Referat Bedah Gumilang Mega

39
BAB I PENDAHULUAN Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah urologi 1 . Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hiperplasia prostat 2 . Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi 7 . Saat ini terdapat pilihan tindakan non operatif seiring dengan kemajuan teknologi dibidang urologi, sehingga merupakan suatu pilihan alternatif untuk penderita muda, kegiatan seksual aktif, gangguan obstruksi ringan, high risk operasi dan pada penderita yang menolak operasi 7,8,9 . 1

description

bedah referat

Transcript of Referat Bedah Gumilang Mega

Page 1: Referat Bedah Gumilang Mega

BAB I

PENDAHULUAN

Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna

pada populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam

bidang bedah urologi1.

Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi

pria diatas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang.

Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79

tahun mengalami hiperplasia prostat2.

Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran

kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara

mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif)

sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi7.

Saat ini terdapat pilihan tindakan non operatif seiring dengan kemajuan

teknologi dibidang urologi, sehingga merupakan suatu pilihan alternatif untuk

penderita muda, kegiatan seksual aktif, gangguan obstruksi ringan, high risk

operasi dan pada penderita yang menolak operasi7,8,9.

1

Page 2: Referat Bedah Gumilang Mega

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering

diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut . Istilah BPH atau benign

prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu

terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat1.

Hiperplasia Prostat Benigna atau Benign Prostate Hyperplasia (BPH) adalah

pembesaran kelenjar prostat yang dapat menyumbat uretra pars prostatika dan

menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli – buli.2

II. ANATOMI

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh

kapsul fibromuskuler yang terletak disebelah inferior vesika urinaria,

mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada

disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal

pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang

lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.2

Gambar 1: Anatomi Prostat

2

Page 3: Referat Bedah Gumilang Mega

Gambar 2. Posisi Zona Perifer dan Transisional

Gambar 3: Gambar potongan melintang

3

Page 4: Referat Bedah Gumilang Mega

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :

1. Lobus medius

2. Lobus lateralis (2 lobus)

3. Lobus anterior

4. Lobus posterior

Menurut konsep terbaru kelenjar prostat merupakan suatu organ campuran

terdiri atas berbagai unsur glandular dan non glandular. Mc Neal membagi

prostat menjadi lima daerah/ zona tertentu yang berbeda yaitu:2

1. Zona Anterior atau Ventral

Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma

fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

2. Zona Perifer

Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar

prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal

karsinoma terbanyak.

3. Zona Sentralis.

Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus

tengah meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap

inflamasi.

4. Zona Transisional.

Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai

kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu

kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma

fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperplasia (BPH).

5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra

Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar

abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal. Prostat mempunyai

kurang lebih 20 duktus yang bermuara dikanan dari verumontanum

dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Disebelah depan didapatkan

4

Page 5: Referat Bedah Gumilang Mega

ligamentum pubo prostatika, disebelah bawah ligamentum triangulare

inferior dan disebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers. Fascia

denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan

prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara

longgar dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum.

Antara fascia endopelvik dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan

jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.

Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :

1. Kapsul anatomi

2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler

3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian,

a. Bagian luar disebut kelenjar prostat sebenarnya.

b. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga

sebagai adenomatous zone

c. Disekitar uretra disebut periurethral gland. Pada BPH kapsul pada

prostat terdiri dari 3 lapis :

kapsul anatomis

kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar

prostat yang sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk

kapsul.

kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara

bagian dalam (inner zone) dan bagian luar (outer zone) dari

kelenjar prostat

sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional;

sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.2

III. EPIDEMIOLOGI

Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang

ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami

peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada

5

Page 6: Referat Bedah Gumilang Mega

peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an.

Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasi.3

Pada usia 60 tahun, nodul pembesaran prostat terlihat pada sekitar 60%,

tetapi gejala baru dikeluhkan pada sekitar 30-40%, sedangkan pada usia 80

tahun nodul terlihat pada sekitar 90% yang sekitar 50% diantaranya sudah

mulai memberikan gejala.4

IV. ETIOLOGI

Beberapa hipotesis yang menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan

peningkatan kadar DHT dan proses aging. Beberapa hipotesisnya antara lain:

(1) teori DHT (dihidrotestoteron), (2) adanya ketidakseimbangan antara

estrogen-testosteron, (3) interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4)

berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) teori stem sel.3

Teori DHT

DHT atau dihidrotestoteron adalah metabolit androgen yang sangat

penting pada pertumbuhan sel kelenjar prostat. DHT dihasilkan dari reaksi

perubahan testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5alfa reduktase

dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan

dengan respetor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti

sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang

menstimulasi pertumbuhan sel prostat.3

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH

tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada

BPH, aktivitas enzim 5alfa-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih

banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih

sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi

dibandingkan dengan prostat normal. 3

Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan

kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen :

6

Page 7: Referat Bedah Gumilang Mega

testosteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam

prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat

dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan

hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, menurunkan

jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua

keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat

rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada

mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih

besar.3

Interaksi stroma-epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan

sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma

melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma

mendapatkan stiimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis

suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel epitel secara

parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel

maupun sel stroma.4

Berkurangnya kematian sel prostat

Program apoptosis pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik

untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis

terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang

mengalami apoptosis akan difagosit oleh sel-sel disekitarnya kemudian

didegradasi oleh lisosom.4

Pada jaringan normal terdapat keseimbangan antara laju proliferasi

sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai

pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang

mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang

mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara

7

Page 8: Referat Bedah Gumilang Mega

keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan

massa prostat.4

Teori stem sel

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu

dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prosta dikenal suatu stem sel,

yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif.

Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen,

sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada

kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel

pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem

sehingga terjadi produksi berlebih sel stroma maupun sel epitel.4

V. PATOFISIOLOGI

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars

prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan

peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli

harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-

menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi

otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.

Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan

pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS)

yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin

meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase

dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga

terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan

ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan

pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli

ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus

8

Page 9: Referat Bedah Gumilang Mega

akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke

dalam gagal ginjal.2,3

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya

gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik

ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan

mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine

(obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot

polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor.

Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot

polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari

stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh

komponen mekanik.2,3

VI. GEJALA KLINIS

Gejala hiperplasia prostat menurut Boyarsky dkk pada tahun 1977

dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif.

Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars

prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot

detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama saehingga

kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)

2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)

3. Miksi terputus (Intermittency)

4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder

emptying).5

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat

masih tergantung tiga faktor yaitu :

1. Volume kelenjar periuretral

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Kekuatan kontraksi otot detrusor

9

Page 10: Referat Bedah Gumilang Mega

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala

obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan

elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi

apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor

maka gejala obstruksi belum dirasakan.

Pemeriksaan derajat beratnya obstruksi prostat dapat diperkirakan

dengan cara mengukur :

a. Residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan.

Sisa urin ini dapat dihitung dengan pengukuran langsung yaitu dengan

cara melakukan kateterisasi setelah miksi spontan atau ditentukan

dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan

dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada

orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total

sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari

100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan

intervensi pada penderita prostat hipertrofi.5

b. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu

dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi

berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflowmetri yang menyajikan

gambaran grafik pancaran urin. Untuk dapat melakukan pemeriksaan

uroflow dengan baik diperlukan jumlah urin minimal di dalam vesika

125 sampai 150 ml. Angka normal untuk flow rata-rata (average flow

rate) 10 sampai 12 ml/detik dan flow maksimal sampai sekitar 20

ml/detik. Pada obstruksi ringan flow rate dapat menurun sampai

average flow antara 6-8 ml/detik, sedang maksimal flow menjadi 15

mm/detik atau kurang. Dengan pengukuran flow rate tidak dapat

dibedakan antara kelemahan detrusor dengan obstruksi infravesikal.5

Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga

mengganggu faal ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan

10

Page 11: Referat Bedah Gumilang Mega

urolithiasis. Tindakan untuk menentukan diagnosis penyebab obstruksi

maupun menentukan kemungkinan penyulit harus dilakukan secara teratur.5

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang

tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas

otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada

vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.,

gejalanya ialah6 :

1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi) (P/UI)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus.

Secara klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :

Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml

Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing 50 - 100 ml

Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih

bagian atas + sisa urin > 100 ml

Grade IV : Retensi urin total7

Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk

menentukan derajat berat keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu sesuai

dengan besarnya volume prostat. Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah

bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya lebih dirasakan pada malam

hari. Sering miksi pada malam hari disebut nocturia, hal ini disebabkan oleh

menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga menurunnya tonus

spingter dan uretra6.

Gejala obstruksi biasanya lebih disebabkan oleh karena prostat dengan

volume besar. Apabila vesica menjadi dekompensasi maka akan terjadi

retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam

vesica, hal ini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaan

ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita

tidak mampu lagi miksi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi dan

11

Page 12: Referat Bedah Gumilang Mega

pada suatu saat vesica tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan

intravesica akan naik terus dan apabila tekanan vesica menjadi lebih tinggi

daripada tekanan spingter akan terjadi inkontinensia paradoks (over flow

incontinence).6

Retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya refluk vesico uretra dan

meyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelviokalises ginjal dan akibat tekanan

intravesical yang diteruskam ke ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak dan

terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada infeksi.

Disamping kerusakan tractus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi

kronik penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi, maka tekanan

intra abdomen dapat menjadi meningkat dan lama kelamaan akan

menyebabkan terjadinya hernia dan hemoroid. 6

Akibat terdapatnya banyak sisa urin dalam vesica maka dapat terbentuk

batu endapan didalam vesica dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan

menimbulkan hematuri. Disamping pembentukan batu, retensi kronik dapat

pula menyebabkan terjadinya infeksi sehingga terjadi systitis dan apabila

terjadi refluk dapat terjadi juga pielonefritis.6

VII. DIAGNOSIS

Anamnesis

Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau

wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang

dideritanya. Anamnesis itu meliputi.6

1. Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah

mengganggu

2. Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah

mengalami cedera, infeksi, atau pembedahan)

3. Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual

4. Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan

keluhan miksi

12

Page 13: Referat Bedah Gumilang Mega

5. Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan

pembedahan

Salah satu panduan yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan

adanya gejala obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International

Prostate Symptom Score (IPSS). Skor ini berguna untuk menilai dan memantau

keadaan pasien BPH. Analisis gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-

masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35. Selain 7

pertanyaan di atas, di dalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan

tunggal mengenai kualitas hidup (quality of life atau QoL). Kuesioner IPSS

dibagikan kepada pasien dan diharapkan pasien mengisi sendiri tiap-tiap

pertanyaan. Keadaan pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang

diperoleh adalah sebagai berikut. 6,7

1. Skor 0-7 : bergejala ringan

2. Skor 8-19 : bergejala sedang

3. Skor 20-35 : bergejala berat.

13

Page 14: Referat Bedah Gumilang Mega

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat

penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang

keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya

kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba

prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan6,7 :

a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

b. Adakah asimetris

c. Adakah nodul pada prostate

d. Apakah batas atas dapat diraba

e. Sulcus medianus prostate

f. Adakah krepitasi

14

Page 15: Referat Bedah Gumilang Mega

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat

kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak

didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat

keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris.

Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria

bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi

pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.

Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah

inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia

eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang

lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa

navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di

daerah meatus.6,7

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi

penuh dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan

kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis.6,7

Pemeriksaan laboratorium

a. Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria

dan hematuria. BPH yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran

kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi,

di antara-nya: karsinoma buli-buli in situ atau striktura uretra, pada

pemeriksaan urinalisis menunjuk-kan adanya kelainan. Untuk itu pada

kecuri-gaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan

kultur urine, dan kalau terdapat kecurigaan adanya karsinoma buli-buli

perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah

mengalami retensi urine dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis

15

Page 16: Referat Bedah Gumilang Mega

tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria maupun

eritostiruria akibat pemasangan kateter. 6,7

b. Pemeriksaan fungsi ginjal

Obstruksi infravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada

traktus urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal

akibat BPH terjadi sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal

menyebabkan resiko terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering

dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas

menjadi enam kali lebih banyak.6,7

c. PSA

Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit

dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti: (a) pertumbuhan

volume prostat lebih cepat, (b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urine

lebih jelek, dan (c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut. Pertumbuhan

volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA.6,7

Pemeriksaan pencitraan

a. Foto polos abdomen (BNO)

Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan

misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih

juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma

prostat.6,7

b. Pielografi Intravena (IVP)

pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras

(filling defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung

distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked

fish).

16

Page 17: Referat Bedah Gumilang Mega

mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa

hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli

– buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli – buli.6,7

foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin6,7

c. Sistogram retrograd

Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin,

maka sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi. 6,7

d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS)6,7

deteksi pembesaran prostat

mengukur volume residu urin

e. MRI atau CT jarang dilakukan 6,7

Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam –

macam potongan.

Pemeriksaan lain

a. Uroflowmetri

Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin

ditentukan oleh :

daya kontraksi otot detrusor

tekanan intravesica

resistensi uretra

Angka normal laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak

laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran

melemah menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15

ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin

yang dihasilkan.6,7

b. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)

Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan

uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah

obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk

membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran

17

Page 18: Referat Bedah Gumilang Mega

dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka

sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.6,7

c. Pemeriksaan Volume Residu Urin

Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan

cara sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur

berapa volume urin yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga

diperiksa (meskipun kurang akurat) dengan membuat foto post voiding

atau USG.5,6,7

VIII. PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup

pasien. Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan,

keadaan pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan

oleh penyakitnya.7

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk

menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO prostate

symptom score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan

pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap

dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan

WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul

obstruksi.8

Selain itu, derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I - IV digunakan

untuk menentukan cara penanganan. Pada penderita dengan derajat satu

biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan

pengobatan secara konservatif. Pada penderita dengan derajat dua sebenarnya

sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai

sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection

(TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan

operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan

18

Page 19: Referat Bedah Gumilang Mega

konservatif. Pada derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi

yang cukup berpengalaman melakukan TUR oleh karena biasanya pada derajat

tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat

sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka

sebaiknya dilakukan operasi terbuka. Pada hiperplasia prostat derajat empat

tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita

dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang

sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk

melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TUR P atau

operasi terbuka.7,8

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala,

meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi

yang berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk

hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade

terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai

keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat

gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran

kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya

kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk : 7,8

1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat

2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor

Pilihannya adalah mulai dari: (1) tanpa terapi (watchful waiting), (2)

medikamentosa, dan (3) terapi intervensi. Di Indonesia, tindakan Transurethral

Resection of the prostate (TURP) masih merupakan pengobatan terpilih untuk

pasien BPH. 8

19

Page 20: Referat Bedah Gumilang Mega

1. Observasi (Watchful waiting)

Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun

dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat

memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan banyak minum dan

mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi

konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli buli

(kopi atau cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang

mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan

(5) jangan menahan kencing terlalu lama. Setiap 6 bulan, pasien diminta

untuk datang kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang perubahan

keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran urine, maupun

volume residual urine. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada

sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain. 7,8

2. Medikamentosa

Pasien BPH bergejala biasanya memerlukan pengobatan bila telah

mencapai tahap tertentu. Pada saat BPH mulai menyebabkan perasaan

yang mengganggu, apalagi membahayakan kesehatannya,

direkomendasikan pemberian medikamentosa. Dalam menentukan

pengobatan perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu dasar pertimbangan

terapi medikamentosa, jenis obat yang digunakan, pemilihan obat, dan

evaluasi selama pemberian obat. Perlu dijelaskan pada pasien bahwa harga

obat-obatan yang akan dikonsumsi tidak murah dan akan dikonsumsi

dalam jangka waktu lama.8

Dengan memakai skoring IPSS dapat ditentukan kapan seorang

pasien memer-lukan terapi. Sebagai patokan jika skoring >7 berarti pasien

perlu mendapatkan terapi medikamentosa atau terapi lain.8

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1)

mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau

20

Page 21: Referat Bedah Gumilang Mega

(2) mengurangi volume prostat sebagai komponen statik. Jenis obat yang

digunakan adalah8,9,10:

1. Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa:

a. preparat non selektif: fenoksibenzamin

b. preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin,

dan indoramin

c. preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin,

terazosin, dan tamsulosin

2. Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride

3. Fitofarmaka

a. Antagonis reseptor adrenergik-α

Pengobatan dengan antagonis adrenergik-α bertujuan menghambat

kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher

buli-buli dan uretra. Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergik-α

non selektif yang pertama kali diketahui mampu memperbaiki laju

pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Namun obat ini tidak

disenangi oleh pasien karena menyebab-kan komplikasi sistemik yang

tidak diharapkan, di antaranya adalah hipotensi postural dan menyebabkan

penyulit lain pada sistem kardiovaskuler7,8,9.

Diketemukannya obat antagonis adrener-gik- α1 dapat mengurangi

penyulit sistemik yang diakibatkan oleh efek hambatan pada-α2 dari

fenoksibenzamin.9 Beberapa golongan obat antagonis adrenergik α1 yang

selektif mempu-nyai durasi obat yang pendek (short acting) di antaranya

adalah prazosin yang diberikan dua kali sehari, dan long acting yaitu,

terazosin, doksazosin, dan tamsulosin yang cukup diberikan sekali sehari.

21

Page 22: Referat Bedah Gumilang Mega

Dibandingkan dengan plasebo, antagonis adrenergik-α terbukti

dapat memperbaiki gejala BPH, menurunkan keluhan BPH yang

mengganggu, meningkatkan kualitas hidup (QoL), dan meningkatkan

pancaran urine.13 Rata-rata obat golongan ini mampu memperbaiki skor

gejala miksi hingga 30-45% atau 4-6 poin skor IPSS dan Qmax hingga 15-

30% dibandingkan dengan sebelum terapi Perbaikan gejala meliputi

keluhan iritatif maupun keluhan obstruktif sudah dirasakan sejak 48 jam

setelah pemberian obat. Golongan obat ini dapat diberikan dalam jangka

waktu lama dan belum ada bukti-bukti terjadinya intoleransi dan

takhipilaksis sampai pemberian 6- 12 bulan7,8,10.

Dibandingkan dengan inhibitor 5α reduktase, golongan antagonis

adrenergik-α lebih efektif dalam memperbaiki gejala miksi yang

ditunjukkan dalam peningkatan skor IPSS, dan laju pancaran urine.

Dibuktikan pula bahwa pemberian kombinasi antagonis adrenergik-α

dengan finasteride tidak berbeda jika dibandingkan dengan pemberian

antagonis adrenergik-α saja. Sebelum pemberian antagonis adrenergik-α

tidak perlu memperhatikan ukuran prostat serta memperhatikan kadar

PSA; lain halnya dengan sebelum pemberian inhibitor 5-α reduktase7,10.

Berbagai jenis antagonis adrenergik α menunjukkan efek yang

hampir sama dalam memperbaiki gejala BPH. Meskipun mempu-nyai

efektifitas yang hampir sama, namun masing masing mempunyai

tolerabilitas dan efek terhadap sistem kardiovaskuler yang berbeda. Efek

terhadap sistem kardiovaskuler terlihat sebagai hipotensi postural,

dizzines, dan asthenia yang seringkali menyebabkan pasien menghentikan

pengobatan.13 Doksazosin dan terazosin yang pada mulanya adalah suatu

obat antihipertensi terbukti dapat memperbaiki gejala BPH dan

menurunkan tekanan darah pasien BPH dengan hipertensi. Sebanyak 5-

20% pasien mengeluh dizziness setelah pemberian doksazosin maupun

terazosin, < 5% setelah pemberian tamsulosin, dan 3-10% setelah

pemberian plasebo. Hipotensi postural terjadi pada 2-8% setelah

22

Page 23: Referat Bedah Gumilang Mega

pemberian doksazosin atau terazosin dan kurang lebih 1% setelah

pemberian tamsulosin atau plasebo. Dapat dipahami bahwa penyulit

terhadap sistem kardiovasuler tidak tampak nyata pada tamsulosin karena

obat ini merupakan antagonis adrenergik α yang superselektif, yaitu hanya

bekerja pada reseptor adrenergik-α1A. Penyulit lain yang dapat timbul

adalah ejakulasi retrograd yang dilaporkan banyak terjadi setelah

pemakaian tamsulosin, yaitu 4,5-10% dibandingkan dengan plasebo 0-

1%7,8.

Lepor menyebutkan bahwa efektifitas obat golongan antagonis

adrenergik-α tergantung pada dosis yang diberikan, yaitu makin tinggi

dosis, efek yang diinginkan makin nyata, namun disamping itu komplikasi

yang timbul pada sistem kardiovaskuler semakin besar. Untuk itu sebelum

dilakukan terapi jangka panjang, dosis obat yang akan diberikan harus

disesuaikan dahulu dengan cara meningkat-kannya secara perlahan-lahan

(titrasi) sehingga diperoleh dosis yang aman dan efektif. Dikatakan bahwa

salah satu kelebihan dari golongan antagonis adrenergik-α1A (tamsulosin)

adalah tidak perlu melakukan titrasi seperti golongan obat yang lain.

Tamsulosin masih tetap aman dan efektif walaupun diberikan hingga 6

tahun9.

b. Inhibitor 5 α-redukstase

Finasteride adalah obat inhibitor 5-α reduktase pertama yang

dipakai untuk mengobati BPH. Obat ini bekerja dengan cara menghambat

pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron, yang dikatalisis

oleh enzim 5 α- redukstase di dalam sel-sel prostat. Beberapa uji klinik

menunjukkan bahwa obat ini mampu menurunkan ukuran prostat hingga

20-30%, meningkatkan skor gejala sampai 15% atau skor AUA hingga 3

poin, dan meningkatkan pancaan urine. Efek maksimum finasteride dapat

terlihat setelah 6 bulan. Pada penelitian yang dilakukan oleh McConnell et

al (1998) tentang efek finasteride terhadap pasien BPH bergejala,

23

Page 24: Referat Bedah Gumilang Mega

didapatkan bahwa pemberian finasteride 5 mg per hari selama 4 tahun

ternyata mampu menurunkan volume prostat, meningkatkan pancaran

urine, menurunkan kejadian retensi urine akut, dan menekan kemungkinan

tindakan pembedahan hingga 50%. Finasteride digunakan bila volume

prostat >40 cm3. Efek samping yang terjadi pada pemberian finasteride ini

minimal, di antaranya dapat terjadi impotensia, penurunan libido,

ginekomastia, atau timbul bercak-bercak kemerahan di kulit. Finasteride

dapat menurunkan kadar PSA sampai 50% dari harga yang semestinya

sehingga perlu diperhitungkan pada deteksi dini kanker prostat7,8,9,10

c. Fitofarmaka

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk

memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik

tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat

fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan

fitoterapi bekerja sebagai: anti-estrogen, antiandrogen, menurunkan kadar

sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth

factor (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan

metabolisme prostaglandin, efek anti-inflam-masi, menurunkan outflow

resistance, dan memperkecil volume prostat. Di antara fito-terapi yang

banyak dipasarkan adalah: Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis

rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya. 7,9

IX. KOMPLIKASI

Apabila VU menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena

produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat VU tidak mampu

menampung urin sehingga tekanan intra-vesika meningkat, dapat timbul

hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat

jika terjadi infeksi. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu

endapan dalam VU. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan

24

Page 25: Referat Bedah Gumilang Mega

hematuria. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi

refluks dapat terjadi pielonefritis. Pada waktu miksi pasien harus mengedan

sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan hernia atau hemoroid1,2.

Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, BPH dapat

menimbulkan komplikasi sebagai berikut:

a) Inkontinensia Paradoks

b) Batu Kandung Kemih

c) Hematuria

d) Sistitis

e) Pielonefritis

f) Retensi Urin Akut Atau Kronik

g) Refluks Vesiko-Ureter

h) Hidroureter

i) Hidronefrosis

j) Gagal Ginjal

25

Page 26: Referat Bedah Gumilang Mega

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, Jakarta : EGC,

2004.

2. Basuki B. Purnomo, editors. Batu Saluran Kemih. In: Dasar-dasar Urologi. 3rd

ed; Jakarta: Sagung Seto

3. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian Bedah

Urologi FK UNDIP.

4. Amalia, R. 2010. Prosiding Seminal Nasional Unimus . Faktor-Faktor Risiko

Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak.

5. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat,

Majalah Kedokteran Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.

6. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia.

Available at: ww w .iaui.or.id/ast/file/bph.pdf . Diakses: Mei 20, 2015.

7. Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak; Beberapa Perkembangan Cara

Pengobatan, Jakarta : Kuliah Staf Subbagian Urologi Bagian Bedah FK UI

R.S. Dr. Cipto Mangunkusumo, 1993.

8. American Urological Association Education and Research. Guideline on the

Management of Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). 2010. Di Akses 20 Mei

2015. Di unduh dari URL: http://www.auanet.org/content/guidelines and-

quality-care/clinical-guidelines/main-reports/bphmanagement/chap1 Guideline

Managementof%28BPH%29.pdf.

9. Edward, et al. 2009. American Family Physician. Diagnosis and Management

of Benign Prostatic Hyperplasia. Vol 77 Number 10

10. Nasution I. Pendekatan Farmakologis Pada Benign Prostatic Hyperplasia

(BPH), Semarang : Bagian Farmakologi dan Terapeutik FK UNDIP.

26