Referat Asma Yuvi

download Referat Asma Yuvi

of 27

Transcript of Referat Asma Yuvi

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    1/27

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah kesehatan

    masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan

    tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas

    bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat

    menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktivitas serta

    menurunkan kualitas hidup.

    Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti dengan kemajuan

    penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari data berbagai negara yang menunjukkan

    peningkatan kunjungan ke gawat darurat, rawat inap, kesakitan dan bahkan kematian karena

    asma. Berbagai argumentasi diketengahkan seperti perbaikan kolektif data, perbaikan

    diagnosis dan deteksi perburukan dan sebagainya. Akan tetapi juga disadari masih banyak

    permasalahan akibat keterlambatan penanganan baik karena penderita maupun dokter

    (medis).

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    2/27

    2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    I. DefinisiAsma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel

    dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan

    napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada

    terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut

    berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali

    bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

    Asma merupakan episode berulang dari wheezing, sesak nafas, nyeri dada dan batuk.

    Terutama pada malam dan pagi hari. Asma adalah penyakit inflamasi kronik dari

    saluran nafas yang ditandai dengan hiperesponsif, sehingga terjadi obstruksi dan

    penyempitan aliran udara (bronkokontriksi, mucus plugs dan peningkatan inflamasi).

    II. EpidemiologiAsma merupakan masalah diseluruh dunia. Diperkirakan mengenai lebih dari 300 juta

    individu diseluruh dunia. Berdasarkan hasil metode untuk mengukur prevalansi

    pengidap penyakit ini pada anak dan dewasa, terlihat hasil prevalansi global berkisar

    dari 1%- 18% dari populasi berbagai negara (Gambar 1).

    Terdapat bukti kenaikan yang nyata pada prevalansi pasien berbagai negara dengan

    penyakit asma. The World Health Organization memperkirakan 15 juta (1%) individu

    menjadi cacat akibat asma pertahun, dan kematian berkisar 250,000 individu dimana

    hal ini tidak ada hubungannya dengan meningkatnya prevalensi tiap negara.

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    3/27

    3

    Gambar 1

    Beban sosial dan ekonomi yang berhubungan dengan peningkatan prevalensi dan kematian

    akibat asma merupakan dasar pemikiran penting bagi penatalaksanaan asma.

    III. Faktor resikoFaktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

    a. AtopiHal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

    bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya

    mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini,

    penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan

    faktor pencetus.

    b. Hiperreaktivitas bronkusSaluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen

    maupun iritan.

    c. Jenis KelaminPerbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan

    pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia

    dewasa.

    d. Rase. Obesitas

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    4/27

    4

    Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor

    resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran

    pernapasan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun

    mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan

    asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

    IV. Faktor PencetusPenelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh,

    tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian

    menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka

    terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses

    inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu.

    Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi

    inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang

    sering menjadi pencetus serangan asma adalah :

    1. Faktor Lingkungana. Alergen dalam rumah

    b. Alergen luar rumah2. Faktor Lain

    a. Alergen makananb. Alergen obatobat tertentuc. Bahan yang mengiritasid. Ekspresi emosi berlebihe. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasiff. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan

    V. KlasifikasiBerat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik

    sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi

    -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma

    (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu

    pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan

    adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi

    menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    5/27

    5

    Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut) :

    1. Asma saat tanpa seranganPada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1)

    Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat

    (Tabel.1)

    Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang

    dewasa

    2. Asma saat seranganKlasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang

    digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya

    serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat

    serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan

    pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    6/27

    6

    diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan

    sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik)

    dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma

    persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan

    pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat,

    bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.

    Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan

    VI. PatogenesisAsma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh hiperreaktivitas

    saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel

    limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator

    seperti histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga

    terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus.

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    7/27

    7

    Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat kompleks

    melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan

    mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.

    Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas

    sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam

    hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu

    penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.

    Mediator Pengaruh terhadap asma

    Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan A2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF)

    Kontruksi otot polos

    Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan E2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF)

    Udema mukosa

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    8/27

    8

    Chymase

    Radikal oksigen Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin Hidroxyeicosatetraenoic acid

    Sekresi mukus

    Radikal oksigen Enzim proteolitik Faktor inflamasi dan sitokin

    Deskuamasi epitel bronkial

    Tabel 3. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya terhadap Asma

    Asma Sebagai Penyakit Inflamasi

    Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran napas. Inflamasi

    ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi) dan rubor (kemerahan

    karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena

    rangsangan sensoris) dan fungsio laesa (fungsi yang terganggu). Akhir-akhir ini syarat

    terjadinya radang harus disertai satu syarat lagi yaouti infiltrasi sel-sel radang.

    Ternyata keenam syarat tadi dijumpai pada asma tanpa membedakan penyebabnya

    baik yang alergik maupun non-alergik.

    Baik asma alergik maupun non-alergik dijumpai adanya inflamasi danhipereaktivitas saluran napas. Oleh karena itu paling tidak dikenal dua jalur untuk

    mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur immunologis yang terutama didominasi oleh

    IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan

    diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells = sel penyaji antigen), untuk selanjutnya

    hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th (sel penolong). Sel Th

    inilah yang akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel

    plasma membentuk IgE, serta sel-sel radang lainnya seperti mastosit, makrofag, sel

    epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-

    mediator inflamasi. Mediator-mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG),

    leukotrin (LT),platelet activating factor(PAF), bradikinin, tromboksin (TX) dan lain-

    lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan peningkatan

    permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi

    mukus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran napas

    (HSN). Jalur non-alergik selain merangsang sel inflamasi, juga merangsang sistem

    saraf autonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan HSN.

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    9/27

    9

    Hipereaktivitas Saluran Napas (HSN)

    Yang membedakan asma dengan orang normal adalah sifat saluran napas

    pasien asma yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan seperti iritan (debu), zat

    kimia (histamin, metakolin) dan fisis (kegiatan jasmani). Pada asma alergik, selain

    peka terhadap rangsangan tersebut diatas pasien jug apeka terhadap alergen yang

    spesifik. Sebagian HSN diduga didapat sejak lahir, tetapi sebagian lagi didapat.

    Berbagai keadaan dapat meningkatkan hipereaktivitas saluran napas seseorang, yaitu :

    Inflamasi Saluran Napas. Sel-sel inflamasi serta mediator kimia yang

    dikeluarkan terbukti berkaitan erat dengan gejala asma dan HSN. Konsep ini

    didukung oleh fakta bahwa intervensi dengan pengobatan anti-inflamasi dapat

    menurunkan derajat HSN dan gejala asma.

    Kerusakan Epitel. Salah satu konsekuensi inflamasi adalah kerusakan epitel.

    Pada asma kerusakan bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Perubahan

    struktur ini akan meningkatkan penetrasi alergen, mediator inflamasi serta

    mengakibatkan iritasi ujung-ujung saraf autonom sring lebih mudah terangsang. Sel-

    sel epitel brinkus sendiri sebenarnya mengandung mediator yang bersifat

    bronkodilator. Kerusakan sel-sel epitel bronkus akan mengakibatkan bronkokonstriksi

    lenih mudah terjadi.

    Mekanisme Neurologis. Pada pasien asma terdapat peningkatan respons saraf

    simpatis.

    Gangguan Intrinsik. Otot polos saluran napas dan hipertrofi otot polos pada

    saluran napas diduga berperan pada HSN.

    Obstruksi Saluran Napas. Meskipun bukan faktor utama, obstruksi saluran

    napas diduga ikut berperan pada HSN.

    VII. DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

    laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.

    AnamnesisAnamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk,

    sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan

    cuaca. Faktorfaktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya

    riwayat alergi.

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    10/27

    10

    Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi

    saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan

    denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi.

    Pemeriksaan LaboratoriumDarah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil,spiral Cursshman,

    kristal Charcot Leyden).

    Pemeriksaan Penunjango Spirometri

    Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal

    ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang

    merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume

    ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa

    (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.

    o Uji Provokasi BronkusUji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma.

    Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya

    dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus

    merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas

    saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus

    terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise),

    hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan

    histamin.

    o Foto ToraksPemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan

    penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri,

    obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada

    serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak

    memperlihatkan adanya kelainan.

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    11/27

    11

    Tabel 4. Diagnosis Asma

    VIII. Diagnosis bandingDiagnosis banding asma antara lain:

    Dewasa:

    PPOK Bronkitis Kronik Penyakit Jantung Kongestif Batuk kronik akibat lain-lain Disfungsi larings Obstruksi mekanis (misal, tumor) Emboli paru

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    12/27

    12

    IX. PenatalaksanaanPenatalaksaan asma menurut GINA memiliki 5 komponen, yaitu:

    Komponen 1 (Hubungan antara pasien dan dokter)Manajemen yang baik adalah bila pasien dapat aktif merawat diri sendiri yaitu

    bila mampu :

    o Menghindari faktor risikoo Menggunakan obat secara benar dan teratur sesuai dengan yang

    ditentukan

    o Memahami penggunaan obat pengontrol dan pelegao Mampu memonitoring asma, lebih baik lagi memahami penggunaan

    PFR

    o Mengenal tanda perburukan asma dan cara mengatasinyao Konsultasi ke dokter bila diperlukan

    Komponen 2 (Identifikasi dan menurunkan terkena faktor risiko)o Pasien harus mengetahui faktor pencetus asma mereka dan berusaha

    menghindari berbagai faktor yang dapat mencetuskan asmanya.

    o Pasien tetap melakukan olahraga sesuai kemampuan dan bila perlusebelum olahraga memakai obat asma.

    o Disarankan untuk mendapatkan vaksinasi influenza setiap tahunnya. Komponen 3 (Penilaian, Pengobatan dan monitoring Asma)

    Evaluasi dan Terapi

    Evaluasi asma dapat dilakukan dengan menilai dari level asma kontrol(Terkontrol penuh, sebagian atau tidak terkontrol)

    Terapi disesuaikan dengan level asma kontrol, prinsipnya adalahapakah diperlukan pengontrol atau pelega saja.

    Monitoring Asma

    Pasien kontrol 1 sampai dengan 3 bulan, bila ada eksaserbasi kontrol 2minggu4 minggu perlu ditanyakan

    Kepatuhan pasien menggunakan inhaler, PEF Meter secara benar atauadakah masalah lain pada pasien

    Bila tidak terkontrol baik obat di tingkat sedang, bila terkontrol baikdipertahankan 3 bulan kemudian diturunkan sampai batas minimal obat

    mengontrol.

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    13/27

    13

    Komponen 4 (Penatalaksanaan eksaserbasi Asma)Tata laksana asma eksaserbasi

    o Eksaserbasi asma ditandai sesak napas, batuk, mengio Jangan salah evaluasi karena bisa mengancam jiwao Pasien asma dengan risiko kematian.

    Yang pernah dirawat di rs dan mengunjungi ugd tahun lalu Tengah mengunakan atau baru berhenti dengan steroid oral Akhir- akhir ini tidak menggunakan steroid inhalasi Sangat tergantung dari 2 agonis Gangguan psikiatri Riwayat tidak patuh pengobatan

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    14/27

    14

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    15/27

    15

    Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas,

    terdiri atas pengontrol dan pelega.

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    16/27

    16

    Pengontrol (Controllers)

    Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,

    diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol

    pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat

    pengontrol :

    Kortikosteroid inhalasi Kortikosteroid sistemik Sodium kromoglikat Nedokromil sodium Metilsantin Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi Agonis beta-2 kerja lama, oral Leukotrien modifiers Lain-lain

    Glukokortikosteroid inhalasi

    Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.

    Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan

    hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat

    serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi

    pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).

    Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi

    Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

    Obat

    Beklometason dipropionat

    Budesonid

    Flunisolid

    Flutikason

    Triamsinolon asetonid

    200-500 ug

    200-400 ug

    500-1000 ug

    100-250 ug

    400-1000 ug

    500-1000 ug

    400-800 ug

    1000-2000 ug

    250-500 ug

    1000-2000 ug

    >1000 ug

    >800 ug

    >2000 ug

    >500 ug

    >2000 ug

    Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    17/27

    17

    Obat

    Beklometason dipropionat

    Budesonid

    FlunisolidFlutikason

    Triamsinolon asetonid

    100-400 ug

    100-200 ug

    500-750 ug100-200 ug

    400-800 ug

    400-800 ug

    200-400 ug

    1000-1250 ug200-500 ug

    800-1200 ug

    >800 ug

    >400 ug

    >1250 ug>500 ug

    >1200 ug

    Glukokortikosteroid sistemik

    Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi

    (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral

    jangka panjang.

    Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

    Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma

    persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan

    apakah obat ini bermanfaat atau tidak.

    Metilsantin

    Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner

    seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai

    obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif

    mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.

    Agonis beta-2 kerja lama

    Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan

    formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis

    beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier,

    menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari

    sel mast dan basofil.

    Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    18/27

    18

    Onset Durasi (Lama kerja)

    Singkat Lama

    Cepat Fenoterol

    ProkaterolSalbutamol/ Albuterol

    Terbutalin

    Pirbuterol

    Formoterol

    Lambat Salmeterol

    Leukotriene modifiers

    Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.

    Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan

    bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat

    bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah

    preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang

    beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).

    Pelega (Reliever)

    Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,

    memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut

    seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas

    atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.Termasuk pelega adalah:

    Agonis beta2 kerja singkat Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila

    penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,

    penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

    Antikolinergik Aminofillin Adrenalin

    Agonis beta-2 kerja singkat

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    19/27

    19

    Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol

    yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat.

    Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas,

    meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan

    modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan

    akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma

    Metilsantin

    Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah

    dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

    Antikolinergik

    Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek

    penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan

    bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga

    menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam

    golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.

    Adrenalin

    Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian

    secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan

    gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi

    harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

    Cara pemberian pengobatan

    Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan

    parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan

    langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah

    lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas efek sistemik minimal atau dihindarkan beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi

    pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator

    adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    20/27

    20

    Pengobatan sesuai berat asma

    Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila

    dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.

    Berat Asma Medikasipengontrol

    harian

    Alternatif / Pilihan lain Alternatiflain

    Asma

    Intermiten

    Tidak perlu -------- -------

    Asma

    Persisten

    Ringan

    Glukokortikoste

    roid inhalasi

    (200-400 ug

    BD/hari atau

    ekivalennya)

    Teofilin lepas lambat Kromolin Leukotriene modifiers

    ------

    Asma

    PersistenSedang

    Kombinasi

    inhalasiglukokortikoster

    oid

    (400-800 ug

    BD/hari atau

    ekivalennya)

    dan

    agonis beta-2

    kerja lama

    Glukokortikosteroid inhalasi (400-800ug BD atau ekivalennya) ditambahTeofilin lepas lambat ,atau

    Glukokortikosteroid inhalasi (400-800ug BD atau ekivalennya) ditambah

    agonis beta-2 kerja lama oral, atau

    Glukokortikosteroid inhalasi dosistinggi (>800 ug BD atau ekivalennya)

    atau

    Glukokortikosteroid inhalasi (400-800ug BD atau ekivalennya) ditambah

    leukotriene modifiers

    Ditambahagonis

    beta-2

    kerja lama

    oral, atau

    Ditambahteofilin

    lepas

    lambat

    Asma

    Persisten Berat

    Kombinasi

    inhalasi

    glukokortikoster

    oid (> 800 ug

    BD atau

    ekivalennya)

    dan agonis beta-

    2 kerja lama,ditambah 1 di

    bawah ini:

    teofilin lepaslambat

    leukotrienemodifiers

    glukokortikosteroid oral

    Prednisolon/ metilprednisolon oral

    selang sehari 10 mg

    ditambah agonis beta-2 kerja lama oral,

    ditambah teofilin lepas lambat

    Pengobatan Asma Berdasarkan Sistem Wilayah Bagi Pasien

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    21/27

    21

    Sistem pengobatan ini dimaksudkan untuk memudahkan pasien mengetahui perjalanan dan

    kronisitas asma, memantau kondisi penyakitnya, mengenal tanda-tanda dini serangan asma,

    dan dapat bertindak segera mengatasi kondisi tersebut. Dengan mengunakan peak flow meter

    pasien diminta mengukur secara teratur setiap hari, dan membandingkan nilai APE yang

    didapat pada waktu itu dengan nilai terbaik APE pasien atau nilai prediksi normal.

    Seperti halnya lampu pengatur lalu lintas, berdasarkan nilai APE akan terletak pada wilayah:

    Hijau Berarti Aman

    Nilai APE luasnya 80-100% nilai prediksi, variabilitas kurang dari 20%. Tidur dan aktivitas

    tidak terganggu. Obat-obat yang dipakai sesuai dengan tingkat anak tangga saat itu. Bila 3

    bulan tetap hijau, pengobatan ini diturunkan ke tahap yang lebih ringan.

    Kuning Berarti Hati-Hati

    Nilai APE luasnya 60-80% nilai prediksi, variabilitas 20-30%. Gejala asma masih normal,

    terbangun malam karena asma, aktivitas terganggu. Daerah ini menunjukkan bahwa pasien

    sedang mendapat serangan asma.sehingga obat-obat anti asma perlu ditingkatkan atau

    ditambah antara lain agonis beta 2 hirup dan bila perlu kortikosteroid oral. Mungkin pula

    tahap pengobatan yang sedang dipakai belum memadai, sehingga perlu dikaji ulang bersamadokternya.

    Merah Berarti Bahaya

    Nilai APE di bawah 60% nilai prediksi. Bila agonis beta 2 hirup tidak memberikan respon,

    segera mencari pertolongan dokter. Bila dengan agonis beta 2 hirup membaik, masuk ke

    daerah kuning, obat diteruskan sesuai dengan wilayah masing-masing. Pada wilyah merah,

    kortikosteroid oral diberikan lebih awal dan diberikan oksigen.

    Penatalaksanaan pada kondisi Khusus

    Penatalaksanaan asma jangka panjang di dasarkan pada klasifikasi berat penyakit,

    dengan mengikuti pedoman pengobatan sesuai berat penyakit diharapkan asma dapat

    dikontrol. Pada beberapa keadaan seperti pada penyakit tertentu (hipertensi, diabetes

    mellitus) atau kondisi tertentu seperti kehamilan, puasa, menjalani tindakan bedah

    perlu perhatian khusus atau perubahan penatalaksanaan dari hal yang sudah

    digariskan dalam pedoman penatalaksanaan.

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    22/27

    22

    Kehamilan

    Selama kehamilan berat penyakit asma dapat berubah sehingga penderita memerlukan

    pengaturan jenis dan dosis obat asma yang dipakai. Penelitian retrospektif

    memperlihatkan bahwa selama kehamilan 1/3 penderita mengalami perburukan

    penyakit, 1/3 lagi menunjukkan perbaikan dan 1/3 sisanya tidak mengalami

    perubahan. Meskipun selama kehamilan pemberian obat-obat harus hati-hati, tetapi

    asma yang tidak terkontrol bisa menimbulkan masalah pada bayi berupa peningkatan

    kematian perinatal, pertumbuhan janin terhambat dan lahir prematur, peningkatan

    insidensi operasi caesar, berat badan lahir rendah dan perdarahan postpartum.

    Prognosis bayi yang lahir dari ibu menderita asma tapi terkontrol sebanding dengan

    prognosis bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita asma. Oleh sebab itu

    mengontrol asma selama kehamilan sangat penting untuk mencegah keadaan yang

    tidak diinginkan baik pada ibu maupun janinnya. Pada umumnya semua obat asma

    dapat dipakai saat kehamilan kecuali komponen -adrenergik, bromfeniramin dan

    epinefrin.. Kortikosteroid inhalasi sangat bermanfaat untuk mengontrol asma dan

    mencegah serangan akut terutama saat kehamilan (bukti B). Bila terjadi serangan,

    harus segera ditanggulangi secara agresif yaitu pemberian inhalasi agonis beta-2,

    oksigen dan kortikosteroid sistemik.

    Pemilihan obat pada penderita hamil, dianjurkan :

    1. Obat inhalasi

    2. Memakai obat-obat lama yang pernah dipakai pada kehamilan sebelumnya yang

    sudah terdokumentasi dan terbukti aman.

    Pembedahan

    Hiperesponsif jalan napas, gangguan aliran udara dan hipersekresi mukosa pada

    penderita asma merupakan faktor predisposisi timbulnya komplikasi respirasi selama

    dan sesudah tindakan bedah. Komplikasi pembedahan pada asma tergantung pada

    beberapa faktor yaitu berat penyakit saat pembedahan, jenis pembedahan (bedah

    toraks dan abdomen bagian atas mempunyai risiko lebih tinggi) dan jenis anestesi

    (anestesi umum dan penggunaan pipa endotrakeal mempunyai risiko lebih tinggi).

    Faktor-faktor tersebut perlu dinilai/ evaluasi termasuk pemeriksaan spirometri. Jika

    memungkinkan evaluasi penilaian tersebut dilakukan beberapa hari sebelum operasi,

    untuk memberikan kesempatan pengobatan tambahan. Bila didapatkan VEP1 < 80%

    nilai terbaik/ prediksi, maka pemberian kortikosteroid akan mengurangi obstruksi

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    23/27

    23

    jalan napas (bukti C). Pada penderita yang mendapat kortikosteroid sistemik dalam 6

    bulan terakhir, sebaiknya diberikan kortikosteroid sistemik selama operasi yaitu

    hidrokortison IV 100 mg atau ekivalennya setiap 8 jam dan segera diturunkan dalam

    24 jam pembedahan. Harus diperhatikan pemberian kortikosteroid jangka lama dapat

    menghambat penyembuhan luka (bukti C).

    Rinitis, Sinusitis dan Polip hidung

    Asma dan rinitis sering terdapat bersamaan . Alergen yang umum seperti debu rumah,

    bulu binatang, tepung sari, aspirin dan anti inflamasi nonsteroid dapat mempengaruhi

    hidung maupun bronkus. Rinitis sering mendahului timbulnya asma, sebagian besar

    penderita asma yaitu 75% asma alergi dan lebih dari 80% asma nonalergi mempunyai

    gejala rinitis alergi musiman. Asma dan rinitis adalah kelainan inflamasi saluran

    napas, tetapi terdapat perbedaan antara kedua penyakit tersebut dalam hal mekanisme,

    gambaran klinis dan pengobatan. Pengobatan rinitis dapat memperbaiki gejala asma.

    Obat-obat antiinflamasi seperti kortikosteroid, kromolin, antileukotrin dan

    antikolinergik efektif untuk kedua penyakit, sedangkan agonis alfa lebih efektif untuk

    rinitis dan agonis beta lebih efektif untuk asma. Sinusitis adalah suatu komplikasi dari

    infeksi saluran napas atas, rinitis alergi, polip hidung dan obstruksi hidung lain.

    Sinusitis akut dan kronik dapat mencetuskan asma. Pemberian antibiotik dapat

    mengurangi gejala untuk beberapa waktu. Pemberian antibiotik minimal 10 hari.

    Pengobatan juga meliputi pemberian obat dekongestan atau steroid topikal. Polip

    hidung dihubungkan dengan asma, rinitis dan sensitif terhadap aspirin. Timbul

    terutama pada penderita usia lebih dari 40 tahun dan sering pada penderita dengan uji

    kulit negatif. Tujuh sampai 15%, penderita asma mempunyai polip hidung, frekuensi

    tertinggi pada penderita usia lebih dari 50 tahun. Dua puluh sembilan sampai 70%

    penderita dengan polip hidung menderita asma. Polip hidung mempunyai respons

    yang baik pada pemberian steroidsistemik dan steroid topikal.

    Refluks Gastroesofagus

    Hubungan antara gejala asma yang meningkat terutama malam hari dengan refluks

    gastroesofagus adalah masih diperdebatkan, walaupun kejadian refluks gastroesofagus

    pada penderita asma hampir 3 kali lebih banyak dibandingkan pada bukan penderita

    asma. Sebagian besar penderita asma dengan gangguan tersebut, mempunyai hernia

    hiatus, yang dipikirkan akibat penggunaan metilsantin yang mempunyai sifat

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    24/27

    24

    merelaksasi cincin bawah esofagus. Diagnosis refluks gastroesofagus dengan

    melakukan pemeriksaan pH esofagus dan fungsi paru secara bersamaan. Berikan

    pengobatan untuk mengatasi gejala refluks dan anjurkan pola makan jumlah sedikit

    tetapi sering, hindari makan (snack) dan minum di antara makanan utama dan waktu

    tidur, hindari makanan berlemak, alkohol, teofilin, agonis beta-2 oral, beri pengobatan

    untuk meningkatkan tekanan esofagus bagian bawah seperti antagonis H2 atau

    penghambat pompa proton dan bila tidur dengan posisi kepala tinggi. Peran

    pengobatan dengan antirefluks dalam mengontrol asma adalah belum jelas,

    dibutuhkan penelitian yang lebih cermat dan terarah.

    X. Komplikasia. Emfisema

    b. Ateletaksisc. Bronkiektasisd. Pneumothorakse. Pneumomediastinumf. Gagal nafasg. Penyakit paru obstruktif menahun (PPOM)h. Permanent hypoxic brain damage

    XI. PrognosisMortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan

    kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-

    kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita

    asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematianpada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan

    dimulai sejak kanakkanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah

    20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau

    sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang.

    Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%,

    sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka

    kematiannya 9%.

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    25/27

    25

    XII. PencegahanPencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah tersensitisasi dengan bahan

    yang menyebabkan asma, pencegahan sekunder adalah mencegah yang sudah

    tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma; dan pencegahan tersier adalah

    mencegah agar tidak terjadi serangan / bermanifestasi klinis asma pada penderita yang

    sudah menderita asma.

    Pencegahan Primer

    Perkembangan respons imun jelas menunjukkan bahwa periode prenatal dan perinatal

    merupakan periode untuk diintervensi dalam melakukan pencegahan primer penyakit

    asma. Banyak faktor terlibat dalam meningkatkan atau menurunkan sensitisasi alergen

    pada fetus, tetapi pengaruh faktor-faktor tersebut sangat kompleks dan bervariasi

    dengan usia gestasi, sehingga pencegahan primer waktu ini adalah belum mungkin.

    Walau penelitian ke arah itu terus berlangsung dan menjanjikan.

    Pencegahan sekunder

    Sebagaimana di jelaskan di atas bahwa pencegahan sekunder mencegah yang sudah

    tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma. Studi terbaru mengenai

    pemberian antihitamin H-1 dalam menurunkan onset mengi pada penderita anak

    dermatitis atopik. Studi lain yang sedang berlangsung, mengenai peran imunoterapi

    dengan alergen spesifik untuk menurunkan onset asma.

    Pengamatan pada asma kerja menunjukkan bahwa menghentikan pajanan alergen

    sedini mungkin pada penderita yang sudah terlanjur tersensitisasi dan sudah dengan

    gejala asma, adalah lebih menghasilkan pengurangan /resolusi total dari gejala

    daripada jika pajanan terus berlangsung.

    Pencegahan Tersier

    Sudah asma tetapi mencegah terjadinya serangan yang dapat ditimbulkan oleh

    berbagai jenis pencetus. Sehingga menghindari pajanan pencetus akan memperbaiki

    kondisi asma dan menurunkan kebutuhan medikasi/ obat.

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    26/27

    26

    BAB III

    PENUTUP

    I. Kesimpulan1. Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena

    hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan;

    penyempitan ini bersifat reversible.

    2. Fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan keseimbanganasam basa

    3. Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan beberapaselPelepasan mediatorMengaktivasi sel target saluran napas Bronkokonstriksi,

    kebocoran mikrovaskular, edema, hipersekresi mukus dan stimulasi refleks saraf.

    4. Faktor Resiko Asma : faktor genetik, lingkungan, dan faktor lain.5. Gambaran Klinis Asma: asma klasik, asma alergik, dan asma karena pekerjaan.6. Klasifikasi asma berdasarkan etiologi, derajat berat asma, kontrol asma dan gejala.7. Diagnosis asma berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.8. Diagnosis banding: bronkitis kronik, emfisema paru, gagal jantung kiri akut, emboli

    paru, dan penyakit lainnya.

    9. Komplikasi asma: pneumothoraks, pneumodiastinum, atelektasis, dll.10.Pengobatan asma menggunakan protokol pengobatan menurut GINA

    II. Saran1. Penderita asma sebaiknya menghindari faktor pencetus asma agar tidak terjadi

    eksaserbasi.

    2. Dokter seharusnya memberikan edukasi dan pendidikan kepada masyarakat,khususnya penderita asma.

  • 8/22/2019 Referat Asma Yuvi

    27/27

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan ASMA Di Indonesia. PDPI. 20042. Global Initiative for Asthma. 2011. Global Strategy for Asthma Management and

    Prevention.

    3. National Heart, Lung, and Blood Institute. 2007. National Asthma Education andPrevention Program.

    4. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian

    Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.

    5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita SelektaKedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 47782.

    6. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah KedokteranIndonesia. Nopember 2008; 58(11), 444-51.

    7. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.

    8. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. JurnalCermin Kedokteran. 2003; 141. 56.

    9. Sukamto, Sundaru, H. 2006. Asma Bronkhiale Dalam Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia: Jakarta