Referat Anemia Defesiensi Besi

47
Bagian Ilmu Kesehatan Anak REFERAT Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman ANEMIA DEFISIENSI BESI oleh: Ery Irawan (0708015017) Listyono Wahid R. (0808015009) Pembimbing: dr. William S. Tjeng, Sp.A.

description

Tutorial Hematologi IKA

Transcript of Referat Anemia Defesiensi Besi

Page 1: Referat Anemia Defesiensi Besi

Bagian Ilmu Kesehatan Anak REFERAT

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

ANEMIA DEFISIENSI BESI

oleh:

Ery Irawan (0708015017)

Listyono Wahid R. (0808015009)

Pembimbing:

dr. William S. Tjeng, Sp.A.

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2013

Page 2: Referat Anemia Defesiensi Besi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anemia merupakan masalah medik yang sering dijumpai di klinik di

seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat terutama

di negara berkembang. kelaianan ini merupakan penyebab debilitas kronik

(chronic debility) yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial

dan ekonomi, serta kesehatan fisik. Oleh karena frekuensinya demikian sering,

anemia terutama anemia ringan seringkali tidak mendapat perhatian dan dilewati

para dokter di praktek klinik.

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa

eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk

membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer yang disebut

penurunan oxygen carrying capacity. Secara praktis anemia ditunjukkan oleh

penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Anemia bukanlah

suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tapi merupakan gejala berbagai

macam penyakit dasar (underlying disease). Oleh karena itu, dalam diagnosis

anemia tidak cukup hanya sampai label anemia tapi harus ditetapkan penyakit

dasar penyebab anemia tersebut.

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat

berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoeisis, karena cadangan besi

kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

haemoglobin berkurang. ADB ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan

hasil laboratorium menunjukkan cadangan besi kosong.

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang dibutuhkan

seorang klinisi dalam menangani kasus anemia defisiensi besi hingga

penatalaksanaannya serta sebagai syarat menjalani kepaniteraan klinik di bagian

Ilmu Kesehatan Anak Fak.Kedokteran Univ.Mulawarman.

1

Page 3: Referat Anemia Defesiensi Besi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa

eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk

membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer yang disebut

penurunan oxygen carrying capacity. Secara praktis anemia ditunjukkan oleh

penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Anemia bukanlah

suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tapi merupakan gejala

berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Oleh karena itu, dalam

diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai label anemia tapi harus ditetapkan

penyakit dasar penyebab anemia tersebut.

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat

kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi

untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin

(Hb) berkurang. Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari

petunjuk patofisiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan laboratorium,

diagnosis banding, penatalaksanaan dan terapi.

Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel darah merah. Yang

paling penting adalah zat besi, vitamin B12 dan asam folat, tetapi tubuh juga

memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin dan tembaga serta

keseimbangan hormone, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi dan hormone

tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak

mencukupi, dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak

mampu mengangkut oksigen sebagaimana mestinya.

2.2. Epidemiologi

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering

dijumpai baik di klinik maupun di masyarakat. ADB merupakan anemia

2

Page 4: Referat Anemia Defesiensi Besi

yang sangat sering dijumpai di negara berkembang. Dari berbagai data yang

dikumpulkan saat ini, didapatkan gambaran prevalensi anemia defisiensi besi

sebagai berikut:

Afrika Amerika Latin Indonesia

lelaki dewasa 6% 3% 16-50%

wanita tak hamil 20% 17-21% 25-48%

wanita hamil 60% 39-46% 49-62%

Prevalensi anemia defisiensi besi di dunia1

Belum ada data yang pasti mengenai prevalesni ADB di Indonesia.

Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada

perempuan tidak hamil. Pada pansiunan pegawai negeri di Bali didapatkan

prevalensi anemia 36% atau 61% disebabkan oleh defisiensi besi. Sedangkan

pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka prevalensi ADB sebesar

27%.1

Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan. Di

India, Amerika Latin dan Filipina, prevalensi ADB pada perempuan hamil

berkisar antara 33% sampai 99%. Sedangkan di Bali pada pengunjung suatu

puekesmas didapatkan prevalens anemia sebesar 50% dengan 75% anemia

disebabkan oleh defisiensi besi. Dalam suatu servei pada 42 desa di Bali yang

melibatkan 1684 perempuan hamil didapatkan prevales ADB sebesar 46%,

sebagian besar derajat anemia adalah ringan. Faktor resiko yang dijumpai adalah

tingkat pendidikan dan kepatuhan meminum pil besi.1

Di Amerika Serikat, berdasarkan servei gizi (NHANES III) tahun 1988

sehingga 1994, defisiensi besi dijumpai kurang dari 1% pada laki dewasa

yang berumur kurang dari 50 tahun, 2-4% pada lelaki dewasa berumur lebih

dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan masa reproduksi, dan 5-7% pada

perempuan pasca menopause.1

Kelompok-kelompok berikut memiliki peningkatan resiko

3

Page 5: Referat Anemia Defesiensi Besi

kemungkinan mengalami anemia kekurangan zat besi:

Wanita. karena wanita kehilangan darah selama menstruasi. Karena

itulah pada umumnya wanita lebih berisiko daripada laki-laki.

Bayi dan anak-anak. Bayi terutama mereka yang lahir dengan berat badan

rendah atau lahir prematur, ang tidak mendapatkan zat besi yang

cukup dari ASI atau susu formula mungkin menghadapi resiko

kekurangan zat besi. Anak-anak memerlukan zat besi ekstra selama

“growth spurts”. Jika anak-anak ini tidak mendapat makanan dengan diet

yang sehat dan bervariasi, mereka mungkin berisiko.

Vegiterian. Orang yang tidak makan daging memiliki resiko yang

lebih tinggi sekiranya mereka tidak mengkonsumsi makanan lain yang

kaya dengan sumber zat besi.

Sering donor darah. Orang yang rutin melakukan donor darah

mungkin memiliki peningkatan resiko anemia defisiensi besi karena

donor darah bisa menyebabkan deplesi simpanan besi. Kadar hemoglobin

yang rendah yang berkaitan dengan donor darah merupakan masalah

sementara dan dapat diatasi dengan makan makanan yang kaya dengan zat

besi.

2.3. Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya

masukan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat pendarahan

menahun.

Kehilangan besi akibat pendarahan menahun dapat berasal dari:

- Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau

NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid,

dan infeksi cacing tambang

- Saluran genitalia perempuan : monorrhagia atau metrorhagia

- Saluran kemih : hematuria

- Saluran napas : hemoptoe

4

Page 6: Referat Anemia Defesiensi Besi

Faktor nutrisi : akibat kurangnya besi total dalam makanan, atau

kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat,

rendah vitamin C, dan rendah daging).

Kebutuhan besi meningkat: prematuritas, anak dalam masa

pertumbuhan, dan kehamilan.

Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical spure atau kolitis kronik.

Pada orang dewasa, anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir

identik dengan pendarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan

kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab pendarahan paling

tersering pada laki-laki adalah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik

paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan

dalam masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhagia.1,3

Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyarakat atau di lapangan

dengan ADB di rumah sakit atau praktek klinik. ADB di lapangan pada

umumnya disertai anemia ringan atau sedang, sedangkan di klinik ADB

umumnya disertai anemia derajat berat. Di lapangan faktor nutrisi lebih

berperan dibandingkan dengan perdarahan. Bakta, pada penilitian di Desa

Jagapati, Bali mendapatkan bahwa infeksi cacing tambang mempunyai

peran pada 30% kasus, faktor nutrisi mungkin berperan pada sebagian besar

kasus terutama pada anemia derajat ringan sampai sedang. Sedangkan di klinik

misalnya pada praktek swasta, ternyata perdarahan kronik memegang peran

penting, pada laki-laki ialah infeksi cacing tambang (54%) dan hemoroid

(27%), sedangkan pada perempuan menorhagia (33%), hemoroid dan cacing

tambang masing-masing 17%. 1, 4,5,6,7

2.4. Patofisiologi

2.4.1 Metabolisme zat besi

Perkembangan metabolisme zat besi dalam hubungannya dengan

homeostatis besi dapat dimengerti dengan baik pada orang dewasa,

sedangkan pada anak diperkirakan mengalami hal yang sama seperti pada

5

Page 7: Referat Anemia Defesiensi Besi

orang dewasa. Zat besi bersama dengan protein (globin) dan protoporfirin

mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu

besi juga terdapat dalam beberapa enzim dalam metabolisme oksidatif,

sintesis DNA, neurotransmitter, dan proses katabolisme. Kekurangan zat besi

akan memberikan dampak yang merugikan terhadap sistem saluran pencernaan,

susunan saraf pusat, kardiovaskuler, imunitas dan perubahan tingkat seluler.

Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi dalam

makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa usus.

Di dalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55 mg/kgBB atau

sekitar 4 gram. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk hemoglobin,

30% sebagai cadangan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan 3% dalam

bentuk mioglobin, hanya sekitar 0,07% sebagai transferin dan 0,2% sebagai

enzim. Bayi baru lahir dalam tubuhnya mengandung zat besi sekitar 0,5 gram.10,11

Ada dua cara penyerapan besi zat besi dalam usus, yang pertama

adalah penyerapan dalam bentuk non heme ( sekitar 90% berasal makanan),

yaitu besinya harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk

yang kedua adalah bentuk heme (sekitar 10% berasal dari makanan) besinya

dapat langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam

lambung atau zat makanan yang dikonsumsi.11

Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar. Di dalam

lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri (Fe 3+) oleh pengaruh asam

lambung (HCL) vitamin C, asam amino. Di dalam usus halus, ion feri diubah

menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion fero inilah yang kemudian diabsorpsi

oleh mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan feritin dan

sebagian masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein yang disebut

transferin. Selanjutnya transferin ini akan dipergunakan untuk sintesis

hemoglobin. Sebagian transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile

iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama bila

makanan mengandung vitamin dan fruktosa yang akan membentuk suatu

kompleks besi yang larut, sedangkan fosfat, oksalat dan fitat menghambat

6

Page 8: Referat Anemia Defesiensi Besi

absorpsi besi.1

Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada

pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke

dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesa hemoglobin. Jadi

dalam tubuh normal kebutuhan akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi

melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang terkelupas dan karena perdarahan

(menstruasi) sangat sedikit. Oleh karena itu pemberian besi yang berlebihan

dalam makanan dapat mengakibatkan terjadinya hemosiderosis.1

Pengeluaran besi dari tubuh yang normal ialah : bayi 0,3-0,4 mg/hari,

anak 4-12 tahun 0,4-2,5 mg/hari, laki-laki dewasa 1,0-1,5 mg/hari, wanita

dewasa 1,0-2,5 mg/hari, wanita hamil 2,7 mg/hari. Kebutuhan besi dari

bayi dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya , karena dipergunakan

untuk pertumbuhan. Kebutuhan rata-rata seorang anak 5 mg/hari, tetapi bila

terdapat infeksi dapat meningkat sampai 10 mg/hari.1

Didalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang

bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati.

Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih

sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel

kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini

akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh.1

2.4.2 Fisiologi pembentukan hemoglobin

Eritropoitin adalah pengatur hormon primer dan merupakan produksi sel

darah merah (SDM). Pada fetus, eritropoitin dihasilkan dari monosit/makrofag di

hati. Setelah lahir, eritropoitin diproduksi oleh sel-sel peritubular ginjal.

Dalam differensiasi sel darah merah, kondensasi material inti sel merah,

menghasilkan hemoglobin sehingga jumlahnya mencapai 90% dari masa sel

darah merah. Normalnya sel darah merah dapat bertahan sekitar 120 hari,

sementara abnormalnya SDM dapat bertahan hanya selama 15 hari.

Setelah eritrosit berumur ± 120 hari fungsinya kemudian menurun dan

7

Page 9: Referat Anemia Defesiensi Besi

selanjutnya dihancurkan didalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami

proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan

direduksi menjadi bilirubin, sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan

mengikuti siklus seperti diatas atau tetap disimpan sebagai cadangan tergantung

aktivitas eritropoisis.

2.5. Patogenesis

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan

besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron

depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai dengan penurunan

kadar ferritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi

dalam sumsum tulang.1

Apabila berkurangnya besi berlanjut terus menerus maka cadangan besi

menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoeisis berkurang

sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis

belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoeisis. Pada fase

ini, kelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatan kadar free

protophorphyrin atau zinc protophorpyrin dalam eritrosit. Saturasi transrferin

menurun dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir

ini parameter yang sangat spesifik ialah pemingkatan reseptor transferin dalam

serum.1

Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoeisis semakin terganggu

sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik

mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi

kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan

gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.1

Perubahan fungsional non-anemia pada defisiensi besi1

Di samping pada hemoglobin, besi juga menjadi komponen penting

dari mioglobin dan berbagai ensim yang dibutuhkan dalam penyediaan energi

dan transpor elektron. Oleh karena itu, defisiensi besi di samping

8

Page 10: Referat Anemia Defesiensi Besi

menimbulkan anemia, juga akan menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti

misalnya pada (1) sistem neuromuskular yang mengakibatkan gangguan kapasitas

kerja; (2) gangguan terhadap proses mental dan kecerdasan: (3) gangguan

imunitas dan ketahanan terhadap infeksi; (3) gangguan terhadap ibu hamil dan

janin yang dikandungnya. Gangguan ini dapat timbul pada anemia ringan bahkan

sebelum anemia manifes.

Defisiensi besi menimbulkan penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom

dan gliserofosfat oksidase, menyebabkan gangguan glikolisis ang

berakibat penumpukan asam laktat sehingga mempercepat kelelahan otot.

Defisiensi besi terbukti menurunkan kesegaran jasmani, serta pada buruh

pemetik the menurunkan kinerja kerja. Dampak negatif ini dapat dihilangkan

jika diberikan preparat besi.

Defisiensi besi menimbulkan gangguan perkembangan kognitif dan non-

kognitif pada anak dan bayi sehingga dapat menurunkan kapasitas belajar. Hal ini

diperkirakan karena gangguan pada enzim aldehide oksidase yang menyebabkan

penumpukan seratonin, serta enzim monoaminooksidase yang menyebabkan

penumpukan katekolamin dalam otak.

Pengaruh defisiensi besi terhadap infeksi masih kontroversial. Ada yang

berpendapat bahwa defisiensi besi menyebabkan berkurangnya penyediaan besi

pada bakteri sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yang berakibat pada

ketahanan terhadap infeksi. Di pihak lain, besi dibutuhkan oleh enzim untuk

sintesis DNA dan enzim mieloperoksidase netrofil sehingga menurunkan imunitas

selular.

Defisiensi besi dihubungkan dengan resiko prematuritas serta mrobiditas

dan mortalitas fetomaternal. Ibu hamil yang menderita anemia disertai

peningkatan angka kematian maternal, lebih mudah terkena infeksi dan sering

mengalami gangguan partus.

2.6. Gejala dan Diagnosis

Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:

9

Page 11: Referat Anemia Defesiensi Besi

Gejala anemia umum

Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia

(anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar

hemoglobin turun dibawah 7-8g/dl. Gejala ini berupa badan lemah. Lesu,

cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia

defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-

lahan seringkali sindrom anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan

anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh

karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia

bersifat simptomatik jika hemoglobin telah turun di bawah 7g/dl. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan pasien yang pucat terutama pada konjungtiva dan

bawah kuku.1,3,6

Gejala khas defisiensi besi

Gejala yang khas ditemukan pada anemia defisiensi besi tapi tidak

ditemukan pada anemia lain adalah:

Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-

garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.

Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap

karena papil lidah menghilang

Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut

mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan

Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring

Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia

Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim seperti tanah

liat, es, lem, dan lain-lain.

Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga Sindrom Paterson Kelly

adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokrom mikrosikter, atrofi

papil lidah, dan disfagia.1,3

Gejala penyakit dasar

Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit dasar

10

Page 12: Referat Anemia Defesiensi Besi

yang menjadi penyebab ADB tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit

cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit tapak tangan

berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat

kanker kolon, dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala

lain tergantung lokasi kanker tersebut.1,3

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium

yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis ADB. Tahap pertama adalah

menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau

hematokrit. Cutt off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah

kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya

defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari

defisiensi besi yang terjadi.1

Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi

(tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi

(modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut:

Anemia hipokrom mikrositer pada sediaan hapus darah tepi, atau

MCV<80fl dan MCH<31% dengan salah satu dari a,b,c, atau d:

a) Dua dari tiga parameter di bawah ini:

i. Besi serum <50mg/dl

ii. TIBC >350mg/dl

iii. Saturasi transferin: <15%,

atau

b) Feritin serum <20mg/I, atau

c) Pengecatan sumsum tulang dengan Biru Perusia (Perl’s stain)

menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau

d) Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200 mg/hari (atau preparat besi lain

yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih

11

Page 13: Referat Anemia Defesiensi Besi

dari 2g/dl

Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab

defisiensi besi. Tahap ini sering merupakan proses yang rumit yang memerlukan

berbagai jenis pemeriksaan tapi merupakan tahap yang sangat penting untuk

mencegah kekambuhan defisiensi besi serta kemungkinan untuk dapat

menemukan sumber perdarahan yang membahayakan. Meskipun dengan

pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADB tidak diketahui penyebabnya.1

Untuk pasien dewasa, fokus utama adalah mencari sumber perdarahan.

Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada perempuan masa

reproduksi, anamnesis tengtang menstruasi sangat penting. Kalau perlu

dilakukan pemeriksaan genekologi. Untuk laki-laki dewasa di Indonesia

dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing tambang. Tidak cukup

hanya dilakkan pemeriksaan hapusan langsung (direct smear dengan eosin), tapi

sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif seperti misalnya teknik Kato-

Katz untuk menentukan beratnya infeksi. Jika ditemukan infeksi ringan tidaklah

serta merta dapat dianggap sebagai penyebab utama ADB, harus dicari penyebab

lainnya. Titik kritis cacing tambang sebagai penyebab utama jika ditemukan telur

pergram feses (TPG) atau egg pe rgram faces (EPG) >2000 pada perempuan

dan > 4000 pada laki-laki. Dalam satu penilitian lapangan ditemukan hubungn

yang nyata antara derajat infeksi cacing tambang dengan cadangan besi pada laki-

laki, tetapi hubungan ini lebih lemah pada prempuan.1

Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia

defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat. Anemia

akibat cacing tambang sering disertai pembengkakan parotis dan warna kuning

pada telapak tangan. Pada pemeriksaan laboratorium disamping tanda-tanda

defisiensi besi juga disertai eosinofilia.1

2.6.1 Anamnesis

Anamnesis dapat dilakukan autoanamnesis pada pasien dewasa jika

keadaan memungkinkan. Sekiranya keadaan tidak memungkinkan, anamnesis

12

Page 14: Referat Anemia Defesiensi Besi

dilakukan secara allo anamnesis. Anamnesis yang perlu dilakukan meliputi:

Identitas pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,

agama, suku bangsa.

Keluhan utama

o Bertanya tentang awitan dan gejala awal. Pasien mengeluh mudah lelah,

nafas menjadi lebih berat, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. 1

o Kekurangan zat besi memiliki gejala sendiri, yaitu: 1,2

Pika: suatu keinginan memakan zat yang bukan makanan seperti

es batu, kotoran atau kanji

Glositis : iritasi lidah

Keilosis : bibir pecah-pecah

Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.

Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring

o Ditanyakan juga pola pertumbuhan sekiranya pasien anak/remaja.

Riwayat penyakit sekarang1,2

Ditanya tentang faktor resiko yang mungkin ada pada pasien.

Misalnya, kebiasaan makannya atau status diet, ambilan obat dan jangka

waktunya, status sosioekonomi (malnutrisi), status menstruasi (pada

wanita, sering pada premenopause).

Penyakit yang dialami sekarang seperti perdarahan saluran makanan,

perdarahan genitourinarius, hemosiderosis paru, dan hemolisis

intravascular serta tempuh lamanya penyakit tersebut.

Riwayat penyakit dahulu2

Ditanya jika pasien mempunyai riwayat gastrektomi parsial atau total,

by pass usus halus proksimal.

Ditanya adakah pasien ada mengambil apa-apa obat terutamanya aspirin

13

Page 15: Referat Anemia Defesiensi Besi

2.6.1 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Status generalis:

a. Keadaan umum: Tampak sakit ringan, pucat.

b. Kesadaran: Kompos mentis

c. Tanda-tanda vital: dalam batas normal.

Pemeriksaan fisik lain1,2,3,4

Kepala – ditemukan konjungtiva anemis. Dapat juga ditemukan stomatitis

angularis, atrofi papil lidah

glossitis karena atrofi papil lidah3

Thoraks - murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung

Abdomen - Bisa ditemukan splenomegali pada pasien ADB yang berat, persisten

dan ADB yang tidak diterapi.

Ekstremitas – Khas ditemukan koilonikia yaitu kelainan pada kuku, tidak

14

Page 16: Referat Anemia Defesiensi Besi

3

ditemukan edema pada tungkai.

Koilonychia (kuku sendok)

2.6.2 Pemeriksaan penunjang

Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit1-5

Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar

hemogglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun. MCV

<70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalassemia major.

MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama.

Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi. Penigkatan anisositosis

ditandai oleh peningkatan RDW (red cell distribution width). Dulu dianggap

pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat

penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis ini hasilnya sering

tumpang tindih.

Mengenai titik pemilah MCV, ada yang memaki angka <80fl, tapi pada

penilitian ADB di Bagian Penyakit Dalam FK UNUD Denpasar, dijumpai bahwa

titik pemilah <78fl memberi sensitivitas dan sfesifisitas paling baik. Dijumpai

juga bahwa penggabungan MCV,MCH,MCHC dan RDW makin meningkatkan

spesifisitas indeks eritrosit. Indeks eritrosit selalu dapat mengalami perubahan

sebelum kadar hemoglobin menurun.

Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer,

15

Page 17: Referat Anemia Defesiensi Besi

anisositosis, dan poiklilositosis. Makin berat derajat anemia, makin berat derajat

hipokromia. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat

anemia, berbeda dengan thalassemia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis

ekstrim, maka sel tampak sebagai sebuah cincin (ring cell), atau memanjang

seperti elips, disebut sebagai sel pensil (pencil cell atau cigar cell). Kadang-kdang

dijumpai sel target. Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi

granulositopenia ringan dapat dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Pada

ADB karena cacing tambang dijumpai eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai

pada ADB dengan dengan episode perdarahan akut.

Konsentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC)1,2,5

Kensentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat.

TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan

saturasi transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk

kriteria diganosis ADB, kadar besi serum menurun <50µg/dl, total iron binding

capacity (TIBC) meningkat >350µg/dl, dan saturasi transferin <15%. Ada juga

memakai saturasi transferin <16%, atau <18%. Harus diingat bahwa besi serum

menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar dengan kadar puncak pada jam 8

sampai 10 pagi.

Ferritin serum1,2,5

Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik

kecuali pada keadaan inflamasi dan keganasan tertentu. Titik pemilah (cutt off

point) untuk feritin aserum pada ADB diapakai angka <12µg/l, tetapi ada juga

yang memakai <15µg/l. untuk daerah tropik di mana angka infeksi dan inflamasi

masih tinggi, titik pemilah yang diajukan oleh negara barat tampaknya haris

dikoreksi. Pada satu penilitian pada pasien anemia di rumah sakit di Bali

pemakaian feritin serum <12µg/l dan <20µ/l memberikan sensitivitas dan

spesifisitas masing-masing 68% dan 98% serta 68% dan 96%. Sensitivtas

tertinggi (84%) justru dicapai pada pemakaian feritin serum <40mg/l, tanpa

mengurangi spesifisitas terlalu banyak (92%). Hercberg untuk daerah tropik

16

Page 18: Referat Anemia Defesiensi Besi

menganjurkan memakai angka feritin serum <20mg/l sebagai kriteria diagnosis

ADB. Jika terdapat inflamasi atau infeksi yang jelas seperti artritis

reumatoid, maka feritin serum 50-60µg/l masih dapat menunjukkan adanya

defisiensi besi. Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk

diagnosis ADB yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai baik di

klinik maupun di lapangan karena cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak

terlalu sensitif. Angka feritin serum normal tidak selalu dapat menyingkirkan

adanya defisiensi besi, tetapi feritin serum di atas 100mg/dl dapat memastikan

tidak adanya defisiensi besi.1

Protoporfirin1

Protoporfirin merupakan bahan antara dalam pembentukan heme.

Apabila sintesis heme terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka

protoporfirin akan menumpuk dalam eritrosit. Angka normal adalah kurang dari

momg/dl. Untuk defisiensi besi, protoporfirin bebas adalah lebih dari 100mg/dl.

Keadaan yang sama juga didapatkan pada anemia akibat penyakit kronik dan

keracunan timah hitam.1

Kadar reseptor transferin1,2

Kadar reseptor transerin dalam serum meningkat pada defisiensi

besi. Kadar normal dengan cara immunologi adalah 4-9µg/L. Pengukuran

reseptor transferin terutama digunakan untuk membedakan ADB dengan anemia

akibat penyakit kronik. Akan lebih baik lagi bila dipakai rasio reseptor

teransferin dengan log feritin serum. Ratio >1,5 menunjukkan ADB dan rasio

<1,5 sangat mungkin anemia karena penyakit kronik1

Pemeriksaan sumsum tulang1,2,4,5,6

Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai

sedang dengan normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak

teratur. Normoblas ini disebut sebagai micronormoblast. Pengecatan sumsum

tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif

(butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal 40-60% normoblast

17

Page 19: Referat Anemia Defesiensi Besi

mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblast

negatif. Di klinik, pengecatan besi pada sumsum tulang dianggap sebagai baku

emas (gold standard) diagnosis defisiensi besi, namun akhir-akhir ini

perannya banyak diambil alih oleh pemeriksaan ferritin serum yang lebih

praktis1.

Studi ferokinetik1

Studi tentang pergerakan besi pada siklus besi dengan menggunakan zat

radioaktif. Ada dua jenis studi ferokinetik yaitu Plasma iron transport rate (PIT)

yang mengukur kecepatan besi meninggalkan plasma, dan erithrocyte iron turn

over rate (EIT) yang mengukur peredaran besi dari sumsum tulang ke sel darah

merah yang beredar. Secara praktis kedua pemeriksaan ini tidak banyak

digunakan, hanya dipakai untuk tujuan penilitian.1

Pemeriksaan penyakit penyebab1

Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi

besi. Antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan

pemeriksaan semikuantitatif misalnya teknik Kato-katz, pemeriksaan darah

samar feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-

lain tergantung dari dugaan penyebab defisiensi tersebut.1

2.7. Diagnosis Banding

Anemia akibat penyakit kronik.Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan anemia. Sebagian

besar disebabkan oleh inflamasi kronik, kanker , gagal ginjal dan penyakit hati.

Anemia penyakit kronis ini ditandai dengan pemendekan masa hidup eritrosit,

gangguan metabolisme besi, dan gangguan produksi eritrosit akibat tidak

efektifnya rangsangan eritropoeitin. Pada umunya anemia derajat sedang dengan

mekanismenya yang belum jelas.

18

Page 20: Referat Anemia Defesiensi Besi

Anemia defisiensi besi Anemia penyakit kronik

Derajat anemia Ringan sampai berat Ringan

MCV Menurun Menurun/normal

MCH Menurun Menurun/normal

Besi serum Menurun Menurun < 50

TIBC Meningkat > 360 Menurun <300

Saturasitransferin

Menurun < 15% Menurun / normal 10-20%

Besi sumsumtulang

Negatif Positif

Protoporfirineritrosit

Meningkat Meningkat

Feritin serum Menurun < 20 g/l Normal 20-200 μg/l

Elektrofoesis Hb Normal Normal

Perbandingan anemia defisiensi besi dan anemia penyakit kronik1

Anemia megaloblastikAnemia defisiensi asam folat

Anemia defisiensi Asam Folat adalah anemia yang terjadi karena

tubuh kekurangan asam folat. Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang

berhubungan dengan unsur makanan yang sangat diperlukan bagi tubuh. Peran

utama dari asam folat dan vitamin B12 ialah dalam metabolisme intraselular.

Bila kedua zat tersebut mengalami defisiensi, akan menghasilkan tidak

sempurnanya sintesa DNA. Hematopoiesis sangat sensitif pada defisiensi

vitamin tersebut, dan gejala awal ialah anemia megaloblastik.

19

Page 21: Referat Anemia Defesiensi Besi

Anemia defisiensi vitamin B12/ anemia pernisiosa

Anemia pernisiosa adalah anemia megaloblastik dengan karekteristik sel

darah merah besar yang abnormal dengan nuclei yang immatur ( blastik).

Anemia pernisisosa disebabkan defisiensi vitamin B 12 di dalam darah.

Vitamin B12 penting untuk sintesis DNA sel darah merah dan untuk fungsi

saraf. Sumber vitamin B 12 dari makanan dan diserap melalui lambung ke

dalam darah. Faktor intrinsik hormon lambung, penting untuk penyerapan

vitamin B12. Faktor intrinsik disekresi oleh sel parietal mukosa lambung.

Sebagian besar penyebab anemia pernisiosa adalah akibat defisiensi faktor

intrinsik, dapat juga karena asupan vitamin B12 yang kurang.

Defisiensi faktor intrinsik dapat terjadi secara kongenital atau akibat

atrofi atau rusaknya mukosa lambung karena peradangan lambung kronis atau

penyakit autoimun. Pengangkatan sebagian atau seluruh lambung secara bedah

juga akan menyebabkan defisiensi faktor intrinsik.

2.8. Penatalaksaan

Setelah diagnosis ditegakkan, maka dibuat rencana pemberian terapi.

Terapi terhadap anemia defisiensi besi adalah:

a. Terapi kausal: terapai terhadap penyebab perdarahan. Misalnya

pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan

menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka

anemia akan kambuh kembali.

b. Pemberian preparat besi untuk menggantikan kekurangan besi

dalam tubuh (iron replacement therapy).

2.8.1 Medikamentosa

Terapi besi oral1

Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif,

murah, dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus)

20

Page 22: Referat Anemia Defesiensi Besi

merupakan preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif.

Dosis anjuran adalah 3x200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66

mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3x200 mg mengakibatkan absorbsi

besi 50 mg per hari ang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali

normal.

Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan

ferrous succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tapi efektivitas dan efek

samping hampir sama dengan sulfas ferosus. Terdapat juga sediaan enteric

coated yang dianggap memberikan efek samping yang lebih rendah, tapi dapat

mengurangi absorbsi besi. Preparat besi oral sebainya diberikan saat lambung

kososng, tapi efek samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah

makan. Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat diberikan

saat makan atau setelah makan.

Efek samping utama besi peroral adalah gangguan gastrointestinal

yang dijumpai pada 15 sampai 20%, yang sangat mengurangi kepatuhan pasien.

Keluhan ini dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi. Untuk mengurangi

efek samping, besi diberikan saat makan atau dosis dikurangi menjadi 3x100

mg.

Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang

menganjurkan sampai 12 bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi

cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan yang diberikan adalah 100 sampai 200

mg. jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali.

Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitammin C, tapi

dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang

banyak mengandung besi.

Terapi besi parenteral

Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi mempunyai resiko lebih besar

dan harganya lebih mahal. Oleh karena resiko ini, maka besi parenteral hanya

diberikan pada indikasi tertentu. Indikasi pemberin besi parenteral adalah:

Intoleransi terhadap pemberian besi oral

21

Page 23: Referat Anemia Defesiensi Besi

Kepatuhan terhadap obat yang rendah

Gangguan pencernaan seperti koilitis ulseratif yang dapat kambuh

jika diberikan besi

Penyerapan besi terganggu misalnya pada gastrektomi

Keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup

dikompensasi oleh pemberian oral, seperti misalnya pada hereditary

hemorrhagic telengiectasia

kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehemilan

trimester tiga atau sebelum operasi

defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoeitin pada

anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik

Preparat yang tersedia ialah iron dextra complex (mengandung 50mg

besi/ml), iron sorbital citric acid complex dan yang terbaru iron ferric gluconate

dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara

intramuskular dalam atau intravena perlahan. Pemberian secara intramuskular

memberikan rasa nyeri dan memberikan warna hitam pada kulit. Efek samping

yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis meskipun jarang (0,6%). Efek

samping lain adalah flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut,

dan sinkop.1

Terapi besi parenteral bertujuan mengembalikan kadar hemoglobin dan

mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg. dosis yang dibserikan dapat dihitung

menggunakan dosis:

Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB X 2.4 + 500 atau 1000 mg

Pengobatan lain

Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein

terutama yang berasal dari protein hewani.

Vitamin c: vitamin c diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan

absorbsi besi

Transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi

22

Page 24: Referat Anemia Defesiensi Besi

pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah:

Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung

Anemia yang sangat simptomatil, misalnya anemia dengan

gejala pusing yang sangat menyolok.

Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang

cepat seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi.

Jenis darah yang diberikanadalah PRC (packed reds cell) untuk

mengurangi bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan

pemberian furosemid intravena.1

Respons terhadap terapi

Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan

memberikan respons baik bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai

puncak pada hari ke-10 dan normal lagi setelah hari ke-14, diikuti kenaikan

Hb 0,15g/hari atau 2g/dl setelah 3-4 minggu. Hemoglobin menjadi normal

setelah 4-10 minggu.

Jika respon terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:

Pasien tidak patuh minum obat

Dosis besi kurang

Masih ada perdarahan cukup banyak

Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik,

keradangan menahun atau pada saat yang sama ada defisiensi asam

folat

Diagnosis defisiensi besi salah.

Jika dijumpai keadaan seperti ini. Harus dilakukan evaluasi kembali dan

ambil tindakan yang sewajarnya.1

Bedah

Pengobatan bedah adalah bertujuan untuk menghentikan perdarahan dan

memperbaiki kecacatan yang mendasarinya sehingga tidak terjadi kekambuhan.

23

Page 25: Referat Anemia Defesiensi Besi

Ini mungkin melibatkan operasi penyakit neoplastik dan nonneoplastik baik

pada traktus gastrointestinal, traktus genitourinari, uterus, maupun paru-paru.7

Konsultasi dengan spesialis medik tertentu mungkin berguna untuk

mengidentifikasi sumber atau punca perdarahan dan sekaligus untuk

mengendalikannya. Konsultasi gastroenterologi merupakan spesialis medik yang

paling sering diperlukan. Endoskopi telah menjadi alat yang sangat efektif untuk

mencari dan mengendalikan perdarahan.7,8

Jika perdarahannya cepat, teknik angiografi mungkin berguna untuk

identifikasi dan kontrol perdarahan. Technitium radioaktif berlabel autologous

eritrosit juga berguna untuk mencari lokai perdarahan. Sayangnya metode

radiografi ini tidak dapat mendeteksi perdarahan yang secara keseluruhan

kurang dari 1ml/menit dan perdarahan yang intermiten juga mungkin terlepas

dari identifikasi.7

2.8.2 Non-medikamentosaSecara keseluruhan di dunia, dasar terjadinya kekurang zat besi adalah

masalah diet. Untuk mengharapkan populasi penduduk yang kekurangan zat

besi ini mengambil langkah sendiri untuk meningkatkan konsumsi zat besi

secara signifikan dengan menambahkan makan daging sebagai sumber besi

adalah kurang realistik.7

Penambahan besi nonheme untuk diet nasional telah dimulakan di

beberapa wilayah di dunia. Namun, beberapa masalah dihadapi oleh

perusahaan termasuklah perubahan rasa dan penampilan makanan setelah

penambahan besi. Selain itu, makanan pokok seperti roti (terutama di eropah)

mengandung iron chelators yang bisa menghambat penyerapan suplemen besi

(fosfat, phytates, karbonat. Oksalat). Selain itu pasien yang mengalami gejala

pica yang berhubungan dengan anemia defisiensi besi perlu diidentifikasi dan

dikonsultasi untuk menghentikan memakan makanan yang tidak lazim seperti

tanah liat.7,8

2.9. Komplikasi

24

Page 26: Referat Anemia Defesiensi Besi

Anemia kekurangan zat besi mengurangi kinerja dengan

memaksa otot tergantung, pada tingkat yang lebih besar dari pada orang sehat,

setelah metabolisme anaerobik. Hal ini diyakini terjadi karena kekurangan zat

besi yang mengandung enzim pernafasan sebagai penyebab lebih utama

daripada anemia.7

Anemia yang parah dapat menghasilkan hipoksemia dan

meningkatkan terjadinya insufisiensi koroner dan iskemia miokard.

Demikian pula, dapat memperburuk status paru pasien dengan penyakit paru

kronis.7

Kerusakan struktur dan fungsi jaringan epitel dapat diamati pada

pasien kekurangan zat besi. Kuku menjadi rapuh atau longitudinal bergerigi

dengan perkembangan koilonychia (kuku sendok). Lidah dapat

menunjukkan atrofi papila lingual dan kelihatan mengkilap. Angular stomatitis

dapat terjadi dengan celah di sudut mulut. Disfagia mungkin terjadi bila

memakan makanan padat, dengan anyaman (webbing) dari mukosa pada

persimpangan hipofaring dan esofagus (Plummer-Vinson sindrom); ini telah

dikaitkan dengan karsinoma sel skuamosa daerah esofagus. Atrophic gastritis

terjadi pada defisiensi zat besi dengan kehilangan progresif sekresi asam,

pepsin, dan faktor intrinsik dan pembentukan antibodi terhadap sel parietal

lambung. Vili usus kecil menjadi tumpul7.

Itoleransi terhadap dingin berkembang pada satu dari lima pasien

dengan anemia kekurangan zat besi kronis dengan manifestasi gangguan

vasomotor, nyeri neurologik, atau mati rasa dan kesemutan.7

Gangguan fungsi kekebalan dilaporkan pada pasien yang kekurangan

zat besi, dan ada laporan bahwa pasien rentan terhadap infeksi, namun bukti

bahwa ini adalah langsung disebabkan oleh kekurangan zat besi tidak

meyakinkan karena adanya faktor lain.7,8

Anak-anak kekurangan zat besi mungkin menunjukkan gangguan

perilaku. Perkembangan neurologis akan terganggu pada bayi dan kinerja

skolastik berkurang pada anak usia sekolah. IQ anak-anak sekolah

kekurangan zat besi dilaporkan sebagai signifikan kurang dari rekan-rekan

25

Page 27: Referat Anemia Defesiensi Besi

nonanemia. Gangguan perilaku bermanifestasi sebagai gangguan defisit

perhatian. Pertumbuhan terganggu pada bayi dengan defisiensi besi.7,8

Masalah jantung. Anemia kekurangan zat besi dapat menyebabkan detak

jantung yang cepat atau tidak teratur. Jantung harus memompa darah lebih

banyak untuk mengkompensasi kekurangan oksigen yang dibawa oleh

darah. Hal ini dapat menyebabkan pembesaran jantung atau gagal jantung.8

Masalah selama kehamilan. Pada wanita hamil, anemia defisiensdi besi

dikaitkan dengan kelahiran prematur dan bayi berat badan lahir rendah. Tetapi

kondisi ini mudah dicegah pada wanita hamil yeng menerima suplemen zat besi

sebagai bagian dari perawatan pralahir mereka.8

2.10. Pencegahan

Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat,

maka diperlukan suatu tindakan pencegahan yang padu. Tindakan pencegahan

tersebut dapat berupa:

a) Pendidikan kesehatan:

- Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian

jamban, perbaikan lingkungan kerja, misalnya dengan pemakaian

alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang

- Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang

membantu absorbsi besi

b) Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan

kronik paling sering dijumpai di daerah tropik. Pengendalian

infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal

dengan antihelmentik dan perbaikan sanitasi

c) Suplimentasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen

penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di

Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak balita memakai

pil besi dan folat.

26

Page 28: Referat Anemia Defesiensi Besi

d) Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi

pada bahan makanan. Di negara barat dilakukan dengan mencampur

tepung untuk roti dan bubuk susu dengan besi.

2.11. Prognosis

Prognosis anemia defisiensi besi umumnya baik. ADB merupakan satu

gejala yang mudah diobati dengan hasil yang sangat baik. Namun prognosis

ADB yang baik dan diperburuk oleh karena kondisi penyakit yang

mendasarinya (underlying disease) seperti neoplasia. Demikian pula prognosis

dapat diubah oleh suatu kondisi penyerta seperti penyakit arteri koroner.7

27

Page 29: Referat Anemia Defesiensi Besi

BAB III

PENUTUP

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat

berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoeisis, karena cadangan besi

kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan

pembentukan haemoglobin berkurang.ADB ditandai oleh anemia hipokromik

mikrositer dan hasil laboratorium menunjukkan cadangan besi kosong. Anemia

hanya sebagai gejala, jadi untuk diagnosis harus sebisa mungkin dicari

penyakit dasar yang menyebabkan anemia defisiensi besi yang dialami pasien.

Preparat besi oral merupakan terapi pilihan utama, namu jika ada indikasi

tertentu, pemberian parenteral dapat dipertimbangkan. Selain itu perubahan

dalam diet dan sanitasi lingkungan terutama untuk mencegah infeksi cacing

tambang adalah sangat penting dan signifikan untuk membantu proses

penyembuhan dan sekaligus sebagai langkah pencegahan.

28

Page 30: Referat Anemia Defesiensi Besi

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo Aru w, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus Simadibrata, Setiati

S, Bakta M I, et all. Pendekatan Terhadap Pasein Anemia dan

Anemia Defisisnesi Besi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Interna Publisihing, Jakarta. Cetakan 1 November 2009; p1109-1115,

1127-1137

2. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,

Loscalzo J. Iron deficiency anemia. Harrison's principles of internal

medicine. 17th ed. McGraw Hill 2008: p 1919-21

3. Hoffbrand A.V, Pettit Johon E, Vyes P. Hypochromic Anemias

dalam Atlas of Clinical Hematology. Elsavier 4th ed 2010: p 75-80

4. Sudiono H, Iskandar Ign, Edward H, Halim S.L, Santoso R. Penuntun

Patologi Klinik Hematologi, Bagian Patologi Klinik Fakultas

Kedokteran Ukrida. Biro Publikasi UKRIDA, Jakarta. Cetakan kedua

2007; p 103-111

5. Handayani w, Haribowo Andi S. Asuhan Keperawatan Pada Klien

Dengan Gangguan Sel Darah Merah dalam Buku Ajar Asuhan

Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sitem Hematologi. Slemba

Medika, Jakarta 2008: p 50-54

6. Mehta Atul B, Hoffbrand A.V. General Aspects Of Red Cell dan Iron

I: Physiology and Deficiency dalam Hematology at a Glance. Wiley-

Blackwell 3rd ed 2009: p 26-29

7. Kumar V, Cotran Ramzi S, Robbins Stenly L. Anemia Defisiensi

zat Besi dan Anemia Pada Penyakit Kronik dalam Buku Ajar Patologi

29

Page 31: Referat Anemia Defesiensi Besi

Robbins. Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta 7th ed cetakan 1 2007:

p 459-461

8. Conrad Marcel E, Besa Emmanuel C. Iron Deficiency Anemia.

August 2009. Diunduh dari ht t p: / /em e dicin e .meds ca p e . c o m , 23 Maret

2013.

9. Harms Roger W, Berge Kenneth G, et al. Iron Deficiency Anemia.

March 2011. Diunduh dari ht t p: / /w w w.m a y o c l i nic. c om / h ea l t h / i ro n -

d e fi c ie n c y -a n e m i a , 23 Maret 2013.

10. Price A, Wilson L, Anemia defisiensi besi, Patofisiologi, ed.4, EGC,

Jakarta, 1995; p 236-237.

11. Permono B.,Sutaryo.,Ugrasena., Anemia Defisiensi Besi, dalam buku ajar

hematology – oncology , Badan penerbit IDAI: Jakarta, 2005; p 30-42.

30