior, dan CME.

3. Ketika kapsulotomi primer dilakukan dengan cara ECCE, insiden CME post

operasi meningkat hingga empat kali lipat. Apabila kapsulotomi tertunda 6 bulan atau

lebih, maka risiko CME akan menurun secara signifikan.

4. Kehilangan vitreus pada saat ekstraksi katarak berkaitan dengan peningkatan

insiden CME, terlepas dari teknik operasi.

5. Penyakit vaskular sistemik, seperti hipertensi atau diabetes, meningkatkan risiko

CME.

6. Pasien dengan CME pada salah satu mata meningkatkan risiko pengembangan

pada mata sebelahnya, bahkan setelah ekstraksi katarak simple.2

IV.4. Patofisiologi

Patogenesis yang tepat dari CME masih belum jelas. CME terjadi ketika kelebihan

cairan terakumulasi dalam retina makula. Hal ini diduga terjadi gangguan pada blood

retina barrier (BRB). Angiografi fluorescein di mata normal menunjukkan

penghalang utuh serta pewarna tetap dalam pembuluh darah dan tidak bocor ke dalam

jaringan retina. Secara khusus, zona avaskular di makula tetap gelap tanpa jalan

keluar dari pewarna. Ketika BRB rusak, cairan terakumulasi dalam retina baik intra

dan ekstrasel (Yanoff et al 1984).

9

Page 10: Referat CME

Akumulasi cairan ekstraseluler mengganggu fungsi sel dan arsitektur retina. Sel

Muller berperan penting dalam bertindak sebagai pompa metabolisme yang menjaga

makula tetap dehidrasi. Namun, akumulasi cairan intraseluler dalam sel Müller juga

dapat terjadi di CME dan mengurangi fungsi retina makula. Tarikan vitreous berperan

seperti yang ditunjukkan oleh temuan Hirokawa dan rekan (1985) yang menunjukkan

bahwa mata uveitis dengan detachement vitreous lengkap cenderung memiliki lebih

sedikit makula perubahan dibandingkan mata tanpa detachement vitreous lengkap.

Hikichi dan Trempe (1993) melaporkan 116 mata dengan uveitis dan menunjukkan

pentingnya sebuah vitreous melekat: itu hadir di 78% dari mata dengan CME vs 22%

dari mata tanpa CME. Di mata dengan uveitis, kerusakan integritas BRB hasil

kebocoran pewarna selama angiografi fluorescein yang terakumulasi di daerah

makula, sering dengan karakteristik suatu penampilan petalloid.

Banyak sitokin sel-T yang berbeda telah terdeteksi di kedua cairan intraokular mata

meradang dan biopsi dari jaringan okular terlibat dan sitokin seperti interferon-γ,

interleukin-2, interleukin-10, dan tumor necrosis Faktor-α merupakan kunci dalam

generasi inflamasi intraokular (Wakefield dan Lloyd 1992). Inflamasi lainnya

mediator seperti prostaglandin dan kemokin disekresikan oleh berbagai jenis sel yang

terlibat dalam peradangan mata dan juga mediator inflamasi penting di mata.

Meskipun faktor memulai untuk sebagian besar bentuk uveitis di pria yang tidak

diketahui, timbulnya proses inflamasi di model eksperimental uveitis terkait dengan

masuknya limfosit sel-T, terutama dari CD4+ subtype (Lightman dan Chan 1990).

Dalam model eksperimental uveitis, kuantitatif sensitive teknik telah menunjukkan

bahwa integritas BRB dilanggar pada saat yang sama bahwa sel-sel T masuk ke mata,

menunjukkan bahwa sel T bertanggung jawab untuk kerusakan ini (Lightman dan

Greenwood 1992). Apakah sel T spesifik seseorang disekresikan sitokin secara

langsung bertanggung jawab untuk ini tidak diketahui dan kemungkinan bahwa

banyak yang mampu merusak BRB. Data dari model eksperimental juga

menunjukkan bahwa BRB dapat rusak ke derajat variabel dan secara merata di

sepanjang dinding pembuluh darah (Lightman et al 1987). Lebih parah kerusakan di

satu daerah dapat memungkinkan makromolekul protein besar ke dalam retina,

sedangkan di daerah terdekat kerusakan kurang parah memungkinkan di zat terlarut

10

Page 11: Referat CME

dengan berat molekul hanya rendah. Ini daerah fokus BRB breakdown dapat menutup

dengan cepat dan lainnya daerah maka mungkin terlibat. Mekanisme yang tepat

memungkinkan lewatnya cairan dan molekul dalam retina tidak diketahui, tetapi

mungkin terjadi melalui rute transelular bukan melalui persimpangan ketat. Sebagai

resolusi proses inflamasi terjadi, produksi sitokin oleh sel T berkurang, BRB tidak

lagi terganggu, dan masuknya cairan abnormal ke retina berhenti. Penglihatan baik

dipulihkan ketika cairan intraretinal tersisa dihapus dan integritas normal dari BRB

dipulihkan. Namun, jika edema adalah kerusakan permanen kronis atau sangat parah

ke makula sel retina dapat terjadi, dengan penipisan retina dan fibrosis, bahwa

resolusi tersebut dari cairan edema mungkin tidak mengakibatkan kembalinya

penglihatan normal (Guex-OSC 1999).

Misalnya, mata dengan endoftalmitis bakteri atau jamur sering ditandai hilangnya

penglihatan karena CME telah berhasil diobati.6

Kira-kira 20% pasien yang menjalani fakoemulsifikasi sederhana atau ekstraksi

extrakapsular dengan angiografi dapat dibuktikan dengan CME. Namun, penurunan

ketajaman penglihatan hanya terlihat pada 1% dari pasien. Jika ekstraksi katarak

diperberat oleh ruptur kapsula posterior dan kehilangan vitreous, trauma iris berat

atau tarikan vitreous pada luka, maka insiden akan semakin tinggi (sampai 20%)

gejala klinis CME nyata, yang tidak berhubungan dengan keberadaan AC-IOL.

Gejala klinis signifikan CME biasanya terjadi antara 3-12 minggu post operasi, tetapi

pada beberapa contoh onsetnya terhambat selama beberapa bulan atau beberapa tahun

setelah operasi. Resolusi spontan dari CME dengan peningkatan penglihatan terjadi

dalam 3-12 bulan pada 80% pasien. Operasi katarak pada pasien katarak terjadi

peningkatan yang dramatis pre-existing macular edema diabetic mengarah pada hasil

fungsi penglihatan yang buruk. Hal ini bisa dicegah dan diatasi dengan fotokoagulasi

laser sebelum operasi. Penelitian membandingkan antara fakoemulsifikasi dengan

ekstraksi katarak ekstrakapsular pada pasien dengan diabetes tidak ada perbedaan

insiden.6

IV.5. Manifestasi klinis

Gejala termasuk penurunan tajam penglihatan yang diikuti dengan edema retina,

hilangnya sensitivitas kontras dan penglihatan warna, metamorphopsia yang dapat

11

Page 12: Referat CME

didemonstrasikan dengan bagan Amsler, mikropsia, dan skotoma sentral. Kebocoran

pada angiografi flourescein tidak berkorelasi dengan penurunan tajam penglihatan.5

IV.6. Diagnosis

Gambaran kebocoran kapiler perifoveal pada flouresensi terdapat pada 60% pasien

yang melakukan ektraksi katarak.7

Flourescein angiography: penumpukan pewarna pada lapisan luar plexiform retina,

dengan pengaturan radial dari serat pusat foveola (lapisan Henle), yang bertanggung

jawab atas pola “kelopak bunga”. Kebocoran dari pewarna ke daerah parafoveal

dimulai pada saat fase arteriovenous pada angiogram. Titik pusat kebocoran

kemudian menyatu menjadi pola “kelopak bunga” pada akhir fase arteriovenous.2

Optical coherence

tomography (OCT)

merupakan metode baru

untuk resolusi tinggi

gambaran cross-sectional

untuk mengukur

perubahan pada z-plane

(kedalaman retina).

Metode ini menggunakan cahaya near-infrared untuk mengetahui perubahan pada

refleksi antar muka optikal dengan metode low-coherence interferometry.

Keuntungan OCT adalah non-invasif, nyaman, dan aman apabila digunakan berulang.

12

Page 13: Referat CME

OCT berguna untuk menunjukkan ketebalan retina pada pasien macular oedema,

macular holes atau epiretinal membranes, dengan reproduktifitas dan pengulangan

tingkat tinggi. OCT dapat menunjukkan perubahan kistik dan peningkatan ketebalan

retina pada pasien CME. OCT berguna untuk mengetahui dan konfirmasi CME

setelah operasi katarak, OCT berguna untuk mengetahui perubahan halus pada

ketebalan retina. Pengukuran ketebalan retina dengan OCT bisa saja berpengaruh

pada status lensa.8

IV.7. Tatalaksana

Tatalaksana sering tidak memuaskan dan tergantung dari penyakit yang

mendasarinya. Pilihan tatalaksana yang dapat berguna pada kasus tertentu:

1. Fotokoagulasi laser: digunakan pada kasus vascular.

2. Systemic carbonic anhydrase inhibitors: digunakan untuk tatalaksana CME yang

berhubungan dengan ekstraksi katarak, uveitis intermediate, dan kasus yang

berhubungan dengan retinitis pigmentosa.

13

Page 14: Referat CME

3. Steroid: diberikan sistemik atau injeksi sub-Tenon periakular posterior, dapat

berguna pada uveitis intermediate dan ekstraksi katarak.(kanski)

Kebanyakan kasus akan sembuh secara spontan dalam waktu 6 bulan dan tidak

memerlukan terapi khusus. CME dengan durasi kurang dari 6 bulan biasanya tidak

menyebabkan lamellar hole formation.

Terapi dengan acetazolamide oral 500 mg/hari selama 2 minggu, diikuti dengan 250

mg/ hari selama 2 minggu dan dosis perawatan harian 125 mg sering efektif

menyebabkan resolusi CME dan meningkatkan ketajaman visual. Pasien intolerans

acetazolamide bisa diterapi dengan dichlorphenamide.

Pada kasus persisten, steroid bermanfaat meskipun efeknya transien. Terapi inisial

dengan topical steroid setiap 2 jam selama 3 minggu. Jika tidak ada perbaikan, injeksi

posterior sub-tenon steroid jangka panjang seperti methylprednisolone

(depomedrone) atau triamcinolone (kenalog) harus diberikan.

Jika terapi steroid tidak berhasil pada mata dengan adhesi vitreous pada insisi katarak,

maka dilakukan upaya dengan merusak adhesi dengan laser YAG.

Jika kedua pengobatan dan terapi YAG gagal, maka vitreous harus dibuang dari

segmen anterior dengan vitreous cutter.

Pembuangan IOL perlu dipertimbangkan jika tampaknya akan memberi kontribusi

atau memperburuk inflamasi intraocular. Ini berlaku untuk iris-supported dan AC-

IOLS.2

Tujuh puluh persen kasus CME post katarak akan sembuh dengan sendiri dalam

kurun waktu 6 bulan; CME diterapi apabila menyebabkan penurunan penglihatan.

1. Terapi penyakit yang mendasari.

2. Topical NSAID; e.g. ketorolac selama 3 bulan (NSAID topical lainnya belum

diterima untuk CME).

3. Hentikan terapi topical epinephrine, dipivefrin atau tetes xalatan dan pengobatan

yang mengandung asam nikotinik.

4. Pertimbangkan acetazolamide, 500 mg p.o., tertutama untuk pasien post operasi

dan untuk pasien uveitis.

5. Tatalaksana lainnya yang belum diterima efikasinya tetapi digunakan:

- Sistemik NSAID (indomethacin 25mg p.o., selama 6 minggu)

14

Page 15: Referat CME

- Topical steroid (prednisolone acetate 1%, selama 3 minggu, lalu tapering off

selama 3 minggu); untuk hasil maksimal jika digunakan bersamaan dengan ketorolac.

- Sistemik steroid (prednisone 40 mg p.o., selama 5 hari, lalu tapering off selama 2

minggu)

- Steroid subtenon (methylprednisolone 80 mg/mL, dalam 0,5 mL).5

IV.8. Prognosis

CME biasanya self-limiting dan sembuh secara spontan dalam 3-4 bulan. Tergantung

etiologi, perbaikan edema bisan dibantu dengan menggunakan terapi medikamentosa

ataupun operasi. Apabila edema kronik (lebih dari 6-9 bulan) kerusakan permanen

pada fotoreseptor dan penipisan retina dan fibrosis dapat terjadi.5

15

Page 16: Referat CME

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D, Asbury T, Riordan-Eva P, Whitcher J., 2015. Vaughan & Ashbury’s

Oftalmologi Umum -17th ed. Jakarta: EGC.

2. Kanski, Jack J., 1997. Clinical Opthalmology. Windsor: Great Britain by Buttler &

Tanner Ltd, Frome and Whelir.

3. Heinzelmann S, Maier P, Böhringer D, et al. Br J Ophthalmol 2015;99:98-102.

4. Oh, Jong-Hyun et al. ‘Vitreous Hyper-Reflective Dots In Optical Coherence Tomography

And Cystoid Macular Edema After Uneventful Phacoemulsification Surgery’. PLoS ONE

9.4 (2014): e95066.

5. Kunimoto D, Kanitkar K, Makar M., 2004. The Wills Eye Manual. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins.

6. Rotsos T. Cystoid macular edema. OPTH. 2008;:919.

7. Miller, Stephen J. H., 1984. Parson’s Disease of The Eye. London: Churcill Livingstone

Edinburgh London Melbourne and New York.

8. Ching H, Wong A, Wong C, Woo D, Chan C. Cystoid Macular Oedema and Changes in

Retinal Thickness after Phacoemulsification with Optical Coherence Tomography. Eye.

2005;20(3):297-303.

16