referat asma delviana

download referat asma delviana

of 30

description

smf paru

Transcript of referat asma delviana

I

PENDAHULUAN Asma adalah penyakit heterogen yang dikarakteristikan dengan inflamasi kronik jalan napas. Asma dapat didefinisikan dengan adanya suatu riwayat gejala pada sistem pernapasan, seperti mengi, napas pendek, sesak dada, dan batuk yang muncul pada waktu dan intensitas yang bervariasi, bersamaan dengan faktor yang membatasi jalan ekspirasi (GINA, 2015).

Bronkitis merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan pasien pergi berobat. Bronkitis adalah penyakit pernapasan obstruktif yang sering dijumpai, yang disebabkan oleh inflamasi bronkus. Penyakit ini biasanya berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri atau inhalasi iritan seperi asap rokok dan zat-zat kimia yang ada di dalam polusi udara. Penyakit ini memiliki karakteristik produksi mukus yang berlebihan. Secara umum bronkitis dibagi menjadi dua jenis yaitu, bronkitis akut dan bronkitis kronis. Bronkitis akut timbul karena flu atau infeksi lain pada saluran nafas dangejala yang paling menonjol adalah batuk dengan atau tanpa sputum, produksi sputum tidak berlangsung lebih dari 3 minggu. Walaupun diagnosis bronchitis akut seringkali dibuat, namun pada anak-anak keadaan ini mungkin tidak dijumpai seagai wujud klinis tersendiri. Bronchitis akut disebabkan oleh virus Pneumukokus, Stafilokokus, Haemophilus influenzae dan berbagai streptokokus, hemolitikus dapat disolasi dari sputum. Sedangkan bronkitis kronik memiliki gejala seperti batuk dengan sputum berdahak setidaknya selama 3 bulan pertahun, pada 2 tahun berturut-turut (Fayyaz, 2015)II

PEMBAHASAN

ASMA

1. Definisi Asma adalah penyakit heterogen yang dikarakteristikan dengan inflamasi kronik jalan napas. Asma dapat didefinisikan dengan adanya suatu riwayat gejala pada sistem pernapasan, seperti mengi, napas pendek, sesak dada, dan batuk yang muncul pada waktu dan intensitas yang bervariasi, bersamaan dengan faktor yang membatasi jalan ekspirasi 22Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodic berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obtruksi jalan napas yang luasm bervariasi dan seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan 23Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis, dan patologis. Ciri- ciri klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas 242. Epidemiologi

Asma mengenai sekitar 5-10 % populasi didunia atau diperkirakan sekitar 23,4 juta orang, termasuk 7 juta anak-anak 26. Angka prevalensi asma di Indonesia adalah 4,5 % dan lebih tinggi pada perempuan (Kemenkes RI, 2013). Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan 273. Etiologi dan Faktor risikoFaktor-faktor yang dapat menyebabkan asma atau hiperaktivitas jalan napas ialah:

Alergen di lingkungan ( debu, mites, allergen pada binatang, jamur)

Infeksi virus pada saluran pernapasan

Olahraga, hiperventilasi

GERD, pengaruh asam yang berada di esophagus distal menyebabkan peningkatan resistensi dan reaktivitas jalan napas disebabkan oleh reflex vagal atau neural lainnya.

Sinusitis kronik atau rhinitis

Hipersensitivitas aspirin atau NSAID dan sulfite

Penggunaan beta adrenergic receptor blocker Obesitas, mediator seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan terjadinya asma.

Polusi lingkungan dan asap rokok, paparan lingkungan kerja.

Iritan ( cat, household spray) Faktor emosional atau stress. Stress dapat mencetuskan serangan asma, selain itu dapat memperberat serangan asma yang sudah ada.

Faktor perinatal 264. Klasifikasi

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.17Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut)17 :

1. Asma saat tanpa serangan

Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat2. Asma saat serangan

Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakansehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. GlobalInitiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkangejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat seranganmenentukan terapi yang akan diterapkan.

Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis

Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan5. Patofisiologi

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.18Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.186 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.

AnamnesisPemeriksaan asma terdiri atas pemeriksaan control asma ( control gejala dan faktor risko yang merugikan), terapi asma (teknik penggunaan inhaler dan kepatuhan pasien), dan faktor komorbid yang dapat menimbulkan gejala.

Level kontrol asma merupakan manifestasi asma yang dapat dilihat dari pasien atau telah dikurangi dengan terapi. Asma control merupakan determinasi dari riwayat genetik pasien, proses penyakit, terapi yang digunakan, lingkungan, dan faktor psikososial.

A. Kontrol gejala asmaLevel control gejala asma

Jika dalam 4 minggu terakhir, pasien memiliki:

Gejala asma (daytime) >2 kali/minggu?

Bangun tengah malam karena asma?

Menggunakan reliever* untuk gejala > 2kali/minggu?

Keterbatasan aktivitas karena asma?Terkontrol baik : 0

Terkontrol sebagian : 1-2

Tidak terkontrol : 3-4

B. Faktor risiko untuk outcomes asma yang buruk

Pemeriksaan faktor resiko pada diagnosis dan dilakukan rutin, terlebih untuk pasien dengan eksaserbasi

Mengukur FEV1 pada awal terapi, setelah 3-6 bulan terapi controller (untuk melihat fungsi paru), tes rutin untuk melihat resiko

Faktor risiko independen yang dapat dimodifikasi untuk eksaserbasi:

Gejala asma yang tidak terkontrol

Penggunaan SABA dengan dosis tinggi (peningkatan mortalitas > 1x200- dose canister/ bulan)

ICS yang tidak inadekuat (ICS yang tidak diresepkan, tidak patuh, salah penggunaan teknik inhaler)

Penurunan FEV1, < 60%

Masalah psikologi atau sosioekonomi

Paparan rokok, allergen

Komorbid : obesitas, rinosinusitis, alergi makanan

Eosinophilia pada dahak dan darah

Kehamilan

Riwayat intubasi atau perawatan di ICU

1 kali eksaserbasi berat dalam 1 tahun terakhir

Jika memiliki satu atau lebih faktor risiko diatas akan menigkatkan risiko terjadinya eksaserbasi walaupun gejala asma terkontrol baik.

Faktor risiko terbentuknya limitasi aliran napas:

kurangnya terapi ICS

paparan : asap rokok, paparan kimia,

FEV1 yang rendah pada awal pemeriksaan, hipersekresi mucus kronik, eosinophilia pada dahak dan darah

Faktor risiko dari efek samping pengobatan:

Sistemik : pada penggunaan kortikosteroid oral jangka panjang, dosis tinggi, penggungaan P450 inhibitor

Lokal : penggunaan dosis tinggi ICS dan penggunaan inhaler yang buruk

Riwayat penyakit dan riwayat keluargaAdanya gejala awal pada saluran pernapasan pada masa kanak-kanak, riwayat rhinitis alergi atau eczema, atau riwayat keluarga dengan asma atau alergi, meningkatkan kemungkinan diagnosi asma, namun kurang spesifik. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pada asma biasanya normal. Kelainan yang paling sering ditemukan adalah wheezing (ronchi) pada auskultasi, namun bisa saja tidak ada atau ditemukan pada ekspirasi paksa. Wheezing tidak ditemukan saat eksaserbasi yang parah (silent chest), namun ada tanda kegagalam sistem pernapasan lainnya. Pemeriksaan hidung dapat ditemukan tanda rhinitis alergika atau nasal polyposis.

Pemeriksaan Laboratorium

Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden).19 Pemeriksaan Penunjang

Spirometri

Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.

Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin.

Foto Toraks

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.Diagnosis Asma

Ciri diagnostikKriteria untuk mendiagnosis asma

1. Riwayat gejala

mengi, napas pendek, sesak dada, dan batuk

2. Konfirmasi limitasi aliran napas ekspirasi

dokumentasi fungsi paru ekspirasi ( satu atau lebih dari tes dibawah)* dan dokumentasi limitasi aliran napas

Positif dalam bronkodilator reversibility test* (kemungkinan positif jika pengobatan bronkodilator diberhentikan sebelum tes; SABA 4 jam dan LABA 15 jam

Variasi PEF yang berlebihan dalam tes 2kali perhari lebih dari 2 minggu*

Peningkatan signifikan fungsi paru setelah 4 minggu terapi anti inflamasi

Tes exercise challenge positif*

Tes bronchial challenge positif lebih dari satu gejala pernapasan

gejala muncul bervariasi dalam waktu dan intensitas

gejala memburuk saat malam hari atau saat bangun tidur

gejala dicetuskan oleh aktivitas, tertawa, allergen, air dingin

gejala seringkali muncul dan diperburuk saat infeksi viral

Semakin besar nilainya, dapat menegakkan diagnosis.

Setidaknya ketika pemeriksaan FEV1 rendah, dikonfirmasi dengan FEV1/FVC yang menurun (nilai normal > 0,75-0,80)

Dewasa : FEV1 meningkat > 12% dan > 200 mL dari baseline. Setelah penggunaan Albuterol 200-400mcg selama 10-15 menit

Dewasa : average daily diurnal PEV variability> 10 % **

Dewasa : peningkatan FEV1 > 12% dan > 200mL dari baseline setelah 4 minggu terapi, diluar infeksi pernapasan

Dewasa : penurunan FEV1 > 10% dan > 200mL dari baseline

Penurunan FEV1 dari baseline sekitar 20% dengan dosis standar methacoline atau histamine, atau 15 % dengann standarisasi hiperventilasi, hipertonik saline atau mannitol challenge

PEF (peak expiratory flow) ; * tes dapat diulang saat ada gejala dan pada pagi hari. **daily diurnal PEF variability dihitung dari tes PEF yang dilakukan 2x sehari ([ days highest minus days lowest] / mean of days highest and lowest) x 100 dan dirata-rata lebih dari 1 minggu

Tabel 1. Kriteria diagnosis asma pada dewasa remaja dan anak umur 6-11 tahun

7 Diagnosa BandingUmurKondisiGejala

12-39 tahun

40+ tahunChronic upper airway cough syndromeDisfungsipita suara

Hiperventilasi, disfungsi napas

Bronkiektasis

Kistik fibrosis

Penyakit jantung kongenital

Defisiensi alpha-1 antitripsin

Terhirup benda asing

Disfungsi pita suara

Hiperventilasi, disfungsi napas

PPOK

Bronkiektasis

Gagal jantung

Batuk yang dimediasi obat

Penyakit parenkim paru

Emboli paru

Obstruksi jalur napas pusat

Bersin, gatal, hidung tersumbat, throat-clearing

Sesak, inspiratory wheezing (stridor)

Pusing, parestesia, cepat lelah

Batuk berdahak, infeksi berulang

Batuk dan produksi mucus berlebih

Murmur jantung

Napas pendek, riwayat keluarga emfisema

Gejala tiba-tiba

Sesak, inspiratory wheezing (stridor)

Pusing, parestesia, cepat lelah

Batuk, dahak, sesak saat ekspirasi, merokok atau paparan berbahaya

Batuk berdahak, infeksi berulang

Sesak saat ekspirasi, gejala malam hari

Terapi ACEI

Sesak saat ekspirasi, batuk kering, clubbing finger

Sesak napas tiba-tiba, nyeri dada

Sesak napas, tidak merespon bronkodilator

Tabel 2. Diagnosis banding untuk asma (GINA, 2015)8 Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.20Tujuan penatalaksanaan asma: Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah eksaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise Menghindari efek samping obat Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel Mencegah kematian karena asmaPenatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.20Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan pengobatan medikamentosa :

Pengobatan non-medikamentosa

Penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pengendali emosi

Pemakaian oksigen

Pengobatan medikamentosa

Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.20Pengontrol (Controller)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :

Kortikosteroid inhalasi

Kortikosteroid sistemik

Sodium kromoglikat

Nedokromil sodium

Metilsantin

Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

Agonis beta-2 kerja lama, oral

Leukotrien modifiers Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1) Lain-lain

Glukokortikosteroid inhalasi

Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat). DewasaDosis rendahDosis mediumDosis tinggi

Obat

Beklometason dipropionat

Budesonid

Flunisolid

Flutikason

Triamsinolon asetonid

200-500 ug

200-400 ug

500-1000 ug

100-250 ug

400-1000 ug

500-1000 ug

400-800 ug

1000-2000 ug

250-500 ug

1000-2000 ug

>1000 ug

>800 ug

>2000 ug

>500 ug

>2000 ug

AnakDosis rendahDosis mediumDosis tinggi

Obat

Beklometason dipropionat

Budesonid

Flunisolid

Flutikason

Triamsinolon asetonid

100-400 ug

100-200 ug

500-750 ug

100-200 ug

400-800 ug

400-800 ug

200-400 ug

1000-1250 ug

200-500 ug

800-1200 ug

>800 ug

>400 ug

>1250 ug

>500 ug

>1200 ug

Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi20

Glukokortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.

Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi.Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Agonis beta-2 kerja lamaTermasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil. OnsetDurasi (Lama kerja)

SingkatLama

CepatFenoterolProkaterolSalbutamol/ AlbuterolTerbutalinPirbuterolFormoterol

LambatSalmeterol

Tabel 3. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil). Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.Termasuk pelega adalah 20:

Agonis beta2 kerja singkat

Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

Antikolinergik

Aminofillin

Adrenalin

Agonis beta-2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthmaMetilsantin

Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat. Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide. Adrenalin

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat AsmaMedikasi pengontrol harianAlternatif / Pilihan lainAlternatif lain

Asma IntermitenTidak perlu---------------

Asma Persisten Ringan

Glukokortikosteroid inhalasi (200-400 ug BD/hari atau ekivalennya) Teofilin lepas lambat

Kromolin

Leukotriene modifiers------

Asma Persisten Sedang

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid

(400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) dan

agonis beta-2 kerja lama

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah Teofilin lepas lambat ,atau Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambahleukotriene modifiers Ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau Ditambah teofilin lepas lambat

Asma Persisten Berat

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah ( 1 di bawah ini:

teofilin lepas lambat

leukotriene modifiers glukokortikosteroid oralPrednisolon/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mgditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambahteofilin lepas lambat

Tabel 4. Pengobatan sesuai berat asma9 Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus

2. Atelektasis

3. Hipoksemia

4. Pneumothoraks

5. Emfisema 10 Prognosis

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang.21Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya 9%.21BRONKITIS AKUT

1 Definisi

Bronkitis akut merupakan proses radang akut pada mukosa bronkus berserta cabang cabangnya yang disertai dengan gejala batuk dengan atau tanpa sputum yang dapat berlangsung sampai 3 minggu. Tidak dijumpai kelainan radiologi pada bronkitis akut. Gejala batuk pada bronkitis akut harus dipastikan tidak berasal dari penyakit saluran pernapasan lainnya. 1

Gambar 1. Gambaran bronkus normal dan bronkitis2 Etiologi

Bronkitis akut dapat disebabkan oleh :

Infeksi virus : influenza virus, parainfluenza virus, respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus, coronavirus, rhinovirus, dan lain-lain.

Infeksi bakteri : Bordatella pertussis, Bordatella parapertussis, Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau bakteri atipik (Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Legionella)

Jamur

Noninfeksi : polusi udara, rokok, dan lain-lain.

Penyebab bronkitis akut yang paling sering adalah infeksi virus yakni sebanyak 90% sedangkan infeksi bakteri hanya sekitar < 10% .

3 Patofisiologi

Seperti disebutkan sebelumnya penyebab dari bronkitis akut adalah virus, namun organisme pasti penyebab bronkitis akut sampai saat ini belum dapat diketahui, oleh karena kultur virus dan pemeriksaan serologis jarang dilakukan. Adapun beberapa virus yang telah diidentifikasi sebagai penyebab bronkitis akut adalah virus virus yang banyak terdapat di saluran pernapasan bawah yakni influenza B, influenza A, parainfluenza dan respiratory syncytial virus (RSV). Influenza sendiri merupakan virus yang timbul sekali dalam setahun dan menyebar secara cepat dalam suatu populasi. Gejala yang paling sering akibat infeksi virus influenza diantaranya adalah lemah, nyeri otot, batuk dan hidung tersumbat. Apabila penyakit influenza sudah mengenai hampir seluruh populasi di suatu daerah, maka gejala batuk serta demam dalam 48 jam pertama merupakan prediktor kuat seseorang terinfeksi virus influenza. RSV biasanya menyerang orang orang tua yang terutama mendiami panti jompo, pada anak kecil yang mendiami rumah yang sempit bersama keluarganya dan pada tempat penitipan anak. Gejala batuk biasanya lebih berat pada pasien dengan bronkitis akut akibat infeksi RSV.2Virus yang biasanya mengakibatkan infeksi saluran pernapasan atas seperti rhinovirus, adenovirus dapat juga mengakibatkan bronkitis akut. Gejala yang dominan timbul akibat infeksi virus ini adalah hidung tersumbat, keluar sekret encer dari telinga (rhinorrhea) dan faringitis.3Bakteri juga memerankan perannya dalam pada bronkitis akut, antara lain, Bordatella pertusis, bordatella parapertusis, Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. Infeksi bakteri ini biasanya paling banyak terjadi di lingkungan kampus dan di lingkungan militer. Namun sampai saat ini, peranan infeksi bakteri dalam terjadinya bronkitis akut tanpa komplikasi masih belum pasti, karena biasanya ditemukan pula infeksi virus atau terjadi infeksi campuran.4Pada kasus eksaserbasi akut dari bronkitis kronik, terdapat bukti klinis bahwa bakteri bakteri seperti Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis dan Haemophilus influenzae mempunyai peranan dalam timbulnya gejala batuk dan produksi sputum. Namun begitu, kasus eksaserbasi akut bronkitis kronik merupakan suatu kasus yang berbeda dengan bronkitis akut, karena ketiga bakteri tersebut dapat mendiami saluran pernapasan atas dan keberadaan mereka dalam sputum dapat berupa suatu koloni bakteri dan ini bukan merupakan tanda infeksi akut.4Penyebab batuk pada bronkitis akut tanpa komplikasi bisa dari berbagai penyebab dan biasanya bermula akibat cedera pada mukosa bronkus. Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien dengan bronkhitis akut, sistem mucocilliary defence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, akan terjadi pengeluaran mediator inflamasi yang mengakibatkan kelenjar mukus menjadi hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat. Infeksi juga menyebabkan dinding bronkhial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding bronkhial dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas terutama selama ekspirasi.Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru.Pasien mengalami kekurangan 02, jaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis.5Pada bronkitis akut akibat infeksi virus, pasien dapat mengalami reduksi nilai volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) yang reversibel. Sedangkan pada infeksi akibat bakteri M. pneumoniae atau C. Pneumoniae biasanya mempunyai nilai reduksi FEV1 yang lebih rendah serta nilai reversibilitas yang rendah pula.5Gambar 2. Dinding bronkus pada bronkitis

Gambar 3. Patofisiologi Bronkitis Akut

4 Gejala klinisGejala utama bronkitis akut adalah batuk-batuk yang dapat berlangsung 2-3 minggu. Batuk bisa atau tanpa disertai dahak. Dahak dapat berwarna jernih, putih, kuning kehijauan, atau hijau. Selain batuk, bronkitis akut dapat disertai gejala berikut ini :

Demam,

Sesak napas,

Bunyi napas mengi atau ngik

Rasa tidak nyaman di dada atau nyeri dada

Bronkitis akut akibat virus biasanya mengikuti gejala gejala infeksi saluran respiratori seperti rhinitis dan faringitis. Batuk biasanya muncul 3 4 hari setelah rhinitis. Batuk pada mulanya keras dan kering, kemudian seringkali berkembang menjadi batuk lepas yang ringandan produktif. Karena anak anak biasanya tidak membuang lendir tapi menelannya, maka dapat terjadi gejala muntah pada saat batuk keras dan memuncak. Pada anak yang lebih besar, keluhan utama dapat berupa produksi sputum dengan batuk serta nyeri dada pada keadaaan yang lebih berat.

Karena bronchitis akut biasanya merupakan kondisi yang tidak berat dan dapat membaik sendiri, maka proses patologis yang terjadi masih belum diketahui secara jelasa karena kurangnya ketersediaanjaringan untuk pemeriksaan. Yang diketahui adalah adanya peningkatan aktivitas kelenjar mucus dan terjadinya deskuamasi sel sel epitel bersilia. Adanya infiltrasi leukosit PMN ke dalam dinding serta lumen saluran respiratori menyebabkan sekresi tampak purulen. Akan tetapi karena migrasi leukosit ini merupakan reaksi nonspesifik terhadap kerusakan jalan napas, maka sputum yang purulen tidak harus menunjukkan adanya superinfeksi bakteri.

Pemeriksaan auskultasi dada biasanya tidak khas pada stadium awal. Seiring perkembangan dan progresivitas batuk, dapat terdengar berbagai macam ronki, suara napas yang berat dan kasar, wheezing ataupun suara kombinasi. Hasil pemeriksaan radiologist biasanya normal atau didapatkan corakan bronchial. Pada umumnya gejala akan menghilang dalam 10 -14 hari. Bila tanda tanda klinis menetap hingga 2 3 minggu, perlu dicurigai adanya infeksi kronis. Selain itu dapat pula terjadi infeksi sekunder

TAMBAHAN:Sebagian besar terapi bronchitis akut viral bersifat suportif. Pada kenyataannya rhinitis dapat sembuh tanpa pengobatan sama sekali. Istirahat yang cukup, masukan cairan yang adekuat serta pemberian asetaminofen dalam keadaan demam bila perlu, sudah mencukupi untuk beberapa kasus. Antibiotik sebaiknya hanya digunakan bila dicurigai adanya infeksi bakteri atau telah dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang lainnya. Pemberian antibiotik berdasarkan terapi empiris biasanya disesuaikan dengan usia, jenis organisme yang biasa menginfeksi dan sensitivitas di komunitas tersebut. Antibiotik juga telah dibuktikan tidak mencegah terjadinya infeksi bakteri sekunder, sehingga tidak ada tempatnya diberikan pada bronchitis akut viral.

Bila ditemukan wheezing pada pemeriksaan fisik, dapat diberikan bronkodilator 2 agonist, tatapi diperlukan evaluasi yang seksama terhadap respon bronkus untuk mencegah pemberian bronkodilator yang berlebihan.Jumlah bronchitis akut bakterial lebih sedikit daripada bronchitis akut viral. Invasi bakteri ke bronkus merupakan infeksi sekunder setelah terjadi kerusakan permukaan mukoasa oleh infeksi virus sebelumnya.

Hingga saat ini, bakteri penyebab bronchitis akut yang telah diketahui adalah Staphylococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Mycoplasma pneumoniae juga dapat menyebabkan bronchitis akut, dengan karakteristik klinis yang tidak khas, dan biasanya terjadi pada anak berusia di atas 5 tahun atau remaja. Chlamydia sp pada bayi dapat menyebabkan trakeobronkitis akut dan penumonitis dan terapi pilihan yang dibeikan adalah eritromisin. Pada anak yang berusia di atas 9 tahun dapat diberikan tertrasiklin. Untuk terapi efektif dapat diberikan eritromisin atau tertrasiklin untuk anak anak di atas usia 9 tahun

Pada anak-anak yang tidak diimunisasi, infeksi Bordatella pertusis dan Corynebacterium diphteriae dihubungkan dengan kejadian trakeobronkitis. Selama stadium kataral pertusis, gejala gejala infeksi respiratori lebih dominan, berupa rhinitis, konjungtivitis, demam sedang dan batuk. Pada stadium paroksismal, frekuensi dan keparahan batuk meningkat. Gejala khas berupa batuk kuat berturut turut dalam satu ekspirasi, yang diikuti dengan usaha keras dan mendadak untuk ekspirasi, sehingga menyebabkan timbulnya whoop. Batuk ini biasanya menghasilkan mukus yang kental dan lengket. Muntah pascabatuk (posttusve emesis) dapat juga terjadi pada stadium paroksismal.

Hasil pemeriksaan laboratorium patologi menunjukkan adanya infiltrasi mukosa oleh limfosit dan leukosit PMN. Diagnosis dapat dipastikan dengan pemeriksaan klutur dan sekresi mukus. Pengobatan pertusis sebagian besar bersifat suportif. Pemberian eritromisin dapat mengusir kuman pertusis dari nasofaring dalam waktu 3 4 hari, sehingga mengurangi penyebaran penyakit. Pemberian selama 14 hari setelah awitan penyakit selanjutnya dapat menghentikan penyakit.Gejala bronkitis akut tidaklah spesifik dan menyerupai gejala infeksi saluran pernafasan lainnya. Oleh karena itu sebelum memikirkan bronkitis akut, perlu dipikirkan kemungkinan lainnya seperti pneumonia, common cold, asma akut, eksaserbasi akut bronkitis kronik dan PPOK.45 Diagnosis

Diagnosis dari bronkitis akut dapat ditegakkan bila; pada anamnesa pasien mempunyai gejala batuk yang timbul tiba tiba dengan atau tanpa sputum dan tanpa adanya bukti pasien menderita pneumonia, common cold, asma akut, eksaserbasi akut bronkitis kronik dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau faring hiperemis. Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada auskultasi dada dapat terdengar ronki, wheezing, ekspirium diperpanjang atau tanda obstruksi lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan terdengar ronki basah.41. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto thorax

Foto thorax biasanya menunjukkan gambaran normal atau tampak corakan bronkial meningkat.

Gambar 4. Gambaran foto thoraks pada bronkitis

b. Uji faal paru

Pada beberapa penderita menunjukkan adanya penurunan uji fungsi paru.

c. Laboratorium

Pada bronkhitis didapatkan jumlah leukosit meningkat.

Dalam suatu penelitian terdapat metode untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia pada pasien dengan batuk disertai dengan produksi sputum yang dicurigai menderita bronkitis akut, yang antara lain bila tidak ditemukan keadaan sebagai berikut:

Denyut jantung > 100 kali per menit

Frekuensi napas > 24 kali per menit

Suhu > 38C

Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi dan peningkatan suara napas.

Bila keadaan tersebut tidak ditemukan, kemungkinan pneumonia dapat disingkirkan dan dapat mengurangi kebutuhan untuk foto thorax .4Tidak ada pemeriksaan penunjang yang memberikan hasil definitif untuk diagnosis bronkitis. Pemeriksaan kultur dahak diperlukan bila etiologi bronkitis harus ditemukan untuk kepentingan terapi. Hal ini biasanya diperlukan pada bronkitis kronis. Pada bronkitis akut pemeriksaan ini tidak berarti banyak karena sebagian besar penyebabnya adalah virus.Pemeriksaan radiologis biasanya normal atau tampak corakan bronkial meningkat. Pada beberapa penderita menunjukkan adanya penurunan ringan uji fungsi paru. Akan tetapi uji ini tidak perlu dilakukan pada penderita yang sebelumnya sehat.46 Diagnosis Banding

Batuk dengan atau tanpa produksi sputum dapat dijumpai pada common cold. Common cold sendiri merupakan istilah konvensional dari infeksi saluran pernapasan atas yang ringan, gejalanya terdiri dari adanya sekret dari hidung, bersin, sakit tenggorok dan batuk serta bias juga dijumpai demam, nyeri otot dan lemas. Seringkali common cold dan bronkitis akut memiliki gejala yang sama dan sulit dibedakan. Batuk pada common cold merupakan akibat dari infeksi saluran pernapasan atas yang disertai postnasal drip dan pasien biasanya sering berdeham. Batuk pada bronkitis akut disebabkan infeksi pada saluran pernapasan bawah yang dapat didahului oleh infeksi pada saluran pernapasan atas dan oleh sebab itu mempersulit penegakkan diagnosis penyakit ini.4Bronkitis akut juga sulit dibedakan dengan eksaserbasi akut bronkitis kronik dan asma akut dengan gejala batuk. Dalam suatu penelitian mengenai bronkitis akut, asma akut seringkali didiagnosa sebagai suatu bronkitis akut pada 1/3 pasien yang datang dengan gejala batuk. Oleh karena kedua penyakit ini memiliki gejala yang serupa, maka satu satunya alat diagnostik adalah dengan mengevaluasi bronkitis akut tersebut, apakah merupakan suatu penyakit tersendiri atau merupakan awal dari penyakit kronik seperti asma.4Bronkitis akut merupakan penyakit saluran pernapasan yang dapat sembuh sendiri dan bila batuk lebih dari 3 minggu maka diagnosis diferensial lainnya harus dipikirkan. Pasien dengan riwayat penyakit paru kronik sebelumnya seperti bronkitis kronik, PPOK dan bronkiektasis, pasien dengan gagal jantung dan dengan gangguan sistem imun seperti AIDS atau sedang dalam kemoterapi, merupakan kelompok yang beresiko tinggi terkena bronkitis akut dan dalam hal ini kelompok tersebut merupakan pengecualian.47 Tatalaksana

Suatu studi penelitian menyebutkan bahwa beberapa pasien dengan bronkitis akut sering mendapatkan terapi yang tidak tepat dan gejala batuk yang mereka derita seringkali berasal dari asma akut, eksaserbasi akut bronkitis kronik atau common cold. Beberapa penelitian menyebutkan terapi untuk bronkitis akut hanya untuk meringankan gejala klinis saja dan tidak perlu pemberian antibiotik dikarenakan penyakit ini disebabkan oleh virus.41. Pemberian antibiotik

Beberapa studi menyebutkan, bahwa sekitar 65 80 % pasien dengan bronkitis akut menerima terapi antibiotik meskipun seperti telah diketahui bahwa pemberian antibiotik sendiri tidak efektif.15Pasien dengan usia tua paling sering menerima antibiotik dan sekitar sebagian dari mereka menerima terapi antibiotik dengan spektrum luas.Tren pemberian antibiotik spektrum luas juga dapat dijumpai di praktek dokter dokter pada umumnya.3Kesimpulan dari beberapa penelitian itu adalah pemberian antibiotik sebenarnya tidak bermanfaat pada bronkitis akut karena penyakit ini disebabkan oleh virus. Namun begitu, penggunaan antibiotik diperlukan pada pasien bronkitis akut yang dicurigai atau telah dipastikan diakibatkan oleh infeksi bakteri pertusis atau seiring masa perjalanan penyakit terdapat perubahan warna sputum. Pengobatan dengan eritromisin (atau dengan trimetroprim/sulfametoksazol bila makrolid tidak dapat diberikan) dalam hal ini diperbolehkan. Pasien juga dianjurkan untuk dirawat dalam ruang isolasi selama 5 hari.4

Gambar 5. Jenis antibiotik dan dosis2. Bronkodilator

Dalam suatu studi penelitian dari Cochrane, penggunaan bronkodilator tidak direkomendasikan sebagai terapi untuk bronkitis akut tanpa komplikasi. Ringkasan statistik dari penelitian Cochrane tidak menegaskan adanya keuntungan dari penggunaan -agonists oral maupun dalam mengurangi gejala batuk pada pasien dengan bronkhitis akut.Namun, pada kelompok subgrup dari penelitian ini yakni pasien bronkhitis akut dengan gejala obstruksi saluran napas dan terdapat wheezing, penggunaan bronkodilator justru mempunyai nilai kegunaan. Efek samping dari penggunaan -agonists antara lain, tremor, gelisah dan tangan gemetar.10Penggunaan antikolinergik oral untuk meringankan gejala batuk pada bronkitis akut sampai saat ini belum diteliti dan oleh karena itu tidak dianjurkan.43. Antitusif

Penggunaan codein atau dekstrometorphan untuk mengurangi frekuensi batuk dan perburukannya pada pasien bronkitis akut sampai saat ini belum diteliti secara sistematis. Dikarenakan pada penelitian sebelumnya, penggunaan kedua obat tersebut terbukti efektif untuk mengurangi gejala batuk untuk pasien dengan bronkitis kronik, maka penggunaan pada bronkitis akut diperkirakan memiliki nilai kegunaan. Suatu penelitian mengenai penggunaan kedua obat tersebut untuk mengurangi gejala batuk pada common cold dan penyakit saluran napas akibat virus, menunjukkan hasil yang beragam dan tidak direkomendasikan untuk sering digunakan dalam praktek keseharian11Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa kedua obat ini juga efektif dalam menurunkan frekuensi batuk per harinya. Dalam suatu penelitian, sebanyak 710 orang dewasa dengan infeksi saluran pernapasan atas dan gejala batuk, secara acak diberikan dosis tunggal 30 mg Dekstromethorpan hydrobromide atau placebo dan gejala batuk kemudian di analisa secara objektif menggunakan rekaman batuk secara berkelanjutan. Hasilnya menunjukkan bahwa batuk berkurang dalam periode 4 jam pengamatan.12

Gambar 6. Jenis Antitusif

4. Agen mukokinetik

Penggunaan ekspektoran dan mukolitik belum memilki bukti klinis yang menguntungkan dalam pengobatan batuk pada bronkitis akut di beberapa penelitian, meskipun terbukti bahwa efek samping obat minimal. 45. Lain lain

Analgesik & antipiretik bila diperlukan dapat diberikan. Pada penderita, diperlukan istirahat dan asupan makanan yang cukup, kelembaban udara yang cukup serta masukan cairan ditingkatkan.ObatInhaler (g)LarutanOralVialDurasi

Nebulizerinjeksi(jam)

(mg/ml)(mg)

Adrenergik (2-agonis)

Fenoterol100-200 (MDI)10,5% (sirup)4-6

Salbutamol100, 200 MDI&DPI55mg (pil),

0,24% (sirup)0,1 ; 0,54-6

Terbutaline400,500 (DPI)2,5 ; 5 (pil)0,2; 0,254-6

Formoterol4,5-12 MDI&DPI12+

Salmeterol25-50 MDI&DPI12+

Antikolinergik

Ipatropium bromide20,40(MDI)0,25-0,56-8

Oxitropium bromide100 (MDI)1,57-9

Tiotropium18(DPI)24+

Methylxanthines

Aminophylline200-600mg (pil)240mg24

Theophylline100-600mg (pil)24

Kombinasi adrenergik & antikolinergik

Fenoterol/Ipatropium200/80 (MDI)1,25/0,56-8

Salbutamol/Ipatropium75/15 (MDI)0,75/4,56-8

Inhalasi Glukortikosteroid

Beclomethasone50-400(MDI&DPI)0,2-0,4

Budenosid100,200,400(DPI)0,20, 0,25, 0,5

Futicason50-500(MDI &DPI)

Triamcinolone100(MDI)4040

Kombinasi 2 kerja panjang plus glukortikosteroiddalam satu inhaler

Formoterol/Budenoside4,5/160; 9/320 (DPI)

Salmoterol/Fluticasone50/100,250,500(DPI)

25/50,125,250(MDI)

Sistemik Glukortikosteroid

Prednisone5-60 mg(Pil)

Methy-Prednisone4, 8 , 16 mg (Pil)

8 Prognosis Perjalanan dan prognosis penyakit ini bergantung pada tatalaksana yang tepat atau mengatasi setiap penyakit yang mendasari. Komplikasi yang terjadi berasal dari penyakit yang mendasari.III

SIMPULANAsma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas.Penatalaksanaan asma bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hariBronkitis akut adalah peradangan pada bronkus dan cabang-cabangnya, yang disebabkan sebagian besar oleh virus dan mengakibatkan terjadinya edema dan pembentukan mukus. Gejala yang paling menonjol adalah batuk dengan atau tanpa sputum, produksi sputum tidak berlangsung lebih dari 3 minggu. Untuk menegakkan diagnosis dari penyakit ini harus disingkirkan kemungkinan adanya penyakit pernapasan lainnya seperti pneumonia, common cold, asma akut, eksaserbasi akut bronkitis kronik dan PPOK.

Pada penatalaksanaan bronkitis akut, antibiotik diperbolehkan bila dicurigai penyebabnya adalah bakteri. Pemberian bronkodilator diperbolehkan bila gejala batuk bersamaan dengan asma. Pemberian agen mukolitik tidak direkomendasikan dan pemberian antitusif dengan Dekstrometorphan Hbr terbukti dapat menekan gejala batuk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gonzales R, Sande M. Uncomplicated acute bronchitis. Ann Intern Med 2008; 133: 981991

2. Zambon M, Stockton J, Clewley J, et al. Contribution of influenza and respiratory syncytial virus to community cases of influenza like illness: an observational study. Lancet 2009; 358:14101416.

3. Gonzales R, Wilson A, Crane L, et al. Whats in a name? Public knowledge, attitude and experiences with antibiotic use for acute bronchitis. Am J Med 2009; 108:8385

4. Sidney S. Braman. Chronic Cough Due to Acute Bronchitis :ACCP Evidence-Based Clinical Practice Guidelines. Chest Journal. 2006;129;95S-103S.

5. Melbye H, Kongerud J, Vorland L. Reversible airflow limitation in adults with respiratory infection. Eur Respir J 2009 7:12391245

6. Steinman M, Sauaia A, Masseli J, et al.Office evaluation and treatment of elderly patients with acute bronchitis. J Am Geriatr Soc 2006; 52: 875879.

7. GonzalesR, Brrtlett J, Besser R,et al. Principles of appropriate antibiotic use for treatment Snow V, Mottur-Pilson C, Gonzales R. Principles of appropriate antibiotic use for treatment of acute bronchitis in adults. Ann Intern Med 2009; 134:518520.

8. Uncomplicated acute bronchitis: background. Ann Intern Med 2009; 134:521529

9. Hueston WJ.Albuterol delivered by metered-dose inhaler to treat acute bronchitis. J Fam Pract. 2008; 39:437440.

10. Smucny J, Flynn C, Becker L, et al. Beta 2- agonists for acute bronchitis. Cochrane Database Syst Rev (databaseonline). Issue 1, 2007.

11. Lee P, Jawad M, Eccles R. Antitussive efficacy of dextromethorphan in cough associated with acute upper respiratory infection. J Pharm Pharmacol 2008; 52:11391142.

12. Pavesi L, Subburaj S, Porter Shaw K. Application and validation of a computerized cough acquisition system for objective monitoring of acute cough. Chest 2009; 120: 11211128.

13. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2002. h 263 300.

14. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall15. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur Respir Rev 2007; 16: 104, 6772

16. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta. 2009 May 4th. Available from:http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?option=com_content&task=view&id=13&Itemid=517. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 TentangPedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.18. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 6.

19. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 82.20. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis& Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. h 73-521. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.22. GINA. (2015, May 06). Global strategy for asthma management and prevention. Dipetik September 06, 2015, dari GINA: http://www.ginasthma.org/documents/4

23. PDPI. (2003). Asma pedoman doagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.

24. Rengganis, I. (2008). Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia, 58, 444-451.

25. Kemenkes RI. (2013, December 01). Riset Kesehatan Dasar 2013. Dipetik September 07, 2015, dari Litbang Depkes: http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan_Riskesdas2013.PDF

26. Morris, M. (2015, May 14). Asthma. Dipetik September 07, 2015, dari Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview

27. Sudoyo, A. (2010). Buku ajar ilmu penyakit dalam (Vol. I). Jakarta: Interna Publishing.

Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas

Hiperreaktivitas

pemicu

Banyak Sel :

Sel Mast

Eosinofil

Netrofil

Limfosit

Melepas MEDIATOR :

Histamin

Prostaglandin (PG)

Leukotrien (L)

Platelet Activating Factor (PAF), dll

Bronkokonstriksi, hipersekresi mukus, edema saluran napas

Obstruksi difus saluran napas

BATUK, MENGI, SESAK

PAGE 16